Penggunaan bahan ajar berbasis penemuan terbimbing untuk meningkatkan kemampuan penalaran induktif matematis siswa

(1)

(Penelitian Tindakan Kelas di Kelas VIII SMPIT Al-Maka Jakarta Barat)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh:

EILLEN PRANANDYA NAPISA NIM : 1110017000055

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2014


(2)

(3)

(4)

(5)

i

Matematis Siswa”. Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan kemampuan penalaran induktif matematis siswa setelah diterapkan pembelajaran menggunakan bahan ajar berbasis penemuan terbimbing, serta mendeskripsikan respon dan aktivitas belajar matematika siswa selama proses pembelajaran dengan menggunakan bahan ajar berbasis penemuan terbimbing. Penelitian ini dilakukan di SMP Islam Terpadu Al-Maka Jakarta Barat. Metode penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang terdiri dari dua siklus. Hasil penelitian menunjukan bahwa kemampuan penalaran induktif matematis siswa meningkat setelah diterapkan pembelajaran menggunakan bahan ajar berbasis penemuan terbimbing. Pembelajaran menggunakan bahan ajar berbasis penemuan terbimbing dapat meningkatkan respon positif siswa dan meningkatkan aktivitas belajar matematika siswa selama proses pembelajaran.

Kata kunci: Bahan Ajar berbasis Penemuan Terbimbing, Kemampuan Penalaran Induktif Matematis.


(6)

ii

Reasoning Ability ". Thesis Department of Mathematics Education, Faculty of Tarbiyah and Teaching, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta, 2014.

The purpose of this research was to determine the enhancement of student’s mathematical inductive reasoning ability after applied learning using guided discovery-based teaching materials, and described the response and mathematics learning activities of students during the learning process by using a guided discovery-based teaching materials. This research was conducted at Al-Maka integrated Islamic junior high school West Jakarta. The research method used was Classroom Action Research (CAR), which consisted of two cycles. The results showed that student’s mathematical inductive reasoning ability has Teaching Material Guided discovery-based enhanced after application of learning using guided based teaching materials. Learning using guided discovery-based teaching materials can enhance the positive response of students and enhance the student’s mathematics learning activities during the learning process.

Keywords: Guided Discovery-Based Teaching Materials, Mathematical Inductive Reasoning Ability.


(7)

iii

Alhamdulillah segala puji kehadirat Allah SWT yang telah memberikan segala karunia, nikmat iman, nikmat islam, dan nikmat kesehatan yang berlimpah dari dunia sampai akhirat. Shalawat dan Salam senantiasa dicurahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta seluruh keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman.

Selama penulisan skripsi ini, penulis menyadari bahwa tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang dialami. Namun, berkat kerja keras, doa, perjuangan, kesungguhan hati dan dorongan serta masukan-masukan yang positif dari berbagai pihak untuk penyelesaian skripsi ini, semua dapat teratasi. Oleh sebab itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Ibu Nurlena Rifa’i, MA, Ph.D, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr. Kadir, M.Pd, Ketua Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Abdul Muin, S.Si, M.Pd, Sekretaris Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Ibu Dr. Lia Kurniawati, M.Pd, selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan waktu, bimbingan, arahan, motivasi, dan semangat dalam membimbing penulis untuk menyelesaikan karya ilmiah ini.

5. Bapak Dindin Sobirudin, M.Kom, selaku dosen Pembimbing II yang telah memberikan waktu, bimbingan, arahan, motivasi, dan semangat dalam membimbing penulis untuk menyelesaikan karya ilmiah ini.

6. Ibu Khoirunnisa, M.Si, selaku dosen Pembimbing akademik yang telah memberikan arahan, motivasi, dan semangat dalam penulisan skripsi ini.

7. Seluruh Dosen Jurusan Pendidikan Matematika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan serta bimbingan kepada


(8)

iv

Matematika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu dalam pembuatan surat-surat serta sertifikat.

9. Kepala SMP Islam Terpadu Al-Maka, Ibu Puryani, S.Sos.I yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian.

10.Seluruh dewan guru SMP Islam Terpadu Al-Maka, khususnya Ibu Sinta Sanusi, S.Pd selaku guru mata pelajaran matematika yang telah membantu penulis dalam melaksanakan penelitian ini. Serta siswa dan siswi SMP Islam Terpadu Al-Maka, khususnya kelas VIII-A.

11.Keluarga tercinta Ayahanda Lili Efendi, Ibunda Lilik Sunarni yang tak henti-hentinya mendoakan, melimpahkan kasih sayang dan memberikan dukungan moril dan materil kepada penulis. Adik Redho Doinandya Cahya serta semua keluarga yang selalu mendoakan, mendorong penulis untuk tetap semangat dalam mengejar dan meraih cita-cita.

12.Sahabat tersayang Idzni Desrifani, Ismi Elfia Farah, Renny Ambar Puspitaningrum, yang tak henti-hentinya memberikan semangat dan menjadi tempat berbagi untuk segala cerita selama penulisan skripsi ini.

13.Sahabat teristimewa Kevin Yudistira, S.Si, yang selalu menemani, memberikan bantuan, dukungan, motivasi, semangat dan menjadi tempat berbagi untuk segala cerita selama penulisan skripsi ini.

14.Sahabat seperjuangan Dozen (Saghrillah, Mimi, Sinta, Riccy, Lucyana, Fela, Dona, Dentika, Kurniati, Indri, Reski), yang senantiasa memberikan motivasi, masukan positif kepada penulis.

15.Teman-teman seperjuangan Jurusan Pendidikan Matematika Angkatan 2010, khususnya kelas B. Terimakasih untuk kebersamaanya selama 4 tahun, untuk doa dan semangatnya. Semoga kekeluargaan kita tetap terjalin dengan baik. 16.Kakak Kelas angkatan 2009, khususnya ka shifa dan ka raudoh yang telah


(9)

v

ridho dan kasih sayang Allah SWT di dunia dan akhirat. Amin yaa robbal’alamin. Dalam penulisan skripsi ini, penulis sudah mengusahakan yang terbaik. Adapun jika masih ada kekurangan, penulis menerima saran dan kritik yang membangun dari berbagai pihak yang membaca skripsi ini.

Penulis berharap semoga skripsi ini akan membawa manfaat yang sebesar-besarnya bagi penulis khususnya dan bagi pembaca sekalian umumnya.

Jakarta, 1 November 2014

Penulis


(10)

vi

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Pembatasan Masalah... 6

D.Rumusan Masalah ... 6

E. Tujuan Penelitian ... 7

F. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II KAJIAN TEORETIK DAN PENGAJUAN KONSEPTUAL INTERVENSI TINDAKAN ... 8

A.Acuan Teori ... 8

1. Bahan Ajar Berbasis Penemuan Terbimbing ... 8

a. Bahan Ajar ... 8

b. Penemuan Terbimbing ... 14

2. Penalaran Induktif Matematis ... 18

B. Hasil Penelitian Yang Relevan ... 21


(11)

vii

C. Desain Intervensi Tindakan ... 25

D.Indikator Keberhasilan Kerja ... 26

E. Subjek Penelitian ... 27

F. Peran dan Posisi Peneliti dalam Penelitian ... 27

G.Tahapan Intervensi Tindakan ... 27

H.Hasil Intervensi Tindakan ... 30

I. Data dan Sumber Data ... 30

J. Instrumen Pengumpulan Data ... 30

K.Teknik Pengumpulan Data ... 31

L. Teknik Keterpercayaan Studi ... 31

M. Analisis Data dan Interpretasi Hasil Analisis... 34

N.Pengembangan Perencanaan Tindakan... 36

BAB IV DESKRIPSI, ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 37

A. Deskripsi Data ... 37

1. Pelaksanaan Prapenelitian ... 37

2. Deskripsi Tindakan Siklus 1 ... 38

3. Deskripsi Tindakan Siklus 2 ... 59

B. Analisis Data ... 76

C. Pembahasan ... 81

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 85

A.Kesimpulan ... 85

B. Saran ... 86

DAFTAR PUSTAKA ... 87 LAMPIRAN-LAMPIRAN


(12)

viii

Tabel 3.3 Tabel Uji Kelayakan Bahan Ajar ... 31

Tabel 3.4 Klasifikasi Interpretasi Daya Pembeda ... 34

Tabel 4.1 Tabel Distribusi Frekuensi Nilai Hasil Ulangan Harian Siswa Sebelum Penelitian ... 38

Tabel 4.2 Rincian Waktu Penelitian Tindakan Kelas Siklus 1 ... 39

Tabel 4.3 Persentase Aktivitas Pembelajaran Matematika Siswa Siklus 1 ... 49

Tabel 4.4 Rata-rata Persentase Respon Siswa Siklus 1 ... 51

Tabel 4.5 Tabel Distribusi Frekuensi Hasil Tes Kemampuan Penalaran Induktif Matematis Siswa Siklus 1 ... 52

Tabel 4.6 Persentase Masing-masing Indikator Penalaran Induktif Matematis Siklus 1 ... 53

Tabel 4.7 Rincian Waktu Penelitian Tindakan Kelas Siklus 2 ... 60

Tabel 4.8 Persentase Aktivitas Pembelajaran Matematika Siswa Siklus 2 ... 68

Tabel 4.9 Rata-rata Persentase Respon Siswa Siklus 2 ... 69

Tabel 4.10 Tabel Distribusi Frekuensi Hasil Tes Kemampuan Penalaran Induktif Matematis Siswa Siklus 2 ... 70

Tabel 4.11 Persentase Masing-masing Indikator Penalaran Induktif Matematis Siklus 2 ... 71

Tabel 4.12 Perbandingan Persentase Aktivitas Belajar Matematika Siswa Siklus 1 dan Siklus 2 ... 71


(13)

ix

Gambar 2.2 Skema Interaksi dalam Pembelajaran Penemuan Terbimbing... 15

Gambar 2.3 Kerangka Berpikir ... 22

Gambar 3.1 Siklus Penelitian Tindakan Kelas... 25

Gambar 4.1 Variasi Kesimpulan Siswa Mengenai Pengertian Relasi... 41

Gambar 4.2 Variasi Kesimpulan Siswa Mengenai Pengertian Relasi... 41

Gambar 4.3 Variasi Kesimpulan Siswa Mengenai Syarat Fungsi ... 43

Gambar 4.4 Variasi Kesimpulan Siswa Mengenai Syarat Fungsi ... 43

Gambar 4.5 Salah Satu Jawaban Aplikasi Temuan Siswa ... 44

Gambar 4.6 Aktivitas Belajar Matematika Siswa Menggunakan Bahan Ajar Berbasis Penemuan Terbimbing ... 45

Gambar 4.7 Kesimpulan Siswa Mengenai Korespondensi Satu-satu ... 46

Gambar 4.8 Respon Siswa dalam Pembelajaran Menggunakan Bahan Ajar Berbasis Penemuan Terbimbing ... 51

Gambar 4.9 Perbandingan Jawaban Siswa pada Tes Kemampuan Penalaran Induktif Matematis Indikator ke-1 Siklus 1 ... 54

Gambar 4.10 Perbandingan Jawaban Siswa pada Tes Kemampuan Penalaran Induktif Matematis Indikator ke-2 Siklus 1 ... 55

Gambar 4.11 Perbandingan Jawaban Siswa pada Tes Kemampuan Penalaran Induktif Matematis Indikator ke-3 Siklus 1 ... 57


(14)

x

Induktif Matematis Indikator ke-2 Siklus 2 ... 73 Gambar 4.15 Perbandingan Jawaban Siswa pada Tes Kemampuan Penalaran

