PERTIMBANGAN INDONESIA DALAM MEMBERIKAN REFERENDUM KEPADA TIMOR TIMUR PADA TAHUN 1999 DI ERA B.J HABIBIE

(1)

SKRIPSI

PERTIMBANGAN INDONESIA DALAM MEMBERIKAN REFERENDUM KEPADA TIMOR TIMUR PADA TAHUN 1999 DI ERA B.J HABIBIE

INDONESIA CONSIDERATION IN GIVING TO THE REFERENDUM IN EAST TIMOR IN 1999 IN B.J HABIBIE ERA

DISUSUN OLEH :

MOHAMMAD ELDY AIMANUHA (20110510340)

JURUSAN HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(2)

PENEGASAN

PERTIMBANGAN INDONESIA DALAM MEMBERIKAN REFERENDUM KEPADA TIMOR TIMUR PADA TAHUN 1999 DI ERA B.J HABIBIE INDONESIA CONSIDERATION IN GIVING TO THE REFERENDUM IN EAST

TIMOR IN 1999 IN B.J HABIBIE ERA

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Dalam Menyelesaikan Studi Pada Program Studi Ilmu Hubungan Internasional

Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh :

Mohammad Eldy Aimanuha 20110510340

PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(3)

2016

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI

PERTIMBANGAN INDONESIA DALAM MEMBERIKAN REFERENDUM KEPADA TIMOR TIMUR PADATAHUN 1999 ERA B.J HABIBIE INDONESIA CONSIDERATION IN GIVING TO THE REFERENDUM IN EAST

TIMOR IN 1999 AT B.J HABIBIE ERA Disusun oleh:

Mohammad Eldy Aimanuha 20110510340

Telah dipertahankan dalam ujian pendadaran, dinyatakan lulus dan disahkan di depan Tim Penguji Jurusan Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Pada :

Hari/tanggal : Selasa, 20 Desember 2016 Pukul : 08.00 WIB

Ruang : HI-D

Tim Penguji

Prof. Dr. Tulus Warsito, M.Si Ketua Penguji dan Pembimbing

Grace Lestariana W., S.IP.,M.Si Penguji Samping I

Drs. Husni Amriyanto Putra, M.Si Penguji Samping II


(4)

iii

SURAT PERNYATAAN ORIGINALITAS Letter of authenticity statement

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi saya dengan judul : Pertimbangan Indonesia Dalam Memberikan Referendum Kepada Timor Timur Pada Tahun 1999 Di Era Habibie adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapat gelar sarjana, baik di Universitas Muhammadiyaah Yogyakarta maupun perguruan tinggi lain.

Dalam skripsi saya tidak terdapat karya, ide dan pendapat orang lain, terkecuali tertulis dengan jelas referensi yang di cantumkan dalam skripsi dengan disebutkan nama dan dicantumkan daftar pustaka.

Bilamana di kemudian hari ditemukan ketidaksesuaian dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan sesungguhnya dan dengan sebenar-benarnya.

Yogyakarta, 20 Desember 2016 Penulis,


(5)

iv

HALAMAN MOTTO

Diawali dengan Bismillah dan disudahi dengan Alhamdulillah

BE YOUR SELF !!!

DONT STOP WHEN YOU HAVE TIRED

YOU HAVE JUST TO STOP WHEN YOU HAVE DONE !!!

Menyesalah diawal, karena menyesal diakhir itu sungguh menyakitkan

“Jangan terlalu serius dan jangan terlalu santai Boleh serius tapi santai dan santai tapi serius”

(Laely Hayati As My Lovely Mom)

“Agama tanpa ilmu sama dengan buta Ilmu tanpa agama samadengan pincang”

(Albert Einstein)

Dengan kata HADAPI, maka kita akan mengetahui apa yang tidak kita ketahui

“Life for DUIT : Doa, Usaha, Ikhtiar dan Tawakal”

“Do something positive, think a positive, spread a goodness and be awesome” “Pendidikan, Musik, Film, Cinta, Orang Tua dan Hidup, semua adalah

keindahan”


(6)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

KUPERSEMBAHKAN KARYA KECIL INI UNTUK:

IBUNDA TERCINTA LAELY HAYATI

BABEH TERCINTA SAPARDI

HADIWIRANTO

ADEKU MOHAMMAD ELSA RAMADHAN

DAN TANTEKU ELI ALMISFAH S.E

KEPADA KELUARGA BESARKU DAN SAHABAT-SAHABAT KU YANG SELALU HADIR DALAM PENGEMBARAAN HIDUP BAIK DI

KAMPUNG MAUPUN DI TANAH RANTAU. TANPA KALIAN SAYA BUKAN SIAPA–SIAPA.


(7)

vi

KATA PENGANTAR

Assalamualaiku’alaikum Wr. Wb

Syukur alhamdulillah penulis haturkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan berkah dan rahmat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Pertimbangan Indonesia Dalam Memberikan Referendum Kepada Timor Timur Pada Tahun 1999 Di Era B.J Habibie”. Adapun skripsi ini disusun untuk memenuhi ketentuan akademik guna memperoleh gelar Sarjana (S1) Ilmu Politik pada Jurusan Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Penulis menyadari dalam proses penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan, pengarahan dan bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan penuh ketulusan dan kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Bambang Cipto, M.A., selaku rektor Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

2. Bapak Ali Muhammad, S.IP., M.A., Ph.D, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

3. Ibu Dr. Nur Azizah, M.Si, selaku Ketua Jurusan Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. 4. Ibu Siti Muslikhati, S.IP., M.Si, selaku Sekertaris Jurusan Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

5. Bapak Prof. Dr. Tulus Warsito, M.Si selaku dosen pembimbing, terimakasih banyak atas luangan waktu, pikiran dan masukanya, dan kesabarannya dalam membimbing penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.


(8)

vii

6. Ibu Grace Lestariana W., S.IP., M.Si., selaku dosen penguji 1, terimakasih atas bimbingan, saran dan masukanya demi perbaikan skripsi ini.

7. Bapak Drs. Husni Amriyanto Putra, M.Si., selaku dosen penguji 2, terimakasih atas bimbingan, saran dan masukanya demi perbaikan skripsi ini.

8. Bapak Adde Marup Wirasenjaya, S.IP., M.A. selaku dosen penguji proposal dan juga sebagai dosen yang memberikan masukan dalam penyesunan skripsi ini. 9. Seluruh dosen dan staf Jurusan Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, terimakasih banyak atas ilmu dan bimbinganya sehingga saya dapat menyelesaikan perjalanan keilmuan penulis di universitas tercinta ini.

10. Seluruh teman dan sahabat yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terimakasih atas dukungan dan doanya.

Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini berguna bagi semua pihak khususnya yang memerlukan guna pengembangan ilmu pengetahuan. Penyusun juga menyadari bahwa tidak ada gading yang tak retak, sama halnya skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun demi kebaikan skripsi ini.


(9)

viii

UCAPAN TERIMAKASIH

Pada kesempatan kali ini saya ingin manyampaikan rasa terimakasih yang mendalam bagi mereka-meraka yang tidak henti-hentinya memberikan doa dan dukunganya sehingga saya bisa menyelesaikan studi di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. penghargaan yang setinggi tinginya saya haturkan kepada:

1. Kepada Ibunda dan Babeh yang tercinta; Laely Hayati dan Sapardi Hadiwiranto, terima kasih atas segala didikan, kasih sayang, doa, bimbingan, dan nasehat. Mas Eldy bangga dan bersyukur telah dilahirkan dan dibesarkan dari seorang wanita yang mempunyai kasih layaknya Allah mengasihi umat-umatnya. Mas Eldy juga sangat bersyukur mempunyai bapak yang mendidik Mas Eldy menjadi seorang yang mandiri dan kuat, terima kasih atas kerja keras untuk menghidupi dan membahagiakan keluarga. Ibu dan Babeh sangat luar biasa ! 2. Terima kasih kepada adikku tercinta Mohammad Elsa Ramadhan atas doa dan dukunganmu yang tiada henti hentinya mengingatkan masnya untuk menyelesaikan skripsi ini dengan cepat. Semoga tulisan ini dapat menjadi dorongan buat adikku untuk dapat memperoleh pencapaian yang lebih baik lagi. 3. Terima kasih untuk tanteku tercinta Eli Almisfah S.E yang pernah merawat saya selama 3 tahun sewaktu saya SMP dan menjadi salah satu pembimbing hidup saya hingga saat ini. Terima kasih atas ilmu yang bermanfaat serta terima kasih untuk semuanya te.

4. Terima kasih Kepada keluarga besarku yang berada di Randudongkal, Pemalang, Jawa Tengah. Kepada (alm mbah kakung Abdul Mukti dan mbah putri Hj Sholihah, tante Ani, om Andi dan sepupu-sepupu kak Febby dan dek Syafa, terimakasih telah mendidik dan mendoakan Mas Eldy hingga bisa menyelesaikan studi di Yogyakarta. Terima kasih untuk semuanya.

5. Terima kasih kepada keluarga kedua saya selama saya menempuh pendidikan di Yogyakarta, keluarga Papringan. Terima kasih untuk Bulek Bening, om Pur,


(10)

ix

dek Vani dan dek Putra, terima kasih atas bantuanya dan kebaikan kalian. Mas Eldy mengucapkan terima kasih untuk semua. Terutama untuk bulek Bening, terima kasih banyak untuk kebaikan bulek kepada Mas Eldy, kelak insya allah Mas Eldy harus membalas kebaikan bulek Bening.

6. Kepada yang teryoiiihh Sulistina Indriyani (ndut), terimakasih sudah selalu mendampingi dan menemani Edot selama menempuh studi di HI UMY, telah menjadi sekretaris dan reminder pribadi Edot, selalu memberikan semangat untuk Edot untuk terus berprestasi. Edot berterima kasih banyak sama ndut buat nasihat, saran, masukan serta dukungan dari ndut. Terima kasih untuk semuanya ndut. 6. Kepada Gankz Ori Mendezzz, terima kasih untuk Mamih Imam Bukhori (Ori), kaks Mira Dewi S.IP, Winda Shouvi Warabsari (Ovi) S.IP, Gania Ika Pramesti S.IP, Ferryan Nugraha S.IP, Muhammad Fauzan Alamari S.IP., M.A, Win Kenahdi S.IP, Enal Salampessy S.IP, Mahujali Arnesto Tuasikal (Tito), Auditia Rizkiah Kamal S.IP, Masayu Laila, Rizky Pangasih, Uul Amalia, Farhan Ismail, Rizcha Bulan Swaztika (Icha), Zain Ramas (Memble). Thanks Gankz !

7. Terima kasih kepada Suleman S.IP dan Muhammad Arief Zuliyan (Cakmuh), selaku kawan perjuangan selama di Jogja yang selalu tiada henti-hentinya mengingatkan saya untuk menyelesaikan karya ilmiah ini dan alhamdulilah dapat terselesaikan, terima kasih bung. Sukses selalu kawan !

8. Terima kasih kepada personel kontrakan ‘kasep’ Epril Setiawan S.IP, Agus Lukmanul Hakim S.E, Ferryan Nugraha S.IP, Ainun Ardhi S.IP, Rizky Pangasih dan Muhammad Fransera (rekan billiard di setiap malam dan rekan ngegabutz haha, semoga cepat nyusul jon !)

9. Terima kasih kepada personel kontrakan ‘babi’ Hadyan Zulatsari Oktaviandika (Aan) S.IP, yang telah bersedia meminjamkan laptopnya beberapa saat kepada saya untuk mengerjakan proses karya ilmiah ini. Thank you so much bor ! Furqon Ardi Wijayanto S.IP thanks buat masukan dan sharingnya Mas Ucon. 10. Terima kasih kepada personel kontrakan ‘baskom butut’ Gesta F Biansyah S.IP, Dwi Auditya Muttaqin S.IP, Ardi Luthfi S.IP, dan Ergi Fathurahman S.IP.


