Gambaran Keselamatan Kerja Berdasarkan Perilaku Kerja Pada Pekerja Mekanik di Unit Wheel dan Brake PT GMF AeroAsia Tahun 2015

(1)

TAHUN 2015

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)

OLEH: Christina Lia Wati NIM: 1111101000050

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1437 H / 2015


(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya

atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.


(3)

Gambaran Keselamatan Kerja Berdasarkan Perilaku Kerja Pada Pekerja Mekanik di Unit Wheel dan Brake PT GMF AeroAsia Tahun 2015

xvi + 166 Halaman + 12 Tabel + 15 Bagan + 16 Gambar + 13 Lampiran

ABSTRAK

Perilaku pekerja menjadi sangat penting karena perilaku merupakan salah satu penyebab terjadinya kecelakaan kerja. Kecelakaan kerja tersebut ditemukan di PT GMF AeroAsia dan berdasarkan telaah dokumen investigasi kecelakaan kerja tahun 2014 diketahui bahwa penyebabnya lebih banyak karena perilaku tidak aman. Berdasarkan hasil studi pendahuluan di unit wheel & brake PT GMF AeroAsia ditemukan perilaku tidak aman. Penelitian bertujuan mengetahui gambaran keselamatan kerja berdasarkan perilaku kerja di unit wheel & brake

menggunakan model perilaku ABC.

Penelitian yang bersifat kualitatif ini dilakukan pada bulan Januari-Desember 2015. Data penelitian didapatkan melalui pengumpulan data primer dengan cara observasi, wawancara, dan telaah dokumen, sedangkan data sekunder didapatkan melalui data perusahaan. Analisis data menggunakan model Spradley.

Hasil penelitian beberapa aspek perilaku menunjukan perilaku aman pekerja mekanik: menggunakan APD lengkap, menggunakan peralatan sesuai CMM, bekerja dalam posisi tepat, dan berkoordinasi baik dengan rekan kerja. Hal ini disebabkan oleh beberapa anteseden: kebijakan/peraturan K3 sudah memadai, tersedianya APD, terpasangnya rambu K3, adanya pemberian pelatihan, dan telah dilakukannya pengawasan, sedangkan dari konsekuensi disebabkan karena tersedianya hukuman dan penghargaan yang diberikan. Bentuk perilaku tidak aman pekerja mekanik: tidak menggunakan APD lengkap, menggunakan peralatan tidak sesuai tujuan penggunaannya, dan bekerja dalam posisi janggal. Hal ini disebabkan beberapa anteseden kurang memadai: belum ada pelatihan penggunaan APD dan perawatan APD belum optimal, beberapa rambu K3 belum sesuai, pelatihan belum merata, dan pengawasan belum maksimal. Konsekuensi disebabkan karena kurangnya sosialisasi bentuk penghargaan yang diberikan kepada pekerja dan hukuman yang diberikan belum tegas diterapkan.

Berdasarkan hasil penelitian manajemen unit wheel & brake disarankan meninjau beberapa anteseden: memberikan pelatihan APD dan lebih memperhatikan perawatan APD, memberikan pelatihan merata, memperbaharui rambu K3, dan pengawasan dilakukan lebih optimal. Konsekuensi: sebaiknya

reward lebih disosialisasikan dan pemberian hukuman lebih tegas dilakukan.

Daftar Bacaan : 57 (1997 – 2015)


(4)

Description of Safety Working Based On Behavior of Mechanics Worker in Wheel and Brake Unit PT Garuda Maintenance Facility AeroAsia 2015 xvi + 166 pages + 12 tabels + 15 diagrams + 16 pictures + 13 attachments

ABSTRACT

Worker behavior becomes very important because the behavior is one of the causes of accidents. Occupational accidents were found in PT GMF and based on document review investigation of occupational accidents in 2014 is known that the cause is more due to unsafe behavior. Based on the results of preliminary studies on the wheel and brake unit PT GMF found unsafe behavior. The research aims to know the description of work safety in the workplace based on the behavior of the wheel and brake unit using behavioral models ABC.

This qualitative study was conducted in January-December 2015. Data were obtained through primary data collection by observation, interviews and document review, while secondary data obtained through the company's data. Analysis of data using models Spradley.

The research result shows some aspects of the behavior of the mechanical workers safe behavior: using full of PPE, using an appropriate equipment according to CMM, working in a good and safety position, and have a good coordination with their co-workers. That was caused by some antecedents like an approriate safety regulations, PPE on available, installation of safety signs, training, and doing supervising. Meanwhile from the consequence was caused by punishment and reward. Unsafe behavior of mechanics worker are not using full of PPE management condition was not noticed optimally, some of safety sign was not compliance with the standard yet, training was not prevalent, and supervision has not been done maximally. Meanwhile, the consequences caused by the lack of socialization form of reward given to the workers and the punishment were not strictly applied.

Based on the research results, the management wheel and brake unit are advised to review some of the antecedents, including for more attention to the management of PPE, provide training to all employees, update safety signs, supervision carried out optimally. While the consequence: reward should be socialized and tougher punishment carried out.

