ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) DI KABUPATEN/KOTA EKS KARESIDENAN MADIUN TAHUN 2010-2015

(1)

ANALYSIS OF THE FACTORS AFFECTING HUMAN DEVELOPMENT INDEX (HDI) IN DISTRICT / CITY OF EX KARESIDENAN MADIUN PERIOD 2010-2015

Oleh

AMIN BASNAWI 20130430254

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2017


(2)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) DI KABUPATEN/KOTA EKS

KARESIDENAN MADIUN TAHUN 2010-2015

ANALYSIS OF THE FACTORS AFFECTING HUMAN DEVELOPMENT INDEX (HDI) IN DISTRICT / CITY OF EX KARESIDENAN MADIUN

PERIOD 2010-2015

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan untuk Memperoleh

Gelar Sarjana pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi Ilmu Ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Oleh

AMIN BASNAWI 20130430254

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2017


(3)

PERNYATAAN Dengan ini saya,

Nama : Amin Basnawi

Nomor Mahasiswa : 20130430254

Menyatakan bahwa skripsi ini dengan judul: “ANALISIS

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INDEKS PEMBANGUNAN

MANUSIA (IPM) DI KABUPATEN/KOTA EKS KARESIDENAN MADIUN TAHUN 2010-2015” tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam Daftar Pustaka. Apabila ternyata dalam skripsi ini diketahui terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain maka saya bersedia karya tersebut dibatalkan.

Yogyakarta, 21 April 2017


(4)

MOTTO

“Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan sholat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (Qs. Al -Baqarah: 153).

“Dan adapun orang-orang yang takut pada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari (keinginan) hawa nafsunya, maka sungguh, surgalah tempat

tinggal(nya).” (Qs. An-Nazi’at: 40-41).

Al-Mustaurid bin Syaddad r.a. berkata, Nabi saw. Bersabda,

“Sesungguhnya dunia ini di akhirat tidak berarti apa-apa, kecuali laksana seseorang dari kalian yang meletakkansalah satu jarinya di lautan, maka

hendaklah ia menyadari apa yang dapat dibawa oleh jarinya itu.” (HR. Muslim). “Melakukan kesalahan adalah kekurangan dari manusia, tapi belajar dari kesalahan adalah kelebihan manusia”.


(5)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan untuk :

Keluargaku Tercinta

Almamater Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Dosen Program Studi Ilmu Ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Teman-teman seperjuangan mahasiswa Ilmu Ekonomi Universitas


(6)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN DOSEN PENGUJI ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

INTISARI ... vii

ABSTRACT ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Batasan Masalah Penelitian... 15

C. Rumusan Masalah Penelitian ... 15

D. Tujuan Penelitian ... 16

E. Manfaat Penelitian ... 16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 18

A. Indeks Pembangunan Manusia ... 18

1. Konsep Pembangunan Manusia ... 18

2. Komponen-Komponen IPM ... 21

3. Manfaat indeks pembangunan manusia (IPM) ... 27

4. Hubungan Jumlah Penduduk Miskin dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) ... 28

5. Hubungan Rasio Gini dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) ... 34

6. Hubungan Upah Minimum Kabupaten/Kota dengan Indeks Pembangunan Manusia ... 37

B. Hasil Penelitian Terdahulu ... 41

C. Model Penelitian ... 50

D. Hipotesis ... 52

BAB III METODE PENELITIAN ... 53


(7)

B. Jenis dan Sumber Data ... 53

C. Teknik Pengumpulan Data ... 53

D. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 54

E. Metode Analisis ... 55

F. Uji Kualitas Data ... 62

G. Uji Hipotesis ... 65

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN ... 69

A. Profil Eks Karesidenan Madiun ... 69

B. Indeks Pembangunan Manusia ... 73

C. Jumlah Penduduk Miskin ... 76

D. Rasio Gini ... 78

E. Upah Minimum Kabupaten/Kota ... 80

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 83

A. Uji Kualitas Instrumen dan Data ... 83

1. Uji Heteroskedastisitas ... 83

2. Uji Multikoliniearitas ... 84

B. Pemilihan Metode Pengujian Data Panel ... 85

1. Uji Chow (Uji Likehood Ratio) ... 86

2. Uji Hausman ... 87

3. Uji Langrange Multiplier (LM) ... 88

C. Hasil Estimasi Model Data Panel ... 89

D. Uji Statistik ... 91

1. Koefisien Determinasi (R2) ... 91

2. Uji F-statistik... 92

3. Uji t-statistik ... 92

E. Intreprestasi Hasil Pengujian Random Effect Model... 94

BAB VI KESIMPULAN, SARAN DAN KETERBATASAN PENELITIAN ... 106

A. Kesimpulan ... 106

B. Saran ... 107

C. Keterbatasan Penelitian ... 108

DAFTAR PUSTAKA ... 110


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. 1 Pertumbuhan IPM Nasional dan Jawa Timur Tahun 2010-2015 ... 7

Tabel 1. 2 IPM Provinsi-Provinsi di Pulau Jawa ... 8

Tabel 1. 3 Tingkat Kemiskinan Provinsi-Provinsi di Pulau Jawa Tahun 2012-2014 Tabel 2. 1 Hasil Penelitian Terdahulu ... 46

Tabel 4. 1 Angka Harapan Hidup Saat Lahir Kabupaten/Kota di Eks Karesidenan Madiun Tahun 2010-2015 ... 74

Tabel 4. 2 Harapan Lama Sekolah Kabupaten/Kota di Eks Karesidenan Madiun Tahun 2010-2015 ... 75

Tabel 4. 3 Rata-Rata Lama Sekolah Kabupaten/Kota di Eks Karesidenan Madiun Tahun 2010-2015 ... 75

Tabel 4. 4 Pengeluaran Per Kapita Kabupaten/Kota di Eks Karesidenan Madiun Tahun 2010-2015 ... 75

Tabel 4. 5 Jumlah Penduduk Miskin di Kabupaten/Kota di Eks Karesidenan Madiun Tahun 2010-2015 ... 76

Tabel 4. 6 Garis Kemiskinan Kabupaten/Kota di Eks Karesidenan Madiun Tahun 2012-2015 ... 77

Tabel 4. 7 Upah Minimum Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur Tahun 2015 ... 81

Tabel 5. 1 Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 84

Tabel 5. 2 Hasil Uji Multikoliniearitas ... 85

Tabel 5. 3 Hasil Uji Chow... 86

Tabel 5. 4 Hasil Uji Hausman ... 87

Tabel 5. 5 Hasil Uji Langrange Multiplier ... 88

Tabel 5. 6 Hasil Regresi Data Panel Menggunakan Random Effect Model ... 89

Tabel 5. 7 Hasil Uji T-Statistik ... 93

Tabel 5. 8 Pendapatan Per Kapita Penduduk Kabupaten/Kota di Eks Karesidenan Madiun dan Provinsi Jawa Timur Tahun 2011-2015 ... 100


(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. 1 IPM Negara-Negara di ASEAN ... 4 Gambar 1. 2 IPM Indonesia dan Provinsi Jawa Timur Tahun 2010-2015 ... 6 Gambar 2. 1 Komponen-Komponen Pembentuk Indeks Pembangunan Manusia 22 Gambar 2. 2 Kurva Lorenz... 35 Gambar 2. 3 Kerangka Berfikir ... 52 Gambar 4. 1 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Kabupaten/Kota Eks Karesidenan Madiun ... 73 Gambar 4. 2 Rasio Gini Kabupaten/Kota di Eks Karesidenan Madiun Tahun


(10)

(11)

tahun 2010-2015. Penelitian ini menggunakan analisis kuantitatif dengan menggunakan data sekunder yang berupa data panel yang diambil menurut kabupaten/kota seluruh wilayah Eks Karisidenan Madiun. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan analisis data panel dengan model random effect model (REM). Hasil dari analisis model data panel menunjukkan bahwa variabel jumlah penduduk miskin berpengaruh negatif dan signifikan terhadap IPM. Sedangkan variabel rasio gini dan upah minimum kabupaten/kota berpengaruh positif dan signifikan terhadap IPM di kabupaten/kota Eks Karisidenan Madiun periode tahun 2010-2015.

Kata kunci : Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Jumlah Penduduk Miskin (JPM), Rasio Gini (GINI), Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK)


(12)

ABSTRACT

The purpose of this research is to know the influence of the total of poor people, gini ratio and minimum wage district/cities against human development index (HDI) in the district/city Karisidenan Ex Madiun period 2010-2015. This research used quantitativeusing secondary dataand panel data be taken according by district/city is the region ex Karisidenan Madiun. The analysis methods was used in this research are using panel data analysis methods with random effects model (REM). The results of the panel data model analysis showed that the independent variable total of poor people is significant and negative effect to human development index (HDI). While variable gini ratio and minimum wage districts/cities are both positive and significant effect to human development index (HDI) in the district/city Karisidenan Ex Madiun period 2010-2015.

Keywords: Human Development Index (HDI), Total of Poor People (JPM),


(13)

1 A. Latar Belakang Masalah

Pembangunan pada dasarnya adalah suatu proses untuk melakukan perubahan pada indikator sosial maupun ekonomi menuju kearah yang lebih baik dan berkesinambungan (Todaro, 2006). Keberhasian pembangunan diukur dari berbagai hal, salah satunya yaitu dengan tersedianya sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Manusia merupakan potensi dan kekayaan dari suatu negara, maka manusia harus selalu menjadi target pembangunan dari suatu negara. Karena sumber daya manusia yang berkualitas akan menjadi potensi bagi pembangunan suatu negara, namun sebaliknya jika sumber daya manusia disuatu negara kurang berkualitas maka hanya akan menjadi beban bagi pembangunan disuatu negara.

Pembangunan dibutuhkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat disuatu negara, karena kesejahteraan masyarakat merupakan tujuan akhir dari proses pembangunan. Kesejahteraan yang dimaksudkan antara lain: masyarakat dapat menikmati umur panjang, sehat, berpendidikan dan produktif. Pembangunan manusia menempatkan manusia sebagai tujuan akhir dari proses pembangunan, bukan merupakan alat dari proses pembangunan itu sendiri. Keberhasilan proses pembangunan manusia dapat terlihat dengan keberhasilan suatu negara mengatasi


(14)

permasalahan-2

permasalahan mendasar di negaranya, misalnya masalah kemiskinan, pengangguran, buta huruf dan gizi buruk (Kacaribu, 2013).

Menurut Yusri (2010), ada tiga alasan pembangunan manusia yang perlu diperhatikan, dikarenakan pertama, banyak negara berkembang (termasuk Indonesia) berhasil mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi tapi gagal mengurangi masalah kesenjangan sosial, ekonomi dan juga kemiskinan. Kedua, banyak negara maju yang berpendapatan tinggi masih belum mampu mengatasi masalah-masalah sosial seperti narkoba, alkohol, AIDS, gelandangan dan KDRT. Ketiga, sedangkan beberapa negara yang masih berpendapatan rendah mampu mencapai pembangunan manusia yang tinggi, jika negara tersebut dapat menggunakan secara bijaksana semua sumber daya yang ada, untuk mengembangkan kemampuan dasar manusia.

