Perbandingan Besarnya Kerusakan Tegakan Tinggal pada Pemanenan Kayu Menggunakan Metode Reduced Impact Logging dan Conventional Logging di IUPHHK PT. Ratah Timber

(1)

METODE REDUCED IMPACT LOGGING DAN

CONVENTIONAL LOGGING

DI IUPHHK PT. RATAH TIMBER

MARISA M WINDA SITANGGANG

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011


(2)

METODE REDUCED IMPACT LOGGING DAN

CONVENTIONAL LOGGING

DI IUPHHK PT. RATAH TIMBER

MARISA M WINDA SITANGGANG

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan Pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011


(3)

MARISA M WINDA SITANGGANG. E14070018. Perbandingan Besarnya Kerusakan Tegakan Tinggal pada Pemanenan Kayu menggunakan Metode Reduce Impact Logging dan Conventional Logging di IUPHHK PT. Ratah Timber. Dibimbing oleh JUANG RATA MATANGARAN.

Teknik perencanaan serta pelaksanaan pemanenan kayu yang baik dan benar belum digunakan dalam pemanenan kayu di hutan alam Indonesia. Reduced Impact Logging (RIL) merupakan teknik yang dipergunakan untuk memperbaiki pemanenan kayu di hutan alam tropis. Dibandingkan menggunakan metode Conventional Logging, metode Reduced Impact Logging dapat mengurangi kerusakan lingkungan yang terjadi akibat pemanenan kayu.

Tujuan penelitian, yaitu: (1) Mengidentifikasi dan menghitung tingkat

kerusakan pohon berdiameter ≥ 20 cm yang disebabkan pemanenan kayu menggunakan metode RIL dan CL; (2) Menganalisis hubungan tingkat kerusakan pohon berdiameter ≥ 20 cm dengan kelerengan lahan, kerapatan tegakan dan intensitas pemanenan pada pemanenan kayu menggunakan metode RIL dan CL; dan (3) Membandingkan besarnya kerusakan pohon berdiameter ≥ 20 cm akibat pemanenan kayu menggunakan metode RIL dan CL.

Penelitian ini dilakukan di IUPHHK PT. Ratah Timber, Kalimantan Timur dari bulan April sampai dengan bulan Juli 2011. Plot pengamatan dibuat berupa petak berbentuk persegi berukuran 100 m x 100 m, masing-masing 10 plot untuk kedua metode pemanenan. Data yang dikumpulkan berupa kerapatan awal tegakan, intensitas pemanenan, dan kemiringan lahan.

Hasil penelitian menunjukkan (1) Tingkat kerusakan paling besar yang terjadi baik pada metode pemanenan CL maupun RIL adalah tingkat kerusakan berat, masing-masing sebesar 66,5% dan 74,51%; (2) Faktor yang mempengaruhi terjadinya kerusakan tegakan tinggal pada pemanenan kayu adalah intensitas pemanenan; dan (3) Metode RIL dapat menurunkan kerusakan tegakan tinggal sebesar 9,56% atau sebanyak 2,9 pohon per hektar dibandingkan dengan metode CL.

Kata kunci: pemanenan kayu, hutan alam tropis, reduce impact Logging, conventional logging, kerusakan tegakan tinggal.


(4)

MARISA M WINDA SITANGGANG. E14070018. Comparison of Residual Stand Damage on Timber Harvesting Using Reduce Impact Logging and Conventional Logging Methods in IUPHHK PT. Ratah Timber. Supervised by JUANG RATA MATANGARAN.

The implementation of planning techniques and timber harvesting is not yet carried out appropriately on timber harvesting in natural forests of Indonesia. Reduced Impact Logging (RIL) is considered as a technique to reform timber harvesting in tropical natural forests. Compared to Conventional Logging, Reduced Impact Logging can reduce the environmental damage caused by timber harvesting.

This research purposes are to (1) Identify and quantify the extent of stand damage of trees with diameter 20 cm and up caused by timber harvesting using RIL and CL methods; (2) Analyze the correlation of stand damage of trees with diameter 20 cm and up with slope, stand density and harvesting intensity on timber harvesting using RIL and CL methods; and (3) Compare the amount of the damaged trees with diameter 20 cm and up due to timber harvesting using RIL and CL methods.

The research was carried out at IUPHHK PT. Ratah Timber, East Kalimantan from April to July 2011. Plot observations created on square-shaped plots measuring 100 m x 100 m, each 10 plots for both methods. Data collected were number of stand density, intensity of harvesting, and the slope.

The results showed (1) Greatest extent of damage that occurred in both CL and RIL harvesting methods was heavily damaged, respectively 66,5% and 74,51%; (2) The factor that influenced residual stand damage on timber harvesting is intensity of harvesting; and (3) RIL method can reduce the residual stand for 9,56% or 2,9 trees per hectar compared to CL method.

Keywords: timber harvesting, tropical natural forest, reduce impact logging, conventional logging, residual stand damage.


(5)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perbandingan Besarnya Kerusakan Tegakan Tinggal pada Pemaenann Kayu Menggunakan Metode Reduced Impact Logging dan Conventional Logging di IUPHHK PT. Ratah Timber adalah benar-benar hasil karya saya sendiri di bawah bimbingan Dr. Ir. Juang Rata Matangaran, MS dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Desember 2011 Marisa M Winda Sitanggang


(6)

Judul Penelitian : Perbandingan Besarnya Kerusakan Tegakan Tinggal pada Pemanenan Kayu Menggunakan Metode Reduced Impact Logging dan Conventional Logging di IUPHHK PT. Ratah Timber

Nama : Marisa Margareth Winda Sitanggang

NIM : E14070018

Menyetujui: Dosen Pembimbing,

Dr. Ir. Juang Rata Matangaran, MS NIP. 19631221 198803 1 001

Mengetahui:

Ketua Departemen Manajemen Hutan,

Dr. Ir. Didik Suharjito, MS NIP. 19630401 199403 1 001


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas kasih karunia, hikmat dan penyertaanNya, sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan skripsi yang berjudul Perbandingan Besarnya Kerusakan Tegakan Tinggal pada Pemanenan Kayu Menggunakan Metode Reduced Impact Logging dan Conventional Logging di IUPHHK PT. Ratah Timber.

Penelitian dilaksanakan di IUPHHK PT. Ratah Timber, Kecamatan Long Hubung, Kabupaten Kutai Barat, Provinsi Kalimantan Timur pada April sampai dengan Juli 2011. Selama ini pengelolaan hutan alam terutama pemanenan kayunya masih tidak dilakukan secara professional, sehingga keseluruhan sistem silvikultur yang diterapkan mengalami kegagalan. Pemanenan kayu yang dilakukan di hutan alam tropis selama ini sangat merusak hutan tropis karena produsen tidak menghiraukan kaidah-kaidah pemanenan kayu yang berwawasan lingkungan. Reduced Impact Logging (RIL) merupakan teknik pemanenan yang digunakan untuk memperbaiki pemanenan kayu di hutan alam tropis agar dapat mengurangi dampak negatif kegiatan pembalakan hutan terhadap lingkungan. Oleh karena itu, pada penelitian ini akan dibandingkan bersarnya kerusakan tegakan tinggal yang terjadi dengan menerapkan metode CL (Conventional Logging) dan RIL pada proses pemanenan kayu. Berdasarkan hasil penelitian, penerapan metode RIL pada proses pemanenan kayu di hutan alam tropis dapat mengurangi kerusakan tegakan tinggal yang terjadi.

Penulis sadar bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini sehingga penulis mengharapkan saran dan kritik dari pembaca yang bersifat membangun. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

Bogor, Desember 2011 Penulis


(8)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji Syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melancarkan penelitian dan pembuatan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan terwujud tanpa bantuan berbagai pihak. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. Juang Rata Matangaran, MS sebagai pembimbing atas saran, nasehat, arahan, dan bimbingan yang diberikan dalam penyelesaian skripsi ini.

2. Kedua orang tua tercinta serta seluruh keluarga atas kasih sayang, doa, dukungan moral, dan material serta semangat yang diberikan kepada penulis selama menempuh studi.

3. Segenap Direksi, Staf, dan Karyawan PT. Ratah Timber yang telah menyediakan sarana dan prasarana serta membantu dalam pengambilan data penelitian di lapangan.

4. Teman-teman Manajemen Hutan angkatan 44 atas semangat, dukungan, dan kekeluargaanya.

5. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat penulis sebut satu per satu.


(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pangururan pada tanggal 25 Maret 1989 sebagai anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Arifin Sitanggang dan Ibu Nurhaida Naibaho.

Riwayat pendidikan penulis dimulai dari tahun 1995 hingga 2001 di SD Negeri No. 173741 Pangururan. Jenjang pendidikan penulis dilanjutkan ke

pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama pada tahun 2001 sampai 2004 di SLTP Swasta Budi Mulia Pangururan. Selanjutnya pendidikan Sekolah Menengah Atas diselesaikan pada tahun 2007 di SMA Swasta Cahaya Medan.

Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI) pada tahun 2007 dengan mayor Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengikuti Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan di Gunung Burangrang-Cikeong, Praktek Pengelolaan Hutan di Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi dan Praktek Kerja Lapang di PT. Ratah Timber, Kalimantan Timur. Selama mengikuti pendidikan, penulis aktif sebagai anggota International Forestry Student’s Association (IFSA) pada periode 2008-2009 dan sebagai anggota Forest Management Student Club (FMSC). Penulis pernah menjadi asisten praktikum Fisika Dasar Tahun Ajaran 2009/2010.

Sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, penulis melaksanakan penelitian dengan judul Perbandingan Besarnya Kerusakan Tegakan Tinggal pada Pemanenan Kayu Menggunakan Metode Reduced Impact Logging dan Conventional Logging di IUPHHK PT. Ratah Timber di bawah bimbingan Dr. Ir. Juang Rata Matangaran, MS.


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Pemanenan Hutan ... 4

2.2 Conventional Logging ... 4

2.3 Reduced Impact Logging ... 5

2.4 Kerusakan Tegakan Tinggal ... 9

2.5 Keterbukaan Areal ... 16

BAB III METODOLOGI ... 19

3.1 Lokasi Penelitian ... 19

3.2 Objek dan Alat Penelitian ... 19

3.3 Batasan Masalah Penelitian ... 20

3.4 Desain Petak dan Plot Pengamatan ... 20

3.5 Tahapan Penelitian ... 20

3.5.1 Pemanenan menggunakan Metode RIL ... 20

3.5.2 Pemanenan menggunakan Metode CL ... 24

3.6 Pengumpulan Data ... 25

3.6.1 Kerusakan tegakan tinggal ... 25

3.6.2 Keterbukaan areal ... 26

3.7 Data Sekunder ... 26

3.8 Analisis Data ... 27

3.8.1 Kerusakan tegakan tinggal ... 27

3.8.2 Keterbukaan areal akibat kegiatan penyaradan ... 28

3.8.3 Analisis hubungan faktor-faktor yang mempengaruhi keruskan tegakan tinggal ... 28

3.8.4 Analisis pengaruh penerapan metode RIL pada pemanenan kayu ... 29

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN ... 31

4.1 Kondisi Biofisik ... 30


(11)

4.1.2 Jenis tanah dan geologi ... 31

4.1.3 Topografi ... 31

4.1.4 Iklim ... 32

4.1.5 Hidrologi ... 32

4.1.6 Kondisi hutan ... 33

4.2 Kondisi Sosial Ekonomi ... 34

4.2.1 Kependudukan ... 34

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 35

5.1 Kondisi Plot Penelitian ... 35

5.2 Kegiatan Pemanenan Kayu ... 38

5.3 Kerusakan Tegakan Tinggal ... 39

5.3.1 Kerusakan tegakan tinggal akibat kegiatan penebangan ... 39

5.3.2 Kerusakan tegakan tinggal dan keterbukaan areal akibat kegiatan penyaradan ... 45

5.3.3 Kerusakan tegakan tinggal akibat kegiatan penebangan dan penyaradan ... 48

5.4 Hubungan antara Intensitas Pemanenan, Kerapatan Tegakan, dan Kelerengan Lahan terhadap Kerusakan Tegakan Tinggal ... 50

