Pengaruh Pemberian Mulsa Jerami Padi dan Kepadatan Tanah terhadap Pertumbuhan dan Produksi Padi Gogo (Oryza sativa L.)

PENGARUH PEMBERIAN MULSA JERAMI PADI DAN
KEPADATAN TANAH TERHADAP PERTUMBUHAN DAN
PRODUKSI PADI GOGO (Oryza sativa L.)

HANNIM

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Pengaruh
Pemberian Mulsa Jerami Padi dan Kepadatan Tanah terhadap Pertumbuhan dan
Produksi Padi Gogo (Oryza sativa L.) adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2014
Hannim
NIM A14090076

ABSTRAK
HANNIM. Pengaruh Pemberian Mulsa Jerami Padi dan Kepadatan Tanah
terhadap Pertumbuhan dan Produksi Padi Gogo (Oryza sativa L.). Dibimbing oleh
OTENG HARIDJAJA dan DWI PUTRO TEJO BASKORO.
Isu ketahanan pangan sangat terkait dengan ketersediaan pangan dan lahan
sebagai tempat tumbuh tanaman yang mempengaruhi pertumbuhan serta produksi
tanaman. Pengolahan tanah intensif dalam sistem pertanian konvensional
mengakibatkan kondisi lahan memiliki kesuburan yang rendah dan sifat fisik
tanah yang kurang mendukung pertumbuhan tanaman, salah satunya adalah
pemadatan tanah. Oleh karena itu, manipulasi kepadatan tanah merupakan salah
satu upaya untuk mengetahui pengaruh kepadatan tanah dan penambahan mulsa
jerami padi terhadap sifat fisik tanah sehingga dapat menciptakan lingkungan fisik
yang lebih baik bagi pertumbuhan tanaman terutama tanaman padi. Tujuan

penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kepadatan tanah dan perlakuan
mulsa jerami padi terhadap karakteristik fisik tanah serta menentukan bobot isi
dan dosis mulsa yang paling sesuai untuk pertumbuhan dan produksi padi.
Perlakuan tingkat kepadatan tanah terdiri dari bobot isi 0.8, 1.0, dan 1.2 g/cm3.
Setiap kepadatan diberi perlakuan mulsa jerami padi yaitu 0%, 30%, 60% dan
90% tutupan permukaan. Rancangan percobaan dalam penelitian ini
menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang selanjutnya dilakukan uji
lanjut Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5 % dan pengujian dalam bentuk
persamaan regresi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi kepadatan tanah dan tutupan
mulsa berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman 5 minggu setelah tanam, jumlah
anakan 4 minggu setelah tanam, bobot basah akar, biomassa basah, bobot Gabah
Kering Panen (GKP), dan umur panen. Kepadatan tanah berpengaruh nyata
terhadap kadar air kapasitas lapang, resistensi tanah sebelum tanam, tinggi
tanaman umur 7 dan 8 MST, jumlah anakan umur 6, 8 dan 9 MST dan biomassa
kering serta kadar air, bobot isi dan ruang pori total setelah tanam. Tutupan mulsa
hanya berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman 6 MST. Bobot isi yang sesuai
untuk pertumbuhan padi adalah 1.0 g/cm3 dan tutupan mulsa yang sesuai adalah
90 %.
Kata kunci : kepadatan tanah, mulsa jerami padi, padi gogo, Situ Patenggang


ABSTRACT
HANNIM. Effect of Rice Straw Mulch and Soil Compaction on Upland Rice
(Oryza sativa L.) Growth and Yields. Supervised by OTENG HARIDJAJA and
DWI PUTRO TEJO BASKORO.
Food security issues are strongly associated to the availability of food and
land that affecting plant growth and production. Intensive tillage in conventional
farming systems results poor soil condition (low fertility and soil physics
characteristic, especially soil compaction) that fail to support plant growth. Soil
compaction improvement is one of management effort on soil physics properties
to obtain more suited physical environment for plant growth especially paddy.
This research was aimed to study the effect of rice straw application and soil
compaction on soil physics characteristic and to determine the soil bulk density
and dose of mulch that effective for paddy growth and yield. Soil compaction
treatment was divided into three soil bulk densities i.e. 0.8, 1.0, and 1.2 g/cm3.
Each soil compaction was treated by rice straw mulch application in various doses
i.e. 0%, 30%, 60%, and 90% of covered surface. Completed random design is
used as experimental design and Honesty Significant Different (HSD) is used to
identify the effect of treatment.
The results showed that the interaction between soil compaction and mulch

affect significantly on plant height in 5 weeks after growing, number of tillers in 4
weeks after growing, wet weight of root, wet biomass, weight of dry grain at
harvest, time of harvest. Soil compaction was significantly affecting the field
capacity water content, soil resistance before planting, plant height at 7 and 8
weeks after growing, number of tillers at 6, 8, and 9 weeks after growing also dry
biomass also water content, bulk density and total of pore spaces after planting.
Mulch application had only significant effect on plant height at 6 weeks after
harvest. Soil bulk density suited for paddy growth and yields is 1.0 g/cm3 with
90% of mulch dose.
Key words: soil compaction, straw rice mulch, Situ Patenggang, upland rice

PENGARUH PEMBERIAN MULSA JERAMI PADI DAN
KEPADATAN TANAH TERHADAP PERTUMBUHAN DAN
PRODUKSI PADI GOGO (Oryza sativa L.)

HANNIM

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian

pada
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Pengaruh Pemberian Mulsa Jerami Padi dan Kepadatan Tanah
terhadap Pertumbuhan dan Produksi Padi Gogo (Oryza sativa L.)
Nama
: Hannim
NIM
: A14090076

Disetujui oleh

Dr Ir Oteng Haridjaja, MSc
Pembimbing I


Dr Ir Dwi Putro Tejo Baskoro, MSc
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Baba Barus, MSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Alhamdulillahi rabbil ‘alamin. Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat
Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penelitian dan penulisan karya ilmiah yang berjudul “Pengaruh
Pemberian Mulsa Jerami Padi dan Kepadatan Tanah terhadap Pertumbuhan dan
Produksi Padi Gogo (Oryza sativa L.)”.
Isu ketahanan pangan sangat terkait dengan ketersediaan lahan penghasil
pangan, namun kondisi lahan saat ini memiliki kesuburan yang rendah dan sifat
fisik tanah yang kurang mendukung pertumbuhan tanaman akibat pengolahan

tanah intensif dalam sistem pertanian konvensional. Tujuan penelitian ini adalah
mengetahui pengaruh kepadatan tanah terhadap karakteristik sifat fisik tanah,
mengetahui bobot isi dan dosis mulsa yang sesuai untuk pertumbuhan dan
produksi padi gogo. Oleh karena itu, hasil penelitian diharapkan dapat memberikan
gambaran pengaruh kepadatan dan penambahan mulsa jerami padi terhadap
pertumbuhan padi gogo sehingga dapat menentukan pengolahan tanah yang sesuai
dan menghasilkan produksi yang tinggi.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat diselesaikan oleh bantuan banyak
pihak. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr Ir Oteng Haridjaja, MSc dan
Dr Ir D.P.T Baskoro, MSc atas bimbingan dan motivasi yang diberikan selama
kegiatan penelitian dan penulisan karya ilmiah, serta Dr Ir Enni Dwi Wahjunie,
MSi selaku penguji ujian skripsi.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ema, Bapa dan keluarga tercinta
(Ang Tim, Ang Iim, A Ade, Kang Syukri, Upi, Nizar, Dihya, Nawal) yang selalu
memberikan doa dan motivasi baik moril maupun materil kepada penulis. Tak
lupa ucapan terima kasih kepada rekan satu bimbingan Anita Silviana Dewi atas
suka dan duka menjalani tugas akhir ini. Kepada Ustadz Abdurrahman, Ustadz
Ece Hidayat dan keluarga besar Al-Ihya Dramaga saya ucapkan terima kasih atas
doa dan motivasi yang telah diberikan kepada penulis. Terima kasih penulis
ucapakan kepada Soiler 46, KMNU IPB, CSS MoRA dan semua yang telah

membantu dalam penelitian ini, sehingga penelitian ini bisa berjalan lancar.
Kepada staf University Farm Cikabayan, Laboratorium Konservasi Tanah dan
Air, dan seluruh pihak yang tak bisa disebutkan satu persatu.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan juga kepada Kementerian Agama
atas beasiswa yang telah diberikan sehingga penulis bisa menyelesaikan studi dan
mendapatkan gelar sarjana. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2014
Hannim

