TA : Rancang Bangun Sistem Perhitungan Investasi Agribisnis Hortikultura Berdasarkan Harga Jual Tertinggi Beserta Penjadwalannya.

(1)

JUAL TERTINGGI BESERTA PENJADWALANNYA

TUGAS AKHIR

Nama : Sugeng Wahyu Hidayat NIM : 07.41010.0337

Program : S1 (Strata Satu) Jurusan : Sistem Informasi

SEKOLAH TINGGI

MANAJEMEN INFORMATIKA & TEKNIK KOMPUTER SURABAYA


(2)

vi ABSTRAK

Hortikultura merupakan kelompok produk pertanian yang memiliki nilai strategis bagi produsen, pelaku pasar, dan konsumen. Pasar produk hortikultura juga relatif lebih terbuka, dengan dukungan segmentasi pasar yang luas. Namun disisi yang lain, situasi pasar yang terbuka ini tidak diimbangi dengan kualitas dan kuantitas produk yang dihasilkan oleh petani, sehingga berakibat pada penurunan produksi. Penurunan produksi terjadi pada saat tidak pada musimnya dan berlimpahnya produksi pada saat musimnya mengakibatkan harga menjadi tidak menentu (fluktuasi).

Fluktuasi harga sering terjadi akibat jumlah pasokan dan permintaan yang dibutuhkan tidak seimbang. Fluktuasi harga hortikultura menjadi isu sentral yang sering muncul dalam hal pemasaran karena keuntungan yang didapatkan tidak stabil, padahal tingkat keuntungan yang tinggi dan stabil bisa menjadi pemicu pelaku bisnis untuk melakukan investasi dan memperluas usahanya. Oleh karena itu, dibuatlah sistem yang dapat digunakan untuk analisis dan perhitungan investasi agribisnis hortikultura berdasarkan harga jual tertinggi beserta penjadwalannya. Model pengembangan digunakan adalah dengan menerapkan metode kelayakan investasi, yaitu keuntungan absolut, return of invesment, net present value, internal rate of return, profitability index.

Hasil dari penelitian ini adalah kelayakan investasi agribisnis hortikultura diluar musim (off-season) berdasarkan histori harga jual tertinggi. Dengan adanya sistem ini investor dapat menghasilkan informasi perbandingan investasi agribisnis hortikultura, serta fluktuasi harga akibat pernurunan produksi dapat diminimalkan.

Kata kunci : Analisis investasi, Hortikultura, off season, on season, Penjadwalan, Keuntungan Absolut, Return Of Invesment, Net Present Value, Internal Rate Of Return, Profitability Index


(3)

ix

Halaman

ABSTRAK ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xxii

DAFTAR LAMPIRAN ... xxvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Batasan Masalah ... 5

1.4 Tujuan ... 6

1.5 Sistematika Penulisan ... 6

BAB II LANDASAN TEORI ... 9

2.1 Konsep Dasar Sistem ... 9

2.2 Studi Kelayakan Investasi ... 9

2.3 Pengertian Investasi ... 11

2.3.1 Investasi Pertanian ... 13

2.3.2 Faktor yang Mempengaruhi Investasi Pertanian ... 14

2.3.3 Dampak Investasi Pertanian ... 16

2.3.4 Peluang Investasi Pertanian ... 16


(4)

x

2.5 Aliran Kas ... 17

2.6 Break Event Point (BEP) ... 19

2.7 Keuntungan Absolut ... 20

2.8 Metode Penilaian Investasi ... 20

2.9 Agribisnis ... 26

2.10 Hortikultura ... 28

2.11 Komoditas Bawang Merah ... 29

2.12 Komoditas Cabai ... 32

2.13 Komoditas Melon ... 36

BAB III METODE PENELITIAN ... 40

3.1 Model Pengembangan ... 40

3.2 Prosedur Pengembangan ... 47

3.2.1 Studi Pendahuluan ... 47

3.2.2 Analisis Permasalahan ... 48

3.2.3 Perancangan Sistem ... 50

3.2.5 Struktur Basis Data ... 214

3.2.6 Perancangan Input dan Output (I/O) ... 221

BAB IV IMPLEMENTASI DAN EVALUASI ... 240

4.1 Keuntungan Sistem ... 240

4.1.1 Kebutuhan Perangkat Keras ... 240

4.1.2 Kebutuhan Perangkat Lunak ... 241

4.2 Implementasi Sistem ... 241

4.2.1 Halaman Bagian Admin ... 241


(5)

xi

4.3.2 Uji Coba Kelayakan Investasi ... 303

4.3.2 Hasil Pengujian... 313

BAB V PENUTUP ... 315

5.1 Kesimpulan ... 315

5.2 Saran ... 315

DAFTAR PUSTAKA ... 317


(6)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Volume dan Nilai ekspor impor bawang merah nasional 1993-2003 . 31

Tabel 2.2 Konsumsi cabai rata-rata untuk rumah tangga di jawa ... 33

Tabel 2.3 Volume dan Nilai Ekspor Impor Cabai Merah 1986-1996 ... 33

Tabel 3.1 Daftar Pupuk Bawang Merah Off-season dan Biaya per Hektar ... 59

Tabel 3.2 Kebutuhan Dolomit Bawang Merah Off-season per Hektar ... 60

Tabel 3.3 Daftar Pestisida Bawang Merah Off-season per Hektar dan Biaya .... 61

Tabel 3.4 Perhitungan Tenaga Kerja Bawang Merah Off-season ... 62

Tabel 3.5 Daftar Peralatan Bawang Merah Off-season dan Biaya ... 64

Tabel 3.6 Biaya Penyusutan per Bulan Bawang Merah Off-season ... 64

Tabel 3.7 Detail Kebutuhan dan Biaya Investasi Bawang Merah Off-season .... 65

Tabel 3.8 Pengembalian Modal Pinajaman Bawang Merah Off-season ... 66

Tabel 3.9 Faktor Dan Nilai Resiko Rusak Bawang Merah Off-season ... 68

Tabel 3.10 Proyeksi Rugi Laba Bawang Merah Off-season Modal Pinjaman ... 69

Tabel 3.11 Proyeksi Perubahan Modal Bawang Merah Off-season Modal Pinjaman ... 70

Tabel 3.12 Proyeksi Rugi Laba Bawang Merah Off-season Modal Pribadi ... 70

Tabel 3.13 Proyeksi Perubahan Modal Bawang Merah Off-season Modal Pribadi ... 71

Tabel 3.14 Proyeksi Aliran Kas Bersih Bawang Merah Off-season Modal pinjaman ... 71

Tabel 3.15 Proyeksi Aliran Kas Bersih Bawang Merah Off-season Modal Pribadi ... 72

Tabel 3.16 NPV Bawang Merah Off-season ... 74

Tabel 3.17 IRR Bawang Merah Off-season ... 76


(7)

xiii

Tabel 3.21 Kebutuhan Dolomit Bawang Merah On-season per Hektar ... 81

Tabel 3.22 Daftar Pestisida Bawang Merah On-season per Hektar dan Biaya .. 82

Tabel 3.23 Perhitungan Tenaga Kerja Bawang Merah On-season ... 83

Tabel 3.24 Daftar Peralatan Bawang Merah On -season dan Biaya ... 85

Tabel 3.25 Biaya Penyusutan per Bulan Bawang Merah On-season ... 85

Tabel 3.26 Detail Kebutuhan dan Biaya Investasi Bawang Merah On-season .. 86

Tabel 3.27 Pengembalian Modal Pinajaman Bawang Merah On -season ... 87

Tabel 3.28 Faktor Dan Nilai Resiko Rusak Bawang Merah On -season ... 88

Tabel 3.29 Proyeksi Rugi Laba Bawang Merah On-season Modal Pinjaman.... 90

Tabel 3.30 Proyeksi Perubahan Modal Bawang Merah On–season Modal Pinjaman ... 91

Tabel 3.31 Proyeksi Rugi Laba Bawang Merah On -season Modal Pribadi ... 91

Tabel 3.32 Proyeksi Perubahan Modal Bawang Merah On-season Modal Pribadi ... 92

Tabel 3.33 Proyeksi Aliran Kas Bersih Bawang Merah On–sean Modal Pinjaman ... 92

Tabel 3.34 Proyeksi Aliran Kas Bersih Bawang Merah On–season Modal Pribadi ... 93

Tabel 3.35 NPV Bawang Merah On-season ... 95

Tabel 3.36 IRR Bawang Merah On-season ... 97

Tabel 3.37 Hasil Perhitungan Kelayakan Bawang Merah On-season ... 98

Tabel 3.38 Detail Penjadwlan Bawang Merah On-season ... 99

Tabel 3.39 Daftar Pupuk Cabai Merah Besar Off-season dan Biaya per Hektar 101 Tabel 3.40 Kebutuhan Dolomit Cabai Merah Besar Off-season per Hektar ... 102


(8)

xiv

Tabel 3.41 Pestisida Cabai Merah Besar Off -season per Hektar dan Biaya ... 103

Tabel 3.42 Perhitungan Tenaga Kerja Cabai Merah Besar Off-season ... 104

Tabel 3.43 Daftar Peralatan Cabai Merah Besar Off-season dan Biaya ... 106

Tabel 3.44 Biaya Penyusutan per Bulan Cabai Merah Besar Off-season ... 107

Tabel 3.45 Detail Kebutuhan dan Biaya Cabai Merah Besar Off-season ... 107

Tabel 3.46 Pengembalian Modal Pinajaman Cabai Merah Besar Off-season .... 109

Tabel 3.47 Faktor Dan Nilai Resiko Rusak Cabai Merah Besar Off-season ... 110

Tabel 3.48 Proyeksi Rugi Laba Cabai Merah Besar Off-season Modal Pinjaman ... 112

Tabel 3.49 Proyeksi Perubahan Modal Cabai Merah Off-season Modal Pinjaman ... 112

Tabel 3.50 Proyeksi Rugi Laba Cabai Merah Besar Off-season Modal Pribadi 113 Tabel 3.51 Proyeksi Perubahan Modal Cabai Merah Off-season Modal Pribadi ... 113

Tabel 3.52 Proyeksi Aliran Kas Bersih Cabai Merah Off-season Modal Pinjaman ... 114

Tabel 3.53 Proyeksi Aliran Kas Bersih Cabai Merah Off-season Modal Pribadi ... 114

Tabel 3.54 NPV Cabai Merah Besar Off-season ... 117

Tabel 3.55 IRR Cabai Merah Besar Off-season ... 118

Tabel 3.56 Hasil Perhitungan Kelayakan Cabai Merah Besar Off-season ... 120

Tabel 3.57 Detail Penjadwalan Cabai Merah Besar Off-season ... 121

Tabel 3.58 Daftar Pupuk Cabai Merah Besar On-season dan Biaya per Hektar 123 Tabel 3.59 Kebutuhan Dolomit Cabai Merah Besar On-season per Hektar ... 124

Tabel 3.60 Daftar Pestisida Cabai Merah On-season per Hektar dan Biaya ... 125

Tabel 3.61 Perhitungan Tenaga Kerja Cabai Merah Besar On-season... 126


(9)

xv

Tabel 3.65 Pengembalian Modal Pinajaman Cabai Merah Besar On-season... 130

Tabel 3.66 Faktor Dan Nilai Resiko Rusak Cabai Merah Besar On-season ... 131

Tabel 3.67 Proyeksi Rugi Laba Cabai Merah On-season Modal Pinjaman ... 133

Tabel 3.68 Proyeksi Perubahan Modal Cabai Merah On-season Modal Pinjaman ... 134

Tabel 3.69 Proyeksi Rugi Laba Cabai Merah Besar On-season Modal Pribadi . 134 Tabel 3.70 Proyeksi Perubahan Cabai Merah Besar On-season Modal Pribadi ... 135

Tabel 3.71 Proyeksi Aliran Kas Bersih Cabai Merah On-season Modal Pinjaman ... 135

Tabel 3.72 Proyeksi Aliran Kas Bersih Cabai Merah On-season Modal Pribadi ... 136