(11)

x

11 Terima kasih untuk bro Fikri Amra S.IP., M.A yang bersedia meminjamkan laptopnya dan menjadi rekan sharing kepada saya sehingga membantu memudahkan saya dalam memetakan karya ilmiah ini.

12. Terima kasih kepada kawan-kawan KKN UYEEE 18, THE TANGKILAN SQUAD. Terima kasih untuk pengalaman dan kebersamaanya, terima kasih. 13. Terima kasih kepada GKT 48 CREW ! terima kasih untuk pengalaman dan kerjasamanya dalam menggarap sebuah acara, semoga kita bisa bekerja bareng kembali dilain waktu.

14. Terima kasih kepada personel kontrakan Metro Harmoni Residence 2. Bro Agil, Mirna, Bro Adli Pasha Azhari S.E, M. Faizal Alfian S.IP, Ahmad Jawwad S.IP dan Fitri Navisah Fauziah S.IP.

15. Terima kasih kepada personel kontrakan kewan, Erwin Mufrochil (simbah), Arifin S.IP, Rabar Thahak Weliana S.IP dan Risang Setyobudi S.T, Deden Nur Ma’aruf S.IP. Fajar Nugroho S.IP. dimana di dalam kontrakan ini kita bersama -sama menyelesaikan tanggung jawab kita masing-masing. Thanks kawan-kawan, akhirnya perjuangan kita selama 1 bulan penuh terbayar sudah. Spesial untuk Haris Ma’ani S.IP. karena disaat genting laptop saya yang rusak, kamu bersedia untuk meminjamkan laptopmu kepada saya dan akhirnya saya dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Terima kasih banyak Ris !

16. Terima kasih kepada kawan-kawan SPARTAK FC SQUAD, terima kasih buat waktu dan keceriaanya kawan-kawan, semoga dilain waktukita bisa berkumpul dan bermain futsal bersama kembali. Amin.

17. Terima Kasih buat kawan EX SCIENCE FOUR SMATA BOGOR, Soleh Iskandar S.pd, selaku mantan wali kelas yang selalu mensupport saya dan sekaligus jadi wali kelas yang GOKIIILLL !!! terima kasih juga kepada kawan Muhammad Ginanjar S.E, Mochammad Stiawan Joddy S.T, Mochammad Dwi Moharatama (kometh), Jeng Rayhan dan Bunda Azka Violeta. Thanks Gankz, semoga kita tetap solid dan sukses untuk kita semua. Amin !


(12)

xi

18. Terima kasih untuk kawan-kawan seperjuangan di jurusan Hubungan Internasional 2011, dan mohon maaf apabila tidak bisa saya sebutkan satu persatu. Terima kasih kawan-kawan, sukses untuk kita semua. Amin.


(13)

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENEGASAN... . ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

HALAMAN KATA PENGANTAR... ... vii

HALAMAN UCAPAN TERIMA KASIH ... ix

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR GAMBAR... . xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Kerangka Pemikiran ... 8

D. Hipotesa... 13

E. Tujuan Penelitian ... 13

F. Jenis Penelitian ... 14

G. Jangkauan Penelitian ... 14

H. Tekhnik Pengumpulan Data... . 15

I. Sistematika Penulisan ... 15

BAB II TIMOR TIMUR SEBAGAI SALAH SATU PROVINSI DI INDONESIA A. Sejarah Timor Timur ... 17

B. Gambaran Umum Timor Timur ... 18

C. Politik Domestik Di Timor Timur... 23


(14)

xiii

E. Kondisi Sosial, Ekonomi dan Politik Timor Timur Ketika Bergabung

Dengan Indonesia... 35

F. Invasi Militer Indonesia Ke Timor Timur ... 38

BAB III RANGKAIAN BERBAGAI PERTEMUAN PEMBAHASAN PROSES REFERENDUM SERTA PERTIMBANGAN PEMBERIAN REFERENDUM BERDASARKAN FAKTOR INTERNAL A. Pertemuan Dialog Segitiga (Tripartite Talks) ... 44

B. Pertemuan AIETD (All Inclusive Intra East Timorese Dialog) ... 52

C. Pemberian Dua Opsi Kepada Timor Timur... . 54

D. Kesepakatan Hasil Perjanjian Dalam Pertemuan New York... . 59

E. Proses Jajak Pendapat... . 64

F. Hasil Jajak Pendapat... . 65

G. Tuntutan Rakyat Timor Timur Untuk Referendum... . 65

H. Tuntutan Dari Dalam Negeri Indonesia Mengenai Referendum Timor Timur... . 67

I. Invasi Militer Indonesia Ke Timor Timur Sebagai Pelanggaran Internasional... . 68

J. Pertimbangan Dalam Pemberian Referendum Berdasarkan Konteks Ekonomi... ... 71

K. Pilihan Rasional Habibie Dalam Mengambil Keputusan... 74

BAB IV PERTIMBANGAN INDONESIA DALAM MEMBERIKAN REFERENDUM KEPADA TIMOR TIMUR BERDASARKAN FAKTOR EKSTERNAL A. Keterlibatan Australia Dalam Referendum Timor Timur ... 77

B. Kebijakan Australia Terhadap Indonesia Tahun 1974-1975... ... 79

C. Kebijakan Australia Terhadap Indonesia Tahun 1975-1998... ... 84


(15)

xiv

BAB V KESIMPULAN ... 91 DAFTAR PUSTAKA ... 94


(16)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Peta Indonesia... 19 Gambar 2.2 Peta Timor Timur... ... 20


(17)

ABSTRACT

This article is intended to explain why Indonesia Gives referendum for East Timor. The demands of internal factors and external factors that underlie the Indonesian government for policy considerations in resolving the East Timor referendum, seen from internal factors demands of pro-independence group called for freedom, as well as external factors insistence John Howard (the prime minister of Australia).


(18)

BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Timor Timur merupakan salah satu negara yang pernah dijajah oleh Portugal hingga Pada tahun 1975, proses penjajahan yang dilakukan oleh Portugal berlangsung begitu lama sekitar 450 tahun, melalui beberapa tahap perjalanan perjuangan perlawanan yang dilakukan oleh rakyat Timor-Timur untuk melepas belenggu dari Portugal. Situasi yang begitu kompleks dan rumit, Timor Timur pun berhasil memperoleh kemerdekaanya. Pada dasarnya, kemerdekaan yang diberikan oleh Portugal kepada Timor Timur banyak dipengaruhi Revolusi Bunga (atau disebut juga Revolusi Anyelir).1 Revolusi bunga merupakan alasan Portugal mengeluarkan kebijakan dekolonisasi dan mulai meninggalkan wilayah jajahannya, termasuk Timor Timur.

Setelah terbentuk pemerintahan transisi dan mendengar kebijakan tersebut akan dikeluarkan, masyarakat Timor Timur pun langsung berinisiatif mendirikan partai-partai politik.2 Partai-partai dari berbagai ideologi dan berbagai orientasi politik yang berbeda mulai berdiri di Timor Timur yakni APODETI, FRETILIN, UDT, TRABALISTA, KOTA. UDT (Uniao Democratica Timorense)

1

A. Kardiyat Wiharyanto. 2011. Sejarah Indonesia dari Proklamasi Sampai Pemilu 2009. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma, hlm.201.

2 Syamsul Hadi, Andi Widjajanto, dkk. 2007.

Disintegrasi Pasca Orde Baru. Jakarta: Cires FISIP UI, hlm.188.


(19)

menginginkan Timor Timur tetap berada di bawah kekuasaan Portugal, Sedangkan APODETI (Associacao Popular Democratica Timorense) menginginkan Timor Timur berintegrasi dengan Indonesia, dan FRETILIN (Frente Revolucionaria de Timor Leste Independente) menginginkan Timor Timur merdeka sebagai sebuah negara berdaulat. Ketiganya merupakan tiga partai terbesar.3

Setelah partai-partai tersebut bermunculan, kondisi Timor Timur kian bergejolak dan begitu memanas akibat perselisihan politik antar partai. Kerusuhan dan pertumpahan darah merebak ke seluruh bumi Lorosae. Dari sisi kekuatan senjata, FRETILIN yang terkuat, sebab mendapat dukungan dari pasukan pribumi militer Timor Portugis. FRETILIN mulai menyerang UDT dan APODETI yang memaksa UDT untuk bersatu dengan APODETI untuk menghadapi FRETILIN. FRETILIN membantai puluhan ribu rakyat yang menginginkan Timor Timur bergabung dengan Indonesia termasuk banyak tokoh APODETI. Gubernur Timor Portugis waktu itu (gubernur terakhir), Mario Lemos Pires, yang seharusnya bertanggung jawab memulihkan ketertiban dan keamanan justru mengevakuasi sebagian besar pasukan Portugis ke Pulau Atauro dan membiarkan koloni Portugis tersebut dalam kekacauan.4

3 http://www.kompasiana.com/mozesadiguna/masa-integrasi-adalah-masa-terindah-bagi-timor-timur_551fdbef813311f0379df43c Masa Integrasi Adalah Masa Terindah bagi Timor Timur Mozes Adiguna (Jakarta: 07 Maret 2013). Diakses 4 September 2015.

4

http://www.kompasiana.com/mozesadiguna/masa-integrasi-adalah-masa-terindah-bagi-timor-timur_551fdbef813311f0379df43c masa kolonial portugis (Jakarta: 07 Maret 2013). Diakses 3 September 2015.


(20)

Pada tanggal 28 November 1975, FRETILIN menurunkan bendera Portugal dan memroklamirkan kemerdekaan Timor Timur. APODETI, UDT, TRABALISTA, dan KOTA segera mengadakan proklamasi tandingan di Balibo pada tanggal 30 November yang menyatakan bahwa Timor Timur menjadi bagian dari NKRI.5 Naskah proklamasi tersebut ditandatangani oleh Arnaldo dos Reis Araujo (ketua APODETI) dan Francisco Xavier Lopes da Cruz (ketua UDT). Kemudian, TNI mulai memasuki dan membebaskan Timor Timur dari kebiadaban FRETILIN, invasi Indonesia atas Timor Timur dimulai pada tanggal 7 Desember 1975 ketika militer Indonesia menginvasi Timor Timur dengan dalih anti-kolonialisme.6

Penggulingan pemerintahan Fretilin yang tengah populer dan singkat memicu pendudukan selama seperempat abad dengan kekerasan dimana sekitar 100-180,000 tentara dan warga sipil diperkirakan tewas atau menderita kelaparan. Upaya pembebasan itu dikenal dengan nama Operasi Seroja.7 Salah satu kebijakan penting yang diambil oleh Kabinet Reformasi Pembangunan adalah mengajukan penyelesaian masalah Timor Timur secara komprehensif dengan cara-cara yang dapat diterima oleh masyarakat internasional. Harus diakui bahwa integrasi Timor Timur ke dalam wilayah Republik Indonesia 24 tahun yang lalu, yang tercantum dalam TAP MPR No. VI/MPR/ 1978, tidak pernah mendapat

5

A. Kardiyat Wiharyanto. Op.Cit., hlm.204. 6

East Timor truth commission finds U.S. "political and military support were fundamental to the Indonesian invasion and occupation” The National Se urity Ar hive, 24 January 2006.

7 Ibid.,


(21)

pengakuan internasional.8 Meskipun sebenarnya Indonesia tidak pernah memiliki klaim terhadap Timor Timur dan tidak pernah berambisi untuk menguasai wilayah bekas jajahan Portugis tersebut.9

Secara sistematis telah dilancarkan operasi pembentukan pendapat umum yang memutar balikkan fakta, dengan mengeksploitasi secara maksimum segala kesalahan atau kekeliruan yang terjadi di lapangan. Sebagai anggota masyarakat internasional, Indonesia sejak semula ingin menyelesaikan masalah Timor Timur dengan cara-cara yang secara internasional dapat diterima dan diakui. Sejak tahun 1975 sampai 1982 masalah Timor Timur dibicarakan dalam forum-forum PBB tanpa membuahkan hasil. Sejak tahun 1983 pembicaraan tentang Timor Timur diarahkan untuk dibahas dalam forum Tripartit antara Pemerintah Indonesia, Portugal dan Sekretaris Jenderal PBB.10 Pada pertemuan perundingan Tripartit pun akhirnya juga menemui jalan buntu karena sikap keras Portugal yang menggagalkan rencana kunjungan misi ke Timor Timur pada tahun 1986 dan 1991 sebagai dasar pembahasan penyelesaian masalah Timor Timur.