DAFTAR ISI
ABSTRAK

iv

DAFTAR TABEL

xiv

DAFTAR GAMBAR


xiv

DAFTAR LAMPIRAN

xv

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian


2

Hipotesis

2

TINJAUAN PUSTAKA

2

Bobot Isi dan Pemadatan Tanah

2

Ketahanan Tanah

3

Sifat Tanah Podsolik


3

Mulsa Jerami

3

Evapotranspirasi

4

Cekaman Kekeringan Padi Gogo

4

Karakteristik Tanaman

5

METODE

5

Waktu dan Tempat Penelitian

5

Bahan

5

Alat

5

Prosedur

6

Pengambilan Sampel Tanah

6

Simulasi Kepadatan Tanah

6

Analisis Pendahuluan

6

Pengukuran Evapotranspirasi

7

Penanaman, Pemeliharaan, dan Panen Tanaman

7

Rancangan Percobaan

7

Analisis Data

8

HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Tanah Setelah Pemadatan dan Sebelum Tanam

8
8

Kadar Air Kapasitas Lapang
Resistensi Tanah
Pengaruh Kepadatan Tanah dan Mulsa terhadap Evapotranspirasi

8
10
11

Pengaruh Kepadatan Tanah dan Mulsa terhadap Pertumbuhan Padi Gogo
(Oryza sativa L.)
12
Perakaran

12

Tinggi Tanaman

14

Jumlah Anakan

16

Biomassa

18

Hasil dan Komponen Hasil

20

Pengaruh Kepadatan Tanah dan Mulsa terhadap Produksi Padi Gogo (Oryza
sativa L.)
22
Pengaruh Kepadatan Tanah dan Mulsa terhadap Bobot Isi, Kadar Air dan
Ruang Pori Total Setelah Tanam
23
SIMPULAN DAN SARAN

26

Simpulan

26

Saran

26

DAFTAR PUSTAKA

27

LAMPIRAN

29

RIWAYAT HIDUP

36

DAFTAR TABEL
Persamaan regresi, koefisien determinasi (R2), dan nilai kadar air
9
kapasitas lapang pada tiap perlakuan kepadatan tanah
2 Pengaruh kepadatan tanah terhadap resistensi tanah sebelum tanam
10
3 Suhu dan evapotranspirasi Metode Thornwaite-Mather dan hasil 11
pengukuran pada setiap fase pertumbuhan dan total satu musim tanam
4 Pengaruh interaksi kepadatan tanah dan mulsa terhadap bobot basah 12
akar
5 Pengaruh interaksi kepadatan tanah dan mulsa terhadap tinggi tanaman 14
umur 5 MST
6 Pengaruh kepadatan tanah terhadap tinggi tanaman umur 7 dan 8 MST
15
7 Pengaruh tutupan mulsa terhadap tinggi tanaman umur 6 MST
15
8 Pengaruh interaksi kepadatan tanah dan mulsa terhadap jumlah anakan 17
umur 4 MST
9 Pengaruh kepadatan tanah terhadap jumlah anakan umur 6, 8 dan 9 17
MST
10 Pengaruh interaksi kepadatan tanah dan mulsa terhadap biomassa basah 19
tanaman
11 Pengaruh kepadatan tanah terhadap biomassa kering tanaman
19
1

12 Pengaruh interaksi kepadatan tanah dan mulsa terhadap umur panen
13 Pengaruh interaksi kepadatan tanah dan mulsa terhadap bobot gabah
kering panen
14 Pengaruh kepadatan tanah terhadap kadar air ,bobot isi dan ruang pori
total setelah tanam

20
22
23

DAFTAR GAMBAR
1

Grafik kadar air yang diukur dari hari ke hari pada masing-masing
9
kepadatan tanah
2 Hubungan antara kepadatan tanah dengan nilai resistensi tanah sebelum
tanam
10
3 Hubungan antara bobot basah akar dengan tutupan mulsa pada berbagai 13
kepadatan tanah
4 Hubungan antara tinggi tanaman dengan tutupan mulsa pada berbagai 14
kepadatan tanah umur 5 MST
5 Pengaruh kepadatan tanah terhadap tinggi tanaman umur 7 dan 8 MST
16
6 Pengaruh mulsa terhadap tinggi tanaman umur 6 MST
16
7 Hubungan antara jumlah anakan dengan tutupan mulsa pada berbagai 17
kepadatan tanah umur 4 MST
8 Pengaruh kepadatan tanah terhadap jumlah anakan umur 6, 8 dan 9 18
MST
9 Hubungan antara biomassa basah tanaman dengan tutupan mulsa pada 19
berbagai kepadatan tanah
10 Pengaruh kepadatan tanah terhadap biomassa kering tanaman
20
11 Hubungan antara umur panen dengan tutupan mulsa pada berbagai 21

kepadatan tanah
12 Hubungan antara bobot gabah kering panen dengan tutupan mulsa pada
berbagai kepadatan tanah
13 Pengaruh kepadatan tanah terhadap analisis tanah setelah tanam (a)
Kadar air; (b) Bobot isi; (c) Ruang pori total

22
25

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

5
6
7
8
9

10

11
12
13

Nilai Evapotranspirasi potensial harian yang belum dijustifikasi (mm)
pada suhu rata-rata ≥ 26.5 0C
Rekapitulasi sidik ragam pengaruh kepadatan tanah terhadap kadar air
kapasitas lapang
Rekapitulasi sidik ragam pengaruh kepadatan tanah terhadap resistensi
tanah sebelum penanaman
Rekapitulasi sidik ragam pengaruh kepadatan tanah dan mulsa terhadap
kebutuhan air fase vegetatif, reproduktif, pemasakan, dan total satu
musim tanam
Rekapitulasi sidik ragam pengaruh kepadatan tanah dan mulsa terhadap
panjang akar, bobot basah akar dan bobot kering akar
Rekapitulasi sidik ragam pengaruh kepadatan tanah dan mulsa terhadap
tinggi tanaman
Rekapitulasi sidik ragam pengaruh kepadatan tanah dan mulsa terhadap
jumlah anakan
Rekapitulasi sidik ragam pengaruh kepadatan tanah dan mulsa terhadap
biomassa basah tanaman dan biomassa kering tanaman
Rekapitulasi sidik ragam pengaruh kepadatan tanah dan mulsa terhadap
jumlah anakan total, jumlah anakan produktif, panjang malai, bobot
1000 butir, umur berbunga dan umur panen
Rekapitulasi sidik ragam pengaruh kepadatan tanah dan mulsa terhadap
bobot gabah kering panen, bobot gabah kering giling, presentase gabah
bernas, presentase gabah hampa
Rekapitulasi sidik ragam pengaruh kepadatan tanah dan mulsa terhadap
bobot isi, kadar air dan ruang pori total setelah tanam
Tanah yang dikering udarakan
Percobaan di rumah kaca

