Uji Daya Hasil 12 Genotipe Buncis (Phaseolus vulgaris L.) di Tajur Bogor

UJI DAYA HASIL 12 GENOTIPE BUNCIS (Phaseolus
vulgaris L.) DI TAJUR BOGOR

INDAH RATNA VIRISYA

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Uji Daya Hasil 12
Genotipe Buncis (Phaseolus vulgaris L.) di Tajur Bogor adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2014
Indah Ratna Virisya
NIM A24100067

*Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada kerja sama yang terkait

ABSTRAK
INDAH RATNA VIRISYA. Uji Daya Hasil 12 Genotipe Buncis (Phaseolus
vulgaris L.) di Tajur Bogor. Dibimbing oleh SOBIR.
Pengembangan sayuran di dataran tinggi perlu dikurangi untuk menekan
degradasi lahan, diantaranya dengan penanaman varietas unggul yang beadaptasi
di dataran rendah. Dalam rangka identifikasi varietas unggul buncis beradaptasi di
dataran rendah dilakukan uji daya hasil. Percobaan ini bertujuan menguji
pertumbuhan dan daya hasil 12 genotipe potensial kacang buncis (Phaseolus
vulgaris L.) yang adaptif di dataran rendah. Percobaan ini dilaksanakan di Kebun
Percobaan IPB Tajur (250 m di atas permukaan laut) pada bulan November 2013
hingga Januari 2014. Percobaan ini menggunakan rancangan kelompok lengkap
teracak (RKLT), 1 faktor 4 ulangan. Faktor tersebut adalah 10 genotipe hasil

eksplorasi beberapa daerah di Jawa, Indonesia. Genotipe tersebut di antaranya
Lebat 2 (32.05 ton ha-1), Lebat 1 (34.68 ton ha-1), Sukabumi 1 PHTB 14 (33.11 ton
ha-1), Garut 3 (34.19 ton ha-1), PHTB 17 (12.34 ton ha-1), PHTB 18 (8.45 ton ha-1),
Garut 2 (25.99 ton ha-1), Bogor 2 PHTB 6 (36.94 ton ha-1), PHTB 15 (12.81 ton ha-1),
PHTB 16 (16.31 ton ha-1), serta varietas Lebat 3 (27.82 ton ha-1) dan Horti 1 (3.48 ton
ha-1) sebagai varietas pembanding. Hasil penelitian menunjukkan bahwa genotipe
berpengaruh nyata terhadap seluruh peubah yang diamati, dan genotipe Bogor 2
PHTB 6 menunjukkan hasil paling baik.
Kata kunci: dataran rendah, genotipe, Phaseolus vulgaris. L

ABSTRACT
INDAH RATNA VIRISYA. Yield Trials of 12 Genotypes Kidney Bean
(Phaseolus vulgaris L.) in Tajur Bogor. Supervised by SOBIR.
The use of highland area for vegetable planting should be reduced to prevent
land degardation in the future. Alternative approach is planting adapted superior
varieties of kidney bean in lowland area. In order to identified superior variety of
kidneybean in lowland area yield trials is neccesary. The objective of this
experiment was to evaluate yield of 12 genotypes of kidneybean (Phaseolus
vulgaris L.) adapted at lowland. This experiment was conducted at Bogor
Agricultural University, Experimental Field, IPB, Tajur (250 m above sea level) in

November 2013-January 2014, using Randomize Completely Block Design
arrangement with single factor and four replications. The factor was 10 genotypes
from exploring Java Island, Indonesia. Those genotypes were Lebat 2 (32.05 ton
ha-1), Lebat 1 (34.68 ton ha-1), Sukabumi 1 PHTB 14 (33.11 ton ha-1), Garut 3 (34.19
ton ha-1), PHTB 17 (12.34 ton ha-1), PHTB 18 (8.45 ton ha-1), Garut 2 (25.99 ton ha-1),
Bogor 2 PHTB 6 (36.94 ton ha-1), PHTB 15 (12.81 ton ha -1), PHTB 16 (16.31 ton ha1
), and two national varieties Lebat 3 (27.82 ton ha-1) and Horti 1 (3.48 ton ha-1) as
checks. The result revealed that varieties exhibit significally different for all
observed parameters, and Bogor 2 PHTB 6 genotypes showed highest yield.
Keywords: genotypes, lowland, Phaseolus vulgaris L.