Reading List : 57 (1997 – 2015)


(5)

Judul Skripsi

GAMBARAN KESELAMATAN KERJA BERDASARKAN PERILAKU KERJA PADA PEKERJA MEKANIK DI UNIT WHEEL DAN BRAKE

PT GARUDA MAINTENANCE FACILITY (GMF) AEROASIA TAHUN 2015

Telah disetujui, diperiksa, dan dipertahankan dihadapan tim penguji skripsi Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh: Christina Lia Wati NIM: 1111101000050

Jakarta, 11 Desember 2015 Mengetahui,

Pembimbing I Pembimbing II

Catur Rosidati, SKM, MKM Dr. M. Farid Hamzens, M.Si NIP. 19750210 200701 2 018 NIP. 19630621 199403 1 001


(6)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

CHRISTINA LIA WATI NIM: 1111101000050

Jakarta, 11 Desember 2015 Penguji I,

Riastuti Kusuma Wardani, MKM NIP. 19800516 200901 2 005

Penguji II,

Dr. Iting Shofwati, MKKK NIP. 19760808 200604 2 001

Penguji III,


(7)

Tempat, Tanggal Lahir : Tangerang, 7 Desember 1991 Kewarganegaaraan : Indonesia

Agama : Islam

Status : Belum Menikah

Alamat : Jl. H. Yusuf RT. 003/RW 10 No. 11 Paninggilan, Ciledug-Tangerang, Banten, 15153

Telepon/Handphone : 085714887274

Email : Christina7.lia@gmail.com

Riwayat Pendidikan

1. S1 Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta : 2011 – 2015

2. SMA Negeri 3 Tangerang : 2007 – 2010

3. SMP Negeri 3 Tangerang : 2004 – 2007

4. SD Negeri Paninggilan 01 Ciledug : 1998 – 2004 5. TK. Tunas Harapan Ciledug : 1997 – 1998

Riwayat Organisasi

1. Anggota Departemen Human Resource Development Forum Studi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (FSK3) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta periode 2013-2014

2. Anggota Departemen Occupational Safety and Health (OSH) Science

Forum Studi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (FSK3) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta periode 2014-2015

Riwayat Pekerjaan


(8)

Alhamdulillah, puji serta syukur selalu dilantunkan kepada Allah SWT dan shalawat serta salam selalu tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW. Dengan memanjatkan rasa syukur atas segala nikmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Gambaran Keselamatan Kerja Berdasarkan Perilaku Kerja Pada Pekerja Mekanik di Unit Wheel dan Brake PT Garuda Maintenance Facility (GMF) AeroAsia Tahun 2015”.

Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Kedua Orang Tua saya, Bpk. Suryanata dan Ibu Supartini, dan Kakak2, serta seluruh keluarga besar, terima kasih atas kasih sayang, doa, dan dukungannya sehingga penulis dapat melanjutkan pendidikan dan menyelesaikan skripsi; 2. Prof.Dr. H. Arif Sumantri, SKM., M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran

dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Ibu Fajar Ariyanti M.Si selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat;

3. Ibu Catur Rosidati, SKM, MKM, dan Bpk. Dr. M. Farid Hamzens M.Si selaku Dosen Pembimbing Skripsi I dan II, terima kasih atas bimbingan, saran, dan arahan serta motivasi kepada penulis agar senantiasa berupaya maksimal dalam penyelesaian skripsi ini;

4. Ibu Dr. Iting Shofwati, MKKK, selaku Dosen Peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja, terima kasih sudah memotivasi penulis dan mencurahkan seluruh ilmu, pengetahuan, dan pengalamannya selama ini;

5. Ibu Riastuti Kusuma Wardani, MKM, Ibu Dr. Iting Shofwati, MKKK, dan Bpk. Ir. Rulyenzi Rasyid, MKKK, terima kasih atas kesediaannya menjadi penguji dalam skripsi penulis;

6. Bapak Umar Fauzi selaku General Manager K3, Bapak Sigit selaku OSH


(9)

proses penyelesaian skripsi ini.

8. Kawan Sholihah, Teman – Teman Kesmas dan K3 2011, terima kasih atas kebersamaannya.

9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membatu penulis hingga tersusunnya skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun senantiasa penulis harapkan agar dapat dijadikan masukan di waktu mendatang.

Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi diri penulis dan juga bagi semua pembaca. Penulis mohon maaf apabila dalam skripsi ini terdapat kekurangan ataupun kesalahan. Terima Kasih.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Jakarta, Desember 2015


(10)

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

PERNYATAAN PERSETUJUAN ... iv

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR BAGAN ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR ISTILAH ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah... 5

C. Pertanyaan Penelitian ... 6

D. Tujuan Penelitian ... 7

1. Tujuan Umum ... 7

2. Tujuan Khusus ... 7

E. Manfaat Penelitian ... 8

1. Manfaat Bagi Perusahaan ... 8

2. Manfaat Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat ... 8

3. Bagi Peneliti ... 9

F. Ruang Lingkup Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10

A. Perilaku ... 10

B. Perilaku Keselamatan Kerja ... 11


(11)

2. Social Cognitive Theory ... 21

3. Teori (Model) ABC ... 23

E. Faktor Perilaku Bekerja Berdasarkan Model ABC ... 30

F. Kerangka Teori ... 43

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN DEFINISI ISTILAH ... 45

A. Kerangka Berpikir ... 45

B. Definisi Istilah ... 48

BAB IVMETODE PENELITIAN ... 51

A. Jenis Penelitian ... 51

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 51

C. Informan Penelitian ... 51

D. Instrumen Penelitian ... 52

E. Teknik Pengumpulan Data ... 53

F. Validasi Data ... 55

1. Triangulasi Sumber... 55

2. Triangulasi Metode ... 56

G. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 56

H. Penyajian Data ... 58

BAB V HASIL ... 59

A. Karakteristik Informan ... 59

B. Gambaran Umum Perusahaan ... 62

C. Gambaran Anteseden di Unit Wheel dan Brake ... 71

D. Gambaran Perilaku Kritis Pekerja Mekanik di Unit Wheel dan Brake… ... 92

E. Gambaran Konsekuensi di Unit Wheel dan Brake ... 102

F. Gambaran Antecedent – Behavior – Consequence di Unit Wheel dan Brake ... 106


(12)