29
29
29
30

30
31
32
33
33

34

34
35
35

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Isu ketahanan pangan sangat terkait dengan ketersediaan pangan dan lahan
sebagai tempat tumbuh tanaman yang mempengaruhi pertumbuhan serta produksi
tanaman. Padi merupakan komoditas pangan yang strategis di banyak negara dan
lebih dari separuh penduduk dunia mengandalkan beras sebagai sumber kalori dan
protein (Suyamto et al 2009). Tingkat konsumsi beras penduduk Indonesia cukup
tinggi, menurut BPS (2013) saat ini tingkat konsumsi adalah 135 kg per kapita per
tahun. Hal ini juga berpengaruh terhadap pertambahan permintaan sumberdaya
lahan demi terpenuhinya lahan penghasil beras. Namun kondisi lahan saat ini
memiliki kesuburan yang rendah dan sifat fisik tanah yang kurang mendukung
pertumbuhan tanaman. Oleh karena itu, upaya peningkatan produksi komoditas
pangan sangat penting, baik melalui ekstensifikasi maupun intensifikasi.
Peningkatan produksi komoditas pangan melalui program ekstensifikasi
sulit dilakukan karena tingginya angka konversi dan degradasi lahan di Indonesia.
Sementara itu program intensifikasi pertanian, seperti pengolahan tanah secara
intensif dalam sistem pertanian konvensional dapat merusak kondisi tanah,
membuat tanah semakin padat, menurunkan ketersediaan air dan hara,
pertumbuhan akar menjadi terganggu dan dapat menurunkan produksi tanaman.
Potensi alam dari aspek penyuburan tanah dalam sistem pertanian konvensional
belum termanfaatkan secara optimal, salah satunya adalah pemanfaatan jerami
padi.
Oleh karena itu, untuk meningkatkan produksi perlu memperbaiki sifat fisik
tanah akibat pemadatan agar dapat tercipta lingkungan fisik yang lebih baik bagi
pertumbuhan tanaman terutama tanaman padi. Pemadatan tanah adalah proses
pemampatan massa tanah ke dalam volume yang lebih kecil dan perubahan bentuk
yang mengakibatkan penurunan pori total dan makro serta penurunan penyebaran
air dan pertukaran gas (Rattan dan Shukla 2004). Pemadatan tanah diantaranya
disebabkan oleh meningkatnya penggunaan berbagai peralatan dan mesin pada
pekerjaan-pekerjaan pertanian. Tanah yang padat sulit ditembus akar tanaman
sehingga tanaman yang tumbuh di atasnya mengalami gangguan dalam
pertumbuhan terutama gangguan fisiologis. Menurut Wilson (2006) pemadatan
tanah cenderung menurunkan ketersediaan air dan unsur hara yang dibutuhkan
akar tanaman.
Banyak upaya untuk memperbaiki sifat fisik tanah diataranya adalah
dengan teknologi permulsaan. Tanah yang padat akan mengurangi kapasitas
memegang air, mengurangi kandungan udara, memberikan hambatan fisik yang
besar pada penerobosan akar sehingga mengendalikan kapasitas kemampuannya
memanen air, udara, dan hara. Dalam kondisi tanah demikian, tanaman akan
menggunakan air yang terbatas untuk keberlangsungan hidup sebagai air
konsumtif tanaman (evapotranspirasi). Mulsa jerami padi merupakan salah satu
metode vegetatif untuk konservasi tanah menggunakan sisa atau bagian tanaman
dan tumbuhan. Mulsa tersebut diantaranya berfungsi untuk mengurangi
penguapan air dari tanah sehingga meningkatkan kandungan air tanah
(Umboh 2000).

2
Tujuan Penelitian
Penelitian bertujuan untuk: 1) mengetahui pengaruh kepadatan tanah dan
pemberian mulsa jerami padi terhadap karakteristik fisik tanah, 2) menentukan
bobot isi dan dosis mulsa yang paling sesuai untuk pertumbuhan dan produksi
padi gogo.
Manfaat Penelitian
Kegunaan penelitian ini adalah untuk memberikan informasi bahwa
kepadatan tanah dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman
yang selanjutnya akan berpengaruh terhadap produksi tanaman. Selain itu,
penggunaan jerami padi sebagai mulsa merupakan bentuk pemanfaatan sisa
tanaman untuk memperbaiki sifat fisik tanah dalam mendukung pertumbuhan
tanaman.
Hipotesis
Meningkatnya kepadatan tanah akan menghambat perkembangan akar,
ketersediaan air dan hara berkurang, sehingga pertumbuhan dan produksi tanaman
menurun. Pemberian mulsa jerami padi pada permukaan tanah dapat mengurangi
laju evaporasi. Kombinasi kepadatan tanah dan tutupan mulsa cenderung dapat
mengurangi penguapan dan meningkatkan ketersediaan air dalam tanah.

TINJAUAN PUSTAKA
Bobot Isi dan Pemadatan Tanah
Bobot isi adalah bobot kering per satuan unit volume tanah dalam keadaan
utuh, dinyatakan dalam gram tiap sentimeter kubik. Bulk density menunjukkan
perbandingan antara berat tanah kering dengan volume tanah termasuk volume
pori-pori tanah. Bobot isi merupakan petunjuk kepadatan tanah. Makin padat
suatu tanah makin tinggi bobot isi, berarti makin sulit tanah meneruskan air atau
ditembus akar tanaman (Hardjowigeno 2010). Bobot isi tanah dipengaruhi oleh
struktur, ruang pori, padatan tanah dan kandungan bahan organik. Tanah yang
lepas-lepas persatuan volume mempunyai bobot isi yang kecil, sedangkan pada
tanah yang padat memiliki bobot isi yang besar. Nilai bobot isi dan porositas
dapat berubah dan beragam tergantung pada keadaan struktur tanah, khususnya
dalam hubungannya dengan proses pemadatan tanah (Nugraha 2004).
Pemadatan tanah adalah proses pemampatan massa tanah ke dalam volume
yang lebih kecil dan perubahan bentuk yang mengakibatkan penurunan pori total,
pori makro dan penyebaran air serta pertukaran gas (Rattan dan Shukla 2004).
Pemadatan tanah dapat mengurangi aerasi tanah, ketersedian air bagi tanaman dan
menghambat pertumbuhan akar tanaman. Pemadatan merupakan kondisi fisik
tanah yang dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Pemadatan tanah akan
memberikan tahanan mekanik terhadap pertumbuhan tanaman melalui beberapa
cara yaitu : mengurangi atau menghalangi munculnya kecambah ke permukaan,
merintangi atau mencegah sistem perkecambahan, sehingga diameter dari sistem