Induktif Matematis Indikator ke-3 Siklus 2 ... 74 Gambar 4.16 Diagram Perbandingan Aktivitas Belajar Mtematika Siswa Siklus 1

dan Siklus 2 ... 77 Gambar 4.17 Diagram Perbandingan Respon Siswa Siklus 1 dan Siklus 2 ... 79 Gambar 4.18 Diagram Perbandingan Persentase Rata-rata Kemampuan Penalaran Induktif Matematis Siswa Siklus 1 dan Siklus 2... 80 Gambar 4.19 Diagram Perbandingan Masing-masing Indikator Penalaran Indukt if Matematis Siklus 1 dan Siklus 2 ... 81


(15)

xi

Lampiran 2 Bahan Ajar Berbasis Penemuan Terbimbing ... 92

Lampiran 3 Kisi-Kisi Instrumen Penalaran Induktif Matematis... 127

Lampiran 4 Uji Validitas Instrumen Tes ... 129

Lampiran 5 Uji Reliabilitas Instrumen Tes ... 132

Lampiran 6 Uji Taraf Kesukaran Instrumen Tes ... 134

Lampiran 7 Uji Daya Pembeda Instrumen Tes ... 136

Lampiran 8 Rekapitulasi Analisis Butir Soal ... 138

Lampiran 9 Instrumen dan Kunci Jawaban Tes Kemampuan Penalaran Induktif Matematis Siklus 1 ... 139

Lampiran 10 Instrumen dan Kunci Jawaban Tes Kemampuan Penalaran Indukt if Matematis Siklus 2 ... 143

Lampiran 11 Pedoman Pensekoran Tes Kemampuan Penalaran Indukt if Matematis ... 145

Lampiran 12 Perolehan Skor Tes Kemampuan Penalaran Induktif Matematis Siklus 1 ... 146

Lampiran 13 Perolehan Skor Tes Kemampuan Penalaran Induktif Matematis Siklus 2 ... 148

Lampiran 14 Ukuran Penyebaran Data Siklus 1 ... 150

Lampiran 15 Ukuran Penyebaran Data Siklus 2 ... 151


(16)

xii


(17)

1 A. Latar Belakang

Penalaran induktif merupakan salah satu kemampuan matematika yang harus dimiliki siswa di tingkat sekolah menengah. Terlebih lagi ketika para siswa terjun pada kehidupan bermasyarakat. Permendiknas No. 22 (Depdiknas, 2006) tentang Standar isi mata pelajaran matematika diantaranya:1

Berdasarkan Permendiknas tersebut, kemampuan penalaran merupakan salah satu kemampuan matematika yang harus dimiliki dan dikembangkan oleh siswa. Sejalan dengan hal tersebut peraturan Dirjen Dikdasmen No. 506/C/PP/2004 tanggal 11 November 2004 tentang penilaian perkembangan anak didik Sekolah Menengah Pertama (SMP), (Depdiknas 2004) menyatakan bahwa aspek penilaian matematika dalam rapor dikelompokkan menjadi tiga aspek, yaitu pemahaman konsep, penalaran dan komunikasi, dan pemecahan masalah.

(1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau logaritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah; (2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. ;(3) memecahkan masalah ; (4) mengkomunikasikan gagasan dengan symbol, tabel, diagram atau media lain dan (5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika.

2

1 Fadjar shadiq, Kemahiran matematika, (Yogyakarta : Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (Depdiknas), 2009). h. 1.

2 Ibid. h. 13.

Kemampuan penalaran menjadi salah satu aspek penilaian dalam rapor siswa. Sri Wardhani dalam bukunya juga mengatakan bahwa materi matematika dan penalaran matematika merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Materi matematika


(18)

dipahami melalui penalaran, dan penalaran dipahami melalui belajar materi matematika.3

Pada kenyataannya kemampuan berpikir matematis siswa masih rendah. Hal

ini ditunjukkan dengan hasil survey internasional Trend Third International

Mathematics and Science Study (TIMSS), pencapaian prestasi belajar siswa Indonesia di bidang sains dan matematika rendah, kemampuan siswa masih dominan dalam level awal atau lebih pada kemampuan menghafal dalam pembelajaran sains dan matematika. Untuk bidang Matematika, Indonesia berada di urutan ke-38 dengan skor 386 dari 42 negara. Pada TIMSS matematika kelas VIII tersebut, peringkat pertama diraih siswa Korea (613), selanjutnya diikuti Singapura dengan nilai rata-rata yang ditetapkan 500 poin.

4

Fakta lain yang menunjukan kemampuan penalaran siswa Indonesia rendah adalah hasil tes PISA (Programme for International Student Assesment), sebagai berikut : Programmme for International Student Assessment (PISA) di bawah Organization Economic Cooperation and Development (OECD) pada tahun 2012 mengeluarkan survei bahwa Shanghai - Cina memiliki nilai tertinggi dalam

matematika diikuti oleh Singapura dan Hongkong-Cina. Siswa top performer

dalam matematika berada pada Level 5 atau 6 yaitu mereka mampu mengembangkan dan bekerja untuk situasi yang kompleks , dan bekerja secara strategis dengan keterampilan yang luas, pemikiran dan penalaran keterampilan

Data tersebut menyatakan bahwa kemampuan matematika siswa Indonesia sebagian besar berada pada level rendah, siswa hanya mampu menyelesaikan masalah matematika yang sederhana. Akan tetapi, siswa belum mampu mengembangkan konsep matematika untuk masalah yang kompleks. Siswa belum mampu mengkomunikasikan masalah secara logis, siswa belum mampu menyimpulkan serta menggunakan informasi dari masalah yang kompleks untuk menyelesaikan masalah matematika yang diberikan.

3 Sri Wardhani, Analisis SI dan SKL Mata Pelajaran Matematika SMP/MTS untuk Optimalisasi Pencapaian Tujuan, (Depdiknas, 2008). h. 11-12.

4 Towards Equity and Excellence Highlights from TIMSS 2011 The South African perspective, HRSC. h. 4


(19)

berkembang dengan baik. 5 Shanghai-Cina, Singapura dan Hongkong-Cina menjadi negara-negara top performer dengan perolehan nilai diatas rata-rata OECD. Sedangkan Indonesia menduduki peringkat paling bawah dari 65 negara, dalam pemetaan kemampuan matematika dengan skor 375, Indonesia berprestasi rendah dalam matematika di bawah Level 2 yaitu Indonesia belum mampu mengembangkan dan bekerja untuk situasi yang kompleks , belum mampu bekerja secara strategis dengan keterampilan yang luas, pemikiran dan penalaran keterampilan belum berkembang dengan baik.6

Perlu adanya program pembelajaran yang tepat di kelas untuk meningkatkan kemampuan penalaran induktif siswa. Pembelajaran mandiri merupakan strategi pembelajaran yang bertujuan untuk membangun inisiatif individu, kemandirian, dan peningkatan diri. Fokusnya adalah pada perencanaan belajar mandiri oleh peserta didik dengan bantuan guru. Pembelajaran mandiri dimaksudkan untuk mengatasi kelemahan pengajaran klasikal (konvensional). Terutama dengan maksud memberi kesempatan kepada siswa untuk belajar lebih aktif. Oleh karena itu, salah satu pendekatan pembelajaran yang cocok untuk mengatasi rendahnya kemampuan penalaran induktif matematis tersebut adalah pebelajaran penemuan terbimbing karena tingkat pemahaman matematika seorang siswa lebih

Berdasarkan hasil observasi peneliti di SMP Islam Terpadu Al-Maka Jakarta Barat menunjukkan bahwa siswa kesulitan dalam menganalisa data/soal, siswa kesulitan dalam menyusun konjektur dan menarik kesimpulan secara umum dari sejumlah data yang diamati. Sehingga, siswa sulit dalam menyelesaikan soal-soal matematika. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan penalaran induktif matematis siswa rendah. Oleh karena itu, Penalaran induktif matematis siswa perlu ditingkatkan karena dalam prosesnya penalaran induktif merupakan proses menarik kesimpulan secara umum berdasarkan fakta-fakta khusus yang sudah diketahui sebelumnya. Sehingga siswa dapat lebih memahami konsep, prinsip, atau aturan matematika yang diperoleh untuk memudahkan siswa dalam menyelesaikan masalah matematika yang kompleks.

5Programme for International Student Assessment (PISA) 2012Result In Focus, OECD. h. 4.


(20)

dipengaruhi oleh pengalaman siswa itu sendiri.7

7 Markaban,Model Pembelajaran Matematika dengan pendekatan penemuan terbimbing, Pusat Pengembangan dan Penataran Guru Matematika Yogyakarta : Depdiknas, 2006. h. 3.

Salah satu kelebihan dari penemuan terbimbing adalah guru mengarahkan siswa untuk berpartisipasi aktif dalam pembelajaran matematika dan menumbuhkan sikap mencari-menemukan konsep dari data-data yang diamati oleh siswa sendiri. Sehingga, siswa mampu menyimpulkan sendiri konsep-konsep matematika secara umum, hal tersebut merupakan salah satu indikator dari kemampuan penalaran induktif matematis, sehingga siswa lebih memahami materi matematika yang sedang dipelajari.

Sebelum program pembelajaran dilaksanakan, guru harus menyiapkan bahan ajar yang diperlukan dalam proses pembelajaran. Kelengkapan bahan ajar akan membantu guru dan siswa dalam proses pembelajaran. Bahan ajar ikut menentukan pencapaian tujuan pembelajaran. Bahan ajar merupakan informasi, alat dan Teks yang diperlukan guru/instruktur untuk perencanaan dan penelaahan implementasi pembelajaran (BSNP: 2006). Bahan ajar siswa memiliki peran yang sangat sentral terhadap keberhasilan siswa, Bahan ajar dapat memberikan kesempatan siswa membaca dan mempelajari konsep-konsep matematika baik secara individu maupun berkelompok.

Hasil obseravasi peneliti di SMP Islam Terpadu Al-Maka dan observasi peneliti di SMP dan SMK YMJ Ciputat selama praktik mengajar (PPKT) menunjukkan bahwa bahan ajar yang digunakan di sekolah masih belum sesuai terhadap kebutuhan siswa di sekolah. Bahan ajar yang digunakan belum memiliki tujuan yang jelas. Di sekolah masih digunakan buku pegangan dan LKS yang belum menggunakan pendekatan pembelajaran penemuan terbimbing. Sehingga pembelajaran yang berlangsung belum terarah dengan jelas. Siswa cenderung hanya mengikuti apa yang ditulis oleh guru, mengikuti contoh yang diberikan guru dan siswa cenderung menghafal rumus-rumus matematika saja bukan

memahami konsepnya. Ketersediaan bahan ajar yang sesuai dengan kebutuhan


(21)

Sebagaimana dikatakan Andi Prastowo, dalam realitas pendidikan dilapangan, guru masih banyak yang menggunakan bahan ajar konvensional, yaitu bahan ajar yang tinggal pakai, tinggal beli, instan, serta tanpa upaya merencanakan, menyiapkan, dan menyusunnya sendiri. Dengan demikian, resikonya sangat dimungkinkan jika bahan ajar yang mereka pakai itu tidak kontekstual, tidak menarik, monoton, dan tidak sesuai dengan kebutuhan siswa.8

B. Identifikasi Masalah

Oleh karena itu, Peneliti memadukan antara bahan ajar dengan pendekatan penemuan terbimbing untuk mengatasi masalah yang telah dipaparkan sebelumnya, karena pembelajaran dengan menggunakan bahan ajar yang berbasis pendekatan tertentu merupakan proses pembelajaran mandiri yang disusun secara sistematis, operasional dan terarah pada tujuan yang ingin dicapai. Dalam hal ini bahan ajar berbasis penemuan terbimbing disusun dengan tujuan meningkatkan kemampuan penalaran indukt if matematis siswa. Oleh karena itu penulis mengajukan judul Penggunaan Bahan Ajar Berbasis Penemuan Terbimbing untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran Induktif Matematis Siswa.

