PERBEDAAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS DAN SELF-REGULATED LEARNING SISWA ANTARA MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DAN PENEMUAN TERBIMBING DI SMAN 1 BINJAI KABUPATEN LANGKAT.

(1)

PERBEDAAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS DAN SELF-REGULATED LEARNING SISWA ANTARAMODEL

PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DAN PENEMUAN TERBIMBING DI SMAN 1

BINJAI KABUPATEN LANGKAT

TESIS

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan pada

Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh :

NUR TRI JULIA NIM : 8146171061

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

MEDAN

2016


(2)

i ABSTRAK

NUR TRI JULIA. Perbedaan Kemampuan Penalaran Matematis dan Self-Regulated Learning Siswa Antara Model Pembelajaran Berbasis Masalah

dan Penemuan Terbimbing di SMAN 1 Binjai Kabupaten Langkat. Tesis. Medan: Program Studi Pendidikan Matematika Pasca Sarjana Universitas Negeri Medan, 2016.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) Perbedaan kemampuan penalaran matematis antara siswa yang diajar dengan pembelajaran berbasis masalah dan siswa yang diajar dengan pembelajaran penemuan terbimbing, (2) Perbedaan self-regulated learning antara siswa yang diajar dengan pembelajaran berbasis masalah dan siswa yang diajar dengan pembelajaran penemuan terbimbing, (3) Interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan awal matematika terhadap kemampuan penalaran matematis siswa, (4) Interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan awal matematika terhadap self-regulated learning siswa. Populasi penelitian adalah seluruh siswa SMAN 1 Binjai Kabupaten Langkat. Sampel penelitian adalah kelas X diambil secara acak sebanyak 2 kelas berjumlah 72 orang siswa. Analisis data dilakukan dengan Uji ANAVA Dua Jalur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Terdapat perbedaan kemampuan penalaran matematis antara siswa yang diajar dengan pembelajaran berbasis masalah dan siswa yang diajar dengan pembelajaran penemuan terbimbing, (2) Terdapat perbedaan self-regulated learning antara siswa yang diajar dengan pembelajaran berbasis masalah dan siswa yang diajar dengan pembelajaran penemuan terbimbing, (3) Tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan awal matematika terhadap kemampuan penalaran matematis siswa, (4) Tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan awal matematika terhadap self-regulated learning siswa.

Kata Kunci: Pembelajaran Berbasis Masalah, Pembelajaran Penemuan Terbimbing, Penalaran Matematis, dan Self-Regulated Learning


(3)

ii ABSTRACT

NUR TRI JULIA. The Difference of Students’ Mathematical Reasoning Ability and Self-Regulated Learning Between Problem-Based Learning Model and Guided Discovery Learning In SMA Negeri 1 Binjai Kabupaten Langkat. Thesis. Medan: Mathematics Education Study Program Post Graduate State University of Medan, 2016.

The aims of this study were to determine: (1) The difference of mathematical reasoning ability between students taught by problem-based learning and students taught by guided discovery learning, (2) The difference of self-regulated learning between students taught by problem-based learning and students taught by guided discovery learning, (3) The interaction between the learning model and the students’ previous mathematics ability toward students’ mathematical reasoning ability, (4) The interaction between the learning model and the students’ previous mathematics ability toward students’ self-regulated learning. The population was all of students of the State Senior High School 1 Binjai Kabupaten Langkat. Samples were two classes of grade X randomly selected consisted of 72 students. The data were analysed by Two Way ANAVA. The result showed that: (1) There was difference of mathematical reasoning ability between students taught by problem-based learning and students taught by guided discovery learning, (2) There was difference of self-regulated learning between students taught by problem-based learning and students taught by guided discovery learning, (3) There is no interaction between the learning model and the students’ previous mathematics ability toward students’ mathematical reasoning ability, (4) There is no interaction between the learning model and the students’ previous mathematics ability toward students’ self-regulated learning.

Keywords: Problem-Based Learning Model, Guided Discovery Learning, Mathematical Reasoning, and Self-Regulated Learning


(4)

iii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Perbedaan Kemampuan Penalaran Matematis dan Self-Regulated Learning Siswa Antara Model Pembelajaran Berbasis Masalah dan Penemuan Terbimbing di SMAN 1 Binjai Kabupaten Langkat” dengan baik. Salawat dan salam penulis sanjungkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai pembawa risalah ummat. Tesis ini disusun dalam rangka memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar Magister Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Matematika di Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Tesis ini tidak akan mendapatkan suatu hasil yang baik tanpa adanya bimbingan, bantuan, saran serta doa dari berbagai pihak. Dengan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kapada semua pihak yang telah banyak membantu selesainya penulisan Tesis ini, 1. Secara khusus dan istimewa penulis mengucapkan terima kasih dan hormat

kepada Ayahanda Tugio dan Ibunda Sumiati untuk semua kasih sayang, doa, motivasi, jerih payah serta dukungan penuh untuk setiap langkah dalam menyelesaikan perkuliahan dan penulisan tesis ini.

2. Bapak Dr. E. Elvis Napitupulu, M.S, selaku dosen pembimbing I dan Bapak Prof. Dr. Mukhtar, M.Pd, selaku dosen pembimbing II yang telah meluangkan waktu di sela-sela kesibukannya untuk memberikan banyak ilmu, bimbingan, arahan dan saran-saran yang sangat berarti bagi penulis dalam penyusunan tesis ini sampai selesai.

3. Bapak Prof. Dr. Hasratuddin, M.Pd, Bapak Dr. Asrin Lubis, M.Pd, dan Bapak Dr. Edy Surya, M.Si selaku narasumber yang telah banyak memberikan saran dan kritik yang membangun dalam penyempurnaan dan menjadi motivator dalam penyelesaian tesis ini.

4. Bapak Prof. Dr. Syawal Gultom, M.Pd, selaku rektor universitas negeri medan.


(5)

iv

5. Bapak Prof. Dr. Edi Syahputra, M.Pd dan Bapak Dr. Mulyono, M.Si selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Pendidikan Matematika Pascasarjana UNIMED serta Bapak Dapot Tua Manullang, M.Si selaku Staf Program Studi Pendidikan Matematika.

6. Bapak Direktur dan Asisten Direktur I Program Pascasarjana UNIMED. 7. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Pendidikan Matematika Program

Pascasarjana UNIMED yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan yang bermakna kepada penulis selama menjalani pendidikan.