Tabel 3.73 NPV Cabai Merah Besar On-season... 139

Tabel 3.74 IRR Cabai Merah Besar On-season ... 140

Tabel 3.75 Hasil Perhitungan Kelayakan Cabai Merah Besar On-season ... 141

Tabel 3.76 Detail Penjadwlan Cabai Merah Besar On-season ... 142

Tabel 3.77 Daftar Pupuk dan Biaya per Hektar Melon Action 434Off -season . 144 Tabel 3.78 Kebutuhan Dolomit per Hektar Melon Action 434 Off -season ... 145

Tabel 3.79 Daftar Pestisida Melon Action 434 Off-season per Hektar ... 146

Tabel 3.80 Perhitungan Tenaga Kerja Melon Action 434 Off-season ... 147

Tabel 3.81 Daftar Peralatan Melon Action 434 Off-season dan Biaya ... 149

Tabel 3.82 Biaya Penyusutan per Bulan Melon Off-season ... 150

Tabel 3.83 Detail Kebutuhan dan Biaya Melon Action 434 Off-season ... 150


(10)

xvi

Tabel 3.85 Faktor Dan Nilai Resiko Tanaman Melon Action 434 Off-season ... 153

Tabel 3.86 Proyeksi Rugi Laba Melon Action 434 Off-season Modal Pinjaman ... 155

Tabel 3.87 Proyeksi Perubahan Modal Action 434 Off-season Modal Pinjaman ... 156

Tabel 3.88 Proyeksi Rugi Laba Melon Action 434 Off-season Modal Pribadi .. 156

Tabel 3.89 Proyeksi Perubahan Modal Melon Action 434 Off-season Modal Pribadi ... 157

Tabel 3.90 Proyeksi Aliran Kas Bersih Melon Action 434 Off-season Modal Pinjaman ... 157

Tabel 3.91 Proyeksi Aliran Kas Bersih Melon Action 434 Off-season Modal Pribadi ... 158

Tabel 3.92 NPV Melon Action 434 Off-season ... 160

Tabel 3.93 IRR Melon Action 434 Off-season ... 161

Tabel 3.94 Hasil Perhitungan Kelayakan Melon Action 434 Off-season ... 163

Tabel 3.95 Detail Penjadwlan Melon Action 434 Off-season ... 164

Tabel 3.96 Daftar Pupuk Melon Action 434 On-season dan Biaya per Hektar . 166 Tabel 3.97 Kebutuhan Dolomit Melon Action 434 On-season per Hektar ... 167

Tabel 3.98 Pestisida Melon Action 434 On-season per Hektar dan Biaya ... 168

Tabel 3.99 Perhitungan Tenaga Kerja Melon Action 434 On-season ... 169

Tabel 3.100 Daftar Peralatan Melon Action 434 On-season dan Biaya ... 171

Tabel 3.101 Biaya Penyusutan per Bulan Melon Action 434 On-season ... 172

Tabel 3.102 Detail Kebutuhan dan Biaya Melon Action 434 On-season ... 173

Tabel 3.103 Pengembalian Modal Pinajaman Melon Action 434 On-season .... 174

Tabel 3.104 Faktor Dan Nilai Resiko Tanaman Melon Action 434 On-season . 175 Tabel 3.105 Proyeksi Rugi Laba Melon Action 434 On-season Modal Pinjaman ... 177


(11)

xvii

Tabel 3.107 Proyeksi Rugi Laba Melon Action 434 On-season Modal Pribadi 178 Tabel 3.108 Proyeksi Perubahan Modal Melon Action 434 On-season Modal

Pribadi ... 178

Tabel 3.109 Proyeksi Aliran Kas Bersih Melon Action 434 On-season Modal Pinjaman ... 179

Tabel 3.110 Proyeksi Aliran Kas Bersih Melon Action 434 On-season Modal Pribadi ... 179

Tabel 3.111 NPV Melon Action 434 On-season ... 182

Tabel 3.112 IRR Melon Action 434 On-season ... 183

Tabel 3.113 Hasil Perhitungan Kelayakan Melon Action 434 On-season ... 184

Tabel 3.114 Detail Penjadwlan Melon Action 434 On-season ... 185

Tabel 3.115 Tabel Komoditas ... 214

Tabel 3.116 Tabel Satuan ... 214

Tabel 3.117 Tabel Jenis Item ... 215

Tabel 3.118 Tabel Modal ... 215

Tabel 3.119 Tabel Pekerjaan ... 215

Tabel 3.120 Tabel Kategori Biaya ... 216

Tabel 3.121 Tabel Resiko Rusak Tanaman ... 216

Tabel 3.122 Tabel Histori Harga... 217

Tabel 3.123 Tabel Item Kebutuhan ... 217

Tabel 3.124 Tabel Kebutuhan ... 217

Tabel 3.125 Tabel Perhitungan ... 218

Tabel 3.126 Tabel Detail Kebutuhan ... 220


(12)

xviii

Tabel 3.128 Tabel Detail Pekerjaan ... 220

Tabel 3.129 Tabel Detail Resiko Rusak Tanaman ... 221

Tabel 4.1 Uji Coba Halaman Login ... 270

Tabel 4.2 Uji Coba Form Reset Password ... 270

Tabel 4.3 Uji Coba Halaman Manajemen Modul ... 271

Tabel 4.4 Uji Coba Halaman user ... 271

Tabel 4.5 Uji Coba Halaman Komoditas ... 272

Tabel 4.6 Uji Coba Histori Harga ... 273

Tabel 4.7 Uji Coba Halaman Jenis Item ... 274

Tabel 4.8 Uji Coba Halaman Item Kebutuhan ... 274

Tabel 4.9 Uji Coba Halaman Satun ... 275

Tabel 4.10 Uji Coba Halaman Kebutuhan ... 276

Tabel 4.11 Uji Coba Halaman Kategori Biaya ... 277

Tabel 4.12 Uji Coba Halaman Jenis Modal ... 278

Tabel 4.13 Uji Coba Halaman Pekerjaan ... 278

Tabel 4.14 Uji Coba Halaman Resiko Rusak Tanaman... 279

Tabel 4.15 Uji Coba Halaman Ketentuan Data Perhitungan Benih ... 280

Tabel 4.16 Hasil Uji Coba Halaman Benih... 280

Tabel 4.17 Ketentuan Data Perhitungan Pupuk ... 282

Tabel 4.18 Hasil Uji Coba Perhitungan Pupuk ... 282

Tabel 4.19 Ketentuan Data Kebutuhan Operasional ... 283

Tabel 4.20 Hasil Uji Coba Perhitungan Kebutuhan Operasional ... 284

Tabel 4.21 Ketentuan Data Administrasi Pegawai ... 285


(13)

xix

Tabel 4.25 Hasil Uji Coba Kebutuhan Tetap ... 287

Tabel 4.26 Hasil Uji Coba Perhitungan Penyusutan ... 288

Tabel 4.27 Ketentuan Data Perhitungan Biaya Pinjaman ... 289

Tabel 4.28 Hasil Uji Coba Perhitungan Biaya Pinjaman ... 289

Tabel 4.29 Ketentuan Data Uji Coba Rencana Pendapatan ... 290

Tabel 4.30 Hasil Uji Coba Rencana Pendapatan ... 290

Tabel 4.31 Ketentuan Data Perhitungan Rugi Laba ... 291

Tabel 4.32 Hasil Uji Coba Perhitungan Rugi Laba ... 292

Tabel 4.33 Ketentuan Data Uji Coba Perubahan Modal ... 292

Tabel 4.34 Hasil Uji Coba Perubahan Modal ... 293

Tabel 4.35 Hasil Uji Coba Perhitungan Aliran Kas Bersih ... 293

Tabel 4.36 Hasil Uji Coba BEP ... 294

Tabel 4.37 Hasil Uji Coba Keuntungan Absolut ... 295

Tabel 4.38 Hasil Uji Coba Perhitungan ROI ... 296

Tabel 4.39 Ketentuan Data Uji Coba NPV ... 297

Tabel 4.40 Hasil Uji Coba NPV... 297

Tabel 4.41 Ketentuan Data Uji Coba IRR ... 298

Tabel 4.42 Hasil Uji Coba Perhitungan IRR... 298

Tabel 4.43 Hasil Uji Coba Perhitungan PI ... 299

Tabel 4.44 Ketentuan Data Uji Coba Kelayakan Investasi ... 299

Tabel 4.45 Hasil Uji Coba Kelayakan Investasi ... 300


(14)

xx

Tabel 4.47 Uji Coba Halaman Kebutuhan ... 302

Tabel 4.48 Uji Coba Copy Perhitungan ... 303

Tabel 4.49 Data Uji Coba Kasus Off-season Komoditas Pertama ... 304

Tabel 4.50 Hasil Uji Kasus Off-Season Komoditas Pertama ... 305

Tabel 4.51 Data Uji Kasus Data Uji Kasus Off-Season Komoditas Kedua ... 305

Tabel 4.52 Hasil Uji Kasus Off-Season Komoditas Kedua ... 305

Tabel 4.53 Data Uji Kasus Off-Season Komoditas Ketiga ... 306

Tabel 4.54 Hasil Uji Kasus Off-Season Komoditas Ketiga ... 306

Tabel 4.55 Data Uji Kasus On-Season Komoditas Pertama ... 306

Tabel 4.56 Hasil Uji Kasus On-Season Komoditas Pertama ... 307

Tabel 4.57 Data Uji Kasus On-Season Komoditas Kedua ... 307

Tabel 4.58 Hasil Uji Kasus On-season Komoditas Kedua ... 308

Tabel 4.59 Data Uji Kasus Off-Season Komoditas Ketiga ... 308

Tabel 4.60 Hasil Uji Kasus On-Season Komoditas Ketiga ... 308

Tabel 4.61 Data Uji Kasus Kombinasi 1 Periode Pertama ... 309

Tabel 4.62 Hasil Aplikasi Uji Kombinasi 1 Periode Petama ... 310

Tabel 4.63 Data Uji Kasus kombinasi 1 Periode Kedua ... 310

Tabel 4.64 Hasil Aplikasi Uji Kombinasi 1 Periode Kedua ... 310

Tabel 4.65 Data Uji Kasus Kombinasi 2 Periode Pertama ... 311

Tabel 4.66 Hasil Aplikasi Uji Kombinasi 2 Periode Petama ... 312

Tabel 4.67 Data Uji Kasus Kombinasi 2 Periode Kedua ... 312

Tabel 4.68 Hasil Aplikasi Uji Kombinasi 2 Periode Kedua ... 312

Tabel 4.69 Hasil Uji Coba Kasus Uji 1 ... 313


(15)

xxi

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Usaha Pertanian ... 14

Gambar 3.1 Arsitektur Sistem ... 41

Gambar 3.2 Grafik Histori Harga Bawang Merah ... 52

Gambar 3.3 Grafik Histori Harga Cabai Merah Besar ... 53

Gambar 3.4 Grafik Histori Harga Melon Action 434 ... 54

Gambar 3.5 Simulasi Perhitungan Benih Bawang Merah Off-season ... 58

Gambar 3.6 Simulasi Perhitungan Benih Bawang Merah On-season ... 80

Gambar 3.7 Simulasi Perhitungan Benih Cabai Merah Besar Off-season ... 100

Gambar 3.8 Simulasi Perhitungan Benih Cabai Merah Besar On-season ... 122

Gambar 3.9 Simulasi Perhitungan Benih Melon Off-season ... 143

Gambar 3.10 Simulasi Perhitungan Benih Melon On-season ... 166

Gambar 3.11 Sistem Flow Analisis Harga Jual ... 187

Gambar 3.12 Sistem Flow Menghitung Total Biaya Investasi ... 188

Gambar 3.13 Sistem Flow Menghitung Penyusutan ... 189

Gambar 3.14 Sistem Flow Menghitung Pengembalian Pinjaman ... 190

Gambar 3.15 Sistem Flow Menghitung Rencana Pendapatan ... 191

Gambar 3.16 Sistem Flow Menghitung Rugi Laba ... 192

Gambar 3.17 Sistem Flow Menghitung Perubahan Modal ... 193

Gambar 3.18 Sistem Flow Menghitung Aliran Kas Bersih ... 194

Gambar 3.19 Sistem Flow Menghitung BEP ... 195

Gambar 3.20 Sistem Flow Menghitung Keuntungan Absolut ... 196


(16)