D. Konsekuensi ... 144

E. Antecedent – Behavior – Consequences ... 148

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ... 157

A. Simpulan ... 157

B. Saran ... 159

DAFTAR PUSTAKA ... 162


(13)

Tabel 3.1 Definisi Istilah……….…...48

Tabel 4.1 Matriks Triangulasi Sumber………...55

Tabel 4.2 Matriks Triangulasi Metode………...56

Tabel 5.1 Karakteristik Informan Utama………...60

Tabel 5.2 Karakteristik Informan Kunci………61

Tabel 5.3 Karakteristik Informan Pendukung………61

Tabel 5.4 Shift Kerja di unit wheel dan brake………64

Tabel 5.5 Prosedur Pengelolaan Alat Pelindung Diri PT GMF AeroAsia….78 Tabel 5.6 Prosedur Safety Work and Facilities (Safety Signs) PT GMF AeroAsia………79

Tabel 5.7 Gambaran Rambu Keselamatan di Area Wheeel ………..80

Tabel 5.8 Gambaran Rambu Keselamatan di Cleaning Area Unit Wheel dan Brake ……….……82


(14)

Bagan 3.1 Kerangka Berfikir………...47 Bagan 5.1 Struktur Organisasi PT GMF AeroAsia……….63 Bagan 5.2 Struktur Organisasi Unit Wheel dan Brake ………...64 Bagan 5.3 Diagram Alir Proses Maintenance Komponen Wheel dan Brake..66 Bagan 5.4 Gambaran Anteseden di Unit Wheel dan Brake ………90 Bagan 5.5 Gambaran Perilaku Kritis di Unit Wheel dan Brake …………...101 Bagan 5.6 Gambaran Konsekuensi di Unit Wheel dan Brake………...106 Bagan 5.7 Penyebab Pekerja Mekanik Menggunakan Alat Pelindung Diri Lengkap di Unit Wheel dan Brake………...107 Bagan 5.8 Penyebab Pekerja Mekanik Berperilaku Aman Menggunakan

Peralatan di Unit Wheel dan

Brake………108

Bagan 5.9 Penyebab Pekerja Mekanik Bekerja dalam Posisi yang Tepat di

Unit Wheel dan

Brake………108

Bagan 5.10 Penyebab Pekerja Mekanik Berkoordinasi Baik dengan Sesama Rekan Kerja di Unit Wheel dan Brake……….100

Bagan 5.11 Penyebab Pekerja Mekanik Tidak Menggunakan Alat Pelindung

Diri Lengkap di Unit Wheel dan

Brake………...110

Bagan 5.12 Penyebab Pekerja Mekanik Menggunakan Peralatan Tidak Sesuai Tujuan Penggunaannya di Unit Wheel dan Brake………111 Bagan 5.13 Penyebab Pekerja Mekanik Bekerja dalam Posisi Tidak Tepat di

Unit Wheel Dan Brake


(15)

Gambar 5.1 Peraturan yang diinformasikan di Unit Wheel dan Brake………..73

Gambar 5.2 Gambaran Safety Briefing di Unit Wheel dan Brake………..74

Gambar 5.3 Gambaran Ketersediaan APD………76

Gambar 5.4 Summary of Employee………87

Gambar 5.5 Gambaran Pengawasan di Unit Wheel dan Brake………..88

Gambar 5.6 Gambaran Perilaku Aman Pekerja Area Wheel………...94

Gambar 5.7 Gambaran Perilaku Aman Pekerja Area Brake………..95

Gambar 5.8 Posisi Badan yang Baik dan Aman Pada Pekerja Mekanik……...96

Gambar 5.9 Gambaran Perilaku Tidak Aman Pekerja Area Wheel…………...97

Gambar 5.10 Posisi Tidak Tepat/Janggal Pekerja Mekanik di Area Wheel……98

Gambar 5.11 Gambaran Perilaku Tidak Aman Pekerja Area Brake…………...99

Gambar 5.12 Posisi Tidak Tepat/Janggal Pekerja Mekanik di Area Brake…...100

Gambar 6.1 Rambu Keselamatan di Unit Wheel dan Brake………123 Gambar 6.2 Rambu Keselamatan di Prosedur Safety Signs PT GMF AeroAsia………..123

Gambar 6.3 Rambu Keselamatan “emergency telephone” yang disarankan………....125

Gambar 6.4 Rambu Keselamatan APD yang disarankan untuk Cleaning Area Unit Wheel dan Brake……….….126


(16)

 APD : Alat Pelindung Diri

Assembly : Memasang satu kesatuan

Brake : Rem pesawat

 CMM : Component Maintenance Manual

Disassembly : Pembongkaran satu kesatuan

 IOR : Internal Occurent Report

 K3 : Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Lost Time Injury : Cedera/sakit karena pekerjaan yang mencegah orang itu

melakukan pekerjaan sehari setelah kecelakaan tersebut.