5.4.1 Hubungan antara intensitas pemanenan, kerapatan tegakan, dan kelerengan lahan terhadap kerusakan tegakan tinggal pada pemanenan menggunakan metode CL ... 50

5.4.2 Hubungan antara intensitas pemanenan, kerapatan tegakan, dan kelerengan lahan terhadap kerusakan tegakan tinggal pada pemanenan menggunakan metode RIL ... 53

5.5 Pengaruh Penerapan Metode RIL pada Pemanenan Kayu terhadap Kerusakan Tegakan Tinggal ... 55

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 58

6.1 Kesimpulan ... 58

6.2 Saran ... 58

DAFTAR PUSTAKA ... 59


(12)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1 Perbedaan metode pemanenan RIL dan CL ... 7

2 Kerusakan tegakan tinggal dan areal terbuka akibat pemanenan kayu ... 10

3 Kerusakan tegakan tinggal berdasarkan jumlah populasi ... 10

4 Rata-rata produktivitas dan efisiensi penebangan ... 11

5 Kerusakan tegakan tinggal akibat kegiatan penebangan terkendali ... 12

6 Kerusakan tegakan tinggal akibat kegiatan penebangan konvensional ... 13

7 Tingkat kerusakan tegakan tinggal akibat penyaradan konvensional... 13

8 Tingkat kerusakan tegakan tinggal akibat penyaradan terkendali ... 14

9 Distribusi kelas diameter (cm) dalam 1 ha ... 15

10 Persentase tingkat kerusakan pohon ... 15

11 Keterbukaan lahan akibat penyaradan yang direncanakan ... 16

12 Keterbukaan lahan akibat penyaradan konvensional ... 17

13 Batas-batas wilayah pengusahaan hutan IUPHHK PT. Ratah Timber ... 30

14 Luas areal kerja IUPHHK PT. Ratah Timber berdasarkan fungsi hutan ... 30

15 Luas areal IUPHHK PT. Ratah Timber berdasarkan jenis tanah ... 31

16 Kondisi topografi areal kerja IUPHHK PT. Ratah Timber ... 31

17 Data curah hujan dan hari hujan bulanan rata-rata di sekitar areal IUPHHK PT. Ratah Timber... 32

18 Kondisi penutupan lahan di areal IUPHHK PT. Ratah Timber... 33

19 Perkiraan kondisi penutupan lahan di areal IUPHHK PT. Ratah Timber pada akhir 2010... 33

20 Jumlah dan kepadatan penduduk di sekitar areal IUPHHK PT. Ratah Timber... 34

21 Kondisi plot penelitian yang menggunakan metode pemanenan CL ... 36

22 Kondisi plot penelitian yang menggunakan metode pemanenan RIL ... 37

23 Bentuk kerusakan dan jumlah pohon yang rusak pada plot penelitian akibat penebangan menggunakan metode CL ... 40

24 Bentuk kerusakan dan jumlah pohon yang rusak pada plot penelitian akibat penebangan menggunakan metode RIL... 40

25 Tipe kerusakan tegakan tinggal pada penebangan menggunakan metode CL ... 42

26 Tipe kerusakan tegakan tinggal pada penebangan menggunakan metode RIL ... 42


(13)

27 Distribusi diameter pohon yang rusak dan persentase kerusakan setiap plot akibat penebangan pada plot menggunakan metode CL ... 43 28 Distribusi diameter pohon yang rusak dan persentase kerusakan setiap plot

akibat penebangan pada plot menggunakan metode CL ... 44 29 Kerusakan tegakan tinggal akibat penyaradan menggunakan metode CL ... 45 30 Kerusakan tegakan tinggal akibat penyaradan menggunakan metode RIL ... 46 31 Analisis uji t berpasangan untuk pemanenan menggunakan metode CL dan

RIL pada keterbukaaan areal ... 47 32 Kerusakan tegakan tinggal setelah penebangan dan penyaradan pada

pemanenan menggunakan metode CL ... 48 33 Kerusakan tegakan tinggal setelah penebangan dan penyaradan pada

pemanenan menggunakan metode RIL ... 49 34 Besarnya kerusakan tegakan tinggal intensitas pemanenan, kerapatan

tegakan, dan kelerengan lahan pada metode pemanenan CL ... 51 35 Hasil analisis ragam hubungan kerusakan tegakan tinggal menggunakan

intensitas pemanenan, kerapatan tegakan, dan kelerengan lahan pada metode pemanenan CL ... 52 36 Hubungan antar peubah dengan besarnya kerusakan tegakan tinggal ... 52 37 Besarnya kerusakan tegakan tinggal intensitas pemanenan, kerapatan

tegakan, dan kelerengan lahan pada metode pemanenan RIL ... 53 38 Hasil analisis ragam hubungan kerusakan tegakan tinggal dengan

intensitas pemanenan, kerapatan tegakan, dan kelerengan lahan pada metode pemanenan RIL ... 54 39 Hubungan antar peubah dengan besarnya kerusakan tegakan tinggal ... 54 40 Hasil uji t berpasangan untuk pemanenan menggunakan metode CL dan


(14)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1 Bagan alir pemanenan kayu menggunakan metode RIL ... 24 2 Bagan alir pemanenan kayu menggunakan metode CL ... 26


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1 Pohon layak tebang berdasarkan LHC pada plot CL ... 62

2 Pohon layak tebang berdasarkan LHC pada plot RIL ... 64

3 Rekapitulasi keterbukaan areal jalan sarad pada plot CL ... 66

4 Rekapitulasi keterbukaan areal jalan sarad pada plot RIL... 69

5 Rekapitulasi kerusakan pada kegiatan penebangan pada plot CL ... 71

6 Rekapitulasi kerusakan pada kegiatan penebangan pada plot RIL ... 75

7 Pengecatan kuning pada pohon sebagai tanda batas plot ... 79

8 Patah batang pada tegakan tinggal akibat penebangan pada plot menggunakan metode CL ... 79

9 Pohon miring pada tegakan tinggal akibat penebangan pada plot menggunakan metode RIL ... 80

10 Patah batang pada tegakan tinggal akibat penebangan pada plot menggunakan metode RIL ... 80

11 Luka batang pada tegakan tinggal akibat penebangan pada plot menggunakan metode RIL ... 81

12 Penyaradan dengan menggunakan bulldozer CAT D7G ... 81

13 Penandaan trase sarad pada pemanenan menggunakan metode RIL ... 81


(16)

1.1 Latar Belakang

Salah satu sumberdaya hutan yang banyak dimanfaatkan adalah kayu. Kayu akan mempunyai nilai manfaat apabila dapat dikeluarkan dari hutan untuk didistribusikan kepada konsumen yang memerlukan manfaat dari hasil hutan tersebut. Kegiatan mengeluarkan kayu atau hasil hutan lainnya dari hutan ke lokasi lain disebut dengan pemanenan hutan (Suparto 1997).

Terdapat berbagai tahapan dalam pemanenan hasil hutan kayu, mulai dari perencanaan pemanenan, pembukaan wilayah hutan, penebangan, pembagian batang, penyaradan, pengangkutan, sampai pada penimbunan kayu. Elias (2008) menyatakan pada proses pemanenan kayu, produsen sering hanya mementingkan keuntungan material dan intensitas yang berlebihan tetapi tidak melihat dampak kerusakan yang diakibatkan dalam proses pemanenan. Kerusakan lingkungan yang disebabkan kegiatan pemanenan kayu ini tidak dapat dihindarkan.

Selama ini pengelolaan hutan alam terutama pemanenan kayunya belum dilakukan secara professional, sehingga keseluruhan sistem silvikultur yang diterapkan mengalami kegagalan. Hal ini dikarenakan oleh penerapan silvikultur belum diintegrasikan dengan sistem pemanenan kayu. Selain itu, teknik perencanaan serta pelaksanaan pemanenan kayu yang baik dan benar belum digunakan dalam pemanenan kayu di hutan alam Indonesia. Reduced Impact Logging (RIL) merupakan teknik pemanenan yang digunakan untuk memperbaiki pemanenan kayu di hutan alam tropis. Para ahli pemanenan kayu menganggap selama ini pemanenan kayu yang dilakukan di hutan alam tropis sangat merusak hutan tropis, karena produsen tidak menghiraukan prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah pemanenan kayu yang berwawasan lingkungan dan tidak mengikuti prinsip pengelolaan hutan lestari yang berdasarkan kelestarian ekosistem (Elias 2002a).

Selama ini telah diketahui oleh para rimbawan bahwa teknik-teknik Reduced Impact Logging dapat mengurangi kerusakan lingkungan yang terjadi akibat pemanenan kayu. Namun, produsen pada dasarnya jarang menerapkannya dengan berbagai alasan, antara lain: biaya pemanenan sangat tinggi, tidak ada


(17)

tenaga terampil yang dapat melaksanakan, dan lain-lain. Hal ini disebabkan kurangnya wawasan terhadap konsep, keuntungan dan manfaat RIL terhadap pengelolaan hutan lestari (Elias 2002a).

PT. Ratah Timber merupakan salah satu perusahaan swasta nasional yang memperoleh kepercayaan dari pemerintah untuk mengelola hutan dalam bentuk Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Kayu (IUPHHK) pada hutan alam berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 359/Menhut-II/2009. Keputusan Menteri Kehutanan tersebut merupakan izin perpanjangan kedua setelah sebelumnya mendapatkan izin perpanjangan pertama berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 95/Kpts-II/2000. Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 359/Menhut-II/2009, luas areal kerja IUPHHK PT. Ratah Timber adalah ± 93.425 ha, terletak di Kabupaten Kutai Barat, Provinsi Kalimantan Timur. Jangka waktu IUPHHK berlaku selama 45 tahun terhitung sejak tanggal 8 November 2010 dan akan berakhir pada tanggal 7 November 2055.

Manajemen PT. Ratah Timber memiliki komitmen untuk mengelola hutan secara lestari dan bercita-cita untuk mendapatkan sertifikat pengelolaan hutan alam lestari (SFM). Salah satu metode yang dikembangkan untuk memperbaiki metode dan tahapan pengelolaan hutan adalah Reduced Impact Logging (RIL). RIL merupakan metode logging yang bertujuan untuk mengurangi dampak negatif kegiatan pembalakan hutan terhadap lingkungan. Langkah awal untuk mencapai tujuan tersebut adalah dengan melakukan uji coba RIL mulai dari tahun 2009 sebanyak 2 petak, yaitu: petak H1 dan petak H2, tahun 2010 sebanyak 2 petak tebangan, yaitu: petak J12 dan petak J13, dan pada tahun 2011 adalah implementasi RIL untuk seluruh petak tebang. Penelitian kerusakan tegakan tinggal akibat pemanenan menggunakan metode Conventional Logging dan Reduce Impact Logging sangat penting dilakukan mengingat tujuan perusahaan untuk mendapatkan sertifikasi Forest Stewardship Council (FSC).


(18)

1.2 Tujuan

1. Mengidentifikasi dan menghitung tipe kerusakan pohon berdiameter ≥ 20 cm yang disebabkan oleh pemanenan kayu menggunakan metode RIL dan CL. 2. Menganalisis hubungan tingkat kerusakan pohon berdiameter ≥ 20 cm dengan

kelerengan, kerapatan tegakan dan intensitas penebangan pada pemanenan kayu menggunakan metode RIL dan CL.

3. Membandingkan besarnya kerusakan pohon berdiameter ≥ 20 cm akibat pemanenan kayu menggunakan metode RIL dan CL.


(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pemanenan Hutan

Nugraha et al. (2007) menyatakan bahwa kegiatan pemanenan sebagai bagian dari sistem silvikultur merupakan salah satu kegiatan terpenting dalam suatu kegiatan pengelolaan hutan. Di satu sisi, pemanenan kayu bertujuan untuk menghasilkan kayu dan produk hutan lainnya untuk diolah menjadi barang-barang yang dibutuhkan konsumen, sedangkan silvikultur diarahkan untuk menjamin keberlangsungan produktivitas hutan dan nilai-nilai non-pasar yang ada di dalamnya. Oleh karena itu, pemanenan harus mampu melindungi tegakan tinggal, mempercepat regenerasi pohon dan tumbuhan lain yang sesuai dengan rencana jangka panjang silvikultur, serta melindungi dari kerusakan tanah, air dan satwa yang ada di dalamnya.