xxii

Gambar 3.22 Sistem Flow Menghitung NPV ... 198

Gambar 3.23 Sistem Flow Menghitung IRR ... 199

Gambar 3.24 Sistem Flow Menghitung PI ... 200

Gambar 3.25 Sistem Flow Membuat Penjadwalan ... 201

Gambar 3.26 Context Diagram Sistem ... 202

Gambar 3.27 DFD Level 0 ... 204

Gambar 3.28 DFD Level 1 Maintenance Data Master ... 205

Gambar 3.29 DFD Level 1 Menghitung Biaya Investasi... 206

Gambar 3.30 DFD Level 1 Menganalisis Kelayakan Investasi ... 207

Gambar 3.31 DFD Level 1 Membuat Laporan ... 208

Gambar 3.32 DFD Level 1 Menghitung Total Biaya Investasi ... 209

Gambar 3.33 DFD Level 1 Menghitung Pendapatan ... 210

Gambar 3.34 DFD Level 1 Menghitung Kelayakan Investasi ... 211

Gambar 3.35 CDM Sistem ... 212

Gambar 3.36 PDM Sistem ... 213

Gambar 3.37 Desain Input Komoditas ... 222

Gambar 3.38 Desain Input Satuan Barang ... 223

Gambar 3.39 Desain Input Master Jenis ... 223

Gambar 3.40 Desain Input Jenis Modal ... 224

Gambar 3.41 Desain Input Maintenance Pekerjaan ... 224

Gambar 3.42 Desain Input Kategori Biaya ... 225

Gambar 3.43 Desain Input Resiko Rusak Tanaman ... 226

Gambar 3.44 Desain Input Histori Harga ... 226


(17)

xxiii

Gambar 3.48 Desain Input Perhitungan Investasi ... 228

Gambar 3.49 Desain Input Biaya Investasi ... 229

Gambar 3.50 Desain Output Detail Kebutuhan Investasi ... 229

Gambar 3.51 Desain input Hitung Benih ... 230

Gambar 3.52 Desain input Hitung Pupuk ... 231

Gambar 3.53 Desain input Hitung Tenaga Kerja ... 231

Gambar 3.54 Desain Input Pinjaman ... 232

Gambar 3.55 Desain Output Pengembalian Pinjaman ... 232

Gambar 3.56 Desain Output Penyusutan ... 233

Gambar 3.57 Desain Input Hitung Rencana Pendapatan ... 233

Gambar 3.58 Desain Output Rugi Laba ... 234

Gambar 3.59 Desain Output Perubahan Modal ... 235

Gambar 3.60 Desain Output Kas Bersih ... 235

Gambar 3.61 Desain Output BEP ... 236

Gambar 3.62 Desain Output NPV ... 236

Gambar 3.63 Desain Output IRR ... 237

Gambar 3.64 Desain Output PI ... 238

Gambar 3.65 Desain Output ROI ... 238

Gambar 3.66 Desain Output Kelayakan Investasi ... 239

Gambar 3.67 Desain Output Penjadwalan ... 239

Gambar 4.1 Halaman Login ... 242


(18)

xxiv

Gambar 4.3 Halaman Modul ... 244

Gambar 4.4 Halaman User ... 244

Gambar 4.5 Halaman Master Komoditas ... 245

Gambar 4.6 Halaman Master Histori Harga ... 246

Gambar 4.7 Halaman Master Jenis Item ... 247

Gambar 4.8 Halaman Master Item Kebutuhan ... 247

Gambar 4.9 Halaman Master Satuan ... 248

Gambar 4.10 Halaman Master Kebutuhan ... 249

Gambar 4.11 Halaman Master Kategori Biaya ... 249

Gambar 4.12 Halaman Master Jenis Modal ... 250

Gambar 4.13 Halaman Master Pekerjaan ... 251

Gambar 4.14 Halaman Master Resiko Rusak Tanaman ... 251

Gambar 4.15 Halaman Perhitungan ... 252

Gambar 4.16 Halaman Input Detail Perhitungan ... 253

Gambar 4.17 Halaman Benih ... 254

Gambar 4.18 Halaman Pupuk ... 254

Gambar 4.19 Halaman Kebutuhan Operasional ... 255

Gambar 4.20 Halaman Kebutuhan Administrasi ... 256

Gambar 4.21 Halaman Kebutuhan Tetap ... 257

Gambar 4.22 Halaman Penyusutan ... 257

Gambar 4.23 Halaman Pinjaman ... 258

Gambar 4.24 Halaman Rencana Pendapatan ... 259

Gambar 4.25 Halaman Rugi Laba ... 259


(19)

xxv

Gambar 4.29 Hasil Implementasi BEP Cabai Merah Off-season ... 262

Gambar 4.30 Hasil Keuntungan Absolut Cabai Merah Off-season ... 262

Gambar 4.31 Hasil Implementasi ROI Cabai Merah Off-season Pinjaman ... 263

Gambar 4.32 Hasil Implementasi NPV Cabai Merah Off-season Pinjaman ... 263

Gambar 4.33 Hasil Implementasi IRR Cabai Merah Off-season Pinjaman ... 264

Gambar 4.34 Hasil Implementasi PI Cabai Merah Off-season Pinjaman ... 264

Gambar 4.35 Hasil Implementasi Perhitungan Kelayakan Investasi ... 265

Gambar 4.36 Hasil Implementasi Penjadwalan ... 266

Gambar 4.37 Halaman Register User ... 267

Gambar 4.38 Halaman Kebutuhan ... 268

Gambar 4.39 Halaman Copy Perhitungan ... 268

Gambar 4.40 Output Benih ... 281

Gambar 4.41 Output Pupuk ... 282

Gambar 4.42 Output Kebutuhan Operasional ... 284

Gambar 4.43 Output Kebutuhan Administrasi Pegawai ... 286

Gambar 4.44 Output Kebutuhan Administrasi ... 286

Gambar 4.45 Output Kebutuhan Tetap ... 288

Gambar 4.46 Output Perhitungan Biaya Penyusutan... 288

Gambar 4.47 Output Pinjaman ... 289

Gambar 4.48 Output Rencana Pendapatan ... 291

Gambar 4.49 Output Rugi Laba ... 292


(20)

xxvi

Gambar 4.51 Output Aliran Kas Bersih ... 294

Gambar 4.52 Output BEP ... 295

Gambar 4.53 Output Keuntungan Absolut ... 296

Gambar 4.54 Output Perhitungan ROI ... 296

Gambar 4.55 Output NPV ... 297

Gambar 4.56 Output IRR ... 298

Gambar 4.57 Output PI ... 299

Gambar 4.58 Output Kelayakan Investasi ... 300


(21)

xxvii

Lampiran 1 Contoh Laporan Hasil Perhitungan Investasi Cabai Merah Besar off-season modal pinjaman ... 319


(22)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Agribisnis menurut Arsyad dalam Firdaus (2008:7) adalah suatu kesatuan usaha yang meliputi salah satu atau keseluruhan dari mata rantai produksi, pengolahan hasil dan pemasaran yang ada hubungannya dengan pertanian dalam arti luas. Pertanian dalam arti luas adalah kegiatan usaha yang menunjang kegiatan pertanian dan kegiatan usaha yang ditunjang oleh kegiatan pertanian. Salah satu bidang agribisnis yang saat ini menjadi fokus pengembangan di Indonesia adalah hortikultura karena memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Selain itu, fungsi hotikultura bukan hanya sebagai bahan pangan, namun fungsi hortikultura dapat dikelompokkan menjadi empat, yaitu penyediakan pangan, ekonomi, kesehatan, dan sosial budaya (Zulkarnain, 2009). Fakta tersebut dibuktikan dengan meningkatnya volume dan nilai ekspor produk hortikultura. Berdasarkan data Tahun 2007 volume ekspor hortikultura sebesar 128.426 ton meningkat menjadi 140.154 ton (9,13%) pada tahun 2008. Sedangkan nilai ekspor pada Tahun 2007 sebesar US $ 57 juta meningkat menjadi US $ 77 juta (34,97%) pada tahun 2008 (Ditjen Hortikultura, 2009).

Hortikultura merupakan kelompok produk pertanian yang memiliki nilai strategis bagi produsen, pelaku pasar, dan konsumen di Indonesia. Bagi petani sebagai produsen, hortikultura memiliki nilai ekonomi yang relatif lebih tinggi dibanding tanaman pangan. Bagi pelaku pasar, hortikultura memiliki kapasitas permintaan yang tinggi, dengan berbagai jenis variasi yang beragam mulai dari


(23)

produk segar maupun olahan. Sementara itu bagi konsumen, kebutuhan akan produk hortikultura semakin meningkat sejalan dengan peningkatan pengetahuan konsumen akan gizi dan kesadaran hidup sehat.

Pasar produk hortikultura relatif lebih terbuka, dengan dukungan segmentasi pasar yang luas. Ditinjau dari segi permintaan, prospek permintaan domestik akan produk hortikultura cenderung meningkat, sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk, peningkatan pendapatan masyarakat serta berkembangnya pusat kota, industri dan pariwisata. Sementara itu dari segi kualitas permintaan, segmentasi produk hortikultura menjadi semakin beragam sejalan dengan pemahaman konsumen yang semakin tinggi akan pengetahuan tentang gizi, serta berkembangnya sentra pasar dan perkembangan industri pengolahan produk berbasis hortikultura.

Situasi dan kondisi tersebut mendorong peningkatan perdagangan produk hortikultura, serta meningkatkan pangsa pasar dan peran pelaku pasokan produk hortikultura. Pertumbuhan pasar produk hortikultura memberikan peluang bagi petani hortikultura untuk meningkatkan akses terhadap pasar. Namun disisi yang lain, situasi pasar yang terbuka membuat tingkat persaingan antar pelaku pasar menjadi semakin tinggi, dimana petani sebagai produsen berada dalam posisi yang sangat lemah dibandingkan dengan pelaku pasar yang lain. Produk hortikultura Indonesia masih kalah bersaing dengan negara lain yang disebabkan karena mutu, harga, dan tingkat keterjaminan jumlah yang kurang memenuhi karena jumlah produksi yang sering menurun, sehingga faktor tersebut berakibat pada nilai ekspor yang tidak stabil (Hilman, 2011). Penurunan produksi sering disebabkan oleh gangguan iklim berupa curah hujan yang tinggi dan serangan organisme


(24)

3

penganggu tanaman, sehingga penurunan produksi tersebut memicu fluktuasi harga produk hortikultura. Fluktuasi harga hortikultura, menjadi isu sentral yang sering muncul dalam pemasaran komoditas hortikultura. Kondisi demikan sangat tidak kondusif pada pengembangan agribisnis hortikultura karena keuntungan yang didapatkan rendah dan tidak stabil, padahal tingkat keuntungan yang tinggi dan stabil justru bisa menjadi pemicu pelaku bisnis untuk melakukan investasi dan memperluas usahanya (Irawan, 2007).

Menurut Hutabarat dalam Irawan (2007:359) bahwa flukuasi harga yang tinggi tidak menguntungkan bagi pengembangan agribisnis hortikultura karena memiliki pengaruh negatif terhadap keputusan pemilik modal untuk melakukan investasi akibat ketidak pastian terhadap hasil yang diperoleh. Pada umumnya petani hortikultura memang sering mengandalkan kebiasaan dalam memilah prioritas tanaman yang dikembangkan tanpa memperhitungkan kondisi harga pasar yang sering berfluktuasi. Sehingga yang sering terjadi adalah kerugian, karena ketika petani telah memilih tanaman yang akan dikembangkan dengan harapan harga pasca panen akan tinggi justru harga menurun. Begitu juga sebaliknya ketika petani menganggap bahwa tanaman yang nilai harganya rendah justru pada waktu panen harganya tinggi. Kondisi seperti itu sangat merugikan petani karena hasil yang didapatkan sering tidak seimbang dengan biaya yang dikeluarkan. Permasalahan seperti ini sering dialami oleh petani hortikultura, karena keputusan yang diambil tidak pernah disertai dengan analisis dan perhitungan melalui data histori.