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, dapat didefinisikan masalah sebagai berikut :

1. Kurangnya sarana penunjang pembelajaran yaitu bahan ajar siswa di sekolah. Bahan ajar yang diberikan kepada siswa belum menggunakan suatu pendekatan pembelajaran penemuan terbimbing sehingga pembelajaran masih belum terarah pada tujuan yang jelas.

2. Kemampuan penalaran indukt if siswa rendah. Hal ini ditunjukkan dengan

siswa kesulitan dalam menganalisa data/soal, siswa kesulitan dalam menyusun konjektur dan menarik kesimpulan secara umum dari sejumlah data yang diamati, sehingga siswa sulit dalam menyelesaikan soal-soal matematika.

8Andi , Prastowo,Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar, (Yogyakarta : DIVA Press, 2011). h.18


(22)

3. Kebiasaan siswa yang cenderung hanya menyalin apa yang guru berikan tanpa memahami konsep, aturan atau prinsip matematika yang dipelajari, sehingga siswa cenderung kesulitan dalam menyelesaikan soal yang sedikit berbeda dari yang di contohkan oleh guru.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diuraikan, maka dalam penelitian ini perlu adanya pembatasan masalah agar pengkajian masalah dalam penelitian ini lebih terarah. Adapun pembatasan masalah dalam penelitian ini, antara lain :

1. Bahan ajar LKS berbasis penemuan terbimbing.

Jenis bahan ajar yang dibuat dalam penelitian adalah LKS (Lembar Kerja Siswa). Bahan ajar berbasis penemuan terbimbing yaitu dalam proses pembelajaran menggunakan bahan ajar LKS yang sesuai dengan langkah-langkah pembelajaran penemuan terbimbing.

2. Penalaran indukt if

Siswa dikatakan memilki kemampuan penalaran induktif apabila memenuhi aspek sebagai berikut: Mampu menganalisis situasi dan menyusun konjektur; Memberi penjelasan terhadap fakta, hubungan atau pola yang ada.; Memperkirakan jawaban, dan proses solusi.

D. Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang akan dibahas pada penelitian ini, antara lain :

1. Bagaimana penggunaan bahan ajar (LKS) berbasis penemuan terbimbing

dapat meningkatkan kemampuan penalaran induktif matematis siswa ?

2. Bagaimana aktivitas belajar matematika siswa selama pembelajaran

menggunakan bahan ajar berbasis penemuan terbimbing ?

3. Bagaimana respon siswa terhadap pembelajaran menggunakan bahan ajar


(23)

E. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian tindakan kelas (PTK) ini, antara lain :

1. Mengetahui penggunaan bahan ajar (LKS) berbasis penemuan terbimbing

dapat meningkatkan kemampuan penalaran induktif matematis siswa.

2. Mengetahui aktivitas belajar matematika siswa selama pembelajaran

menggunakan bahan ajar berbasis penemuan terbimbing.

3. Mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran menggunakan bahan ajar

(LKS) berbasis penemuan terbimbing.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian tindakan kelas (PTK) ini antara lain :

1. Bagi siswa, memiliki bahan ajar matematika yang lebih menarik dan sesuai dengan kebutuhan belajar siswa di sekolah sehingga mampu meningkatkan kemampuan penalaran induktif matematis siswa dan meningkatkan prestasi belajar matematika.

2. Bagi guru adalah memudahkan guru dalam menyampaikan informasi

pembelajaran matematika kepada siswa.

3. Bagi sekolah adalah meningkatkan kualitas proses belajar mengajar disekolah serta memiliki buku pegangan matematika yang sesuai dengan kebutuhan siswa di sekolah.

4. Bagi peneliti adalah dapat menjadi bahan masukkan untuk melakukan

penelitian lebih lanjut atau sebagai pedoman untuk mengembangkan bahan ajar pada materi matematika yang lain.


(24)

8 A. Acuan Teori

1. Bahan Ajar Berbasis Penemuan Terbimbing a. Bahan ajar

Menurut A. Benny Pribadi, “istilah bahan ajar sama dengan media pembelajaran, yaitu : sesuatu yang dapat membawa informasi dan pesan dari

sumber belajar kepada siswa”.1

Menurut National Center for Competency Based Training (2007), “Bahan

ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru/

instruktur dalam melaksanakan proses pembelajaran di kelas. Bahan ajar yang dimaksud bisa berupa bahan ajar tertulis maupun bahan ajar tidak tertulis”.

Jadi, bahan ajar adalah sesuatu yang berisi informasi atau pesan yang akan disampaikan oleh guru kepada siswa.

2 Sebagaimana dikatakan Andi Prastowo, bahan ajar merupakan segala bahan (baik informasi, alat, maupun teks) yang disusun secara sistematis yang sesuai dengan kompetensi yang akan dikuasai peserta didik dan digunakan dalam proses pembelajaran dengan tujuan perencanaan dan penelaahan implementasi pembelajaran.3

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa bahan ajar adalah sesuatu yang berisi seperangkat materi pembelajaran yang disusun secara sistematis dan operasional sesuai dengan kompetensi yang akan dicapai, untuk membantu guru dan siswa dalam proses pembelajaran.

1A. Benny, Pribadi, Model Desain system pembelajaran, ed. 1,( Perpustakaan nasional RI : KDT, 2009), h. 105.

2 Andi., Prastowo, Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar, (Yogyakarta : DIVA Press, 2011),

h.16.


(25)

1) Prinsip-prinsip dalam Memilih Bahan Ajar

Prinsip-prinsip dalam pemilihan materi pembelajaran meliputi: a) Prinsip Relevansi

Prinsip relevansi artinya materi pembelajaran hendaknya relevan memiliki keterkaitan dengan pencapaian standar kompetensi dan kompetensi dasar. b) Konsistensi

Prinsip konsistensi artinya adanya ketegasan antara bahan ajar dengan kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa. Misalnya, kompetensi yang harus dikuasai siswa empat macam, maka bahan ajar yang harus diajarkan juga harus meliputi empat macam.

c) Kecukupan

Prinsip kecukupan artinya materi yang diajarkan hendaknya cukup memadai dalam membantu siswa menguasai kompetensi dasar yang diajarkan. Materi tidak boleh terlalu sedikit dan tidak boleh terlalu banyak.4

2) Jenis Bahan ajar

Adapun jenis bahan ajar antara lain:

a) Bahan ajar pandang (visual) terdiri atas bahan ajar cetak seperti antara lain hand out, buku, modul, lembar kerja siswa, brosur, leaflet, wallchart, foto/gambar, dan non cetak seperti model/maket.

b) Bahan ajar dengar (audio) seperti kaset, radio, piringan hitam, dan

compact disk audio.

c) Bahan ajar pandang dengar (audio visual) seperti video compact disk, film. d) Bahan ajar multimedia interaktif (interactive teaching material) seperti

CAI (Computer Assisted Instruction), Compact Disk (CD) multimedia

pembelajaran interaktif, dan bahan ajar berbasis web (web based learning materials).5

4 Sofan Amri, dan Iif Khoiru, Konstruksi Pengembngan Pembelajaran Pengaruhnya terhadap Mekanisme dan Praktik Kurikulum, (Jakarta : Prestasi Pustaka, 2010) . h. 162.


(26)

Jenis bahan ajar yang dibuat peneliti dalam penelitian ini adalah salah satu jenis bahan ajar cetak yaitu LKS (Lembar Kerja Siswa). Lembar Kerja Siswa

(LKS) adalah salah satu jenis bahan ajar cetak. Menurut Pedoman Umum

Pengembangan bahan Ajar (Diknas, 2004): “Lembar Kegiatan Siswa (student work sheet) adalah lembaran-lembaran berisi tugas yang harus dikerjakan oleh siswa. Lembar kegiatan biasanya berupa pentunjuk atau langkah-langkah untuk menyelesaikan suatu tugas dan tugas tersebut haruslah jelas kompetensi dasar yang akan dicapai”. 6

Menurut pandangan lain, LKS adalah singkatan dari Lembar Kegiatan Siswa, yaitu sesuatu yang berisi ringkasan materi ajar dan tugas yang dikemas sedemikian rupa dengan tujuan siswa mampu mempelajari materi ajar tersebut

secara mandiri dengan arahan dari guru.7 LKS merupakan suatu bahan ajar

cetak berupa lembar-lembar kertas yang berisi materi, ringkasan, dan petunjuk-petunjuk pelaksanaan, tugas pembelajaran yang harus dikerjakan oleh siswa, yang mengacu pada kompetensi dasar yang harus dicapai.8

Berdasarkan pengertian awal mengenai LKS, dapat kita ketahui bahwa LKS memiliki setidaknya empat fungsi sebagai berikut :

Berdasarkan pengertian LKS menurut para ahli, dapat disimpulkan bahwa LKS adalah salah satu bahan ajar cetak yang berisi ringkasan materi pembelajaran, tugas dan petunjuk atau langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran yang mengacu pada standar kompetensi dan kompetensi dasar yang hendak dicapai.

9

a) Sebagai bahan ajar yang meminimalkan peran guru, namun lebih

mengaktifkan siswa;

b) Sebagai bahan ajar yang mempermudah siswa untuk memahami materi

yang diberikan;

c) Sebagai bahan ajar ringkas dan kaya tugas untuk berlatih ; serta

6 Andi Prastowo, Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar, ( Yogyakarta : DIVA Press, 2011), h. 203-204.

7Ibid. h.204. 8 Ibid.


(27)

d) Memudahkan pelaksanaan pengajaran kepada siswa.

Selain fungsi LKS, Ada empat poin yang menjadi tujuan penyusunan LKS, yaitu :

a) Menyajikan bahan ajar yang memudahkan siswa untuk berinteraksi dengan

materi yang diberikan.

b) Menyajikan tugas-tugas yang meningkatkan penguasaan siswa terhadap

materi yang diberikan.

c) Melatih kemandirian belajar siswa.

d) Memudahkan guru dalam memberikan tugas kepada siswa.10

Menurut Andi Prastowo, bahan ajar LKS terdiri atas enam unsur utama, meliputi : Judul, petunjuk belajar, kompetensi dasar atau materi pokok, informasi pendukung, tugas atau langkah kerja dan penilaian. Sedangkan, jika dilihat dari formatnya, LKS memuat paling tidak delapan unsur, yaitu judul, kompetensi dasar yang akan dicapai, waktu penyelesaian, peralatan/bahan yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas, informasi singkat, langkah kerja, tugas yang harus dilakukan, dan laporan yang harus dikerjakan.11

a) Judul (cover) .

Berdasarkan paparan di atas, maka peneliti akan membuat LKS yang terdiri atas :

b) Standar kompetensi dan Kompetensi dasar yang akan dicapai.

c) Petunjuk penggunaan LKS.

d) Informasi singkat mengenai materi. e) Tugas yang harus dilakukan. f) Penilaian.

10Ibid. h. 206


(28)

Setiap LKS disusun dengan materi-materi dan tugas-tugas tertentu yang dikemas sedemikian rupa untuk tujuan tertentu. Karena perbedaan maksud dan tujuan LKS dibedakan menjadi beberapa bentuk, diantaranya :12

a) LKS yang membantu siswa menemukan suatu konsep.

Suatu prinsip konstruktivisme, seseorang akan belajar jika ia aktif mengonstruksi pengetahuan didalam otaknya. Salah satu mengimplementasikan di kelas adalah dengan mengemas materi pembelajaran dalam bentuk LKS, yang memiliki ciri-ciri mengetengahkan terlebih dahulu suatu fenomena yang bersifat konkret, sederhana, dan berkaitan dengan konsep yang akan dipelajari.

b) LKS yang membantu siswa menerapkan dan mengintegrasikan berbagai

konsep yang telah ditemukan. Setelah siswa berhasil menemukan konsep, siswa selanjutnya kita latih untuk menerapkan konsep yang telah dipelajari tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

c) LKS yang berfungsi sebagai penguatan.