Menimbang adanya permintaan mengenai tuntutan pemberian otonomi luas, akhirnya presiden B.J Habibie memutuskan mengiyakan permintaan tersebut dan memberikan otonomi luas tersebut. Pemberian otonomi luas menurut Presiden B.J.Habibie merupakan suatu bentuk penyelesaian akhir yang adil, menyeluruh,

8

Soenarto HM. 2003. Pergulatan Ideologi dalam Kehidupan Berbangsa. Jakarta: Lembaga Putra Fajar, hlm.94.

9

http://www.tokohindonesia.com/berita/article/307-topik-pilihan/2751-presiden-habibie-lepaskan-timor-timur diakses 4 September 2015.

10 Zacky Anwar Makarim, dkk.2003.

Hari-Hari Terakhir Timor Timur, Sebuah Kesaksian. Jakarta: PT. Sportif Media Infomasindo, hlm.22.


(22)

dan dapat diterima secara internasional. Cara ini menurut Presiden B.J.Habibie merupakan suatu cara penyelesaian yang paling realistis, paling mungkin terlaksana, dan dianggap paling berprospek damai, sekaligus merupakan suatu kompromi yang adil antara integrasi penuh dan aspirasi kemerdekaan.11

Dengan adanya tawaran dari pemerintah Indonesia berupa Otonomi luas tersebut dapat memberi kesempatan bagi rakyat Timor Timur untuk dapat memilih Kepala Daerahnya sendiri, menentukan kebijakan daerah sendiri, dan dapat mengurus daerahnya sendiri. Keputusan untuk mengeluarkan Opsi mengenai otonomi luas di Timur Timur diambil oleh Presiden B.J. Habibie karena integrasi wilayah itu ke Indonesia selama hampir 23 tahun tidak mendapat pengakuan dari PBB.12

Pemerintah Portugal maupun PBB menyambut positif tawaran status khusus dengan otonomi luas bagi Timor Timur yang diajukan oleh Pemerintah Republik Indonesia. Hal ini terlihat pada saat Presiden mengutus Menteri Luar Negeri Ali Alatas untuk menyampaikan usulan Indonesia tentang pemberian status khusus ini kepada Sekjen PBB di New York pada tanggal 18 Juli 1998. Selain itu juga diperkuat dengan berlangsungnya kembali Perundingan “Senior

11

Syamsuddin Haris dan M.Riefki Muna, Indonesia di Ambang Perpecahan?, Jakarta, 20000, hal.267.

12 Copy the BEST Traders and Make Money : http://bit.ly/fxzulu

PERANAN B.J HABIBIE DALAM PELEPASAN TIMOR-TIMOR. Diakses pada tanggal 4 Januari 2016.


(23)

Official Meeting” (SOM) atau Pejabat Senior dibawah tingkat menteri di New York pada tanggal 4 –5 Agustus 1998.13

Dari hasil dialog tersebut ketiga pihak yaitu Portugal, Indonesia dan PBB sepakat untuk membahas dan menjabarkan lebih lanjut usulan baru dari Pemerintah Republik Indonesia mengenai otonomi luas sebagai usaha penyelesaian persoalan Timor Timur tanpa merugikan posisi masing-masing pihak. Pada saat yang sama Sekretaris jendral PBB juga sedang berusaha untuk meningkatkan konsultasi dengan berbagai tokoh masyarakat Timor Timur yang berada di dalam negeri maupun luar negeri. Hal itu dilakukan dengan tujuan untuk menyampaikan perkembangan perundingan yang telah dilakukan kepada mereka dan sekaligus untuk mendapatkan masukan-masukan dari mereka sebagai bahan pertimbangan dalam mempersiapkan rancangan naskah persetujuan tentang rancangan otonomi luas pada pertemuan dialog segitiga (tripartite talks) tersebut.14

Tanggapan positif mengenai rancangan otonomi luas juga diberikan oleh banyak tokoh dan kalangan moderat Timor Timur. Hal ini antara lain terlihat dalam diskusi yang diprakarsai oleh East Timor Study Group (ETSG).15 Kemudian tindakan ini diambil oleh pemerintah mengingat Timor Timur memiliki kekhususan sejarah dan sosial budaya sehingga diperlukan pengaturan yang lebih

13

PBB, Penentuan Nasib Sendiri Melalui Jajak Pendapat, ( New York: Deppen Publik PBB, 2000), hal.9.

14 Ibid., 15

ETSG merupakan suatu lembaga yang beranggotakan para intelektual yang berasal dari Timor Timur, baik yang berada di dalam negeri maupun di luar negeri, dalam ( Syamsuddin Haris dan M.Riefki Muna, Op.Cit., hal.268).


(24)

bersifat khusus. Akan tetapi semua perkembangan mengenai otonomi tersebut mengalami perubahan karena pada saat Pemerintah Republik Indonesia dan Portugal sedang melanjutkan pembicaraan berkaitan dengan tawaran otonomi luas bagi Timor Timur.

Kondisi Timor Timur yang tidak memperoleh jalan keluar, kemudian mendapat tanggapan dari dunia internasional secara luas. Salah satunya adalah Perdana Menteri Australia (John Howard). Terjadi pergeseran kebijakan politik Republik Indonesia terhadap Timor Timur. Pada akhirnya Indonesia mulai menyetujui usulan dari perdana menteri Australia dan melakukan jajak pendapat untuk referendum. Jajak Pendapat merupakan suatu cara bagi penyelesaian persoalan Timor Timur. Maka dari itu penulis menarik kesimpulan dan tertarik untuk membahas dari adanya berbagai unsur permasalahan dan melihat pergeseran politik yang terjadi dari berbagai faktor internal maupun eksternal dalam proses kemerdekaan Timor Timur.

B.Rumusan Masalah

Berangkat dari permasalahan diatas penulis kemudian merumuskan:

Mengapa Indonesia memberikan peluang referendum kepada Timor Timur pada tahun 1999 ?”


(25)

1. Proses Pembuatan Keputusan (decision making process)

Kebijakan luar negeri suatu negara pada umumnya merupakan hasil dari serangkain keputusan yang berkaitan dengan fenomena antar bangsa. Biasanya kebijakan tersebut dikeluarkan oleh negara tertentu untuk menyikapi isu-isu yang berkembang dengan negara lain.

Dalam tulisan ini, untuk menjelaskan tentang Suatu negara pasti akan memutuskan kebijakan luar negerinya berdasarkan dengan apa yang menjadi kepentingan nasionalnya. Ada beberapa aspek yang perlu kita pahami terlebih dahulu sebelum memahami cara pengambilan keputusan yang dilakukan oleh suatu negara terhadap sebuah isu.

William D. Coplin menggunakan analisis pendekatan rasionalitas dalam bukunya, Introduction to Internasional Politics Pendekatan rasionalitas menekankan bahwa Negara merupakan aktor untuk mencapai tujuan nasional. Untuk mencapai tujuan nasional itu mereka lakukan dengan mengkalkulasikan secara rasional aspek dalam kancah politik global.

Pada pendekatan ini, politik luar negeri yang dilakukan oleh sebuah negara merupakan respon terhadap apa yang dilakukan oleh negara lain. Pendekatan ini mencoba menganalisis tiap respon apa saja yang akan dilakukan sebagai bentuk dari perhitungan yang rasional. Pendekatan ini disebut rasional karena akan menghitung atau menganalisis dari alternatif-alternatif yang ada, mana alternatif yang paling baik dan paling tidak baik untuk dijadikan tindakan respon dalam politik luar negeri.


(26)

Menurut Coplin, untuk dapat memahami mengapa suatu negara berperilaku sejalan dengan wilayah kepentingan mereka, kita harus memahami juga mengapa atau apa yang melatarbelakangi para pemimpin mereka membuat keputusan. Namun, ini akan menjadi kesalahan jika kita menganggap bahwa para pembuat kebijakan luar negeri bertindak dalam suatu keadaan yang vacuum.16

Sebaliknya, setiap kebijakan luar negeri yang diberikan dapat dilihat sebagai hasil dari tiga kategori pertimbangan yang mempengaruhi kebijakan luar negeri negara-negara pengambil keputusan.

Yang pertama adalah politik dalam negeri dalam kebijakan negara-negara pengambil keputusan. Yang kedua adalah kemampuan ekonomi dan militer negara. Yang ketiga adalah konteks internasional, posisi tertentu di mana negara itu menemukan jati dirinya, khususnya mengenai hubungannya dengan negara lain dalam suatu sistem. Tiga kategori pertimbangan yang mempengaruhi kebijakan luar negeri suatu negara :17

Gambar 1.1 Teori Pembuatan Keputusan William D. Coplin

16

http://www.academia.edu/3700867/Decission_making_proses_coplin_-_model_resume Introduction to Internasional Politics William D. Coplin.

17

W.D. Coplin, Pengantar Politik Internasional: Suatu Telaah Teoritis, Sinar Baru, Bandung, 1992, hal 165, sebagaimana dikutip dalam G. Wuryandari (ed.), Politik Luar Negeri Indonesia: Di Tengah Pusaran Politik Domestik, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2008, hal. 17-18.


(27)

Source : William D.Coplin, Pengantar Politik Internasional : Suatu telaah Teoritis, edisi ke-2 Bandung, Sinar Baru, 1992.hal.30.

A. Politik Dalam Negeri

Determinan ini melihat sistem pemerintahan atau birokrasi yang dibangun dalam suatu pemerintahan serta bagaimana pengaruhnya terhadap perpolitikan nasional. Situasi politik dalam negeri berpengaruh terhadap perumusan serta pelaksanaan politik luar negeri. Sehubungan dengan ini, Bantarto Bandoro mengelompokkan determinan politik dalam negeri sebanyak 3 macam berdasar pada kecepatan dari perubahan yang terjadi (pace of change). Ketiga determinan politik dalam negeri adalah sebagai berikut:18

1) Determinan Yang Kestabilannya Tinggi (highly stable determinants)

18


(28)

Perubahan dalam determinan ini biasanya berjalan sangat lambat dan ada kemungkinan berubah secara mendadak. Contoh: lokasi dan ukuran geografi, sumber daya, dan populasi.

2) Determinan Yang Kestabilanya Moderat (Moderately Stable Determinants)

Perubahan dalam determinan ini lebih lamban daripada determinan yang kestabilannya tinggi. Beberapa contoh determinan ini misalnya: budaya politik, gaya politik, kepemimpinan politik, dan proses politik.

3) Determinan Yang Sifatnya Tidak Stabil (Unstable Determinants) Determinan ini paling cepat mengalami perubahan. Beberapa contohnya ialah persepsi, sikap, dan faktor- faktor yang muncul secara kebetulan saja. Sikap publik bisa berubah dengan cepat dan dapat dipengaruhi oleh berbagai macam alat yang digunakan dalam menjalankan politik luar negeri.

B. Perilaku Para Pengambil Keputusan

Para pengambil keputusan yang dimaksud mencakup pihak eksekutif, kementerian dan lembaga negara di suatu pemerintahan.

C. Kondisi Ekonomi dan Militer

Kemampuan ekonomi dan militer suatu negara dapat mempengaruhi suatu negara dalam interaksinya dengan negara lain.