Fluktuasi harga sering terjadi akibat jumlah pasokan dan permintaan yang dibutuhkan tidak seimbang. Jumlah pasokan yang tidak seimbang dapat


(25)

disebabkan karena produsen tidak mampu mengatur volume penawaran yang sesuai dengan permintaan konsumen (Irawan, 2007). Fluktuasi harga akibat jumlah pasokan yang tidak seimbang dapat diatasi dengan cara mengembangkan dan menerapkan teknologi budidaya produksi diluar musim (off season) (Bahar, 2009). Dengan demikian akan dapat panen dalam beberapa bulan dan tidak terjadi panen raya dalam jumlah besar. Namun cara tersebut masih belum banyak diterapkan oleh pelaku produksi hortikultura khususnya petani karena belum adanya dukungan informasi yang kuat tentang keunggulan budidaya off season. Faktor yang menyebabkan petani enggan untuk menerapkan budidaya off season adalah resiko kegagalan dan biaya yang tinggi, baik biaya pembibitan, penyiapan lahan, perawatan tanaman, pupuk, pengendalian hama, dan lain sebagainya. Faktor tersebut disebabkan karena tingkat analisa dan cara perhitungan biaya investasi yang masih rendah sehingga cara budidaya tersebut belum diminati oleh petani. Namun dukungan petani sangat diperlukan untuk mengembangkan dan menerapkan budidaya tersebut untuk menghindari fluktuasi harga yang sering terjadi.

Oleh karena itu, dibuatlah sebuah sistem yang dapat digunakan untuk analisis dan perhitungan investasi agribisnis hortikultura berdasarkan harga jual tertinggi beserta penjadwalannya. Sistem ini diharapkan dapat menghasilkan informasi perbandingan rencana investasi berdasarkan komoditas yang memiliki harga jual tertinggi, sehingga resiko kegagalan akibat fluktuasi harga dapat diminimalkan.


(26)

5

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana merancang dan membangun sistem perhitungan investasi agribisnis hortikultura berdasarkan harga jual tertinggi.

2. Bagaimana merancang dan membangun sistem penjadwalan agribisnis hortikultura berdasarkan komoditas harga tertinggi.

1.3 Pembatasan Masalah

Adapun pembatasan masalah dalam sistem ini adalah:

1. Komoditas hortikultura yang dibahas dalam sistem ini hanya buah-buahan dan sayuran dengan usia tanam jangka pendek atau kurang dari 6 bulan, dan yang menjadi objek penelitian Tugas Akhir adalah komoditas bawang merah, cabai merah besar, dan melon.

2. Data yang digunakan dalam sistem ini berdasarkan hasil survei di UPT Pengembangan Agribisnis Tanaman Pangan dan Hortikultura (UPT PATPH) Lebo Sidoarjo.

3. Data aktual awal yang digunakan sebagai tolak ukur dan analisa harga jual tertinggi adalah data penjualan tiap komoditas selama tahun 2009-2010. Sumber data yang digunakan berdasarkan data dari UPT PATPH Lebo Sidoarjo dan Kementrian Pertanian.

4. Sistem ini tidak membahas proses budidaya secara detail, hanya membahas tentang perhitungan investasi yang ditinjau dari aspek keuangan.


(27)

5. Sistem ini tidak membahas tentang penjualan, hanya memberikan data histori setiap komoditas yang dapat digunakan sebagai acuan dalam menentukan rencana harga jual.

6. Sistem ini tidak membahas sumber dana pinjaman untuk modal investasi, namun dalam penelitian ini digunakan 2 sumber modal dana investasi, yaitu modal pinjaman yang diasumsikan bunga pinjaman sebesar 1,5% perbulan dan modal pribadi.

7. Perangkat lunak ini dikembangkan dengan menggunakan PHP dan database MySQL.

8. Perangkat lunak ini tidak membahas tentang keamanan data.

1.4 Tujuan

Berdasarkan perumusan masalah diatas maka tujuan dari sistem ini adalah:

1. Menghasilkan suatu sistem perhitungan investasi agribisnis hortikultura

berdasarkan harga jual tertinggi yang dapat digunakan untuk perbandingan hasil dari rencana investasi yang akan dijalankan antara off-season dan on-season.

2. Menghasilkan suatu sistem penjadwalan agribisnis hortikultura berdasarkan

komoditas harga tertinggi.

1.5 Sistematika Penulisan

Laporan Tugas Akhir ini ditulis dengan sistematika penulisan sebagai berikut:


(28)

7

Bab I Pendahuluan

Bab ini berisi tentang latar belakang diambilnya topik Tugas Akhir, rumusan masalah dari topik Tugas Akhir, batasan masalah atau ruang lingkup pekerjaan Tugas Akhir, tujuan dari Tugas Akhir dan sistematika penulisan laporan Tugas Akhir.

Bab II Landasan Teori

Bab ini menjelaskan landasan teori yang berbentuk uraian kualitatif dan model sistematik yang langsung berkaitan dengan permasalahan yang dikerjakan. Dalam hal ini, teori yang digunakan dalam penyelesaian Tugas Akhir ini adalah teori tentang studi kelayakan investasi, pengertian investasi, investasi pertanian, faktor yang mempengaruhi investasi pertanian, dampak investasi pertanian, peluang investasi pertanian, pengertian aspek keuangan, aliran kas, break event point (BEP), metode penilaian investasi, agribisnis, dan hortikultura.

Bab III Metode Penelitian

Bab ini menjelaskan tahap-tahap yang dikerjakan dalam penyelesaian Tugas Akhir yang terdiri dari, model pengembangan berupa input, proses, output, prosedur pengembangan berupa studi pendahluan, analisis permasalahan, perancangan sistem, desain sistem berupa analisis histori harga jual komoditas, perhitungan manual kelayakan investasi, sistem flow, data flow diagram, entity relatioship diagram, struktur basis data, dan perancangan input output.


(29)

Bab IV Implementasi dan Evaluasi

Bab ini berisi penjelasan tentang tahap implementasi sistem dan uji coba sistem, serta evaluasi berdasarkan hasil uji coba sistem.

Bab V Penutup

Dalam bab ini dijelaskan tentang penutup yang berisi kesimpulan dan saran untuk proses pengembangan berikutnya.


(30)

9 BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Konsep Dasar Sistem

Sebagaimana istilah sistem juga telah didefinisikan oleh para ahli dalam berbagai cara yang berbeda. Perbedaan tersebut terjadi karena perbedaan cara pandang dan lingkup sistem yang ditinjau. Secara umum sistem dapat didefinisikan sebagai sekumpulan elemen atau subsistem yang saling bekerja sama (yang dihubungkan) dengan cara-cara tertentu sehingga membentuk suatu kesatuan untuk melaksanakan fungsi guna mencapai tujuan.

Menurut Sutabri (2004:2) sistem adalah suatu jaringan kerja dari prosedur-prosedur yang saling behubungan, berkumpul bersama-sama untuk melakukan sesuatu kegiatan atau untuk menyelesaikan suatu sasaran tertentu.

Definisi sistem menurut pendekatan elemen adalah kumpulan dari

elemen-elemen yang berinteraksi untuk mencapai tujuan tertentu. (Hartono, 1990:2).

2.2 Studi Kelayakan Investasi

Menurut Murdifing Haming dan Salim Basalamah dalam Wadji (2006:7) bahwa analisis kelayakan investasi merupakan subuah siklus hipotesis yaitu tahapan atau prosedur yang harus dipenuhi oleh sebuah kelayakan, mulai dari penciptaan ide sampai diperoleh keputusan yang rasional dan objektif untuk menolak atau menerima usulan yang diajukan.


(31)

Studi kelayakan proyek menurut Husnan (1997:3) adalah penelitian tentang dapat tidaknya suatu proyek (biasanya merupakan proyek investasi) dilaksanakan dengan berhasil. Pengertian keberhasilan ini bisa diartikan dengan berbeda-beda, ada yang mengartikan dalam artian yang terbatas dan ada yang lebih luas. Artian terbatas dipergunakan oleh pihak swasta yang lebih berminat tentang manfaat ekonomis suatu investasi. Pemerintah atau lembaga non profit, pengertian menguntungkan bisa dalam arti yang lebih relatif, mungkin dengan mempertimbagkan berbagai faktor seperti manfaat bagi masyarakat luas, yang bisa berwujud penyerapan tenaga kerja, pemanfaatan sumber daya yang melimpah di tempat tersebut dan sebagainya (Husnan, 1997).

Sedangkan menurut Suratman dalam Irawan (2006:7) menerangkan bahwa studi kelayakan adalah studi atau penelitian dalam rangka untuk menilai layak tidaknya proyek investasi yang dilakukan dengan berhasil dan menguntungkan secara ekonomis.

Studi kelayakan akan lebih konprehensif dan lengkap jika dilakukan dengan keseluruhan aspek yang terkait dengan investasi, seperti pemasaran, produksi, sumber daya manusia, keuangan, dan analisis dampak lingkungan. Manfaat studi kelayakan terkait dengan aspek keuangan adalah:

1. Memandu pemilik dana untuk mengoptimalkan dana yang dimilikinya.

2. Memperkecil reiko kegagalan investasi dan memperbesar keberhasilan investasi.

3. Memberikan masukan kepada pengusaha itu sendiri atau penyandang dana dalam pengambilan keputusan layak atau tidak suatu investasi direalisasikan.


(32)

11

Namun pada umumnya menurut Husnan (1994) studi kelayakan proyek akan menyangkut 3 aspek, yaitu:

1. Manfaat ekonomis proyek tersebut bagi proyek itu sendiri (manfaat finansial), yang berarti apakah proyek tersebut lebih menguntungkan dibandingkan dengan resiko proyek itu sendiri.

2. Manfaat ekonomi proyek tersebut bagi Negara tempat proyek tersebut dilaksanakan (ekonomi nasional). Menunjukkan manfaat proyek tersebut bagi ekonomi makro Negara.

3. Manfaat sosial proyek tersebut bagi masyarakat sekitar proyek tersebut. Ini merupakan studi relatif paling sulit untuk dilakukan.

2.3 Pengertian Investasi

Menurut Martono dan Harjito dalam Irawan (2006:8) menerangkan bahwa investasi merupakan penanaman dana yang dilakukan oleh suatu perusahaan kedalam suatu aset (aktiva) dengan harapan memperoleh pendapatan dimasa yang akan datang.

Sedangkan merurut Prihadi (2010:3) Investasi adalah salah satu keputusan utama keuangan. Keputusan dalam berinvestasi umumnya memerlukan dana yang cukup besar dan mempengaruhi perusahaan dalam jangka panjang, untuk itu diperlukan waktu dan proses cukup lama sebelum investasi dijalankan. Salah satu sifat dasar dari investasi adalah adanya ketidakpastian terhadap hasil diwaktu yang akan datang.


(33)

Investasi dapat dilakukan dalam berbagai bidang usaha, oleh karena itu investasi pun dibagi dalam beberapa jenis. Menurut Kasmir dalam Wadji (2006) bahwa dalam prakteknya investasi dapat dibagi menjadi 2 macam yaitu:

1. Investasi Nyata (Real Invesment)

Investasi nyata merupakan investasi yang dibuat dalam harta tetap (fixet asset) seperti tanah, bangunan, peralatan atau mesin-mesin.

2. Investasi Finansial (Financial Invesment)

Investasi finansial merupakan investasi dalam bentuk kontrak kerja, pembelian saham atau obligasi atau surat berharga lainnya seperti sertifikat deposito.

Ditinjau dari segi waktu, investasi dapat terjadi dalam waku yang relatif sedang maupun yang relatif lama. Setiap jenis investasi memerlukan analisis yang lebih dalam untuk menyakinkan pengambil keputusan bahwa hasil yang akan dicapai dari investasi harus sepadan dengan resiko yang akan dialami. Menurut Prihadi (2010) secara umum invetasi dapat diklasifikasikan menjadi:

1. Penggantian untuk bisnis yang sudah berjalan (replacement for maintenance of business)

2. Penggantian untuk penghematan biaya (replacement for cost reduction) 3. Ekspansi pada prduk atau pasar sekarang (expansion of existing products or

markets)

4. Ekspansi ke dalam produk atau pasar baru (expantion into new products or markets)

5. Kontak jangka panjang (long-term contacts)


(34)

13

7. Proyek keselamatan dan/atau lingkungan (safety and/or environmental project)

2.3.1 Investasi Pertanian

Investasi merupakan salah satu indikator penting dalam menilai laju pembangunan. Sejak krisis ekonomi berlangsung tahun 1997 terjadi kekuatiran bahwa laju investasi di Indonesia akan mengalami penurunan. Akan tetapi pada kondisi ekonomi yang secara umum mengalami keterpurukan sejak tahun 1997 tersebut, indikator pembangunan sektor pertanian justru menunjukkan perkembangan yang menggembirakan. Pada tahun 1998 kontribusi produk domestik bruto (PDB) sektor pertanian menunjukkan peningkatan yang menggembirakan, pada saat sebagian besar sektor perekonomian lainnya justru mengalami penurunan. Kontribusi PDB sektor pertanian mengalami pertumbuhan positif dari 16,09 % tahun 1997 menjadi 18,08 % tahun 1998 (Salim, 2006).