UJI DAYA HASIL 12 GENOTIPE BUNCIS (Phaseolus
vulgaris L.) DI TAJUR BOGOR

INDAH RATNA VIRISYA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada

Departemen Agronomi dan Hortikultura

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi: Uji Daya Hasil 12 Genotipe Buncis (Phaseolus vulgaris L.) di Tajur
Bogor
Nama
: Indah Ratna Virisya
NIM
: A24100067

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Sobir, MSi
Pembimbing


Diketahui oleh

Dr Ir Agus Purwito, MSc.Agr
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang senantiasa
memberikan rahmat dan hidayat-Nya sehingga karya ilmiah dengan judul Uji
Daya Hasil 12 Genotipe Buncis (Phaseolus vulgaris L.) di Tajur Bogor dapat
diselesaikan dengan baik. Penelitian telah dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB
Tajur dari Bulan November 2013 hingga Januari 2014.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Sobir, M.Si selaku
pembimbing dan telah memberikan pengarahan dan saran selama penyusunan
karya ilmiah ini, serta kepada kedua orang tua, adik dan keluarga besar yang telah
memberikan doa dan support selama kegiatan penyusunan karya ilmiah ini.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Pak Awang, Bu Yuyun, Pak Ibram dan
siswa magang di kebun Percobaan PKHT Tajur yang membantu penelitian ini.

Selain itu, ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada seluruh teman-teman
AGH 47 yang telah memberikan bantuan selama penelitian ini berlangsung
dengan baik sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2014
Indah Ratna Virisya

2

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

viii

DAFTAR GAMBAR

viii

DAFTAR LAMPIRAN


viii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

Hipotesis Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA


2

Botani Tanaman Buncis

2

Syarat Tumbuh dan Budi Daya

3

Hama dan Penyakit pada Buncis

4

Panen Buncis

4

Uji Daya Hasil dan Pemuliaan Tanaman Buncis


4

METODE PENELITIAN

5

Tempat dan Waktu Penelitian

5

Bahan dan Peralatan Penelitian

5

Rancangan Penelitian, Model Percobaan dan Analisis Data

5

Pelaksanaan Penelitian


6

Pengamatan

7

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum

9
9

Karakter Kualitatif

10

Karakter Kuantitatif

12


Analisis Korelasi

19

SIMPULAN DAN SARAN

19

Simpulan

19

Saran

20

DAFTAR PUSTAKA

20

LAMPIRAN

22

RIWAYAT HIDUP

25

2

DAFTAR TABEL
1

Kode genotipe dan varietas pembanding yang digunakan dalam
penelitian
2 Penampilan karakter kualitatif warna hipokotil, bunga dan bentuk daun
3 Penampilan karakter kualitatif polong buncis yang diuji
4 Rekapitulasi sidik ragam berbagai peubah karakter kuantitatif yang
5 Nilai tengah panjang hipokotil buncis pada beberapa genotipe dan
varietas pembanding
6 Nilai tengah panjang polong dan lebar polong (atas tengah bawah)
buncis
7 Nilai tengah jumlah polong per tanaman buncis 10 genotipe dan varietas
pembanding
8 Nilai tengah bobot panen buncis per tanaman 10 genotipe dan varietas
pembanding
9 Nilai tengah jumlah biji per polong, bobot per polong dan produktivitas
buncis 10 genotipe dan varietas pembanding
10 Analisis korelasi antar karakter kuantitatif per tanaman

5
11
11
12
13
15
16
17
18
19

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8

Pengukuran panjang dan lebar buncis ........................................................ 7
Bentuk daun tanaman buncis ..................................................................... 8
Bentuk bunga tanaman buncis.................................................................... 8
Bentuk derajat kelengkungan polong ......................................................... 8
Bentuk bagian ujung polong ...................................................................... 9
Bentuk lengkungan paruh polong .............................................................. 9
Kondisi umum lahan. Sebelum tanam 0 MST (a), 3 MST (b) ..................... 9
Serangan Hama penyakit pada tanaman. Penyakit karat daun (a), ulat
jengkal semu (b), Aulocophora similis Oliver (c) ..................................... 10
9 Grafik umur berbunga 10 genotipe buncis dan varietas pembanding ........ 14
10 Grafik umur panen 10 genotipe buncis dan varietas pembanding ............. 15

DAFTAR LAMPIRAN
1 Data curah hujan, hari hujan dan suhu rata-rata daerah Ciawi Bogor
2
3