United Nations Development Programme (UNDP) menjelaskan

pembangunan manusia adalah proses memperluas pilihan-pilihan penduduk untuk membangun hidupnya yang dianggap berharga. Kualitas sumber daya manusia dapat dilihat dari kualitas tingkat pendidikan, kesehatan dan juga perekonomian yang semakin baik. Sebagian negara di dunia, baik negara maju ataupun negara berkembang menggunakan Human Development Index (HDI) atau Indeks Pembangunan Manusia (IPM) untuk mengukur kualitas sumber daya manusianya.

Untuk mengukur ketiga pilihan tersebut UNDP menyusun IPM yang merupakan ukuran perbandingan tiga dimensi tentang pembangunan manusia.


(15)

Pertama yaitu, panjang umur dan kesehatan, yang diukur menggunakan angka harapan hidup saat lahir. Kedua pendidikan, diukur menggunakan harapan lama sekolah dan rata-rata lama sekolah. Ketiga, standar hidup atau biasa disebut ekonomi yang diukur menggunakan paritas daya beli (PPP) atau penghasilan. Ketiga dimensi tersebut sangat penting untuk menentukan tingkat kemampuan suatu negara untuk meningkatkan kualitas SDM.

IPM memang bukanlah ukuran menyeluruh tentang pembangunan manusia, tetapi indeks ini memberikan sudut pandang yang lebih luas untuk menilai kemajuan manusia serta meninjau hubungan yang rumit antara penghasilan dan kesejahteraan (Irawan, 2009). IPM sendiri dapat digunakan menjadi salah satu tolak ukur apakah suatu negara termasuk negara maju, negara berkembang ataupun negara terbelakang. Selain itu IPM juga dapat digunakan untuk mengukur pengaruh dari kebijakan ekonomi terhadap kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat suatu negara.

IPM Indonesia masih termasuk dalam kategori sedang, tapi meskipun sudah berada dikategori sedang, IPM Indonesia pada tahun 2014 masih berada pada rangking 110 dari 188 negara dengan 68,38. Hal ini terjadi karena cenderung masih rendahnya perhatian pemerintah terhadap pembangunan manusia di Indonesia, alokasi pengeluaran pemerintah untuk pelayanan kesehatan dan pendidikan relatif sedikit. Alokasi pengeluaran pemerintah untuk sosial selama ini jauh lebih sedikit dibandingkan dengan Malaysia, Filipina dan Thailand (Irawan, 2009).


(16)

4

Sumber: UNDP, 2015

Gambar 1. 1.

IPM Negara-Negara di ASEAN

IPM Indonesia berada diperingkat 5 diantara seluruh negara ASEAN dibawah Singapura, Brunei Darussalam, Malaysia dan Thailand. Singapura merupakan negara dengan IPM tertinggi di ASEAN, IPM Singapura mencapai 91,18 menempati peringkat 11 di dunia dan termasuk dalam kategori sangat tinggi. Sedangkan Myanmar merupakan negara dengan IPM terendah di ASEAN, IPM Myanmar mendapat peringkat 148 di dunia dan termasuk dalam kategori rendah dengan IPM sebesar 53,56. Tetapi meskipun begitu, peningkatan IPM Indonesia dari tahun ke tahun menunjukan bahwa kualitas hidup masyarakat Indonesia semakin meningkat.

Kebijakan pemerintah melalui otonomi daerah yang ditetapkan pemerintah melalui UU No. 23 Tahun 2014 tentang pemerintah daerah memberikan kesempatan kepada pemerintah daerah baik ditingkat provinsi maupun kabupaten dan kota untuk mengembangkan sendiri potensi daerah yang dimilikinya. Oleh karena itu dalam pelaksanaan pembangunan dan seiring dengan pelaksaan otonomi daerah maka perlu adanya paradigma baru


(17)

yaitu pembangunan yang mengedepankan aspek pembangunan manusia. Hal ini sesuai dengan tujuan nasional Indonesia yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945 yakni memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa (Rustariyuni, 2014).

Dengan adanya otonomi daerah pemerintah ditingkat daerah baik provinsi atau kabupaten/kota diberikan kesempatan untuk mengatur program pembangunannya. Pemerintah daerah dapat mengatur anggarannya sendiri, menetapkan upah minimum, termasuk juga mengembangkan potensi sumberdaya yang ada melalui program pembangunan manusianya. Potensi daerah yang dimaksud termasuk potensi sumberdaya manusia (SDM). Dengan adanya otonomi daerah, pemerintah daerah dapat megatur kebijakannya dalam program pembangunan manusia, sehingga akan memacu perkembangan potensi SDM di setiap daerah itu sendiri. Dengan majunya SDM ditiap daerah akan membuat sumberdaya yang ada bisa dimanfaatkan dengan maksimal, sehingga dapat meningkatkan perekonomian negara dan juga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat pada umumnya.


(18)

6

Sumber: BPS Jatim, 2016

Gambar 1. 2

IPM Indonesia dan Provinsi Jawa Timur Tahun 2010-2015

Gambar diatas menunjukan perhitungan IPM oleh BPS sampai dengan tahun 2015 menunjukan bahwa indeks pembangunan manusia di Indonesia dari tahun ke tahun menunjukan peningkatan yang signifikan. Dalam lima tahun terakhir, dari tahun 2010 sampai 2015 IPM di Indonesia sudah naik sebesar 3,02 poin. Pada tahun 2015 pencapaian IPM di Indonesia mencapai 69,55, meningkat 0,65 poin dibanding tahun 2014. Pada periode tahun 2014-2015 pembangunan manusia tumbuh sebesar 0,94 persen, hal ini menunjukan bahwa pembangunan manusia tumbuh lebih cepat dibanding dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Perkembangan ini menunjukan bahwa semakin baiknya pembangunan manusia secara umum di Indonesia.


(19)

Tabel 1. 1

Pertumbuhan IPM Nasional dan Jawa Timur Tahun 2010-2015 (Persen) Tahun Nasional Jawa Timur

2010-2011 0,84 1,07

2011-2012 0,91 1,03

2012-2013 0,90 1,21

2013-2014 0,86 0,87

2014-2015 0,94 1,19

Sumber: BPS Jatim, 2016

Meskipun IPM Jawa Timur masih lebih rendah dibandingkan IPM Nasional tapi dalam kurun waktu lima tahun terkahir dan juga tingkat kemiskinan masih tergolong tinggi di Provinsi Jawa Timur tapi IPM Provinsi Jawa Timur tetap menunjukan peningkatan dari tahun ke tahun. Bahkan pertumbuhan IPM Jawa Timur selalu berada diatas pertumbuhan IPM nasional. Dari tahun 2010 sampai 2015 IPM Jawa Timur naik sebesar 3,59 poin, lebih tinggi dibanding nasional yang hanya 3,02 poin. Pada periode waktu 2014-2015 IPM nasional naik 0.94 persen, sedangkan IPM Jawa Timur naik 1,19 persen.

Pertumbuhan IPM Jawa Timur merupakan salah satu yang yang tertinggi di Indonesia, pertumbuhan IPM Jawa Timur merupakan yang terbesar kedua setelah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) dengan pertumbuhan sebesar 1,37 persen, dan di atas Provinsi Sulawesi Barat yang berada diposisi ketiga dengan pertumbuhan IPM sebesar 1,17 persen. Pertumbuhan yang tinggi ini menunjukan terjadinya peningkatan


(20)

komponen-8

komponen pembentuk pembangunan manusia sehingga akan dapat memacu perekonomian diberbagai sektor.

Tabel 1. 2

IPM Provinsi-Provinsi di Pulau Jawa

Provinsi Tahun

2011 2012 2013 2014 2015 DKI Jakarta 76,98 77,53 78,08 78,39 78,99 Jawa Barat 66,67 67,32 68,25 68,80 69,50 Jawa Tengah 66,64 67,21 68,02 68,78 69,49 DI Yogyakarta 75,93 76,15 76,44 76,81 77,59 Jawa Timur 66,06 66,74 67,55 68,14 68,95 Banten 68,22 68,92 69,47 69,89 70,27

Sumber: BPS Jatim, 2016

Dari tabel diatas terlihat bahwa Provinsi Jawa Timur selalu memiliki IPM terendah di Pulau Jawa. DKI Jakarta merupakan Provinsi dengan IPM tertinggi di Indonesia dengan 78,99. Diikuti oleh DI Yogyakarta dengan 77,59 kemudian Banten 70,27, Jawa Barat 69,5, Jawa tengah 69,49 dan Jawa Timur dengan 68,98. IPM Jawa Timur merupakan yang terendah dipulau Jawa, hal ini terjadi karena kurangnya peran pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk meningkatkan unsur-unsur pembangunan manusia antara lain: pendidikan, ekonomi, dan kesehatan. Namun meski IPM Provinsi Jawa Timur merupakan yang terendah tetapi IPM Provinsi Jawa Timur mempunyai tren positif membuat rangking IPM Provinsi Jawa Timur cenderung naik dari tahun ke tahun. Pada tahun 2010 IPM Provinsi Jawa Timur menempati peringkat 19, kemudian naik 1 peringkat menjadi rangking 18 pada tahun 2012 dan menjadi rangking 16 nasional pada tahun 2015, meskipun terjadi kenaikan peringkat namun peringkat IPM di Provinsi Jawa Timur masih yang terendah di pulau


(21)

Jawa, berbeda dengan DKI Jakarta dan DI Yogyakarta yang merupakan daerah dengan IPM tertinggi di Indonesia.

Wilayah Eks Karesidenan Madiun merupakan wilayah yang terdapat di Provinsi Jawa Timur bagian barat daya. Wilayah ini terdiri dari enam wilayah yang terdiri dari lima kabupaten dan satu kota yaitu Kabupaten Pacitan, Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Madiun, Kabupaten Magetan, Kabupaten Ngawi dan Kota Madiun.

Tabel 1. 3

IPM Kabupaten/Kota di Eks Karesidenan Madiun Tahun 2012-2015

Kabupaten/Kota

Tahun

2012 2013 2014 2015

IPM Rank IPM Rank IPM Rank IPM Rank Kabupaten Pacitan 62,94 28 63,38 30 63,81 30 64,92 29 Kabupaten Ponorogo 66,16 22 67,03 21 67,4 21 68,16 21 Kabupaten Madiun 67,32 18 68,07 18 68,6 18 69,39 18 Kabupaten Magetan 69,56 11 69,86 12 70,29 12 71,39 11 Kabupaten Ngawi 66,72 20 67,25 20 67,78 20 68,32 20 Kota Madiun 77,21 3 78,41 3 78,81 3 79,48 2

Sumber: BPS Jatim, 2016

Peringkat IPM kabupaten/kota di Eks Karesidenan Madiun bervariasi, kota Madiun berada diurutan atas. IPM kota Madiun termasuk dalam katagori tinggi yaitu sebesar 79,48, itu lebih besar dibanding IPM nasional dan Provinsi Jawa Timur. IPM Kota Madiun pada tahun 2010-2014 selalu menempati peringkat 3 dan pada tahun 2015 naik menjadi peringkat kedua berada di bawah kota Malang diurutan pertama dan disusul Kota Surabaya diperingkat ketiga. Bukan tidak mungkin dalam beberapa tahun kedepen IPM Kota Madiun akan masuk dalam katagori sangat tinggi melihat dengan tren positif


(22)

10

IPM di Kota Madiun. Hal berbeda terjadi untuk Kabupaten Madiun yang masih berada diperingkat tengah. IPM Kabupaten Madiun masih termasuk dalam katagori sedang dengan IPM sebesar 69.39 dengan peringkat 18 sejak tahun 2012 hingga 2015. Namun tren IPM Kabupaten Madiun yang selalu positif dan selalu naik bukan tidak mungkin kategori IPM Kabupaten Madiun akan naik menjadi kategori tinggi. Sedangkan untuk IPM Kabupaten Magetan termasuk kategori tinggi dengan IPM sebesar 71,39 lebih besar dibanding IPM nasional dan Provinsi Jawa Timur dan pada tahun 2015 menempati peringkat 11. Sedangkan untuk Kabupaten Ngawi masih termasuk dalam kategori sedang dengan IPM sebesar 68.32 berada pada peringkat 20 sejak tahun 2011 sampai 2015. Dan untuk IPM Kabupaten Pacitan juga masih berada dikategori rendah dengan IPM sebesar 64.92 membuat Kabupaten Pacitan berada diurutan bawah dengan peringkat 29 pada tahun 2015 dari 37 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur. Tetapi meskipun IPM Kabupaten Pacitan masih dalam kategori rendah pertumbuhan IPM Kabupaten Pacitan pada tahun 2015 sebesar 1,75 persen merupakan tercepat ketiga di provinsi Jawa Timur setelah Kabupaten Sampang dan Kabupaten Blitar.