8. Seluruh staf pegawai di lingkungan Pascasarjana UNIMED.

9. Kepada Bapak Suyoto, S.Pd., M.Si, selaku kepala sekolah, Bapak M. Sueb, S.Pd, selaku wakil kepala sekolah dan Ibu Leny Farida Yanti, S.Pd, selaku guru mata pelajaran kelas X SMAN 1 Binjai Kabupaten Langkat telah memberikan kesepatan dan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian. 10. Kepada saudaraku, kak Ira dan suaminya bang Arsyad, bang Heri dan

adikku Bambang Jayadi, serta keponakanku Maulana Habib dan Inayah Al-Lubna, yang telah memberikan doa, dukungan dan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dengan baik.

11. Teman seperjuanganku, kak Lilis, Husna, Anim, Fadliyani, kak Siska, Kika, bang Integrasi, dan seluruh teman-teman Dikmat A-2 yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Semoga Allah SWT memberikan balasan yang baik atas bantuan dan bimbingan yang diberikan. Dengan segala kekurangan dan keterbatasan penulis berharap semoga tesis ini dapat memberi sumbangsi dalam memperkaya khasanah ilmu dalam bidang pendidikan dan menjadi masukan bagi penelitian lebih lanjut.

Medan, September 2016


(6)

v

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ..………….……….. i

ABSTRACT ..………….……….. ii

KATA PENGANTAR ………... iii

DAFTAR ISI ………. v

DAFTAR TABEL ………... vii

DAFTAR GAMBAR ……….... ix

DAFTAR LAMPIRAN ……….. x

BAB I PENDAHULUAN ……….. 1

1.1 Latar Belakang Masalah ……….. 1

1.2 Identifikasi Masalah ……….. 14

1.3 Batasan Masalah ……… 14

1.4 Rumusan Masalah ………. 15

1.5 Tujuan Penelitian ……….. 15

1.6 Manfaat Penelitian ……….. 16

BAB II KAJIAN PUSTAKA ……….. 17

2.1 Kerangka Teoritis ……….………. 17

2.1.1 Kemampuan Penalaran Matematis ………... 17

2.1.2 Self-Regulated Learning ……..………. 21

2.1.3 Model Pembelajaran Berbasis Masalah …..……….. 26

2.1.4 Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing ..……….. 37

2.1.5 Perbedaan Pedagogik antara Pembelajaran Berbasis Masalah dan Pembelajaran Penemuan Terbimbing ..……… 47

2.1.6 Kemampuan Awal Matematika ……….. 49

2.1.7 Pengertian Interaksi ……….. 50

2.1.8 Hasil Penelitian yang Relevan ……… 51

2.2 Kerangka Konseptual dan Hipotesis ..……...………. 53

2.2.1 Kerangka konseptual ……….. 53

2.2.2 Hipotesisi Penelitian ………... 59

BAB III METODE PENELITIAN ………. 61

3.1 Jenis Penelitian ....……… 61

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ……… 61

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ...……… 62

3.4 Desain Penelitian .………. 63

3.5 Variabel Penelitian ………..………. 64

3.6 Definisi Operasional ……… 65

3.7 Instrumen Penelitian ………. 67

3.8 Uji Coba Perangkat Pembelajaran dan Instrumen Penelitian …... 71

3.9 Prosedur Penelitian ………... 78

3.10 Teknik Analisis Data ……….. 83

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ……… 91

4.1 Hasil Penelitian ………. 91


(7)

vi

4.1.2 Deskripsi Data Posttest Kemampuan Penalaran Matematis ……... 97

4.1.3 Deskripsi Data Skala Self-Regulated Learning Siswa ……… 105

4.2 Pembahasan Hasil Penelitian ………... 113

4.2.1 Faktor Pembelajaran ………. ……….. 113

4.2.2 Kemampuan Penalaran Matematis Siswa ………. 116

4.2.3 Self-Regulated Learning Siswa ………. 119

4.2.4 Interaksi antara Model Pembelajaran dan Kemampuan Awal Matematika Terhadap kemampuan Penalaran Matematis Siswa … 121 4.2.5 Interaksi antara Model Pembelajaran dan Kemampuan Awal Matematika Terhadap kemampuan Penalaran Matematis Siswa … 122 4.2.6 Keterbatasan Penelitian ………. 123

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ………...………... 126

5.1 Simpulan ……….. 126

5.2 Saran ……… 126

DAFTAR PUSTAKA …….………. 129


(8)

vii

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1 Sintaks Pembelajaran Berbasis Masalah ...32 Tabel 2.2 Sintaks Pembelajaran Penemuan Terbimbing ...43 Tabel 2.3 Perbedaan Pedagogik antara Pembelajaran Berbasis

Masalah dan Pembelajaran Penemuan Terbimbing ...47 Tabel 3.1 Desain Penelitian ...64 Tabel 3.2 Keterkaitan antara Variabel Bebas,

Variabel Terikat dan Variabel Kontrol ...65 Tabel 3.3 Jumlah Siswa Berdasarkan Kategori KAM ...68 Tabel 3.4 Kisi-kisi Tes Kemampuan Penalaran Matematis ...69 Tabel 3.5 Pedoman Penskoran Soal Kemampuan

Penalaran Matematis ...69 Tabel 3.6 Kisi-kisi Skala Self-Regulated Learning siswa ...71 Tabel 3.7 Rangkuman Hasil Validasi Perangkat Pembelajaran

Oleh Para Ahli ...72 Tabel 3.8 Hasil Uji Validitas Butir Tes Kemampuan Penalaran

Matematis ...74 Tabel 3.9 Klasifikasi Koefisien Reliabilitas ...75 Tabel 3.10 Klasifikasi Koefisien Daya Pembeda ...76 Tabel 3.11 Hasil Anallisis Daya Pembeda Tes Kemampuan

Penalaran matematis ...77 Tabel 3.12 Klasifikasi Koefisien Tingkat Kesukaran ...77 Tabel 3.13 Hasil Analisis Tingkat Kesukaran Tes Kemampuan

Penalaran Matematis ………. 78

Tabel 3.14 Keterkaitan antara Rumusan Masalah, Hipotesis, Data,

Alat Uji, dan Uji Statistik yang Digunakan ……… 89 Tabel 4.1 Rata-rata dan Standar Deviasi Data KAM ……….. 91 Tabel 4.2 Deskripsi Pengelompokkan Siswa Berdasarkan KAM ……… 93 Tabel 4.3 Hasil Uji Normalitas Data KAM Siswa……… 95 Tabel 4.4 Hasil Uji Homogenitas Varians Data KAM Siswa ………….. 96 Tabel 4.5 Hasil Perhitungan Uji Kesamaan Dua Rata-rata KAM ……… 97 Tabel 4.6 Data Posttest Kemampuan Penalaran Matematis Siswa ……… 97 Tabel 4.7 Rata-rata Posttest Kemampuan Penalaran Matematis Siswa

Berdasarkan Indikator ……… 98 Tabel 4.8 Rata-rata Posttest Kemampuan Penalaran Matematis Siswa

