Kerangka Pemikiran

2.2 Kerangka Pemikiran

Kehidupan manusia tidak terlepas dari berbagai keadaan lingkungan sekitarnya, antara manusia dan lingkungan terdapat hubungan yang sangat erat. Dalam hal ini, manusia akan selalu berusaha untuk beradaptasi dengan berbagai keadaan lingkungan sekitarnya. Demikian pula halnya ketika melakukan pekerjaan, karyawan sebagai manusia tidak dapat dipisahkan dari berbagai keadaan disekitar tempat mereka bekerja, yaitu lingkungan kerja. Selama melakukan pekerjaan, setiap karyawan akan berinteraksi dengan berbagai kondisi yang terdapat dalam lingkungan kerja (Komarudin 1983).

Kehidupan sosial yang dimaksud berkenaan dengan keyakinan nilai-nilai, sikap, pandangan, pola atau gaya hidup di lingkungan sekitar serta interaksi antara orang-orang yang bekerja dalam suatu perusahaan baik itu interaksi antara atasan dengan bawahan maupun dengan rekan kerja (Komarudin 1983).

Kehidupan psikologis adalah interaksi perilaku-perilaku karyawan dalam suatu perusahaan dimana mereka bekerja. Setiap orang dalam suatu perusahaan membawa suatu harapan akan pemenuhan kebutuhan dan keinginan. Adanya kebutuhan dan keinginan itu mendorong mereka berperilaku untuk memuaskan kebutuhan dan keinginannya (Komarudin 1983).

Kehidupan fisik adalah interaksi antara karyawan dengan lingkungan tempat karyawan bekerja. Menurut Mangkunegara (2005), menyatakan bahwa:

“Lingkungan kerja adalah semua aspek fisik kerja, psikologis kerja dan peraturan kerja yang dapat mempengaruhi kepuasan kerj a dan pencapaian produktivitas.”

Adapun pengertian lain dari lingkungan kerja yang dapat menghasilkan kinerja tinggi dikemukakan oleh (Macey,Schneider,Barbera and Young;2009) merupakan lingkungan yang dapat menciptakan karyawan terikat adalah lingkungan yang dapat menyediakan lahan informasi, kesempatan belajar, dan mampu menciptakan keseimbangan kehidupan karyawannya, yaitu dengan menciptakan suatu basis untuk menampung energi dan inisiatif karyawan.

Menurut (Macey,Schneider,Barbera and Young;2009), seorang karyawan akan menampilkan kinerja yang sangat baik jika didukung dengan lingkungan yang memberikan fasilitas kepada karyawan untuk terikat dengan pekerjaannya. Terdapat 4 prinsip utama yang menjadi syarat bagi seorang karyawan untuk menciptakan seorang karyawan memiliki potensi menjadi terikat yaitu karyawan yang memiliki kapasitas untuk engaged, karyawan memiliki alasan atau motivasi untuk engaged, karyawan memiliki kebabasan untuk engaged, dan karyawan mengetahui bagaimana untuk engaged.

engage menurut (Macey,Schneider,Barbera and Young;2009) yang menjadi syarat seorang karyawan menjadi engage adalah kapasitasnya. Kapasitas di sini maksudnya adalah apakah karyawan memiliki energi yang mengarah ke tujuan dan ketahanan untuk mempertahankan energi tersebut ketika menghadapi hambatan dalam memenuhi tujuannya. Engagement akan muncul secara alami muncul pada orang yang memiliki kemandirian dan kompetensi.