3
akar berkurang, dan mempunyai efek mengurangi produksi tanaman (Damanik
2007).
Ketahanan Tanah
Kekuatan tanah digambarkan sebagai besarnya ketahanan tanah terhadap
penetrasi sehingga sering juga disebut resistensi tanah (Hilel 1980). Resistensi
tanah merupakan salah satu parameter sifat fisik tanah yang menggambarkan
kepadatan dan kekuatan suatu tanah. Ketahanan tanah berhubungan erat dengan
pemadatan tanah, ruang pori dan bobot isi tanah. Nilai ketahanan penetrasi tanah
sangat dipengaruhi oleh kadar air tanah, pada keadaan kering akan menunjukkan
angka yang tinggi. Untuk menghindari kekeliruan, maka penetapan dilakukan
pada saat kadar air mendekati kapasitas lapang (Suwardjo 1981).
Sifat Tanah Podsolik
Tanah podsolik di indonesia merupakan tanah yang menempati luasan
terbesar di banding luasan tanah lainnya. Penyebaran tanah podsolik merah
kuning (Ultisol) di Indonesia mencapai 47.526 juta ha atau 24.9 % dari luas total
daratan Indonesia (Mulyadi dan Soepraptohardjo 1975). Tanah Ultisol/Podsolik
memiliki ciri-ciri seperti horison argilik atau kandik, tetapi tidak mempunyai sifat
fragipan dan kejenuhan basa < 35% (Rachim 2001). Tanah yang mempunyai
horison B argilik, mempunyai kejenuhan basa kurang dari 50 % (NH4 OAc)
sekurang-kurangnya pada beberapa bagian horison B di dalam penampang 125 cm
dari permukaan tanah dan tidak mempunyai horison albik yang berbatasan
langsung dengan horison argilik atau fragipan (Hardjowigeno 2003). Menurut
Notohadiprawiro (2006) ciri tanah podsolik diantaranya memiliki kesuburan yang
rendah ditandai dengan pH rendah sehingga ketersediaan hara pada umumnya
menurun dan kemungkinan peracunan Al, Fe dan Mn meningkat. Unsur Al, Fe
dan Mn yang tinggi dapat meracuni tanaman. Kejenuhan basa dan kadar bahan
organik rendah menjadikan kadar N, S dan P rendah, selain itu keberadaan unsur
N, S dan P berada pada lapisan atas yang paling rentan terkena erosi. Kemantapan
agregat rendah menyebabkan jenis tanah ini mudah tererosi, bobot isi dan
kandungan liat tinggi berpengaruh terhadap perkembangan akar tanaman. Struktur
tanah yang kurang berkembang menyebabkan tanah mudah membentuk kerak
dipermukaan, lapisan ini menghambat perkecambahan biji, peresapan air infiltrasi,
difusi O2 ke dalam tanah untuk pernafasan akar dan jasad renik, dan difusi CO2
sisa pernafasan dan perombakan bahan organik.
Mulsa Jerami
Mulsa diartikan sebagai bahan atau material yang sengaja dihamparkan di
permukaan tanah atau lahan pertanian. Tujuan awal pemulsaan adalah mencegah
erosi pada musim penghujan atau pencegahan kekeringan pada musim kemarau.
Mulsa mengurangi erosi dengan cara meredam energi hujan yang jatuh sehingga
tidak merusak struktur tanah, mengurangi kecepatan dan jumlah aliran permukaan
sehingga mengurangi daya gerus aliran permukaan. Mulsa juga mengurangi
penguapan air dari tanah, sehingga meningkatkan kandungan air tanah. Mulsa

4
organik merupakan sumber energi yang akan meningkatkan kegiatan biologi tanah
(Arsyad 2010).
Fungsi mulsa jerami adalah untuk menekan pertumbuhan gulma,
mempertahankan agregat tanah dari hantaman air hujan, memperkecil erosi
permukaan tanah, mencegah penguapan air, dan melindungi tanah dari terpaan
sinar matahari. Mulsa dapat membantu memperbaiki sifat fisik tanah terutama
struktur tanah sehingga memperbaiki stabilitas agregat tanah. Teknologi
permulsaan dapat mencegah evaporasi. Dalam hal ini air yang menguap dari
permukaan tanah akan ditahan oleh bahan mulsa dan jatuh kembali ke tanah.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh air tanah setebal 1.5 cm ditanah terbuka
(bare soil) tanpa mulsa akan menguap selama 3-5 hari, sedangkan di tanah-tanah
yang diberi mulsa akan menguap 6 minggu dengan ketebalan yang sama (Umboh
2000).
Pemberian mulsa adalah metode pengelolaan tanah konservatif pada tanah
mineral masam lahan kering. Apabila sisa tanaman atau jerami ditambahkan ke
lahan usaha tani, permulsaaan ini dapat memberikan produktivitas lahan yag
setara dengan hasil tanaman yg diperoleh dengan pemupukan atau mungkin lebih
(Sanchez, 1976). Pemberian mulsa dapat menurunkan suhu tanah, menjaga
kelembaban tanah, menurunkan aliran permukaan, mencegah erosi, dan
menambah hara kedalam tanah. Pengolahan tanah minimum yg didiringi dengan
pemberian mulsa merupakan bagian yg terpadu dari sistem pertanaman terus
menerus dilahan pertanian (Barchia 2009).
Evapotranspirasi
Air tanah dari suatu lahan pertanian dapat berpindah ke udara dengan jalan
penguapan langsung dari permukaan tanah (evaporasi) ataupun melalui daun-daun
tanaman (transpirasi). Kedua proses ini dapat menyebabkan tanah mengalami
kekurangan air sehingga berpengaruh secara langsung terhadap pertumbuhan
tanaman. Evapotranspirasi yang juga disebut pemakaian air konsumtif merupakan
gabungan antara evaporasi dan transpirasi yakni jumlah air yang digunakan untuk
transpirasi, diuapkan dari tanah dan permukaan air serta permukaan tanaman pada
suatu areal pertanaman (Arsyad 2010). Proses transpirasi merupakan proses
normal pada tanaman. Melalui proses transpirasi inilah tanaman dapat menarik air
dari dalam tanah yang didalamnya telah terlarut berbagai hara yang dibutuhkan
tanaman (Umboh 2000). Berdasarkan hasil penelitian Sulistyono et al (2005),
semakin tinggi total defisit evapotranspirasi, akan menyebabkan penurunan
produksi padi gogo semakin besar. Total defisit evapotranspirasi sebesar 240.06
mm menyebabkan penurunan produksi gabah sebesar 90% dan penurunan bobot
kering tanaman sebesar 72.5%. Kelembaban tanah optimum untuk padi gogo
adalah antara kapasitas lapang sampai kadar air 32%, kelembaban lebih rendah
dari 32% akan menurunkan produksi. Evapotranspirasi harian dapat digunakan
sebagai indikator kekurangan air pada tanaman padi gogo.
Cekaman Kekeringan Padi Gogo
Padi gogo relatif toleran terhadap kekeringan. Walaupun demikian, padi
sebagai tanaman C3 masih kurang efisien dalam pemanfaatan air dibanding

5
tumbuhan C4. Kebutuhan air pada tanaman padi gogo dapat dipenuhi melalui
tanah dengan jalan penyerapan oleh akar, walaupun sebagian besar air akan
dilepas ke udara dalam proses transpirasi. Besarnya penyerapan air oleh tumbuhan
dalam pot, ditandai dengan penurunan kadar air media tanam. Kandungan air pada
tumbuhan akan dipengaruhi oleh faktor lingkungan, dan salah satunya adalah
kadar air tanah. Perlakuan cekaman kekeringan dapat menekan pertumbuhan
tinggi tajuk. Berbeda dengan tajuk, perlakuan cekaman kekeringan justru
meningkatkan panjang akar.
Karakteristik Tanaman
Varietas padi gogo yang digunakan adalah Situ Patenggang. Varietas ini
menurut Balai Besar Penelitian Padi (2010) tahan terhadap penyakit blas,
harapannya ketika dalam aplikasi, tanaman tidak terganggu oleh serangan
penyakit yang menurunkan hasil produktifitas padi. Umur tanaman sejak sebar
sampai matang fisiologis ( ± 75% biji dalam semua malai matang) adalah 110-120
hari. Varietas ini memiliki sifat khusus yakni bersifat aromatik, respon terhadap
pemupukan, dan mampu dikembangkan di sawah. Varietas ini juga baik ditanam
di lahan kering musim hujan, tumpangsari dan lahan tipe tanah Aluvial dan
Podsolik, ketinggian tidak lebih dari 300 mdpl (Suprihatno B et al. 2010). Padi
gogo umumnya ditanam pada tanah masam yang secara kimiawi memiliki tingkat
ketersediaan aluminium dan mangan yang tinggi dan ketersediaan unsur hara
terutama N, P, K, Ca, Mg, dan Mo yang rendah. Secara fisik tanah ini memiliki
kapasitas menahan air yang rendah dan mudah tererosi (Warda 2011).