D.Konteks Internasional

Arti determinan ini ialah situasi politik internasional pada waktu tertentu yang mempengaruhi bagaimana suatu negara berperilaku. Menurut Coplin,


(29)

terdapat 3 elemen penting di dalam membahas dampak konteks internasional terhadap politik luar negeri, yaitu: geografis, ekonomis, dan politis.

Berdasarkan dengan teori dari William D. Coplin penulis menganalisa yakni dalam situasi politik dalam negeri bermunculanya dualisme kepentingan dari gerakan separatisme antara gerakan pro-integrasi (yang menginginkan bergabung dan bersatu kedalam NKRI) dan gerakan pro-kemerdekaan (yang menginginkan kemerdekaan agar Timor Timur lepas dari NKRI dan merdeka) yang memicu konflik pertikaian besar di dalam negeri, tuntutan yang dilakukan oleh kelompok pro-kemerdekaan kepada B.J Habibie agar diberikanya kemerdekaan kepada Timor Timur menjadi pertimbangan B.J Habibie sehingga menawarkan otonomi khusus bagi Timor Timur guna bentuk penyelesaian yang dapat dinilai adil bagi kesejahteraan masyarakat Timor Timur. Dari segi ekonomi, melemahnya ekonomi yang disebabkan oleh krisis yang sedang terjadi di Indonesia mengakibatkan Habibie menggunakan pilihan rasionalnya untuk mempertimbangkan pelepasan kasus Timor Timur, karena Timor Timur dinilai menjadi penyebab beban keuangan Indonesia dalam tahap proses pembangunan di Timor Timur. Dari segi militer, terjadi kesalahan yang dilakukan pada saat proses penganeksasian terhadap Timor Timur yg dilakukan oleh pemimpin sebelum Habibie yakni Soeharto dan invasi militer ke Timor Timur yang dianggap sebagai pelanggaran konstitusi internasional. Adapun dari konteks internasional yakni desakan dari pihak internasional yang ingin melakukan intervensi terhadap penyelesaian kasus antara Indonesia dengan Timor Timur yakni PBB dan Negara Australia. Australia menilai bahwa dari segi ekonomi dan segi politik Indonesia


(30)

dinilai tidak mampu menangani masalah Timor Timur. Dan juga dengan adanya desakan dari perdana menteri Australia John Howard yang menuntut kepada Indonesia agar Timor Timur dapat menentukan nasibnya sendiri (right to self-determination).

D.Hipotesa

Pertimbangan Indonesia dalam memberikan keputusan untuk diadakanya referendum kepada Timor Timur di tahun 1999, yaitu:

Faktor internal:

1. Penolakan diberikanya opsi I (otonomi khusus) dan tuntutan masyarakat pro kemerdekaan untuk referendum agar Timor Timur merdeka dari Indonesia.

2. Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia menjadi salah satu pertimbangan Indonesia untuk memberikan referendum, karena Timor Timur dinilai membebankan perekonomian Indonesia.

Faktor eksternal:

1. Perubahan kebijakan Australia terhadap Indonesia dan desakan dari Perdana Menteri John Howard yang selalu melakukan provokasi kepada Pemerintah Indonesia untuk segera menyelesaikan masalah Timor Timur dan menuntut agar Timor Timur menentukan nasibnya sendiri.

E.Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang :


(31)

2. Untuk mengetahui apa yang menjadi pertimbangan serta alasan mengapa Indonesia melepas Timor Timur.

3. Untuk sebagai syarat memperoleh gelar sarjana strata satu (S1) pada jurusan Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

F. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode kualitatif. Menurut Moleong, penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami objek penelitian dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa. Dari hasil tersebut akan memperoleh generalisasi yang rasional.19

Sedangkan metode eksploratis dilakukan untuk mengetahui suatu kejadian ketika peneliti kurang mengetahui dan memahami tentang suatu fenomena. Sehingga penulis akan mengetahui sebab-sebab terjadinya kejadian tersebut. G.Jangkauan Penelitian

Dalam rangka mempermudah penulisan karya skripsi ini, penulis memberikan batasan penelitian mulai dari tahun 1990-1999. Dipilihnya tahun 1990, karena berdasarkan pada tahun ini terjadi berbagai rangkaian pertemuan antara Indonesia, Portugal dan PBB guna mencari penyelesaian kasus Timor Timur. Sedangkan di tahun 1999 adalah proses referendum dan diadakanya jajak pendapat. Adapun sedikit disinggung jangkauan diluar tahun penelitian tersebut selama masih ada keterkaitan dan kerelevansian pada tema yang dibahas.

19Le y J. Moleong. 20 4.

Metodologi Penelitian Kualitatif”. Re aja Rosdakarya. Bandung hal. -6.


(32)

H.Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang penulis gunakan dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Studi Kepustakaan

Penelitian kepustakaan adalah cara yang digunakan untuk memperoleh data dan konsep melalui berbagai macam media kepustakanan (library research) baik melalui buku-buku majalah dan sumber informasi penunjang seperti dokumen, dokumentasi, koran, agenda dan hasil penelitian yang terdapat dimana saja yang bersumber dari media informasi situs di internet untuk membantu relevansi data-data yang diperoleh agar dapat diterapkan kedalam konsep sehingga menjelaskan kejadian faktual.

I. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan penelitian ini menjadi sebuah karya tulis, penulis membagi dalam beberapa bab dimana diantara bab-bab tersebut saling berkaitan satu sama lain. Sehingga karya tulis ini saling berkaitan dan menjadi satu kesatuan utuh.

BAB I : Pendahuluan yang berisi proposal skripsi: terdiri dari latar belakang masalah, pokok permasalahan, kerangka teori, hipotesa, tujuan penelitian, jenis penelitian, jangkauan penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisa data dan sistematika penulisan.

BAB II : Penulis akan memaparkan tentang Timor Timur sebagai salah satu provinsi di Indonesia.


(33)

BAB III : Penulis akan memaparkan isu Timor Timur di dalam rangkaian pertemuan-pertemuan majelis umum PBB, Serta pertimbangan pemberian referendum berdasarkan faktor internal.

BAB IV : Penulis akan menjabarkan mengenai berbagai pertimbangan mengapa Indonesia memberikan peluang referendum berdasarkan faktor eksternal.

Bab V: Merupakan penutup dari tulisan skripsi ini yang berisi kesimpulan. Kesimpulan ini adalah inti dari isi bab-bab sebelumnya yang telah diteliti hingga rumusan masalah yang telah dipaparkan dapat terjawab dengan jelas.


(34)

BAB II

TIMOR TIMUR SEBAGAI SALAH SATU PROVINSI DI INDONESIA

Pada bab ini penulis akan membahas tentang sejarah profil Timor Timur mulai dari sejarah Timor-Timur, meliputi luas wilayah, letak geografis, agama, bahasa dan gambaran umum tentang Timor Timur. Serta membahas politik domestik Timor Timur. Penulis juga akan menjelaskan berdirinya partai-partai politik di Timor Timur dan proses berintegrasinya dengan Indonesia dan menjadi sebagai salah satu provinsi di Indonesia. Dalam bab ini pun penulis ingin menjelaskan mengenai proses perjalanan kronologi serta dinamika Timor Timor. Timor Timur memutuskan untuk bergabung menjadi salah satu bagian dari NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) pada tahun 1975.

A.Sejarah Timor Timur

Timor Timur merupakan sebuah wilayah bekas koloni portugis yang dianeksasi oleh militer Indonesia menjadi sebuah provinsi yang pernah menjadi bagian Indonesia antara 17 Juli 1976 hingga 19 Oktober 1999. Kala itu provinsi ini merupakan provinsi Indonesia yang ke-27. Timor Timur dianeksasi ke wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia oleh mantan presiden Indonesia ke 2 (Soeharto) setelah dijajah selama 450 tahun oleh Portugal. Wilayah provinsi ini meliputi bagian timur pulau Timor, pulau Kambing atau Atauro, pulau Jaco dan


(35)

sebuah eksklave di Timor Barat yang dikelilingi oleh provinsi Nusa Tenggara Timur.1

B. Gambaran Umum Timor-Timur

Pada tahun 1975 Timor Timur merupakan salah satu provinsi termuda dan menjadi provinsi ke 27 (1976-1999) di Indonesia. Timor Timur memiliki jumlah penduduk sekitar 1.040.880 jiwa. Penduduk Timor Timur merupakan campuran antara suku bangsa Melayu dan Afrika, sebagian kecil keturunan Portugis. Mayoritas penduduk Timor Timur beragama Katolik (93%), diikuti Protestan (3%), Islam (1%), dan sisanya Buddha, Hindu (1%, masing-masing 0,5%), dan aliran kepercayaan (2%). Bahasa resmi yang digunakan di Timor-Timur yaitu Bahasa Tetun dan Bahasa Portugis. Selain itu dalam konstitusi disebutkan pula bahwa Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia dijadikan bahasa kerja. Dalam praktek keseharian, masyarakat banyak menggunakan bahasa Tetun Portugis sebagai bahasa ucap.

Timor Timur atau yang sekarang lebih di kenal dengan nama Timor Leste adalah Negara yang dulunya merupakan bagian dari Indonesia dan merupakan Provinsi termuda Indonesia, Timor Timur terletak di sebelah utara Australia dan bagian timur pulau Timor, sebelah utara berbatas dengan Selat Wetar dan Selat Ombai, sebelah timur berbatas dengan Laut Arafuru dan kepulauan Maluku Tenggara, sebelah selatan berbatas dengan Laut Timor dan disebelah barat berbatas dengan Provinsi NTT dan Selat Ombai. Selain itu wilayahnya juga

1 http://koranmakassaronline.com/v2/17-juli-1976-timor-timur-resmi-bergabung-sebagai provinsi-ke-27-2/ diakses pada 21 Februari 2016.


(36)

meliputi pulau Kambing atau Atauro, Jaco dan enclave Oecussi Ambeno di Timor Barat. Secara astronomis Timor Timur terletak antara 8O7‟LS - 9O 29‟LS dan 124 OBT-127 OBT.

 Luas keseluruhan daerah ini adalah ± 14.874 km2,2 meliputi wilayah daratan seluas 13.670,00 km2

 Luas wilayah Ambeno 787,50 km2

 Luas wilayah pulau Atauro 140,62 km2

 Luas wilayah pulau Jaco 11,25 km2

Gambar 2.1 peta Indonesia

Source : Wikipedia gambar peta Indonesia

2


(37)

Gambar 2.2 peta Timor Timur

Source : Wikipedia gambar peta Timor Timur

Kabupaten (distrik) Timor-Timur secara administratif dibagi menjadi 13 distrik:3

Ainaro

-Lima (Suai)

3


(38)

-Ambeno (Pante Makasar) -Oan)

Jumlah penduduk Timor Timur tahun 1975 setelah Portugal meninggalkan wilayah tersebut sekitar 680.000 orang. Mayoritas penduduk Timor Timur adalah dari golongan orang Timor, tetapi ada juga beberapa golongan Tionghoa dan orang Indonesia. Penyebaran penduduk di Timor Timur tidak merata, terdapat beberapa daerah yang padat penduduknya. Daerah yang berpenduduk padat yaitu, Ainaro, Dili, Baucano, dan Uqoisu. Terdapat beberapa kelompok etnis di Timor Timur dan masing-masing kelompok mempunyai bahasa sendiri. Tapi pada umumnya masyarakat Timor Timur memakai bahasa Tetum sebagai bahasa pengantar sehari-hari dan digunakan oleh sekitar 60% masyarakat Timor Timur.4 Timor Timur adalah daerah yang berbukit-bukit, sehingga kebanyakan penduduknya hidup jauh dari kota dan pengaruh asing juga kemajuan. Mereka berpatokan pada ladang untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sebagian besar kelompok dari masyarakat Timor Timur bermata pencaharian petani dan tinggal

4


(39)

di dusun-dusun, dan sebagian kecilnya hidup di pantai dan bermata pencaharian sebagai nelayan.5

Di dalam sektor pendidikan, selama Perang Dunia II sampai tahun 1975, beberapa penduduk Timor Timur berhasil mendapatkan dan bisa mengenyam pendidikan di sekolah kolonial yang pada saat itu jumlahnya masih terbilang sedikit. Di tahun 1960-an dan 1970-an muncul beberapa golongan elite kecil yang berpendidikan dan orang-orang dengan pendidikan, sehingga aspirasi nasional ini menjadi pemimpin di wilayah Timor Timur ketika Portugal meninggalkan Timur Timur tahun 1975.6

Sebelum Belanda dan Portugis memasuki wilayah Timor Timur, pulau Timor merupakan jaringan dagang yang berpusat di Jawa Timur, dan kemudian Celebes (Sulawesi), dan jaringan ini merupakan jaringan yang terikat dengan jaringan komersil di Cina dan India. Pulau timor di gambarkan sebagai pulau yang terdiri dari pegunungan yang dihiasi dengan pepohonan cendana putih dan merupakan satu-satunya hasil bumi daerah tersebut.