Deskripsi varietas buncis Lebat 3
Deskripsi varietas buncis Horti 1

22
23
24

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kacang buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan salah satu jenis sayuran
yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Kacang buncis berperan sebagai
sayuran karena memiliki kandungan gizi dan vitamin yang sangat bermanfaat bagi
kesehatan jasmani (Pitojo 2004). Menurut catatan Departemen Kesehatan RI,
setiap 100 g kacang buncis mengandung 35 g kalori, 2.4 g protein, 0.2 g lemak,
7.7 g karbohidrat, 65 g kalsium, 44 g fosfor, 1.1 g besi, vitamin A 630 SI, vitamin
B 0.08 mg, vitamin C 19 mg dan air 88.9 g. Kandungan buncis yang sangat
beragam, mengakibatkan konsumsi akan komoditas buncis tersebut sangat tinggi.
Tanaman buncis terbagi menjadi dua tipe, yaitu (a) tipe merambat/melilit,
batangnya bersifat indeterminet disebut buncis rambat, dan (b) tipe tegak,
batangnya bersifat determinet disebut buncis tegak. Istilah buncis digunakan
untuk Phaseolus vulgaris yang buah/polong dikonsumsi dalam stadium muda,
sedangkan yang dikonsumsi dalam bentuk biji disebut kacang jogo (Permadi dan
Djuariah 2000).
Tanaman buncis tipe merambat dapat tumbuh baik apabila ditanam di
dataran tinggi, yaitu pada ketinggian 1000–1500 mdpl. Buncis tipe merambat
panjangnya dapat mencapai 2–3 m dan memiliki percabangan serta jumlah buku
bunga yang lebih banyak sehingga memiliki potensi hasil yang lebih besar
(Puslitbang hortikultura 2013). Penelitian mengenai penanaman buncis tipe tegak
di dataran rendah (200–300 mdpl) telah banyak dilakukan dengan hasil
memuaskan, 18 varietas dapat tumbuh subur, seperti Monel, Flo, dan Strike.
Sementara itu, buncis yang merambat tetap membutuhkan dataran tinggi
(Setianingsih dan Khaerodin 2002).
Keterbatasan areal budi daya buncis tipe merambat yang hanya dapat
ditanam di daerah dataran tinggi jelas merupakan ancaman bagi kelangsungan
sistem pertanian dan upaya konservasinya. Semakin banyak permintaan di pasar
terhadap buncis, maka diperlukan budi daya buncis di dataran rendah. Budi daya
buncis di dataran rendah mengalami beberapa hambatan, diantaranya seperti
serangan hama penyakit tanaman serta rendahnya produktivitas buncis tersebut
akibat lingkungan tumbuh yang kurang sesuai. Cara yang efektif untuk mengatasi
permasalahan tesebut adalah dengan menanam buncis yang memiliki genotipe
yang sesuai dengan keadaan lingkungan dataran rendah.
Pemuliaan tanaman adalah suatu aktivitas yang bertujuan untuk
memperbaiki atau meningkatkan potensi genetik tanaman, sehingga diperoleh
varietas baru dengan kualitas hasil yang lebih baik (Purwati 1997). Perlu diadakan
pengujian untuk mengetahui pertumbuhan dan daya hasil beberapa genotipe
buncis yang berasal dari introduksi beberapa Negara dan eksplorasi dari berbagai
daerah di Indonesia. Introduksi dan eksplorasi tanaman merupakan cara
memperoleh keragaman dalam pemuliaan tanaman untuk memperkenalkan
tanaman dari tempat asal tumbuhnya ke suatu daerah baru.

2
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan menguji daya hasil dan keragaan 12 genotipe
potensial kacang buncis (Phaseolus vulgaris L.) yang adaptif di dataran rendah.

Hipotesis Penelitian
Terdapat genotipe yang memiliki daya hasil dan keragaan yang berbeda
dibandingkan varietas pembanding pada penanaman di dataran rendah Tajur,
Bogor (250 m dpl).

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman Buncis
Buncis (Phaseolus vulgaris L.) termasuk sayuran buah polong semusim,
divisi spermatophyta, subdivisi angiospermae, kelas dicotyledoneae, subkelas
calyciflorae, ordo leguminales, famili Leguminoceae, sub-family papillionaceae,
dan genus phaseolus (Cahyono 2007). Tanaman ini bukan tanaman asli Indonesia
melainkan tempat asal primernya adalah Meksiko Selatan dan Amerika Tengah,
sedangkan daerah sekunder adalah Peru, Equador, dan Bolivia (Maesen dan
Sadikin 1992)
Kacang buncis dikenal dengan nama latin Phaseolus vulgaris L. atau biasa
disebut Phaseolus esculentus salis B. Tanaman buncis memiliki jumlah
kromosom 2n=22 dan termasuk tanaman berhari pendek (untuk berbunga
memerlukan jumlah penyinaran matahari kurang dari dua belas jam setiap hari).
Oleh karena itu, tanaman buncis mudah berkembang di Indonesia (Pitojo 2004).
Sistem perakaran berbagai jenis buncis tidak besar atau ekstensif,
percabangan lateralnya dangkal. Akar tunggang yang terlihat jelas biasanya
pendek, tetapi pada tanah remah yang dalam, akar dapat tumbuh hingga sekitar 1
m. Bakteri rhizobium pada akar menyebabkan bintil berkembang pada akar
lateral. Sistem perakaran yang menjangkat kuat adalah sifat penting untuk panen
dengan mesin.
Panjang batang tipe merambat dapat mencapai 3 m, dengan lebih dari 25
buku pembungaan. Bentuk akar ini mudah rebah, karena itu, umumnya ditopang
dengan lanjaran atau tiang. Bentuk semak determinate memang pendek, beberapa
jenis lagi lebih tinggi dari 60 cm, memiliki jumlah buku sedikit dan
perbungaannya terbentuk diujung batang tanaman.
Ukuran daun sangat bervariasi tergantung varietasnya (Cahyono 2007).
Daun buncis beranak daun tiga dan menyirip. Kultivar sekarang memiliki daun
kecil sehingga meningkatkan penetrasi cahaya kedalam kanopi tanaman,