Berdasarkan KAM ….……… 99 Tabel 4.9 Hasil Uji Normalitas Posttest Kemampuan Penalaran

Matematis Siswa ……… 101 Tabel 4.10 Hasil Uji Homogenitas Varians Posttest Kemampuan

Penalaran Matematis Siswa ……….. 102 Tabel 4.11 Hasil Perhitungan ANAVA Dua Jalur Data

Data Kemampuan Penalaran Matematis Siswa ……… 103 Tabel 4.12 Data Skala Self-Regulated Learning Siswa ………. 105 Tabel 4.13 Rata-Rata Data Skala Self-Regulated Learning Siswa


(9)

viii

Tabel 4.14 Rata-Rata Data Skala Self-Regulated Learning Siswa

Berdasarkan Kategori KAM ...………. 107 Tabel 4.15 Hasil Uji Normalitas Data Skala Self-Rgulated Learning

Siswa ……… 108 Tabel 4.16 Hasil Uji Homogenitas Data Skala Self-Rgulated Learning

Siswa ……… 109 Tabel 4.17 Hasil Perhitungan ANAVA Dua Jalur Data Skala


(10)

ix

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.1 Jawaban Siswa Soal Penalaran Matematis ………. 5

Gambar 2.1 Tidak Terdapat Interaksi ……… 50

Gambar 2.2 Interaksi Ordinal ……… 51

Gambar 2.3 Interaksi Disordinal ……… 51

Gambar 3.1 Diagram Alur Penelitian ………. 81

Gambar 4.1 Diagram Rata-rata dan Standar Deviasi Data KAM ……... 92

Gambar 4.2 Diagram Rata-rata Skor KAM (tinggi, sedang dan rendah) Berdasarkan Kelas Eksperimen ……… 93

Gambar 4.3 Diagram Data Posttest Kemampuan Penalaran Penalaran Matematis Siswa ……… 98

Gambar 4.4 Diagram Rata-rata Posttest Kemampuan Penalaran Matematis Siswa Berdasarkan Indikator ……… 99

Gambar 4.5 Diagram Rata-rata Posttest Kemampuan Penalaran Matematis Siswa Berdasarkan KAM ………. 100

Gambar 4.6 Tidak Terdapat Interaksi antara Model Pembelajaran dan KAM Terhadap Kemampuan Penalaran Matematis Siswa... 104

Gambar 4.7 Diagram Data Skala Self-Regulated Learning Siswa ……… 105

Gambar 4.8 Diagram Rata-rata Data Skla Self-Regulated Learning Siswa Berdasarkan Indikator ……….. 106

Gambar 4.9 Diagram Rata-rata Data Skla Self-Regulated Learning Siswa Berdasarkan Kategori KAM ……….. 107

Gambar 4.10 Tidak Terdapat Interaksi antara Model Pembelajaran dan KAM Terhadap Self-Regulated Learning Siswa ..………… 112


(11)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan salah satu aspek dalam kehidupan yang memegang peranan penting. Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu upaya untuk memberikan pengetahuan, wawasan, keterampilan dan keahlian tertentu kepada individu untuk mengembangkan bakat serta kepribadiannya. Hal ini sesuai dengan UU No. 20 tahun 2003 pasal 3 tentang Pendidikan Nasional (BSNP, 2006), yang menyatakan bahwa :

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi Manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Salah satu cabang ilmu pengetahuan yang turut dalam memajukan pendidikan adalah matematika. Matematika merupakan ilmu utama yang mendasari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Matematika mempunyai peranan penting dalam mengembangkan daya pikir manusia. Oleh sebab itu, mata pelajaran matematika perlu diajarkan kepada siswa mulai dari SD hingga SLTA dan di perguruan tinggi agar mereka mempunyai bekal untuk menggunakan matematika secara fungsional dalam kehidupan sehari-hari dan mempunyai dasar dalam mempelajari bidang ilmu pengetahuan yang lain. Sejalan dengan hal tersebut, Cockcroft (1982) menjelaskan pentingnya mengajarkan


(12)

2

matematika kepada siswa yaitu karena matematika (1) menyediakan sarana komunikasi yang kuat, singkat, dan jelas; (2) dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara; (3) dapat digunakan dalam berbagai bidang lainnya; (4) meningkatkan kemampuan berpikir logis, ketelitian, dan kesadaran keruangan.

Selain itu tujuan pembelajaran matematika menurut National Council of

teacher of mathematics (NCTM, 2000) mencakup lima hal, yang disebut standar

proses. Kelima standar proses tersebut adalah “pemecahan masalah (problem

solving), penalaran (reasoning), komunikasi (communication), koneksi (connection), dan representasi (representation)”. Kelima standar proses menurut NCTM di atas sejalan dengan tujuan pembelajaran matematika pada pendidikan dasar dan menengah menurut Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan yang diterbitkan Depdiknas RI (2006). Tujuan pembelajaran matematika menurut Depdiknas adalah agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut :

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. 3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami

masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.


(13)

3

Berdasarkan tujuan pembelajaran matematika tersebut, salah satu tujuan pembelajaran matematika adalah kemampuan penalaran. Kemampuan penalaran merupakan suatu kegiatan, suatu proses atau suatu aktivitas berpikir untuk menarik kesimpulan atau membuat suatu pernyataan baru yang benar berdasar pada beberapa pernyataan yang kebenarannya telah dibuktikan atau diasumsikan sebelumnya (Shadiq, 2008). Secara garis besar penalaran matematis dapat digolongkan menjadi dua jenis yaitu penalaran induktif dan penalaran deduktif. Penalaran induktif adalah proses berpikir yang berusaha menghubungkan fakta-fakta atau kejadian-kejadian khusus yang sudah diketahui menuju kepada suatu kesimpulan yang bersifat umum. Penalaran deduktif adalah proses berpikir untuk menarik kesimpulan tentang hal khusus yang berpijak pada hal umum atau hal yang sebelumnya telah dibuktikan (diasumsikan) kebenarannya (Bani, 2011).

Penalaran merupakan salah satu kemampuan matematis yang sangat erat kaitannya dengan matematika. Depdiknas (Shadiq, 2008) menyatakan bahwa

“materi matematika dan penalaran matematis merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan, yakni materi matematika dipahami melalui penalaran dan penalaran matematis dipahami dan dilatihkan melalui belajar materi matematika”. Hal ini menunjukkan pentingnya kemampuan penalaran dalam pembelajaran matematika. Pola bernalar yang dikembangkan dalam matematika tersebut memang membutuhkan dan melibatkan pemikiran kritis, sistematis, logis dan kreatif. Kemampuan bernalar tidak hanya dibutuhkan para siswa ketika mereka belajar matematika maupun pelajaran lainnya, namun sangat dibutuhkan setiap manusia

di saat memecahkan masalah. Oleh karena itu pembelajaran matematika di sekolah harus dapat menyiapkan siswa untuk memiliki kemampuan penalaran


(14)

4

sebagai bekal untuk menghadapi tantangan dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Selain itu, pembelajaran yang lebih menekankan aktivitas penalaran sangat mempengaruhi tercapainya prestasi matematika siswa yang tinggi.