Pada masa tahun 1974, merebaknya dominasi komunis di Portugal membuat Portugal gagal dalam melakukan proses dekolonisasi, dan lahir sebuah gerakan angkatan bersenjata yang bernama MFA (Movimento das Forças Armadas) yang merupakan gabungan dari tentara-tentara yang merasa tidak puas dengan penderitaan yang dialami selama dinas kemiliteran di Afrika, yang akhirnya memaksa para politisi untuk melakukan suatu perubahan radikal dalam

5

Hastutining Dyah Wijayatmi, Hubungan Bilateral RI-Timor Timur Pasca Kemerdekaan Timor Timur. Surakarta: Universitas Sebelas Maret, 2004 Hal.28.

6


(40)

sistem politik di Portugal yang lebih manusiawi menurut kehendak kelompok kiri yang pada saat itu sedang menguasai perkancahan politik dalam negeri Portugal. Setelah semua pemerintahan Portugal diambil alih oleh MFA, Portugal mulai membuka peluang kepada wilayah jajahannya dalam hal ini termasuk Timor Timur untuk memulai proses dekolonisasi.7

C. Politik Domestik di Timor-Timor

Setelah mendengar adanya proses dekolonisasi yang ingin diberikan oleh Portugal, pada awal bulan Mei 1974 masyarakat di Timor Timur mulai membentuk sebuah partai-partai politik, partai-partai politik yang berdiri di Timor Timor ini pun memiliki kepentingan dan orientasi politik yang berbeda-beda. Berikut beberapa penjelasan seputar beberapa partai politik yang berdiri di Timor Timur dan yang cukup berpengaruh pada saat itu, yaitu:

1. Uniâo Democrática Timorense disingkat UDT (Uni Demokratik Timor). Partai ini berdiri tanggal 11 Mei 1974 dan diketuai oleh Francisco Xavier Lopes da Cruz. UDT merupakan salah satu partai yang memiliki tujuan agar Timor Timur tetap berada di bawah perlindungan Portugal dengan ketentuan dapat berdiri sendiri jika sudah mampu mandiri beberapa tahun kemudian tanpa bantuan maupun perlindungan dari Portugal;

2. Associação Sosial Democrática Timorense disingkat ASDT (Asosiasi Sosial Demokratik Orang Timor). Partai ini berdiri pada tanggal 20 Mei

7 Basilio Dias Araujo,

Timor Timur Gagalnya Sebuah Diplomasi: Suatu Analisa dan Kritik dari Seorang Pelaku Sejarah. Depok: Indie Publishing, 2014 hal.8.


(41)

1974, partai ini memiliki beberapa tokoh seperti Francisco Xavier do Amaral, Nicolao Lobato, dan Jose Ramos Horta. Berangkat dari awalan yang tadinya ASDT ingin bergabung ke Indonesia, namun pada perkembangannya partai ASDT pun berubah haluan dan berubah menjadi berhaluan Komunis Maoist setelah kembalinya beberapa mahasiswa Timor Timur dari Lisabon yang berhaluan Komunis. Oleh karena itu, ASDT kemudian merubah namanya menjadi Frente Revolucionária Timor Leste Indepente disingkat FRETILIN (Front Revolusioner Timor Timur Merdeka). Kelompok politik yang memimpin partai ini berhaluan kiri garis keras sehingga sangat menginginkan agar Timor Timur dapat segera merdeka secepatnya. 3. Associação Popular Democrática de Timor disingkat APODETI

(Perhimpunan Demokrasi Rakyat Timor). Partai ini didirikan oleh tokoh-tokoh pribumi yang melakukan pemberontakan melawan Portugis di Lospalos pada tahun 1945-1949 dan makar di Viqueque dengan para tokoh-tokoh terkemuka diantaranya seperti Arnaldo dos Reis Araújo, José Osório Soares, dan Guilherme Maria Gonçalves. Partai APODETI berdiri pada tanggal 27 Mei 1974, Partai politik ini bertujuan untuk menyatakan kemerdekaannya bersama Indonesia melalui Integrasi dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

4. Klibur Oan Timur Aswain disingkat KOTA (Persatuan Pejuang Timor), partai ini memiliki misi yang bertujuan untuk memperjuangkan suatu pemerintahan yang berbentuk kerajaan atau seperti monarki.


(42)

5. Trabalhista didirikan pada bulan Oktober 1974 dan diketuai oleh A. Abrão dan Domingos Pareira. Partai Trabalhista ini adalah Partai Buruh yang ingin berasosiasi dengan Australia yang pada masa itu dikuasai oleh Partai Buruh.8

Keadaan politik di Timor Timur menjadi semakin panas setelah banyaknya partai politik yang muncul dan membawa serta memperjuangkan tujuan partainya masing-masing. Dalam hal ini Fretilin merupakan partai yang paling keras dan tidak segan-segan untuk membantai lawan politiknya yang dianggap menghalangi jalannya untuk ketercapaian tujuan politiknya, sehingga banyak dari lawan politiknya yang lari ke NTT dan luar negeri. Pada tanggal 28 November 1975 Fretilin memproklamasikan kemerdekaan Timor-Timur dan berdirinya sebuah Republik Demokrasi Timor Timur.9

Dua hari setelahnya, tepatnya tanggal 30 November 1975 empat partai politik lainnya yaitu Apodeti, UDT, KOTA dan Trabalhista memproklamirkan kemerdekaannya dengan cara berintegrasi dengan Indonesia melalui Deklarasi Balibo.10 Setelah deklarasi kemerdekaan melalui integrasi dengan Indonesia oleh keempat partai tersebut dan setelah melalui proses legilslasi, Timor Timur kemudian berintegrasi secara resmi dengan Indonesia yang di kukuhkan dalam

8

Basilio Dias Araujo. Ibid., hal.12-14. 9

Hendro Subroto dalam Basilio Dias Araujo Ibid., hal 31. 10 East Timor truth commission finds U.S. "

political and military support were fundamental to the Indonesian invasion and occupation” The National Se urity Ar hive, 24 January 2006. Op.cit,.


(43)

Undang-Undang No. 7 tahun 1976, dan disahkan melalui TAP MPR No. VI/1978.11

D. Proses Bergabungnya Timor Timur Ke Dalam NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia)

Selama kurang lebih 300 tahun, rakyat Timor timur berada dalam kungkungan pemerintahan penjajahan portugal. Meski saudara-saurada yang berada di Timor Barat sudah memperoleh kemerdekaan dan telah melaksanakan pembangunan sejak 1945. Menurut Hendro subroto menyatakan bahwa

perubahan di Timor Timur mulai terjadi di Timor timur setelah terjadi kudeta militer Portugal pada April 1974, yang dikenal sebagai Revulucao dos Cravos atau Revolusi Bunga.”12

Kudeta telah membawa Jendral Antonio de Spinola ke tampuk kekuasaan sebagai Presiden Portugal. Penguas varu Portugal itu memperkenalkan kehidupan politik yang lebih demokratis di Portugal. Perubahan itu memberikan harapan bagi perubahan politik di koloni-koloni Portugis, termasuk di Timor Timur yang merupakan salah satu koloni Portugal pada saat itu. Pemerintahan portugal memberikan kesempatan kepada penduduk Timor Timur membantu partai politik sejak 1974. Oleh karena itu, mulai tahun 1974 mulai terbentuk beberapa organisasi politik di Timor Timur.

Sementara itu, pemerintahan Portugal pun sebenarnya sudah merancang dekolonisasi (kemerdekaan) bagi Timor Timur. Hanya yang jadi masalah

11

Basilio Dias Araujo, Op.Cit., hal.33. 12 Hendro subroto,

Saksi Mata Perjuangan Integrasi Timor Timur, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta 1997, hal.5.


(44)

bagaimanakah Bentuk kemerdekaan Timor Timur tersebut. Apakah akan bergabung dengan Indonesia? Menjadi negara yang berdiri sendiri? Atau bergabung dengan Portugis? Untuk maksud tersebut pada 17 Oktober 1974 di Jakarta dilangsungkan pembicaraan antara menteri Seberang Lautan Portugal Dr. Antonio de Almeida Santos dengan pemerintah Indonesia yang diwakili oleh Menteri Luar Negeri Adam Malik. Di lain kesempatan, pada tanggal 31 Agustus 1974 sebelumnya ketua Partai Apodeti menyatakan Bahwa “partainya telah mengusulkan agar Timor Timur menjadi provinsi bagian dari indonesia”.13

Pemerintahan Indonesia sangat mendukung maksud Pemerintahan Portugal untuk mengadakan dekolonisasi di Timor Tmur dan maksud Ketua Partai Apodeti untuk memilih bergabung dengan Indonesia. Asalkan proses dekolonisasi itu tidak menimbulkan instabilitas di wilayah Indonesia. Presiden Soeharto menanggapi maksud dekolonisasi Timor Timur itu dengan menyatakan tiga sikap dasar pamerintah, yaitu:14

 Tidak mempunyai ambisi teritorial.

 Menghormati hak rakyat Timor Timur untuk menetukan nasibnya sendiri.

 Apabila rakyat Timor Timur memilih bergabung dengan wilayah Indonesia, tidak mungkin berbentuk negara akan tetapi sebagai bagian dari wilayah NKRI.

Sebagai kelanjutan dari pertemuan antara Menteri Seberang Lautan Portugal dengan Menlu Indonesia Di Jakarta, dan berlanjut pada 9 Maret 1975

13

Hendro Subroto, Ibid., hal.21. 14 Nana Supriyatna,

Sejarah Nasional Indonesia dan Umum. Grafindo Media Pratama, 1999, hal.43.


(45)

diadakan pertemuan lanjutan di London. Dalam pertemuan tersebut, Pemerintah Portugal masih beranggapan bahwa apabila rakyat Timor Timur memilih untuk bergabung dengan Indonesia hal ini merupakan hal yang masuk akal. Pada 5 November 1975, pemerintahan Portugal menandatangani dokumen memorandum of understanding, yang intinya bahwa:15

 Untuk pertama kalinya Indonesia mengerti secara resmi dari Portugal.

 Portugal mengakui semua pihak yang ada di Timor Timur.

 Akan dilanjutkan dengan kontrak-kontrak tetap antara RI dengan Portugal. Ketika perundingan menentukan status Timor Timur sedang berlangsung, ketegangan menentukan status Timor Timur terjadi, ketegangan antara berbagai kelompok yang berbeda di dalam masyarakat Timor Timur sangat dirasakan dari berbagai para kelompok partai, ketegangan antara berbagai kelompok yang berbeda di dalam masyarakat Timor Timur semakin memuncak. Pada tahap awal, UDT dan Fretilin berkoalisi untuk melawan Apodeti yang ingin bergabung dengan Indonesia. Namun keja sama tersebut hanya berlangsung beberapa bulan saja, karena aksi UDT dibalas oleh Fretilin seminggu kemudian pada 11 Agustus 1975. Pertikaian bersenjata antara kelompok yang berbeda itu tidak dapat dihindari. Akibatnya perang saudara terjadi di Timor Timur, dimulai di kota Dili sejak Agustus 1975.