2.2 Conventional Logging

Conventional logging (pemanenan konvensional) sering-kali dideskripsikan sebagai suatu metode operasi pemanenan yang tidak terencana dan tidak terkontrol. Pemanenan seperti ini akan menyebabkan kerusakan berlebih sehingga akan terjadi ketidakseimbangan antara regenerasi alami dan produksi serta hasil hutan pun akan berkurang. Elias (1998) menyatakan bahwa Conventional Logging adalah praktek pemanenan kayu yang umum dilakukan di hutan alam tropika Indonesia hingga saat ini. Pemilik izin atau kontraktor pada pemanenan kayu biasanya melaksanakan pemanenan kayu dengan cara yang sangat sederhana, kebanyakan tanpa rencana pemanenan kayu yang matang, arahan kerja yang tidak tepat dalam operasi pemanenan, menggunakan teknik yang tidak benar, dan kurangnya dalam pengawasan, sebagai berikut:

1. Peta pohon yang tidak disertai dengan peta kontur

2. Jaringan jalan sarad dan arah rebah pohon yang akan ditebang tidak direncanakan di peta dan di lapangan

3. Operasi penebangan dan penyaradan tidak menggunakan peta pemanenan kayu 4. Teknik penebangan yang salah (takik rebah dan takik balas masih terlalu


(20)

5. Jaringan jalan sarad yang terjadi pada umumnya merupakan pola jaringan jalan sarad acak (tidak sistematis)

6. Teknik penyaradan jarang menggunakan teknik whincing. Bulldozer langsung mendekati kayu yang akan disarad

7. Operator chainsaw dan operator bulldozer bekerja secara terpisah dan tidak menggunakan peta lokasi pohon dalam kegiatan mereka

8. Tidak ada kegiatan perbaikan terhadap kerusakan setelah pemanenan kayu.

2.3 Reduced Impact Logging

Reduced Impact Logging (RIL) adalah metode pemanenan kayu berdasarkan prespektif hutan dan survei hutan dalam rangka memperoleh data yang diperlukan untuk mendesain lay out petak-petak tebang, unit-unit inventarisasi dan merencanakan operasi pemanenan kayu (Elias 1998). RIL merupakan metode pemanenan kayu yang ramah lingkungan bila dibandingkan dengan metode pemanenan kayu konvensional. Metode RIL merupakan penyempurnaan/perbaikan cara pemanenan kayu CL. RIL menekankan pada perencanaan yang mendetil dan terperinci, menggunakan teknik-teknik yang tepat pada pelaksanaan pemanenan, melakukan pengawasan yang ketat dalam operasi pemanenan untuk meminimalkan kerusakan pada tegakan tinggal dan tanah.

Dalam penerapan konsep RIL ada enam titik krusial perbaikan teknik perbaikan pemanenan kayu (Elias, 1998), sebagai berikut:

1. Perencanaan sebelum pemanenan 2. Pembukaan wilayah hutan

3. Operasi penebangan 4. Operasi penyaradan 5. Operasi pengangkutan

6. Operasi perbaikan terhadap kerusakan setelah pemanenan kayu.

Ciri-ciri adanya penerapan RIL dalam suatu FMU (Forest Management Unit) (Elias 2002a), sebagai berikut:

1.Peta pohon dan garis kontur berskala besar yang dipakai sebagai bahan/informasi dasar untuk mendesain rencana pemanenan kayu


(21)

a. Topografi/garis kontur

b. Areal yang dilindungi dan dikeluarkan dari areal tebangan/tidak boleh ditebang

c. Lokasi/posisi pohon masak tebang, pohon inti, pohon lindung dan pohon induk

d. Jaringan jalan angkutan dan jaringan jalan sarad

e. Rencana arah penyaradan dan arah rebah pohon yang akan ditebang 3.Penggunaan peta pemanenan kayu dalam operasi penebangan dan penyaradan 4.Penebangan sesuai dengan arah rebah yang direncanakan dan menggunakan

teknik yang tepat

5.Pembuatan jalan sarad sesuai dengan rencana 6.Menggunakan teknik winching

7.Koordinasi operator chainsaw, operator bulldozer, mandor, supervisor dan inspector blok secara teratur

8.Breefing rutin mengenai prosedur dan teknik penebangan 9.Menetapkan tarif upaya yang adil dan transparan.

Kelebihan metode pemanenan RIL terletak pada perencanaan yang baik yang didukung data lengkap dan akurat, pengetahuan teknik dan standar pembangunan prasarana PWH dan teknik pemanenan kayu ramah lingkungan, serta sebab-akibat kerusakan yang mungki terjadi dan cara-cara mencegah kerusakan lingkungan yang dapat dihindari (Elias, 2008).

Perbedaan antara metode pemanenan RIL dan CL dapat seperti disajikan pada Tabel 1.


(22)

Tabel 1 Perbedaan metode pemanenan RIL dan CL

No. Kegiatan RIL CL

1. Perencanaan

a. Sebelum perencanaan penebangan

1) Inventarisasi hutan sebelum penebangan 2) Pemetaan kontur dan pohon

b. Penataan zona penebangan 1) Penataan areal produksi kayu 2) Manajemen areal non produksi kayu

c. Perencanaan penebangan Perencanaan jalan

1) Pembuatan rencana penebangan 2) Operasi sebelum penebangan

3) Persiapan lapangan sebelum penebangan

Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada 2. Operasi penebangan

a. Supervisi operasi pembalakan

1) Supervisor produksi dan inspektur blok 2) Mandor

3) Penebang dan helper

4) Operator bulldozer dan helper

b. Operasi penebangan 1) Pemeriksaan chainsaw

2) Pembukaan TPn dan jalan sarad 3) Penebangan

a)Sesuai perencanaan pada peta

b)Pemeriksaan keadaan lokasi penebangan

c)Penentuan arah rebah pohon, pembuatan jalur penyelamatan dan pemberi peringatan

d)Pembersihan batang dari cabang dan pemotongan tajuk pohon

e)Pengukuran dan pemotongan batang

Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Tidak ada Tidak ada Ada Tidak ada Ada Ada


(23)

No. Kegiatan RIL CL f) Memasang nomor pohon pada tunggak dan pada

ujung bontos

g)Membuka jalur winching

h)Menuju pohon lain yang akan ditebang

c. Operasi penyaradan 1) Pemeriksaan bulldozer

2) Pembuatan TPn dan jalan sarad 3) Operasi penyaradan

d. Operasi di TPn

Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Tidak ada Ada Ada Tidak ada Ada Ada

3. Pemeliharaan

a. Pemeliharaan dan servis

1) Pemeliharaan peralatan bergerak

2) Pemeliharaan gedung bahan bakar dan oli 3) Servis lapangan

4) Pembuangan sampah dan limbah beracun b. Kesehatan camp

Pemeliharaan persediaan air, genangan air dan fasilitas tambahan

c. Keselamatan kerja

Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Ada

4. Pasca pemanenan a. Penutupan jalan b. Penutupan jalan sarad

c. Penutupan penyeberanagan sementara d. Penutupan jalan tambang

e. Penutupan TPn

f. Penutupan camp dan bengkel g. Pemeliharaan rutin

Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada


(24)

2.4 Kerusakan Tegakan Tinggal

Kerusakan tegakan tinggal adalah kerusakan yang terjadi pada bagian tegakan yang sebenarnya tidak termasuk dalam rencana untuk dipanen hasilnya pada waktu itu. Kerusakan–kerusakan itu, antara lain: pohon roboh atau pohon masih berdiri yang bagian batang, banir atau tajuknya rusak dan diperkirakan tidak dapat tumbuh lagi dengan normal. Penebangan dengan sistem tebang pilih (konvensional) membuat mosaik gangguan hutan. Pembalakan biasanya menyebabkan beberapa kerusakan terhadap tegakan tinggal. Kerusakan tersebut termasuk pengupasan dan pemadataan tanah akibat pergerakan alat berat sepanjang jalan sarad pada kegiatan untuk mengeluarkan kayu dari dalam hutan. Penarikan dan pengangkutan kayu juga menyebabkan rusaknya vegetasi tegakan tinggal. Tumbuhan pada tingkat pancang, tiang dan pohon, terutama yang ada di sekitar lintasan jalan hutan menjadi rusak atau mati (Ernayati & Nina 2004).

Hasil penelitian RIL di negara-negara berkembang yang mempunyai hutan alam tropika luas dimulai sejak tahun 1980-an. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemanenan kayu secara konvensional dalam sistem TPTI mengakibatkan kerusakan lebih berat dan lebih besar pada tanah dan tegakan tinggal dibandingkan dengan cara pemanenan kayu berwawasan lingkungan.

Hasil penelitian Elias (1997) pada Tabel 2 menunjukkan bahwa metode pemanenan berwawasan lingkungan mampu mengurangi 50% kerusakan tegakan tinggal dibandingkan dengan metode pemanenan konvensional. Jika dilihat tingkat kerusakan berdasarkan besarnya luka pada tiap pohon yang mengalami kerusakan akibat pemanenan kayu, tingkat kerusakan berat memiliki proporsi yang paling besar, yaitu: 28,99% (pemanenan menggunakan metode CL) dan 11,99% (pemanenan menggunakan metode RIL). Menurut jumlah pohon dan tahapan perkembangan vegetasi, kerusakan tegakan tinggal paling besar terjadi pada tiang dan pohon, yaitu: 40,42% (pemanenan menggunakan metode CL) dan 19,08% (pemanenan menggunakan metode RIL).


(25)

Tabel 2 Kerusakan tegakan tinggal dan areal terbuka akibat pemanenan kayu

No. Keterangan Metode Pemanenan

CL RIL

1.

Berdasarkan jumlah/populasi pohon dan tahapan perkembangan vegetasi (%)

a. Anakan b. Pancang

c. Tiang dan pohon

33,47 34,93 40,42 17,65 19,59 19,08 2.

Berdasarkan ukuran luka (%) a. Luka ringan

b. Luka sedang c. Luka berat

7,23 4,65 28,99 4,16 2,93 11,99 3.

Areal terbuka (%)

a. Disebabkan penebangan b. Disebabkan penyaradan

11,10 8,73 7,65 5,21 Sumber: Elias (1997)

Hasil penelitian yang dilakukan Elias (2002b) menyatakan tingkat kerusakan pada pohon berdiameter ≥ 10 cm berkisar antara 9,39% sampai 35,42% dengan rata-rata 21,96% (Tabel 3).

Tabel 3 Kerusakan tegakan tinggal berdasarkan jumlah populasi

Plot

∑ Pohon ∑ Pohon ∑ Pohon Kerusakan Tingkat

Sebelum yang yang Rusak Tegakan

Pemanenan Kayu Dipanen (≥ 10 cm) Tinggal Kerusakan

(≥ 10 cm) (%)

1 697 6 146 21,13 Ringan

2 748 17 249 35,43 Sedang

3 620 2 58 9,59 Berat

Sumber: Elias (2002b)

Berdasarkan Tabel 3, intensitas pemanenan yang semakin tinggi akan menyebabkan kerusakan tegakan tinggal semakin tinggi. Hasil penelitian juga menunjukkan tipe-tipe kerusakan pohon akibat penebangan, sebagai berikut.

1. Rusak tajuk : 49,45%

2. Patah batang : 23,08%

3. Roboh : 19,23%

4. Luka batang/kulit dan pecah batang : 8,24%

Penebangan adalah salah satu aktivitas pemanenan yang merupakan awal dari rangkaian pemanenan kayu. Penebangan didefenisikan sebagai proses untuk merebahkan pohon dan membagi batang sesuai ketentuan yang berlaku. Umumya,


(26)

teknik yang dilakukan operator chainsaw didasarkan pada kebiasaan dan kenyamanannya tanpa mempertimbangkan standar kerja. Hasil penelitian Suhartana dan Krisdianto (2005) menyatakan bahwa kerusakan tegakan tinggal pada penebangan dengan teknik pemanenan konvensional lebih tinggi daripada penanenan dengan teknik berdampak rendah (Tabel 4).