Namun pada kenyataannya prestasi matematika masih belum memuaskan. Seperti yang dilansir oleh TIMSS (Trend in International Mathematics and

Science Study) survei internasional tentang prestasi matematika dan sains,

memperlihatkan bahwa skor yang diraih Indonesia masih dibawah skor rata-rata internasional. Hasil studi TIMSS tahun 2011, Indonesia berada diperingkat ke-38 dari 42 negara peserta dengan skor rata-rata 386 sedangkan skor rata-rata internasional 500 (Mullis, et al, 2012).

Berdasarkan hasil TIMSS diatas menunjukkan bahwa kemampuan matematika siswa tergolong rendah. Rendahnya kemampuan matematika ditandai dengan rendahnya kemampuan penalaran matematis. Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Priatna (dalam Riyanto & Siroj, 2011), yang menunjukkan bahwa kualitas kemampuan penalaran matematik siswa belum memuaskan, yaitu sekitar 49 % dari skor ideal. Kondisi yang tidak jauh berbeda juga terjadi dilapangan yang menunjukkan bahwa hasil pembelajaran matematika dalam aspek penalaran masih rendah. Hal ini terlihat dari tes diagnosa pada siswa SMA Negeri 1 Binjai ketika diberi soal sebagai berikut :

“Sebuah tangga disandarkan pada dinding dengan posisi miring dan membentuk sudut sebesar 300 terhadap lantai. Jika jarak antara ujung tangga bagian atas dengan tanah adalah 6 m, berapakah jarak antara ujung tangga bagian bawah dengan dinding?”


(15)

5

Jawaban dari salah satu siswa sebagai berikut:

Gambar 1.1. Jawaban siswa soal penalaran matematis

Dari hasil salah satu jawaban siswa di atas menunjukkan bahwa siswa mengalami masalah dan kesulitan dalam menganalisis situasi matematik, dan dalam mengajukan dugaan. Sehingga dalam penyelesaiannya diperoleh hasil yang tidak benar. Dari hasil kerja siswa terhadap soal ini disimpulkan kemampuan penalaran matematis siswa SMAN 1 Binjai masih sangat rendah.

Salah satu penyebab kurangnya kemampuan penalaran matematis siswa adalah proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru di kelas kurang melibatkan siswa dalam proses pembelajaran atau tidak terjadi diskusi antara siswa dengan siswa dan siswa dengan guru. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Trianto (2011)

bahwa “proses pembelajaran selama ini masih memberikan dominasi guru dan

tidak memberikan akses bagi siswa untuk berkembang secara mandiri”. Dalam proses pembelajaran, siswa tidak mengeksplorasi, menemukan sifat-sifat, menyusun konjektur kemudian mengujinya tetapi hanya menerima apa yang diberikan oleh guru atau siswa hanya menerima apa yang dikatakan oleh guru. Hal ini mengakibatkan pengetahuan yang dimiliki oleh siswa hanya terbatas pada apa yang dikatakan oleh guru saja sehingga kemampuan penalaran matematis siswa tidak berkembang secara optimal.


(16)

6

Selain kemampuan penalaran matematis, Self-Regulated Learning juga perlu dikembangkan. Self-Regulated Learning adalah suatu aktivitas belajar yang dilakukan siswa tanpa bergantung kepada bantuan dari orang lain baik teman maupun gurunya dalam mencapai tujuan belajar yaitu mengusai materi atau pengetahuan dengan baik dengan kesadaran siswa sendiri serta dapat mengaplikasikan pengetahuannya dalam menyelesaikan masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Panadero & Tapia (2014), “self-regulated

learning adalah suatu proses dimana siswa merencanakan tujuan belajarnya dan

kemudian berusaha mengontrol kognisi, motivasi, dan perilaku guna mencapai tujuan belajar”. Dalam pembelajaran matematika diperlukan kemandirian belajar, hal ini disebabkan hakekat matematika, yaitu kebenarannya berdasarkan logika, objeknya abstrak, melatih kemampuan berhitung dan berpikir logis, dan aplikatif. Sebab siswa yang memiliki kemandirian belajar tinggi maka hasil belajar matematika tinggi pula.

Paris & Winograd (2003) mengidentifikasi karakteristik yang termuat dalam Self-Regulated Learning yaitu kesadaran akan berfikir, penggunaan strategi, dan motivasi yang berkelanjutan. Self-Regulated Learning tidak hanya berfikir tentang berfikir, namun membantu individu menggunakan berfikirnya dalam menyusun rancangan, memilih strategi belajar, dan menginterpretasi penampilannya sehingga individu dapat menyelesaikan masalahnya secara efektif. Selanjutnya, pemikir yang strategik tidak hanya mengetahui strategi dan penggunaannya, tetapi lebih dari itu mereka dapat membedakan masalah yang produktif dan yang tidak produktif, mereka mempertimbangkan lebih dulu berbagai pilihan sebelum memilih solusi atau strategi.


(17)

7

Berdasarkan uraian diatas Self-Regulated Learning adalah cara siswa menetapkan tujuan untuk proses belajarnya dan berusaha memonitor, meregulasi, dan mengontrol kognisi, motivasi, dan perilaku yang kemudian semuanya diarahkan dan didorong oleh tujuan dan disesuaikan dengan konteks lingkungan.

Self-Regulated Learning akan mengarahkan siswa untuk bersifat aktif dalam

mencari kepentingan untuk dirinya sendiri, membangun sendiri motivasi serta keinginan dan tujuan dalam dirinya terhadap pelajaran yang dihadapi. Selain itu siswa juga harus mampu untuk mengarahkan dirinya serta proses belajar yang telah dia konstruk sendiri ke tujuan belajar yang sebenarnya, dan juga harus mampu mengontrol emosi serta motivasi dirinya sendiri. Kesatuan segala komponen diatas akan menjadikan siswa dikatakan memiliki Self-Regulated

Learning.

Namun pada kenyataannya, berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti di SMAN 1 Binjai dan wawancara dengan salah seorang guru bidang studi matematika bahwa hampir kebanyakan siswa di sekolah cenderung belajar bergantung kepada guru. Siswa cenderung pasif dan hanya menerima informasi dan perintah dari guru saja, siswa jarang mengajukan pertanyaan mengenai materi yang disampaikan serta siswa sering mengalami keraguan dalam memecahkan permasalahan, karena siswa tidak percaya akan kemampuan mereka sendiri sehingga menyebabkan self-regulated learning yang dimiliki oleh siswa masih rendah.