Fretilin berhasil didesak ke luar oleh lawan politiknya dari kota Dili. Portugal yang seharusnya bertanggung jawab terhadap koloninya, membiarkan koloninya tanpa pemerintahan yang jelas sejak Gubernur portugis di Timor Timur

15


(46)

melarikan diri dari Dili ke pulau Atauro atau Pulau Kambing. Para penduduk dibiarkan terjebak dalam perang saudara, dan ribuan orang menjadi korban atau terpaksa melakukan pengungsian. Fretilin yang tersingkir dari Dili kemudian mendapatkan bantuan persenjataan dari para pendukungnya di dalam pemerintahan kolonial dan tentara Portugis. Perang baru mulai berkecamuk, yang dengan mudah dimenangkan oleh kelompok Fretilin. Dili kembali diduduki Fretilin. Jumlah korban jiwa dan penduduk yang terpaksa harus mengungsi akibat dari perang saudara itu semakin banyak. Beribu-ribu penduduk Timor Timur, termasuk anak-anak dan orang tua membanjiri daerah perbatasan dengan Indonesia di Timor bagian Barat.

Pada tanggal 28 November 1975 Fretilin memproklamasikan kemerdekaan Timor Timur dan berdirinya sebuah Republik Demokrasi Timor Timur di koloni Portugis tersebut. Namun, proklamasi itu tidak mendapatkan dukungan baik dari kelompok lain di dalam masyarakat Timor Timur maupun dari dunia internasional. Australia yang sangat diharapkan memberi dukungan kepada Fretilin, ternyata tidak melakukan hal tersebut. Kelompok masyarakat Timor Timur yang terdiri dari UDT, Apodeti, KOTA, dalam waktu bersamaan Trabalhista menyampaikan Proklamasi tandingan di balibo pada 30 November

1975. Pernyataan yang kemudian dikenal sebagai “Deklarasi Balibo” yang

menyatakan keinginan Timor Timur untuk berintegrasi dengan Republik Indonesia.

Perkembangan Timor Timur dan situasi politik Internasional pada perang dingin waktu itu telah menyeret Indonesia secara langsung ke dalam pertikaian


(47)

antara orang Timor Timur sendiri. Padahal, Menlu Indonesia Adam Malik pernah menyatakan bahwa Indonesia tidak akan melakukan invasi ke wilayah Timor Timur yang menjadi koloni portugis itu. Kekalahan Amerika Serikat dari tentara Komunis di medan perang Vietnam dan kejatuhan Kamboja serta laos ke tangan pemerintah komunis pada 1975, sangat merisaukan blok barat yang dipimpin oleh Amerika Serikat. Perluasan pengaruh Fretilin yang berhaluan kiri di Timor Timur menimbulkan kecemasan blok barat yang dipimpin oleh Amerika Serikat dan Australia terhadap kemungkinan perluasan kekuatan komunis di Asia Tenggara dan pasifik. Hal ini telah mendorong munculnya dukungan Barat bagi keterlibatan langsung Indonesia di Timor Timur.

Pada bulan Desember, Menteri Luar Negeri Indonesia, Adam Malik,

seperti yang dikutip dalam kantor berita resmi Indonesia „Antara‟ mengatakan,

bahwa rakyat Timor hanya memiliki dua pilihan: “tetap di bawah Portugis atau bergabung dengan Indonesia.” Kemudian ia mengatakan, bahwa pilihan dengan Portugal tidak mungkin karena pilihan itu “selain menambah beban Portugal,

juga akan merupakan sebuah bentuk baru kolonialisme”; dan menyatakan, bahwa

kemerdekaan akan “tidak realistis” karena “keterbelakangan dan kelemahan

ekonomi penduduknya”.16

Penasihat utama Soeharto, Harry Tjan, memastikan keputusan ini kepada Pemerintah Australia. Pada bulan Februari 1975 ia memberi tahu kepada Kedutaan Besar Australia bahwa:

“Pemerintah Indonesia sudah membuat suatu keputusan bahwa,

cepat atau lambat, Timor Portugis harus menjadi bagian dari

16 Catatan Resmi Sidang Umum, dikutip dalam Departemen Politik PBB,

Report on Decolonisation dikutip dalam hal.14, 48.


(48)

Indonesia. Ini merupakan keputusan bulat oleh semua tokoh terkemuka Indonesia yang terlibat, termasuk Presiden. Yang masih perlu diputuskan adalah kapan, dan bagaimana, hal ini harus diwujudkan. Seperti yang ia katakan, ini tidak akan terjadi dalam waktu dekat. Tapi akan terjadi. Pemerintah Indonesia akan terlebih dahulu mencoba segala cara yang memungkinkan sebelum berpaling ke solusi militer. Ia mengatakan bahwa ini adalah „tindakan terakhir”.17

Duta Besar Australia untuk Indonesia, Richard Woolcott, menyebutkan kembali hal ini dalam sebuah analisis rahasia penting mengenai persoalan ini, yang ditulis pada bulan Januari 1976 untuk Perdana Menteri Australia yang baru, Malcolm Fraser. Ia menuliskan:

“Indonesia tidak akan dihalangi untuk mencapai tujuan fundamental kebijakan (penggabungan) ini. Indonesia sudah berketetapan dengan sikap ini secara konsisten, sejak beberapa bulan sebelum saya datang menjabat pos ini bulan Maret lalu”.18

Ini merupakan keputusan yang amat menentukan. Keputusan ini bertolak belakang dengan komitmen publik Pemerintah Soeharto untuk menghargai keinginan bebas rakyat Timor. Keputusan itu juga menempatkan Indonesia pada jalur yang akan bertabrakan dengan dua partai utama Timor Timur, yaitu UDT dan Fretilin, yang keduanya menyuarakan kemerdekaan, dan memberi sebuah tantangan diplomatik yang besar bagi komunitas internasional.

Pada akhir bulan Agustus 1975, Indonesia memperkeras posisinya dan memutuskan untuk melancarkan intervensi militer guna mendapatkan integrasi.

17

Dokumen 95, Jakarta, 24 Februari 1975, dalam Wendy Way (ed.), DFAT, hal.198. 18 Richard Woolcott, The Hot Seat: Reflectio s o Diplo acy fro Stali ’s Death to the Bali Bombings, Harper Collins Publishers, Sydney, 2003, hal.306.


(49)

Hal ini terjadi setelah keberhasilan-keberhasilan Fretilin dalam perang saudara, dan sinyal samar-samar oleh Menteri Koordinasi Antar-Wilayah Portugis, Dr António de Almeida Santos, bahwa Portugal kemungkinan akan menyerahkan kekuasaan kepada Fretilin. Pada pertemuan tanggal 5 September, Presiden Soeharto dan Jenderal Moerdani menyelidiki tujuh kemungkinan mulai dari sebuah undangan kepada Indonesia dari Portugal untuk langsung turun tangan, sampai pada keterlibatan PBB, dimana Indonesia akan berpartisipasi.

Presiden Soeharto mencoret semua opsi kecuali rencana Opsus yang ia

sebut sebagai “cara klasik”. Di bawah komando Jenderal Moerdani, rencana Opsus akan mengerahkan “sukarelawan” yang dipersenjatai dengan baik, untuk menyokong pasukan UDT dan pasukan Timor anti-Fretilin lain, dalam usahanya untuk mencegah penguasaan Timor sepenuhnya oleh Fretilin.19 Akan tetapi, Indonesia menjelaskan intervensi militernya kepada PBB dari segi kewajibannya untuk menjunjung tinggi hak Timor Timur atas penentuan nasib sendiri.

Dalam sebuah pernyataan kepada Dewan Keamanan pada tanggal 15 Desember 1975, perwakilan Indonesia Anwar Sani menyatakan bahwa Indonesia tidak memiliki klaim atas wilayah itu, bahwa Timor Timur berada dalam keadaan anarki, dan bahwa Indonesia turun tangan atas permintaan partai-partai politik

yang mewakili sebagian besar rakyat “untuk mengembalikan situasi damai kepada

19


(50)

Wilayah itu agar rakyat dapat menjalankan hak atas penentuan nasib sendiri

dengan bebas dan secara demokratis”.20

Konflik bersenjata semakin merebak meluas. Keadaan di dalam medan pertempuran mulai berubah pada akhir 1975, kota Dili berhasil diduduki kelompok pendukung integrasi yang mendapat bantuan militer dari indonesia melalui operasi seroja. Pada kesempatan yang sama, masyarakat Oekussin yang terletak ditengah-tengah wilayah Republik Indonesia menandatangani naskah pernyataan berintegrasi dengan Indonesia. Para pendukung Fretilin terdesak ke daerah pinggiran dan ke daerah-daerah pegunungan yang terpencil, melanjutkan perjuangan menentang integrasi Timor Timur dengan Indonesia.

Pertikaian politik dan militer ini menimbulkan korban jiwa, harta, serta kekacauan berkepanjangan di dalam masyarakat Timor Timur. Beban yang harus ditanggung oleh pihak Indonesia juga dinilai sangat besar, termasuk adanya korban anggota pasukan Indonesia yang cukup besar. Disamping itu, pertempuran yang terjadi telah menimbulkan korban jiwa warga negara asing, khususnya Australia. Hal ini kemudian menjadi kontroversi di dunia internasional, yang menimbulkan protes, tekanan, dan tuntutan dari pihak internasional terhadap tanggung jawab pemerintah Indonesia. Kekerasan politik dan militer yang terjadi di masyarakat mendorong terjadinya pengungsian ke berbagai tempat di Indonesia dan ke luar negeri.

20 Krieger,

Secretariat to the Special Committee on Decolonisation, Working Paper on Timor hal. 47-49.


(51)

Pernyataan integrasi Timor Timur yang telah disampaikan sebelumnya, diulang kembali oleh para pendukungnya di Kupang Nusa Tenggara Timur pada 12 Desember 1975. Sebagai langkah berikutnya, kelompok pendukung integrasi yang terdiri dari Arnaldo dos Reis Araujo yang mewakili Apodeti, Fransisco Xavier Lopez da Cruz yang mewakili UDT, Thomas Diaz Xemenes yang mewakili KOTA dan Domingus C. Pareira yang mewakili Trabalishta sepakat untuk membentuk Pemerintahan Sementara Timor Timur (PSTT). Pemerintahan sementara ini dibentuk pada 17 Desember 1975 di bawah pimpinan oleh Arnaldo dos Reis Araujo.

Setelah itu, sebuah lembaga legislatif juga dibentuk. Pada 1976, para anggota DPRD Timur Timur secara resmi menerima petisi Integrasi Timor Timur dengan Republik Indonesia dari masyarakat Timor Timur pro integrasi. Petisi itu berisi desakan kepada pemerintah untuk menerima Timor Timur sebagai wilayah yang menjadi satu dengan Republik Indonesia tanpa proses jajak pendapat.

Integrasi Timor Timur ke dalam wilayah Republik Indonesia diajukan secara resmi pada 29 juni 1976. Sebuah rancangan undang-undang kemudian diajukan kepada DPR RI. Pada tanggal 17 Juli tahun 1976 Presiden Soeharto menandatangani undang-undang nomor 7 tahun 1976 tentang pengintegrasian Timor Timur ke Indonesia dan secara resmi menjadi sebuah provinsi dari Republik Indonesia setelah undang-undang nomor 7 Tahun 1976 disahkan oleh


(52)

DPR. Kemudian ketentuan ini diperkuat Oleh MPR melalui Ketetapan No. VI/MPR/1978 tanggal 1978.21

E. Kondisi Sosial, Ekonomi dan Politik Timor Timur Ketika Bergabung Dengan Indonesia

Setelah Timor Timur masuk ke dalam wilayah Indonesia dan menjadi provinsi ke 27, keadaan sosial, politik dan ekonomi rakyat Timor Timur mengalami perubahan. Dalam bidang sosial, pemerintah Indonesia berusaha membentuk rakyat Timor Timur menjadi orang Indonesia, yang diwujudkan dalam berbagai hal, seperti adanya penataran P4 yang bertujuan agar rakyat Timor Timur memahami Dasar Negara Indonesia serta nilai-nilai yang terkandung didalamnya.