Tabel 4 Rata-rata kerusakan tegakan

Plot

Intensitas Kerapatan Pohon Kemiringan Kerusakan

Tebang Awal yang Rusak Lahan Tegakan

(pohon/ha) (pohon/ha) (pohon/ha) (%) (%)

a. Teknik Penebangan Konvensional

1 6 155 10 13 6,71

2 9 147 12 21 8,69

3 7 162 11 18 7,10

4 6 141 9 9 6,67

∑ 28 605 42 61 29,17

M 7 151,25 10,50 15,30 7,29

SD 1,41 9,18 1,29 5,32 0,95

CV 20,10 6,10 12,30 34,80 13,00

(%)

b. Teknik Penebangan Berdampak Rendah

1 7 152 6 12 4,14

2 5 125 2 14 4,17

3 8 253 14 17 5,52

4 4 119 5 10 3,48

∑ 24 549 27 53 17,31

M 6,00 137,30 6,75 13,25 4,33

SD 1,83 17,78 5,12 2,99 0,86

CV 30,50 12,90 75,80 22,60 19,90

(%)

Keterangan: ∑= Jumlah, M= Nilai tengah, SD= Standar deviasi, CV= koefisien keragaman Sumber: Suhartana dan Krisdianto (2005)

Tabel 4 menyatakan bahwa kerusakan tegakan tinggal akibat penebangan secara konvensional adalah 7,29%. Ini berarti menebang 7 pohon/ha akan menyebabkan kerusakan tegakan sebesar 7,29% x (151,25-7) pohon/ha = 10,5 pohon/ha. Kerusakan yang disebabkan penebangan dengan teknik berdampak rendah adalah 4,33%. Ini berarti menebang 6 pohon/ha akan menyebabkan kerusakan tegakan tinggal sebanyak 4,33% x (137,3-6) pohon/ha = 5,7 pohon/ha. Berdasarkan data pada Tabel 4, dapat disimpulkan bahwa rata-rata kerusakan


(27)

pohon yang disebabkan penebangan berdampak rendah lebih kecil daripada penebangan secara konvensional dengan perbedaan sebesar 2,96%. Kesimpulan ini diperkuat oleh hasil uji t sebesar 10,864**. Nilai t hitung lebih besar dari t tabel pada taraf nyata 99% (3,707). Hal ini berarti perbedaan kerusakan tegakan pada kedua teknik pemanenan adalah berbeda sangat nyata (** sangat nyata).

Dulsalam et al. (1989) menyatakan dalam kegiatan penyaradan kayu, betapapun hati-hatinya dilaksanakan akan tetap menimbulkan kerusakan pada vegetasi dan tanah yang timbul karenanya tidak mungkin ditiadakan sepenuhnya. Hal ini disebabkan oleh gerakan-gerakan bulldozer sewaktu mendatangi dan menyarad kayu yang menabrak dan menggusur pohon-pohon yang masih berdiri di sekitarnya. Selama bulldozer bergerak dari dan ke tempat pengumpulan, kemungkinan kerusakan tegakan akan selalu terjadi. Berdasarkan hal tersebut, maka semakin rapat tegakan yang dilalui bulldozer, akan semakin banyak kerusakan yang terjadi.

Hasil penelitian Suhartana (2001) menunjukkan bahwa kerusakan tegakan tinggal rata-rata untuk penebangan terkendali sebesar 7,05% dan untuk konvensional rata-rata sebesar 11,7%. Terjadi penurunan sebesar 4,70 % bila teknik penebangan terkendali digunakan (Tabel 5 dan Tabel 6).

Tabel 5 Kerusakan tegakan tinggal akibat kegiatan penebangan terkendali No. Pohon Pohon Sebelum

Pohon Rusak Kemiringan Kerusakan

Petak Ditebang Pemanenan lapangan Pohon

(Plot) (pohon/ha) (pohon/ha) (pohon/ha) (%) (%)

∑ C NC ∑ C NC

1 9 130 125 5 6 5 1 10 4,9

2 10 200 190 10 5 14 1 20 7,89

3 9 150 143 7 18 7 1 15 5,7

4 12 280 270 10 26 25 1 25 9,7

∑ 40 760 728 32 55 51 4 70 28,15

R 10,00 190,00 182,00 8,00 13,75 12,75 1,00 17,5 7,05 SD 1,41 66,83 64,75 2,45 9,03 9,03 1,00 6,45 2,17 KK (%) 14,10 35,17 35,58 30,62 65,67 70,82 - 36,86 30,78 Keterangan: ∑ = Jumlah; R = Rata-rata; SD = Simpangan baku; KK = Koefisien Keragaman;

C = Niagawi; NC = Non-Niagawi Sumber : Suhartana (2001)


(28)

Tabel 6 Kerusakan tegakan tinggal akibat kegiatan penebangan konvensional No. Pohon Pohon Sebelum

Pohon Rusak Kemiringan Kerusakan

Petak Ditebang Pemanenan lapangan Pohon

(Plot) (pohon/ha) (pohon/ha) (pohon/ha) (%) (%)

∑ C NC ∑ C NC

1 12 275 266 9 39 37 2 25 14,83

2 10 190 184 6 21 29 1 20 11,66

3 8 140 137 3 13 12 1 10 9,85

4 10 160 155 5 16 15 1 15 10,66

∑ 40 765 742 23 89 84 5 70 47

R 10 191,25 185,50 5,75 22,25 21,00 1,25 17,5 11,75 SD 1,63 59,49 57,05 2,50 11,64 11,16 0,50 6,45 2,18 KK (%) 16,30 31,11 30,75 43,38 52,31 53,14 40,00 36,80 18,55 Keterangan: ∑ = Jumlah; R = Rata-rata; SD = Simpangan baku; KK = Koefisien keragaman;

C = Niagawi; NC = Non-Niagawi Sumber : Suhartana (2001)

Sukadaryati et al. (2002) menyatakan kerusakan tegakan tinggal akibat penyaradan dengan menggunakan bulldozer Caterpilar D7G di areal hutan alam yang dipanen dengan sistem tebang pilih, ternyata menimbulkan tingkat kerusakan tegakan tinggal yang berbeda antara teknik penyaradan konvensional dan terkendali (Tabel 7 dan Tabel 8).

Tabel 7 Tingkat kerusakan tegakan tinggal akibat penyaradan konvensional

No. Kerapatan Jumlah Kerusakan Tegakan

Tinggal Kelerengan

Petak Tegakan Pohon Disarad

(pohon/ha) (pohon/ha) (pohon/ha) (%) (%)

1 246 6 42 17,5 16

2 278 5 51 18,7 9

3 210 7 49 24,1 18

4 198 8 45 23,7 23

5 226 5 38 17,2 17

JML 1158 31 225 101,2 80

R 231,6 6,2 45,0 20,2 16,0

SD 31,6 1,3 5,2 3,4 5,1

KK 13,6 21,0 11,7 18,8 32,2

Keterangan : JML = jumlah, R = rata-rata, SD = standar deviasi, KK= koefisien keragaman Sumber : Sukadaryati et al. (2002)


(29)

Tabel 8 Tingkat kerusakan tegakan tinggal akibat penyaradan terkendali

No. Kerapatan Jumlah Kerusakan Tegakan

Tinggal Kelerengan

Petak Tegakan Pohon Disarad

(pohon/ha) (pohon/ha) (pohon/ha) (%) (%)

1 285 7 32 11,5 18

2 259 6 24 9,5 12

3 204 5 22 11,1 14

4 218 5 19 8,9 10

5 232 8 35 15,6 22

JML 1198 31 132 56,6 76

R 239,6 6,2 26,4 11,3 15,2

SD 32,5 1,3 6,8 2,6 4,8

KK 13,6 21,0 25,8 23,2 31,7

Keterangan : JML = jumlah, R = rata-rata, SD = standar deviasi, KK= koefisien keragaman Sumber : Sukadaryati et al. (2002)

Berdasarkan Tabel 7 dan Tabel 8 dapat dilihat bahwa kerusakan tegakan tinggal yang diakibatkan sistem penyaradan konvensional pada rata-rata kerapatan tegakan dan jumlah pohon yang disarad serta kelerengan berturut-turut sebesar 231,6 pohon/ha dan 6,2 pohon/ha serta 16% akan menimbulkan kerusakan tegakan tinggal rata-rata sebesar 45 pohon/ha atau sekitar 20,2%. Sementara kerusakan tegakan tinggal akibat penyaradan terkendali pada kondisi kerapatan tegakan tinggal dan jumlah pohon yang disarad relatif sama (rata-rata kerapatan tegakan 239,6 pohon/ha; rata-rata pohon yang disarad 6,2 pohon/ha) menimbulkan rata-rata kerusakan tegakan tinggal relatif lebih rendah, yaitu sebesar 26,4 pohon/ha atau 11,3%. Ini berarti, penyaradan secara terkendali mampu menurunkan tingkat kerusakan tegakan tinggal sebesar 18,6 ≈ 19 pohon/ha atau sebesar 8,9%.

Hasil penelitian Matangaran (2003) yang dilaksanakan di PT. Siak Raya Provinsi Riau menunjukkan bahwa tingkat kerusakan semai, tiang, dan pancang masing-masing 39,10%, 38,40%, dan 38,70%. Semakin besar diameter pohon yang ditebang, akan semakin banyak pohon di sekitarnya yang rusak dan beberapa jenis pionir ditemukan di areal bekas tebangan. Persentase kerusakan di sekitar pohon yang ditebang sebesar 24,20% (Tabel 9 dan Tabel 10).


(30)

Tabel 9 Distribusi kelas diameter (cm) dalam 1 hektar

Area Hutan Kelas Diameter (cm) dalam 1 ha

20-25 25,1-30 30,1-35 35,1-40 40,1-45 45,1-50 > 50

Hutan Alam 76 107 46 42 44 57 18

Keterbukaan Areal

1 Tahun 53 75 50 25 25 8 7

Keterbukaan Areal

5 Tahun 55 73 83 28 45 25 11

Keterbukaan Areal

10 Tahun 102 97 75 38 33 38 15

Keterbukaan Areal

17 Tahun 110 105 53 58 30 35 23

Sumber: Matangaran (2003)

Tabel 10 Persentase tingkat kerusakan pohon

Tipe Kerusakan Pohon (%)

Kerusakan Berat

a. Pohon roboh 7,3

b. Pecah Batang 10,2

Kerusakan Sedang

a. Rusak Tajuk 3,4

Kerusakan Ringan

a.Kulit dan Batang terluka 2,2

b. Rusak Banir 1,1

Sumber: Matangaran (2003)

Muhdi (2001) menyatakan bahwa faktor kelerengan mempunyai peranan penting pada pergeseran kayu saat dilakukan penyaradan. Pada kondisi lapangan yang miring, bulldozer menggunakan pisaunya untuk membuat jalan sarad yang lebih landai. Penggunaan pisau juga dilakukan pada saat mendorong kayu yang disarad.

Hasil penelitian Elias (1998) menyatakan besarnya kerusakan struktur tegakan akibat penebangan, yaitu: jumlah pohon yang rusak akibat kegiatan penebangan rata-rata adalah 146 pohon (21,13%) dari populasi pohon sebanyak 691 pohon/ha. Pohon-pohon yang rusak tersebut terdiri dari kelas diameter 10 sampai 20 cm sebanyak 101 pohon (14,62%), kelas diameter 21 sampai 30 cm sebanyak 33 pohon (4,77%), kelas diameter 31 sampai 40 cm sebanyak 9 pohon (1,31%), dan kelas diameter 41 sampai 50 cm sebanyak 3 pohon (0,44%).