LKS bentuk ini berisi pertanyaan atau isian yang jawabannya ada didalam buku. LKS ini juga sesuai untuk keperluan remidiasi.

d) LKS yang berfungsi sebagai petunjuk praktikum.

LKS bentuk ini diberikan setelah siswa selesai mempelajari topik tertentu. Materi pembelajaran yang dikemas lebih mengarah pada pendalaman dan penerapan materi pembelajaran.

LKS yang peneliti buat dalam penelitian ini adalah LKS (Lembar Kegiatan Siswa) yang membantu siswa menemukan konsep berdasarkan data-data yang diamati. Setelah menemukan konsep, siswa selanjutnya dilatih untuk menerapkan pada penyelesaian masalah matematika yang berkaitan dengan materi tersebut.

Diperlukan adanya langkah-langkah aplikatif untuk membuat LKS yang sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Adapun langkah-langkah aplikatif membuat LKS, antara lain :

12 Ibid. h. 208-211.


(29)

Gambar 2.1 Diagram Alir Langkah-langkah Penyusunan LKS. Menentukan Judul LKS

Menentukan Materi

Merumuskan KD

Menyusun Materi

Membuat Instrumen Penilaian

Menyusun Bahan Ajar Sesuai dengan urutan Unsur-unsur Bahan Ajar


(30)

b. Penemuan Terbimbing

Kata penemuan merupakan penemuan yang dilakukan oleh siswa. Dalam belajarnya siswa menemukan sendiri sesuatu hal yang belum diketahui oleh siswa sebelumnya. Hal-hal yang ditemukan oleh siswa dapat berupa konsep, teorema, rumus, pola, aturan dan sejenisnya. Untuk dapat menemukan mereka harus melakukan terkaan, dugaan, perkiraan, coba-coba, dan usaha lainnya dengan menggunakan pengetahuannya melalui induksi, deduksi, observasi, ekstrapolasi.13

Adapun pembelajaran penemuan ada yang dilakukan secara terpimpin (terbimbing) dan ada pula yang dilakukan tidak terpimpin. Pembelajaran penemuan yang dipandu oleh guru (terbimbing) pertama kali dikenalkan oleh Plato dalam suatu dialog antara Socrates dan seorang anak, (Cooney, Davis : 1975, 36). Pembelajaran ini melibatkan suatu dialog atau interaksi antara siswa dengan guru dimana siswa mencari kesimpulan yang diinginkan melalui suatu urutan pertanyaan yang diatur oleh guru.

14

Penemuan terbimbing atau discovery terbimbing merupakan pendekatan yang digunakan untuk membangun konsep dibawah pengawasan guru. Discovery merupakan pendekatan pembelajaran kognitif yang menuntut guru untuk lebih kreatif menciptakan situasi yang dapat membuat siswa belajar aktif

menemukan pengetahuan sendiri.15

Interaksi dalam pendekatan ini menekankan pada adanya interaksi dalam kegiatan belajar mengajar. Interaksi tersebut dapat juga terjadi antara siswa dengan siswa (S-S), siswa dengan bahan ajar (S-B), siswa dengan guru (S-G), siswa dengan bahan ajar dan siswa (S-B-S) dan siswa dengan bahan ajar dan Jadi, penemuan terbimbing adalah salah satu pendekatan pembelajaran yang melatih siswa untuk aktif menemukan suatu konsep materi pembelajaran di bawah pengawasan seorang guru.

13 Erman Suherman dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung : JICA UPI, 2001), h. 179.

14 Markaban, Model Pembelajaran Matematika dengan pendekatan penemuan terbimbing, (Pusat Pengembangan dan Penataran Guru Matematika Yogyakarta : Depdiknas, 2006), h. 10 15 Ridwan Abdullah, Inovasi Pembelajaran, (Jakarta : Bumi Aksara, 2013) h. 221.


(31)

guru (S-B-G). Interaksi yang mungkin terjadi tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.2 Skema Interaksi dalam Pembelajaran Penemuan Terbimbing16

Interaksi terjadi bertujuan untuk saling mempengaruhi pola pikir masing-masing, guru memancing siswa dengan pertanyaan-pertanyaan terfokus sehingga dapat memungkinkan siswa untuk memahami dan mengkonstruksikan konsep-konsep tertentu, membangun aturan-aturan dan belajar menemukan sesuatu untuk memecahkan masalah.17

a) Perumusan masalah untuk dipecahkan siswa.

Ada lima tahapan yang ditempuh dalam melaksanakan pendekatan penemuan terbimbing, sebagaimana dikatakan Syaiful Sagala, yakni:

b) Menetapkan jawaban sementara atau lebih dikenal dengan istilah hipotesis.

c) Siswa mencari informasi, data, fakta yang diperlukan untuk menjawab

permasalahan.

d) Menarik kesimpulan jawaban atau generalisasi.

e) Mengaplikasikan kesimpulan dalam situasi yang baru.18

16 Markaban, Model pembelajaran matematika dengan pendekatan penemuan terbimbing, (Pusat Pengembangan dan Penataran Guru Matematika, Yogyakarta : Depdiknas, 2006), h. 11. 17 Ibid, h. 10-11.

18Syaiful, Sagala, Konsep dan Makna pembelajaran. (Bandung : Alfabeta, 2013). h. 197. Guru

Siswa B Siswa A


(32)

Sedangkan, menurut Markaban, langkah-langkah dalam penemuan terbimbing, antara lain:

a) Merumuskan masalah yang akan diberikan kepada siswa dengan data

secukupnya, perumusannya harus jelas, hindari pernyataan yang menimbulkan salah tafsir sehingga arah yang ditempuh siswa tidak salah.

b) Dari data yang diberikan guru, siswa menyusun, memproses, mengorganisir

dan menganalisis data tersebut. Dalam hal ini, bimbingan guru dapat diberikan sejauh yang dperlukan saja. Bimbingan ini sebaiknya mengarahkan siswa untuk melangkah kearah yang hendak dituju melalui pertanyaan-pertanyaan atau LKS.

c) Siswa menyusun konjektur (prakiraan) dari hasil analisis yang

dilakukannya.

d) Bila dipandang perlu, konjektur yang telah dibuat siswa diperiksa oleh

guru. hal ini penting dilakukan untuk meyakinkan kebenaran prakiraan siswa, sehingga akan menuju ke arah yang hendak dicapai.

e) Apabila telah diperoleh kepastian tentang kebenaran konjektur tersebut,

maka verbalisasi konjektur sebaiknya diserahkan juga kepada siswa untuk menyusunnya.

f) Sesudah siswa menemukan yang dicari, hendaknya guru menyediakan soal

latihan atau soal tambahan untuk memeriksa apakah hasil penemuan itu benar.19

Sebagaimana dikatakan Markaban, ada beberapa kelebihan dari Pendekatan penemuan terbimbing, antara lain :

a) Siswa berpartisipasi aktif dalam pembelajaran yang disajikan.

b) Menumbuhkan sekaligus menanamkan sikap inquiry

(mencari-menemukan).

c) Mendukung kemampuan pemecahan masalah siswa.

d) Memberikan wahana interaksi antar siswa, siswa dengan guru, dengan

demikian siswa juga terlatih untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.

19 Markaban ,Op.cit, h. 16.


(33)

e) Materi yang dipelajari dapat mencapai tingkat kemampuan yang tinggi dan lebih lama membekas karena siswa dilibatkan dalam proses

menemukannya.20

Berdasarkan teori bruner pembelajaran Penemuan cocok untuk meningkatkan kemampuan penalaran induktif karena pembelajaran Penemuan adalah suatu pendekatan yang menekankan pentingnya pemahaman tentang struktur materi dari suatu ilmu yang dipelajari, perlunya belajar aktif sebagai dasar dari pemahaman sebenarnya dan nilai dari berpikir secara induktif dalam belajar (pembelajaran yang sebenarnya terjadi melalui penemuan pribadi).21

a) Guru merumuskan masalah untuk dipecahkan siswa.

Berdasarkan paparan para ahli mengenai penemuan terbimbing, peneliti menyimpulkan bahwa bahan ajar berbasis penemuan terbimbing adalah bahan ajar yang disusun secara sistematis dan operasional sesuai dengan langkah-langkah pendekatan pembelajaran penemuan terbimbing untuk membantu siswa dan guru dalam mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.

Desain pembelajaran penggunaan bahan ajar berbasis penemuan terbimbing yang peneliti buat yaitu bahan ajar LKS (Lembar Kerja Siswa) yang berisi informasi singka t mengenai materi matematika sesuai dengan kompetensi dasar yang akan dicapai, petunjuk penggunaan LKS, tugas yang harus dilakukan siswa, dan instrument penilaian. Bahan ajar LKS yang dibuat menggunakan langkah-langkah pembelajaran yang sesuai dengan pendekatan penemuan terbimbing. Adapun langkah-langkah pendekatan pembelajaran penemuan terbimbing yang didesain peneliti dalam penelitian ini, antara lain:

b) Dari masalah yang diberikan guru, siswa menganalisis, mencari dan

menyusun informasi, data, fakta yang diperlukan untuk menjawab permasalahan.

c) Siswa menyusun konjektur (prakiraan) dari hasil analisis yang dilakukan.

d) Siswa membuat kesimpulan secara umum dengan bahasa sendiri.

e) Siswa mengaplikasikan kesimpulan yan dibuat kedalam situasi yang baru.

20 Markaban , loc. cit.

21 Trianto, Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktik, (Jakarta : Prestasi Pustaka, 2007), h. 79.


(34)

2. Penalaran Induktif Matematis

Menurut John W. Santrock, “Penalaran adalah pemikiran logis yang

menggunakan induksi dan deduksi untuk mencapai sebuah kesimpulan”.22

Kesimpulan yang dimaksud dapat berupa konsep, sifat atau prinsip. Sebagaimana diakatan Supyani, penalaran diartikan sebagai cara berpikir, merupakan penjelasan dalam upaya menunjukkan hubungan antara beberapa hal yang berdasarkan pada sifat-sifat atau hukum-hukum tertentu yang telah diakui

kebenarannya. 23

Salah satu jenis penalaran adalah penalaran induktif (induksi). Sebagaimana dinyatakan kurikulum 2004 (Depdiknas, 2004:1), berikut : “Penalaran induktif adalah pengalaman peristiwa nyata atau instuisi. Penalaran induktif terjadi ketika terjadi proses berpikir yang berusaha menghubung-hubungkan fakta-fakta atau evidensi-evidensi khusus yang sudah diketahui menuju kepada suatu kesimpulan yang bersifat umum (general)”.

Jadi, penalaran adalah kemampuan berpikir yang menghubungkan data-data yang diperoleh menggunakan induksi dan deduksi untuk memperoleh suatu kesimpulan.

24

Sebagaimana dikatakan John W.S, penalaran Induktif meliputi penalaran dari hal yang khusus ke hal yang umum. Jadi, penalaran induktif merupakan penarikan kesimpulan (pembentukan konsep) mengenai keseluruhan suatu

kategori berdasarkan pengamatan hanya pada beberapa bagiannya.25

22John, W. Santrock, Psikologi Pendidikan buku 2, (Jakarta : Salemba Humanika, 2009), h. 8.

23Supyani, Konsep Dasar Matematika, (Jakarta :Direktorat Jenderal Pendidikan Islam DEPAG RI, 2009), h. 37.

24 Fadjar shadiq, Kemahiran matematika, (Yogyakarta : Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (Depdiknas), 2009), h. 2.

25John, W. Santrock, Psikologi Pendidikan buku 2, (Jakarta : Salemba Humanika, 2009), h. 9-10.