Prinsip pertama

Karyawan dapat engaged jika mereka memiliki motivasi autonomi dan kompetensi, dalam hal ini organisasi memberikan kontribusi dan fasilitas energy

dengan memberikan informasi yang karyawan butuhkan agar dapat melaksanakan tugasnya dengan berhasil, juga memberikan kesempatan untuk belajar dan memberikan feedback sehingga para karyawan untuk memperbaharui level personal energy -nya melalui keseimbangan antara kehidupan kerja dan kehidupan personal. Dengan demikian, prinsip pertama dari engagement adalah engagement membutuhkan lingkungan kerja yang tidak menuntut lebih, tetapi terdapat peluang untuk berbagi informasi, memberikan kesempatan belajar,dan menjaga keseimbangan pada kehidupan personal karyawan, dengan menciptakan dasar- dasar pemeliharaan energy dan inisiatif personel.

engage menurut (Macey,Schneider,Barbera and Young;2009) dalam menciptakan karyawan yang engage adalah motivasi. Motivasi di sini diartikan sebagai dorongan untuk bekerja. Dorongan untuk bekerja dapat muncul ketika derajat ketertarikan karyawan itu tinggi terhadap pekerjaannya sehingga memicu timbulnya engagement . Motivasi untuk engaged akan terjadi jika karyawan memiliki pekerjaan yang menarik(bagi mereka) dan sesuai dengan value mereka. Karyawan diperlakukan dengan cara yang memperkuat munculnya kecenderungan bahwa mereka akan membalas kebaikan.

Prinsip kedua

Prinsip yang ketiga the freedom to engage menurut (Macey,Schneider,Barbera and Young;2009) adalah kebebasan. Maksudnya adalah ketika karyawan merasa bahwa mereka memiliki kebebasan untuk bertindak dan tidak akan dihukum karena hal tersebut, sehingga inisiatif dan sikap proaktif mereka menjadi lebih mungkin muncul. Sebaliknya, tanpa Prinsip yang ketiga the freedom to engage menurut (Macey,Schneider,Barbera and Young;2009) adalah kebebasan. Maksudnya adalah ketika karyawan merasa bahwa mereka memiliki kebebasan untuk bertindak dan tidak akan dihukum karena hal tersebut, sehingga inisiatif dan sikap proaktif mereka menjadi lebih mungkin muncul. Sebaliknya, tanpa

Prinsip keempat the focus of strategic engagement. menurut (Macey,Schneider,Barbera and Young;2009) bentuk dari engagement yang ingin dikendalikan secara spesifik adalah mengenai strategi dan sumber dari keunggulan kompetitif yang dipilih oleh suatu perusahaan. Terdapat perbedaan antara strategi umum dan posisi yang strategis, juga antara level engagement secara umum dan perilaku engagement yang spesifik, yang menjadi esensi dalam menampung keunggulan kompetitif dari suatu perusahaan. Strategi mampu mengarahkan jenis engagement spesifik yang dibutuhkan. Caranya adalah dengan memusatkan penyusunan strategi terhadap lingkungan pekerjaan yang diciptakan untuk para karyawan.

Karyawan dapat fokus ketika mengerjakan pekerjaan dan memiliki perasaan antusias sehingga pekerjaan yang dilakukan lebih efisien. Selain itu karyawan memiliki sasaran dan goal yang terarah dan mampu menyelesaikan pekerjaan tepat waktu atau bahkan lebih cepat dari yang ditargetkan. Keadaan tersebut menggambarkan seseorang yang merasa terikat (engage) dengan pekerjaannya. Keterlibatan dan kepedulian karyawan pada pekerjaanya atau saat Karyawan dapat fokus ketika mengerjakan pekerjaan dan memiliki perasaan antusias sehingga pekerjaan yang dilakukan lebih efisien. Selain itu karyawan memiliki sasaran dan goal yang terarah dan mampu menyelesaikan pekerjaan tepat waktu atau bahkan lebih cepat dari yang ditargetkan. Keadaan tersebut menggambarkan seseorang yang merasa terikat (engage) dengan pekerjaannya. Keterlibatan dan kepedulian karyawan pada pekerjaanya atau saat

Konsep Employee Engagement pertama kali diperkenalkan dalam Jurnal Gallup. Berdasarkan hasil riset dari Gallup Management Journal 2001 diperoleh bahwa hanya satu dari empat orang karyawan merasa terlibat atau 26% (engaged), mereka mencintai apa yang mereka kerjakan dan mereka bersemangat untuk datang bekerja. Sedangkan dua dari empat orang karyawan acuh atau 55% (disengaged), mereka hadir di kantor akan tetapi tidak dapat fokus kepada pekerjaan. Sisanya yaitu satu dari empat orang karyawan aktif acuh bahkan menjadi provokator atau 19% (actively disangaged), seberapa jauh mereka tidak puas dengan atasan, rekan kerja atau perusahaan pada umumnya.