PD Sheet : Plan Data Sheet (lembaran data yang berisi proses

pengerjaan maintenance komponen  PKB : Perjanjian Kerja Bersama

 PKWT : Pekerja Kontrak Waktu Tertentu  P3K : Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan

 TQ : Unit Quality Assurance and Safety

 TW : Unit Learning Center and Corporate Culture

Wheel : Roda Pesawat

 HIRADC : Hazard Identification Risk Assesment and Determining Control


(17)

Lampiran 1 Surat Izin Penelitian

Lampiran 2 Pedoman Pengumpulan Data Lampiran 3 Lembar Checklist

Lampiran 4 Pedoman Wawancara

Lampiran 5 Matriks Wawancara Informan Utama Lampiran 6 Matriks Wawancara Informan Kunci Lampiran 7 Matriks Wawancara Informan Pendukung Lampiran 8 Daftar Dokumen

Lampiran 9 Daftar Pengawasan

Lampiran 10 Daftar Alat Pelindung Diri di Unit Wheel dan Brake

Lampiran 11 Kebijakan/Peraturan K3 PT GMF AeroAsia

Lampiran 12 Prosedur Pengelolaan Alat Pelindung Diri PT GMF AeroAsia Lampiran 13 Dokumentasi


(18)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kecelakaan kerja merupakan masalah yang besar bagi kelangsungan sebuah perusahaan. Kerugian yang diderita tidak hanya berupa kerugian materi yang cukup besar namun lebih dari itu adalah timbulnya korban jiwa yang tidak sedikit jumlahnya (Retnani dan Ardyanto, 2013). Kecelakaan di tempat kerja merupakan penyebab utama penderitaan perorangan, penurunan produktivitas (Harrington, 2003), bagi perusahaan kehilangan pekerja merupakan hal merugikan karena proses produksi akan ikut terganggu dan bukan hanya karena kehilangan sumber daya manusia, tetapi juga turunnya kredibilitas dan nama baik perusahaan (Heni, 2011).

Kecelakaan industri adalah kejadian kecelakaan yang terjadi di tempat kerja khususnya di lingkungan industri (Riyadina, 2007). Menurut ILO (2014), setiap 15 detik,153 pekerja mengalami kecelakaan kerja dan diperkirakan 2,3 juta orang meninggal setiap tahun akibat kecelakaan dan penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan. Selain itu, diperkirakan lebih dari 160 juta orang menderita penyakit akibat kerja dan ada 313 juta kecelakaan non-fatal per tahun yang terjadi. Menurut data BPJS Ketenagakerjaan sepanjang tahun 2013 kecelakaan kerja terjadi sebanyak 192.911orang. Jumlah kecelakaan tersebut sebagian besar atau


(19)

sekitar 69,59 % terjadi di dalam perusahaan ketika mereka bekerja (Baihaqi, 2014).

Penyebab kecelakaan kerja berdasarkan data kecelakaan nasional maupun internasional menyebutkan bahwa penyebab utama terjadinya kecelakaan adalah faktor manusia (Heni, 2011). Hal ini diperkuat oleh beberapa penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa faktor manusia menempati posisi yang sangat penting terhadap terjadinya kecelakaan kerja yaitu antara 80–85% (Suma’mur, 2009) dalam (Suyono dan Nawawinetu, 2013). Selain itu, menurut BPJS Ketenagakerjaan penyebab kecelakaan kerja yang terjadi tahun 2013 lebih banyak disebabkan oleh 34,43 % dikarenakan posisi tidak aman (ergonomis) dan sebanyak 32,12 % pekerja tidak memakai peralatan yang safety (Baihaqi, 2014).

Program perilaku telah menjadi populer dalam domain keamanan, karena ada bukti bahwa proporsi kecelakaan disebabkan oleh perilaku yang tidak aman (Health and Safety Authority, 2013). Penggunaan model ABC merupakan cara yang efektif memahami mengapa perilaku bisa terjadi dan cara yang efektif meningkatkan perilaku yang diharapkan (Irlianti dan Dwiyanti, 2014). Hal ini karena dalam model perilaku ini terdapat konsekuensi yang digunakan untuk memotivasi agar frekuensi perilaku yang diharapkan dapat meningkat dan berguna untuk mendesain intervensi yang dapat meningkatkan perilaku, individu, kelompok, dan organisasi (Irlianti dan Dwiyanti, 2014). Menurut teori ini, anteseden/aktivator merupakan sesuatu yang mendahului perilaku, sedangkan konsekuensi didefinisikan sebagai hasil dari perilaku yang mempengaruhi kemungkinan bahwa perilaku tersebut akan diulang (Fleming dan Lardner, 2002).


(20)

Berdasarkan penjabaran di atas, hal ini diperkuat oleh Muthuveloo dkk., (2012) dalam penelitian attributes influencing the acceptance of behavioral safety

programs by employees of manufacturing firms in india yang menunjukkan bahwa

perilaku didasarkan pada anteseden/aktivator dan konsekuensi. Anteseden dalam penelitian ini merupakan pelaksanaan keselamatan dan analisis implementasi atau monitoring keselamatan, sedangkan konsekuensi merupakan keterlibatan langsung dalam kecelakaan, pengetahuan primer dan sekunder mengenai kecelakaan. Dalam penelitian ini dikatakan semakin tinggi metode pelaksanaan dan analisis implementasi dari pemantauan keamanan, semakin baik perilaku keselamatan akan terjadi. Begitu pula, pekerja yang memiliki pengetahuan dasar sedang dan tinggi tentang kecelakaan menyebabkan perilaku keselamatan yang lebih baik.