Siswa menggunakan penalaran induktif karena mereka menggeneralisasi proses solusi dan menarik kesimpulan dari beberapa percobaan atau contoh. Mereka menerapkan penalaran induktif karena mereka memilah dan mengklasifikasikan


(35)

obyek, mengidentifikasi atribut yang sama, dan mengidentifikasi dan memperluas pola .26

Penalaran induktif adalah proses berpikir yang berusaha menghubungkan fakta-fakta atau kejadian-kejadian khusus yang sudah diketahui menuju kepada

suatu kesimpulan yang bersifat umum.27

Menurut Utari Sumarmo, Indikator dalam penalaran induktif antara lain: Penalaran Induktif adalah proses berpikir seorang siswa dengan cara mengamati dan meghubungkan fakta-fakta yang diketahui untuk membentuk suatu kesimpulan yang bersifat umum.

Berdasarkan paparan para ahli tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa kemampuan penalaran induktif siswa adalah suatu kemampuan berpikir siswa dalam memperoleh kesimpulan secara umum berdasarkan fakta-fakta yang diamati.

28

1. Transduktif: Menarik kesimpulan dari kasus atau sifat khusus yang satu diterapkan pada kasus khusus lainnya.

2. Analogi: Penarikan kesimpulan berdasarkan keserupaan data atau proses. 3. Generalisasi: Penarikan kesimpulan umum berdasarkan sejumlah data yang

teramati.

4. Memperkirakan jawaban, solusi, atau kecenderungan.

5. Memberi penjelasan terhadap model, fakta, sifat, hubungan, atau pola yang ada.

6. Menggunakan pola hubungan untuk menganalisis situasi, dan menyusun konjektur.

Berdasarkan indikator yang dikemukkan oleh Utari Sumarmo mengenai penalaran indukt if. Maka, dalam penelitian ini peneliti mengambil indikator penalaran induktif antara lain:

26TERC, Scott Foresman. A Corelation of investigation to the NCTM Principles and Standards for School Mathematics, (2000) h. 60.

27 Sri Wardhani, Analisis SI dan SKL Mata Pelajaran Matematika SMP/MTs untuk Optimalisasi Tujuan Mata Pelajaran Matematika, (Yogyakarta : Pusat Pengembangan Dan Pemberdayaan Pendidik Dan Tenaga Kependidikan Matematika, 2008) h. 12.

28 Utari Sumarmo, Berpikir dan Disposisi Matematik serta Pembelajarannya, (Bandung: Jurusan Pend. Matematika FMIPA UPI, 2013), h. 345.


(36)

1. Menggunakan pola hubungan untuk menganalisis situasi, dan menyusun konjektur, yaitu siswa mampu menggunakan pola/hubungan untuk menganalisis soal, dan siswa mampu membuat pernyataan berdasarkan pengamatan pada soal yang belum dibuktikan secara umum (konjektur). 2. Memberi penjelasan terhadap model, fakta, sifat, hubungan, atau pola yang

ada, yaitu siswa mampu memberi penjelasan dengan membuat daftar/gambar/tabel untuk mengetahui hubungan atau pola yang ada.

3. Memperkirakan jawaban, dan proses solusi, yaitu siswa mampu

memperkirakan jawaban dengan menjelaskan alasan dan proses solusi. Pembahasan berpikir matematik erat kaitannya dengan hakikat matematika. Istilah Berpikir Matematik (Mathematical thinking) memuat arti cara berpikir

yang berkaitan dengan karakteristik matematika.29 Kemampua n matematika

dimiliki dan dilakukan oleh setiap orang. Misalnya berhitung, salah satu contoh kegiatan matematika yang rutin dilakukan setiap orang. Dua contoh kegiatan matematika lainnya, “mathematic problem solving” dan “mathematical reasoning” dikerjakan oleh sekelompok orang tertentu saja, yang melibatkan matematika secara aktif dalam hidupnya.30

Secara garis besar, kemampuan dasar matematika dapat diklasifikasikan dalam lima jenis sebagaimana termuat dalam kurikulum matematika sekolah menengah, yaitu :31

1. Mengenal dan menerapkan konsep, prosedur, prinsip dan ide matematika.

2. Menyelesaikan masalah matematika.

3. Bernalar matematik.

4. Melakukan koneksi matematika.

5. Komunikasi matematik.

Berdasarkan klasifikasi tersebut, kemampuan penalaran merupakan salah satu jenis kemampuan dasar matematika. Maka, dari pernyataan tersebut peneliti menyimpulkan bahwa kemampuan penalaran induktif matematis siswa adalah

29 Utari Sumarmo, Berpikir dan Disposisi Matematik serta Pembelajarannya, (Bandung: Jurusan Pend. Matematika FMIPA UPI, 2013), h. 122.

30 Ibid.


(37)

suatu kemampuan berpikir matematis siswa dalam memperoleh kesimpulan (pembentukkan konsep matematika) secara umum berdasarkan fakta-fakta yang diamati.

B. Hasil Penelitian yang Relevan

Adapun penelitian relevan yang sudah dilakukan antara lain:

1. Maria C. Canadas, Encarnacion Castro and Enrique Castro, “Using A Model

to Describe Student Inductive Reasoning in Problem Solving” (Department of Didactics of Mathematics, University of Granada, Granada No. 17 vol 7(1) 2009). Dalam penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa untuk menyelesaikan masalah matematika (kemampuan pemecahan masalah) membutuhkan kemampuan penalaran induktif matematika.

2. Ria Intan P dan Edi Prajitno, “Pengembangan Student Worksheet

Berbasis Penemuan Terbimbing pada Materi Trigonometri Untuk Siswa SMA RSBI Kelas X”. (Universitas Negeri Yogyakarta edisi 4 Vol.4, Desember 2012). Hasil penelitian ini berupa student worksheet berbasis penemuan terbimbing pada materi trigonometri untuk siswa SMA RSBI kelas X. Kualitas student worksheet berbasis penemuan terbimbing ditinjau dari aspek keefektifan menunjukkan bahwa student worksheet berbasis penemuan terbimbing efektif digunakan dalam proses pembelajaran. Hal ini ditunjukkan oleh persentase ketuntasan belajar sebesar 93,55% berdasarkan hasil tes tertulis termasuk dalam kategori sangat baik.

3. Latifah Mutmainah, Abdul Muin dan M. Hamzah, “Strategi Metakognitif

untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran Induktif Matematis Tipe Generalisasi”. (Pendidikan Matematika 2013, FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta). Respon Positif siswa dalam pembelajaran matematika menunjukkan peningkatan sebesar 69,61% pada siklus I dan menjadi 90,13% pada siklus II yang termasuk kategori cukup baik. Kemampuan Penalaran Induktif Matematis siswa juga meningkat dan telah memenuhi hasil intervensi yang diharapkan dengan presentase pada siklus I 66,30% menjadi 76,47% pada siklus 2.


(38)

C. Kerangka Berpikir

Kemampuan penalaran induktif matematis harus dimiliki oleh setiap siswa, karena dengan kemampuan penalaran induktif matematis yang baik mampu meningkatkan pemahaman siswa terhadap konsep, prinsip, atau aturan matematika, sehingga siswa dapat mencari penyelesaian suatu masalah matematika dengan mandiri dan aktif.

Bahan ajar siswa memiliki peran yang sentral terhadap keberhasilan pembelajaran. Bahan ajar yang cocok untuk meningkatkan kemampuan penalaran indukt if matematis adalah bahan ajar berbasis penemuan terbimbing, karena dengan pembelajaran menggunakan bahan ajar berbasis penemuan terbimbing siswa dilatih untuk menganalisis masalah, menyusun konjektur, membuat kesimpulan secara umum dengan bahasa sendiri, dan mengaplikasikan kesimpulan dalam situasi yang baru.

Gambar 2.3 Kerangka Berpikir

D. Hipotesis Tindakan

Hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah:

“Penggunaan Bahan Ajar Berbasis Penemuan Terbimbing dapat Meningkatkan Kemampuan Penalaran Induktif Matematis Siswa”.

Penalaran Induktif Matematis Bahan Ajar Berbasis Penemuan

Terbimbing

Pemberian kasus/masalah kepada siswa diawal pembelajaran Pemberian pertanyaan yang mengarah

pada penemuan konsep secara umum Pemberian pertanyaan yang menggunakan pola hubungan

Mengaplikasikan kesimpulan umum yang telah diperoleh siswa dengan

mengerjakan soallatihan

Kemampuan siswa dalam menganalisis situasi

Kemampuan siswa dalam menyusun konjektur

Kemampuan siswa dalam memberi penjelasan dengan membuat

daftar/gambar/tabel Kemampuan siswa dalam memperkirakan jawaban dengan menjelaskan alasan dan proses solusi Meningkatkan


(39)

23 A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Islam Terpadu Al-Maka. Jl. Peta Selatan No.1 Kalideres Jakarta Barat 11840. Pelaksanaan penelitian dilakukan di kelas VIII A pada semester ganjil tahun pelajaran 2014/2015.

Tabel 3.1

Jadwal Kegiatan Penelitian

Kegiatan Pelaksanaan Tindakan

Mei Jun Jul Agst Sept Okt

Persiapan dan Pelaksanaan √ √ √

Observasi Prapenelitian √ √

Pelaksanaan Penelitian √

Analisis Data √

Laporan Penelitian √

B. Metode Penelitian dan Rancangan Siklus Penelitian

Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah penelitian yang dilakukan oleh guru di kelasnya sendiri melalui refleksi diri dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sehingga hasil belajar siswa meningkat.1

1Zainal Aqib, siti Jaiyaroh, eko diniati, khusnul khotimah, Penelitian Tindakan Kelas Untuk Guru MP, SMA, SMK”, (Bandung: CV.Yrama Widya, 2008). h. 3

Penelitian ini diawali dengan melakukan penelitian pendahuluan (prapenelitian) dan akan dilanjutkan dengan dua siklus. Dalam prapenelitian tersebut peneliti melakukan observasi terhadap guru dan siswa tentang proses pembelajaran matematika. Pelaksanaan PTK dilakukan dalam bentuk siklus atau putaran. Siklus atau putaran dalam PTK adalah satu kali proses pembelajaran sesuai dengan perencanaan yang telah


(40)

disusun.2

1. Perencanaan

Dalam setiap siklus atau putaran PTK dilakukan empat kegiatan pokok, antara lain :

Dalam setiap siklus disusun perencanaan pembelajaran untuk perbaikan pembelajaran. Perencanaan bukan hanya berisi tentang tujuan atau kompetensi yang harus dicapai, akan tetapi juga harus lebih ditonjolkan perlakuan khususnya oleh guru dalam proses pembelajaran, ini berarti perencanaan yang disusun harus dijadikan pedoman seutuhnya dalam proses pembelajaran.3

2. Melaksanakan tindakan (action)

Pelaksanaan tindakan adalah perlakuan yang dilaksanakan guru berdasarkan perencanaan yang telah disusun. Tindakan inilah yang menjadi inti dari PTK sebagai upaya meningkatkan kinerja guru untuk menyelesaikan masalah. Tindakan dilakukan dalam program pembelajaran apa adanya. Artinya, tindakan itu tidak direkayasa untuk kepentingan penelitian.

3. Observasi

Observasi dilakukan untuk mengumpulkan informasi tentang proses pembelajaran yang dilakukan guru sesuai dengan tindakan yang telah disusun melalui pengumpulan informasi, observer dapat mencatat berbagai kelemahan dan kekuatan yang dilakukan guru dalam melaksanakan tindakan, sehingga hasilnya dapat dijadikan masukan ketika guru melakukan refleksi untuk penyusunan rencana ulang memasuki putaran atau siklus berikutnya.