Kemiskinan merupakan salah satu permasalahan yang terjadi di Provinsi Jawa Timur, angka kemiskinan absolut Provinsi Jawa Timur merupakan yang terbesar di Indonesia mencapai 4,78 juta jiwa. Presentase jumlah penduduk miskin di provinsi Jawa Timur pada tahun 2014 merupakan yang terbesar di pulau Jawa dengan 14,55 persen. Disaat provinsi lain di pulau Jawa dapat mengurangi presentase jumlah penduduk miskin, Provinsi Jawa


(23)

Timur malah meningkat presentase jumlah penduduk miskin. Peningkatan presentase jumlah penduduk miskin di Jawa Timur juga relatif besar, meningkat 1,82 persen di banding tahun sebelumnya, sedangkan DKI Jakarta hanya naik sebesar 0,37 persen.

Sama seperti Provinsi Jawa Timur kemiskinan di Eks Karesidenan Madiun pada periode 2010 sampai dengan 2015 juga merupakan masalah dalam pembangunan manusia, hal ini terlihat pada besarnya presentase dan jumlah penduduk miskin di Eks Karesidenan Madiun cenderung berfluktuatif kecuali kemiskinan di Kota Madiun yang mempunyai tren negatif dan cenderung selalu turun dari tahun ke tahun. Sedangkan Kabupaten Ngawi adalah kabupaten dengan jumlah penduduk miskin terbanyak yaitu dengan jumlah penduduk miskin sebesar 129.300 orang, meningkat 6200 orang dari tahun sebelumnya. Dengan tinggi tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Timur dan beberapa kabupaten di Eks Karesidenan Madiun wilayah tersebut masih terjadi peningkatan IPM bahkan diantara cukup besar. Kabupaten Pacitan adalah kabupaten dengan presentase penduduk miskin terbesar di Eks Karesidenan Madiun dengan 16,68 persen, naik sekitar 0,5 persen dibanding tahun lalu. Tapi dengan kenaikan kemiskinan yang terjadi Kabupaten Pacitan malah mengalami pertumbuhan IPM terbesar kedua di Provinsi Jawa Timur. Kemiskinan merupakan salah satu masalah yang menjadi penghambat dari proses pembangungan. Kemiskinan memang merupakan salah satu masalah yang kompleks yang dihadapi oleh berbagai negara, termasuk di berbagai daerah di Indonesia (Prawoto, 2009).


(24)

12

Ketimpangan distribusi pendapatan penduduk sering diukur menggunaan indikator rasio gini. Rasio gini Kabupaten/Kota di Eks Karesidenan Madiun berada dalam kategori rendah. Tetapi meskipun begitu terlihat bahwa tren rasio gini berfluktuatif dan cenderung meningkat, bukan berarti dalam beberapa tahun kedepan rasio gini Kabupaten/Kota di Eks Karesidenan Madiun dapat masuk dalam kategori sedang jika Rasio Gini sudah naik melewati 0,4. Rasio gini Kota Madiun merupakan yang terbesar yaitu sebesar 0,38 sedangkan Kabupaten Madiun terendah dengan 0,32. Dengan adanya ketimpangan distribusi pendapatan walaupun nilai rasio gini masih termasuk dalam kategori rendah. Hal tersebut tetap berpengaruh terhadap IPM, dimana walaupun IPM meningkat setiap tahunnya namun menyebabkan peningkatan IPM tidak secara tidak maksimal, karena masih terjadi ketimpangan distribusi pendapatan. Kenaikan Rasio gini berarti telah terjadi peningkatan ketidakmerataan distribusi pendapatan, hal ini bisa berarti terjadi peningkatan jumlah penduduk miskin, dan akhirnya dapat menurunkan indeks pembangunan manusia (Basuki & Saptutyningsih, 2016).

Kota Madiun mempunyai upah minimum terbesar di Kabupaten/Kota di Eks Karesidenan Madiun pada tahun 2015 berada di dengan Rp.1.250.000, diikuti oleh Kabupaten Madiun dengan upah minimum sebesar Rp.1.201.750 dan Kabupaten Ngawi dengan upah minimum sebesar Rp.1.196.000. Kota Madiun, Kabupaten Madiun dan Kabupaten Ngawi merupakan kabupaten/kota dengan upah tertinggi ke 30, 31 dan 32 dari total 38 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur. Sedangkan untuk Kabupaten Ponorogo, Kabupaten


(25)

Pacitan dan Kabupaten Magetan sama-sama dengan upah minimum sebesar Rp.1.150.000. Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Pacitan dan Kabupaten Magetan merupakan kabupaten dengan upah minimum terkecil dari seluruh 38 Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur. Meskipun upah minimum kabupaten/kota di Eks Karesidenan Madiun pada tahun 2010-2015 cenderung meningkat dari tahun ke tahun, peningkatan upah minimum di kabupaten/kota di Eks Karesidenan Madiun masih sangat kecil dibanding kabupaten/kota lain di Provinsi Jawa Timur. Meskipun dengan upah minimum masih tergolong kecil, bahkan beberapa kabupaten termasuk kabupaten dengan upah minimum terkecil di Provinsi Jawa Timur. IPM di Kota Madiun merupakan yang terbesar kedua di Jawa Timur. IPM Kota Madiun dan Kabupaten Magetan juga masuk dalam kategori kelompok tinggi, dan juga Kabupaten Pacitan merupakan kabupaten dengan pertumbuhan IPM tercepat ketiga di Provinsi Jawa Timur.

Alasan peneliti memilih kabupaten/kota di Eks Karesidenan Madiun sebagai objek penelitian karena Eks Karesidenan Madiun masuk dalam wilayah Provinsi Jawa Timur yang notabennya merupakan provinsi dengan IPM selalu terendah di pulau Jawa dan juga merupakan provinsi dengan tingkat kemiskinan terbesar di pulau Jawa. Namun walaupun demikian Provinsi Jawa Timur merupakan provinsi dengan pertumbuhan IPM tercepat kedua di Indonesia. Hal serupa juga terlihat untuk untuk kabupaten/kota di Eks Karesidenan Madiun. Ada Kabupaten Ngawi dengan jumlah penduduk miskin yang banyak dan juga Kabupaten Pacitan merupakan wilayah di Eks


(26)

14

Karesidenan Madiun dengan tingkat kemiskinan terbesar, tapi pertumbuhan IPM Kabupaten Pacitan merupakan yang tercepat kedua diantara kabupaten/kota lain di Provinsi Jawa Timur. Hal lain terjadi untuk Kota Madiun yang juga masuk wilayah Eks Karesidenan Madiun, Kota Madiun merupakan salah satu wilayah dengan tingkat kemiskinan terendah dan merupakan wilayah dengan IPM tertinggi kedua di Provinsi Jawa Timur. Beberapa kabupaten/kota lain di Eks Karesidenan Madiun merupakan kabupaten/kota dengan tingkat kemiskinan yang tinggi sekaligus merupakan wilayah dengan tingkat upah minimum terendah serta ketimpangan distribusi yang cenderung meningkat dari tahun ketahun tapi tetap menunjukan peningkatan indeks pembangunan manusia setiap tahunnya.

Hal tersebut merupakan alasan peneliti memilih kabupaten/kota di wilayah Eks Karesidenan Madiun sebagai objek penelitian dikarenakan kabupaten/kota di Eks Karesidenan Madiun mempunyai IPM yang bervariasi, jumlah penduduk miskin yang juga bervariasi walaupun dengan wilayah yang berdekatan sehingga bagi penulis hal ini dianggap fenomena unik dan menarik. Peningkatan IPM sendiri juga merupakan hal yang sangat menarik, karena IPM merupakan gambaran pencapaian kinerja dari pengembangan sumberdaya manusia (SDM) yang handal yang dapat mengembangkan perekonomian suatu wilayah.


(27)

Atas dasar latar belakang masalah tersebut, maka penulis tertarik untuk

mengajukan penelitian yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Eks Karesidenan Madiun periode 2010-2015”.

B. Batasan Masalah Penelitian

Agar penelitian ini tidak meluas, tetap terarah dan terfokus, maka penulis membatasi penelitian ini yaitu hanya meneliti indeks pembangunan manusia (IPM), jumlah penduduk miskin, rasio gini dan upah minimum kabupaten/kota di Kabupaten Pacitan, Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Madiun, Kabupaten Magetan, Kabupaten Ngawi dan Kota Madiun periode tahun 2010 sampai dengan tahun 2015.

C. Rumusan Masalah Penelitian

Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:

1. Apakah jumlah penduduk miskin berpengaruh terhadap indeks pembangunan manusia di Eks Karesidenan Madiun periode tahun 2010-2015.

2. Apakah rasio gini berpengaruh terhadap indeks pembangunan manusia di Eks Karesidenan Madiun periode tahun 2010-2015.

3. Apakah upah minimum kabupaten/kota berpengaruh terhadap indeks pembangunan manusia di Eks Karesidenan Madiun periode tahun 2010-2015.


(28)

16

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh jumlah penduduk miskin terhadap indeks pembangunan manusia di Eks Karesidenan Madiun periode tahun 2010-2015.

2. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh rasio gini terhadap indeks pembangunan manusia di Eks Karesidenan Madiun periode tahun 2010-2015.

3. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh upah minimum kabupaten/kota terhadap indeks pembangunan manusia di Eks Karesidenan Madiun periode tahun 2010-2015.

E. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dalam penelitian ini adalah:

1. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi baru bagi pembaca dan juga diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan referensi bagi peneliti lain yang berminat mengkaji topik yang sama tetapi dengan metode atau pendekatan yang berbeda.


(29)

2. Manfaat praktik

Penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam ilmu pengetahuan sebagai sumber data baru yang dapat dikembangkan lagi dan juga diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran, bahan masukan dan rekomendasi untuk pemerintah daerah untuk membuat kebijakan yang berkaitan dengan pembangunan manusia.