Employee Engagement didefinisikan sebagai kekuatan yang mengikat antara perusahaan dan karyawan baik secara emosional, rasional maupun spiritual yang mampu mendorong kinerja optimal individu sehingga membuat perusahaan mampu mencapai tujuannya dan memiliki keunggulan bersaing. Karyawan yang memiliki keterikatan secara emosional dan intelektual terhadap perusahaan akan memberikan usaha terbaiknya melebihi apa yang telah dijadikan target dalam suatu pekerjaan (Bates, 2004; Baumruk, 2004; Richman,dalam Saks: 2006).

Perilaku yang ditampilkan dari karyawan engaged dapat berpikir secara proaktif, melakukan tindakan secara aktual yang selaras dengan goal perusahaan, Perilaku yang ditampilkan dari karyawan engaged dapat berpikir secara proaktif, melakukan tindakan secara aktual yang selaras dengan goal perusahaan,

Gambar 2.3 Employee Engagement Value Chain

Tangible

Performance

outcomes including

High

enhanced

Shareholder Work

Environment Intangible Asset

Brand equity Customer

satisfaction & Loyalty Innovation Lowe risk

Sumber : (Macey,Schneider,Barbera and Young;2009)

Berdasarkan model diatas, high performance work enviroment merupakan anteseden dari engagement, yaitu lingkungan kerja yang memberi fasilitas, kemudahan-kemudahan, dan kesempatan karyawan untuk engaged. Menurut model ini, engagement memiliki dua faset yaitu psikologis dan behavioral. Faset psikologis berkaitan dengan perasaan karyawan sehingga karyawan fokus, intens,

antusias; dan behavioral, berkaitan dengan apa yang karyawan lakukan sehingga mereka terlihat persisten (konsisten berjuang), adaptable, dan proaktif. Seperti pada skema selanjutnya bahwa engagement memberikan dampak bagi outcomes yang tangible dan intangible. Outcomes tangibles berupa meningkatnya kinerja, sedangkan outcomes yang intangible bisa berbentuk loyalitas, kepuasan, inteletual capital , dan brand image. Engagement juga berperan menurunkan risiko perusahaan, hal ini dapat terjadi karena karyawan lebih berdedikasi untuk menciptakan nilai lebih bagi organisasi, lebih konsisten dalam interaksinya dengan pelanggan dan stakeholder lain, dan lebih tidak berkeinginan untuk keluar dari perusahaan.

Outcome tangible diantaranya adalah kinerja, menurut Mangkunegara (2001), kinerja adalah: hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dapat dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugas sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Kinerja yang sangat baik merupakan indikator karyawan menguasai suatu pekerjaan tertentu dan mampu menyelesaikan pekerjaan tersebut dengan baik dan secara emosional mampu komit dengan pekerjaan.

Sedangkan outcome intangible diantaranya adalah kepuasan kerja , Kepuasan Kerja merupakan suatu perasaan positif mengenai pekerjaannya dan merupakan hasil dari sebuah evaluasi karakteristiknya. Terdapat beberapa aspek yang dapat mencerminkan kepuasan karyawan (pekerjaan itu sendiri, gaji, kenaikan jabatan, pengawasan atasan, dan rekan kerja) (Robbins, 2008:110).