4. Refleksi

Refleksi adalah aktivitas melihat berbagai kekurangan yang dilaksanakan guru selama tindakan. Dari hasil refleksi, guru dapat mencatat berbagai kekurangan yang perlu diperbaiki, sehingga dapat dijadikan dasar dalam penyusunan rencana ulang.4

2 Wina Sanjaya, Penelitian Tindakan Kelas, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009). h.77

3

Ibid. h. 78 4


(41)

C. Desain Intervensi Tindakan

Adapun desain yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu berupa siklus-siklus. Diawali dengan menemukan adanya masalah, melakukan tindakan pertama, apabila tindakan pertama (siklus 1) selesai dilakukan dan hasil yang diharapkan belum mencapai kriteria keberhasilan maka ditindak lanjuti dengan melakukan tindakan selanjutnya (siklus 2) sebagai rencana perbaikan pembelajaran. Begitu seterusnya hingga mendapatkan hasil yang diinginkan. Siklus Penelitian Tindakan sebagai berikut :5

Gambar. 3.1 Siklus Penelitian Tindakan Kelas

5Suharsimi, Arikunto. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Tindakan Praktik. (Jakarta: Rineka Cipta). h.137.

Pengamatan Perencanaan

Perencanaan

Pengamatan

Pelaksanaan

Pelaksanaan Refleksi

Refleksi


(42)

D. Indikator Keberhasilan Kerja

Hasil penelitian yang diharapkan dalam penelitian ini adalah meningkatnya kemampuan Penalaran induktif matematis siswa melalui penggunaan bahan ajar berbasis penemuan terbimbing. Penelitian ini akan dihentikan jika:

1. Hasil tes kemampuan penalaran induktif yang diberikan pada setiap akhir

siklus menunjukkan bahwa nilai rata-rata siswa mencapai ≥70.

Kriteria keberhasilan/ketuntasan belajar siswa dikelompokkan ke dalam 4 kategori, dengan kriteria sebagai berikut:6

Nilai

Tabel 3.2

Kategori Perolehan Nilai Instrumen Tes

Kategori Keterangan

≥8,00 Sangat tinggi Tuntas

7,50−7,99 Tinggi Tuntas

7,00−7,49 Sedang Tuntas

≤ 6,00−6,99 Rendah Belum tuntas

2. Aktivitas belajar dan respon siswa terhadap penggunaan bahan ajar berbasis penemuan terbimbing tergolong dalam kategori ”baik” yaitu dengan persentase rata-rata mencapai ≥70.

Jika kedua indikator kinerja tersebut telah terpenuhi maka penelitian tindakan ini berhasil dan tindakan penelitian dihentikan. Sebaliknya, jika salah satu atau kedua indikator keberhasilan kinerja belum terpenuhi, maka tindakan penelitian ini harus dilanjutkan ke siklus berikutnya, dan disertai dengan adanya perbaikan-perbaikan yang menjadi kekurangan dari siklus sebelumnya.

6Zainal Aqib, siti Jaiyaroh, eko diniati, khusnul khotimah, Penelitian Tindakan Kelas Untuk Guru MP, SMA, SMK”, (Bandung: CV.Yrama Widya, 2008). h. 269.


(43)

E. Subjek Penelitian

Subjek pelaku dalam penelitian ini adalah peneliti, guru bidang studi matematika bertindak sebagai observer. Sedangkan subjek penerima adalah siswa kelas VIII A SMP Islam Terpadu Al-Maka.

F. Peran dan Posisi Peneliti dalam Penelitian

Peran peneliti dalam penelitian adalah sebagai pelaku penelitian. Peneliti bekerja sama dengan guru matematika sebagai observer. Sebagai observer yaitu memberi penilaian terhadap peneliti dalam mengajar dengan menggunakan bahan ajar berbasis penemuan terbimbing dan mengamati aktivitas belajar matematika siswa. Pelaksanaan tindakan dilakukan di dalam kelas, maka kerja sama antara guru matematika kelas dan peneliti menjadi hal yang sangat penting dan memiliki kedudukan yang setara, dalam arti masing-masing mempunyai peran dan tanggung jawab yang saling membutuhkan dan saling melengkapi untuk mencapai tujuan.

G. Tahapan Intervensi Tindakan

Penelitian tindakan kelas ini dimaksudkan untuk melihat bagaimana kemampuan penalaran induktif matematis siswa, pada setiap siklus setelah diberikan tindakan. Jika pada penelitian siklus 1 terdapat kekurangan maka penelitian pada siklus 2 lebih diarahkan pada perbaikan dan jika pada siklus 1 terdapat keberhasilan maka pada siklus II lebih diarahkan pada pengembangan. Adapun tahapan-tahapan dalam penelitian ini dideskripsikan sebagai berikut: 1. Penelitian pendahuluan

1) Observasi kegiatan belajar mengajar

Pada kegiatan ini peneliti melakukan observasi awal terhadap proses pembelajaran matematika pada kelas VIII A SMP Islam Terpadu Al-Maka. Melihat bagaimana proses pembelajaran di kelas.


(44)

2) Wawancara dengan guru

Wawancara dilaksanakan terhadap guru kelas untuk mengetahui aktivitas belajar matematika siswa, kemampuan siswa dalam memahami pelajaran, kemampuan siswa dalam mengerjakan soal yang diberikan guru, dan permasalahan yang dihadapi guru dalam pembelajaran matematika di kelas VIII A.

2. Siklus Pertama

1) Perencanaan

Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), menyiapkan lembar observasi aktivitas belajar matematika siswa, menyiapkan jurnal harian siswa, dan menyiapkan bahan ajar berbasis penemuan terbimbing.

2) Pelaksanaan

a. Guru melakukan apersepsi, membagikan bahan ajar berbasis penemuan

terbimbing kepada siswa.

b. Guru menjelaskan petunjuk belajar menggunakan bahan ajar berbasis

penemuan terbimbing dan tujuan pembelajaran yang akan dicapai.

c. Guru meminta siswa memecahkan kasus yang disediakan pada bahan

ajar melakukan arahan dan konfirmasi terhadap pembelajaran yang telah dilakukan.

d. Membagikan lembar observasi dan jurnal harian siswa sebagai bahan

refleksi.

e. Memberikan tes pada akhir siklus.

3) Observasi

Pada tahap ini guru (observer) melakukan pengamatan tentang aktivitas belajar siswa dan aktivitas guru dalam pembelajaran menggunakan bahan ajar berbasis penemuan terbimbing.

4) Refleksi

a. Menuliskan masalah-masalah pada siklus 1 kemudian menentukan


(45)

b. Menentukan langkah untuk siklus berikutnya berdasarkan hasil pembelajaran pada siklus 1 .

3. Siklus Kedua

Sama halnya dengan siklus 1, kegiatan yang dilaksanakan adalah Perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi namun tahapan-tahapan yang disusun pada siklus kedua dibuat berdasarkan analisis dan refleksi dari disiklus 1.

1) Perencanaan

Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), menyiapkan lembar observasi aktivitas belajar matematika siswa, menyiapkan jurnal harian siswa, dan menyiapkan bahan ajar berbasis penemuan terbimbing.

2) Pelaksanaan

a. Guru melakukan apersepsi, membagikan bahan ajar berbasis penemuan

terbimbing kepada siswa.

b. Guru menjelaskan petunjuk belajar menggunakan bahan ajar berbasis

penemuan terbimbing dan tujuan pembelajaran yang akan dicapai.

c. Guru meminta siswa memecahkan kasus yang disediakan pada bahan

ajar melakukan arahan dan konfirmasi terhadap pembelajaran yang telah dilakukan.

d. Memberikan tes pada akhir siklus.

e. Membagikan lembar observasi dan jurnal harian siswa sebagai bahan

refleksi. 3) Observasi

Pada tahap ini guru (observer) melakukan pengamatan tentang aktivitas belajar siswa dan aktivitas guru dalam pembelajaran menggunakan bahan ajar berbasis penemuan terbimbing.

4) Refleksi

Menuliskan peningkatan-peningkatan yang terjadi pada siklus 2 kemudian menentukan tingkat keberhasilan. Jika penelitian berhasil pada siklus 2, maka penelitian tindakan kelas ini dapat dihentikan.


(46)

H. Hasil Intervensi Tindakan yang Diharapkan

Hasil intervensi tindakan yang diharapkan dalam penelitian ini adalah meningkatnya kemampuan penalaran induktif matematis siswa dan peningkatan setiap indikator kemampuan penalaran induktif matematis siswa melalui pembelajaran menggunakan bahan ajar berbasis penemuan terbimbing sesuai dengan indikator keberhasilan kinerja.

I. Data dan Sumber Data

Data dalam penelitian ini ada dua macam, yaitu data kualitatif dan kuantitatif:

1. Data kualitatif: hasil lembar observasi aktivitas belajar matematika siswa, hasil wawancara prapenelitian, jurnal harian siswa dan hasil dokumentasi berupa foto.

2. Data kuantitatif : nilai hasil tes kemampuan penalaran induktif matematis siswa tiap siklus.

Sumber data dalam penelitian ini adalah siswa. J. Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian tindakan kelas ini terdiri dari:

1. Instrumen Tes

Untuk tes digunakan tes formatif yaitu tes yang dilaksanakan pada setiap akhir siklus, tes ini bertujuan untuk menganalisis peningkatan kemampuan penalaran induktif matematis siswa.

2. Instrumen Non Tes

Dalam instrumen non tes ini digunakan instrumen Lembar observasi aktivitas belajar matematika siswa, dan jurnal harian yang diisi oleh siswa. K. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Hasil observasi aktivitas belajar siswa selama pembelajaran matematika


(47)

dari pengumpulan data dari observer setiap pertemuan dengan panduan lembar observasi.

2. Hasil respon siswa selama pembelajaran matematika menggunakan bahan

ajar berbasis penemuan terbimbing diperoleh dari pengumpulan jurnal harian siswa setiap pertemuan.

3. Nilai kemampuan penalaran induktif matematis siswa diperoleh dari tes

kemampuan penalaran induktif matematis yang dilakukan pada setiap akhir siklus.

4. Hasil wawancara diperoleh dari hasil wawancara terhadap guru bidang studi

pada tahap prapenelitian.

5. Hasil dokumentasi: dokumentasi yang dimaksud adalah berupa foto-foto

yang diambil pada saat proses pembelajaran yang diperoleh dari setiap siklus.

L. Teknik Pemeriksaan Keterpercayaan Studi

Sebelum bahan ajar digunakan, dilakukan uji kelayakan bahan ajar. Bahan ajar yang akan diberikan kepada siswa di uji kelayakan oleh guru matematika di sekolah, dan dosen ahli terlebih dahulu untuk mengetahui apakah bahan ajar tersebut sudah layak digunakan. Berikut adalah tabel uji kelayakan bahan ajar :7

Kelayakan Isi

Tabel 3.3

Tabel Uji Kelayakan Bahan Ajar

Kebahasaan Desain

Kesesuaian Model/Pendekatan Pembelajaran Penggunaan Bahasa Efektif Kesesuaian Penggunaan Huruf pada Tulisan Kesesuaian Sk, Kd, Tujuan

Pembelajaran. Penggunaan Bahasa

Efisien

Kesesuaian Penggunaan Gambar dan Foto Kebenaran Substansi

Materi

7 Depdiknas Direktorat Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah 2008, Panduan Pengembangan Bahan Ajar.


(48)

Sebelum soal-soal tes digunakan, dilakukan uji coba instrumen. Soal-soal tes diujicobakan terlebih dahulu untuk mengetahui apakah instrumen tersebut memenuhi persyaratan validitas dan reliabilitas, selain itu juga untuk mengetahui tingkat kesuaran dan daya pembeda soal.