Kegiatan pertanian adalah proses transformasi input menjadi output pertanian atau kegiatan budidaya yang bertujuan untuk menghasilkan produk primer pertanian. Sedangkan yang dimaksud dengan produk primer pertanian adalah produk yang belum mengalami proses transformasi fisik yaitu produk segar atau produk yang hanya mengalami perlakuan pasca panen (Hadi, 2010).

Investasi dapat dibagi menjadi dua yaitu investasi publik dan usaha. Investasi publik menjadi tanggung jawab pemerintah, artinya semua infrastruktur yang mendukung dengan investasi pertanian termasuk pembangunan jaringan pengairan, jalan pertanian, dan banguna pasar hasil pertanian menjadi tanggung jawab pemerintah. Sedangkan investasi usaha dilkaukan oleh pelaku usaha, baik perusahaan berbadan hukum, perorangan, maupun bantuan pemerintah (Hadi,


(35)

2010). Bentuk investasi usaha pertanian menurut Badan Pusat Statistik (BPS) 2007 dan Van Der Eng 2009 dalam Hadi (2010:8) adalah modal yang mempunyai masa pakai (umur ekonomi) lebih dari satu tahun.

2.3.2 Faktor yang Mempengaruhi Investasi Pertanian

Fakor-faktor yang mempengaruhi investasi sektor pertanian dapat dilihat pada gambar 2.1 berikut ini:

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Investasi Usaha Pertanian

Berdasarkan gambar 2.1 diatas, investasi usaha dibidang pertanian dipengaruhi oleh sejumlah faktor lingkungan. Faktor pemerintah yang terdiri dari kebijakan investasi, regulasi, dan birokasi, serta pemerintahan dan politik yang


(36)

15

dapat berpengaruh langsung terhadap investasi. Yang dimaksud dengan kebijakan investasi antara lain menyangkut bidang usaha yang diperbolehkan, negara yang diijinkan, insentif pajak bagi investor, jangka hak guna usaha (HGU) tanah, depresisasi, dan amortisasi. Sedangkan regulasi dan birokrasi pemerintah menyangkut prosedur dan biaya perijinan.

Faktor sumber daya alam berupa lahan yang cukup (jumlah dan mutu), pasokan air, dan kondisi iklim. Dukungan infrastruktur yang cukup (jumlah dan mutu), yaitu jaringan pengairan, jalan pertanian, dan bangunan pasar guna peningkatan mutu penjualan hasil pertanian akan berdampak positif pada investasi. Sumberdaya manusia yang jumlahnya cukup, memiliki keterampilan tinggi, upah yang idak terlalu tinggi, dan dukungan SPI (Serikat Pekerja Indonesia) yang kondusif. Selain itu, kondisi keamanan umum yang baik dan tingkat kepercayaan masyarakat yang tinggi akan mempunyai daya tarik investasi. Tersedianya dana investasi, kondisi ekonomi makro, harga input dan output pertanian, permintaan output pertanian, dan persaingan usaha merupakan faktor ekonomi peting yang berpengarh terhadap investasi. Dana investasi yang cukup baik yang bersumber dari tabungan domestik rumah tangga, perusahaan, maupun tabunngan pemerintah akan mendorong investasi. Kondisi makro ekonomi yang meyangkut pasar modal yang maju, kondisi sistem perbankan yang efisien dan aman, nilai tukar mata uang yang stabil, dan suku bunga bank yang rendah juga akan berdampak positif pada investasi. Demikian pula dengan harga input yang cukup rendah dan output yang tinggi dan stabul, permintaan akan hasil pertanian yang meningkat baik dalam negeri maupun luar negeri akan mendorong investasi. Sedangkan persaingan usaha yang sehat yang diawasi oleh KKPU


(37)

(Komisi Pengawas Persaingan Usaha) akan menambah daya minat investasi (Hadi, 2010).

2.3.3 Dampak Investasi Pertanian

Berdasarkan gambar 2.1, juga menggambarkan bahwa meningkatnya investasi dapat meningkatkan kegiatan produksi pertanian, dan peningkatan tersebut mempunyai dampat ekonomi dan sosial. Harapan dari dampak ekonomi adalah meningkatnya produksi dari berbagai komoditas pertanian, ketahanan pangan nasional semakin kokoh, dan semakin tingginya pendapatan pelaku usaha khususnya petani, devisa negara, PDB sektor pertanian.

Sedangkan harapan dari dampak sosial adalah tingginya penyerapan tenaga kerja baik yang berasal dari perusahaan maupun perorangan. Selain itu, diharapkan mampu menurunkan jumlah masyarakat miskin di pedesaan.

2.3.4 Peluang Investasi Pertanian

Peluang investasi sektor pertanian khususnya di Indonesia masih cukup besar. Beberapa indikatornya adalah ketersediaan sumber daya alam (lahan air dan iklim) dan sumber daya manusia yang besar. Permintaan domestik terhadap produk pertanian karena jumlah penduduk yang semakin meningkat dan tingginya pendapatan masyarakat. Naiknya harga pangan dunia akhir-akhir ini yang dapat menambah peluang besar bagi pelaku usaha untuk memperolah keuntungan yang lebih tinggi dan berkelanjutan. Dukungan pemerintah Indonesia untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif melalui berbagai kebijakan dan peraturan (Hadi, 2010).


(38)

17

2.4 Pengertian Aspek Keuangan

Menurut Suratman dalam Irawan (2006:9) bahwa aspek keuangan berkaitan dengan dari mana sumber dana yang akan diperoleh dari proyeksi pengembaliannya dengan tingkat biaya modal dari sumber dana yang bersangkutan.

Selain itu menurut Husein dalam Irawan (2006:9) yang menambahkan bahwa studi aspek keuangan ini bertujuan untuk mengetahui perkiraan pendanaan dan aliran kas proyek bisnis sehingga dapat diketahui layak atau tidaknya rencana bisnis tersebut.

Oleh karena itu, berdasarkan dua pengertian diatas bahwa studi aspek keuangan adalah salah satu bagian yang mempunyai kekuatan dalam pengambilan keputusan investasi. Keputusan investasi yang diambil diharapkan akan membawa dampak positif bagi perkembangan bisnis manajemen.

2.5 Aliran Kas

Setiap orang atau perusahaan yang bergerak dalam bisnis tertentu sudah pasti berharap mendapatkan laba atau keuntungan yang memadai dari keputusan investasi. Pada umunya aliran kas yang berhubungan dengan suau proyek bisa dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:

1. Aliran Kas Awal (Initial Cash Flow)

Aliran kas awal adalah aliran kas yang keluar dalam rangka untuk keperluan akiva tetap dan penentuan besarnya modal kerja. Sifat arus kas ini adalah outflow atau arus kas keluar. Aliran kas awal ini tidak hanya terjadi pada awal periode, tetapi terjadi beberapa kali, pada tahun ke-1, 2, dan seterusnya.


(39)

2. Aliran Kas Operasional (Operational Cash Flow)

Menurut Martono dan Harijanto dalam Irawan (2006:12) mengatakan bahwa operational cash flow merupakan aliran kas yang terjadi selama umur investasi. Cara yang sering digunakan untuk menaksir operational cash flow setiap tahunny adalah dengan menyesuaikan taksiran rugi/laba yang disusun berdasarkan prinsip-prinsip akuntansi dan menambahkannya dengan biaya-biaya yang sifatnya bukan tunai (Husnan, 1997:186). Menurut Husnan (1997:189) cara menaksir kas operasional adalah:

Aliran kas Masuk = Laba setelah pajak + penyusutan + bunga Untuk menaksir aliran kas operasional perlu ditentukan periode yang diperkirakan. Umumnya periode yang digunakan dalam menaksir aliran kas operasional ini disesuaikan dengan umur ekonomis investasi tersebut.

3. Aliran Kas Terminal (Terminal Cash Flow)

Terminal cash flow merupakan kas masuk yang akan diterima oleh perusahaan akibat dari habisnya umur ekonomis suatu proyek investasi. Terminal cash flow akan diperoleh pada akhir umur ekonomis suatu investasi. Menurut Husnan (1997:190) terminal cash flow pada umumnya terdiri dari cash flow nilai sisa (residu) investasi tersebut dan pengembalian modal kerja. Beberapa proyek masih mempunyai nilai sisa meskipun aktiva-aktiva tetapnya sudah tidak mempunyai nilai ekonomis lagi. Gabungan dari aliran kas akhir yang berasal dari modal kerja dan penjualan aktiva tetap yang sudah habis umur ekonominya dengan aliran kas operasionalnya ini, digunakan dalam rangka penentuan kelayakan investasi. Berdasarkan jenis aliran kas tersebut selanjutnya dilakukan estimasi aliran kas proyek secara keseluruhan.


(40)

19

Tujuannya adalah sebagai dasar pemberian kelayakan proyek investasi sesuai dengan model penilaian investasi.

2.6 Break Event Point (BEP)

BEP merupakan suatu ukuran untuk mengetahui berapa jumlah produksi minimum dan harga jual minimum agar investasi tidak mengalami kerugian tetapi juga tidak menerima keuntungan. Menurut Atmaja (2008:231) analisis brek event point digunakan untuk menentukan jumlah penjualan (dalam Rp atau unit) yang menghasilkan EBIT (Earnings Before Interest And Tax atau laba bersih setelah bunga dan pajak) sebesar 0.

BEP adalah suatu keadaan dimana hasil usaha yang diperoleh sama dengan modal yang dikeluarkan, dengan kata lain BEP merupakan titik impas yang menunjukkan usaha tidak untung dan tidak rugi. Dalam menentukan tingkat BEP, perhitungan dilakukan pada setiap satuan unit produksi atau dalam rupiah. BEP dapat dihitung jika telah diketahui biaya tetap, biaya produksi, dan hasil penjualan (Rahardi, 2008). Menurut Atmaja (2008:231) rumus untuk menghitung break event point adalah:

BEP = F

P - V

BEP = F

1 – V / P Dimana:

F = Total Fix Cost (Biaya Tetap) P = Harga Jual Per Unit


(41)

2.7 Keuntungan Absolut

Menurut Firdaus (2008, 137) keuntungan absolut digunakan terutama bagi bisnis yang memang ditujukan untuk mencari keuntungan absolut. Investasi dinyatakan layak jika keuntungan absolut >= 0, investasi dinyatakan tidak layak jika keuntungan absolut < 0, dan dikatakan break event point jika keuntungan absolut = 0. Berikut ini rumus matematis untuk menghitung keuntungan absolut:

µ = TR – TC

Dimana:

µ = keuntungan absolut

TR = total revenue (penerimaan total) TC = total cost (biaya total)

2.8 Metode Penilaian Investasi

Setiap usulan investasi perlu dilakukan penilaian terlebih dahulu. Aspek yang digunakan dalam penilaian suatu investasi umumnya meliputi beberapa aspek, diantaranya aspek lingkungan, hukum, pasar, teknis, dan keuangan. Aspek keuangan sangat berkaitan dengan pengelolaan keuangan perusahaan. Maka dari itu dari aspek keuangan, suatu usulan investasi akan dinilai kelayakannya untuk dapat dilaksanaan atau tidak. Menurut Suratman dalam Irawan (2006:15) bahwa penilaian investasi harus mempertimbangkan konsep nilai waktu uang (time value of money).