Berdasarkan skema diatas dapat disimpulkan bahwa engagement dalam sudut pandang ini merupakan resiprokasi atas apa yang perusahaan sudah berikan. Jadi jika perusahaan perusahaan memberikan peluang untuk berkembang, jenis pekerjaan yang tepat, pengawasan yang adil pada tempatnya, level imbalan dan rasa aman yang wajar. Anteseden yang berupa High Performance Work Environment berdampak pada munculnya perasaan engaged yang dikenal dalam konsep employee engagement yang memiliki dua komponen yaitu employee engagement feeling dan employee engagement behaviour.

Employee engagement feelings memiliki empat komponen penting sehingga karyawan merasa engaged yaitu :

1. Feeling of urgency;

2. Feeling of being focused ;

3. Feeling of enthusiasm ;

4. Feeling of intensity. Berdasarkan empat komponen ini dapat disimpulkan secara ringkas

mengenai engagement yaitu aggregate dari energized feeling yang dirasakan seseorang ketika bekerja yang muncul sebagai dari perasaan urgency,focus, intensity , dan enthusiasm. Selanjutnya karyawan yang engaged merasa tidak hanya energized tetapi juga kompeten, dan sense of competence ini adalah muncul akibat pengalamannya sendiri dan kondisi kerja yang diberikan oleh perusahaan bagi dirinya. Feeling of engagement mendorong terjadinya perilaku engaged pada karyawan.

Semakin kuat feel of engagement semakin memungkan seorang karyawan akan memperlihatkan perilaku engaged. Bagaiman perilaku yang bisa dimunculkan (sebagai akibat lebih banyaknya energy dan effort yang diperlukan dalam bekerja), terhadap organisasi, pelanggan atau stakeholder diluar organisasi.

Employee engagement behavior memiliki empat komponen penting sehingga karyawan merasa engaged yaitu :

1.Persistence;

2. Proactivity;

3. Role expansion;

4. Adaptability. Karyawan yang engaged secara perilaku akan memperlihatkan persistensi, merespon secara proaktif terhadap ancaman dan tantangan, memperluas peran mereka dalam pekerjaan, dan siap sedia terhadap perubahan. Hal diatas merupakan seluruh aspek perilaku engagement. Engagement tidak hanya meningkatkan kinerja karyawan yang dalam agregatnya meningkatkan kinerja diatas atau melampaui harapan (sesuai standar).

PT Pindad (Persero) adalah perusahaan pembuat senjata dan produk komersil lainnya, dituntut untuk memberikan kinerja terbaik agar menghasilkan prodak yang berkualitas tinggi. Untuk itu dukungan lingkungan kerja akan sangat mempengaruhi kinerja para karyawan, lingkungan kerja dalam hal ini tidak hanya berkaitan dengan lingkungan fisik tetatpi juga lingkungan non fisik. Dukungan lingkungan kerja yang akan menghasilkan kinerja yang tinggi atau dalam PT Pindad (Persero) adalah perusahaan pembuat senjata dan produk komersil lainnya, dituntut untuk memberikan kinerja terbaik agar menghasilkan prodak yang berkualitas tinggi. Untuk itu dukungan lingkungan kerja akan sangat mempengaruhi kinerja para karyawan, lingkungan kerja dalam hal ini tidak hanya berkaitan dengan lingkungan fisik tetatpi juga lingkungan non fisik. Dukungan lingkungan kerja yang akan menghasilkan kinerja yang tinggi atau dalam

Berdasarkan survei employee engagement diperoleh dua buah indikator diatas merupakan indikator yang memiliki nilai terendah pada Unit Pusat dan Unit Divisi. Indikator pertama merupakan opportunity to do what I do best, berkaitan dengan karyawan merasa belum mendapatkan kesempatan untuk bekerja secara optimal. Secara teori indikator ini tercermin dari salah satu faktor high performance work enviroment pada prinsip motivation to engaged berkaitan dengan suatu pekerjaan akan dirasakan lebih menarik ketika pekerjaan tersebut menantang, penting, dan menciptakan kesempatan untuk mengambil keputusan dan kemandirian tidak hanya pada apa yang harus diselesaikan tetapi juga bagaimana cara menyelesaikannya (Macey,Schneider,Barbera and Young;2009).