Banyak faktor yang menjadi penyebab rendahnya hasil belajar matematika siswa. Salah satu penyebab rendahnya hasil belajar matematika siswa adalah pembelajaran konvensional yang diterapkan selama ini lebih cenderung monoton.


(18)

8

Kegiatan belajar cenderung didominasi oleh guru dengan menuliskan judul materi yang akan disampaikan, memberikan rumus dan contoh soal dan cara menyelesaikannya. Sejalan dengan hal tersebut, Nur (dalam Shadiq, 2008)

menyatakan bahwa “pembelajaran matematika di Indonesia pada umumnya masih

berada pada pembelajaran matematika konvensional yang banyak ditandai oleh strukturalistik dan mekanistik dan berpusat pada guru”. Pembelajaran konvensional menyebabkan siswa hanya mempunyai pemahaman prosedural dimana sebenarnya siswa hanya menghafal rumus yang ada dan langkah-langkah penyelesaian yang diberikan oleh guru. Hal ini menyebabkan kemandirian belajar siswa tergolong rendah.

Selain itu, belajar matematika bagi kebanyakan siswa dianggap hanya soal memasukan angka-angka kedalam rumus kemudian melakukan perhitungan tanpa memahami alasan dan maksud dari perhitungan tersebut. Penyebab rendahnya hasil belajar matematika siswa juga dikarenakan banyak siswa yang menganggap matematika sulit dipelajari dan karakteristik matematika yang bersifat abstrak sehingga siswa menganggap matematika merupakan momok yang menakutkan. Sejalan dengan hal ini, Abdurrahman (2012) juga mengatakan bahwa “dari berbagai bidang studi yang diajarkan di sekolah, matematika merupakan bidang studi yang dianggap paling sulit oleh para siswa, baik yang tidak berkesulitan belajar dan lebih-lebih bagi siswa yang berkesulitan belajar”.

Salah satu upaya untuk mengatasi hal tersebut, maka perlu dikembangkan inovasi pembelajaran yang kompetitif. Model pembelajaran yang dapat diterapkan adalah model pembelajaran berbasis masalah. Noer (2011) menjelaskan bahwa pembelajaran berbasis masalah ini memberikan suatu lingkungan pembelajaran


(19)

9

dengan masalah yang menjadi basisnya, artinya pembelajaran dimulai dengan masalah yang harus dipecahkan. Masalah dimunculkan sedemikian hingga siswa perlu menginterpretasi masalah, mengumpulkan informasi yang diperlukan, mengevaluasi alternatif solusi, dan mempresentasikan solusinya. Ketika siswa mengembangkan suatu metode untuk mengkonstruksi suatu prosedur, mereka mengintegrasikan pengetahuan konsep dengan keterampilan yang dimilikinya. Kegiatan ini menjadikan siswa terampil menyeleksi informasi yang relevan, kemudian menganalisisnya dan akhirnya meneliti hasilnya. Dengan demikian akan timbul kepuasan intelektual, potensial intelektual siswa meningkat, dan siswa belajar tentang bagaimana melakukan penelusuran melalui penemuan. Sementara itu menurut Chen (2013), masalah yang disajikan yaitu masalah dalam situasi dunia nyata, kompleks dan terbuka yang akan menantang berpikir tingkat tinggi, kreativitas dan pengetahuan sintesis.

Langkah-langkah pembelajaran berbasis masalah adalah : 1) mengorientasikan siswa kepada masalah; 2) mengorganisasikan siswa untuk

belajar; 3) membimbing penyelidikan individual dan kelompok; 4) mengembangkan dan menyajikan hasil karya; 5) menganalisis dan

mengevaluasi proses pemecahan masalah (Arends, 2009). Berdasarkan langkah-langkah tersebut pembelajaran ini menuntut siswa untuk aktif dalam membangun pengetahuannya sendiri. Dalam prakteknya, siswa akan dikelompokkan untuk berdiskusi bersama teman-temannya dalam memecahkan masalah yang kompleks, sehingga siswa dituntun untuk berpikir kritis dan menempatkan siswa sebagai

problem solver, dalam proses tersebut jelas dituntut penalaran yang baik dalam


(20)

10

menyelesaikan masalah secara mandiri, dalam hal ini intervensi guru berkurang, sehingga diharapkan siswa dapat belajar lebih mandiri. Proses pembelajaran

seperti ini dapat menumbuhkan kemampuan penalaran matematis dan

self-regulated learning siswa.

Selain itu berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yaitu hasil penelitian Padmavathy & Mareesh (2013) menunjukkan bahwa pembelajaran berbasis masalah lebih efektif dalam mempelajari matematika dan memberikan efek pada isi pengetahuan yang menyediakan kesempatan lebih besar pada siswa untuk mempelajari isi dengan lebih memahami dan meningkatkan siswa untuk lebih aktif, termotivasi dan perhatian terhadap siswa lain. Nurdalilah, dkk. (2013) menunjukkan bahwa kemampuan penalaran matematis siswa yang diajar dengan pendekatan pembelajaran berbasis masalah lebih baik dibanding dengan kemampuan penalaran matematis siswa yang diajar secara konvensional. Lusianti, dkk. (2015) juga menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan strategi pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan kemandirian belajar siswa, yaitu terwujud dari siswa mempunyai inisiatif dalam belajar, bertanggung jawab dalam kegiatan belajar, siswa tidak tergantung kepada siswa lain, siswa percaya diri, siswa disiplin dalam belajar. Ini menunjukkan bahwa pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan kemampuan penalaran matematis dan self-regulated

learning siswa.

Selain model pembelajaran berbasis masalah, model pembelajaran penemuan terbimbing diduga juga dapat mengatasi permasalahan kemampuan penalaran matematis dan self-regulated learning. Hasibuan, dkk. (2014) menjelaskan bahwa pembelajaran dengan metode penemuan menuntut siswa


(21)

11

menemukan sendiri hal baru berupa konsep, prinsip, prosedur, algoritma dan semacamnya yang dipelajari siswa. Ini tidak berarti hal yang ditemukan itu benar-benar baru sebab sudah diketahui oleh guru. Dalam proses menemukan, siswa melakukan terkaaan, mengirangira, coba-coba sesuai dengan pengalamannya untuk sampai kepada informasi yang harus ditemukan.