Hal ini diperkuat oleh Irlianti dan Dwiyanti (2014), dalam penelitian yang berjudul analisis perilaku aman tenaga kerja menggunakan model perilaku ABC

(Antecedent Behavior Consequence) menunjukkan bahwa tenaga kerja memiliki

pengetahuan yang cukup baik dan sikap yang baik terhadap perilaku aman keselamatan dan kesehatan kerja. Tenaga kerja juga menilai bahwa komitmen manajemen yang diberikan sudah cukup baik dan training yang ada dapat membantu bekerja secara aman. Selain itu tenaga kerja juga setuju terhadap adanya aturan reward dan punishment dari perusahaan sebagai konsekuensi perilaku tenaga kerja.

Selain itu, penelitian Retnani dan Ardyanto (2013) tentang analisis pengaruh activator dan consequence terhadap safe behavior pada tenaga kerja di


(21)

PT Pupuk Kalimantan Timur Tahun 2013 menunjukkan bahwa persepsi, kesadaran, dan kebutuhan keselamatan sebagai activator/antecedent berpengaruh signifikan terhadap safe behavior tenaga kerja, sementara consequence (positive

reinforcement dan punishment) dalam penelitian ini tidak berpengaruh signifikan

terhadap safe behavior tenaga kerja.

Aircraft maintenance merupakan bagian dari industri penerbangan yang

sangat penting untuk menjaga keselamatan penerbangan yang sifatnya kompetitif (Tony Sit dkk., 2013). Berdasarkan penelitian Hobbs dan Williamson (2002), terdapat keadaan yang mengarah pada 619 safety occurrences yang terjadi selama

aircraft maintenance. Setidaknya ada 96% kejadian dari banyaknya kasus yang

terjadi disebabkan karena tindakan manusia (Hobbs dan Williamson, 2002). PT Garuda Maintenance Facility (GMF) AeroAsia merupakan perusahaan yang bergerak di bidang jasa pemeliharaan, perbaikan, overhaul mesin turbin gas industri, dan aksesoris pesawat yang proses kerjanya menggunakan bahan berbahaya dan beracun (B3) yang memiliki potensi terjadinya keracunan, ledakan, dan kebakaran. Selain itu, peralatan dan mesin berteknologi tinggi dalam proses kerjanya juga memiliki risiko terjadinya kecelakaan kerja serta penyakit akibat kerja. Potensi bahaya tersebut diperkuat oleh data kejadian kecelakaan kerja PT GMF AeroAsia selama tahun 2013-2014, kecelakaan kerja yang tidak berakibat

non Lost Time Injury (non-LTI) tahun 2013 berjumlah 30 dan turun pada 2014

berjumlah 27 kejadian, sedangkan kecelakaan kerja yang berakibat Lost Time


(22)

dengan jumlah 2 kejadian, dan kecelakaan kerja tahun 2013-2014 yang berakibat fatal masih tetap sama dengan masing-masing berjumlah 1 kejadian.

Penyebab kecelakaan kerja di PT GMF AeroAsia yang diketahui melalui dokumen pelaksanaan investigasi kecelakaan tahun 2014 lebih banyak disebabkan oleh unsafe act daripada karena unsafe condition. Berdasarkan observasi di lapangan pada unit wheel dan brake PT GMF AeroAsia yang memiliki kasus kecelakaan kerja karena unsafe act (2 kasus) ditemukan perilaku tidak aman pekerja tidak menggunakan alat pelindung diri dengan lengkap, perilaku pekerja mengendarai foklift lebih dari 1 orang, dan ditemukan pekerja melakukan pekerjaannya dalam posisi yang tidak tepat.

Dengan belum optimalnya penurunan angka kecelakaan kerja di PT GMF AeroAsia dalam rangka mencapai zero accident dan ditemukannya perilaku tidak aman pekerja mekanik, membuat penulis tertarik melakukan penelitian yang berfokus pada perilaku pekerja mekanik dalam rangka menjelaskan keselamatan kerja berdasarkan perilaku kerja menggunakan model perilaku ABC (Antecedent

Behavior Consequence) pada pekerja mekanik di unit wheel dan brake PT GMF

AeroAsia Tahun 2015. B. Rumusan Masalah

PT GMF AeroAsia merupakan industri aircraft maintenance yang dalam proses kerjanya menggunakan bahan berbahaya dan beracun (B3) yang memiliki potensi terjadinya keracunan, ledakan, dan kebakaran. Selain itu, peralatan dan mesin berteknologi tinggi dalam proses kerjanya juga memiliki risiko terjadinya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Potensi bahaya tersebut diperkuat oleh


(23)

data kejadian kecelakaan kerja PT GMF AeroAsia selama tahun 2013-2014, kecelakaan kerja dengan kategori (non-LTI) pada 2013 berjumlah 30 dan turun pada 2014 berjumlah 27 kejadian, sedangkan kecelakaan kerja berakibat Lost

Time Injury (LTI) pada 2013 yang awalnya berjumlah 8 kejadian menjadi

menurun dengan jumlah 2 kejadian, dan kecelakaan kerja tahun 2013-2014 berakibat fatal masih tetap sama dengan masing-masing berjumlah 1 kejadian. Penyebab kecelakaan kerja berdasarkan telaah dokumen pelaksanaan investigasi kecelakaan tahun 2014 lebih banyak disebabkan karena unsafe act dan berdasarkan observasi yang dilakukan pada unit wheel dan brake PT GMF AeroAsia ditemukan adanya perilaku tidak aman.