Sedangkan pada indikator yang kedua yaitu oppinion count, berkaitan dengan karyawan kurang mendapatkan dukungan dan perhatian dari atasan langsung sehingga para karyawan merasa kurang di dengarkan pendapatnya. Secara teori indikator ini tercermin dari salah satu faktor high performance work enviroment pada prinsip freedom to engaged, berkaitan dengan Perceived supervisor support menurut Maertz et al. (dalam Newman dan Thanacoody,

2010) merupakan pandangan umum yang dikembangkan oleh karyawan mengenai tingkat dimana supervisor peduli dengan kesejahteraan dan menilai kontribusi mereka kepada perusahaan.

PT. Pindad (Persero) telah melakukan pengukuran Employee Engagement sejak tahun 2012 yang diterapkan kepada seluruh karyawan baik di Unit Pusat dan Divisi. Hal ini dilakukan guna meningkatkan produktifitas dalam pencapaian target perusahaan. Tingkat Employee Engagament berdasarkan pengukuran yang dilakukan PT. Pindad (Persero) pada diperoleh bahwa pada Unit Pusat dan Divis i sebagian besar berada pada kategori Netral. Hal ini mencerminkan bahwa karyawan belum mengerahkan seluruh kemampuannya dalam bekerja dikarenakan kurangnya rasa keterikatan terhadap pekerjaan,lingkungan bekerja, dan faktor- faktor lain yang mendukung karyawan merasa terikat. Hal tersebut tercermin dari hasil survei kepuasan yang dilakukan oleh PT.Pindad.

Kepuasan Kerja merupakan suatu perasaan positif mengenai pekerjaannya dan merupakan hasil dari sebuah evaluasi karakteristiknya. Terdapat beberapa aspek yang dapat mencerminkan kepuasan karyawan ( pekerjaan itu sendiri, gaji, kenaikan jabatan, pengawasan atasan, dan rekan kerja). (Robbins, 2008:110). Salah satu teori kepuasan adalah Two Factor Theory, prinsip teori ini adalah kepuasan atau ketidakpuasan merupakan dua hal yang berbeda. Teori ini pertama kasi ditemukan oleh Herzberg tahun 1959. Herzberg membagi menjadi dua kelompok yaitu : satisfier (motivator) adalah situasi yang membuktikannya sebagai sumber kepuasan yang terdiri dari achievement,recognition, work itself, responsibility, dan advencement. Dissatisfier (Hygine Factor) adalah faktor yang Kepuasan Kerja merupakan suatu perasaan positif mengenai pekerjaannya dan merupakan hasil dari sebuah evaluasi karakteristiknya. Terdapat beberapa aspek yang dapat mencerminkan kepuasan karyawan ( pekerjaan itu sendiri, gaji, kenaikan jabatan, pengawasan atasan, dan rekan kerja). (Robbins, 2008:110). Salah satu teori kepuasan adalah Two Factor Theory, prinsip teori ini adalah kepuasan atau ketidakpuasan merupakan dua hal yang berbeda. Teori ini pertama kasi ditemukan oleh Herzberg tahun 1959. Herzberg membagi menjadi dua kelompok yaitu : satisfier (motivator) adalah situasi yang membuktikannya sebagai sumber kepuasan yang terdiri dari achievement,recognition, work itself, responsibility, dan advencement. Dissatisfier (Hygine Factor) adalah faktor yang

Sejak tahun 2008 PT.Pindad telah melakukan survei kepuasan dengan teori ERG dari clyton Alderfer. Berdasarkan survei kepuasan kerja index 2010 kepuasan kerja rata-rata karyawan PT.Pindad adalah 3 dari skala 5. Hal tersebut menunjukan bahwa kepuasan karyawan berada pada kategori netral.