Sementara itu, Markaban (2008) juga menjelaskan bahwa pada model penemuan terbimbing siswa dihadapkan kepada situasi dimana siswa bebas menyelidiki dan menarik kesimpulan. Guru sebagai penunjuk jalan dalam membantu siswa agar mempergunakan ide, konsep dan keterampilan yang sudah mereka pelajari untuk menemukan pengetahuan yang baru. Dalam model pembelajaran dengan penemuan terbimbing, peran siswa cukup besar karena pembelajaran tidak lagi terpusat pada guru tetapi pada siswa. Guru memulai kegiatan belajar mengajar dengan menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan siswa dan mengorganisir kelas untuk kegiatan seperti pemecahan masalah, investigasi atau aktivitas lainnya.

Langkah-langkah pembelajaran penemuan terbimbing adalah: 1) merumuskan masalah yang akan dipaparkan kepada siswa dengan data

secukupnya; 2) siswa menyusun dan menambah data baru, memproses, mengorganisir, dan menganalisis data tersebut; 3) siswa menyusun konjektur; 4) siswa mengkaji konjektur yang mereka buat dan guru memeriksa konjektur siswa; 5) guru memberikan soal latihan sebagai tambahan untuk memeriksa pemahaman siswa (Markaban, 2008). Berdasarkan langkah-langkah tersebut dapat diketahui bahwa pembelajaran penemuan terbimbing menuntut siswa untuk aktif dalam membangun pengetahuannya sendiri ataupun menemukan konsep. Proses


(22)

12

pembelajaran seperti ini dapat menumbuhkan kemampuan penalaran matematis dan self-regulated learning siswa.

Selain itu, hasil penelitian Bani (2011) menunjukkan bahwa pembelajaran matematika dengan metode penemuan terbimbing secara signifikan lebih baik dapat meningkatkan kemampuan penalaran matematik siswa daripada pembelajaran dengan pendekatan konvensional. Hasil penelitian Ibrahim & Afifah (2012) juga menunjukkan bahwa pembelajaran penemuan terbimbing berpengaruh terhadap peningkatan kemampuan penalaran matematis dan self-regulated

learning siswa secara keseluruhan. Ini menunjukkan bahwa pembelajaran

penemuan terbimbing dapat meningkatkan kemampuan penalaran matematis dan

self-regulated learning siswa.

Berdasarkan uraian diatas, perbedaan pembelajaran berbasis masalah dengan pembelajaran penemuan terbimbing yaitu pada pembelajaran berbasis masalah, diawal pembelajarannya siswa dihadapkan dengan masalah yang kompleks dimana siswa dituntut untuk menemukan sendiri ide untuk menyelesaikan masalah tersebut. Sedangkan pada pembelajaran penemuan terbimbing, siswa dihadapkan dengan masalah yang direkayasa oleh guru sedemikian sehingga siswa dapat menemukan konsep atau prinsip baru yang sebelumnya tidak diketahui oleh siswa akan tetapi telah diketahui oleh guru. Dalam proses penemuan tersebut dilakukan dengan bimbingan guru yang tertuang pada lembar aktivitas siswa.

Faktor lain yang perlu diperhatikan dalam penelitian ini adalah kemampuan awal matematika (KAM) siswa. Kemampuan awal matematika (KAM) merupakan prasyarat yang harus dimiliki siswa agar dapat mengikuti


(23)

13

pelajaran dengan lancar. Ruseffendi (dalam Ramadhani, 2014) menyatakan bahwa

“setiap siswa mempunyai kemampuan yang berbeda, ada siswa yang pandai, ada yang kurang pandai, serta ada yang biasa-biasa saja. Kemampuan yang dimiliki siswa bukan semata-mata merupakan bawaan dari lahir, tetapi juga dapat dipengaruhi oleh lingkungan”. Oleh karena itu pemilihan lingkungan belajar khususnya model pembelajaran menjadi sangat penting untuk dipertimbangkan artinya pemilihan model pembelajaran diharapkan dapat meningkatkan kemampuan matematika siswa yang heterogen.

Dalam pembelajaran berbasis masalah dan penemuan terbimbing, siswa akan dibentuk kelompok yang heterogen, baik dari segi KAM, jenis kelamin, maupun ras. Selama dalam kelompok, siswa juga akan berinteraksi dengan lingkungan sosialnya sehingga siswa yang berkemampuan awal rendah bisa meningkat menjadi kemampuan sedang atau tinggi. Untuk itu perlu dilihat ada atau tidaknya interaksi antara model pembelajaran dengan KAM (tinggi, sedang, rendah) terhadap kemampuan penalaran matematis dan self-regulated learning siswa.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti merasa penting untuk mengkaji kedua pembelajaran tersebut terkait dengan kemampuan penalaran matematis dan

self-regulated learning siswa melalui penelitian dengan judul: “Perbedaan

Kemampuan Penalaran Matematis Siswa dan Self-Regulated Learning Siswa antara Model Pembelajaran Berbasis Masalah dan Penemuan Terbimbing


(24)

14

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, dapat dilakukan identifikasi masalah sebagai berikut:

1. Prestasi matematika masih belum memuaskan

2. Kemampuan penalaran matematis siswa SMAN 1 Binjai masih sangat rendah

3. Proses pembelajaran yang dilakukan guru di kelas kurang melibatkan siswa dalam proses pembelajaran

4. Self-Regulated Learning siswa SMAN 1 Binjai tergolong rendah

5. Pembelajaran konvensional yang diterapkan selama ini lebih cenderung monoton

6. Banyak siswa yang menanggap matematika sulit dipelajari dan merupakan momok yang menakutkan

1.3. Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah diatas, maka masalah yang akan diteliti difokuskan, maka penelitian ini dibatasi sebagai berikut :

1. Kemampuan penalaran matematis siswa SMAN 1 Binjai masih sangat rendah

2. Proses pembelajaran yang dilakukan guru di kelas kurang melibatkan siswa dalam proses pembelajaran


(25)

15

1.4. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah terdapat perbedaan kemampuan penalaran matematis antara siswa yang diajar dengan model pembelajaran berbasis masalah dan siswa yang diajar dengan model pembelajaran penemuan terbimbing?

2. Apakah terdapat perbedaan Self-Regulated Learning antara siswa yang diajar dengan model pembelajaran berbasis masalah dan siswa yang diajar dengan model pembelajaran penemuan terbimbing?

3. Apakah terdapat interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan awal matematika terhadap kemampuan penalaran matematis siswa?

4. Apakah terdapat interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan awal matematika terhadap Self-Regulated Learning siswa?

1.5. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Menganalisis perbedaan kemampuan penalaran matematis antara siswa yang diajar dengan model pembelajaran berbasis masalah dan siswa yang diajar dengan model pembelajaran penemuan terbimbing.

2. Menganalisis perbedaan Self-Regulated Learning antara siswa yang diajar dengan model pembelajaran berbasis masalah dan siswa yang diajar dengan model pembelajaran penemuan terbimbing.