3
khususnya untuk penanaman yang sangat rapat. Walaupun sifat ini cenderung
meningkatkan hasil total, ukuran daun kecil menghasilkan polong yang kecil pula.
Wuryaningsih et al. (2001) mengatakan daun merupakan salah satu organ
tanaman yang menjadi tempat berlangsungnya proses fotosintesis yang
menghasilkan karbohidrat. Karbohidrat hasil fotosintesis akan digunakan untuk
pertumbuhan dan perkembangan organ-organ lainnya. Jumlah daun yang cukup
merupakan syarat bagi tanaman untuk dapat melakukan fotosintesis secara
optimal, sehingga dapat meningkatkan kualitas bunga dan polong berisi.
Bunga berukuran kecil dan mudah terlihat, berwarna putih, merah jambu,
atau ungu. Bunga ini sempurna dan seperti halnya kapri memiliki 10 benang sari,
9 diantaranya menyatu membentuk tabung yang melingkupi bakal buah panjang,
dan satu benang sari teratas terpisah dari yang lain. Bunga menyerbuk sendiri dan
umumnya jarang terjadi persilangan terbuka.
Polong bentuknya ada yang pipih lebar dan memanjang ±20 cm, bulat lurus
dan pendek ±12 cm dan bulat panjang ±15 cm. Susunan polong bersegmensegmen dengan jumlah biji 5–14 per polong. Ukuran dan warna polong bervariasi
tergantung kepada jenis varietas. Biji berukuran agak besar, bentuknya bulat
lonjong dan pada bagian tengah melengkung (cekung), berat 100 bijinya sebesar
16–40.6 g dengan warna biji hitam (Cahyono 2007).
Polong tanaman hampir selalu memanjang, bukan membesar, panjangnya
berkisar 8–20 cm atau lebih dengan lebar mulai kurang dari 1 cm hingga beberapa
cm. Bergantung pada kultivar, ujung polong dapat meruncing dan tumpul, bentuk
polong melintangnya beragam, mulai dari bundar hingga oval memanjang dan
beberapa jenis membentuk hati. Polong sebagian besar kultivar terbaru agak lurus,
walaupun beberapa jenis biasanya melengkung. Sebagian besar kultivar memiliki
polong berwarna hijau muda hingga hijau kebiruan tua, yang kutivar lain
berpolong kuning (berlilin), ungu, atau multiwarna (Rubatzky dan Yamaguchi
1997).

Syarat Tumbuh dan Budi Daya
Tanaman buncis dapat tumbuh dengan baik apabila ditanam pada dataran
tinggi dengan ketinggian 1000–1500 mdpl dengan iklim kering. Tidak menutup
kemungkinan untuk menanam buncis pada daerah dengan ketinggian 500–600
mdpl. Banyak penelitian mengenai penanaman buncis di dataran rendah (200–300
mdpl). Sifat yang baik untuk buncis seperti tanahnya gembur, remah, subur, dan
mempunyai pH 5.5–6. Tanaman buncis tidak menghendaki curah hujan yang
khusus, melainkan dapat ditanam di daerah dengan curah hujan 1500–2500 mm
pertahun. Suhu udara yang paling baik untuk pertumbuhan buncis adalah antara
20–25oC. Pada suhu udara lebih rendah dari 20 oC, tanaman tidak dapat melakukan
fotosintesis dengan baik. Akibatnya pertumbuhan polong menjadi terhambat.
Sebaliknya pada suhu udara lebih tinggi dari 25oC banyak polong yang hampa.
Kelembapan udara yang dibutuhkan untuk dapat tumbuh dengan baik adalah
sebesar 50–60% (Setianingsih dan Khaerodin 2002).

4
Hama dan Penyakit pada Buncis
Penyakit yang dijumpai buncis adalah bercak daun menyudut
Phaeocercospora sp. Penyakit yang dominan pada kacang-kacangan lain adalah
bercak daun yang disebabkan oleh beberapa jamur dari genera Cercospora
(Hardaningsih 2012), serangan ini dapat menyebabkan kehilangan hasil hingga
62% (Balitsa 2010). Serangan penyakit karat terjadi sejak tanaman berumur 18
hari setelah tanam (HST) dan berkembang sesuai dengan waktu, tetapi laju
perkembangannya bervariasi untuk setiap perlakuan yang berbeda. Perbedaan data
kerusakan tanaman terjadi lebih signifikan sejak tanaman berumur 32 HST
(Suryaningsih 2008).