Belum optimalnya penurunan angka kecelakaan kerja di PT GMF AeroAsia dalam rangka mencapai zero accident dan ditemukannya perilaku tidak aman, membuat penulis tertarik melakukan penelitian yang berfokus pada perilaku pekerja mekanik dalam rangka menjelaskan keselamatan kerja berdasarkan perilaku kerja menggunakan model perilaku ABC (Antecedent

Behavior Consequence) pada pekerja mekanik di unit wheel dan brake PT GMF

AeroAsia Tahun 2015. C. Pertanyaan Penelitian

Adapun pertanyaan penelitian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana gambaran umum PT GMF AeroAsia Tahun 2015?

2. Bagaimana gambaran anteseden, yaitu kebijakan/peraturan keselamatan, ketersediaan alat pelindung diri, rambu keselamatan, pelatihan


(24)

keselamatan, dan pengawasan pada pekerja mekanik di unit wheel dan

brake PT GMF AeroAsia Tahun 2015?

3. Bagaimana gambaran perilaku kritis pada pekerja mekanik di unit wheel

dan brake PT GMF AeroAsia Tahun 2015?

4. Bagaimana gambaran konsekuensi, yaitu hukuman dan penghargaan pada pekerja mekanik di unit wheel dan brake PT GMF AeroAsia Tahun 2015? D. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian dalam penelitian ini terbagi menjadi tujuan umum dan tujuan khusus sebagai berikut:

1. Tujuan Umum

Mengetahui gambaran keselamatan kerja berdasarkan perilaku kerja pada pekerja mekanik melalui model ABC di unit wheel dan brake

PT GMF AeroAsia Tahun 2015. 2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui gambaran umum PT GMF AeroAsia Tahun 2015;

b. Mengetahui gambaran anteseden, yaitu kebijakan/peraturan keselamatan, ketersediaan alat pelindung diri, rambu keselamatan, pelatihan keselamatan, dan pengawasan pada pekerja mekanik di unit

wheel dan brake PT GMF AeroAsia Tahun 2015;

c. Mengetahui gambaran perilaku kritis pada pekerja mekanik di unit


(25)

d. Mengetahui gambaran konsekuensi, yaitu hukuman dan penghargaan pada pekerja mekanik di unit wheel dan brake PT GMF AeroAsia Tahun 2015.

E. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian yang dapat diambil dari adanya penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Bagi Perusahaan

a. Sebagai bahan masukan bagi pihak perusahaan tentang perilaku keselamatan kerja dan dapat dilakukan pembinaan serta pengarahan terhadap pekerja mekanik dalam upaya peningkatan K3.

b. Dapat dijadikan acuan atau masukan bagi pihak manajemen dalam membuat pelatihan, kebijakan, atau peraturan yang berguna bagi peningkatan perilaku pekerja untuk bekerja lebih aman.

2. Manfaat Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat

a. Sebagai informasi dan dokumentasi data penelitian serta dapat menjadi referensi tambahan bagi penelitian serupa.

b. Dapat memberikan masukan dalam mengembangkan keilmuan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja (K3) terutama mengenai perilaku keselamatan pada pekerja, khususnya pada industri aircraft maintenance.


(26)

3. Bagi Peneliti

a. Dapat menambah wawasan peneliti tentang analisis faktor yang mempengaruhi perilaku keselamatan pada pekerja di bidang aircraft maintenance.

b. Melalui penelitian ini penulis dapat mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh selama perkuliahan dan dapat menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi pekerja, serta dapat dijadikan acuan bagi peneliti lain. F. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian dengan metode kualitatif dengan jenis penelitian bersifat deskriptif dalam menggambarkan keselamatan kerja berdasarkan perilaku kerja menggunakan model ABC pada pekerja mekanik di unit wheel dan brake PT GMF AeroAsia. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari – Desember 2015. Penelitian ini menggunakan data primer melalui pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian berupa pedoman wawancara kepada pekerja dan pihak manajemen perusahaan, pedoman observasi, dan telaah dokumen serta dilakukan pengambilan data sekunder yang berasal dari data-data perusahaan dan sumber lainnya.


(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Perilaku

Perilaku manusia (human behavior) merupakan sesuatu yang penting dan perlu dipahami secara baik. Hal ini disebabkan perilaku manusia terdapat dalam setiap aspek kehidupan manusia. Perilaku manusia mencakup dua komponen, yaitu sikap atau mental dan tingkah laku (attitude). Sikap atau mental merupakan sesuatu yang melekat pada diri manusia. Mental diartikan sebagai reaksi manusia terhadap sesuatu keadaan atau peristiwa, sedangkan tingkah laku merupakan perbuatan tertentu dari manusia sebagai reaksi terhadap keadaan atau situasi yang dihadapi (Herijulianti dkk., 2001).

Pengertian perilaku dari segi biologis dapat diartikan sebagai suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan (Herijulianti dkk., 2001). Perilaku adalah segala sesuatu yang dilakukan seseorang yang dapat diamati dan terukur (Vijayakumar, 2007) dalam (Zin dan Ismail, 2012). Menurut Skinner, perilaku merupakan interaksi antara perangsang dengan tanggapan (Sunaryo, 2004). Perilaku dapat diberi batasan sebagai suatu tanggapan individu terhadap rangsangan yang berasal dari dalam maupun luar diri individu tersebut (Sunaryo, 2004). Secara garis besar bentuk perilaku ada dua macam, yaitu (Sunaryo, 2004):


(28)

 Perilaku Pasif (Respon Internal)

Perilaku yang sifatnya masih tertutup, terjadi dalam diri individu dan tidak dapat diamati secara langsung. Perilaku ini sebatas sikap belum ada tindakan yang nyata.