(30)

18 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Indeks Pembangunan Manusia

1. Konsep Pembangunan Manusia

Pembangunan manusia mempunyai arti yang luas, namun ide dasar dari pembangunan manusia adalah menciptakan pertumbuhan positif dalam bidang ekonomi, sosial, politik, budaya dan lingkungan serta perubahan dalam kesejahteraan manusia. Oleh karena itu manusia harus diposisikan sebagai potensi kekayaan bangsa, sehingga pembangunan manusia diharapkan mampu menciptakan lingkungan yang memungkinkan bagi rakyatnya untuk menikmati umur panjang, sehat, dan menjalankan kehidupan yang produktif (Human Development Report, 1990). Konsep ini berbeda jika dibandingkan dengan konsep konsep klasik pembangunan yang memberikan perhatian utama kepada pertumbuhan ekonomi bukan pada pembangunan manusia.

Konsep pertumbuhan ekonomi lebih menekankan pada peningkatan produk nasional dari pada memperbaiki kualitas hidup manusia. Konsep pembangunan sumber daya manusia melihat manusia sebagai alat atau input dari proses produksi, bukan sebagai tujuan akhir. Konsep kesejahteraan melihat manusia sebagai penerima dan bukan sebagai agen dari perubahan dalam proses pembangunan. Sedangkan


(31)

konsep kebutuhan hanya terfokus pada penyediaan barang dan jasa untuk kelompok masyarakat tertinggal, bukan memperluas pilihan-pilihan bagi masyarakat diberbagai bidang.

Sedangkan konsep pembangunan manusia mempunyai cakupan yang lebih luas dari teori konvensional pembangunan ekonomi. Sehingga pembangunan manusia yang dimaksudkan adalah suatu proses memperbanyak pilihan-pilihan yang dimiliki oleh manusia. Antara lain yang terpenting adalah pilihan untuk berumur panjang dan sehat, pilihan untuk berilmu, pilihan untuk mempunyai akses terhadap sumber daya yang dibutuhkan agar dapat hidup secara layak. Pembangunan manusia merupakan perwujudan pembangunan jangka panjang, yang meletakkan pembangunan disekeliling manusia, bukan manusia di sekeliling pembangunan.

Pendekatan pembangunan manusia lebih memfokuskan untuk memerluas pilihan masyarakat untuk hidup secara bebas dan bermartabat. Pembangunan yang dimaksud oleh UNDP bukan hanya sekedar perluasan pendapatan dan kesejahteraan tapi pembangunan manusia yang harus memfokuskan pada manusia. Sedangkan menurut Sen (1989) pemenang nobel dari India mendefinisikan pembangunan manusia sebagai perluasan kebebasan nyata yang dinikmati oleh manusia. Kebebasan bergantung pada faktor sosial ekonomi seperti akses pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan dan politik. Pembangunan manusia adalah cara dan tujuan akhir. Sedangkan menurut pakar ekonomi asal Pakistan Haq (1995)


(32)

20

berpendapat pembangunan manusia merupakan proses perluasan pilihan yaitu kebebasan berpolitik, partisipasi dalam kehidupan bermasyarakat, pilihan untuk pendidikan, bertahan hidup dan sehat, serta menikmati standar hidup yang layak (BPS Jatim, 2016).

Menurut UNDP (1995) dasar pemikiran konsep pembangunan manusia adalah:

a. Pembangunan harus mengutamakan manusia sebagai pusat perhatian. b. Pembangunan dimaksudkan untuk memperbesar pilihan-pilihan bagi

penduduk, bukan hanya untuk meningkatkan pendapatan penduduk. Jadi konsep pembangunan manusia harus berpusat pada penduduk secara komprehensif bukan hanya pada aspek ekonomi saja.

c. Pembangunan manuisa bukan hanya meningkatkan kemampuan atau kapasitas manusia tapi juga memanfaatkan kemampuan atau kapasitas manusia dengan maksimal.

d. Pembangunan manusia didukung dengan empat pilar pokok yakni: produktifitas, pemerataan, kesinambungan dan pemberdayaan.

e. Pembangunan manusia sebagai dasar dalam menentukan tujuan pembangunan dan digunakan untuk menganalisis pilihan yang ada untuk mencapainya.

Konsep pembangunan manusia inilah yang akhirnya melahirkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang diperkenalkan pertama kali oleh UNDP pada tahun 1990 dan sejak saat itu UNDP tidak pernah absen mencatat perkembangan pembangunan manusia diberbagai negara.


(33)

Indonesia sendiri mulai menghitung IPM sejak tahun 1996 hingga sekarang. Ada tiga dimensi pembentuk IPM yaitu umur panjang dan hidup sehat, pengetahuan, dan standart hidup layak. Pada tahun 2010 UNDP melakukan penyempurnaan dalam penghitungan IPM dengan merubah indikator yaitu dengan menggunakan komponen angka harapan hidup saat lahir (AHH), rata-rata lama sekolah (RLS), harapan lama sekolah (HLS), dan Produk Nasional Bruto (PNB) per kapita sedangkan BPS dalam menghitung standart hidup layak dengan menggunakan rata-rata pengeluaran per kapita riil yang disesuaikan dengan paritas daya beli

(purcashing power parity).

2. Komponen-Komponen IPM

Ada tiga komponen yang digunakan untuk membentuk indeks pembangunan manusia komponen kesehatan atau indeks kesehatan yang dihitung menggunakan indikator angka harapan hidup saat lahir (AHH), komponen pendidikan atau indeks pendidikan yang dihitung menggunakan indikator rata-rata lama sekolah (RLS) dan harapan lama sekolah (HLS), dan komponen standar hidup layak atau indeks pengeluaran yang dihitung menggunakan rata-rata pengeluaran per kapita riil yang didapat dari produk nasional bruto (PNB) per kapita yang disesuaikan dengan paritas daya beli (purcashing power parity).


(34)

22

Sumber: BPS Jatim, 2016

Gambar 2. 1

Komponen-Komponen Pembentuk Indeks Pembangunan Manusia Gambar diatas merupakan gambaran tentang pembentukan IPM dengan metode baru. Ada dua alasan yang menjadi dasar perubahan metodologi perhitungan IPM oleh BPS. Pertama, angka melek huruf tidak relevan dalam mengukur pendidikan karena secara utuh tidak menggambarkan kualitas pendidikan sehingga diganti dengan harapan lama sekolah dan rata-rata lama sekolah. Angka melek huruf disebagian besar wilayah sudah tinggi sehingga tidak dapat untuk membedakan tingkat pendidikan antar daerah dengan baik. Selain itu perhitungan indeks PDB per kapita diganti dengan PNB per kapita karena PDB per kapita tidak dapat menggambarkan pendapatan disuatu wilayah. Kedua, penggunaan rumus rata-rata aritmatik dalam penghitungan IPM menggambarkan bahwa capaian yang rendah disuatu dimensi dapat

IPM

Umur Panjang dan Hidup Sehat

PNB Per Kapita Angka Harapan

Hidup

Harapan Lama Sekolah dan Rata-Rata Lama

Sekolah

Standar Hidup Layak Pengetahuan

Indeks Pendidikan


(35)

ditutupi dengan capaian tinggi dari dimensi lain (BPS Jatim, 2016). Komponen-komponen yang digunakan untuk membentuk indeks pembangunan manusia adalah:

a. Indeks Kesehatan

Indeks kesehatan merupakan indeks yang terdiri dari angka harapan hidup saat lahir (AHH), yaitu rata-rata perkiraan banyak tahun yang ditempuh oleh seseorang selama hidup. Indeks harapan hidup dihitung dengan menghitung nilai maksimum dan nilai minimum harapan hidup sesuai standar UNDP, yaitu angka tertinggi sebagai batas atas untuk perhitungan indeks dipakai 85 tahun dan terendah adalah 20 tahun. Komponen AHH dihitung dengan cara sebagai berikut:

...(1)

b. Indeks Pendidikan

Ada dua indikator yang digunakan untuk menghitung indeks pendidikan, yaitu harapan lama sekolah (expected years of schooling) dan rata-rata lama (mean years of schooling) sekolah. Harapan lama sekolah adalah perhitungan lamanya jumlah waktu sekolah (dalam tahun) yang akan dirasakan oleh anak pada umur tertentu dimasa mendatang. Harapan lama sekolah dihitung untuk penduduk berusia 7 tahun ke atas. Indikator harapan lama sekolah digunakan untuk mengetahui kondisi pembangunan sistem pendidikan diberbagai jenjang yang ditunjukan dalam lamanya pendidikan (dalam tahun)


(36)

24

yang diharapkan dapat ditempuh oleh setiap anak. Sesuai dengan standar dari UNDP harapan lama sekolah memiliki batas maksimum 18 tahun dan batas minimum sebesar 0 tahun. Komponen HLS dihitung dengan cara sebagai berikut:

...(2)

Sedangkan rata-rata lama sekolah adalah perhitungan jumlah tahun yang digunkan penduduk usia 25 tahun ke atas dalam menjalani pendidikan formal. Sesuai dengan standar dari UNDP rata-rata lama sekolah memiliki batas maksimum 15 tahun dan batas minimum sebesar 0 tahun. Komponen RLS dihitung dengan cara sebagai berikut:

...(3)

Sedangkan indeks pendidikan diperoleh dari gabungan rata-rata lama sekolah dengan harapan lama sekolah. Komponen Indeks Pendidikan dihitung dengan cara sebagai berikut:

...(4)

c. Indeks Pengeluaran

Indeks pengeluran digunakan untuk mengukur kualitas hidup layak. Standar hidup layak adalah tingkat kesejahteraan yang dinikmati oleh penduduk sebagai dampak semakin membaiknya ekonomi. UNDP mengukur standar hidup layak menggunakan Produk Nasional Bruto


(37)

(PNB) per kapita yang disesuaikan, sedangkan BPS dalam menghitung standar hidup layak menggunakan rata-rata pengeluaran per kapita riil yang disesuaikan dengan paritas daya beli (purcashing power parity). Penghitungan paritas daya beli dilakukan berdasarkan 96 komoditas kebutuhan. Untuk menghitung paritas daya beli (purcashing power parity) digunakan rumus sebagai berikut:

...(5)

Keterangan :

: paritas daya beli di wilayah j

: harga komoditas i di kabupaten/kota j : harga komoditas i di Jakarta Selatan m : jumlah komoditas

Daya beli minimum merupakan garis kemiskinan terendah kabupaten tahun 2010 yaitu Talikora-Papua dan daya beli maksimum merupakan nilai tertinggi kabupaten diproyeksikan hingga 2025 (akhir RPJPN) yaitu pengeluran per kapita Jakarta Selatan tahun 2025. Sedangkan batas maksimum dan minimum penghitungan pengeluaran per kapita yang digunakan dalam penghitungan IPM adalah sebesar Rp 26.572.352 sementara batas minimumnya adalah Rp 1.007.436. Dalam penghitungan standar hidup layak BPS menggunakan rumus sebagai berikut:


(38)

26

...(6)

Untuk menghitung nilai IPM berdasarkan komponen-komponen diatas menggunakan rumus sebagai berikut:

...(7)

Keterangan :

IPM = Indeks Pembangunan Manusia

= Indeks Kesehatan (dihitung dari AHH)

= Indeks Pendidikan (dihitung dari HLS dan RLS) =Indeks Pengeluaran (dihitung dari Pengeluaran per

Kapita)

Menurut BPS pembangunan manusia dikelompokkan menjadi 4 kategori yaitu:

1) Kelompok “Sangat Tinggi” : IPM ≥ 80 2) Kelompok “Tinggi” : 70 ≤ IPM < 80 3) Kelompok “Sedang” : 60 ≤ IPM < 70 4) Kelompok “Rendah” : IPM < 60

Nilai IPM menunjukan seberapa tingkat keberhasilan pembangunan manusia disuatu wilayah atau negara. IPM dapat digunakan menjadi salah satu tolak ukur apakah suatu negara termasuk negara maju, negara berkembang ataupun negara terbelakang. Selain


(39)

itu IPM juga dapat digunakan untuk mengukur pengaruh dari kebijakan ekonomi terhadap kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat suatu negara.