Panen Buncis
Penentuan saat panen buncis segar, didasarkan pada fase pertumbuhan
polong. Untuk memperoleh hasil yang tinggi, polong harus mencapai panjang
maksimum sebelum pembesaran biji terlihat nyata dan selama masih sukulen.
Situasi yang ideal adalah memanen seluruh polong pada fase perkembangan yang
sama (Rubatzky dan Yamaguchi 1997). Pemanenan dapat dilakukan saat tanaman
berumur 60 hari dan polong memperlihatkan ciri-ciri tertentu, seperti: warna
polong masih agak muda dan suram, permukaan kulitnya agak kasar, biji dalam
polong belum menonjol, polongnya belum berserat serta bila polong dipatahkan
akan menimbulkan bunyi letup (Setianingsih dan Khaerodin 2002).

Uji Daya Hasil dan Pemuliaan Tanaman Buncis
Peningkatan produksi buncis dapat dilakukan melalui usaha intensifikasi
dengan menggunakan varietas unggul dari hasil seleksi maupun introduksi.
Pencarian varietas unggul tahan penyakit, berdaya hasil tinggi, dan kualitas
polong yang baik dilakukan dengan melakukan persilangan antara kultivar
introduksi dan lokal (Djuariah 2005).
Penggunaan varietas unggul merupakan alternatif bagi peningkatan produksi
dan mampu mewujudkan keunggulan hasil pada kondisi lingkungan tumbuh
tertentu. Menurut Djuariah (2005) Pengujian daya hasil merupakan salah satu
tahap dalam program pemuliaan, umumnya pengujian daya hasil terdiri dari tiga
tahap, yaitu uji daya hasil pendahuluan, uji daya hasil lanjutan dan uji multilokasi.
Tahap uji daya hasil dilakukan setelah seleksi pada pemuliaan tanaman (Syukur et
al. 2012). Para ahli pemuliaan tanaman menggunakan percobaan uji daya hasil
untuk mengidentifikasi genotipe yang stabil, adaptif, dan berpotensi lebih tinggi
dibandingkan varietas pembanding.

5

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian
Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Tajur yang terletak
pada ketinggian 250 mdpl. Percobaan dilaksanakan pada bulan November 2013
sampai Januari 2014.

Bahan dan Peralatan Penelitian
Benih yang diuji terdiri atas 10 genotipe buncis dan 2 varietas pembanding
(Tabel 1). Genotipe tersebut di antaranya Bogor 2 PHTB 6, Garut 2, Garut 3,
Lebat 2, Lebat 1, PHTB 15, PHTB 16 , PHTB 17, PHTB 18, Sukabumi 1 PHTB 14
serta varietas Lebat 3 dan Horti 1 sebagai varietas pembanding. Deskripsi varietas
Lebat 3 dan Horti 1 terdapat pada Lampiran 2 dan Lampiran 3. Genotipe diatas
merupakan hasil eksplorasi dari berbagai daerah di Indonesia.

Tabel 1 Kode genotipe dan varietas pembanding yang digunakan dalam penelitian
No Kode
Nama Genotipe
1
P0 Lebat 3 (Pembanding)
2
P1 Lebat 2
3
P2 Lebat 1
4
P3 Sukabumi 1 PHTB 14
5
P4 Garut 3
6
P5 PHTB 17

No
7
8
9
10
11
12

Kode
P6
P7
P8
P9
P10
P11

Nama Genotipe
PHTB 18
Garut 2
Bogor 2 PHTB 6
Horti 1 (Pembanding)
PHTB 15
PHTB 16

Alat yang digunakan meliputi alat pertanian umum, ajir, alat tulis,
penggaris/meteran, kamera, tali rafia, mulsa plastik hitam perak, plastik bening.
Pupuk yang digunakan adalah pupuk NPK mutiara, pupuk kandang, pupuk Grow
More bunga, kapur Dolomit. Pelindung tanaman dari hama dan penyakit adalah
dengan menggunakan Insektisida Decis, Fungisida Dithane M-45, dan Furadan
3G.

Rancangan Penelitian, Model Percobaan dan Analisis Data
Percobaan ini menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) 1
faktor dengan 12 genotipe buncis (tertera di sub bab di atas) sebagai perlakuan
dan 4 ulangan, sehingga secara keseluruhan terdapat 48 satuan percobaan.