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan dari bulan Maret sampai November 2013. Bahan
tanah podsolik diambil dari Jasinga, Kabupaten Bogor. Pengukuran sifat fisik
tanah dilakukan di Laboratorium Fisika dan Konservasi Tanah, Departermen Ilmu
Tanah dan Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Penanaman dilaksanakan di rumah kaca University Farm, Institut Pertanian
Bogor, Cikabayan, Darmaga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat.
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan tanah (tanah
podsolik), benih padi gogo varietas Situ Patenggang, air, kuarsa, pupuk Urea, SP36, KCL dan mulsa jerami padi.
Alat
Peralatan yang digunakan di lapangan untuk pengambilan contoh tanah
terganggu, diantaranya adalah cangkul, pisau, tali rapia, karung, dan spidol.
Peralatan laboratorium yang digunakan terdiri dari alat pemadat tanah (untuk

6
simulasi pemadatan tanah digunakan pemadat tanah berupa silinder besi (ukuran
diameter 5 cm, tinggi 18.5 cm, dan berat 3 kg), pot, kasa dan PVC (pipa).
Peralatan laboratorium lainnya yakni timbangan, cawan, gelas ukur, kain kasa,
penetrometer saku, meteran, penggaris, oven, ayakan, ring sampler, termometer,
amplop, eksikator, alat tulis, dan kertas label.
Prosedur
Pengambilan Contoh Tanah
Bahan tanah yang digunakan adalah tanah terganggu Podsolik Jasinga pada
lapisan atas dengan kedalaman 0-20 cm, kemudian dibersihkan dari akar tanaman
dan bahan kasar, selanjutnya dikering udarakan selama kurang lebih 2 minggu.
Untuk keperluan analisis pendahuluan, bahan tanah dihaluskan kemudian diayak
dengan saringan berukuran ± 2 mm. Selanjutnya tanah untuk simulasi kepadatan
dilakukan dengan menggunakan ayakan ± 5 mm.
Simulasi Kepadatan Tanah
Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan yang telah dilakukan oleh
Maryamah (2010) dan Kusumawati (2012). Dalam penelitian sebelumnya telah
dilakukan analisis awal terhadap sifat fisik tanah yang meliputi penetapan bobot
isi, tekstur, kadar air, C-organik, pH, Nitrogen total, P-tersedia, K+ dan Al-dd.
Pemadatan dilakukan dengan cara bahan tanah terganggu yang telah
dikering udarakan ditimbang beratnya sesuai dengan berat tanah yang diperlukan
dari persamaan bobot isi. Tanah dipadatkan dengan cara manual menggunakan
silinder besi hingga mencapai tanda yang telah ditetapkan berdasarkan persamaan
volume pot dengan bobot tanah yang dibutuhkan pada masing-masing bobot isi
yang diinginkan yakni 0.8, 1.0 dan 1.2 g/cm3. Tanah yang telah dipadatkan
digunakan untuk penanaman padi yang sebelumnya dilakukan pengukuran
resistensi tanah.
Analisis Pendahuluan
Kadar Air Kapasitas Lapang. Penetapan kadar air kapasitas lapang
menggunakan metode Alhricks. Tahapan pengerjaan dengan metode Alhricks
adalah sebagai berikut: wadah dengan tinggi dan diameter 14 cm diisi dengan
pasir kuarsa setinggi 6 cm, agar tanah tidak turun saat diketuk maka di atas pasir
kuarsa diletakkan kain kasa. Pipa gelas diletakkan tegak lurus dengan permukaan
pasir. Gelas piala diisi dengan contoh tanah kering udara yang ditimbang beratnya
sesuai dengan berat tanah yang diperlukan dari persamaan bobot isi kemudian
tanah dipadatkan hingga mencapai bobot isi 0.8, 1.0 dan 1.2 g/cm3 setingggi 3 cm
dari tepi atas gelas. Setelah itu, lapisan tanah atas dibasahi dengan air dengan cara
disemprot dengan sprayer hingga air tidak sampai membasahi pasir. Gelas piala
ditutup dan disimpan selama 24 jam. Setelah 24 jam, diambil contoh tanah dari
gelas piala sedalam kira-kira 1.5 cm dari permukaan dan ditetapkan kadar airnya
berdasarkan bobot tanah kering oven 1050C. Variasi ketebalan kuarsa 6 cm dan
ketebalan tanah 3 cm merupakan variasi terbaik menurut Setianingsih (2013).
Resistensi Tanah. Pengukuran ini dilakukan dengan menggunakan
penetrometer saku. Penetrometer tersebut ditusukkan ke dalam tanah sebanyak 5
kali. Selanjutnya ketahanan mekanik dapat terbaca dari nilai penetrometer.

7
Ketahanan mekanik tanah didapatkan dari nilai rata-rata pengukuran kelima
tusukan tersebut dengan dilihat pula simpangannya.
Pengukuran Evapotranspirasi
Pengukuran kehilangan air melalui proses evapotranspirasi didasarkan pada
hasil penyusutan dari data kadar air tanah setiap hari dalam kondisi yang stabil,
pada setiap masa pertumbuhan vegetatif, reproduktif, pemasakan dan total satu
musim tanam. Evapotranspirasi dilakukan dengan metode gravimetri, yaitu
dengan cara setiap perlakuan ditimbang pot beserta tanamannya, hal ini dilakukan
pada pagi hari. Lalu ditetapkan selisih dari bobot tanaman tersebut dan dapat
diketahui data kehilangan air akibat evapotranspirasi.
Evapotranspirasi harian juga dihitung dengan menggunakan metode
Thornthwaite dan Mather yang sudah dimodifikasi. Nilai ETP harian dihitung
berdasarkan persamaan berikut:
Ep harian = Ep* x f
Yang mana :
Ep harian
= Evapotranspirasi harian (mm)
Ep*
= Nilai evapotranspirasi harian yang belum dijustifikasi (mm) pada
suhu rata-rata ≥ 26.50C (Lampiran 1).
f
= Faktor koreksi (lama penyinaran rata-rata matahari yang
mungkin terjadi pada derajat lintang utara dan derajat lintang
selatan tertentu)
Penanaman, Pemeliharaan, dan Panen Tanaman
Penanaman dilakukan dirumah kaca. Benih padi varietas Situ Patenggang
ditanam pada pot sebanyak 5 benih/pot. Setelah penanaman, dilakukan
pemupukan dasar. Penyulaman dilakukan 4 hari setelah tanam. Pengendalian
hama dan penyakit dilakukan secara manual.
Penetapan variabel pertumbuhan dilaksanakan melalui pengamatan
parameter tinggi tanaman, jumlah anakan, umur berbunga dan umur panen. Tinggi
tanaman dan jumlah anakan diamati setiap 1 minggu sekali mulai umur 3-9 MST.
Umur berbunga diamati saat pertama kali bunga muncul dan umur panen diamati
sampai seluruh bagian tanaman telah menguning, gabah keras dan matang
fisiologis (±75% biji dalam semua malai matang).
Penetapan variabel komponen hasil dan variabel produksi dilaksanakan saat
panen berlangsung dan pasca panen. Parameter yang diamati adalah jumlah
anakan produktif, jumlah anakan total, panjang akar, panjang malai, bobot 1000
butir, biomassa tanaman. Parameter produksi yang diamati ialah bobot gabah
kering panen (GKP), bobot gabah kering giling (GKG), presentase gabah bernas,
presentase gabah hampa. Analisis tanah akhir yaitu penetapan bobot isi, kadar air
dan porositas tanah.
Rancangan Percobaan
Penelitian menggunakan rancangan faktorial yang disusun dalam
Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 ulangan. Faktor pertama adalah
perlakuan tingkat kepadatan tanah, terdiri dari bobot isi 0.8, 1.0, dan 1.2 g/cm3