1. Validitas

Pengukuran validitas soal dapat ditentukan dengan menggunakan rumus korelasi product moment sebagai berikut:

(

)( )

(

)

[

]

[

( )

]

− = 2 2 2 2 Y Y N X X N Y X XY N rxy Keterangan

��� : Koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y

N : Banyaknya peserta tes

X : Skor butir soal

Y : Skor total

Hasil perhitungan ��� dikorelasikan dengan ������ . Jika ��� > ������ maka butir soal dikatakan valid, sebaliknya jika Jika ��� ≤������ butir soal dikatakan tidak valid.8

2. Reliabilitas

Uji reliabilitas digunakan untuk mengetahui keterpercayaan hasil tes. Suatu tes dapat dikatakan mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi jika tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap. Adapun rumus yang digunakan untuk mengukur reliabilitas suatu tes yang berbentuk uraian adalah dengan

menggunakan rumus Alpha Crownbach, yaitu:9

8 Ali, Hamzah, Evaluasi Pembelajaran Matematika, (Jakarta : Rajawali Pers, 2014).h. 222. 9 Ibid, h. 233.

�11 = �

(� −1)� �1− ∑ �12

�12


(49)

Dengan varians :

12

=

∑ �

2(∑ �)2

Keterangan :

r11

2

i

σ

: Nilai reliabilitas

n : banyaknya butir pernyataan yang valid

: jumlah varians butir 2

t

σ : varians total

k : Banyaknya siswa

3. Taraf Kesukaran

Cara mengetahui apakah soal tes yang diberikan tergolong mudah, sedang, atau sukar, yaitu dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

� = �

�� Keterangan:

P : Indeks Kesukaran

B

Menurut ketentuan yang sering diikuti, indeks kesukaran sering diklasifikasikan sebagai berikut:

: Banyaknya siswa yang menjawab benar JS : Jumlah seluruh siswa peserta tes

10

- Soal dengan P = 0,00 sangat sukar

- Soal dengan 0,00 <� ≤ 0,30 adalah soal sukar - Soal dengan 0,30 <� ≤ 0,70 adalah soal sedang - Soal dengan 0,70 <� ≤ 1,00 adalah soal mudah

4. Daya Pembeda

Perhitungan daya pembeda soal dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana soal yang diberikan dapat menunjukkan siswa yang mampu dan yang tidak mampu menjawab soal.

Untuk mengetahui daya pembeda tiap butir soal digunakan rumus :11

10 Ibid, h. 246. 11 Ibid, h. 241.


(50)

� =�� �� −

��

�� = ��− ��

Keterangan :

� : Indeks daya pembeda suatu butir soal �� : Banyaknya peserta kelompok atas

�� : Banyaknya peserta kelompok bawah

�� : Banyaknya peserts kelompok atas yang menjawab benar

�� : Banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab benar

�� : Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar

�� : Proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar

Klasifikasi Daya Pembeda:12

Nilai Db

Tabel 3.4

Klasifikasi Interpretasi Daya Pembeda Interpretasi

Dp ≤ 0,00 Sangat buruk

0,00 < Dp ≤0,20 Buruk

0,20 < Dp ≤0,40 Cukup

0,40 < Dp ≤0,70 Baik

0,70 < Dp ≤1,00 Sangat baik

M. Analisis Data dan Interpretasi Hasil Analisis

Setelah data-data penelitian terkumpul, peneliti memeriksa kembali kelengkapan dan keabsahan data-data tersebut. Tahap selanjutnya adalah menganalisis data tersebut. Data yang dianalisis meliputi hal-hal sebagai berikut :13

1. Perubahan yang terjadi pada siswa saat pembelajaran maupun sesudah

pembelajaran. Analisis yang digunakan adalah deskripsi, memaparkan data

12 Ibid, h. 243.

13 Zainal Aqib, siti Jaiyaroh, eko diniati, khusnul khotimah,Penelitian Tindakan Kelas Untuk Guru SMP, SMA, SMK, (Bandung: CV.Yrama Widya, 2008). h.53


(51)

hasil pengamatan/observasi aktivitas belajar siswa selama pembelajaran dengan membandingkan hasil yang dicapai tiap siklus. Data hasil observasi disajikan dalam bentuk tabel kemudian dianalisis menggunakan nilai persentase. Rumus persentase yang digunakan adalah :

�= �

� � 100%

Keterangan :

�=���������������

�= ������������������������������������

�= ������������ (��������������������ℎ���)

Selain observasi juga dilakukan pengamatan pada respon siswa tehadap pembelajaran matematika. Analisis yang digunakan adalah deskripsi, memaparkan data hasil pengumpulan dan rangkuman jurnal harian yang diisi oleh siswa setiap kali pertemuan. Peneliti mengelompokannya kedalam tiga kategori yaitu kategori positif, netral dan negative. Respon positif diartikan sebagai sikap menyukai, menyenangi pembelajaran menggunakan bahan ajar berbasis penemuan terbimbing. Sedangkan sikap negatif dapat diartikan sebaliknya, dan respon netral berada diantara keduanya. Persentase tiap respon dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut :

������������� = �����ℎ�����������������

�����ℎ����� � 100%

������������ = �����ℎ����������������

�����ℎ����� � 100%

�������������= �����ℎ�����������������

�����ℎ����� � 100%

2. Peningkatan hasil tes kemampuan penalaran induktif setiap siklus

Data hasil tes akhir tiap siklus dianalisis oleh peneliti. Kemampuan penalaran induktif matematika siswa dapat dilihat dari persentase rata-rata tes akhir siklus. Kemudian kemampuan penalaran induktif matematis dianalisis


(52)

perindikator yaitu (1) menganalisis situasi dan menyusun konjektur, (2) memberi penjelasan dengan membuat daftar, gambar, tabel untuk mengetahui hubungan atau pola yang ada, (3) memperkirakan jawaban dengan menjelaskan alasan dan proses solusi. Rata-rata tiap indikator dapat dihitung dengan rumus :

���� − ����������������= �����ℎ����������������

�����ℎ������������������������ � 100

Berdasarkan hasil analisis terhadap lembar observasi, jurnal harian siswa, dan tes akhir siklus apabila masih dirasakan gagal, peneliti mencari dugaan penyebab kekurangan dan sekaligus mencari alternatif solusi untuk dirancang pada tindakan berikutnya.

N. Pengembangan Perencanaan Tindakan

Apabila siklus 1 selesai dan ternyata hasil yang diharapkan belum sesuai, yaitu kemampuan penalaran induktif matematis siswa belum ada peningkatan, maka akan ditindaklanjuti untuk melakukan tindakan berikutnya sebagai rencana perbaikan pembelajaran. Kegiatan penelitian ini akan berakhir jika peneliti mampu menunjukan peningkatan kemampuan penalaran induktif matematis siswa.


(53)

37 A. Deskripsi Data

Data penelitian ini diperoleh dari hasil penelitian tindakan kelas (PTK) yang dilaksanakan di kelas VIII A SMP Islam Terpadu Al-Maka Kalideres Jakarta Barat. Data-data hasil penelitian dikumpulkan dan dianalisis, dan temuan-temuan dalam penelitian diinterpretasikan untuk mengetahui perkembangan pelaksanaan penelitian.

1. Pelaksanaan Prapenelitian

Pelaksanaan prapenelitian dilaksanakan padatanggal 21Mei, 18, dan 19 Agustus 2014. Kegiatan ini merupakan tahap awal yang dilakukan peneliti untuk mengetahui kondisi sekolah, dan tahap perkenalan peneliti dengan guru yang mengajar dan lingkungan sekolah agar peneliti tidak merasa asing ketika melaksanakan penelitian. Dalam pelaksanaan prapenelitian ini, peneliti melakukan wawancara dengan guru bidang studi matematika, melakukan observasi aktivitas belajar siswa dikelas yang akan dilakukan tindakan.

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan selama prapenelitian diperoleh informasi sebagai berikut :

a. Buku pegangan dan LKS yang belum menggunakan pendekatan

pembelajaran penemuan terbimbing.

b. Siswa cenderung hanya mengikuti apa yang ditulis oleh guru, mengikuti

contoh yang diberikan guru, dan siswa cenderung menghafal rumus-rumus matematika bukan memahami konsepnya.

c. Siswa tidak mampu menjelaskan jawaban dari soal yang mereka kerjakan.

d. Siswa tidak bisa menganalisis soal yang berbeda dari contoh yang diberikan oleh guru.

e. Kurangnya interaksi antara siswa dengan guru, kegiatan pembelajaran


(54)

f. Nilai hasil ulangan sebagian besar siswa masih tergolong rendah, hal ini dapat dilihat dari nilai ulangan harian matematika siswa sebelum penelitian, yaitu sebanyak 14 siswa dari 23 siswa dikelas memperoleh nilai dibawah kriteria ketuntasan minimal (KKM).

Nilai ulangan harian matematika siswa kelas VIII A dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.1

Tabel Distribusi Frekuensi Nilai Hasil Ulangan Siswa Sebelum Penelitian

Interval kelas F fk fk(%) Rata-rata

45 - 50 2 2 8,70 65,43

51 - 56 4 6 26,09

57 - 62 3 9 39,13

63 - 68 3 12 52,17

69 - 74 4 16 69,57

75 - 80 7 23 100

Berdasarkan data hasil ulangan matematika siswa diperoleh hanya 47,83% siswa yang mencapai kriteria ketuntasan minimal (KKM), sedangkan 52,17% siswa belum mencapai KKM, dengan nilai rata-rata kelas hanya 65,43. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa siswa yang belum mencapai ketuntasan lebih banyak dibandingkan dengan siswa yang sudah mencapai ketuntasan, dan rata-rata kemampuan siswa dalam matematika masih rendah yaitu belum

mencapai KKM ≥ 70.

2. Deskripsi Tindakan Siklus 1

Siklus ini terdiri dari beberapa tahap, yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan tahap refleksi.Tahapan penelitian pada siklus 1 dideskripsikan sebagai berikut :


(55)

a. Perencanaan

Pada tahap perencanaan siklus 1 peneliti menyiapkan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang akan digunakan dalam pelaksanaan penelitian tindakan penggunaan bahan ajar berbasis penemuan terbimbing. Peneliti juga menyiapkan bahan ajar berbasis penemuan terbimbing yang sudah divalidasi oleh beberapa ahli, lembar observasi guru, lembar observasi siswa, jurnal harian siswa, instrumen tes siklus 1 berupa soal kemampuan penalaran induktif matematis yang sudah terlebih dahulu diuji cobakan pada siswa kelas IX A, dan alat dokumentasi.

b. Pelaksanaan Tindakan

Proses pembelajaran pada siklus 1 dimulai pada tanggal 8 September 2014 sampai 15 September 2014, dan pelaksanaan tes kemampuan penalaran induktif matematis siklus 1 pada tanggal 16 September 2014. Rincian waktu penelitian sebagai berikut :

Tabel 4.2

Rincian Waktu Penelitian Tindakan Kelas Siklus 1

Hari, tanggal Alokasi Waktu

Senin, 8 September 2014 2 x 40 menit

Selasa, 9 September 2014 2 x 40 menit

Kamis, 11 September 2014 1 x 40 menit

Senin, 15 September 2014 2 x 40 menit

Selasa, 16 September 2014 2 x 40 menit

Proses pembelajaran pada siklus 1 dimulai dengan peneliti memberikan bahan ajar berbasis penemuan terbimbing kepada siswa. Peneliti memberitahu siswa bagaimana petunjuk belajar menggunakan bahan ajar berbasis penemuan terbimbing, yaitu pada setiap sub pokok bahasan selalu dimulai dengan suatu kasus, siswa harus membaca dan memahami kasus yang tersedia untuk memperoleh informasi-informasi yang dibutuhkan untuk menjawab pertanyaan yang disediakan pada bahan ajar, dengan menjawab pertanyaan tersebut siswa


(56)

dituntun untuk menyimpulkan/menemukan konsep secara umum yang sedang dipelajari. Siswa diajak untuk mengaplikasikan konsep umum yang telah ditemukan dengan mengerjakan soal-soal latihan yang tersedia pada bahan ajar. Dalam proses pembelajaran guru membimbing dan mengarahkan siswa untuk menemukan suatu kesimpulan atau konsep umum, siswa berinteraksi dengan siswa lain, siswa juga berinteraksi dengan guru, siswa juga berinteraksi dengan bahan ajar. Uraian proses pembelajaran pada siklus 1 yaitu sebagai berikut:

1) Pertemuan ke-1(Senin, 8 September 2014)

Kegiatan pembelajaran pada pertemuan ke-1 berlangsung selama 2 x 40 menit (dua jam pelajaran) di kelas VIII A. Kegiatan pembelajaran dimulai dengan membaca do’a bersama. Peneliti mengabsen seluruh siswa, dan menyiapkan siswa untuk memulai pembelajaran.Pada pertemuan pertama ini seluruh siswa hadir.