 Perilaku Aktif (Respons Eksternal)

Perilaku yang sifatnya terbuka. Perilaku aktif adalah perilaku yang dapat diamati langsung, berupa tindakan yang nyata.

B. Perilaku Keselamatan Kerja

Perilaku keselamatan kerja adalah suatu bentuk nyata dari program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang merupakan syarat utama nilai investasi dalam keberhasilan kualitas dan kuantitas produk, kelangsungan perusahaan dan daya saing sebuah negara. Aspek perilaku keselamatan memiliki peranan yang sangat penting yang harus diperhatikan untuk menghindarkan karyawan dari ancaman keselamatan kerja, terutama bagi karyawan yang terlibat langsung bekerja dalam suatu produksi (Rahadi dkk., 2013).

Upaya perilaku keselamatan menggambarkan perilaku yang mendukung praktek – praktek dan kegiatan seperti memberikan pelatihan keselamatan dan menjelaskan kegiatan inti, kepatuhan keselamatan yang perlu dilakukan oleh karyawan sesuai dengan pekerjaannya, serta menjelaskan persyaratan keselamatan dan kesehatan untuk mencegah kecelakaan kerja (Zin dan Ismail, 2012). Perilaku keselamatan dapat dilihat berdasarkan kepatuhan karyawan terhadap prosedur-prosedur keselamatan kerja seperti melakukan pengecekan alat pelindung diri, mematuhi rambu-rambu di area kerja, menggunakan pakaian kerja atau rompi


(29)

standar, ear plug, dan sepatu keselamatan berdasarkan peraturan yang ditetapkan oleh pihak perusahaan. Selain itu, terlibatnya karyawan dalam safety talk, pelatihan-pelatihan keselamatan dan kehadiran karyawan pada proses induksi sebelum bekerja dapat meningkatkan dan mempertahankan perilaku keselamatan (Rahadi dkk., 2013).

Berikut ini adalah beberapa contoh mengukur perilaku keselamatan di berbagai tingkatan (Roughton dan Mercurio, 2002):

a. Top manajer / tingkat menengah

Pengukuran pada tingkat ini meliputi perilaku personal, kegiatan keselamatan, dan hasil statistik. Misalnya perusahaan memiliki peraturan keselamatan, menegakkan peraturan keselamatan, mengatur pelatihan keselamatan, dan tersedianya pemantauan biaya kompensasi pekerja.

b. Pengawas

Pengukuran harus mencakup perilaku keselamatan pribadi dan kegiatan keselamatan bahwa pengawas dapat mengontrol hal tersebut. Misalnya memastikan karyawan memiliki dan menggunakan bahan dan peralatan yang aman, mengikuti dan menegakkan peraturan keselamatan, dan melaksanakan pertemuan keselamatan.

c. Karyawan

Pengukuran biasanya mencakup perilaku pribadi, misalnya, mematuhi peraturan keselamatan, berpartisipasi dalam proses keselamatan, dan pelaporan luka dan bahaya.


(30)

Perilaku secara langsung terkait dengan praktek kerja yang aman dan perilaku yang mendukung keseluruhan keselamatan (safety partisipation) organisasi dapat dideskripsikan melalui fitur kerangka kinerja keselamatan (Borman & Motowidlo, 1993) dalam (Griffin dan Neal, 2000). Komponen kinerja yang dideskripsikan melalui perilaku aktual ini dibagi menjadi dua komponen (Borman dan Motowidlo (1993) dalam (Griffin dan Neal, 2000) berdasarkan kinerja tugas dan kontekstual. Kedua komponen kinerja dapat digunakan untuk membedakan perilaku keselamatan di tempat kerja. Pertama, berdasarkan kinerja tugas, perilaku keselamatan dapat digambarkan melalui kepatuhan keselamatan melalui aktivitas kegiatan menjaga keselamatan tempat kerja yang dilakukan oleh individu. Perilaku ini termasuk mengikuti prosedur lockout tagout dan memakai peralatan pelindung diri. Kedua, berdasarkan definisi kinerja konseptual, perilaku keselamatan dapat digambarkan melalui kegiatan keselamatan secara sukarela atau dengan menghadiri safety meeting. Perilaku ini mungkin tidak secara langsung berkontribusi untuk keselamatan kerja, tetapi hal ini membantu untuk mengembangkan lingkungan yang mendukung keselamatan.

1. Perilaku Aman Kerja

Perilaku aman menurut (Bird and Germain, 1990) dalam Halimah (2010) adalah perilaku yang tidak dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan atau insiden. Perbedaan perilaku aman dan perilaku keselamatan dan kesehatan kerja yaitu perilaku aman hanya berfokus pada keselamatan kerja saja, sedangkan perilaku K3 tidak hanya pada keselamatan tetapi juga pada kesehatan kerjanya (Halimah, 2010). Dibawah ini adalah jenis-jenis perilaku


(31)

aman menurut (Frank E. Bird dan Germain, 1990) dalam Halimah (2010) meliputi:

 Melakukan pekerjaan sesuai wewenang yang diberikan  Berhasil memberikan peringatan terhadap adanya bahaya  Bekerja sesuai dengan kecepatan yang telah ditentukan  Menjaga alat pengaman agar tetap berfungsi

 Tidak menghilangkan alat pengaman keselamatan  Menggunakan peralatan yang seharusnya

 Menggunakan peralatan yang sesuai  Menggunakan APD dengan benar

 Pengisian alat atau mesin yang sesuai dengan aturan yang berlaku.  Penempatan material atau alat-alat sesuai dengan tempat dan cara

mengangkat yang benar.