(31)

2.5 Keterbukaan Areal

Kegiatan penyaradan kayu merupakan salah satu elemen kegiatan pemanenan kayu yang mempunyai peranan penting yang fungsinya adalah untuk memindahkan kayu dari tempat tebangan ke tempat pengumpulan dengan memperhatikan keselamatan kayu yang disarad. Besarnya volume kayu yang akhirnya dapat dimanfaatkan dipengaruhi oleh kerusakan kayu yang terjadi selama kegiatan penyaradan (Suhartana 1996). Berikut hasil penelitian Suhartana (1996) tentang minimasi keterbukaan lahan melalui penyaradan yang direncanakan dan penyaradan konvensional (Tabel 11 dan Tabel 12).

Tabel 11 Keterbukaan lahan akibat penyaradan yang direncanakan

No. Petak Pohon disarad (pohon/ha)

Kerapatan Tegakan (pohon/ha)

Kemiringan Lapangan

(%)

Keterbukaan Lahan

(%)

1 3 110 5,00 4,00

2 5 120 9,00 7,00

3 11 180 35,00 20,00

4 10 170 33,00 19,00

5 4 115 7,00 5,00

6 6 125 10,10 8,00

7 9 160 19,00 16,50

8 9 165 20,00 16,50

9 7 135 13,00 10,00

10 8 150 17,00 12,00

11 5 121 8,50 7,00

12 4 117 7,10 6,00

13 3 111 5,10 4,00

14 11 185 25,00 21,00

15 10 171 22,10 19,75

16 6 127 10,50 8,00

17 6 130 11,00 9,00

18 8 156 17,50 14,25

19 7 140 14,00 11,00

20 4 116 7,10 5,00

Jumlah 138 2.804 275,00 223,00

Rata-rata 6,80 140,20 13,75 11,15

Simpangan baku 2,61 24,71 6,69 5,82


(32)

Tabel 12 Keterbukaan lahan akibat penyaradan konvensional

No. Petak Pohon disarad (pohon/ha) Kerapatan Tegakan (pohon/ha) Kemiringan Lapangan (%) Keterbukaan Lahan (%)

1 10 169 22,00 25,00

2 9 164 19,00 21,00

3 3 109 5,00 7,00

4 5 119 9,00 10,00

5 7 134 13,00 15,00

6 6 124 10,10 12,00

7 7 135 14,00 15,50

8 10 170 25,00 24,25

9 9 159 20,00 21,25

10 8 149 14,10 19,00

11 5 118 8,60 10,50

12 4 114 7,00 8,50

13 4 113 7,10 9,00

14 3 108 5,10 7,25

15 6 125 11,10 11,75

16 6 123 11,00 12,25

17 8 150 14,00 19,00

18 9 158 20,00 21,50

19 10 180 23,00 23,50

20 5 117 8,50 10,25

Jumlah 134 2.738 266,60 303,50

Rata-rata 6,70 136,90 13,30 15,17

Simpangan baku 2,34 23,24 6,19 6,09

Sumber: Suhartana (1996)

Tabel 11 kolom 5 menyajikan besarnya derajat keterbukaan lahan akibat penyaradan yang direncanakan berkisar antara 4 sampai 21% dengan nilai rata-rata 11,50%. Pada Tabel 12 kolom 5 dapat dilihat bahwa besarnya keterbukaan lahan akibat penyaradan konvensional berkisar antara 7 sampai 25% dengan nilai rata-rata 15,17%. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa besarnya derajat keterbukaan lahan rata-rata untuk penyaradan yang direncanakan lebih kecil daripada derajat keterbukaan lahan rata-rata untuk penyaradan konvensional.

Kelestarian ekosistem hutan yang dapat dinikmati oleh masyarakat secara lintas generasi merupakan keharusan. Beragam upaya dapat dilakukan untuk melestarikan ekosistem hutan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan menerapkan teknik pembalakan kayu ramah lingkungan di hutan tropis


(33)

untuk mengurangi dampak kerusakan ekosistem hutan dan anakan pohon yang ditinggalkan. Hal ini mutlak perlu dilakukan mengingat kapanpun dan di manapun, praktek pembalakan hutan akan selalu menghasilkan dampak kerusakan. Praktek pembalakan hutan merupakan sebuah aktivitas yang tidak dapat dihindari karena merupakan sebuah upaya pemanfaatan hutan bagi berbagai kepentingan (Nugraha et al. 2007).


(34)

BAB III

METODOLOGI

3.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di IUPHHK-HA PT. Ratah Timber, Kecamatan Long Hubung, Kabupaten Kutai Barat, Provinsi Kalimantan Timur (Lampiran 14). Waktu penelitian dilakukan selama empat bulan dari April sampai Juli 2011.

3.2 Objek dan Alat Penelitian

Objek penelitian adalah besarnya kerusakan tegakan tinggal yang terjadi setelah kegiatan pemanenan kayu yang menggunakan metode pemanenan RIL dan CL.

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini, sebagai berikut: 1. Pita meter untuk mengukur jarak lapang

2. Peta kerja, peta sebaran pohon, peta topografi, peta rencana jalan sarad, dan peta realisasi jalan sarad untuk perencanaan pemanenan

3. Kompas untuk mengukur azimuth

4. Patok untuk menandai batas plot penelitian di lapangan 5. Label pohon sebagai identitas pohon

6. Tally sheet untuk pencatatan hasil di lapangan 7. Alat tulis

8. GPS untuk menentukan batas sudut plot pengamatan dan untuk mengetahui jalur penyaradan

9. Klinometer untuk mengukur kemiringan lapangan 10.Tambang untuk pengukuran jarak pada survei lapangan 11.Haga untuk mengukur tinggi pohon

12.Tabel koreksi jarak untuk penambahan jarak lapang pada kelerengan tertentu 13.Kamera untuk dokumentasi

14.Software Arcview 3.2, Global Mapper 10, Map Source 3.0 untuk pemetaan dan Microsoft Excel untuk pengolahan data.


(35)

3.3 Batasan Masalah Penelitian

Kerusakan tegakan tinggal diukur pada pohon yang terkena dampak operasi penebangan dan penyaradan. Pohon yang dimaksud adalah pohon berdiameter ≥ 20 cm. Penebangan mekanis dilakukan menggunakan chainsaw dan penyaradan dilakukan menggunakan bulldozer CAT D7G.

3.4 Desain Petak dan Plot Pengamatan

Petak penelitian terdiri dari empat petak tebang yang masuk ke dalam RKT PT. Ratah Timber tahun 2010 dan 2011, masing-masing dua petak untuk penebangan menggunakan metode CL dan metode RIL. Petak tebang yang menggunakan metode CL berada pada RKT tahun 2010 dan petak tebang yang menggunakan metode RIL berada pada RKT tahun 2011. Hal ini karena seluruh petak tebang tahun 2011 harus menggunakan metode RIL, sehingga data yang diambil untuk metode CL harus pada petak tebang RKT 2010 yang tidak menerapkan metode RIL.

Petak tebang yang diamati atau dilakukan penebangan dipilih secara purposive. Pada masing-masing petak yang terpilih dibuat plot pengamatan berukuran 100 m x 100 m sebanyak 10 plot untuk masing-masing metode pemanenan. Petak tebang yang terpilih pada metode pemanenan CL adalah petak J5 (4 plot) dan J15 (6 plot), sedangkan plot pengamatan metode pemanenan RIL dibuat pada petak P36B (5 plot) dan P38 (5 plot). Jumlah seluruh plot adalah 20 buah. Plot yang diambil mewakili kelerengan yang berbeda, kerapatan tegakan yang berbeda dan intensitas penebangan yang berbeda.

3.5 Tahapan Penelitian

3.5.1 Pemanenan menggunakan metode RIL

1. Survei penentuan lokasi penelitian (petak tebang dan plot pengamatan) pada peta areal kerja yang masuk ke dalam RKT PT. Ratah Timber tahun 2010 dan 2011.

a.Plot yang diambil mewakili kelerengan yang berbeda, kerapatan tegakan yang berbeda dan intensitas pemanenan yang berbeda.


(36)

2)Kerapatan tegakan berkisar antara 28 pohon/ha sampai 64 pohon/ha 3)Intensitas pemaenan berkisar antara 2 pohon/ha sampai 9 poho/ha.

b.Batas petak penelitian ditetapkan berada dekat dengan jalan angkutan sehingga memudahkan akses ke lokasi penelitian.

c.Titik sudut batas masing-masing plot direncanakan lengkap dengan koordinat GPS.

2. Pembuatan plot pengamatan di lapangan.

a.Penentuan lokasi sudut batas plot dengan GPS.

b.Penandaan plot pengamatan di lapangan menggunakan patok yang terbuat dari kayu pada tiap sudut sisi plot sebagai tanda batas.

c.Pembatasan plot dengan memberi tanda berupa cat berwarna kuning pada pohon berdiameter 3 sampai 10 cm.

d.Pada setiap plot pengamatan dilakukan pengecekan pohon yang masih berdiri dan tunggak untuk memeriksa kebenaran data LHC perusahaan. e.Pada plot menggunakan metode pemanenan RIL tidak dilakukan pengukuran

topografi karena telah tersedia peta rencana pemanenan yang mencakup peta kontur.

3. Pembuatan jalur-jalur rintisan, pengecekan pohon yang masih berdiri dan tunggak dan survei kemiringan lapangan (topografi) pada plot pengamatan. Pada tahap ini diperlukan sebuah tim untuk pengukuran di lapangan, yaitu 1 orang perintis dan penentu azimut (compassman); 1 orang penarik tali untuk menandai setiap titik untuk ukuran tali dan untuk mengecek akurasi dari arah azimuth yang telah dibuat oleh compassman; 2 orang pemeriksa pohon yang masih berdiri dan tunggak, 2 orang untuk menentukan kemiringan lapangan serta pencatatannya dan memberi label pada pohon. Pengenal jenis harus berkoordinasi dengan pemberi label di lapangan.

4. Perencanaan pemanenan kayu menggunakan metode RIL pada peta sebaran pohon dan peta kontur skala 1 : 2000.

Perencanaan pemanenan kayu menggunakan metode RIL meliputi perencanaaan jaringan jalan sarad dan arah rebah pohon di atas peta kontur yang di dalamnya terdapat peta sebaran pohon.


(37)

a. Membuat sketsa trase sarad pada peta pohon dengan memperhatikan konfigurasi lapangan, penyebaran pohon dan topografi lapangan

b. Menetapkan tim survei trase sarad yang melaksanakan pembuatan lintasan/rintisan trase sarad.

5. Pelaksaan pemanenan kayu di petak penelitian pemanenan kayu a. Penandaan rencana jalan sarad di lapangan

1) Memplotkan hasil sketsa trase sarad di atas peta ke lapangan. Rencana jalan sarad di atas peta dipindahkan ke lapangan dengan menggunakan peta rencana pemanenan kayu, kompas, klinometer dan pita meter. 2) Membuat rintisan dan penandaan dengan pita merah di lapangan sesuai

dengan rencana yang telah dibuat. Hasilnya berupa penandaan dengan pita merah yang diikatkan atau diselipkan pada pohon yang akan dilewati jaringan jalan sarad.

b. Penandaan arah rebah

Arah rebah ditentukan agar memudahkan penyaradan dan tidak memotong jalan sarad. Arah rebah dibuat dengan sudut 45° sampai 60° terhadap sumbu jalan sarad. Arah rebah juga diusahakan tidak merusak tegakan tinggal dan arah rebah dikondisikan dengan topografi lapangan. c. Penebangan

1) Perebahan pohon dilakukan sesuai dengan arah rebah yang telah direncanakan. Penebangan dimulai dari pohon yang dekat dari TPn. 2) Persiapan penebangan difokuskan pada keselamatan kerja dan

efisiensi penebangan.

3) Tinggi tunggak diusahakan seminimum mungkin.

4) Pemotongan tajuk dan pembagian batang mengikuti prosedur yang berlaku sehingga dapat memaksimalkan volume dan nilai kayu yang dipanen.

d. Penyaradan

1) Sebelum memulai penyaradan, operator bulldozer mengkonstruksi jalan sarad.


(38)

3) Bulldozer sedapat mungkin tetap berada di atas jalan sarad dan tetap menggunakan jalan sarad yang telah dibuat.