8
(K1, K2, K3). Faktor kedua adalah perlakuan dengan pemberian tutupan mulsa
jerami yaitu 0%, 30%, 60% dan 90% (M0, M1, M2, M3). Kombinasi tersebut
menghasilkan 36 satuan percobaan.
Analisis Data
Analisis ragam (ANOVA) untuk mengetahui apakah perlakuan berpengaruh
nyata atau tidak. Apabila hasil sidik ragam menunjukan adanya pengaruh yang
nyata maka dilakukan uji lanjut dengan mengunakan uji Beda Nyata Jujur (BNJ)
pada taraf 5%. Sesuai dengan rancangan percobaan yang digunakan, maka
statistika yang digunakan adalah sebagai berikut:
Yijk = µ +αi + βj + (αβ)ij + εijk
Keterangan:
Yijk
= nilai pengamatan perlakuan kepadatan ke-i, mulsa ke-j, ulangan
ke-k
µ
= nilai tengah pengamatan
αi
= pengaruh kepadatan ke-i
βj
= pengaruh mulsa ke-j
(αβ)ij
= pengaruh interaksi perlakuan kepadatan ke-i dan mulsa ke-j
εijk
= galat perlakuan kepadatan ke-i, mulsa ke-j dan ulangan ke-k
Hasil analisis yang nyata selanjutnya dibuat persamaan regresi untuk
melihat seberapa besar pengaruh perlakuan, baik interaksi maupun masing-masing
kepadatan dan mulsa terhadap faktor pertumbuhan dan produksi.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Tanah Setelah Pemadatan dan Sebelum Tanam
Kadar Air Kapasitas Lapang
Metode pengukuran kadar air kapasitas lapang (KAKL) yang digunakan
adalah metode Alhricks. Metode ini dilakukan dengan menggunakan ketebalan
kuarsa 6 cm dan ketebalan tanah 3 cm. Pemilihan perbandingan ketebalan kuarsa
dan tanah ini merupakan perbandingan terbaik berdasarkan hasil analisis yang
telah dilakukan oleh Setianingsih (2013). Tebal pasir kuarsa lebih besar dari tebal
tanah sehingga air dapat terdrainase dengan baik dan tidak ada gejala kapilaritas.
Gambar 1 menunjukkan nilai kadar air hasil pengukuran dari hari kehari yang
mengalami penurunan. Nilai kadar air mengalami penurunan 2 sampai 3 hari lalu
pada hari selanjutnya nilai kadar airnya relatif tetap. Hal ini dikarenakan air yang
berada didalam tanah mengalami kehilangan air akibat gaya gravitasi ke bagian
pasir kuarsa. Menurut Supriyanto (1996), hal ini terjadi karena mulai hari pertama
sampai kedua air yang mengisi pori-pori makro terdrainase ke lapisan bawah
dengan sangat cepat karena pengaruh gaya gravitasi bumi. Setelah itu drainase
berjalan sangat lambat karena air yang tersisa di dalam tanah adalah yang mengisi
pori-pori mikro.

9

Kadar Air ( % bobot )

70
60
50
40
30

BI 0,8 g/cm3
BI 1,0 g/cm3
BI 1,2 g/cm3

20
10
0
0

1

2

3

4

5

6

7

Hari

Gambar 1 Grafik kadar air yang diukur dari hari ke hari pada masingmasing kepadatan tanah

Data pada grafik tersebut merupakan nilai kadar air dari hari ke hari pada
penetapan KAKL dengan metode Alhricks pada masing-masing kepadatan yang
mengalami penurunan. Kadar air kapasitas lapang tersaji dalam Tabel 1.

Persamaan regresi, koefisien determinasi (R2), dan nilai kadar air
kapasitas lapang pada tiap perlakuan kepadatan tanah
Koefisien
Kadar air
Perlakuan
determinasi
kapasitas lapang
Persamaan regresi
Kepadatan
(R2)
(% bobot)
3
2
BI 0.8 g/cm
y = 0.2561x - 3.0011x + 52.73
0.98
44a
BI 1.0 g/cm3 y = 0.1186x2 - 1.6649x + 54.63
0.99
49b
BI 1.2 g/cm3 y = 0.0648x2 - 1.3875x + 63.34
0.97
56c

Tabel 1

BI: Bobot Isi ;y: Kadar Air (%-bobot) ;x: Waktu (hari)

Berdasarkan analisis ragam (Tabel Lampiran 2), kepadatan tanah
berpengaruh nyata terhadap nilai KAKL . Semakin padat tanah, KAKL semakin
meningkat. Pada tanah dengan bobot isi 1.2 g/cm3 nilai kadar air kapasitas
lapangnya paling besar yaitu sebesar 56 %, pada bobot isi 1.0 g/cm3 kadar air
kapasitas lapangnya sebesar 49 %, dan pada bobot isi 0.8 g/cm3 kadar air
kapasitas lapangnya sebesar 44 %. Kepadatan memiliki korelasi dengan kadar air
dan saling terkait erat, yang dapat dilihat dari nilai koefisien determinasi masing
masing kepadatan, ketiga variasi kepadatan menunjukkan nilai R2 yang tinggi.
Berdasarkan tabel 1, nilai KAKL semakin meningkat dengan meningkatnya
kepadatan tanah. Hal ini disebabkan karena pada kondisi tanah yang padat air
akan terikat oleh matriks tanah menyebabkan air sulit bergerak di dalam pori
tersebut sehingga kadar air yang terukur tinggi. Menurut Maryamah (2010) air
yang terikat kuat oleh matriks tanah umumnya tidak dapat diserap oleh tanaman
sehingga kehilangan air melalui gravitasi sulit terjadi. Menurut Hardjowigeno

10
(2010) bobot isi merupakan petunjuk kepadatan tanah, semakin padat suatu tanah
semakin tinggi pula bobot isinya yang berarti makin sulit meneruskan air.
Resistensi Tanah
Resistensi tanah merupakan salah satu parameter sifat fisik tanah yang
menggambarkan kepadatan dan kekuatan suatu tanah. Pengukuran ketahanan
tanah menggunakan alat penetrometer mudah dilaksanakan namun memiliki
kelemahan. Nilai ketahanan resistensi tanah sangat dipengaruhi oleh kadar air
tanah, pada keadaan kering akan menunjukkan angka yang lebih tinggi. Untuk
menghindari kekeliruan maka penetapan dilakukan pada saat kadar air mendekati
kapasitas lapang. Pengaruh kepadatan tanah terhadap resistensi tanah sebelum
penanaman disajikan pada Tabel 2 dan grafik hubungan antara kepadatan tanah
dan resistensi tanah dapat dilihat pada gambar 2.