6
Bedengan yang digunakan memiliki ukuran sebesar 27 × 1 m. Masing-masing
bedengan terdapat 6 genotipe dengan 20 tanaman pada masing-masing populasi.
Model rancangan yang digunakan menurut Gomez dan Gomez (1995)
adalah:
Yij = µ + τi + βj + εij
Keterangan :
Yij : pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
µ : Rataan umum
τi : Pengaruh perlakuan genotipe ke-i
βj : Pengaruh ulangan ke-j
εij : Pengaruh galat percobaan dari genotipe ke-i dan ulangan ke-j
i : 1, 2, 3, … ,12
j : 1, 2, 3
Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji-F dan apabila hasil
yang diperoleh berpengaruh nyata maka dilakukan uji lanjut dengan menggunakan
uji Dunnett dengan kontrol varietas pembanding pada taraf 5%.
Analisis korelasi dilakukan pada seluruh komponen hasil. Nilai koefisien
korelasi linier sederhana dihitung berdasarkan rumus (Gomez dan Gomez, 1995)
sebagai berikut:

Keterangan:

r : koefisien korelasi
: Nilai tengah pengamatan pada peubah-peubah yang diamati

Pelaksanaan Penelitian
Pengolahan tanah, pemberian pupuk kandang sebanyak 150 ton ha-1,
pemberian kapur dolomit 6 ton ha -1 dan penutupan tanah oleh mulsa plastik hitam
perak dilakukan 2 minggu sebelum tanam. Tanah diolah sempurna sampai tanah
menjadi gembur dan merata dengan pupuk kandang dan kapur. Buncis ditanam
dengan jarak tanam 50 cm × 40 cm dengan masing-masing 2 benih pada lubang
tanam. Furadan 3G berbahan aktif karbofuran 3% diberikan bersamaan pada saat
penanaman.
Pemeliharaan dilakukan selama pertumbuhan vegetatif tanaman hingga
panen. Pemeliharaan meliputi penyiraman, penyulaman, pengajiran, pemupukan,
pengendalian gulma, pengendalian HPT dan pemupukan. Penyiraman dilakukan
rutin sehari sekali pada pagi atau sore hari jika tidak ada hujan, penyulaman pada
1 MST, pengendalian hama penyakit dengan penyemprotan insektisida Decis
yang memiliki bahan aktif Deltametrin 25 g l-1 pada 30 hari setelah tanam (HST)
dengan dosis 2 cc l-1 dan fungisida Dithane M-45 berbahan aktif Mankozeb 80%
pada 35 HST dengan konsentrasi 3 g l-1, pengendalian gulma pada parit antar
bedeng dilakukan seminggu sekali, pemupukan dengan NPK mutiara (15:15:15)
dilakukan pada 3, 6, dan 7 MST dengan konsentrasi 20 g l-1, pupuk Grow More
Bunga diberikan pada 4 MST dengan konsentrasi 2 g l-1 yang bertujuan untuk
menginisiasi pembungaan. Pengajiran dilakukan agar membantu tanaman buncis

7
tetap berdiri kokoh, mengoptimalkan sinar matahari, membantu penyebaran tunas,
dan daun tanaman buncis. Pengajiran dilakukan pada waktu tanaman berumur 2
MST. Ajir tersebut dipasang tegak pada setiap tanaman dengan jarak 10–15 cm
dari tanaman, tanaman diikatkan pada ajir dengan tali rafia. Pengajiran dilakukan
pada semua tanaman kacang buncis.
Panen dilakukan secara bertahap tergantung pada tingkat kematangan tiap
genotipe. Pemanenan dilakukan ketika 90% tanaman yang berbuah sudah matang.
Pemanenan dilakukan dengan cara dipetik secara manual. Peubah diamati pada 7
tanaman contoh secara acak pada setiap satuan percobaan, kecuali untuk
pengamatan umur berbunga dan umur panen yang diamati pada seluruh tanaman
setiap genotipe.

0

Pengamatan
Pengamatan dilakukan setelah 1 MST. Peubah yang diamati adalah peubah
kuantitatif dan kualitatif. Pengamatan yang diamati dilakukan pada 7 tanaman
contoh disetiap ulangan.
Pengamatan kuantitatif berdasarkan International Board for Plant Genetic
Resources (1982):
1. Panjang hipokotil yang diukur mulai dari permukaan tanah sampai batas
kotiledon
2. Jumlah bunga, dilakukan dengan cara menghitung jumlah bunga yang
telah mekar sempurna disetiap tanaman contoh
3. Umur berbunga, diukur ketika 50% jumlah populasi telah berbunga
4. Umur panen, diukur ketika 90% tanaman yang berbuah sudah matang
5. Jumlah polong per tanaman
6. Bobot polong per tanaman
7. Bobot per polong
8. Lebar polong (Gambar 1)
9. Panjang polong (Gambar 1)