4) Sedapat mungkin mengoptimalkan penggunaan winch (bulldozer

dilengkapi winch tidak kurang dari 30 m)

5) Kayu-kayu yang paling jauh dari TPn disarad terlebih dahulu. 6. Pengukuran kerusakan tegakan tinggal akibat penebagan.

7. Pengukuran panjang dan lebar jalan sarad yang telah dibuat pada proses penyaradan.

Bagan alir pemanenan kayu menggunakan metode RIL seperti disajikan pada gambar 1.

Penentuan lokasi penelitian (petak tebang dan plot pengamatan)

Pembuatan plot di lapangan

Pembuatan jalur pengukuran topografi

Pengecekan tunggak dan pohon berdiri pada plot

Penandaan jalan sarad di lapangan

Penebangan dan penyaradan

Pengamatan dan pencatatan kerusakan tegakan dan keterbukaan lahan akibat kegiatan pemanenan


(39)

3.5.2 Pemanenan menggunakan metode CL

1. Survei penentuan lokasi penelitian (petak tebang dan plot pengamatan) pada peta areal kerja yang masuk ke dalam RKT PT. Ratah Timber tahun 2010. a. Plot yang diambil mewakili kelerengan yang berbeda, kerapatan tegakan

yang berbeda dan intensitas penebangan yang berbeda. 1)Kelerengan lahan berkisar antara 18,54 % sampai 69,02%

2)Kerapatan tegakan berkisar antara 26 pohon/ha sampai 47 pohon/ha 3)Intensitas pemaenan berkisar antara 2 pohon/ha sampai 9 poho/ha.

b. Petak penelitian ditetapkan terdapat di pinggir jalan angkutan sehingga memudahkan akses ke lokasi penelitian.

c. Titik sudut batas masing-masing plot direncanakan lengkap dengan koordinat GPS.

2. Pembuatan plot pengamatan di lapangan.

a. Menentukan lokasi sudut batas plot dengan GPS.

b. Mematok tiap sudut sisi plot dengan patok kayu sebagai tanda batas plot pengamatan di lapangan.

c. Membatasi plot dengan memberi tanda berupa cat berwarna kuning pada pohon berdiameter 3 sampai 10 cm.

d. Memeriksa kembali pohon yang masih berdiri dan tunggak pada setiap plot pengamatan untuk memeriksa kebenaran data LHC perusahaan.

e. Mengukur kelerengan lahan pada plot menggunakan metode pemanenan CL untuk menghasilkan peta kontur yang berguna dalam penentuan besarnya kelerengan lahan pada masing-masing plot.

3. Pembuatan plot pengamatan di lapangan.

Pada tahap ini diperlukan sebuah tim untuk pengukuran di lapangan, yaitu 1 orang perintis dan penentu azimut (compassman); 1 orang penarik tali untuk menandai setiap titik untuk ukuran tali dan untuk mengecek akurasi dari arah azimuth yang telah dibuat oleh compassman; 2 orang pemeriksa pohon yang masih berdiri dan tunggak, 2 orang untuk menentukan kemiringan lapangan serta pencatatannya dan memberi label pada pohon. Pengenal jenis harus berkoordinasi dengan pemberi label di lapangan.


(40)

5. Pengukuran panjang dan lebar jalan sarad.

Bagan alir pemanenan kayu menggunaka metode CL seperti disajikan pada gambar 2.

Penentuan lokasi penelitian (petak tebang dan plot pengamatan)

Pembuatan plot di lapangan

Pembuatan jalur pengukuran topografi

Pengecekan tunggak dan pohon berdiri pada plot

Pengamatan dan pencatatan kerusakan tegakan dan keterbukaan lahan akibat kegiatan pemanenan

Gambar 2 Bagan Alir Pemanenan Kayu menggunakan Metode CL.

3.6 Pengumpulan Data

3.6.1 Kerusakan Tegakan Tinggal

Data yang diambil pada operasi penebangan dan penyaradan adalah sebagai berikut:

1. Jenis kerusakan (rusak tajuk, luka batang, patah batang, pecah batang, roboh, miring, dan rusak banir) pada tegakan tinggal berdiameter ≥ 20 cm.

Pengukuran kerusakan tegakan tinggal akibat kegiatan perebahan pohon dilakukan dengan cara mengamati langsung pohon berdiameter ≥ 20 cm yang rusak di sekitar pohon yang rebah. Pengukuran kerusakan tegakan tinggal akibat penyaradan dilakukan dengan cara menghitung besarnya luas keterbukaan lahan akibat jalan sarad, kemudian dikonversikan ke dalam jumlah pohon yang rusak akibat penyaradan.


(41)

Pohon inti digolongkan rusak apabila mengalami salah satu atau lebih keadaan (Direktorat Jenderal Pengusahaan Hutan 1990), sebagai berikut:

a. Tajuk pohon rusak lebih dari 30% atau percabangan pohon/dahan besar patah.

b. Luka batang mencapai kayu berukuran lebih dari keliling batang dengan panjang lebih dari 1,5 m.

c. Perakaran terpotong atau banirnya rusak.

Untuk menentukan persentase kerusakan tegakan tinggal akibat kegiatan pemanenan kayu digunakan rumus (Sukanda 1995):

Dimana :

K = tingkat kerusakan tegakan tinggal (%)

R = jumlah pohon berdiameter ≥ 20 cm yang mengalami kerusakan dalam plot pengamatan (pohon/ha)

P = jumlah pohon berdiameter ≥ 20 cm sebelum penebangan pada plot pengamatan (pohon/ha)

Q = jumlah pohon ditebang berdiameter ≥ 50 pada plot pengamatan (pohon/ha) 3. Pengaruh kegiatan penebangan dan penyaradan terhadap kerusakan tegakan

tinggal dapat diketahui dengan melakukan analisis regresi berganda.

3.6.2 Keterbukaan Areal

Menghitung keterbukaan areal akibat pembuatan jalan sarad dan penyaradan kayu. Besar keterbukaan areal akibat pemanenan kayu diukur dengan menyusuri jalan sarad pohon yang ditebang. Keterbukaan lahan akibat penyaradan ditentukan dengan mengukur panjang dan lebar jalan sarad pada plot tebangan, kemudian dihitung luas jalan sarad tersebut.

3.7 Data Sekunder

Data sekunder yang diambil adalah data potensi tegakan sebelum dilakukan kegiatan penebangan pada tiap RKT PT. Ratah Timber berupa Laporan Hasil Cruising (LHC), data kondisi umum perusahaan, peta kawasan pengusahaan hutan,


(42)

peta sebaran pohon, peta topografi, dan daftar nama pohon yang berada di kawasan PT. Ratah Timber.

3.8 Analisis Data

3.8.1 Kerusakan Tegakan Tinggal

Elias (1993) menyatakan bahwa kerusakan tegakan tinggal dapat ditetapkan dengan dua cara, sebagai berikut:

1. Berdasarkan populasi pohon dalam petak, yaitu pembagian antara jumlah pohon yang rusak setelah kegiatan pemanenan kayu dengan jumlah pohon sebelum penebangan dikurangi dengan jumlah pohon yang ditebang.

2. Berdasarkan tingkat keparahan kerusakan tegakan tinggal menggunakan kriteria yang terjadi pada individu pohon

Berdasarkan populasi pohon dalam petak, kerusakan tegakan tinggal dapat dikelompokkan menjadi kerusakan ringan (besarnya kerusakan tegakan tinggal kurang dari 25%), kerusakan sedang (25% sampai 50%), dan kerusakan berat (lebih dari 50%). Persentase kerusakan tegakan tinggal dilihat dari kerapatan awal tegakan sebelum pemanenan dengan banyaknya pohon yang rusak akibat kegiatan pemanenan.

Terdapat tiga tipe kerusakan yang terjadi pada individu pohon (Elias 1993), sebagai berikut:

1. Kerusakan ringan

a. Rusak tajuk (kurang dari 30 % tajuk rusak) b. Luka batang/rusak kulit (

keliling dan panjang luka kurang dari

1,5 m atau kerusakan sampai kambium dengan lebar lebih dari 5 cm, sepanjang garis sejajar sumbu longitudinal dari batang)

c. Rusak banir/akar (kurang dari banir rusak atau perakaran terpotong) 2. Kerusakan sedang

a. Rusak tajuk (30 sampai 50% tajuk rusak atau bagian tajuk mengalami kerusakan)

b.Luka batang/rusak kulit ( sampai keliling pohon rusak atau 150 sampai 300 cm kulit rusak)


(43)

c. Condong atau miring (pohon miring membentuk sudut kurang dari 450 dengan tanah

3. Kerusakan berat a. Patah batang b. Pecah batang

c. Roboh, tumbang atau miring sudut lebih dari 450 dengan permukaan tanah d. Rusak tajuk (lebih besar dari 50% tajuk rusak), juga didasarkan atas

banyaknya cabang pembentuk tajuk patah

e. Luka batang/rusak kulit (lebih dari keliling pohon atau 300 sampai 600 cm kulit mengalami kerusakan)

f. Rusak banir/akar (lebih dari banir atau perakaran rusak/ terpotong)

3.8.2 Keterbukaan areal akibat kegiatan penyaradan

Keterbukaan lahan akibat penyaradan adalah luas tanah yang terbuka akibat kegiatan penyaradan pohon yang dilewati oleh bulldozer atau lalu lintas bulldozer menuju lokasi penyaradan. Keterbukaan areal ditentukan dengan dengan mengukur panjang dan lebar jalan sarad pada plot tebangan untuk memperoleh luas jalan sarad tersebut. Penelusuran jalur sarad dilakukan dengan menggunakan GPS dan pita ukur.

Persen keterbukaan lahan akibat penyaradan dihitung dengan rumus:

Dimana:

K = persentase keterbukaan areal (%)

L = Luas areal terbuka akibat penyaradan (m2)

3.8.3 Analisis hubungan faktor-faktor yang mempengaruhi keruskan tegakan tinggal

Untuk mengetahui pengaruh penebangan dan penyaradan terhadap kerusakan tegakan tinggal pada kedua metode pemanenan kayu dilakukan analisis regresi. Faktor-faktor yang diperkirakan berpengaruh terhadap besarnya kerusakan


(44)

tegakan tinggal adalah kelerengan dan kerapatan tegakan sebelum ditebang. Hubungan regresi dinyatakan dalam persamaan regresi berganda.

Dimana:

ŷ = kerusakan tegakan tinggal (%) b , b , b = koefisien regresi

x = intesitas pemanenan (pohon/ha) x = kerapatan tegakan (pohon/ha) x = kelerengan lahan (%)

Untuk mengetahui pengaruh ketiga peubah (x , x , x ) terhadap kerusakan tegakan (ŷ) dilakukan dengan menggunakan analisis regresi linier berganda.

3.8.4 Analisis pengaruh penerapan metode RIL terhadap kerusakan tegakan tinggal pada pemanenan kayu

Untuk mengetahui pengaruh penerapan RIL pada kegiatan pemanenan kayu dilakukan pengujian dengan menggunakan uji t berpasangan.


(45)

BAB IV

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Kondisi Biofisik

4.1.1 Letak dan luas IUPHHK

Secara geografis areal kerja IUPHHK PT. Ratah Timber terletak pada 114o55’ – 115o30’ Bujur Timur dan 0o2’LS – 0o15’LU. Berdasarkan letak administrasi pemerintahan, areal tersebut berada dalam wilayah Kecamatan Long Hubung dan Kecamatan Laham, Kabupaten Kutai Barat, Provinsi Kalimantan Timur. Berdasarkan wilayah pemangkuan hutan IUPHHK PT. RATAH TIMBER termasuk dalam wilayah Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Mamahak Besar, Dinas Kehutanan Kabupaten Kutai Barat, Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Timur. Adapun batas-batas areal kerja IUPHHK PT. Ratah Timber disajikan pada Tabel 13 (PT. Ratah Timber 2010).

