Senyawa Kimia Bawang merah

hal ini memperlihatkan bahwa kulit bawang merah mempunyai senyawa aktif yang melindungi umbinya. Gambar 1. Bawang merah beserta kulitnya

2. Senyawa Kimia Bawang merah

Bawang merah memiliki karakteristik senyawa kimia, yaitu senyawa kimia yang dapat merangsang keluarnya air mata jika bawang merah tersebut disayat pada bagian kulitnya dan senyawa kimia yang mengeluarkan bau yang khas Lancaster dan Boland, 1990; Randle, 1997. Zat kimia yang dapat merangsang keluarnya air mata disebut lakrimator, sedangkan bau khas dari bawang merah disebabkan oleh komponen volatile minyak atsiri. Minyak atsiri dihasilkan oleh proses biokimia flavor, dimana flavor memiliki prekursor atau bahan dasar yang bereaksi dengan enzim spesifik dari bawang merah yang kemudian menghasilkan berbagai jenis zat kimia antara lain lakrimator, minyak atsiri, asam piruvat, dan amonia Lancaster dan Boland, 1990. Bawang merah mengandung senyawa senyawa yang dipercaya berkhasiat sebagai antiinflamasi dan antioksidan seperti kuersetin yang bertindak sebagai agen untuk mencegah sel kanker. Kuersetin, selain memiliki aktivitas sebagai antioksidan, juga dapat beraksi sebagai antikanker pada regulasi siklus sel, UNIVERSITAS SUMATERA UTARA berinteraksi dengan reseptor estrogen ER tipe II dan menghambat enzim tirosin kinase. Kandungan lain dari bawang merah diantaranya protein, mineral, sulfur, antosianin, kaemferol, karbohidrat, dan serat LIPI, 2010. Dari hasil skrining fitokimia, didapatkan hasil bahwa ekstrak umbi bawang merah Allium cepa L. mengandung senyawa flavonoid selain senyawa alkaloid, polifenol, seskuiterpenoid, monoterpenoid, steroid dan triterpenoid serta kuinon Soebagio, dkk., 2007. Kulit bawang merah banyak ditemukan sebagai limbah petani bawang merah. Kandungan kimia aktif dimaksudkan sebagai komponen aktif biologi terhadap manusia maupun hewan dan tumbuhan. Kandungan kimia aktif biologi dapat bersifat racun jika digunakan pada dosis yang tinggi, dengan demikian secara in vivo kematian suatu hewan percobaan dapat dipakai sebagai alat pemantau penapisan awal kandungan kimia aktif suatu bahan alam terhadap ekstrak, fraksi maupun isolat. Namun pengujian ini masih bersifat umum oleh karena itu perlu dilakukan uji lain yang lebih terarah untuk mengetahui aktivitas spesifiknya Meyer, 1982. Ekstraksi Hartati, dkk. 2007 menyatakan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat ketahanan kayu dari serangan faktor perusak yaitu faktor luar dan faktor dalam. Faktor luar berkaitan dengan kondisi lingkungan dimana kayu tersebut digunakan, sedangkan faktor dalam adalah pengaruh komponen kimia dari kayu yang bersangkutan. Dalam hal ini yang menjadi perhatian yakni ekstraksi berupa faktor luar dari lingkungan yang dikondisikan. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Ekstraksi adalah pemisahan satu atau beberapa bahan dari suatu padatan atau cairan dengan bantuan pelarut. Campuran bahan padat maupun cair biasanya bahan alami seringkali tidak dapat atau sulit dipisahkan dengan metode pemisah mekanik, misalnya karena komponennya bercampur secara homogen. Campuran bahan yang tidak dapat atau sukar dipisahkan dengan metode pemisahan mekanik adalah dengan metode ekstraksi Tohir, 2010. Ekstrak tumbuh-tumbuhan yang berasal dari kayu, kulit, daun, bunga, buah atau biji, diperkirakan berpotensi mencegah pertumbuhan jamur ataupun menolak kehadiran serangga perusak. Ekstraksi merupakan peristiwa pemindahan massa zat aktif yang semula berada dalam sel ditarik oleh pelarut sehingga terjadi larutan zat aktif dalam pelarut tersebut. Pada umumnya ekstraksi akan bertambah baik bila