Selain itu bahasa Indonesia merupakan bahasa nasional yang wajib untuk dipelajari dan digunakan dalam perbincangan maupun percakapan sehari-hari.22 Struktur sosial masyarakat Timor Timur juga mengalami perubahan. Saat Timor Timur menjadi jajahan Portugis, status sosial tertinggi berada pada para pemuka agama, yaitu Paus, dan setelah Timor Timur masuk kedalam Indonesia, status social tertinggi berubah, bukan pemuka agama, melainkan pejabat pemerintah.

Pemerintah Indonesia menginginkan ketercapaian proses integrasi secara penuh. Setelah melakukan serangkaian pembangunan fisik dan sumber daya manusia, pemerintah telah berhasil mewujudkan integrasi wilayah, namun bukan

21

Chega (Laporan Komisi Penerimaan Kebenaran dan Rekonsiliasi (CAVR) di Timor Leste), Jakarta, PT Gramedia, 2010, hlm.239.

22 Hendracaroko Marpaung.

Timor Timur Menyerang Indonesia. Yogyakarta: Galangpress. 2009. hlm.66.


(53)

integrasi bangsa. Program yang diberlakukan oleh pemerintah di Timor Timur secara perlahan mengikis identitas asli rakyat Timor Timur. Seperti diberlakukannya kewajiban menggunakan bahasa Indonesia yang kemudian menyebabkan bahasa asli rakyat Timor Timur, yaitu bahasa Tetun perlahan tidak mendapat tempat didalam pergaulan rakyat Timor Timur. Selain itu pemerintah juga melakukan indoktrinasi pancasila bagi rakyat Timor Timur yang menyebabkan ideologi rakyat yang berdasarkan keagamaan yang selama ini dianut tidak lagi memiliki ruang.23

Dibidang politik, wewenang politik di Timor Timur berada ditangan pemerintah Indonesia. Pemerintah merombak segala birokrasi lama yang dulu pernah digunakan di Timor Timur. Struktur pemerintahan daerah peninggalan Portugis diubah dan disamakan dengan pemerintahan di Indonesia. seperti Concelho diubah menjadi kabupaten; postos administrativos menjadi kecamatan; Administradov menjadi bupati; Cheve De Posto menjadi camat; Sucos menjadi desa; dan Pavoacao menjadi Rukun Tetangga.24

Selain itu sistem birokrasi baru yang diterapkan di Timor Timur, yaitu pejabat pemerintahan berasal dari kalangan politisi. Hal ini jelas berbeda dengan Timor Timur pada saat sebelum bergabung dan pada saat penjajahan Portugis yang menempatkan Paus sebagai pemegang kewenangan tertinggi di wilayah Timor Timur. Dengan dirubahnya kebijakan ini, mengakibatkan pejabat pemerintah yang cenderung tidak dipatuhi dan tidak disegani oleh rakyat Timor

23

Hendracaroko Marpaung. Ibid., hal.66. 24 Avelio M. Coelho,

Dua Kali Merdeka, Esei Sejarah Politik Timor Leste, Yogyakarta: Djaman Baroe, 2012, hlm.51.


(54)

Timur. Rakyat Timor Timur masih terbiasa dengan kepemimpinan seorang Paus, karena pada umumnya masyarakat di Timor Timur mayoritas beragama nasrani, dan perkataan Paus selalu menjadi pedoman bagi kehidupan mereka.25

Permasalahan Timor Timur masih menjadi sengketa bagi Indonesia dan PBB. PBB belum mengakui status integrasi Timor Timur kedalam wilayah Indonesia. Bidang perekonomian di Timor Timur juga mengalami perubahan, seperti diberlakukannya mata uang Rupiah dalam perdagangan di Timor Timur, selain itu dilakukannya nasionalisasi terhadap gedung-gedung serta peninggalan perniagaan Portugis dan dimanfaatkan untuk menggerakkan perekonomian rakyat Timor Timur.26

Semenjak wilayah Timor Timur berintegrasi dengan Indonesia, banyak pedagang dari Sumatra dan Jawa datang untuk berdagang di Timor Timur.27 Bahan makanan di Timor Timur sebagian besar berasal dari Nusa Tenggara Timur, hal ini dikarenakan iklim Timor Timur yang sangat panas sehingga tidak semua bahan makanan dapat diproduksi sendiri oleh masyarakatnya. Pertumbuhan ekonomi di Timor Timur perlahan dapat berkembang dengan maraknya perdagangan yang dilakukan oleh pedagang dari luar Timor Timur. Namun pertumbuhan ekonomi semakin lama makin menjadi ajang monopoli

25

Hendracaroko Marpaung, Op.Cit., hlm.50. 26

Avelio M. Coelho, 2012. Op.Cit,. hlm.52. 27 Lela E. Madjiah,

Timor Timur Perginya Si Anak Hilang, Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2002, hlm.105.


(55)

perdagangan. Perekonomian dikuasa oleh orang-orang luar Timor Timur dan rakyat Timor Timur justru hanya menjadi konsumen.28

Perekonomian di Timor Timur diklasfikasikan sebagai perekonomian dengan pendapatan menengah kebawah oleh Bank Dunia. Timor Timur berada di peringkat 158 dengan tingkat perkembangan manusia 20% penduduk menganggur dan 52,9% hidup dengan pendapatan US $ 1,25 per hari. Tiga Bank asing yang memiliki cabang di Dili adalah ANZ National Bank, Banco Nacional Ultramarino dan Bank Mandiri.29

F. Invasi Militer Indonesia Ke Timor Timur

Pada tahun 1975, ketika terjadi Revolusi Bunga di Portugal dan Gubernur terakhir Portugal di Timor Timur, Lemos Pires, tidak mendapatkan jawaban dari Pemerintah Pusat di Portugal untuk mengirimkan bala bantuan ke Timor Timur yang sedang terjadi perang saudara, maka Lemos Pires memerintahkan untuk menarik tentara Portugis yang sedang bertahan di Timor Timur untuk mengevakuasi ke Pulau Kambing atau dikenal dengan Pulau Atauro. Setelah itu FRETILIN menurunkan bendera Portugal dan mendeklarasikan Timor Timur sebagai Republik Demokratik Timor Leste pada tanggal 28 November 1975. Menurut suatu laporan resmi dari PBB, selama berkuasa selama 3 bulan ketika terjadi kevakuman pemerintahan di Timor Timur antara bulan September, Oktober dan November, Fretilin melakukan pembantaian terhadap sekitar 60.000

28

Lela E. Madjiah, 2002. Ibid., 29 CM. Rien Kuntari,

Timor Timur Satu Menit Terakhir – Catatan Seorang Wartawan, Bandung: Mizan, 2008, hlm.105.


(56)

penduduk sipil (sebagian besarnya adalah pendukung faksi integrasi dengan Indonesia).

Dalam sebuah wawancara pada tanggal 5 April 1977 dengan Sydney Morning Herald, Menteri Luar Negeri Indonesia Adam Malik mengatakan bahwa "jumlah korban tewas berjumlah 50.000 orang atau mungkin 80.000".30 Tak lama kemudian, kelompok pro-integrasi mendeklarasikan integrasi dengan Indonesia pada 30 November 1975 dan kemudian meminta dukungan Indonesia untuk mengambil alih Timor Timur dari kekuasaan FRETILIN yang berhaluan Komunis. Ketika pasukan Indonesia mendarat di Timor Timur pada tanggal 7 Desember 1975, FRETILIN didampingi dengan ribuan rakyat mengungsi ke daerah pegunungan untuk melawan tentara Indonesia. Lebih dari 200.000 orang dari penduduk ini kemudian mati di hutan karena pemboman dari udara oleh militer Indonesia serta ada yang mati karena penyakit dan kelaparan.

Operasi Seroja adalah bentuk invasi Indonesia ke Timor Timur yang dimulai pada tanggal 7 Desember 1975. Pada saat itu pihak Indonesia melakukan penyerbuan ke Timor Timur karena adanya desakan Amerika Serikat dan Australia yang menginginkan agar Fretilin yang berpaham komunisme tidak berkuasa di Timor Timur. Selain itu, serbuan Indonesia ke Timor Timur juga karena adanya kehendak dari sebagian rakyat Timor Timur yang ingin bersatu dengan Indonesia atas alasan etnik dan sejarah.

30

Pernyataan Menteri Luar Negeri Indonesia Adam Malik dalam sebuah wawancara dengan Sydney Morning Herald mengenai jumlah korban tewas akibat invasi militer operasi seroja di Timor Timur.


(57)

Angkatan Darat Indonesia mulai melancarkan aksinya dan menyebrangi perbatasan dekat Atambua pada tanggal 17 Desember 1975 yang menandai awal dimulainya Operasi Seroja tersebut. Sebelumnya, pesawat-pesawat Angkatan Udara RI sudah kerap menghantui wilayah Timor Timur dan artileri Indonesia sudah sering diluncurkan di wilayah Timor Timur. Pada 27 Desember 1975, di Suai terjadi kontak langsung antara pasukan Infantri dengan Fretilin pertama kali. Pertempuran terdahsyat terjadi di Baucau pada 18-29 September 1976. Walaupun TNI telah berhasil memasuki Dili pada awal Februari 1976, namun banyak pertempuran-pertempuran kecil maupun besar yang terjadi di seluruh pelosok Timor Timur antara Fretilin melawan pasukan TNI.

Banyak juga yang mati di kota setelah menyerahkan diri ke tentara Indonesia, namun Tim Palang Merah International yang menangani orang-orang ini tidak mampu menyelamatkan semuanya.Selain terjadinya korban penduduk sipil di hutan, terjadi juga pembantaian oleh kelompok radikal FRETILIN di hutan terhadap kelompok yang lebih moderat. Sehingga banyak juga tokoh-tokoh FRETILIN yang dibunuh oleh sesama FRETILIN selama di Hutan. Berdasarkan cerita Francisco Xavier do Amaral, (selaku Presiden Pertama Timor Timur yang mendeklarasikan kemerdekaan Timor Timor Timur pada tahun 1975).

Selain Xavier, ada juga komandan sektor FRETILIN bernama Aquiles yang dinyatakan hilang di hutan yang kemungkinan besar dibunuh oleh kelompok radikal FRETILIN. Berdasarkan menurut laporan resmi PBB, Selama perang saudara di Timor Timur dalam kurun waktu 3 bulan (September-November 1975) dan selama pendudukan Indonesia selama 24 tahun (1975-1999), lebih dari


(58)

200.000 orang dinyatakan meninggal dan 60.000 orang secara resmi mati di tangan FRETILIN.

Selebihnya mati ditangan Indonesia saat dan sesudah invasi dan adapula yang mati kelaparan atau penyakit. Hasil CAVR menyatakan 183.000 mati di tangan tentara Indonesia karena keracunan bahan kimia dari bom-bom napalm, serta mortir-mortir. Dalam pertempuran terakhir di Lospalos 1978, Fretilin mengalami kekalahan telak dan 3.000 pasukannya menyerah setelah dikepung oleh TNI berhari-hari. Operasi Seroja berakhir sepenuhnya pada tahun 1978 dengan hasil kekalahan Fretilin dan pengintegrasian Timor Timur ke dalam wilayah NKRI. Selama operasi ini berlangsung, arus pengungsian warga Timor Timur ke wilayah Indonesia mencapai angka 100.000 orang. Korban berjatuhan dari pihak militer dan sipil. Warga sipil banyak digunakan sebagai tameng hidup oleh Fretilin sehingga korban yang berjatuhan dari sipil pun cukup banyak. Pihak Indonesia juga dituding sering melakukan pembantaian pada anggota Fretilin yang tertangkap selama Operasi Seroja berlangsung.