Tabel 13 Batas-batas wilayah pengusahaan hutan IUPHHK PT. Ratah Timber

No Lokasi Berbatasan dengan

1 Utara Areal Penggunaan Lain (APL) dan IUPHHK-HA PT Seroja Universum Narwastu

2 Timur APL dan IUPHHK PT. Kedap Sayaaq

3 Selatan Hutan Negara (Non IUPHHK) dan Hutan Lindung Batu Buring Ayok

4 Barat Hutan Negara (Non IUPHHK) dan IUPHHK Agro City Kaltim

Sumber: PT. Ratah Timber (2010)

Hasil super-impose antara Peta Areal Kerja IUPHHK PT. Ratah Timber dengan Peta penunjukan kawasan hutan dan perairan provinsi Kalimantan Timur disajikan pada Tabel 14 di bawah ini (PT. Ratah Timber 2010).

Tabel 14 Luas areal kerja IUPHHK PT. Ratah Timber berdasarkan fungsi hutan

No Fungsi hutan Luas Jumlah (Ha)

Blok I Blok II

1 Hutan Produksi Tetap (HP)

66.610 6.810 73.420

2 Hutan Produksi Terbatas (HPT)

20.005 - 20.005

Jumlah 86.615 6.810 93.425


(46)

4.1.2 Jenis tanah dan geologi

Berdasarkan peta tanah tinjau Kalimantan skala 1:250.000 tahun 1976, areal kerja IUPHHK PT. Ratah Timber memiliki tiga jenis tanah, yaitu podsolik merah kuning, latosol, dan aluvial. Luas masing-masing jenis tanah secara rinci disajikan pada Tabel 15 berikut (PT. Ratah Timber 2010).

Tabel 15 Luas areal IUPHHK PT. Ratah Timber berdasarkan jenis tanah

No Jenis tanah Luas

Blok I Blok II Total

Ha % Ha % Ha %

1 Podsolik Merah Kuning 75.095 86,7 3.228 47,4 78.323 84

2 Latosol 9.354 10,8 3.582 52,6 12.936 14

3 Aluvial 2.165 2,5 - - 2.165 2

Jumlah 86.615 100 6810 100 93.425 100

Sumber: PT. Ratah Timber (2010)

4.1.3 Topografi

Hasil analisis kelas lereng berdasarkan peta garis bentuk dari potret udara skala 1:25.000 menunjukkan bahwa sebagian besar areal kerja (±71,9%) tergolong datar hingga landai. Di samping itu juga terdapat areal dengan kelerengan > 40% (sangat curam) seluas 496 ha. Kondisi topografi areal kerja selengkapnya disajikan pada Tabel 16 di bawah (PT. Ratah Timber 2010).

Tabel 16 Kondisi topografi areal kerja IUPHHK PT. Ratah Timber

Klasifikasi Kelas Lereng Blok I (ha) Blok II (ha) Jumlah

HP HPT HP Ha %

A : 0 – 8 % Datar 37.348 4.553 2.125 44.026 47,1

B : 9 – 15 % Landai 16.992 4.685 1.498 23.175 24,8

C : 16 – 25 % Agak curam 8.446 4.303 2.186 14.935 16,0

D : 26 – 40 % Curam 2.785 3.347 885 7.017 7,5

E : > 40 % Sangat curam 380 116 496 0,5

Tidak ada data 1.039 2.737 3.776 4,0

Jumlah 20.005 6.810 93.425 100,0


(47)

4.1.4 Iklim

1. Curah hujan

Menurut sistem klasifikasi Schmidt dan Ferguson, iklim di areal IUPHHK PT. Ratah Timber termasuk iklim sangat basah atau tipe A dengan jumlah bulan basah adalah 12 bulan (nilai Q = 0%). Data tentang curah hujan rata-rata bulanan dan hari hujan bulanan disajikan pada Tabel 17 berikut (PT. Ratah Timber 2010). Tabel 17 Data curah hujan dan hari hujan bulanan rata-rata di sekitar areal

IUPHHK PT. Ratah Timber

No Bulan Curah hujan (mm) Hari hujan

1 Januari 399 11

2 Februari 147 4

3 Maret 348 6

4 April 372 11

5 Mei 310 9

6 Juni 159 8

7 Juli 170 9

8 Agustus 80 5

9 September 404 17

10 Oktober 407 12

11 November 552 17

12 Desember 400 14

Jumlah 3.748 123

Rata-rata 312 10

Sumber: PT. Ratah Timber (2010) 2. Suhu dan kelembaban udara

Kecepatan angin tertinggi tercatat sebesar 17 – 22 knot dengan frekuensi rata-rata 23 kali setahun, bertiup dari arah Timur Laut dan umumnya berlangsung antara bulan Januari sampai Maret. Selain bulan-bulan tersebut, angin bertiup dengan kecepatan antara 4 sampai 6 knot dari arah Utara ke Timur Laut atau Barat Laut (PT. Ratah Timber 2010).

4.1.5 Hidrologi

Areal kerja IUPHHK PT. Ratah Timber berada di dalam satu Daerah Aliran Sungai (DAS) dengan beberapa Sub DAS, yaitu: Sub DAS Mahakam Ulu, Sub DAS Ratah, Sub DAS Hubung, Sub DAS Long Gelawang, Sub DAS Benturak, Sub DAS Nyerubungan, Sub DAS Pari dan Sub DAS Jerumai (PT. Ratah Timber 2010).


(48)

4.1.6 Kondisi hutan

Berdasarkan hasil interpretasi citra, kondisi penutupan lahan areal IUPHHK PT. Ratah Timber sebagian besar berupa hutan bekas tebangan, meliputi: 75.123 ha (80,4%), dan sisanya berupa hutan primer seluas 7.149 ha (7,6%), non hutan 9.144 ha (9,8%), dan areal tertutup awan 2.009 ha (2,2%), sebagaimana disajikan pada Tabel 18 (PT. Ratah Timber 2010).

Tabel 18 Kondisi penutupan lahan di areal IUPHHK PT. Ratah Timber No Penutupan lahan Fungsi dan peruntukan hutan (ha)

HPT HP BZHL Jumlah %

1 Hutan primer 2.487 4.330 332 7.149 7,6

2 Hutan bekas tebangan 14.422 58.269 2.432 75.123 80,4

3 Non-hutan 477 8.464 233 9.144 9,8

4 Tertutup awan 0 2.009 0 2.009 2,2

Jumlah 17.356 73.072 2.997 93.425 100,0 Sumber: PT. Ratah Timber (2010)

Untuk kepentingan penyusunan dokumen RKUPHHK ini, maka kondisi penutupan lahan sebagaimana tersebut diatas perlu dilakukan analisis dan koreksi terhadap areal yang tertutup awan dan juga disesuaikan dengan perubahan kondisi terkini di lapangan, seiring dengan perkembangan kegiatan operasional pemanfaatan hutan di areal IUPHHK PT. Ratah Timber (PT. Ratah Timber 2010).

Perkiraan kondisi penutupan lahan areal IUPHHK PT. Ratah Timber setelah dilakukan analisis dan koreksi terhadap areal yang tertutup awan serta prognosa realisasi tebangan sampai dengan akhir tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 19 berikut (PT. Ratah Timber 2010).

Tabel 19 Perkiraan kondisi penutpan lahan di areal IUPHHK PT. Ratah Timber pada akhir 2010

No Penutupan lahan Fungsi dan peruntukan hutan (Ha)

HPT HP BZ HL Jumlah %

1 Hutan primer 2.487 4.330 332 7.149 7,6

2 Hutan bekas tebangan 16.431 58.269 2.432 75.123 82,6

3 Non hutan 477 8.464 233 9.144 9,8

Jumlah 17.356 73.072 2.997 93.425 1000 Sumber: PT. Ratah Timber (2010)


(49)

4.2 Kondisi Sosial Ekonomi 4.2.1 Kependudukan

Menurut administrasi pemerintahan, areal kerja IUPHHK PT. Ratah Timber berada di Kecamatan Long Hubung dan Kecamatan Laham, Kabupaten Kutai Barat, Provinsi Kalimantan Timur. Terdapat 11 desa yang berada disekitar areal kerja IUPHHK PT. Ratah Timber (PT. Ratah Timber 2010). Jumlah penduduk di 11 desa yang terdapat di dalam dan disekitar areal kerja IUPHHK PT. Ratah Timber menurut data Kecamatan Long Hubung Dalam Angka dan Kecamatan Laham Dalam Angka (Tahun 2009) adalah sebesar 8.524 Jiwa. Kepadatan penduduk berkisar antara 1,88 – 49,27 jiwa/km². Jumlah dan kepadatan penduduk di desa-desa yang terdapat di sekitar areal kerja IUPHHK PT. Ratah Timber disajikan pada Tabel 20 (PT. Ratah Timber 2010).

Tabel 20 Jumlah dan kepadatan penduduk di sekitar areal IUPHHK PT. Ratah Timber

No Desa Luas

(Km²) Penduduk (jiwa) Keluarga (KK) Kepadatan (Jiwa/Km²) Jiwa/KK I Kec. Long

Hubung

1 Mamahak Teboq 199,01 1.480 385 12,44 3,84

2 Sirau 1)

3 Lutan 137,32 751 186 5,47 4,04

4 Datah Bilang Ilir 36,62 73,24 1.428 2.137 380 485 39,00 29,18 3,76 4,41 5 Datah Bilang Ulu

6 Datah Bilang Baru1)

7 Long Hubung 27,46 1.353 303 49,27 4,47

Sub Jumlah I 473,65 7.149 1.739 15,09 4,11

II Kec. Laham

1 Muara Ratah 366,18 689 166 1,88 4,15

2 Long Gelawang 137,32 514 128 3,74 4,02

3 Danum Paroy 45,77 172 46 3,76 3,74

4 Nyerubungan1)

Sub Jumlah II 549,27 1.375 340 2,50 4,04

Jumlah 1.022,

92

8.524 2.079 8,33 4,10

Sumber : PT. Ratah Timber (2010)

Keterangan : 1) Desa hasil pemekaran (data kependudukan dan luas wilayah masih tergabung dengan desa induk ).

Desa-desa tersebut belum tercantum dalam data Kecamatan Long Hubung dalam Angka dan Kecamatan Laham Dalam Angka (2009)


(50)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Kondisi Plot Penelitian

Plot penelitian dibuat pada petak tebang RKT 2010 dan 2011. Pada plot yang berada pada petak tebang RKT 2010 (petak J5 dan J15), tahap pertama yang dilakukan di lapangan adalah pembuatan plot. Selanjutnya dilakukan pengecekan tunggak dan pohon yang masih berdiri pada setiap plot. Hal ini dilakukan untuk memeriksa kebenaran data Laporan Hasil Cruising (LHC) perusahaan. Tahapan yang sama juga dilakukan pada plot yang dibuat di petak P38 (RKT 2011) karena pada petak tersebut telah dilakukan pemanenan kayu dengan metode pemanenan RIL.

Dari pengecekan yang dilakukan, data yang diperoleh dari LHC perusahaan sama seperti data yang ditemukan di lapangan. Hal ini dijelaskan dengan tunggak dan pohon berdiri yang ditemukan pada plot penelitian sesuai dengan data LHC perusahaan. Namun, ada beberapa pohon atau tunggak yang tidak ada identitas berupa label merah atau kuning. Hal ini disebabkan pada saat proses pemanenan label terjatuh pada saat pohon tumbang. Lepasnya label dari pohon berdiri atau tunggak juga dapat disebakan oleh kondisi alam, seperti hembusan angin dan gangguan dari hewan yang ada di hutan. Identitas pohon tersebut dapat diketahui dengan melihat tally sheet LHC perusahaan dan membandingkannya di lapangan. Sementara itu, pada plot yang dibuat di petak P36B dilakukan pengecekan terhadap pohon berdiri baik pohon berlabel merah dan kuning. Pada plot di petak ini, semua label masih terdapat pada pohon inti maupun layak tebang karena petak ini belum dilakukan pemanenan kayu. Hasil pengecekan kembali sesuai dengan LHC perusahaan.

Data LHC dan hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa besarnya kerapatan pohon yang berdiameter ≥ 20 cm, pohon layak tebang, dan kelerengan lahan pada setiap plot serta intensitas pemanenan pada plot yang menggunakan metode pemanenan CL dan RIL seperti ditunjukkan pada Tabel 21 dan Tabel 22.