Gambar 1 Pengukuran panjang dan lebar buncis
10. Jumlah biji per polong
11. Produktivitas
Produktivitas = Bobot polong per tanaman (kg) × 80% Populasi per Ha
Pengamatan kualitatif berdasarkan Pusat Perlindungan Varietas Tanaman (2007):
1. Warna hipokotil

8
2. Bentuk daun (Gambar 2)

Gambar 2 Bentuk daun tanaman buncis
3. Warna bunga standard dan sayap (Gambar 3)

Gambar 3 Bentuk bunga tanaman buncis
4. Warna dasar polong (kuning, hijau, ungu)
5. Derajat kelengkungan polong (Gambar 4)

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

Gambar 4 Bentuk derajat kelengkungan polong. Lurus (a), lemah (b), sedang (c),
kuat (d), sangat kuat (e)
6. Bentuk bagian ujung polong (Gambar 5)

9

(a)
(b)
(c)
Gambar 5 Bentuk bagian ujung polong. Runcing (a), runcing menuju tumpul (b),
tumpul (c)
7. Lengkungan paruh (Gambar 6)

(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
Gambar 6 Bentuk lengkungan paruh polong. Tidak ada (a), lemah (b), sedang (c),
kuat (d), sangat kuat (e)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum
Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan IPB Tajur yang memiliki
ketinggian 250 m dpl. Mulsa plastik hitam perak dilubangi pada saat penanaman
(Gambar 7a). Penutupan lahan menggunakan mulsa plastik ini bertujuan untuk
menekan pertumbuhan gulma, menekan biaya penyiangan dan pemupukan. Tanah
di kebun percobaan IPB Tajur memiliki pH yang cukup asam yaitu 5.0, sehingga
pada saat pengolahan lahan diberikan kapur Dolomit untuk meningkatkan pH
tanah. Tanaman buncis mulai melilit pada ajir pada 3 minggu setelah tanam
(MST) (Gambar 7b).

(a)

(b)

Gambar 7 Kondisi umum lahan. Sebelum tanam 0 MST (a), 3 MST (b)

10
Buncis dipanen secara bertahap. Beberapa genotipe dipanen pertama pada
tanggal 31 Desember 2013. Buncis yang ditanam, sebagian besar dipanen
sebanyak 6 kali. Panen buncis dilakukan pada selang waktu 2–3 hari, panen
terakhir dilakukan pada tanggal 16 Januari 2014. Curah hujan yang cukup tinggi
pada bulan Desember 2013 hingga Januari 2014, mengakibatkan beberapa
tanaman terserang OPT akibat kondisi lembab pada sore hari disertai suhu yang
tinggi pada siang hari. Berdasarkan data cuaca dari stasiun BMKG rata-rata curah
hujan pada selama penelitian adalah 544.3 mm/bulan, rata-rata suhu udara 25.43

C (Lampiran 1)
Penyakit yang menyerang tanaman pada masa vegetatif adalah karat daun
(Gambar 8a) yang disebabkan oleh cendawan Uromyces appendiculatus.
Serangan hebat pada musim hujan, penyebarannya melalui hembusan angin,
percikan atau aliran air. Gejala yang timbul yakni, pada jaringan daun terdapat
bintik-bintik kecil berwarna coklat baik dipermukaan daun sebelah atas maupun
bawah. Penyakit ini mulai menyerang beberapa tanaman buncis pada 4 MST.
Hama yang banyak ditemukan pada tanaman buncis yaitu hama ulat jengkal semu,
Plusia chalcites (Gambar 8b). Hama ini berwarna hijau dan memiliki panjang ±2
cm, bagian tanaman yang diserang pada permukaan bagian bawah daun.
Serangan hama dan penyakit yang cukup tinggi terdapat pada tanaman
varietas Horti 1. Lingkungan tumbuh varietas Horti 1 yang kurang sesuai
menyebabkan tingkat serangan hama dan penyakit yang cukup tinggi. Selain hama
dan penyakit yang disebutkan sebelumnya, hama yang menyerang tanaman
varietas Horti 1 ini adalah hama Aulocophora similis Oliver (Gambar 8c) yang
menyebabkan daun tanaman buncis varietas Horti 1 ini menjadi berlubang-lubang.

(a)

(b)

(c)

Gambar 8 Serangan Hama penyakit pada tanaman. Penyakit karat daun (a), ulat
jengkal semu (b), Aulocophora similis Oliver (c)

Karakter Kualitatif
Kualitas merupakan suatu komponen yang memberikan nilai tambah pada
tanaman budi daya. Batasan kualitas bergantung pada jenis tanaman dan tujuan
penggunaannya (Welsh 1981). Menurut Syukur et al. (2012) karakter tertentu
pada tanaman seperti warna bunga, bentuk polong dan warna polong dikendalikan
oleh gen sederhana (1 atau 2 gen) dan tidak atau sedikit sekali dipengaruhi
lingkungan. Karakter kualitatif yang diamati pada masa vegetatif tanaman

11
meliputi warna hipokotil, warna standar bunga, warna sayap bunga dan bentuk
daun (Tabel 2).