Pada bagian ini akan diulas beberapa metode yang akan digunakan dalam penilaian suatu investasi. Adapun metode yang akan digunakan dalam penelitian tugas akhir ini adalah:


(42)

21

a. Tidak memperhitungkan nilai waktu uang 1. Return Of Investment (ROI)

b. Memperhitungkan nilai waktu uang 1. Net Present Value (NPV) 2. Internal Rate of Return (IRR) 3. Profitability Index (PI)

Berikut ini penjelasan dari metode penilaian kelayakan investasi diatas:

1. Return Of Investment (ROI)

Menurut Rahardi (2007:69) ROI merupakan analisis yang digunakan untuk mengetahui efisiensi penggunaan modal atau untuk mengukur keuntungan usaha dalam kaitannya dengan investasi yang digunakan. Tujuan analisis ROI adalah untuk mengetahui tingkat efektivitas dari keseluruhan operasi perusahaan. Besar dan kecilnya ROI ditentukan oleh tingkat perputaran modal yang digunakan dalam berproduksi dan keuntungan bersih yang didapatkan. Nilai standar ROI yang umum digunakan oleh banyak perusahaan adalah sebesar 15%-25%, jika hasil ROI dibawah standar minimum maka usaha tersebut tidak akan dipertimbangkan (Firdaus, 2008). Metode ROI dapat dihitung dengan rumus berikut:

Keterangan Rumus :

ROI = Nilai yang dicari Np = Keuntungan bersih


(43)

I = Jumlah investasi Keuntungan ROI:

1. Mudah difahami dan tidak sulit menghitungnya.

2. Tidak seperti periode pegembalian, lingkup pengkajian kriteria ini menjangkau seluruh umur investasi.

Kekurangan ROI:

1. Terdapat berbagai macam variasi untuk menghitung ROI sehingga seringkali sulit dalam menentukan besar angka ROI yang akan dipakai sebagai patokan menerima atau menolak usulan investasi.

2. Tidak menunjukkan profil laba terhadap waktu. Hal ini menyebabkan pengambilan keputusan yang kurang tepat.

2. Net Present Value (NPV)

Net Present Value atau nilai bersih saat ini merupakan cara lain untuk menentukan tingat keuntungan sebuah investasi. Menurut Husein dalam Irawan (2006:16) metode ini menghitung selisih antara present value (PV) dari investasi dengan nilai sekarang dari penerimaan-penerimaan kas bersih (aliran kas operasional dan aliran kas terminal) dimasa yang akan datang. NPV dapat ditentukan dengan menggunaan rumus:

- Io Keterangan Rumus:

NPV = Nilai sekarang neto


(44)

23

Io = Investasi awal pada tahun 0 K = Suku bunga (Discount rate)

t = Janka waktu proyek investasi (umur proyek investasi) Dengan kriteria penilaian sebagai berikut:

Jika NPV > 0, maka usulan proyek diterima Jika NPV < 0, maka usulan proyek ditolak

Jika NPV = 0, nilai perusahaan tetap walaupun diterima atau ditolak Kelebihan metode NPV adalah:

1. Memperhitungkan Time Value of Money

2. Memperhitungkan kas yang masuk sepanjang umur investasi

3. Semua arus kas didiskontokan pada biaya-biaya modal yang ditentukan 4. Memenuhi prinsip pertambahan nilai

Kekurangan metode NPV adalah:

1. Manajemen harus dapat menaksir tingkat biaya modal yang relevan selama usia ekonomis proyek.

3. Internal Rate of Return (IRR)

Menurut Husnan (1997:210) metode internal rate of return digunakan untuk menghitung tingkat bunga yang menyamakan nilai sekarang investasi dengan nilai sekarang penerimaan-penerimaan kas bersih dimasa mendatang. Jadi investasi dikatakan menguntungkan jika tingkat bunga ini lebih besar dibandingkan dengan tingkat bunga relevan (tingkat keuntungan yang diisyaratkan). Namun jika lebih kecil maka dikatakan merugikan.


(45)

Sedangankan menurut Martono dan Harjito dalam Irawan (2006:17), metode ini digunakan untuk mencari tingkat bunga (discount rate) yang menyamakan nilai sekarang dari aliran kas neto (Present Value of Proceed) dan investasi (Initial Outlays). Pada saat nilai IRR sudah tercapai, maka nilai NPV sama dengan nol. Untuk mencari besarnya IRR dapat dilakukan dengan cara berikut ini:

a. Mencari arus pengembalian diskonto dengan langkah sebagai berikut:

Keterangan Rumus:

(C)t = Aliran kas masuk pada tahun ke t (CF) = Biaya pertama

i = Arus pengendalian (diskonto)

t = Jangka waktu proyek investasi (umur proyek investasi)

b. Mencari arus pengembalian diskonto yang menghasilkan NPV aliran kas masuk sama dengan aliran kas keluar dengan metode trial and error.

IRR dapat dicari dengan cara coba-coba (trial and error). Langkah yang harus dilakukan adalah menghitung nilai sekarang dari arus kas masuk dari suatu investasi dengan menggunakan suku bunga tertentu, lalu dibandingkan dengan nilai sekarang (Present Value) biaya investasi.

Jika present value dari cash inflow lebih besar dari investasi maka dicoba lagi dengan tingkat suku bunga yang lebih tinggi. Begitu juga sebaliknya


(46)

25

jika present value dari cash inflow lebih kecil maka dicoba lagi dengan tingkat suku bunga yang lebih rendah.

c. Melakukan interpolasi untuk memperoleh angka yang lebih akurat.

Setelah diperoleh dua suku bunga yang mengakibatkan NPV positif dan NPV negatif, maka IRR yang tepat dapat dicari dengan cara melakukan interpolasi (analisis selisih), yaitu:

Keterangan Rumus: P1 = Tingkat bunga ke 1 P2 = Tingkat bunga ke 2 C1 = Nilai NPV Positif C2 = Nilai NPV Negatif

4. Profitability Index (PI)

Menurut Husnan (1997:211) metode PI digunakan untuk menghitung perbandingan nilai sekarang penerimaan-penerimaan kas bersih di masa datang dengan nilai sekarang investasi.

Sedangkan menurut Deanta (2006:32) PI merupakan perbandingan nilai sekarang aliran kas masuk pada masa yang akan datang dengan nilai investasi. Adapun rumus untuk menghitung PI adalah:


(47)

Jika PI lebih besar dari satu, maka proyek dikatakan menguntungkan, namun jika kurang maka dikatakan tidak menguntungkan.

2.9 Agribisnis

Agribisnis merupakan salah satu bidang di sektor pertanian yang berperan penting dalam perkembangan perekonomian. Semakin bergemanya kata agribisnis ternyata belum diikuti dengan pemahaman yang benar tentang konsep agribisnis itu sendiri. Sering agribisnis diartikan sempit, yaitu perdagangan atau pemasaran hasil pertanian. Padahal pengertian agribisnis tersebut masih jauh dari konsep semula yang dimaksud. Konsep agribisnis secara sederhana adalah suatu konsep yang utuh, mulai dari proses produksi, mengolah hasil, pemasaran dan aktivitas lain yang berkaitan dengan kegiatan pertanian.

Pengertian fungsional agribisnis adalah rangkaian fungsi–fungsi kegiatan untuk memenuhi kegiatan manusia. Sedangkan pengertian struktural agribisnis adalah kumpulan unit usaha atau basis yang melaksanakan fungsi–fungsi dari masing–masing sub-sistem, tidak hanya mencakup bisnis pertanian yang besar, tetapi skala kecil dan lemah juga (pertanian rakyat). Bentuk usaha dalam agribisnis dapat berupa PT, CV, Perum, Koperasi, dan lain–lain. Sifat usahanya adalah homogen/heterogen, berteknologi tinggi atau tradisional, komersial atau subsisten, padat modal atau padat tenaga kerja.

Sistem agribisnis adalah rangkaian kegiatan dari beberapa subsistem yg saling terkait dan mempengaruhi satu sama lain. Sub-sistem agribisnis meliputi : a) Sub-sistem faktor input pertanian (input factor sub-system) merupakan


(48)

27

b) Sub-sistem produksi pertanian (production sub-system) merupakan budidaya pertanian/usahatani.

c) Sub-sistem pengolahan hasil pertanian (processing sub-system) merupakan agroindustri hasil pertanian.

d) Sub-sistem pemasaran (marketing sub-system) merupakan faktor produksi, hasil produksi dan hasil olahan.

e) Sub-sistem kelembagaan penunjang (supporting institution sub-system) merupakan sub-sistem jasa (service sub-system).

Sistem agribisnis mencakup 3 aspek utama, diantaranya adalah:

1. Aspek pengolahan usaha (produksi) pertanian: pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, perikanan.

2. Aspek produk penunjang kegiatan pra-pasca panen: industri penghasil pupuk, bibit unggul, dan lain–lain.

3. Aspek sarana penunjang: perbankan, pemasaran, penyuluhan, penelitian. Menurut Firdaus (2008), ada lima alasan agribisnis Indonesia berkembang dan berprospek cerah, antara lain:

1. Lokasinya di garis khatulistiwa yang menyebabkan adanya sinar matahari yang cukup bagi perkembangan sektor budi daya pertanian.

2. Kondisi lahan yang relatif subur.

3. Lokasi Indonesia berada di luar zona angin taufan.

4. Keadaan sarana dan prasarana seperti daerah aliran sungai, tersedianya bendungan irigasi, jalan di pedesaan yang relatif baik, mendukung berkembangnya agribisnis.


(49)

5. Adanya kemauan politik pemerintah yang masih menempatkan sektor pertanian menjadi sektor andalan.

Hambatan pengembangan agribisnis di Indonesia menurut Firdaus (2008) terletak pada beberapa aspek, antara lain:

1. Pola produksi beberapa komoditi tertentu berada dilokasi yang terpencar, sehingga menyulitkan pembinaan dan tercapainya efisiensi usaha skala tertentu.

2. Sarana dan prasarana khususnya di luar pulau jawa belum memadai, sehingga menyulitkan tercapainya efisiensi usaha pertanian.

3. Akibat poin 2 dan kondisi negara yang terdiri dari banyak pulau, sehingga biaya transportasi menjadi semakin tinggi.

4. Adanya pemusatan agroindustri di kota besar, sehingga nilai bahan baku menjadi lebih mahal untuk mencapai lokasi tersebut.

5. Sistem kelembagaan khususnya dipedesaan yang masih lemah, sehingga kurang mendukung berkembangnya agribisnis. Lemahnya kelembagaan tersebut dapat dilihat dari berfluktuasinya produksi dan harga komoditi pertanian.

2.10 Hortikultura

Secara harfiah, hortikultura berarti ilmu yang mempelajari pembudidayaan hasil kebun (Zulkarnain, 2009:1). Namun pada umumnya pakar mendefinisikan bahwa hortikultura merupakan ilmu yang mempelajari tentang sayur-sayuran, buah-buahan, bunga-bungaan, dan tanaman hias. Hortikultura merupakan sumber berbagai vitamin dan mineral yang saat ini mendapatkan perhatian dan penanganan yang sejajar dengan komoditas lain dan lebih inensif.


(50)

29

Indonesia sekarang juga telah fokus pada pengembagan hortikultura. Bahkan telah diyakini bahwa hortikultura mempunyai prospek yang baik karena memiliki nilai ekonomi yang tinggi serta permintaan pasar yang semakin meningkat baik di dalam maupun luar negeri.

Menurut Zulkarnain (2009) Meningkatnya perkembangan dan apresiasi terhadap komoditas hortikultura menyebabkan fungsi hotikultura bukan hanya sebagai bahan pangan, namun fungsi hortikultura dapat dikelompokkan menjadi empat, yaitu:

1. Fungsi penyediaan pangan, yakni terutama sekali dalam kaintannya dengan penyediaan vitamin, mineral, serat, dan senyawa lain untuk pemenuhan gizi. 2. Fungsi ekonomi, dimana pada umumnya komoditas hortikultura memunyai

nilai ekonomi yang tinggi, menjadi sumber pendapatan bagi petani, pedagang, kalangan industri, dan lain-lain.

3. Fungsi kesehatan, ditunjukkan oleh komoditas biofarmaka untuk mencegah

dan mengobati berbagai penyakit tidak menular.

4. Fungsi sosial budaya, yang ditunjukkan oleh peran komoditas hortikultura sebagai salah satu unsur keindahan atau kenyamanan lingkungan, serta peranannya dalam berbagai upacara, kepariwisataan, dan lain-lain.