3. Menganalisis interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan awal matematika terhadap kemampuan penalaran matematis siswa.


(26)

16

4. Menganalisis interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan awal matematika terhadap Self-Regulated Learning siswa.

1.6. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi peneliti, guru bidang studi matematika, dan siswa. Adapun manfaat penelitian ini adalah:

1. Bagi Peneliti

Memberikan informasi sejauh mana perbedaan kemampuan penalaran matematis dan Self-Regulated Learning antara siswa yang mendapat pembelajaran berbasis masalah dengan siswa yang mendapat pembelajaran penemuan terbimbing.

2. Bagi Guru

Menjadi bahan pertimbangan dan alternatif bagi guru matematika tentang penerapan model pembelajaran berbasis masalah dan model pembelajaran penemuan terbimbing untuk meningkatkan kemampuan penalaran matematis dan Self-Regulated Learning siswa.

3. Bagi Siswa

Mendapat pengalaman belajar yang lebih menarik dan menyenangkan sehingga siswa lebih aktif dalam pembelajarannya dan dapat meningkatkan kemampuan penalaran matematis dan Self-Regulated

Learning siswa dalam belajar matematika yang pada gilirannya akan

membawa pengaruh positif yaitu terjadinya peningkatan hasil belajar matematika siswa dan penguasaan konsep serta keterampilan.


(27)

126

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data penelitian tentang kemampuan penalaran

matematis dan self-regulated learning siswa yang diajar dengan model

pembelajaran berbasis masalah dan penemuan terbimbing, maka diperoleh

beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Terdapat perbedaan kemampuan penalaran matematis antara siswa yang diajar dengan menggunakan pembelajaran berbasis masalah dan siswa yang diajar dengan menggunakan pembelajaran penemuan terbimbing.

2. Terdapat perbedaan self-regulated learning antara siswa yang diajar

dengan menggunakan pembelajaran berbasis masalah dan siswa yang diajar dengan menggunakan pembelajaran penemuan terbimbing.

3. Tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan awal matematika terhadap kemampuan penalaran matematis siswa.

4. Tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan awal

matematika terhadap self-regulated learning siswa.

5.2. Saran

Berdasarkan simpulan yang telah diuraikan di atas maka penulis menyampaikan beberapa saran sebagai berikut:


(28)

127

1. Bagi Guru Matematika

a. Pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis masalah hendaknya

dijadikan sebagai alternatif untuk melatih dan meningkatkan kemampuan

penalaran matematis serta meningkatkan self-regulated learning siswa

khususnya pada materi trigonometri. Serta guru harus mampu merangsang siswa untuk mengorientasikan masalah yang berkaitan dengan kehidupan siswa sehari-hari atau lingkungan sekitar mereka sehingga siswa berusaha untuk menyelesaikan masalah yang diberikan.

b. Dalam pembelajaran guru harus mampu menciptakan suasana belajar yang memberi kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasan-gagasan matematika dalam bahasa dan cara mereka sendiri, sehingga dalam belajar matematika siswa lebih berani berargumentasi, lebih percaya diri, dan kreatif.

c. Guru hendaknya menambah wawasan tentang teori-teori, model, dan pendekatan pembelajaran yang inovatif agar dapat melaksanakan pembelajaran matematika secara bervariasi sesuai dengan materi dan ketersediaan sarana dan prasarana yang mendukung.

2. Bagi Peneliti Selanjutnya

a. Peneliti hendaknya melakukan penelitian lanjutan dengan sampel yang

lebih banyak dan mencakup beberapa sekolah di beberapa daerah yang berbeda.

b. Dalam penelitian ini variabel yang diteliti adalah kemampuan penalaran

matematis dan self-regulated learning siswa, untuk peneliti selanjutnya diharapkan dapat mengembangkan variabel yang lain seperti kemampuan


(29)

128

berpikir kritis, pemahaman konsep, pemecahan masalah, motivasi belajar, dan lain-lain.

c. Dalam Penelitian ini, indikator kemampuan penalaran matematis yaitu mengajukan dugaan merupakan indikator yang paling rendah dicapai oleh siswa, untuk itu diharapkan peneliti selanjutnya dapat merancang perangkat dan instrumen yang lebih baik sehingga dapat memperbaiki hasil belajar siswa pada indikator tersebut.

d. Peneliti hendaknya merancang perangkat pembelajaran dan instrumen

penelitian yang lebih efektif dan efisien dengan memperhatikan karakteristik dari pendekatan atau model pembelajaran yang diterapkan.

3. Bagi Lembaga Terkait

Lembaga terkait hendaknya mengadakan sosialisasi, pelatihan dan pengembangan model pembelajaran khususnya model pembelajaran berbasis

masalah dan penemuan terbimbing sehingga dapat dikenal dan diterapkan

dengan baik oleh semua tenaga pendidik dalam meningkatkan kemampuan matematika siswa.


(1)

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, dapat dilakukan identifikasi masalah sebagai berikut:

1. Prestasi matematika masih belum memuaskan

2. Kemampuan penalaran matematis siswa SMAN 1 Binjai masih sangat rendah

3. Proses pembelajaran yang dilakukan guru di kelas kurang melibatkan siswa dalam proses pembelajaran

4. Self-Regulated Learning siswa SMAN 1 Binjai tergolong rendah

5. Pembelajaran konvensional yang diterapkan selama ini lebih cenderung monoton

6. Banyak siswa yang menanggap matematika sulit dipelajari dan merupakan momok yang menakutkan

1.3. Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah diatas, maka masalah yang akan diteliti difokuskan, maka penelitian ini dibatasi sebagai berikut :

1. Kemampuan penalaran matematis siswa SMAN 1 Binjai masih sangat rendah

2. Proses pembelajaran yang dilakukan guru di kelas kurang melibatkan siswa dalam proses pembelajaran


(2)

1.4. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah terdapat perbedaan kemampuan penalaran matematis antara siswa yang diajar dengan model pembelajaran berbasis masalah dan siswa yang diajar dengan model pembelajaran penemuan terbimbing?

2. Apakah terdapat perbedaan Self-Regulated Learning antara siswa yang diajar dengan model pembelajaran berbasis masalah dan siswa yang diajar dengan model pembelajaran penemuan terbimbing?

3. Apakah terdapat interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan awal matematika terhadap kemampuan penalaran matematis siswa?

4. Apakah terdapat interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan awal matematika terhadap Self-Regulated Learning siswa?

1.5. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Menganalisis perbedaan kemampuan penalaran matematis antara siswa yang diajar dengan model pembelajaran berbasis masalah dan siswa yang diajar dengan model pembelajaran penemuan terbimbing.