(59)

BAB III

RANGKAIAN BERBAGAI PERTEMUAN PEMBAHASAN PROSES REFERENDUM SERTA PERTIMBANGAN PEMBERIAN

REFERENDUM BERDASARKAN FAKTOR INTERNAL

Pada bab ini penulis akan menjelaskan berbagai agenda pertemuan-pertemuan guna pembahasan kasus pelepasan Timor Timur di dalam sidang kabinet PBB antara Indonesia, Portugal dan PBB guna menindaklanjuti permasalahan penentuan nasib bagi Timor Timur dan proses pelepasan Timor Timur dari Indonesia. Pada bab ini juga dijelaskan mengenai beberapa hasil-hasil dari berbagai rangkaian pertemuan-pertemuan yang terjadi serta dikeluarkanya pemberian opsi I (otonomi khusus atau otonomi luas) bagi Timor-Timor, serta bentuk lanjutan dikeluarkanya opsi II (penawaran agar tetap bergabung dengan Indonesia atau berpisah dari NKRI) oleh Presiden B.J Habibie, dikarenakan penolakan pemberian opsi I dari kelompok pro kemerdekaan sehingga berdasarkan pertimbangan yang sudah dipikirkan, Presiden B.J Habibie mengeluarkan opsi II tersebut. Serta penjabaran berbagai faktor-faktor internal dalam tuntutan referendum.

Masuknya Timor Timur ke dalam Negara Republik Indonesia disahkan melalui UU No. 7 Th. 1976 (LN. 1976-36) tentang Pengesahan Penyatuan Timor Timur ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selain itu juga lahir PP No. 19 Th. 1976 (LN. 1976-36) tentang Pembentukan Propinsi Daerah Tingkat I


(60)

Timor Timur serta dipertegas lagi melalui Ketetapan MPR No.VI/MPR/1978 yang mengukuhkan penyatuan wilayah Timor Timur yang terjadi pada tanggal 17 Juli 1976 ke dalam wilayah Negara Kesatuan RI. Proses integrasi ini didasarkan pada Deklarasi Balibo yang ditandatangani pada tanggal 30 November 1975. Deklarasi Balibo dan ketentuan-ketentuan di atas menjadi dasar klaim bagi pemerintah Indonesia.

Namun, dengan adanya proses Integrasi tersebut tidak lantas membuat Indonesia tidak menghadapi permasalahan-permasalahan lain. Timor Timur terus dilanda berbagai insiden, diantaranya terjadi insiden yang kembali membawa nama Indonesia menjadi pembicaraan di kalangan Dunia Internasional, insiden tersebut adalah Insiden Dili pada tahun 1991 dan insiden Santa Cruz, dalam kejadian tersebut Indonesia semakin disudutkan dengan adanya tuntutan mengenai pelanggaran HAM berat yang terjadi di Timor Timur. Setelah peristiwa Insiden besar ini, diikuti kemudian oleh insiden-insiden kecil seperti insiden laquisa pada 1995.

Dengan adanya Insiden-Insiden atau permasalahan yang tak kunjung mendapatkan upaya penyelesaian yang berarti, pihak Internasional semakin memberikan tekanan-tekanan kepada Indonesia agar segera mengatasi permasalahan yang ada di Timor Timur.

Diantara berbagai adanya beberapa pertemuan ialah adanya dialog segitiga (Tripartite Talks) dengan pihak Portugal dibawah pengawasan PBB, pembentukan AIETD, dan pengajuan dua opsi kepada Timor Timur.


(1)

kemerdekaan Timor Timur dan disaat yang sama berupaya menghindari perang dengan Indonesia. Kondisi Indonesia yang labil dikarenakan krisis multi dimensi waktu itu menghadapkan Habibie pada rational choice yang dalam keputusannya mengabaikan opini dalam negeri untuk mempertahankan Timor Timur. Habibie memandang dukungan dari dunia internasional lebih memiliki arti dalam melepaskan diri dari krisis ekonomi dengan mengembalikan kepercayaan internasional terhadap Indonesia, dengan tujuan untuk menarik investor asing untuk kembali ke Indonesia. Disini perbaikan ekonomi lebih di kedepankan untuk mengatasi krisis finansial Indonesia.

Habibie melihat besarnya beban negara dalam memberikan alokasi dana untuk Timor Timur sangat besar. Negara menanggung 93% APBD Timor Timur dimana hal ini jauh berbeda dengan bantuan pemerintah pusat untuk provinsi lainnya. Alokasi dana dari pusat tersebut diperuntukkan untuk membangun provinsi ke-27 tersebut yang seluas 14.609 km². Pemerintah pusat mengucurkan dana pembangunan daerah dan dana sektoral yang masing-masing berjumlah 350,7 miliar dan Rp 602,4 miliar untuk mendorong kemajuan di Timor Timur. Dari dana tersebut dapat meningkatkan kesejahteraan sosial, pembangunan infrastruktur jalan, sampai pembangunan infrastruktur rumah sakit. Ketika Timor Timur akan melakukan referendum, pemerintah pusat masih mengeluarkan alokasi APBN sebesar Rp 187,3 Miliar untuk pembangunan provinsi, kota, desa, dan jaringan pengaman sosial, serta untuk menanggulangi kemiskinan. Hal inilah yang menjadikan Timor Timur banyak menguras pengeluaran negara.


(2)

Menurut Devania Annesya dalam jurnal Masalah Timor Timur dan Politik Luar Negeri RI,1 dimana terjadinya gejolak internal yang terjadi di Indonesia berpengaruh besar terhadap arah pelaksanaan politik luar negeri Indonesia yang pada saat itu ditandai dengan krisis ekonomi. Kasus Timor Timur sendiri , terlihat sebagai upaya internasionalisasi konflik domestik yang berujung pada pengokohan intervensi asing untuk memisahkan wilayah konflik dari Indonesia. Sehingga politik luar negeri Indonesia ditujukan untuk menjaga persatuan bangsa dan stabilitas nasional.2

1

Devania Annesya, 20 0. Masalah Timor Timur dan Politik Luar Negeri RI” dala Jurnal Phobia, diperoleh dari http://frenndw.wordpress.com/2010/01/13/masalah-timor-timur-danpolitik-luar-negeri-ri/ diakses pada tanggal29 November 2016.

2 Ibid.


(3)

1

DAFTAR PUSTAKA

BUKU :

A. Kardiyat Wiharyanto, Sejarah Indonesia dari Proklamasi Sampai Pemilu 2009. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma, 2011.

Ali Alatas, The Pebble In The Shoe, The Diplomatic Strugle For East Timor. Jakarta : Aksara Karunia, 2006.

Avelio M. Coelho, Dua Kali Merdeka, Esei Sejarah Politik Timor Leste, Yogyakarta: Djaman Baroe, 2012.

Barbara Geddes, “Politician's Dilemma, Building State Capacity in Latin America”, Barkeley: University of California Press, ( 1994).

Basilio Dias Araujo, Timor Timur Gagalnya Sebuah Diplomasi: Suatu Analisa dan Kritik dari Seorang Pelaku Sejarah. Depok: Indie Publishing, 2014.

Bilveer Singh, East Timor, Indonesia and the World: Myths and Realities. Jakarta : Institute for Policy Studies, 1998.

B.J Habibie, Detik-Detik yang menentukan: Jalan Panjang Indonesia Menuju Demokrasi. Jakarta: THC Mandiri, 2006.

Chega (Laporan Komisi Penerimaan Kebenaran dan Rekonsiliasi (CAVR) di Timor Leste), Jakarta, PT Gramedia, 2010.

CM. Rien Kuntari, Timor Timur Satu Menit Terakhir – Catatan Seorang Wartawan, Bandung: Mizan, 2008.


(4)

2

Couloumbis, T. A., & Wolfe, J. H, “Pengantar Hubungan Internasional: Keadilan dan Power”. (M. Marbun, Trans.) Bandung: Abardin, (1990). Department of Foreign Affairs and Trade, East Timor in Transition 1998-2000:

An Australian Policy Challenge, Canberra, 2001.

Djohari, O, Diplomasi RI Dalam Upaya Penyelesaian Masalah Timor Timor Secara Tuntas, Adil, Menyeluruh, Dan Diterima Internasional : Dialog Segitiga (Tripartite Talks). Jakarta : Universitas Indonesia, 1999.

Garry van Klinken, Akar Perlawanan Rakyat Timor Timur, (Jakarta: ELSAM, 1996).

G. Wuryandari (ed.), Politik Luar Negeri Indonesia: Di Tengah Pusaran Politik Domestik, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2008.

Hastutining Dyah Wijayatmi, Hubungan Bilateral RI-Timor Timur Pasca Kemerdekaan Timor Timur. Surakarta: Universitas Sebelas Maret, 2004.

Hendracaroko Marpaung. Timor Timur Menyerang Indonesia. Yogyakarta: Galangpress, 2009.

Hendro subroto, Saksi Mata Perjuangan Integrasi Timor Timur, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta 1997.

Joseph Nevins, Pembantaian Timor Timur, horror masyarakat internasional terjemahan Nugroho Kacasungkono, Yogyakarta, Galangpress, 2008. Khairul Jasmi, Erico Guterres melintas badai politik Indonesia, Jakarta, Pustaka


(5)

3

Krieger, Secretariat to the Special Committee on Decolonisation, Working Paper on Timor, Cambridge University Press, 1997.

Lela E. Madjiah, Timor Timur Perginya Si Anak Hilang, Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2002.

Lexy J. Moleong. “Metodologi Penelitian Kualitatif”. Remaja Rosdakarya. Bandung, 2014.

Nana Supriyatna, Sejarah Nasional Indonesia dan Umum. Grafindo Media Pratama, 1999.

PBB, Penentuan Nasib Sendiri Melalui Jajak Pendapat, (New York: Deppen Publik PBB, 2000).

Richard Woolcott, The Hot Seat: Reflections on Diplomacy from Stalin’s Death to the Bali Bombings, Harper Collins Publishers, Sydney, 2003.

Soenarto HM. Pergulatan Ideologi dalam Kehidupan Berbangsa. Jakarta: Lembaga Putra Fajar, 2003.

Syamsuddin Haris dan M.Riefki Muna, Indonesia di Ambang Perpecahan?, Jakarta, 20000.

Syamsul Hadi, Andi Widjajanto, dkk. Disintegrasi Pasca Orde Baru. Jakarta: Cires FISIP UI, 2007.

Wiranto, Selamat Jalan Timor Timur ; Pergulatan Menguak Kebenaran . Jakarta : Institute for Democracy of Indonesia, 2002.

Wendy Way (ed.), Australia and the Indonesian Incorporation of Portuguese Timor 1974-1976, Department of Foreign Affairs and Trade Documents


(6)

4

on Australian Foreign Policy, Melbourne University Press, Victoria, 2000.

W.D. Coplin, Pengantar Politik Internasional: Suatu Telaah Teoritis, Sinar Baru, Bandung, 1992.

Zacky Anwar Makarim, dkk. Hari-Hari Terakhir Timor Timur, Sebuah Kesaksian. Jakarta: PT. Sportif Media Infomasindo, 2003.

KORAN :

Harian Suara Pembaruan, Edisi 10 November 1993.

Harian Suara Pembaruan, Edisi 10 Mei 1993.

Media Indonesia, dalam “pertemuan Tripartite Talks di Jenewa”, Swiss, Edisi 10 Mei 1999.

Harian Merdeka, Edisi 10 Juni 1996. Kompas, Edisi 1 Februari 1999. Kompas, Edisi 29 Januari 1999.

Harian Suara Timor Timur, Edisi 4 Februari 1999.

KOMPAS, “ribuan massa Timor Timur tuntut referendum” Edisi Senin, 29 Juni 1998.

DOKUMEN :