permukaan serbuk simplisia yang bersentuhan dengan pelarut makin luas. Dengan demikian, makin halus serbuk simplisia, seharusnya makin baik ekstraksinya. Tetapi dalam pelaksanaannya tidak selalu demikian karena ekstraksi masih tergantung juga pada sifat fisik dan kimia simplisia yang bersangkutan. Campuran bahan padat maupun cair biasanya bahan alami seringkali tidak dapat atau sulit dipisahkan dengan metode pemisah mekanik, misalnya karena komponennya bercampur secara homogen. Campuran bahan yang tidak dapat atau sukar dipisahkan dengan metode pemisahan mekanik adalah dengan metode ekstraksi Tohir, 2010. Ekstraksi bisa dilakukan dengan maserasi. Maserasi merupakan cara yang sederhana. Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk sampel dalam pelarut. Pelarut akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang UNIVERSITAS SUMATERA UTARA mengandung zat-zat aktif sehingga zat aktif akan larut. Adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel, maka larutan yang pekat di desak keluar. Pelarut yang digunakan dapat berupa air, etanol, air dan etanol atau pelarut lain. Keuntungan cara ekstraksi ini, adalah cara pengerjaan atau peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan. Sedangkan kerugiannya adalah waktu pengerjaannya lama dan ekstraksi kurang sempurna Ahmad, 2006. Browning 1967 mendefinisikan zat ekstraktif sebagai zat-zat dalam kayu yang mudah larut dalam pelarut netral atau pelarut organik. Zat ekstraktif ini bukan merupakan bagian struktural dinding sel kayu, tetapi sebagai zat pengisi rongga sel. Selanjutnya Findlay 1978 berpendapat bahwa selain disusun oleh tiga unsur utama lignin, selulosa, hemiselulosa terdapat pula sejumlah kecil bahan atau unsur yang disebut ekstraktif yang bisa diperoleh melalui ekstraksi. Harun dan Labosky 1985, menyatakan bahwa efektifitas ekstraktif kulit kayu dalam memperlambat aktivitas rayap dan pertumbuhan jamur tidak hanya tetgantung pada sifat racun yang ada pada ekstraktif tersebut tetapi juga disebabkan oleh konsentrasinya. Sjostrom 1998 menggolongkan ekstraktif kedalam tiga sub grup, yaitu: a. Komponen alifatik meliputi: alkena, alkohol, lemak, asam lemak, lemak etergliserol, malam waxes, dan suberin polystelides. b. Terpene dan Terpenoid dapat mengandung gugus hidroksil, karbonil, karboksil dan ester. Salah satu contoh dari terpenoid adalah poliprenol. c. Senyawa fenolik sangat heterogen dan dibedakan atas lima golongan yakni tannin terhidrolisis, tannin terkondensasi flavonoid, lignin, stilbena, tropolon. Meskipun fenolik terkondensasi di dalam kayu dan kulit dan hanya sedikit UNIVERSITAS SUMATERA UTARA yang terdapat di dalam xylem, namun fenolik ini mempunyai fungsi sebagai fungisida secara efektif melindungi kayu dari serangan organisme perusak. Selain itu juga meningkatkan pewarnaan pada kayu. Findlay 1978 menjelaskan bahwa zat ekstraktif memberi karakteristik warna tersendiri dan memberi ketahanan alami pada kayu. Lebih lanjut dikatakan bahwa beberapa kayu dari hutan tropika mengandung zat ekstraktif yang bersifat racun, seperti alkaloid yang secara tetap menyebabkan iritasi atau menyebabkan gatal-gatal bagi orang yang menyentuhnya. Biotermitisida Alamiah Insektisida adalah pestisida khusus yang digunakan untuk membunuh serangga dan invertebrata lain. Secara harfiah insektisida berarti pembunuh serangga, berasal dari Bahasa Latin cida yang berarti pembunuh. Istilah pestisida mempunyai arti yang lebih luas, yang berarti pembunuh pest organisme pengganggu secara umum. Selain insektisida, yang tergolong pestisida adalah akarisida pembunuh tungau, herbisida pembunuh gulma, fungisida pembunuh jamur, dan