Tabel 2 Pengaruh kepadatan tanah terhadap resistensi tanah sebelum tanam
Kepadatan tanah/BI (g/cm3)
0.8
1.0
1.2

Resistensi Tanah (kg/cm2) a
0.31a
1.35b
3.15c

a

Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji BNJ pada taraf 5 %;
BI: Bobot Isi

Resistensi Tanah (kg/cm2)

Berdasarkan analisis ragam, peningkatan kepadatan tanah berpengaruh
sangat nyata terhadap nilai resistensi tanah sebelum tanam (Tabel Lampiran 3).
Semakin bertambah kepadatan tanah, nilai resistensi semakin meningkat. Nilai
resistensi yang tinggi menunjukkan tanah semakin sulit ditembus oleh akar.
Meningkatnya kepadatan tanah berkorelasi nyata terhadap nilai resistensi tanah
dapat dilihat dari nilai koefisien determinasi (R2) ialah 0.840.

5.00
4.00
y = 7.1152x - 5.5143
R² = 0.8404

3.00
2.00
1.00
0.00
0.6

0.8

1
1.2
3
Kepadatan Tanah (g/cm )

1.4

Gambar 2 Hubungan antara kepadatan tanah dengan nilai resistensi tanah
sebelum tanam.

11
Pengaruh Kepadatan Tanah dan Mulsa terhadap Evapotranspirasi
Hasil analisis ragam perlakuan kepadatan dan mulsa tidak berpengaruh
nyata terhadap evapotranspirasi tahap vegetatif, reproduktif, pemasakan maupun
total satu musim tanam (Tabel Lampiran 4). Menurut Apriyana et al. (1997) air
yang ditranspirasikan tanaman dipengaruhi oleh faktor-faktor cuaca, kandungan
air dan sifat fisik tanah serta jenis dan fase pertumbuhan tanaman. Suhu yang
sesuai untuk padi gogo berkisar antara 16-350C, suhu optimum untuk
pertumbuhan padi berkisar antara 24-290C. Suhu harian hasil pengukuran
memiliki nilai berkisar antara 27-370C. Proses kehilangan air tanah selain
digunakan tanaman untuk pertumbuhan dan perkembangan, dapat hilang pula ke
atmosfer disebabkan meningkatnya suhu. Mulsa berfungsi menahan kehilangan
air melalui evapotranspirasi, agar kelembaban tanah tetap terjaga dan kebutuhan
air penyiraman semakin sedikit. Menurut Umboh (2000) pemulsaan dapat
mencegah evaporasi, air yang menguap dari permukaan tanah akan ditahan oleh
bahan mulsa dan jatuh kembali ke tanah. Pengamatan evapotranspirasi harian
dapat digunakan sebagai tolok ukur kebutuhan air tanaman dan peringatan dini
terhadap kekurangan air.
Rata-rata kebutuhan air meningkat seiring pertumbuhan dan perkembangan
tanaman, pada pertumbuhan awal vegetatif, tanaman tidak membutuhkan air
terlalau banyak, mulai meningkat pada tahap reproduktif, selanjutnya semakin
meningkat pada masa pemasakan dimana tanaman padi membutuhkan banyak air
untuk pengisian bulir. Tubur et al. (2012) menyatakan bahwa cekaman kekeringan
sangat mempengaruhi pengisian bulir yang pada akhirnya menyebabkan
penurunan bobot bulir.

Tabel 3

Suhu dan evapotranspirasi Metode Thornwaite-Mather dan hasil
pengukuran pada setiap fase pertumbuhan dan total satu musim tanam
Evapotranspirasi
Evapotranspirasi
Tahap
Rata-rata
Metode
Hasil
Rasioa
Pertumbuhan
Suhu0C
Thornthwaite-Mather
Pengukuran
……..mm……
Vegetatif (40)
34.09
256
223
0.87
Reproduktif (35)
34.53
219
491
2.24
Pemasakan (42)
35.11
260
434
1.67
Total (120)
34.63
754
1170
1.55

a

Rasio antara hasil pengukuran/ETp standar

Hasil perhitungan Metode Thornwaite-Mather dan pengukuran tersaji dalam
Tabel 3. Rata-rata suhu masing-masing fase vegetatif, reproduktif, pemasakan dan
total berturut-turut ialah 34.090C, 34.53 0C, 35.110C dan 34.630C.
evapotranspirasi Metode Thornwaite- Mather dari fase vegetatif didapat 256 mm,
sedangkan fase reproduktif lebih rendah yakni 219 mm, fase pemasakan lebih
tinggi yakni 260 mm dan total keseluruhan kehilangan air satu musim tanam ialah
754 mm. Perbandingan antara Metode Thornwaite-Mather dan hasil pengukuran
menunjukkan nilai yang berbeda. Hasil pengukuran cenderung lebih tinggi

12
dibanding hasil dugaan Metode Thornwaite- Mather. Hal ini diduga bahwa
variabel pengaruh evapotranspirasi hasil pengukuran tidak hanya dipengaruhi oleh
faktor suhu, melainkan banyak faktor seperti iklim (selisih tekanan uap dan radiasi
dari permukaan), kandungan air dan sifat fisik tanah serta jenis dan fase
pertumbuhan tanaman, sedangkan evapotranspirasi Metode Thornthwaite- Mather
hanya menggunakan suhu udara sebagai dasar perhitungan. Hal ini sejalan dengan
pernyataan Apriyana et al (1997) evapotranspirasi Metode Thornthwaite- Mather
hanya menggunakan suhu udara sebagai dasar perhitungan menghasilkan nilai
dugaan yang kurang baik disebabkan kecilnya fluktuasi suhu udara di daerah
tropis dibanding unsur iklim lainnya.
Nilai rasio pembagian hasil evapotranspirasi Metode Thornthwaite- Mather
dan evapotranspirasi hasil pengukuran dapat digunakan menjadi cerminan nilai Kc
tanaman padi. Nilai Kc adalah nilai koefisien konsumtif tanaman (Kc)
didefinisikan sebagai perbandingan antara besarnya evapotranspirasi potensial
dengan evaporasi acuan tanaman. Berdasarkan hasil, nilai rasio tanaman padi saat
fase reproduktif lebih tinggi dibandingkan fase lainnya dikarenakan pada fase ini
kebutuhan air tanaman tinggi pada saat pengisian bulir. Hal ini sejalan dengan
pernyataan Arsyad (2010) bahwa evaporasi maksimum terjadi pada saat bunting
dibawah kondisi sinar matahari maksimum dalam musim kemarau. Tinggi
rendahnya evapotranspirasi dalam satu musim tanam dipengaruhi pula oleh
rendahnya temperatur udara dalam bulan-bulan tersebut. Nilai Kc tanaman padi
varietas biasa dan varietas unggul menurut FAO dalam jangka waktu empat bulan
berkisar antara 0.95 hingga 1.1 (Standar Perencanaan Irigasi 1986).

Pengaruh Kepadatan Tanah dan Mulsa terhadap Pertumbuhan Padi Gogo
(Oryza sativa L.)
Perakaran
Pemadatan tanah berpengaruh langsung terhadap perkembangan akar.
Tabel 4 menunjukkan interaksi kepadatan tanah dan tutupan mulsa berpengaruh
nyata terhadap bobot basah akar. Secara umum bobot basah akar semakin
meningkat dengan meningkatnya tutupan mulsa dan semakin menurun dengan
meningkatnya kepadatan tanah. Hasil analisis ragam menunjukkan interaksi
kepadatan tanah dan tutupan mulsa berpengaruh nyata terhadap bobot basah akar
namun tidak berpengaruh nyata terhadap panjang akar dan bobot kering akar
(Tabel Lampiran 5).