IPM suatu negara dapat meningkat jika ketiga unsur itu dapat ditingkatkan, karena nilai IPM itu sendiri menjadi tolak ukur keberhasilan pembangunan ekonomi disuatu negara. Menurut Tambunan yang dikutip dalam Kacaribu (2013) dengan kata lain, terdapat korelasi positif antara nilai IPM dengan derajat keberhasilan pembangunan ekonomi disuatu negara. IPM memang bukanlah ukuran menyeluruh tentang pembangunan manusia, tetapi indeks ini memberikan sudut pandang yang lebih luas untuk menilai kemajuan manusia serta meninjau hubungan yang rumit antara penghasilan dan kesejahteraan (Irawan, 2009).

3. Manfaat indeks pembangunan manusia (IPM)

Manfaat indeks pembangunan manusia (IPM) menurut (Soleha, 2016) dapat digunakan untuk beberapa hal, antara lain sebagai berikut:

a. Untuk menyadarkan para pengambil keputusan agar lebih terfokus pada pencapaian manusia, karena IPM diciptakan untuk menjadi hal utama dalam pembangunan sebuah negara, bukan pertumbuhan ekonomi.


(40)

28

b. Untuk mempertanyakan pilihan-pilihan kebijakan suatu negara. Bagaimana dua negara yang tingkat pendapatan perkapitanya sama dapat memiliki IPM yang berbeda.

c. Untuk memperlihatkan perbedaan di antara negara-negara, di antara provinsi-provinsi (atau negara bagian), di antara gender, kesukuan, dan kelompok sosial ekonomi lainnya. Dengan memperlihatkan disparitas atau kesenjangan di antara kelompok-kelompok tersebut, maka akan lahir berbagai debat dan diskusi di berbagai negara untuk mencari sumber masalah dan solusinya.

4. Hubungan Jumlah Penduduk Miskin dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Untuk mengukur kemiskinan BPS menggunakan konsep kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan itu, kemiskinan akan dilihat sebagai ketidakmampuan dari segi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar baik yang berupa makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan. Garis kemiskinan oleh BPS dibagi menjadi dua, yaitu garis kemiskinan makanan (GKM) dan garis kemiskinan non-makanan (GKNM). Garis kemiskinan makanan merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum untuk makanan yang disetarakan dengan 2.100 per kapita per hari. Sedangkan garis kemiskinan


(41)

non-makanan merupakan kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, kesehatan dan kebutuhan dasar lainnya.

Kemiskinan dibedakan menjadi dua yaitu kemiskinan berdasarkan penyebabnya dan kemiskinan konseptual. Kemiskinan berdasarakan penyebabnya dapat dibagi menjadi dua yaitu kemiskinan struktural dan kemiskinan kultural. Kemiskinan struktural disebabkan oleh ketidakberdayaan seseorang atau suatu kelompok masyarakat karena sistem atau tatanan sosial yang tidak adil sehingga menyebabkan mereka berada pada posisi yang lemah dan tidak memiliki akses untuk mengembangkan diri untuk lepas dari jeratan kemiskinan. Kemiskinan kulturan yaitu kemiskinan yang disebabkan oleh suatu tatanan adat dan budaya disuatu daerah yang mengatur seseorang atau kelompok masyarakat tertentu sehingga membuatnya terjebak pada jerat kemiskinan (BPS, 2016).

Sedangkan kemiskinan konseptual sendiri dibagi menjadi dua yaitu kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut adalah suatu ukuran minimum bagi seseorang untuk memenuhi kebutuhan dasarnya, baik makanan maupun non makanan, ukuran kemiskinan absolut didasarkan pada garis kemiskinan. Sedangkan kemiskinan relatif yaitu suatu ukuran kemiskinan yang ditentukan secara subjektif oleh masyarakat setempat, sehingga masyarakat yang berada di bawah ukuran tersebut dikategorikan sebagai miskin secara relatif (BPS Jatim, 2016).


(42)

30

Menurut Mahmudi yang dikutip oleh Hasan (2016) dalam lingkaran setan kemiskinan (the vicious circle of poverty) terdapat tiga poros utama yang menyebabkan seseorang menjadi miskin yaitu rendahnya tingkat kesehatan, rendahnya pendapatan, dan rendahnya tingkat pendidikan. Lingkaran setan kemiskinan (the vicious circle of

poverty) disebabkan oleh berbagai faktor yang saling mempengaruhi

sehingga menyebabkan keadaan dimana suatu akan tetap miskin dan sulit bangkit dari kemiskinan karena banyak hambatan untuk meningkatkan pembangunan.

Menurut (Sukirno, 2005) perangkap yang membentuk lingkaran setan kemiskinan ada 3, yaitu:

a. Penawaran dan permintaan modal

Penawaran modal, tingkat pendapatan masyarakat yang rendah, diakibatkan oleh tingkat produktifitas yang rendah, sehingga menyebabkan kemampuan masyarakat untuk menabung juga rendah. Hal ini yang akan membuat pembentukan modal menjadi rendah dan menyebabkan penawaran modal menjadi rendah, sehingga negara akan kekurangan modal dan menyebabkan tingkat produktifitas akan tetap rendah. Permintaan modal, di negara-negara miskin melakukan penanaman modal rendah karena luas pasar yang tersedia hanya terbatas, hal ini karena produktifitas yang rendah yang disebabkan oleh pembetukan modal dimasa lalu yang rendah.


(43)

b. Analisa Nurske

Menurut Nurske yang dikutip dalam Zamharir (2016) peningkatan pembentukan modal tidak hanya terbatas pada lingkaran setan kemiskinan tapi juga karena International Demonstration Effect yaitu kecenderungan untuk mencontoh corak konsumsi dikalangan masyarakat yang lebih maju.

c. Meier dan Baldwin

Menurut Meier dan Baldwin yang dikutip dalam Zamharir (2016) Lingkaran setan kemiskinan timbul dari kombinasi hubungan yang saling mempengaruhi dari masyarakat tradisional dan terbelakang dengan kekayaan alam yang belum dikembangkan. Karena masyarakat yang masih terbelakang dan tradisional sehingga membuat sumber daya yang ada tidak dapat diolah, hal ini disebabkan oleh tingkat pendidikan yang masih rendah, SDM yang terbatas. Semakin rendah keadaan sosial ekonomi suatu negara, maka semakin terbatas pula sumber daya yang dapat dikelola dan dikembangkan sehingga akan membuat tingkat pembangunan yang rendah.kemampuan untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan penduduk juga terbatas.

Ketiga penyebab kemiskinan yang bermuara pada teori lingkaran setan kemiskinan karena adanya keterbelakangan, ketidaksempurnaan pasar dan kurangnya modal sehingga akan menyebabkan tingkat produktifitas yang rendah. Produktifitas yang rendah menyebabkan pendapatan juga menjadi rendah, rendahnya pendapatan akan


(44)

32

menyebabkan rendahnya investasi yang menyebabkan keterbelakangan, dan begitu seterusnya.

Kemisikinan dapat terlihat dari tingkat kekurangan sumber daya yang dapat digunakan memenuhi kebutuhan hidup serta meningkatkan kesejahteraan sekelompok orang. Kemiskinan diartikan sebagai kondisi seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, tidak mampu memenuhi hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupannya yang bermartabat. Kemisikinan berdampak pada turunnya produktifitas sebagian masyarakat, turunnya produktifitas masyarakat berakibat pada bertambahnya orang miskin baru, dan pada gilirannya akan menurunkan indeks pembangunan manusia. (Basuki & Saptutyningsih, 2016)

Kemiskinan telah membuat jutaan anak-anak tidak bisa mengenyam pendidikan yang berkualitas, kesulitan membiayai kesehatan, kurangnya tabungan dan tidak adanya investasi, kurangnya akses ke pelayanan publik, kurangnya lapangan pekerjaan, kurangnya jaminan sosial dan perlindungan terhadap keluarga, menguatnya arus urbanisasi ke kota, dan yang lebih parah, kemiskinan menyebabkan jutaan rakyat memenuhi kebutuhan pangan, sandang dan papan secara terbatas (Prawoto, 2005).

Menurut Suradi yang dikutip dalam Suciati (2014) menyatakan bahwa semakin tinggi jumlah penduduk miskin akan menekan tingkat


(45)

pembangunan manusia sebab penduduk miskin memiliki daya beli yang rendah. Kemiskinan berkaitan erat dan ikut menentukan proses pembangunan yang mengedepankan partisipasi masyarakat.paradigma pembangunan yang kini bergeser dari dominasi peran negara kepada peran masyarakat tidak akan dapat diwujudkan apabila jumlah penduduk miskin masih dalam jumlah yang signifikan. Hal tersebut dikarenakan pada umumnya penduduk miskin lebih banyak menghabiskan waktunya untuk memenuhi kebutuhan dasarnya, sebab penduduk miskin tidak tertarik untuk melibatkan diri terhadap kegiatan yang tidak berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan dasar.

Kemiskinan akan membuat mereka sulit untuk mengkonsumsi makanan bergizi, karena sebagian besar atau seluruh pendapatan yang mereka peroleh akan dihabiskan untuk membeli makanan. Akibatnya kesempatan untuk mendapatkan pendidikan menjadi hilang, dan dengan rendahnya tingkat pengetahuan yang mereka miliki, mereka akan kurang bisa memelihara lingkungan yang sehat. Rendahnya tingkat kesehatan merupakan penyebab kemiskinan karena rendahnya kesehatan akan menyebabkan tingkat produktifitas menjadi rendah. Sehingga dari sudut pandang ekonomi, kesemuanya itu akan menghasilkan sumberdaya manusia yang kurang berkualitas, atau dapat dikatakan tingkat produktifitasnya rendah. Hal ini juga akan berimbas pada terbatasnya upah atau pendapatan yang akan mereka peroleh. Rendahnya pendapatan akan menyebabkan terjadinya kemiskinan. Kemiskinan ini akan menyebabkan


(46)

34

ketidakmampuan untuk memperoleh pendidikan dan biaya perawatan dan pemeliharaan kesehatan. Hal tersebut terjadi karena pada umumnya penduduk miskin lebih banyak menghabiskan waktu, tenaga dan pendapatannya untuk memenuhi kebutuhan dasarnya.

Kemiskinan akan berdampak pada turunnya produktifitas sebagian masyarakat, turunnya produktifitas masyarakat berakibat pada bertambahnya orang miskin baru, dan pada gilirinnya akan menurunkan indeks pembangunan manusia, semakin banyak jumlah penduduk miskin akan menekan terhadap pembangunan manusia karena penduduk miskin mempunyai tingkat kesehatan, pendidikan dan daya beli yang rendah.