Materi yang akan dipelajari pada pertemuan pertama adalah pengertian relasi dan cara menyatakan suatu relasi. Pembelajaran ini bertujuan agar siswa mampu memberi penjelasan dengan membuat daftar/gambar/tabel untuk mengetahui hubungan atau pola yang ada. Sebelum masuk pada materi yang akan dipelajari, peneliti mengajak siswa mengingat tentang materi himpunan yang telah dipelajari di kelas VII untuk memudahkan siswa dalam menyebutkan anggota himpunan pada kasus yang disediakan pada bahan ajar, peneliti juga memberikan beberapa contoh relasi yang ada disekitar kita. Selain itu, peneliti juga memberitahu apa tujuan pembelajaran hari ini, dan memberikan motivasi belajar kepada siswa.

Hal yang peneliti lakukan selanjutnya adalah memberikan bahan ajar berbasis penemuan terbimbing kepada masing-masing siswa. Peneliti memberitahu petunjuk belajar menggunakan bahan ajar berbasis penemuan terbimbing, yaitu siswa diminta untuk membaca dan memahami kasus yang disediakan pada bahan ajar, kemudian menganalisis kasus untuk memperoleh informasi-informasi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan pada bahan ajar. Pada saat menjawab pertanyaan, siswa sedikit mengalami kesulitan, karena


(57)

siswa belum terbiasa dengan pembelajaran menggunakan bahan ajar berbasis penemuan terbimbing. Aktivitas menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut menuntun untuk menemukan suatu kesimpulan atau konsep secara umum. Pada saat membuat kesimpulan banyak variasi kesimpulan yang dibuat oleh siswa mengenai pengertian relasi. Berikut adalah foto variasi kesimpulan siswa mengenai pengertian relasi :

Gambar 4.1 Gambar 4.2

Variasi Kesimpulan Siswa Mengenai Pengertian Relasi

Siswa dibimbing untuk menyatakan suatu relasi setelah memahami pengertian relasi. Pembelajaran ini juga diawali dengan sebuah kasus. Pada saat menyatakan relasi dengan diagram kartesius ada siswa yang bertanya “Ibu, anggota himpunan A ditulisnya digaris x atau digaris y ?” peneliti menjawab “Perhatikan relasi yang menghubungkan anggota himpunan A dengan anggota himpunan B, menurutmu manakah yang merupakan asal panah tersebut, yang merupakan daerah asal itulah yang diletakkan pada sumbu x”, kemudian mereka mengulang membaca kasus, dan memahami apa yang dikatakan oleh peneliti.

Aktivitas belajar siswa dalam proses pembelajaran didominasi oleh interaksi siswa dengan siswa lain, terutama teman sebangku, interaksi siswa dengan bahan ajar, yaitu aktivitas siswa membaca dan memahami kasus dengan baik, menjawab pertanyaan, membuat kesimpulan dari hasil pengamatan, dan siswa mengaplikasikan dengan cara mengerjakan latihan soal dengan antusias. Interaksi


(58)

antara peneliti dengan siswa ditunjukkan dengan adanya siswa yang bertanya kepada peneliti mengenai materi yang sedang dipelajari.

Sebagian besar siswa mampu menyimpulkan bahwa ada empat cara menyatakan suatu relasi, diantaranya dengan tabel, diagram panah, himpunan pasangan berurutan, dan diagram kartesius. Siswa juga mampu menyatakan relasi dengan tabel, diagram panah, himpunan pasangan berurutan, dan diagram kartesius. Tindakan yang peneliti lakukan setelah siswa memperoleh kesimpulan secara umum adalah mengarahkan siswa untuk mengaplikasikan apa yang sudah mereka temukan kedalam situasi yang baru, yaitu dengan mengerjakan soal latihan yang disediakan pada bahan ajar.

Peneliti bersama siswa memeriksa dan membahas jawaban siswa di depan kelas, dan dilanjutkan dengan menyimpulkan apa pengertian relasi, dan apa saja cara menyatakan suatu relasi. Peneliti menutup pembelajaran dengan memberikan tugas untuk mempelajari materi yang akan dipelajari selanjutnya, yaitu fungsi/pemetaan, peneliti mengucapkan Alhamdulillah, dan salam untuk mengakhiri pembelajaran.

2) Pertemuan ke-2 (Selasa, 9 September 2014)

Pertemuan ke-2 ini diawali dengan membaca do’a dan mengabsen seluruh siswa. Hari ini siswa yang hadir sebanyak 22 siswa, dan 1 orang siswa tidak hadir karena sakit.

Materi yang dipelajari pada pertemuan ini adalah menentukan suatu relasi yang merupakan fungsi dan bukan fungsi. Tujuan dari pembelajaran hari ini adalah siswa dapat menggunakan pola/hubungan untuk menganalisis soal, dan membuat pernyataan berdasarkan pengamatan pada soal yang belum dibuktikan secara umum (konjektur) pada materi fungsi. Siswa diharapkan dapat mengetahui contoh suatu fungsi dalam kehidupan sehari-hari. Sebelum masuk pada materi yang akan dipelajari, peneliti memberitahu apa tujuan pembelajaran hari ini, dan memberikan motivasi belajar kepada siswa.

Hal yang peneliti lakukan selanjutnya adalah memberikan bahan ajar berbasis penemuan terbimbing kepada masing-masing siswa. Memberitahu siswa bahwa langkah pembelajaran yang akan dilakukan sama dengan pembelajaran


(59)

pada pertemuan ke-1, yaitu dimulai dengan membaca dan memahami kasus yang disediakan pada bahan ajar, menjawab pertanyaan, membuat kesimpulan umum, dan mengerjakan soal latihan untuk mengaplikasikan kesimpulan yang telah dibuat siswa. Selama proses pembelajaran berlangsung peneliti berkeliling dari siswa ke siswa untuk memastikan setiap siswa membaca dan memahami kasus, menyusun konjektur, dan membuat kesimpulan umum. Peneliti juga membimbing siswa yang mengalami kesulitan dalam menyusun konjektur, dan membuat kesimpulan. Pada saat peneliti berkeliling dari siswa ke siswa, ada seorang siswa yang bertanya “Ibu, pertanyaan (adakah siswa yang memiliki tinggi badan lebih dari satu?) maksudnya gimana?” peneliti menjawab “coba kamu perhatikan diagram panah yang telah kamu buat, dari diagram panah itu, ada atau tidak siswa yang mempunyai tinggi badan lebih dari satu, lebih dari satu itu maksudnya bisa dua, bisa tiga, empat, dan seterusnya”.

Pada materi fungsi ini, sebagian besar siswa kesulitan menyusun kata-kata untuk membuat suatu kesimpulan secara umum. Hal ini ditunjukkan oleh beberapa siswa yang bertanya “Ibu, ini buat kesimpulannya kata-katanya gimana?”,ada juga siswa yang mengatakan“Ibu, aku ngerti maksudnya tapi nulisnya gimana?”. Peneliti menjawab “coba kalian perhatikan tabel perbedaan fungsi dan bukan fungsi yang telah kalian isi, perhatikan baik-baik pada kolom fungsi, tuliskan saja apa yang kalian peroleh dari hasil pengamatan pada tabel tersebut”. Berikut adalah variasi kesimpulan siswa mengenai syarat fungsi :

Gambar 4.3 Gambar 4.4


(60)

Gambar 4.3 menunjukan syarat suatu fungsi yang tepat, sedangkan Gambar 4.4 menunjukkan syarat suatu fungsi yang kurang tepat, karena syarat yang kedua seharusnya setiap anggota himpunan M dipasangkan tepat satu anggota N. Peneliti meminta salah satu dari siswa untuk membacakan kesimpulan yang ia buat, kemudian peneliti meminta siswa untuk mengerjakan soal latihan untuk mengaplikasikan kesimpulan yang siswa temukan mengenai fungsi. Peneliti berkeliling memastikan seluruh siswa mengerjakan latihan tersebut. Peneliti bersama siswa memeriksa dan membahas jawaban siswa di depan kelas. Berikut adalah gambar jawaban siswa dalam mengerjakan soal latihan :

Gambar 4.5

Salah Satu Jawaban Aplikasi Penemuan Siswa

Jawaban siswa pada Gambar 4.5 tersebut menunjukkan bahwa siswa telah memahami perbedaan fungsi dan bukan fungsi. Siswa sudah dapat menentukan relasi yang merupakan suatu fungsi, dan relasi yang bukan merupakan suatu fungsi. Peneliti mengajak siswa menyimpulkan apa yang telah dipelajari hari ini, yaitu suatu relasi dikatakan fungsi apabila memenuhi dua syarat fungsi. Peneliti juga meminta beberapa siswa untuk mengisi jurnal harian dilanjutkan dengan menutup pembelajaran dengan memberikan tugas untuk mempelajari materi yang akan dipelajari selanjutnya, yaitu korespondensi satu-satu, peneliti mengucapkan Alhamdulillah, dan salam untuk mengakhiri pembelajaran.


(61)

3) Pertemuan ke-3 (Kamis, 11 September 2014)

Proses pembelajaran pada pertemuan ke-3 hanya berlangsung 1 x 40 menit (1 jam pelajaran). Seperti pertemuan sebelumnya pembelajaran dimulai dengan berdo’a bersama, dan dilanjutkan dengan mengabsen siswa. Pada hari ini seluruh siswa hadir berjumlah 23 siswa.

Materi yang dipelajari pada pertemuan ini adalah menentukan suatu fungsi yang berkorespondensi satu-satu. Siswa diharapkan dapat membedakan fungsi yang berkorespondensi satu, dan fungsi yang tidak berkorespondensi satu-satu. Sebelum masuk pada materi yang akan dipelajari pada pertemuan ke-3 ini, peneliti memberitahu apa tujuan pembelajaran hari ini, dan memberikan motivasi belajar kepada siswa.

Langkah selanjutnya peneliti memberikan bahan ajar berbasis penemuan terbimbing kepada masing-masing siswa. Memberitahu siswa bahwa langkah pembelajaran yang akan dilakukan sama dengan pembelajaran pada pertemuan sebelumnya. Dikarenakan sudah terbiasa dengan langkah pembelajaran yang diterapkan, siswa menjadi lebih mudah diarahkan. Tidak banyak lagi siswa yang bingung menggunakan bahan ajar berbasis penemuan terbimbing. Selama siswa membaca dan memahami kasus, peneliti berkeliling mengamati aktivitas belajar siswa. Berikut adalah gambar aktivitas belajar siswa pada saat proses pembelajaran menggunakan bahan ajar brbasis penemuan terbimbing :

Gambar 4.6

Aktivitas Belajar Siswa Menggunakan Bahan Ajar Berbasis Penemuan Terbimbing


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)