2.11 Komoditas Bawang Merah

Bawang merah merupakan salah satu jenis komoditas hortikultura jenis sayuran umbi yang penting bagi Indonesia. Selain digunakan dalam keperluan pangan bagi masyarakat dalam negeri, bawang merah juga merupakan k0moditas unggulan nasional. Perkembangan harga dan ketersediaan bawang merah menjadi


(51)

bagian agenda yang dipantau dalam sidang ekuin karena berpotensi mempengaruhi laju inflasi di Indonesia (Pitojo, 2003).

Bawang merah merupakan tanaman semusim yang dapat dibudidayakan di daerah dataran rendah dan dataran tinggi. daerah sentra produksi bawang merah dicerminkan dari luas panen setiap tahun. Areal panen tertinggi terdapat di Jawa Tengah dengan rata-rata lebih dari 30.000 ha per tahun, Jawa Timur lebih dari 20.000 ha per tahun, dan Jawa Barat ± 15.000 ha per tahun (Pitojo, 2003).

Produksi bawang merah bersifat fluktuatif. Pada tahun 1999, produksi bawang merah mencapai 938.293 ton, atau meningkat 56,56% dibandingkan dengan produksi pada tahun 1998. Peningkatan produksi tersebut dipengaruhi oleh peningkatan produktivitas per hektar lahan sebesar 14,85% dan peningkatan panen sebesar 36,33% (Pitojo, 2003).

Pasar komoditas bawang merah nasional sangat ditentukan oleh kinerja produksi domestik dengan kegiatan impor. Kinerja produksi yang dimaksud adalah kemampuan produksi pada sentra-sentra produksi nasional, sementara jumlah impor sangat ditentukan oleh tingkat permintaan domestik baik untuk kebutuhan konsumsi, benih dan industri. Berdasarkan data Departemen Pertanian, Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura menunjukkan bahwa sampai tahun 2003 secara nasional ditinjau dari neraca perdagangan komoditas bawang merah mengalami surplus impor sejak tahun 1993 sampai 2003. Besaran surplus tersebut berkisar antara 16.916,4 pada tahun 1993 sampai 36.605,8 ton pada tahun 2003. Tabel 2.1 menunjukkan besaran surplus yang terjadi antara tahun 1993 sampai dengan 2003.


(52)

31

Tabel 2.1 Volume dan Nilai Ekspor-Impor Bawang Merah Nasional 1993-2003.

Budi daya bawang merah umumnya masih dilakukan secara musiman (seasonal) yang biasanya dilakukan pada musim kemarau antara bulan april-oktober. Hal ini yang mengakibatkan terjadinya fluktuasi harga dan produksi, yang kondisi tersebut sangat merugikan petani. Oleh karena itu, untuk menanggulangi hal itu perlu diupayakan budi daya bawang merah sepanjang tahun melalui budi daya diluar musim (off season) (Pitojo, 2003).

Syarat tumbuh komoditas bawang merah agar dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik secara umum dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: 1. Iklim

Iklim ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu pertama sinar matahari. Bawang merah menghendaki penyinaran dari sinar matahari yang sedang, artinya penyinaran yang disertai dengan hembusan angin. Kedua curah hujan. Curah hujan yang ideal berkisar antara 300-2500 mm/tahun. Ketiga suhu, idealnya suhu bagi pertumbuhan bawang merah berkisar antara 25o C – 30o C. Keempat Kelembapan Udara yang dibutuhkan berkisar 50-70%. Kelima angin, angin yang berhembus sepoi-sepoi cocok bagi pertanaman bawang merah.


(53)

2. Tanah

Bawang merah dapat ditanam di dataran rendah maupun dataran tinggi, yaitu pada ketinggian 0-1.000 m dpl. Namun ketinggian optimalnya adalah 0-400 m dpl saja. Secara umum tanah yang tepat ditanami bawang merah ialah tanah yang bertekstur remah, sedang sampai liat, berdrainase baik, memiliki bahan organik yang cukup, dan pH-nya antara 5,6-6,5.

2.12 Komoditas Cabai

Menurut Barany dkk dalam Redaksi Trubus (2010) cabai merupakan tanaman semusim yang berdiri tegak dan berbentuk perdu, tinggi tanaman cabai yang merupakan sayuran dan rempah paling penting di dunia itu berkisar 0,65-0,75 m. Komoditas cabai dapat tumbuh dan berproduksi di dataran rendah sampai dataran tinggi, pada lahan sawah ataupun tegalan. Selain memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi, cabai juga sangat potensial secara ekonomis. Pemanfaatan cabai sebagai bumbu masak, bahan baku berbagai industri makanan, minuman dan obat-obatan, serta pemasarannya dalam bentuk segar dan olahan menambah pentingnya komoditas tersebut untuk diusahakan.

Kebutuhan cabai diduga masih dapat ditingkatkan dengan pesat sejalan dengan kenaikan pendapatan dan jumlah penduduk baik cabai merah maupun cabai rawit. Fakta tersebut ditunjukkan dengan jumlah konsumsi rata-rata cabai untuk rumah tangga di Jawa adalah 5.937 gram/perkapita/hari. Sedangkan di perkotaan sedikit lebih rendah dibadingkan dengan di pedesaan yaitu 5.696 gram/perkapita/hari. Jenis cabai yang banyak dikonsumsi di perkotaan adalah cabai merah, kemudian cabai rawit, dan hijau. Sedangkan di pedesaan yang terbanyak adalah cabai rawit, kemudian cabai merah, dan hijau. Permintaan cabai


(54)

33

rata-rata untuk keperluan industri baik sedang maupun perusahaan adalah 2.221 ton pada tahun 1990. Pada tahun 1993 permintaan tersebut meningkat menjadi 3.419 ton. Sedangkan jumlah permintaan yang di konsumsi oleh rumah tangga pada tahun 1990 mencapai 233.600 ton, pada tahun 1998 diperkirakan meningkat menjadi 258.100 ton, dan tahun 2010 264.100 ton. Tabel 2.2 merupakan detail permintaan cabai untuk rumah tangga di Jawa (Bank Indonesia, 2007).

Tabel 2.2 Konsumsi Cabai Rata-Rata untuk Rumah Tangga di Jawa

No Propinsi Konsumsi (ton/hari) Total

C. Merah C. Hijau C. Rawit

1 DKI Jakarta 42,2 6,8 16,1 65,3

2 Jawa Barat 81 20,5 97,7 199,2

3 Yogyakarta 35,4 2 9,7 47,1

4 Jawa Tengah 55,2 17,1 98,3 170,6

5 Jawa Timur 30,5 6,2 157,4 194,1

Selain dikonsumsi dalam negeri, berbagai jenis cabe juga telah di ekspor ke luar negeri. Berikut ini data volume dan nilai ekspor impor cabai Indonesia 1986-1996 (Bank Indonesia, 2007).

Tabel 2.3 Volume dan Nilai Ekspor Impor Cabai Indonesia 1986-1996

Tahun

Volume Ekspor (Kg) Nilai Ekspor Volume Impor (Kg) Nilai Impor (US $) Cabai Segar Cabai Kering Cabai Segar Cabai Kering

1986 2.197 35 1.098 12.117 3.558.491 2.096.219

1987 25.778 283 12.307 1.224 2.952.688 1.944.624

1988 550 10.500 164 6.512 2.521.469 1.626.669

1989 37.330 160.745 12.168 214.610 3.132.175 2.201.127 1990 12.930 97.677 2.012 114.026 1.999.970 1.373.248 1991 349.509 101.357 146.248 117.742 1.266.467 888.066 1992 623.878 342.200 191.989 219.909 1.014.245 758.553 1993 554.325 220.990 129.098 238.583 2.761.549 2.081.157


(55)

Tahun

Volume Ekspor (Kg) Nilai Ekspor Volume Impor (Kg) Nilai Impor (US $) Cabai Segar Cabai Kering Cabai Segar Cabai Kering

1994 565.747 328.406 152.028 543.657 4.843.943 3.417.580 1995 493.499 591.848 223.654 1.518.310 1.566.101 1.328.527 1996 135.368 485.450 117.714 2.145.235 1.788.760 1.677.794

Budi daya cabai memang tergolong beresiko tinggi. Namun, resiko ini bisa diminimalisir dengan memerhatikan beberapa hal yang terkait dengan budi dayanya. Salah satunya adalah dengan memerhatikan syarat tumbuh cabai. Syarat tumbuh ini ditentukan oleh dua hal. Pertama, curah hujan dan kelembapan. Curah hujan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan produksi buah cabai. Curah hujan yang ideal untuk bertanam cabai adalah 1.000 mm/tahun. Sedangkan Kelembapan yang cocok bagi tanaman cabai berkisar antara 70-80%. Kelembapan yang melebihi 80% memacu pertumbuhan cendawan yang berpotensi menyerang dan merusak tanaman. Sebaliknya, iklim yang kurang dari 70% membuat cabai kering dan mengganggu pertumbuhan generatifnya, terutama saat pembentukan bunga, penyerbukan, dan pembentukan buah.

Faktor kedua adalah jenis tanah, pH tanah, dan ketinggian lahan. cabai menyukai tanah yang gembur dan banyak mengandung unsur hara. Cabai tumbuh optimal di tanah regosol dan andosol. Kadar keasaman (pH) tanah yang cocok untuk penanaman cabai secara intensif adalah 6-7. Tanah dengan pH rendah atau asam harus dinetralkan dulu dengan cara menebarkan kapur pertanian. Sedangkan ketinggian lahan, secara umum cabai bisa ditanam pada ketinggian lahan dari 1-2.000 m dpl. Ketinggian tempat berpengaruh pada jenis hama dan penyakit yang menyerang cabai. Di dataran tinggi, penyakit yang menyerang biasanya


(56)

35

disebabkan oleh cendawan atau jamur. Sedangkan di lahan dataran rendah biasanya penyakit yang menyerang dipicu oleh bakteri.

Berdasarkan penelitian BPS (2011) yang dilakukan pada 4 sentra produksi cabai yaitu Kabupaten Garut dan Majalengka (Jabar), Kabupaten Brebes (Jateng), dan Kabupaten Tuban (Jatim), bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi melonjaknya harga cabai, yaitu:

1. Anomali Iklim, hasil panen cabai sangat dipengaruhi oleh iklim atau cuaca karena tanaman cabai membutuhkan sinar matahari yang memadai. Tahun 2010 menjadi bukti bahwa musim hujan yang berkepanjangan membuat produksi cabai di 4 sentra produksi cabai tersebut turun drastis sehinga memicu kenaikan harga.

2. Hama dan Penyakit, selain faktor cuaca, gagalnya panen cabai yang dapat memicu kenaikan harga disebabkan oleh serangan hama dan penyakit.

3. Bencana alam di wilayah lain, secara nasional pasokan cabai di pasar berkurang karena turunnya produksi dari sentra cabai yang terkena dampak letusan gunung merapi dan bromo. Menurut Redaksi Trubus (2008), akibat bencana alam letusan gunung merapi mengakibatkan harga cabai tahun 2010 naik mencapai Rp.120.000 per kilogram.

4. Minat Menurun, jatuhnya harga cabai tahun 2009 yang turun mencapai harga Rp.3.000-Rp.4.000 per kilogram, membuat minat petani semakin berkurang untuk menanam cabai walaupun lahannya tersedia. Penerimaan hasil penjualan cabai yang turun drastis sehingga membuat petani kekurangan modal untuk menanam cabai dimusim tanam berikutnya.


(57)

2.13 Komoditas Melon

Melon (Cucumis melo L.) merupakan tanaman semusim yang tumbuh menjalar mirip dengan tanaman ketimun. Menurut Sobir (2010:3) melon adalah buah yang memiliki nilai komersil yang tinggi di Indonesia dengan kisaran pasar yang luas dan beragam, mulai dari pasar tradisional hingga pasar modern, restoran, dan hotel.

Melon mempunyai potensi pasar yang besar, karena hampir seluruh masyarakat menyukai melon terlebih dengan rasanya yang manis. Keunggulan meln selain dapat dikonsumsi dalam buah segar, saat ini melon juga dimanfaatkan sebagai bahan baku industri makana dan minuman. Selain dari rasa, melon juga digemari masyarakat karena melon mengandung vitamin A dan C, rendah kalori, tidak mengandung lemak dan kolesterol, sedikit mengandung sodium, dan melon merupakan sumber pottasium yang baik. Selain digemari masyarakat, harga buah yang membumbung tinggi menjadikan melon juga digemari petani dan mengusahakan komoditas agribisnis ini secara intensif. Oleh karena itu, dengan segudang keunggulan dan daya tarik tersebut membawa melon sebagai komoditas agribisnis unggulan (Sobir, 2010).