2. Menganalisis perbedaan Self-Regulated Learning antara siswa yang diajar dengan model pembelajaran berbasis masalah dan siswa yang diajar dengan model pembelajaran penemuan terbimbing.

3. Menganalisis interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan awal matematika terhadap kemampuan penalaran matematis siswa.


(3)

4. Menganalisis interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan awal matematika terhadap Self-Regulated Learning siswa.

1.6. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi peneliti, guru bidang studi matematika, dan siswa. Adapun manfaat penelitian ini adalah:

1. Bagi Peneliti

Memberikan informasi sejauh mana perbedaan kemampuan penalaran matematis dan Self-Regulated Learning antara siswa yang mendapat pembelajaran berbasis masalah dengan siswa yang mendapat pembelajaran penemuan terbimbing.

2. Bagi Guru

Menjadi bahan pertimbangan dan alternatif bagi guru matematika tentang penerapan model pembelajaran berbasis masalah dan model pembelajaran penemuan terbimbing untuk meningkatkan kemampuan penalaran matematis dan Self-Regulated Learning siswa.

3. Bagi Siswa

Mendapat pengalaman belajar yang lebih menarik dan menyenangkan sehingga siswa lebih aktif dalam pembelajarannya dan dapat meningkatkan kemampuan penalaran matematis dan Self-Regulated Learning siswa dalam belajar matematika yang pada gilirannya akan membawa pengaruh positif yaitu terjadinya peningkatan hasil belajar matematika siswa dan penguasaan konsep serta keterampilan.


(4)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data penelitian tentang kemampuan penalaran matematis dan self-regulated learning siswa yang diajar dengan model pembelajaran berbasis masalah dan penemuan terbimbing, maka diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Terdapat perbedaan kemampuan penalaran matematis antara siswa yang diajar dengan menggunakan pembelajaran berbasis masalah dan siswa yang diajar dengan menggunakan pembelajaran penemuan terbimbing. 2. Terdapat perbedaan self-regulated learning antara siswa yang diajar

dengan menggunakan pembelajaran berbasis masalah dan siswa yang diajar dengan menggunakan pembelajaran penemuan terbimbing.

3. Tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan awal matematika terhadap kemampuan penalaran matematis siswa.

4. Tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan awal matematika terhadap self-regulated learning siswa.

5.2. Saran

Berdasarkan simpulan yang telah diuraikan di atas maka penulis menyampaikan beberapa saran sebagai berikut:


(5)

1. Bagi Guru Matematika

a. Pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis masalah hendaknya dijadikan sebagai alternatif untuk melatih dan meningkatkan kemampuan penalaran matematis serta meningkatkan self-regulated learning siswa khususnya pada materi trigonometri. Serta guru harus mampu merangsang siswa untuk mengorientasikan masalah yang berkaitan dengan kehidupan siswa sehari-hari atau lingkungan sekitar mereka sehingga siswa berusaha untuk menyelesaikan masalah yang diberikan.

b. Dalam pembelajaran guru harus mampu menciptakan suasana belajar yang memberi kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasan-gagasan matematika dalam bahasa dan cara mereka sendiri, sehingga dalam belajar matematika siswa lebih berani berargumentasi, lebih percaya diri, dan kreatif.

c. Guru hendaknya menambah wawasan tentang teori-teori, model, dan pendekatan pembelajaran yang inovatif agar dapat melaksanakan pembelajaran matematika secara bervariasi sesuai dengan materi dan ketersediaan sarana dan prasarana yang mendukung.

2. Bagi Peneliti Selanjutnya

a. Peneliti hendaknya melakukan penelitian lanjutan dengan sampel yang lebih banyak dan mencakup beberapa sekolah di beberapa daerah yang berbeda.

b. Dalam penelitian ini variabel yang diteliti adalah kemampuan penalaran matematis dan self-regulated learning siswa, untuk peneliti selanjutnya diharapkan dapat mengembangkan variabel yang lain seperti kemampuan


(6)

berpikir kritis, pemahaman konsep, pemecahan masalah, motivasi belajar, dan lain-lain.

c. Dalam Penelitian ini, indikator kemampuan penalaran matematis yaitu mengajukan dugaan merupakan indikator yang paling rendah dicapai oleh siswa, untuk itu diharapkan peneliti selanjutnya dapat merancang perangkat dan instrumen yang lebih baik sehingga dapat memperbaiki hasil belajar siswa pada indikator tersebut.

d. Peneliti hendaknya merancang perangkat pembelajaran dan instrumen penelitian yang lebih efektif dan efisien dengan memperhatikan karakteristik dari pendekatan atau model pembelajaran yang diterapkan.

3. Bagi Lembaga Terkait

Lembaga terkait hendaknya mengadakan sosialisasi, pelatihan dan pengembangan model pembelajaran khususnya model pembelajaran berbasis masalah dan penemuan terbimbing sehingga dapat dikenal dan diterapkan dengan baik oleh semua tenaga pendidik dalam meningkatkan kemampuan matematika siswa.


Dokumen yang terkait

Pengaruh metode penemuan terbimbing (guided discovery method) dalam pembelajaran matematika terhadap kemampuan penalaran adaptif siswa kelas xi IPA: penelitian quasi eksperimen di SMAN 5 Kota Tangerang Selatan

6 70 244

Penggunaan bahan ajar berbasis penemuan terbimbing untuk meningkatkan kemampuan penalaran induktif matematis siswa

1 8 197

PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA ANTARA MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DAN MODEL PEMBELAJARAN LANGSUNG.

0 3 39

PERBEDAAN KEMAMPUAN PENALARAN DAN DISPOSISI MATEMATIS ANTARA SISWA YANG DIBERI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN PEMBELAJARAN BERSIKLUS DI MTSN LHOKSEUMAWE.

0 3 40

PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS DAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA ANTARA PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN PENEMUAN TERBIMBING DI SMP NEGERI 5 STABAT.

2 20 47

PERBEDAAN KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS DAN SELF-EFFICACY SISWA ANTARA MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DAN KONTEKSTUAL DI SMP NEGERI 1 MERANTI.

1 6 21

Perbandingan Kemampuan Koneksi Matematis dan Mathematics Self-Efficacy antara Siswa yang Memperoleh Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Penemuan Terbimbing.

0 3 44

Pengaruh Pembelajaran Penemuan Terbimbing Terhadap Peningkatan Kemampuan Penalaran, Komunikasi, dan Disposisi Matematis Siswa.

0 2 33

PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SERTA SELF-REGULATED LEARNING MAHASISWA MELALUI PEMBELAJARAN MODEL TREFFINGER.

2 16 80

PERBANDINGAN MODEL PEMBELAJARAN CORE DENGAN DISCOVERY LEARNING DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS DAN SELF-REGULATED LEARNING SISWA SMA

0 0 10