5. Hubungan Rasio Gini dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Rasio gini merupakan indikator ketimpangan distribusi pendapatan, ketimpangan distribusi pendapatan ini merupakan salah satu permasalahan bagi negara-negara berkembang di dunia. Distribusi pendapatan perorangan sendiri merupakan ukuran yang paling sering digunakan oleh para ekonom untuk menghitung jumlah penghasilan yang diterima oleh setiap individu atau rumah tangga (Todaro dan Smith, 2006). Pada tingkat ketimpangan distrubusi pendapatan yang maksimum atau kekayaan hanya dimiliki oleh satu orang saja maka tingkat kemiskinan akan semakin tinggi, sedangkan pada tingkat ketimpangan distrubusi pendapatan yang minimum kekayaan dimiliki oleh setiap orang akan identik dan distribusi pendapatan setiap orang akan sama. Tingkat ketimpangan diukur melalui


(47)

pendapatan perorangan dengan menggunakan kurva lorenz yang diperkenalkan pertama kali oleh Max Otto Lorenz pada tahun 1905.

Sumber : Todaro dan Smith, 2006

Gambar 2. 2 Kurva Lorenz

Kurva lorenz adalah kurva yang menggambarkan hubungan antara presentase kumulatif pendapatan yang diterima dalam jangka waktu tertentu dengan presentase kumulatif populasi yang menerima pendapatan yang benar-benar diperoleh dalam jangka waktu tertentu. Jika semakin jauh jarak antara kurva lorenz dari garis diagonalnya maka semakin tidak merata atau timpang distribusi pendapatannya, sebaliknya jika jarak antara kurva lorenz dari garis diagonalnya maka semakin dekat maka semakin merata distribusi pendapatannya.

Rasio gini digunakan untuk mengetahui tinggi rendahnya ketimpangan distribusi pendapatan. Perhitungan dasar rasio gini didapatkan dari perhitungan luas kurva lorenz yang menggambarkan

0 100%

100%

Garis Pemerataan Presentase Penduduk Pr

ese nta se Pe nd ap ata

Garis Pemerataan

A

B


(48)

36

distribusi pendapatan seluruh kelompok pengeluaran. Rasio atau perbandingan antara luas daerah kurva lorenz dengan luas daerah di bawah garis diagonalnya akan menghasilkan nilai rasio gini. Rumus yang digunakan untuk menghitung rasio gini adalah sebagai berikut:

...(8)

Keterangan:

: Presentase penduduk pada kelas pengeluaran ke-i k : Jumlah kelas pengeluaran yang dibentuk

: Presentase kumulatif jumlah pengeluaran pada kelas pengeluaran ke-i

Perhitungan tingkat distribusi pendapatan dengan menggunakan indeks rasio gini memiliki rasio anatar 0 sampai 1. Jika indeks rasio gini sama dengan 1 maka terjadi ketimpangan distribusi yang sempurna, maksudnya adalah seluruh pendapatan hanya dinikmati oleh satu orang saja. Jika indeks rasio gini sama dengan 0 maka terjadi distribusi pendapatan yang sempurna, maksudnya adalah setiap golongan penduduk mendapatkan pendapatan yang merata atau sama.

Distribusi pendapatan adalah determain yang paling berperan dalam pembangunan manusia pada seluruh kabupaten/kota di Indonesia. Menurut (Basuki dan Saptutyaningsih, 2016) ada hubungan negatif dan signifikan antara rasio gini dengan indeks pembangunan. Kenaikan rasio gini berarti telah terjadi peningkatan ketidakmerataan distribusi


(49)

pendapatan, hal ini berarti terjadi peningkatan jumlah penduduk miskin dan akhirnya dapat menurunkan indeks pembangunan manusia (Brata, 2002).

6. Hubungan Upah Minimum Kabupaten/Kota dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Upah merupakan salah satu sarana bagi pekerja untuk meningkatkan kualitias hidup dan kesejahteraannya. Kebijakan upah minimum merupakan sistem penguapahan yang telah banyak diterapkan dibeberapa negara (Sulistiawati, 2012). Kebijakan upah minimum dapat dilihat dari dua sisi. Pertama, upah minimum merupakan alat proteksi bagi pekerja untuk mempertahankan agar nilai upah yang diterima tidak menurun dalam memenuhi kehidupan sehari-hari. Kedua sebagai proteksi bagi perusahaan untuk mempertahankan produktifitas (Simanjuntak, 2001). Tujuan dari diberlakukannya upah minimum menurut (Sumarsono, 2003) ada 3, yaitu:

a. Menjamin penghasilan pekerja sehingga tidak lebih rendah dari suatu tingkat tertentu.

b. Meningkatkan produktifitas pekerja.

c. Mengembangkan dan meningkatkan kualitas perusahaan dengan cara produksi yang lebih efisien.

Salah satu komponen dalam IPM adalah indeks pengeluaran yaitu gambaran tentang kemampuan daya beli masyarakat untuk memenuhi


(50)

38

kebutuhan hidupnya secara layak. Tentu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya agar layak diperlukan pendapatan, pendapatan atau upah yang diperoleh oleh masyarakat dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Menurut Zamharir (2016) upah minimum regional merupakan komponen dari pendapatan seseorang yang tinggal disuatu daerah, sehingga tingkat upah merupakan salah satu indikator yang dapat mencerminkan kesejahteraan masyarakat dari suatu negara. Upah minimum juga merupakan salah satu faktor penentu bagi investor untuk menanamkan modalnya disuatu wilayah, terutama jika investor ingin mendirikan perusahaan atau pabrik yang akan banyak menyerap tenaga kerja. Semakin tinggi upah minimum regional suatu daerah menunjukan semakin tinggi tingkat ekonominya (Zamharir, 2016)

Menurut Mankiw (2006) teori efisiensi upah (efficiency-wage) dibagi menjadi empat, antara lain sebagai berikut :

a. Upah yang tinggi akan menyebabkan pekerja lebih produktif

Pengurangan upah akan menurunkan besaran upah yang dikeluarkan perusahaan terhadap pekerja, tetapi hal itu juga akan menurunkan produktifitas pekerja dan memangkas laba perusahaan.

b. Upah yang tinggi pula dapat menyebabkan perputaran tenaga kerja berkurang.


(51)

Dengan membayar upah yang tinggi akan membuat pekerja tetap bertahan, sehingga akan mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk mencari dan melatih lagi pekerja yang baru.

c. Kualitas tenaga kerja ditentukan oleh besarnya upah.

Jika perusahaan melakukak pengurangan upah, maka akan membuat pekerja terbaik memilih bekerja di perusahaan lain sehingga menyisakan pekerja yang kurang terdidik.

d. Upah yang tinggi meningkatkan upaya pekerja.

Jika perusahaan tidak dapat melakukan pengawasan penuh terhadap pekerjanya dan setiap pekerja yang memutuskan sendiri bagaimana mereka akan bekerja keras maka dengan semakin tinggi upah yang diberikan akan membuat pekerja lebih bersemangat bekerja, karena pekerja akan mengalami kerugian jika sampai dipecat. Tingginya upah yang diberikan memotivasi pekerja untuk lebih giat bekerja untuk meningkat produktifitasnya.

Inti dari teori efisiensi upah adalah perusahaan akan beroperasi dengan lebih efisien jika perusahaan membayar pekerjanya dengan upah yang tinggi, hal itu membuat perusahaan menganggap mempertahankn upah diatas tingkat keseimbangan penawaran dan permintaan adalah hal yang menguntungkan.

Jika upah minimum meningkat akan berpengaruh terhadap pendapatan masyarakat, sehingga akan meningkatkan permintaan


(52)

40

masyarakat juga akan naik. Pertambahan pendapatan akan menaikkan pengeluaran konsumsi, tambahan konsumsi dapat berupa makanan, non makanan, pendidikan dan kesehatan. Selanjutnya akan ada efek pengganda atau pelipat (Multipler Effect), peningkatan ini dapat meningkatkan pembangunan manusia. Pendidikan merupakan salah satu faktor dapat mempengaruhi tingkat upah, karena dengan pendidikan yang tinggi akan mempengaruhi kemampuan seseorang untuk mendapat pendapatan yang lebih tinggi. Sehingga dengan pendidikan akan memberikan kesempatan bagi seseorang untuk dapat memperoleh kesempatan agar dapat meningkatkan standar hidupnya. Sehingga naiknya upah dapat mengurangi tingkat kemiskinan.

Kesimpulannya jika upah yang didapatkan masyarakat bertambah, maka daya beli masyarakat juga akan semakin besar. Masyarakat dapat mengkonsumsi makanan yang bergizi, kesempatan untuk mendapatkan pendidikan juga bertambah, masyarakat akan mampu membayar biaya perawatan dan pemeliharaan kesehatannya sehingga produktifitasnya akan meningkat. Masyarakat akan dapat memenuhi kebutuhan hidupnya secara layak dan kesejahteraan masyarakat akan meningkat, dan tentu dengan adanya karena kenaikan upah akan menaikan tingkat kesehatan, pendidikan dan daya beli masyarakat sehingga akan meningkatkan pembangunan manusia.


(53)

B. Hasil Penelitian Terdahulu

Penelitian ini mengacu pada penelitian terdahulu. Beberapa acuan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

1. Penelitian Basuki dan Saptutyaningsih (2016) yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Indeks Pembangunan Manusia Tahun 2008-2015 (Studi Kasus Kab/Kota D I Yogyakarta)”. Menggunakan variabel independen pendapatan perkapita, pengeluaran pemerintah untuk kesehatan, pengeluaran pemerintah untuk fasilitas umum, rasio gini dan jumlah penduduk miskin di 5 kabupaten/kota di DIY dengan jangka waktu 7 tahun (2008-2014). Dengan menggunakan metode data panel diperoleh hasil bahwa variabel pendapatan perkapita tidak berpengaruh signifikan terhadap IPM di DIY. Variabel pengeluaran pemeritah untuk kesehatan dan umum berpengaruh signifikan dan positif terhadap IPM di DIY. Variabel rasio gini dan jumlah penduduk miskin berpengaruh signifikan dan negatif terhadap IPM di DIY.

2. Penelitian Prawoto (2011) yang berjudul “ Analisis Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Indeks Pembangunan Manusia”. Menggunakan vaiabel indepenen belanja daerah per kapita, rasio gini, proporsi pengeluaran non-makanan pekapita dan rasio ketergantungan di 35 kabupaten/kota di provinsi Jawa Tengah dengan periode waktu 8 tahun (2002-2009). Dengan menggunakan regresi data panel diperoleh hasil bahwa belanja daerah per kapita dan proporsi pengeluaran non-makanan perkapita berpengaruh siginifikan dan positif terhadap IPM di Jawa


(54)

42

Tengah. Variabel rasio gini dan rasio ketergantungan berpengaruh signifikan dan negatif terhadap IPM di Jawa tengah.

3. Penelitian Zamharir (2016) yang berjudul “Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Kemiskinan, PDRB Per Kapita dan Upah Minimum terhadap

Human Development Index: Studi Kasus 12 Provinsi dengan Kategori

Lower Medium di Indonesia”. Menggunakan variabel independen

pertumbuhan ekonomi, kemiskinan, PDRB per kapita dan upah minimum di 12 Provinsi di Indonesia. Dengan menggunakan metode data panel diperoleh hasil bahwa variabel kemiskinan berpengaruh negatif tapi tidak signifikan terhadap IPM di 12 Provinsi di Indonesia. Sedangkan variabel pertumbuhan ekonomi, PDRB perkapita dan upah minimum berpengaruh signifikan dan positif terhadap IPM di 12 Provinsi di Indonesia.