Tabel 2 Penampilan karakter kualitatif warna hipokotil, bunga dan bentuk daun
tanaman buncis yang diuji
Genotipe

Warna
Hipokotil

Lebat 2
Lebat 1
Sukabumi 1 PHTB 14
Garut 3
PHTB 17
PHTB 18
Garut 2
Bogor 2 PHTB 6
PHTB 15
PHTB 16
Lebat 3
Horti 1

Hijau
Ungu
Ungu
Ungu
Hijau
Ungu
Hijau
Ungu
Hijau
Ungu
Hijau
Hijau

Warna
Standar
Bunga
Putih
Ungu
Ungu
Ungu
Putih
Ungu
Putih
Ungu
Putih
Ungu
Putih
Putih

Warna
Sayap
Bunga
Putih
Putih
Putih
Putih
Putih
Putih
Putih
Putih
Putih
Putih
Putih
Putih

Bentuk Daun
Segitiga Membulat
Membulat
Membulat
Membulat
Segitiga Membulat
Segitiga Membulat
Segitiga Membulat
Membulat
Membulat
Segitiga Membulat
Segitiga Membulat
Segitiga

Tabel 3 Penampilan karakter kualitatif polong buncis yang diuji
Genotipe

Warna
Derajat
Dasar kelengkungan
Polong
polong

Lebat 2

Hijau

Lemah

Lebat 1

Hijau

Lurus

Sukabumi 1 PHTB 14

Hijau

Lemah

Garut 3

Hijau

Sedang

PHTB 17
PHTB 18

Hijau
Hijau

Sedang
Lemah

Garut 2

Hijau

Sedang

Bogor 2 PHTB 6

Hijau

Sedang

PHTB 15

Hijau

Sedang

PHTB 16

Hijau

Sedang

Lebat 3

Hijau

Sedang

Horti 1

Hijau

Sedang

Bentuk bagian
ujung polong
Runcing
menuju tumpul
Runcing
menuju tumpul
Runcing
menuju tumpul
Runcing
menuju tumpul
Tumpul
Tumpul
Runcing
menuju tumpul
Runcing
Runcing
menuju tumpul
Tumpul
Runcing
menuju tumpul
Tumpul

Lengkungan
paruh
Lemah
Lemah
Lemah
Lemah
Sedang
Sedang
Lemah
Tidak ada
Lemah
Sedang
Lemah
Tidak ada

12
Karakter kualitatif yang diamati pada polong buncis setelah panen meliputi
warna dasar polong, derajat kelengkungan polong, bentuk bagian ujung polong
dan lengkungan paruh. Hasil pengamatan pada Tabel 3 menujukkan bahwa
seluruh genotipe memiliki bentuk polong yang bervariasi. Seluruh genotipe
memiliki warna dasar polong yang sama, yaitu hijau. Peubah derajat
kelengkungan polong dilihat dari kuat lemahnya lengkungan buncis yang diamati.
Lebat 1 memiliki bentuk polong yang lurus dibandingkan genotipe lainnya.

Karakter Kuantitatif
Data karakter kuantitatif yang diamati diolah dengan menggunakan analisis
sidik ragam Uji-F, apabila data analisis menunjukkan hasil yang berpengaruh
nyata maka akan dilanjutkan pada uji lanjut Dunnett pada taraf 5%. Uji lanjut
dilakukan untuk melihat pengaruh perlakuan genotipe yang diberikan dan
dibandingkan dengan varietas pembanding.
Hasil rekapitulasi sidik ragam peubah karakter kuantitatif yang diamati
memperlihatkan nilai koefisien keragaman (KK) dari setiap genotipe yang diuji
(Tabel 4). Koefisien keragaman menunjukkan tingkat ketepatan dengan perlakuan
yang diperbandingkan, dan merupakan indeks yang baik dari keadaan percobaan
(Gomez dan Gomez 1995).
Tabel 4 Rekapitulasi sidik ragam berbagai peubah karakter kuantitatif yang
diamati
Peubah Karakter Kuantitatif

KT

F-Hit

KK (%)

Panjang hipokotil
Jumlah bunga
Bobot panen total per tanaman
Jumlah polong panen total per tanaman
Bobot per polong
Panjang polong
Lebar polong (bagian atas)
Lebar polong (bagian tengah)
Lebar polong (bagian bawah)
Jumlah biji per polong
Produktivitas

2.192**l
860.002**ccc
3816313.297**
6583.273**cccc
2.139 **
3.503**
0.007tn
0.007*l
0.017**
0.960*c
555.108**aaaa