nematisida pembunuh nematoda. Kelompok pestisida lain bahkan mempunyai nama yang lebih khusus, misalnya aphisida pembunuh kutu aphid dan termitisida bila digunakan untuk rayap. Semua pestisida ini digunakan untuk pengendalian, pencegahan atau penolakan suatu organisme penganggu pest Natawiria, 1973. Akhir-akhir ini telah berkembang pemanfaatan bahan-bahan alamiah yang lebih ramah lingkungan sebagai material dasar termisida. Isolasi dan identifikasi komponen bioaktif zat-zat estraktif dari tumbuhan yang secara alamiah memiliki UNIVERSITAS SUMATERA UTARA keawetan yang tinggi telah banyak dilakukan misalnya: ekstrak kayu sonokeling dan nyatoh Suparjana, 2000, ekstrak kayu tanjung dan kayu sawo kecik Anisah, 2001, resin damar mata kucing Sari, dkk., 2004, dan ekstrak kulit pucung Sari dan Hadikusumo, 2004. Pestisida nabati adalah pestisida yang bahan dasarnya berasal dari tanaman atau tumbuhan. Pestisida nabati bisa dibuat secara sederhana yaitu dengan menggunakan hasil perasan, ekstrak, rendaman atau rebusan bagian tanaman baik berup a daun, batang, akar, umbi, biji ataupun buah. Pestisida atau biotermitisida sangat diperlukan dalam pengendalian hama sesuai dengan dosis yang dianjurkan. Senyawa bioaktif hampir selalu toksik pada dosis tinggi, oleh karena itu daya bunuh in vivo dari senyawa terhadap organisme hewan dapat digunakan untuk menapis ekstrak tumbuhan yang mempunyai bioaktivitas dan juga memonitor fraksi bioaktif selama fraksinasi dan pemurnian. Salah satu organisme yang sesuai untuk hewan yang menyerang kayu yakni rayap Natawiria, dkk., 1973. Pengumpanan adalah salah satu teknik pengendalian rayap tanah yang ramah lingkungan. Dilakukan dengan menginduksikan racun slow action ke dalam umpan, dengan sifat trofalaksisnya kayu tersebut dimakan rayap pekerja dan disebarkan ke dalam koloninya. Teknik pengumpanan selain untuk mengendalikan juga dapat digunakan untuk mempelajari keragaman rayap. Pemakaian teknik pengumpanan apabila dibandingkan dengan teknik pengendalian rayap yang lain memiliki keunggulan yaitu tidak mencemari tanah, sasaran bersifat spesifik, dan memudahkan pengambilan sampel French, 1994. Selain itu prinsip metode ini adalah memanfaatkan salah satu perilaku rayap, yaitu tropalaksis yang menunjang tersebarnya insektisida ke seluruh anggota koloni UNIVERSITAS SUMATERA UTARA melalui mekanisme saling menyuap dan saling menjilat antar anggota koloni, khususnya rayap pekerja. Rayap 1. Rayap sebagai Organisme Perusak Rayap merupakan serangga sosial yang termasuk ke dalam ordo Isoptera dan terutama terdapat di daerah-daerah tropika. Di Indonesia rayap tegolong ke dalam kelompok serangga perusak kayu. Rayap merupakan salah satu jenis serangga dalam ordo Isoptera. Dalam siklus hidupnya, rayap mengalami proses metamorfosis bertahap atau gradual, dari telur kemudian nimfa akan menjadi dewasa melalui beberapa bentuk perubahan instar Prasetiyo dan Yusuf, 2005. Kerusakan akibat serangan rayap tidak kecil. Binatang kecil yang tergolong ke dalam binatang sosial ini, mampu menghancurkan bangunan yang berukuran besar dan menyebabkan kerugian yang besar pula Kadarsah, 2005. Rayap selalu hidup dalam satu kelompok yang disebut koloni dengan pola hidup sosial. Satu koloni terbentuk dari sepasang laron alates betina dan jantan yang melakukan kopulasi dan mampu memperoleh habitat yang cocok yaitu bahan berselulosa untuk membentuk sarang utama. Koloni rayap dapat juga terbentuk dari fragmen koloni yang terpisah dari koloni utama karena sesuatu bencana yang menimpa koloni utama itu. Individu betina pertama yang dapat kita sebut ratu meletakkan beribu-ribu telur yang kemudian menetas