4. Penelitian Soleha (2015) yang berjudul “Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Bidang Kesehatan, Pengeluaran Pemerintah Bidang Pendidikan, Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) terhadap Indeks Pembangunan Manusia IPM” Studi kasus di Indonesia Tahun 1985-2014. Menggunakan variabel independen pertumbuhan pengeluaran pemerintah bidang kesehatan, pertumbuhan pengeluaran pemerintah bidang pendidikan, penanaman modal asing dan penanaman modal dalam negeri di Indonesia dari tahun 1985 sampai 2014. Dengan menggunakan metode VECM diperoleh hasil bahwa variabel pertumbuhan pengeluaran pemerintah bidang kesehatan berpengaruh signifikan dan positif terhadap IPM di Indonesia, sedangkan


(55)

variabel pertumbuhan pengeluaran pemerintah bidang pendidikan, variabel penanaman modal asing dan variabel penanaman modal dalam negeri berpengaruh signifikan dan negatif terhadap IPM di Indonesia.

5. Penelitian Yusri (2014) yang berjudul “Analisis Determain Indeks Pembangunan Manusia di Propinsi Aceh”. Menggunakan variabel independen pengeluaran rumah tangga, pengeluaran rumah tangga bukan makanan, rasio penduduk miskin, pengeluaran pemerintah bidang kesehatan dan pengeluaran pemerintah bidang pendidikan di Provinsi Aceh dengan periode waktu 5 tahun. Dengan menggunakan metode data panel diperoleh hasil bahwa variabel independen pengeluaran rumah tangga, pengeluaran rumah tangga bukan makanan, rasio penduduk miskin dan pengeluaran pemerintah bidang kesehatan berpengaruh signifikan terhadap IPM di Provinsi Aceh. Sedangkan variabel pengeluaran pemerintah bidang pendidikan tidak berpengaruh signifikan terhadap IPM di Provinsi Aceh.

6. Penelitian Brata (2002) yang berjudul “Pembangunan Manusia dan

Kinerja Ekonomi Regional di Indonesia”. Menggunakan variabel independen rasio pembentukan modal tetap domestik bruto (RPMTDB), Indeks Gini, rasio migas terhadap PDRB (RMIGAS), variabel boneka konflik provinsi dan rata-rata lama sekolah perempuan (LLSP) terhadap IPM dan PDRB per kapita. Dengan menggunakan metode two stages least

square (TSLS) diperoleh hasil bahwa variabel PDRB per kapita dan


(56)

44

IPM di Indonesia. Sedangkan variabel rasio pembentukan modal tetap domestik bruto (RPMTDB), Indeks Gini, rasio migas terhadap PDRB (RMIGAS), variabel boneka konflik provinsi tidak berpengaruh terhadap IPM dan PDRB per Kapita di Indonesia. Variabel indeks gini, rasio migas terhadap PDRB(RMIGAS), dan rata-rata lama sekolah perempuan (LLSP) berpengaruh signifikan dan positif terhadap PDRB per kapita di Indonesia. 7. Penelitian Kacaribu (2013) yang berjudul “Analisis Indeks Pembangunan Manusia dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi di Provinsi Papua”. Menggunakan variabel independen produk domestik reginal bruto (PDRB), pengeluaran pemerintah menurut fungsi pendidikan, rasio jumlah penduduk terhadap jumlah dokter, rasio jumlah penduduk terhadap jumlah bidan, rasio jumlah penduduk terhadap jumlah perawat, rasio kemiskinan terhadap jumlah penduduk, rasio murid SD terhadap guru, rasio murid SMP terhadap guru dan rasio murid SMA terhadap guru di 29 kabupaten/kota yang ada di provinsi Papua dengan periode waktu 3 tahun. Dengan menggunakan metode data panel dengan pendekatan fixed effect

Model diperoleh hasil bahwa variabel PDRB, pengeluaran pemerintah

menurut fungsi pendidikan, rasio jumlah penduduk terhadap jumlah dokter, rasio jumlah penduduk terhadap jumlah bidan, rasio jumlah penduduk terhadap jumlah perawat, rasio kemiskinan terhadap jumlah penduduk dan rasio murid SMA terhadap guru berpnagruh signifikan terhadap IPM di Papua. Sedangkan variabel rasio murid SD terhadap guru


(57)

dan rasio murid SMP terhadap guru tidak berpengaruh terhadap IPM di provinsi Papua.

8. Penelitian Rustariyuni (2014) yang berjudul “Pengaruh Gini Ratio, Pengeluaran Non Makanan Per Kapita, Belanja Daerah dan Laju Pertumbuhan Ekonomi pada Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Periode 2004-2012. Menggunakan variabel gini ratio, pengeluaran non makanan per kapita, belanja daerah dan laju pertumbuhan ekonomi di 9 Kabupaten/Kota di Provinsi Bali dengan periode waktu 9 tahun. Dengan menggunakan metode data panel diperoleh hasil bahwa variabel gini ratio, variabel pengeluaran non makanan per kapita, variabel belanja daerah dan variabel laju pertumbuhan ekonomi berpengaruh signifikan dan positif terhadap IPM Kabupaten/Kota di Provinsi Bali periode 2004-2012.

Beberapa hasil penelitian terdahulu diatas yang peneliti gunakan sebagai acuan dalam melakukan penelitian disajikan dalam sebagai berikut:


(58)

46

Tabel 2. 1

Hasil Penelitian Terdahulu

No

Nama Peneliti, Tahun dan

Judul

Variabel Metode

Analisis Hasil Analisis 1. Basuki dan

Saptutyaningsi h (2016) “Analisis Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Indeks Pembangunan Manusia

Tahun

2008-2015 (Studi

Kasus Kab/Kota DI Yogyakarta)”. Variabel Dependen: 1. IPM Variabel Independen: 1. Pendapatan Perkapita 2. Pengeluaran Pemerintah Untuk Kesehatan 3. Pengeluaran Pemerintah Untuk Fasilitas Umum, 4. Rasio Gini 5. Jumlah penduduk miskin Regresi Data Panel

1. Variabel pendapatan perkapita tidak berpengaruh signifikan 2. Variabel pengeluaran

pemeritah untuk kesehatan berpengaruh signifikan dan positif. 3. Variabel pengeluaran

pemeritah untuk umum berpengaruh signifikan dan positif

4. Variabel rasio gini berpengaruh signifikan dan negatif.

5. Variabel jumlah penduduk miskin berpengaruh signifikan dan negatif

2. Prawoto (2011) “Analisis Faktor-Faktor yang berpengaruh Terhadap Indeks Pembangunan Manusia”. Variabel Dependen: 1. IPM Variabel Independen: 1. Belanja Daerah Perkapita 2. Rasio Gini 3. Proporsi pengeluaran non-makanan pekapita 4. Rasio Ketergantung an Regresi Data Panel

1. Variabel Belanja daerah per kapita berpengaruh siginifikan dan positif. 2. Variabel Proporsi

pengeluaran non-makanan perkapita berpengaruh siginifikan dan positif.

3. Variabel rasio gini berpengaruh signifikan dan negatif

4. Variabel rasio ketergantungan

berpengaruh signifikan dan negatif.


(59)

No

Nama Peneliti, Tahun dan

Judul

Variabel Metode

Analisis Hasil Analisis 3. Zamharir (2016)

“Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Kemiskinan,

PDRB Per

Kapita dan Upah Minimum

terhadap Human Development

Index: Studi

Kasus 12

Provinsi dengan Kategori Lower

Medium di

Indonesia”. Variabel Dependen: 1. HDI Variabel independen: 1. PE 2. Kemiskinan 3. PDRB per

Kapita 4. UMR

Regresi Data Panel

1. Variabel pertumbuhan ekonomi berpengaruh signifikan dan positif 2. Variabel kemiskinan

berpengaruh negatif tapi tidak signifikan 3. Variabel PDRB per

kapita berpengaruh signifikan dan positif 4. Variabel upah

minimum berpengaruh signifikan dan positif

4. Soleha (2015) “Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Bidang Kesehatan, Pengeluaran Pemerintah Bidang Pendidikan, Penanaman

Modal Asing

(PMA) dan

Penanaman

Modal dalam

Negeri (PMDN) terhadap Indeks Pembangunan Manusia IPM” Studi kasus di Indonesia Tahun 1985-2014. Variabel Dependen: 1. IPM Variabel independen: 1. Pertumbuhan pengeluaran pemerintah bidang kesehatan 2. Pertumbuhan pengeluaran pemerintah bidang pendidikan 3. PMA 4. PMDN

VECM 1. Variabel pertumbuhan pengeluaran

pemerintah bidang kesehatan berpengaruh signifikan dan positif 2. Variabel pertumbuhan

pengeluaran

pemerintah bidang pendidikan

berpengaruh signifikan dan negatif

3. Variabel penanaman

modal asing

berpengaruh signifikan dan negatif

4. Variabel penanaman modal dalam negeri berpengaruh signifikan dan negatif


(60)

48

No

Nama Peneliti, Tahun dan

Judul

Variabel Metode

Analisis Hasil Analisis 5. Yusri (2014)

“Analisis Determain Indeks

Pembangunan

Manusia di

Propinsi Aceh” Variabel Dependen: 1. IPM Variabel independen: 1. Pengeluaran pemerintah kesehatan 2. Pengeluaran pemerintah pendidikan 3. Pengeluaran rumah tangga 4. Pengeluaran

rumah tangga non makanan 5. Penduduk miskin Regresi Data Panel

1. Variabel pengeluaran pemerintah bidang kesehatan berpengaruh signifikan

2. Variabel pengeluaran pemerintah bidang pendidikan tidak berpengaruh signifikan 3. Variabel pengeluaran

rumah tangga berpengaruh signifikan

4. Variabel pengeluaran rumah tangga bukan makanan berpengaruh signifikan

5. Variabel rasio penduduk miskin berpengaruh signifikan

6. Brata (2002) “Pembangunan

Manusia dan

Kinerja Ekonomi

Regional di

Indonesia”

Variabel Dependen: 1. IPM

2. PDRB per kapita

Variabel independen:

1. RPMTDB 2. Indeks Gini 3. DK 4. LLSP Two stages least square (TSLS)

1. Variabel RPMTDB berpengaruh signifikan dan positif terhadap IPM dan PDRB per kapita 2. Variabel Indeks Gini

berpengaruh signifikan dan positif terhadap IPM dan PDRB per kapita 3. Variabel DK berpengaruh

signifikan terhadap IPM dan tidak berpengaruh signifikan terhadap PDRB per kapita

4. Variabel LLSP tidak berpengaruh signifikan dan positif terhadap IPM dan PDRB per kapita 5. Variabel PDRB per kapita

berpengaruh signifikan terhadap IPM

6. Variabel IPM berpengaruh signifikan dan positif terhadap PDRB per kapita


(61)

No

Nama Peneliti, Tahun dan

Judul

Variabel Metode

Analisis Hasil Analisis 7. Kacaribu (2013)