Agribisnis melon memang mempunyai nilai ekonomi dan prospek yang cukup besar dalam pemasarannya. Selain harga diminati masyarakat, melon juga mempunyai nilai jual relatif tinggi baik di pasar domestik maupun ekspor. Data ekspor menunjukkan bahwa melon merupakan komoditas penghasil devisa ke-5 dari kelompok buah-buahan. Dari aspek volume, melon menduduki peringkat ke-6. Berdasarkan data di Pusat Data dan Informasi Deptan (2009), volume ekspor tahun 2008 sebanyak 38,433 ton, angka tersebut menunjukkan penurunan dari


(58)

37

tahun 2005 sebanyak 321,455 ton, tahun 2006 sebanyak 140,931, dan tahun 2007 sebanyak 51,624 ton. Penurunan tersebut diakibatkan jumlah konsumsi dalam negeri semakin meningkat. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa potensi pasar dalam negeri masih besar dan akan terus berkembang sehingga usaha agribisnis melon sangat potensial untuk diusahakan (Sobir, 2010).

Namun dalam budi dayanya, agribisnis melon harus tetap dilakukan dengan cermat dan waspada. Misalnya ketika penyemprotan tertunda atau hal sepele lainnya tidak diperhatikan, maka hal tersebut dapat berakibat fatal pada hasil yang didapatkan, dan bisa jadi keuntungan yang sudah dibayangkan akan sirna seketika. Selain itu, informasi harga pasar juga harus dicari sebanyak-banyaknya sebelum panen berlangsung agar penjualan dapat dilakukan pada waktu yang tepat.

Secara garis besar, syarat pertumbuhan tanaman melon agar dapat berproduksi secara optimum dan menghasilkan buah dengan kualitas prima menurut (Prajnanta, 1997) adalah:

1. Tanah

Tanaman melon akan optimal apbila dibudidayakan pada tanah dengan kisaran pH 6,0-6,8. Namun secara umum, melon masih dapat tumbuh dan berproduksi pada pH 5,6-7,2. Tapi tanaman melon tidak akan berproduksi secara optimal pada pH < 5,6.

2. Iklim

Adapaun yang termasuk dalam kategori iklim adalah: a. Curah hujan


(59)

Tanaman melon memerlukan curah hujan antara 2.000-3.000 mm/tahun. Tanaman melon kurang bagus bila diusahakan di musim hujan, karena hujan yang terus-menerus akan menggugurkan calon buah yang terbentuk. Menurut Sobir (2010) tanaman melon akan tumbuh optimum dengan daerah curah hujan antara 1500-2500 mm/tahun. Tanaman melon juga mampu berproduksi didaerah dengan musim hujan yang kurang dari 6 bulan, tetapi harus memiliki cadangan air tanah yang cukup. Curah hujan yng tinggi juga akan menyebabkan kelembapan yang tinggi pula, sehingga dapat merangsang perkembangbiakan hama lalat buah dan berbagai penyakit lainnya. Tingkat kelembapan yang ideal untuk tanaman melon adalah 60%. Namun melon masih mampu tumbuh dengan baik dan sehat dalam kelembapan 70-80% asalkan sirkulasi udara lancar.

b. Angin

Tanaman melon diusahakan ditanam di daerah yang memiliki kecepatan angin dibawah 20 km/jam, karena angin yang bertiup terlalu kencang dapat merusak pertanaman melon, mematahkan tangkai daun, dan batang tanaman.

c. Ketinggian Tempat

Ketinggian tanah yang optimal untuk tanaman melon adalah 200-900 m diatas permukaan laut (dpl). Namun pada umumnya tanaman melon masih bisa berproduksi dengan baik pada ketinggian 0-100 m dpl, sedangakan pada ketinggian lebih dari 900 m dpl melon tidak dapat berproduksi optimal.


(60)

39

d. Sinar Matahari

Tanaman melon memerlukan penyinaran matahari penuh selama masa pertumbuhannya, terutama pada saat tanaman sedang berbunga. Sinar matahari yang diperlukan tanaman melon berkisar 10-12 jam perhari. Melon yang masa pertumbuhannya kurang mendapatkan sinar matahri maka batangnya akan tumbuh memanjang, lunak, mudah roboh, dan buah yang terbentuk sering rontok.

e. Suhu

Tanaman melon memerlukan suhu yang sejuk dan kering. Suhu yang dibutuhkan antara 25-30o C. Tanaman melon tidak dapat tumbuh tumbuh apabila suhu kurang dari 18o C.

3. Air

Air mutlak diperlukan tanaman melon sebagai pengangkut unsur hara dari dalam tanah ke bagian atas tanaman, membantu proses pembentukan zat makanan di dalam daun tanaman, sebagai pengedar hasil fotosintesis keseluruh bagian tanaman, dan sebagai penyusun seluruh tubuh tanaman. Air yang digunakan untuk budi daya melon harus diperoleh dari sumber yang bersih, sehat, dan bebas dari pencemaran limbah, karena melon sangat peka terhadap air yang menggenang sehingga sistem drainase pada lahan melon harus menjadi perhatian utama.


(1)

Keuntungan absolut Rp. 24.734.600

Berdasarkan investasi pada kasus pertama, pada investasi tahap pertama yang dilakukan dengan modal pinjaman didapatkan laba Rp. 82.061.006 dengan biaya modal Rp. 75.128.100. Pada investasi tahap kedua dilakukan dengan modal pribadi yang telah didapatkan pada investasi tahap pertama dan didapatkan laba Rp. 17.048.345 dengan biaya modal Rp. 43.361.400. Sehingga keuntungan akhir dari kasus uji 2 adalah:

Keuntungan akhir = Laba bersih investasi tahap pertama + laba bersih investasi tahap kedua

= Rp. 113.086.570

4.3.3 Hasil Pengujian

Berikut ini adalah hasil pengujian dari masing-masing kasus uji yang dilakukan beserta evaluasi. Hasil uji coba kasus uji 1 dapat dilihat pada tabel 4.69.

Tabel 4.69 Hasil Uji Coba Kasus Uji 1 Waktu

Investasi

Masa

Investasi Menguntungkan

Lebih Menguntungkan

Tidak Menguntungkan

Off-season 1 Kali Periode

Tanam √ × ×

On-season 1 Kali Periode

Tanam √ × ×

Sedangkan untuk hasil pengujian berdasarkan kasus uji 2 dapat dilihat pada tabel 4.70.


(2)

314

Tabel 4.70 Hasil Uji Coba Kasus Uji 2 Waktu

Investasi

Masa

Investasi Menguntungkan

Lebih Menguntungkan

Tidak Menguntungkan

Off-season - On-season

2 Kali Periode

Tanam

√ √ ×

On-season - Off-season

2 Kali Periode

Tanam


(3)

315

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Setelah dilakukan uji coba dan evaluasi terhadap perangkat lunak analisis perhitungan investasi agribisnis hortikultura ini, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Perangkat lunak ini dapat menghasilkan output perhitungan yang benar, serta dapat memberikan informasi tentang rencana investasi berdasarkan histori harga jual dan rekomendasi investasi untuk tahap selanjutnya.

2. Investasi agribisnis hortikultura off-season yang dilakukan dengan melihat histori harga jual tertinggi dapat memberikan hasil yang menguntungkan dan

off-season layak untuk dijalankan.

3. Investasi agribisnis hortikultura dapat dilakukan dua kali dalam satu tahun dengan dua musim tanam yang berbeda yaitu off-season dan on-season, sedangkan besarnya keuntungan yang didapatkan sesuai dengan kombinasi waktu saat investasi dijalankan.

5.2 Saran

Adapun saran yang dapat diberikan kepada peneliti berikutnya apabila ingin mengembangkan perangkat lunak yang telah dibuat ini agar menjadi yang lebih baik adalah:

1. Menambah jumlah komoditas hortikultura yang memiliki tingkat harga yang berfluktuasi guna penyempurnaan analisis investasi hortikultura off-season.


(4)

306

315

316

2. Memperhatikan setiap event yang akan terjadi setiap bulan minimal selama satu tahun agar dapat memudahkan investor dalam mengetahui peluang dan menentukan bulan rencana investasi.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Atmaja, Setia, Lukas. 2008. Teknik &Praktik Manajemen Keuangan. Andi Offset. Yogyakarta.

Bahar, H. Yul. 2009. Kiprah Hortikultura Di Jambore Sl-Ptt Boyolali.

http://hortikultura.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=2 39&Itemid=2(diakses 01 Juni 2011).

Bank Indonesia. 2007. Pola Pembiayaan Usaha Kecil Syariah(PPUK-SYARIAH):

Usaha Budidaya Cabai Merah,

http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/407624E9-3D21-471A-8099-C3812AC4ED2B/16053/BudidayaCabaiMerahSyariah.pdf(diakses 16 Juni 2011).

Deanta, A. 2006. Perencanaan Investasi dan Studi Kelayakan Proyek Dengan Microsoft Excel. Andi Offset. Yogyakarta.

Ditjen Hortikultura. 2009. Gambaran Kinerja Makro Hortikultura 2008.http://hortikultura.go.id/index.php?option=com_content&task=view &id=218&Itemid=2(diakses 28 Mei 2011).

Firdaus, Muhammad. 2008. Manajemen Agribisnis. PT Bumi Aksara. Jakarta. Hadi, Utomo, Prajogo., dkk. 2010. Analisis Dampak Investasi Pertanian

Terhadap Kinerja Sektor Pertanian. http://pse.litbang.deptan.go.id/ind/pdffiles/MAKPROP_PUH.pdf (diakses 28 Mei 2011).

Hartono, Jogiyanto. 2003. Analisis & Desain sistem informasi: Pendekatan terstruktur teori dan praktek aplikasi bisnis, Yogyakarta , ANDI.

Hilman, Yusdar. 2011. Arah dan Kebijakan Litbang Hortikultura Mendukung Peningkatan Ekspor Produk Hortikultura. http://hortikultura.litbang.deptan.go.id/raker/materi_kapuspuslithorti2011. pdf(diakses 28 Mei 2011).

Husnan, Suad., Suwarsono. 1997. Studi Kelayakan Proyek: Edisi Ketiga. UPP AMP YKPN. Yogyakarta.

Irawan, Bambang. 2007. Fluktuasi Harga, Transmisi Harga dan Marjin Pemasaran Sayuran dan Buah. http://pse.litbang.deptan.go.id/ind/pdffiles/ART5-4c.pdf(diakses 28 Mei 2011).


(6)

Irawan, Viki. 2006. Program Analisis Kelayakan Investasi Proyek Pembangunan Perumahan Graha Sampurna Indah Ditinjau Dari Aspek Keungan. Surabaya. STIKOM.

Pitojo, Setijo. 2003. Benih Bwang Merah. Kanisius. Yogyakarta.

Prajnanta, Final. 1997. Melon: Pemeliharaan Secara Intensif, Kiat Sukses Beragribisnis. Penebar Swadaya. Bogor.

Prihadi, Toto. 2010. Cepat & Praktis Analisis Investasi. PPM. Jakarta Pusat. Rahardi, F., dkk. 2007. Agribisnis Tanaman Buah: Edisi Revisi. Penebar

Swadaya. Bogor.

Redaksi Trubus. 2010. My Potential Business Cabai. PT Trubus Swadaya. Depok. Salim, Isa. 2006. Analisis Fator-Faktor Ekonomi Makro yang Mempengaruhi Investasi Pada Sektor Pertanian di Indonesia Periode Tahun 1984-2004. http://rac.uii.ac.id/server/document/Private/2008041812352701313057.pdf (diakses 29 Mei 2011).

Sobir., Siregar, D. Firmansyah. 2010. Budi Daya Melon Unggul. Penebar Swadaya. Bogor.

Sutabri, Tata. 2004. Analisa Sistem Informasi, Yogyakarta , ANDI.

Wadji, Farid, Moh. 2006. Penerapan Profitability Index Untuk Menilai Kelayakan Investasi Bisnis. Surabaya. STIKOM.

Zulkarnain. 2009. Dasar-Dasar Hortikultura. Bumi Aksara. Jakarta.