Aspek kepuasan terendah berada pada aspek Exsistence hal ini berkaitan dengan suatu kebutuhan akan tetap bisa hidup sesuai dengan tingkat kebutuhan tingkat rendah dari Maslow yaitu meliputi kebutuhan fisiologis dan kebutuhan akan rasa aman. Artinya karyawan belum merasa dipenuhi kebutuhan yang paling mendasar meliputi rasa aman.

Kinerja karyawan pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh karyawan. Kinerja Karyawan pada umumnya mengikuti beberapa elemen diantaranya (Robbins,2008) :

1. Kuantitas dari hasil;

2. Kualitas dari hasil;

3. Ketepatan waktu dari hasil;

4. Kehadiran;

5. Kemampuan bekerja sama.

Dimensi lain dari kinerja secara umum salah satunya dapat di aplikasikan pada pekerjaan yang berbeda. Kriteria pekerjaan yang spesifik atau dimensi dari inerja dapat mengidentifikasi elemen yang paling penting dari pekerjaan tersebut.Kriteria pekerjaan merupakan faktor paling penting karena hal tersebut dapat mengidentifikasikan kesesuaian organisasi membayar karyawan dengan apa yang telah dilakukan.Oleh karena itu kinerja individu berdasarkan kriteria pekerjaan harus dapat diukur dan dibandingkan dengan standar yang ada sehingga hasil penilaian kinerja dapat memberikan gambaran yang tepat mengenai pekerjaan yang dilakukan karyawan (Robbins,2008).

Penilaian kinerja yang dilakukan oleh PT.Pindad adalah penilaian Kinerja 360 derajat yang telah dilakukan sejak tahun 2005. Penilaian ini dilakukan untuk menentukan kenaikan masa kerja golongan (MKG). Kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan penilaian ini adalah menjangkau karyawan yang berjumlah 2350 orang dan sebagian besar waktu kerjanya dihabiskan di pabrik sehingga sulit mengumpulkan hasil penilaian dalam jangka waktu yang telah ditetapkan. Selain itu setelah hasil penilaian kinerja diperoleh, ada beberapa karyawan yang merasa tidak puas dengan hasil penilaian dan mengajukan keluhan kepada SDM. Ada beberapa karyawan yang menolak untuk melakukan penilaian kinerja karna tidak merasakan pentingnya melakukan penilaian multi sumber ini. Program SDM ini dinilai belum menjadi budaya sehingga dianggap tidak penting.

High Performance work enviroment dapat mempengaruhi tingkat employee engagement , jika karyawan merasa tidak mendapatkan dukungan dari atasan serta kesempatan untuk untuk memberikan kemampuan terbaik dalam

bekerja hal tersebut mengakibatkan karyawan kurang bersemangat dalam bekerja dan menampilkan perilaku yang kurang proaktif. Perasaan yang tidak terikat dengan pekerjaan serta lingkungan tempat karyawan bekerja berdampak pada tingkat kepuasan dan kinerja karyawan seperti yang telah di jelaskan sebelumnya. Kepuasan didefinisikan sebagai keadaan emosi yang positif yang dihasilkan dari penilaian terhadap pekerjaan seseorang dan pengalaman kerja. Kepuasan ialah tentang apa yang dilakukan organisasi untuk membuat karyawan agar merasa nyaman berada di tempat kerja. Dengan demikian, kepuasan merujuk pada pemenuhan kebutuhan. Pekerjaan yang bahagia cenderung lebih produktif, meskipun sulit akan tetapi penelitian menemukan bahwa terdapat korelasi yang cukup kuat antara kepuasan dan kinerja. Ketika data produktivitas dan kepuasan dikumpulkan secara keseluruhan ditemukan bahwa karyawan yang lebih puas cenderung lebih efektif bila dibandingkan organisasi yang memiliki karyawan yang kurang puas (Robbins, 2008;113).

Berdasarkan uraian diatas dapat dilihat hubungan antar variabel sebagai berikut :

Kepuasan Kerja

Gambar 2.4 Paradigma Penelitian

 Satisfiers

1. Penghargaan

2. Pekerjaan itu sendiri