Tabel 4 Pengaruh interaksi kepadatan tanah dan mulsa terhadap bobot basah akar
Perlakuan
Kepadatan
K1
K2
K3
a

Mulsa
M0
16.01ab
16.06ab
13.01a

M1
16.17ab
17.38b
14.68a

M2
15.33ab
15.07ab
17.66b

M3
16.99ab
15.80ab
15.66ab

Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji BNJ pada taraf 5 %

13

Bobot Basah Akar (g)

Berdasarkan grafik hubungan antara bobot basah akar dan tutupan mulsa
pada berbagai kepadatan tanah (gambar 3) menunjukkan adanya intaraksi yang
nyata. Hal ini dapat dilihat dari grafik yang saling silang. Umumnya semakin
tinggi mulsa, bobot basah akar semakin meningkat pada ketiga perlakuan
kepadatan. Nilai R2 < 50 % menunjukkan hubungan yang tidak erat karena titiktitik yang menyebar.
22
20
18

K1

16

R² = 0.0965
R² = 0.075
R² = 0.4256

14
12

K2
K3

10
0

30

60
90
Tutupan Mulsa (%)

120

Gambar 3 Hubungan antara bobot basah akar dengan tutupan mulsa
pada berbagai kepadatan tanah
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan masing-masing
kepadatan tanah dan tutupan mulsa tidak berpengaruh nyata terhadap panjang akar
dan bobot kering akar (Tabel Lampiran 5).
Beberapa pustaka menyebutkan bahwa agar akar tanaman, kecuali rambut
akar, dapat tumbuh dengan bebas memerlukan pori tanah dengan diameter lebih
besar dari 100 µm. Akar tanaman muda dapat tumbuh melewati pori media
tumbuh jika diameter pori media tersebut lebih besar dari pada diameter akar. Hal
ini terjadi jika pori kaku (rigid) dan agregat tanah memepunyai kekuatan yang
lebih tinggi dari tekanan akar. Jika akar tanaman menjumpai pori yang
diameternya lebih kecil dari diameter akar, akar tersebut akan memeperbesar
tekanan tumbuhnya untuk memperbesar pori. Pengaruh ukuran dan kekakuan pori
terhadap pertumbuhan akar tanaman telah diteliti oleh Kar dan Ghildyal (1975)
yang menunjukkan bahwa porositas tanah 51.6 % dengan ukuran pori lebih besar
dari 75 µm merupakan kondisi optimum untuk pertumbuhan akar tanaman padi.
Pada tanah yang kekakuan porinya rendah, akar tanaman dapat tetep tumbuh pada
pori yang berukuran kecil. Kar et al (1979) menunjukkan bahwa akar tanaman
padi dapat tumbuh pada tanah lempung liat berdebu walau ukuran pori terbanyak
pada tanah tersebut bervariasi dari 15 s/d 19 µm.
Panjang akar tidak berpengaruh nyata karena akar tanaman padi merupakan
akar serabut bergerak kseamping. Hal ini sejalan dengan pendapat Simanjuntak
(2005), ketika akar tanaman tumbuh pada lapisan gembur dan kemudian tertahan
oleh lapisan padat, maka akar akan membelok horizontal dan mungkin akan
tumbuh pada lapisan tersebut dengan ukuran pendek atau berkembang tidak
sempurna.
Tutupan mulsa tidak menunjukkan pengaruh nyata terhadap variabel
pengamatan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Jumin (2005) bahwa penggunaan
mulsa ditujukan untuk mencegah terjadinya pemadatan tanah, terutama pada

14
lapisan tanah bagian atas. Akar umumnya tumbuh menembus tanah namun pada
saat-saat tertentu ketika akar menemui lapisan tanah yang padat seperti halnya
pada pengaruh pemadatan, akar akan bergerak horizontal. Perlu diketahui bahwa
berkurangnya pertumbuhan akar tidak selalu menurunkan hasil tanaman, jika hara
dan air cukup untuk memenuhi kebutuhan tanaman (Islami dan Utomo 1995).
Tinggi Tanaman
Tanaman padi mulai muncul ke permukaan tanah 4 hari setelah tanam
(HST). Terdapat interaksi nyata antara kepadatan dan tutupan mulsa dalam
mempengaruhi tinggi tanaman 5 MST, tersaji dalam Tabel 5 dan sidik ragam
Tabel Lampiran 6. Pengaruh perlakuan tanpa mulsa menunjukkan tinggi tanaman
yang berbeda nyata dibanding perlakuan mulsa lainnya. Semakin tinggi
pemberian dosis mulsa, kebutuhan air semakin sedikit.

Tabel 5 Pengaruh interaksi kepadatan tanah dan mulsa terhadap tinggi tanaman
umur 5 MST
Mulsa

Perlakuan
Kepadatan

M0

M1
M2
Tinggi Tanaman (cm)
67.77abc
65.30abc
70.41abc
70.75abc
70.43abc
73.63abc

63.93abc
61.59a
62.71ab

K1
K2
K3

M3
75.76c
74.82bc
65.43abc

a

Angka-angka diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji BNJ pada taraf 5 %

Berikut adalah grafik hubungan antara tinggi tanaman dan tutupan mulsa
pada berbagai kepadatan saat umur 5 MST yang menujukkan interaksi nyata,
terlihat dari grafik yang tidak sejajar namun saling silang. Semakin tinggi tutupan
mulsa umumnya tinggi tanaman semakin meningkat. Pada kepadatan 1.0 g/cm3
menunjukkan tinggi tanaman yang semakin meningkat memiliki korelasi yang
berhubungan erat dilihat dari nilai koefisien deteminan (R2) tinggi.

Tinggi Tanaman (cm)

90.00
80.00

R² = 0.4372

70.00

R² = 0.8208
R² = 0.5103

60.00
50.00
40.00
30.00
0

30

60

90

120

Tutupan Mulsa (%)
K1

K2

K3

Gambar 4 Hubungan antara tinggi tanaman dengan tutupan mulsa pada
berbagai kepadatan tanah umur 5 MST

15
Hasil pengaruh masing-masing perlakuan kepadatan dan mulsa terhadap
tinggi tanaman dapat dilihat pada Tabel 5 dan Tabel 6 berikut.
Tabel 6 Pengaruh kepadatan tanah terhadap tinggi tanaman umur 7 dan 8 MST
Umur Tanaman (MST)a
Perlakuan
7
8
…..………..………cm………………….
Kepadatan
K1 ( 0.8 g/cm3)
87.64a
93.75a
K2 ( 1.0 g/cm3)
88.88a
94.72a
K3 ( 1.2 g/cm3)
92.34b
99.19b
a

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut
uji BNJ pada taraf 5 %

Hasil analisis ragam perlakuan kepadatan memiliki pengaruh nyata pada
tinggi tanaman saat 7 MST dan sangat nyata pada 8 MST (Tabel Lampiran 6).
Tanah yang semakin padat membuat pertumbuhan tanaman terhambat, namun
hasil menunjukkan tinggi tanaman semakin meningkat pada kepadatan tanah yang
tinggi. Hal ini diduga akar tanaman akan terus mencari sumber air dan hara, akar
tanaman tetap mampu menembus bagian gembur tanah dan bergerak horizontal
sehingga hasil pengamatan tinggi tanaman tidak jauh beda pada berbagai
perlakuan kepadatan. Menurut Simanjuntak (2005), ketika akar tanaman tumbuh
pada lapisan