(51)

Tabel 21 Kondisi plot penelitian yang menggunakan metode pemanenan CL No Kelerengan Kerapatan Pohon Layak tebang Intensitas Pemanenan** Plot

Lahan Tegakan* Jumlah Volume Jumlah Volume (%) (pohon/ha) (pohon/ha) (m3) (pohon/ha) (m3)

1 18,54 39 2 5,12 2 5,12

2 26,10 47 7 39,37 7 39,37

3 24,21 38 6 23,21 3 12,63

4 25,05 44 11 41,37 9 31,23

5 30,83 34 7 37,68 5 22,95

6 24,00 26 4 30,67 2 14,15

7 40,28 47 7 41,58 4 17,53

8 31,94 32 9 105,24 3 10,73

9 63,25 47 14 89,10 6 50,27

10 69,02 31 9 55,95 6 36,09

Rata-rata 35,32 38,50 7,60 46,93 4,70 24,01

Simpangan

Baku 16,42 7,23 3,23 28,35 2,19 13,88

Keterangan : *Jumlah pohon berdiameter ≥ 20 cm setiap ha

: **Jumlah pohon yang ditebang dan disarad setiap ha (Lampiran 1)

Tabel 21 menunjukkan bahwa kondisi awal ke-10 plot penelitian bervariasi dilihat dari kelerengan lahan, kerapatan tegakan, jumlah pohon layak tebang dan intensitas pemanenan. Plot yang memiliki kelerengan paling curam adalah plot 10 dengan kelerengan sebesar 69,02% dan plot dengan kelerengan paling landai adalah plot 1 sebesar 18,54%. Kerapatan tegakan paling besar terdapat pada plot 2, plot 7, dan plot 9 dengan kerapatan tegakan sebanyak 47 pohon/ha, sedangkan kerapatan tegakan paling kecil berada pada plot 6 yakni 26 pohon/ha. Tabel 21 juga memperlihatkan perbedaan intensitas pemanenan pada masing-masing plot. Intensitas pemanenan terbanyak terdapat pada plot 4 sebanyak 9 pohon/ha dan yang paling sedikit terdapat pada plot 1 dan plot 6 sebanyak 2 pohon/ha. Perbedaan intensitas pemanenan pada masing-masing plot disebabkan oleh perbedaan jumlah pohon per ha setiap plot.


(52)

Tabel 22 Kondisi plot penelitian yang menggunakan metode pemanenan RIL

No Kelerengan Kerapatan Pohon Layak tebang* Intesitas Pemanenan**

Plot Lahan Tegakan Jumlah Volume Jumlah Volume

(%) pohon/Ha) (pohon/ha) (m3) (pohon/ha) (m3)

1 59,40 64 8 29,55 4 14,75

2 55,90 48 9 32,19 5 19,32

3 44,40 46 4 14,98 2 7,81

4 47,60 31 9 46,47 6 34,46

5 50,00 33 9 61,02 4 17,77

6 44,53 47 10 51,66 9 46,32

7 28,76 50 8 49,86 3 20,98

8 46,53 28 7 72,98 4 61,97

9 32,33 29 3 55,36 3 55,36

10 63,87 45 6 51,47 4 42,22

Rata-rata 47,33 42,10 7,30 46,55 4,40 32,10

Simpangan

Baku 10,43 10,96 2,19 15,93 1,85 17,68

Keterangan : *Jumlah pohon berdiameter ≥ 20 cm setiap ha

: **Jumlah pohon yang ditebang dan disarad setiap ha (Lampiran 2)

Tabel 22 menunjukkan kondisi awal ke-10 plot penelitian untuk pemanenan menggunakan metode RIL bervariasi dilihat dari kelerengan lahan, kerapatan tegakan, dan jumlah pohon layak tebang dan intensitas pemanenan. Tabel di atas menunjukkan bahwa plot yang memiliki kelerengan paling curam adalah plot 10 sebesar 63,87% dan plot dengan kelerengan paling landai adalah plot 7 sebesar 28,76%. Kerapatan tegakan paling besar terdapat pada plot 1 sebanyak 64 pohon/ha sedangkan kerapatan tegakan paling kecil terdapat pada plot 8 yakni 28 pohon/ha. Intensitas pemanenan paling banyak terdapat pada plot 6 sebanyak 9 pohon/ha dan yang paling sedikit terdapat pada plot 3 yakni 2 pohon/ha.

Kondisi awal pada plot menggunakan metode pemanenan CL dan RIL bervariasi dilihat dari kerapatan tegakan, intensitas pemanenan, dan kelerengan lahan. Pada plot yang menggunakan metode pemanenan CL, kerapatan tegakan berkisar antara 26 sampai 47 pohon/ha dengan rata-rata 38,50 pohon/ha. Sementara pada plot dengan pemanenan menggunakan metode RIL berkisar antara 28 sampai 64 pohon/ha dengan rata-rata 42,10 pohon/ha. Kondisi kelerengan lahan juga berbeda. Pada plot yang menggunakan metode pemanenan CL kelerengan lapangan berkisar antara 18,54% sampai 69,02% dengan rata-rata 35,32%. Sementara pada


(53)

plot menggunakan metode pemanenan RIL kelerengan lapangan berkisar antara 28,76% sampai 63,87% dengan rata-rata 47,33%. Intensitas pemanenan pada plot menggunakan metode pemanenan CL berkisar antara 2 sampai 9 pohon/ha dengan rata-rata 4,70 pohon/ha, sedangkan pada plot yang menggunakan metode pemanenan RIL intensitas pemanenan berkisar antara 2 sampai 9 pohon/ha dengan rata-rata 4,40 pohon/ha.

Pada Tabel 21 dan Tabel 22 terlihat bahwa besarnya intensitas pemanenan berbeda-beda pada setiap plot penelitian. Hal ini dipengaruhi oleh jumlah pohon layak tebang yang berbeda pada setiap plot, kondisi topografi plot penelitian dan keadaan fisik pohon layak tebang tersebut. Hasil penelitian Suhartana (2001) menunjukkan jumlah pohon yang ditebang pada plot terkendali berkisar antara 9 pohon/ha sampai 12 pohon/ha dengan rata-rata 10 pohon/ha dan pada plot konvensional berkisar antara 8 pohon/ha sampai 12 pohon/ha dengan rata-rata 10 pohon/ha. Perbedaaan intensitas pemanenan ini dipengaruhi oleh perbedaaan potensi pohon layak tebang yang terdapat pada masing-masing plot dan kondisi fisik pohon layak tebang tersebut.

5.2 Kegiatan Pemanenan Kayu

Sistem pemanenan kayu yang dilaksanakan di IUPHHK PT. Ratah Timber merupakan sistem pemanenan mekanis. Kegiatan pemanenan kayu yang diamati pada penelitian ini adalah penebangan dan penyaradan pada masing-masing plot.

Kegiatan penebangan dilakukan oleh regu chainsaw dengan sistem borongan. Setiap regu chainsaw menebang pada petak tebangan yang telah ditentukan oleh mandor tebang. Satu petak tebang dikerjakan oleh dua regu chainsaw, pembagiannya menurut jalur sarad utama yang akan dilalui oleh bulldozer. Seorang operator chainsaw dibantu oleh satu orang helper. Sebelum melakukan penebangan, operator chainsaw mempersiapkan alat tebang yaitu chainsaw, mengisi BBM, pelumas mesin dan rantai, dan kadang mengikir rantai chainsaw agar tetap tajam. Sebelum melakukan penebangan, operator chainsaw melihat keadaan pohon untuk menentukan boleh atau tidaknya pohon tersebut ditebang. Ketentuan itu dilihat dari diameter, kondisi fisik, kondisi kesehatan pohon, dan tipe pohon yang mudah pecah. Selain itu, kondisi topografi juga


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

RINGKASAN

MARISA M WINDA SITANGGANG. E14070018. Perbandingan Besarnya Kerusakan Tegakan Tinggal pada Pemanenan Kayu menggunakan Metode

Reduce Impact Logging dan Conventional Logging di IUPHHK PT. Ratah Timber. Dibimbing oleh JUANG RATA MATANGARAN.

Teknik perencanaan serta pelaksanaan pemanenan kayu yang baik dan benar belum digunakan dalam pemanenan kayu di hutan alam Indonesia. Reduced Impact Logging (RIL) merupakan teknik yang dipergunakan untuk memperbaiki pemanenan kayu di hutan alam tropis. Dibandingkan menggunakan metode

Conventional Logging, metode Reduced Impact Logging dapat mengurangi

kerusakan lingkungan yang terjadi akibat pemanenan kayu.

Tujuan penelitian, yaitu: (1) Mengidentifikasi dan menghitung tingkat

kerusakan pohon berdiameter ≥ 20 cm yang disebabkan pemanenan kayu

menggunakan metode RIL dan CL; (2) Menganalisis hubungan tingkat kerusakan pohon berdiameter ≥ 20 cm dengan kelerengan lahan, kerapatan tegakan dan intensitas pemanenan pada pemanenan kayu menggunakan metode RIL dan CL; dan (3) Membandingkan besarnya kerusakan pohon berdiameter ≥ 20 cm akibat pemanenan kayu menggunakan metode RIL dan CL.

Penelitian ini dilakukan di IUPHHK PT. Ratah Timber, Kalimantan Timur dari bulan April sampai dengan bulan Juli 2011. Plot pengamatan dibuat berupa petak berbentuk persegi berukuran 100 m x 100 m, masing-masing 10 plot untuk kedua metode pemanenan. Data yang dikumpulkan berupa kerapatan awal tegakan, intensitas pemanenan, dan kemiringan lahan.

Hasil penelitian menunjukkan (1) Tingkat kerusakan paling besar yang terjadi baik pada metode pemanenan CL maupun RIL adalah tingkat kerusakan berat, masing-masing sebesar 66,5% dan 74,51%; (2) Faktor yang mempengaruhi terjadinya kerusakan tegakan tinggal pada pemanenan kayu adalah intensitas pemanenan; dan (3) Metode RIL dapat menurunkan kerusakan tegakan tinggal sebesar 9,56% atau sebanyak 2,9 pohon per hektar dibandingkan dengan metode CL.

Kata kunci: pemanenan kayu, hutan alam tropis, reduce impact Logging, conventional logging, kerusakan tegakan tinggal.


(6)

SUMMARY

MARISA M WINDA SITANGGANG. E14070018. Comparison of Residual Stand Damage on Timber Harvesting Using Reduce Impact Logging and Conventional Logging Methods in IUPHHK PT. Ratah Timber. Supervised by JUANG RATA MATANGARAN.

The implementation of planning techniques and timber harvesting is not yet carried out appropriately on timber harvesting in natural forests of Indonesia. Reduced Impact Logging (RIL) is considered as a technique to reform timber harvesting in tropical natural forests. Compared to Conventional Logging, Reduced Impact Logging can reduce the environmental damage caused by timber harvesting.

This research purposes are to (1) Identify and quantify the extent of stand damage of trees with diameter 20 cm and up caused by timber harvesting using RIL and CL methods; (2) Analyze the correlation of stand damage of trees with diameter 20 cm and up with slope, stand density and harvesting intensity on timber harvesting using RIL and CL methods; and (3) Compare the amount of the damaged trees with diameter 20 cm and up due to timber harvesting using RIL and CL methods.

The research was carried out at IUPHHK PT. Ratah Timber, East Kalimantan from April to July 2011. Plot observations created on square-shaped plots measuring 100 m x 100 m, each 10 plots for both methods. Data collected were number of stand density, intensity of harvesting, and the slope.

The results showed (1) Greatest extent of damage that occurred in both CL and RIL harvesting methods was heavily damaged, respectively 66,5% and 74,51%; (2) The factor that influenced residual stand damage on timber harvesting is intensity of harvesting; and (3) RIL method can reduce the residual stand for 9,56% or 2,9 trees per hectar compared to CL method.

Keywords: timber harvesting, tropical natural forest, reduce impact logging, conventional logging, residual stand damage.