“Analisis Indeks Pembangunan Manusia dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi di Provinsi Papua”. Variabel Dependen: 1. IPM Variabel independen: 1. PDRB 2. Pengeluaran pemerintah menurut fungsi pendidikan 3. Rasio jumlah

penduduk terhadap dokter 4. Rasio jumlah

penduduk terhadap bidan

5. Rasio jumlah penduduk terhadap perawat 6. Rasio kemiskinan terhadap jumlah penduduk 7. Rasio murid

SD terhadap guru

8. Rasio murid SMP

terhadap guru 9. Rasio murid

SMA

terhadap guru

Regresi Data Panel

1. Variabel (PDRB) berpengaruh signifikan 2. Variabel pengeluaran

pemerintah menurut fungsi pendidikan berpengaruh signifikan

3. Variabel rasio jumlah penduduk terhadap jumlah dokter berpengaruh

signifikan

4. Variabel rasio jumlah penduduk terhadap jumlah bidan berpengaruh

signifikan

5. Variabel rasio jumlah penduduk terhadap jumlah perawat berpengaruh signifikan

6. Variabel rasio kemiskinan terhadap jumlah penduduk berpengaruh signifikan 7. Variabel rasio murid SMA

terhadap guru berpengaruh signifikan

8. Variabel rasio murid SD terhadap guru tidak berpengaruh

9. Variabel rasio murid SMP terhadap guru tidak berpengaruh


(62)

50

No

Nama Peneliti, Tahun dan

Judul

Variabel Metode

Analisis Hasil Analisis 8. Rustariyuni

(2014)

“Pengaruh Gini Ratio,

Pengeluaran

Non Makanan

PerKapita, Belanja Daerah

dan Laju

Pertumbuhan

Ekonomi pada

IPM

Kabupaten/Kota di Provinsi Bali

Periode

2004-2012”. Variabel Dependen: 1. IPM Variabel independen: 1. Gini Rasio 2. Pengeluaran Non Makanan 3. Belanja Modal 4. Laju Pertumbuhan Ekonomi Regresi Data Panel

1. Variabel gini rasio berpengaruh signifikan dan positif

2. Variabel pengeluaran non makanan berpengaruh signifikan dan positif 3. Variabel belanja modal

berpengaruh signifikan dan positif

4. Variabel laju pertumbuhan ekonomi berpengaruh signifikan dan positif

C. Model Penelitian

Peningkatan jumlah penduduk miskin akan menyebabkan daya beli masyarakat tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan dasarnya dan kebutuhan lain, misalnya kesehatan, pendidikan juga tidak dapat terpenuhi. Dengan rendahnya tingkat pendidikan, kesehatan dan juga pendapatan akan menyebabkan kesejahteraan mereka menurun. Kemiskinan dapat memberikan dampak buruk bagi pembangunan manusia, karena ketiga indikator tersebut merupakan komponen pembentuk indeks pembangunan manusia.

Ketimpangan distribusi pendapatan merupakan salah satu permasalahan dalam ekonomi, karena ketimpangan penghasilan dapat berkaitan dengan naiknya jumlah penduduk miskin. Penghasilan penduduk


(63)

berpendapatan tinggi semakin meningkat dan penghasilan penduduk berpendapatan rendah semakin turun. Dengan rendahnya pendapatan akan menurunkan daya beli masyarakat dan menambah jumlah penduduk miskin, sehingga kesejahteraan akan menurun dan pembangunan manusia akan terkena dampak negatif dari ketimpangan distribusi pendapatan.

Upah merupakan salah satu sarana bagi masyarakat untuk memperoleh kesejahteraan, dengan adanya peraturan upah minimum dari pemerintah akan mendorong kesejahteraan masyarakat. Dengan adanya kenaikan upah minimum akan menyebabkan daya beli masyarakat akan meningkat dan standar hidup layak juga akan meningkat, sehingga masyarakat dapat memenuhi kebutuhan dasarnya, kebutuhan lain seperti kesehatan dan pendidikan juga akan terpenuhi. Sehingga kesejahteraan masyarakat akan naik dan tentunya akan mendorong pembangunan manusia.

Berdasarkan penjelasan diatas, maka penulis menggunakan tiga variabel yaitu: jumlah penduduk miskin (JPM), rasio gini (GINI) dan upah minimum kabupaten/kota (UMK) sebagai faktor yang mempengaruhi Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Eks Karesidenan Madiun. Berdasarkan uraian diatas maka peneliti menggambarkan variabel-variabel yang akan diteliti dalam kerangka berfikir sebagai berikut:


(1)

Uji Hausman

Correlated Random Effects - Hausman Test Pool: PANEL

Test cross-section random effects

Test Summary

Chi-Sq.

Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.

Cross-section random 0.486623 3 0.9218

Cross-section random effects test comparisons:

Variable Fixed Random Var(Diff.) Prob.

LOG(JPM?) -0.069851 -0.066035 0.000165 0.7662

GINI? 0.100400 0.101271 0.000014 0.8170

LOG(UMK?) 0.064154 0.064961 0.000007 0.7576

Cross-section random effects test equation: Dependent Variable: LOG(IPM?)

Method: Panel Least Squares Date: 03/10/17 Time: 17:58 Sample: 2010 2015

Included observations: 6 Cross-sections included: 6

Total pool (balanced) observations: 36

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 4.090531 0.265002 15.43585 0.0000

LOG(JPM?) -0.069851 0.018628 -3.749875 0.0009

GINI? 0.100400 0.028773 3.489351 0.0017

LOG(UMK?) 0.064154 0.005671 11.31205 0.0000

Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables)

R-squared 0.997204 Mean dependent var 4.223953

Adjusted R-squared 0.996376 S.D. dependent var 0.068410

S.E. of regression 0.004118 Akaike info criterion -7.934453

Sum squared resid 0.000458 Schwarz criterion -7.538573

Log likelihood 151.8202 Hannan-Quinn criter. -7.796280

F-statistic 1203.844 Durbin-Watson stat 1.691334


(2)

Uji LM

Lagrange multiplier (LM) test for panel data Date: 03/14/17 Time: 03:03

Sample: 2010 2015

Total panel observations: 36 Probability in ()

Null (no rand. effect) Cross-section Period Both

Alternative One-sided One-sided

Breusch-Pagan 85.29330 3.312317 88.60562

(0.0000) (0.0688) (0.0000)

Honda 9.235437 -1.819977 5.243522

(0.0000) (0.9656) (0.0000)

King-Wu 9.235437 -1.819977 5.243522

(0.0000) (0.9656) (0.0000)

GHM -- -- 85.29330


(3)

Lampiran 4 : Uji Asumsi Klasik

Uji Heteroskedastisitas

Dependent Variable: RESID?

Method: Pooled EGLS (Cross-section random effects) Date: 03/10/17 Time: 18:10

Sample: 2010 2015 Included observations: 6 Cross-sections included: 6

Total pool (balanced) observations: 36

Swamy and Arora estimator of component variances

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 0.804745 7.821993 0.102882 0.9187

LOG(JPM?) 0.150058 0.532358 0.281874 0.7799

GINI? 1.091707 1.334925 0.817804 0.4195

LOG(UMK?) -0.115424 0.225579 -0.511677 0.6124

Random Effects (Cross)

_PCTN--C 2.316853

_PNRG--C -1.168821

_MDN--C -1.058856

_MGTN--C 0.450544

_NGW--C -0.055999

_KMDN--C -0.483722

Effects Specification

S.D. Rho

Cross-section random 1.456322 0.9827

Idiosyncratic random 0.193283 0.0173

Weighted Statistics

R-squared 0.024422 Mean dependent var 0.067045

Adjusted R-squared -0.067038 S.D. dependent var 0.184382

S.E. of regression 0.190462 Sum squared resid 1.160830

F-statistic 0.267023 Durbin-Watson stat 2.392767

Prob(F-statistic) 0.848658

Unweighted Statistics

R-squared 0.047551 Mean dependent var 1.239209


(4)

Uji Multikoliniearitas

Dependent Variable: LOG(JPM?)

Method: Pooled EGLS (Cross-section random effects) Date: 03/10/17 Time: 18:02

Sample: 2010 2015 Included observations: 6 Cross-sections included: 6

Total pool (balanced) observations: 36

Swamy and Arora estimator of component variances

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 13.83692 0.548084 25.24596 0.0000

GINI? -0.462853 0.284541 -1.626668 0.1133

LOG(UMK?) -0.189962 0.043318 -4.385337 0.0001

Random Effects (Cross)

_PCTN--C 0.361201

_PNRG--C 0.454725

_MDN--C 0.300951

_MGTN--C 0.121430

_NGW--C 0.693892

_KMDN--C -1.932201

Effects Specification

S.D. Rho

Cross-section random 0.236850 0.9698

Idiosyncratic random 0.041781 0.0302

Weighted Statistics

R-squared 0.314579 Mean dependent var 0.796926

Adjusted R-squared 0.273038 S.D. dependent var 0.090139

S.E. of regression 0.076855 Sum squared resid 0.194919

F-statistic 7.572785 Durbin-Watson stat 0.396380

Prob(F-statistic) 0.001965

Unweighted Statistics

R-squared 0.029709 Mean dependent var 11.09459


(5)

Dependent Variable: GINI?

Method: Pooled EGLS (Cross-section random effects) Date: 03/10/17 Time: 18:02

Sample: 2010 2015 Included observations: 6 Cross-sections included: 6

Total pool (balanced) observations: 36

Swamy and Arora estimator of component variances

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -0.678158 0.311085 -2.179975 0.0365

LOG(UMK?) 0.088349 0.021812 4.050401 0.0003

LOG(JPM?) -0.019056 0.005062 -3.764506 0.0007

Random Effects (Cross)

_PCTN—C 0.000000

_PNRG—C 0.000000

_MDN—C 0.000000

_MGTN—C 0.000000

_NGW—C 0.000000

_KMDN—C 0.000000

Effects Specification

S.D. Rho

Cross-section random 0.000000 0.0000

Idiosyncratic random 0.027049 1.0000

Weighted Statistics

R-squared 0.523248 Mean dependent var 0.317500

Adjusted R-squared 0.494354 S.D. dependent var 0.037749

S.E. of regression 0.026843 Sum squared resid 0.023778

F-statistic 18.10922 Durbin-Watson stat 1.895155

Prob(F-statistic) 0.000005

Unweighted Statistics

R-squared 0.523248 Mean dependent var 0.317500


(6)

Dependent Variable: LOG(UMK?)

Method: Pooled EGLS (Cross-section random effects) Date: 03/10/17 Time: 18:03

Sample: 2010 2015 Included observations: 6 Cross-sections included: 6

Total pool (balanced) observations: 36

Swamy and Arora estimator of component variances

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 11.89904 0.495937 23.99304 0.0000

LOG(JPM?) 0.050293 0.030008 1.675981 0.1032

GINI? 3.796975 0.725478 5.233759 0.0000

Random Effects (Cross)

_PCTN--C 0.000000

_PNRG--C 0.000000

_MDN--C 0.000000

_MGTN--C 0.000000

_NGW--C 0.000000

_KMDN--C 0.000000

Effects Specification

S.D. Rho

Cross-section random 0.000000 0.0000

Idiosyncratic random 0.137230 1.0000

Weighted Statistics

R-squared 0.349056 Mean dependent var 13.66256

Adjusted R-squared 0.309605 S.D. dependent var 0.211787

S.E. of regression 0.175974 Sum squared resid 1.021908

F-statistic 8.847811 Durbin-Watson stat 0.796443

Prob(F-statistic) 0.000838

Unweighted Statistics

R-squared 0.349056 Mean dependent var 13.66256