dan berkembang menjadi individu-individu yang polimorfis, sub kelompok yang berbeda bentuk yaitu kasta pekerja, kasta prjurit dan neoten, di samping itu terdapat juga UNIVERSITAS SUMATERA UTARA individu individu muda pradewasa yang biasa disebut nimfa atau larva Prianto, dkk., 2006. Rayap termasuk ke dalam ordo isoptera, mempunyai 7 tujuh famili termitidae yang merupakan kelompok rayap tinggi. Rayap merupakan serangga pemakan kayu Xylophagus atau bahan-bahan yang mengandung selulosa. Rayap juga hidup berkoloni dan mempunyai sistem kasta dalam kehidupannya. Kasta dalam rayap menurut Nandika, dkk., 2003, terdiri dari 3 tiga kasta yaitu : - Kasta prajurit, kasta ini mempunyai ciri-ciri kepala yang besar dan penebalan yang nyata dengan peranan dalam koloni sebagai pelindung koloni terhadap gangguan dari luar. Kasta ini mempunyai mandible yang sangat besar yang digunakan sebagai senjata dalam mempertahankan koloni. - Kasta pekerja, kasta ini mempunyai warna tubuh yang pucat dengan sedikit kutikula dan menyerupai nimfa. Kasta pekerja tidak kurang dari 80-90 populasi dalam koloni. Peranan kasta ini adalah bekerja sebagai pencari makan, memberikan makan ratu rayap, membuat sarang dan memindahkan makanan saat sarang terancam serat melindungi dan memelihara ratu. - Kasta reproduktif, merupakan individu-individu seksual yang terdiri dari betina yang bertugas bertelur dan jantan yang bertugas membuahi betina. Ukuran tubuh ratu mencapai 9 cm atau lebih. Menurut Nandika dan Tambunan 1990, dalam hidupnya rayap mempunyai beberapa sifat yang penting untuk diperhatikan yaitu: 1. Sifat Trophalaxis, yaitu sifat rayap untuk berkumpul saling menjilat serta mengadakan pertukaran bahan makanan. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2. Sifat Cryptobiotic, yaitu sifat rayap untuk menjauhi cahaya. Sifat ini tidak berlaku pada rayap yang bersayap calon kasta reproduktif dimana mereka selama periode yang pendek di dalam hidupnya memerlukan cahaya terang. 3. Sifat Kanibalisme, yaitu sifat rayap untuk memakan individu sejenis yang lemah dan sakit. Sifat ini lebih menonjol bila rayap berada dalam keadaan kekurangan makanan. 4. Sifat Necrophagy, yaitu sifat rayap untuk memakan bangkai sesamanya. Setiap jenis rayap memiliki perbedaan wilayah jelajah yang dipengaruhi oleh karakteristik rayap, kualitas habitat, dan kemampuan bergerak mobilitas rayap. Semakin banyak sumber makanan yang tersedia di tempat hidupnya, wilayah jelajah rayap menjadi lebih sempit. Berbeda dengan tempat tinggal yang jarang sumber makanannya, rayap akan bergerak menjelajah wilayah yang lebih luas. Karena itu, tidak mengherankan jika rayap bisa beraktivitas jauh dari sarang utamanya koloninya. Di lapangan sering ditemukan adanya serangan rayap di gedung bertingkat di lantai 40, padahal sarang rayap berada jauh di bawah gedung Prasetiyo dan Yusuf, 2005. Rayap mempunyai ukuran tubuh yang lebih kecil sehingga luas permukaan luar tubuh rayap relatif lebih besar untuk bersentuhan dengan insektisida. Bagian kutikel pada tubuh rayap yang terdapat pori dan lubang keluar kelenjar epidermis dan sensila berperan penting dalam melewatkan insektisida ke dalam tubuh rayap Nandika dan Tambunan, 1990 . Aktivitas makan rayap juga berbeda-beda bergantung jenis rayapnya. Rayap mempunyai simbion pada usus belakang. Jumlah dan tipe simbion bervariasi dari satu jenis rayap dengan jenis rayap yang lain. Ukuran mandibel, UNIVERSITAS SUMATERA UTARA tingkah laku mencari makan, ketergantungan terhadap faktor lingkungan, komposisi simbiotik dari usus, ketahanan terhadap zat beracun akan merangsang aktivitas makan rayap Supriana, 1985.

2. Rayap Tanah