 Memperbaiki peralatan dalam kondisi alat yang telah dimatikan  Tidak bersenda gurau atau bercanda ketika bekerja.

 Tidak di bawah pengaruh alkohol

2. Perilaku Tidak Aman Kerja

Tindakan tidak aman adalah perilaku atau kegiatan seseorang yang menyimpang dari prosedur yang berlaku/normal/aman (McKinnon, 2000). Birds dan Germain mengkelompokkan perilaku tidak aman tersebut sebagai berikut (McKinnon, 2000):


(32)

 Gagal dalam memperingatkan  Gagal untuk mengamankan

 Pengoperasian dengan kecepatan yang tinggi/tidak sesuai  Membuat perangkat keselamatan tidak beroperasi

 Menghapus/memindahkan perangkat keselamatan  Menggunakan peralatan yang rusak

 Menggunakan peralatan dengan tidak benar  Tidak menggunakan alat pelindung diri  Pemprosesan barang yang salah

 Penempatan barang yang tidak tepat  Pengangkatan yang tidak tepat

 Posisi yang tidak tepat dalam melakukan tugas  Memperbaiki peralatan pada saat beroperasi

 Bertengkar, bersenda gurau yang berlebihan dengan pekerja lain  Di bawah pengaruh alkohol dan / atau obat-obatan

Prasyarat atau prekursor dapat menciptakan potensi berbagai perilaku yang tidak aman. Sifat dari perilaku ini dapat terjadi karena adanya bahaya, pengaruh tugas yang kompleks, dan pengaruh lingkungan. Sebuah prekursor psikologi tertentu, baik prekursor tunggal atau prekursor kombinasi dapat memainkan peran penting dalam memprofokasi dan membentuk set perilaku tidak aman. Adapun klasifikasi perilaku tidak aman adalah sebagai berikut.


(33)

sumber : McKinnon, 2000

Slip dan Lapse

Slip dan lapse disebabkan oleh seringnya kehilangan memori

sesaat karena kurangnya perhatian atau kehilangan konsentrasi. Slip dan

lapse tidak berhubungan dengan tingkat pelatihan, pengalaman atau

motivasi dan keduanya bisa dikurangi dengan kembali merancang-pekerjaan atau peralatan atau meminimalkan gangguan.

Slip adalah kegagalan melaksanakan tugas untuk bertindak benar. Contohnya termasuk melaksanakan tugas yang bukan menjadi tugasnya, membaca cepat yang salah atau memilih komponen yang salah dalam perakitan. Slip juga menggambarkan tindakan yang diambil terlalu dini/terlalu terlambat yang tidak sesuai dengan prosedur. Lapse adalah kegagalan melaksanakan bagian dari prosedur kerja karena tidak melakukan tindakan yang benar (Hughes dan Frrett, 2011).

Unsafe acts

Unintended Action

Intended Action

LAPSE

Mistake

Violation

failures

Routine violation Exceptional violation

Acts of sabotage Rule-Based mistakes Knowledge-based mistakes

Memory failures


(34)

Mistake

Kesalahan terjadi ketika seseorang yakin bahwa tindakan yang dilakukan benar tapi kenyatannya tindakan tersebut keliru/salah. Ada dua jenis kesalahan berbasis aturan dan berbasis pengetahuan.

Kesalahan berbasis aturan terjadi ketika aturan atau prosedur diterapkan secara tidak benar. Kesalahan-kesalahan ini biasanya terjadi ketika aturan yang biasanya digunakan tidak lagi berlaku. Kesalahan berbasis pengetahuan terjadi ketika mencoba metode atau aturan perhitungan yang digunakan tidak tepat (Hughes dan Frrett, 2011).

Violation

Ada tiga kategori pelanggaran yaitu rutin, situasional dan luar biasa. Pelanggaran rutin terjadi ketika melanggar sebuah aturan atau prosedur. Hal ini menjadi rutin ketika tidak menggunakan prosedur yang direkomendasikan untuk tugas pekerjaan. Pelanggaran situasional terjadi ketika adanya tekanan pekerjaan pada waktu tertentu membuat aturan kepatuhan sulit diterapkan. Pelanggaran situasional dapat dikurangi dengan meningkatkan desain kerja, lingkungan kerja dan pengawasan. Pelanggaran luar biasa jarang terjadi dan biasanya terjadi ketika aturan keselamatan tidak berfungsi saat melakukan tugas baru (Hughes dan Frrett, 2011).

C. Keselamatan Berbasis Perilaku (Behavior - Based Safety)

Pendekatan perilaku dalam aplikasi penerapan prinsip-prinsip ilmu perilaku untuk manajemen keselamatan sangat penting untuk beberapa area.


(35)

Selama penilaian, pendekatan perilaku ini menggunakan metode wawancara dan survei untuk menganalisis kekuatan dan kelemahan dari suatu pengukuran keselamatan dan budaya keselamatan yang ada (Krause, 1997).

Pada awalnya, hal yang paling penting untuk memahami tentang pendekatan berbasis perilaku adalah pendekatan ini berfokus hanya pada perilaku yang berisiko pada fasilitas. Perilaku berisiko yang dimaksud adalah praktek kerja yang dijalankan dengan adanya fasilitas yang terhubung dengan sistem manajemen, termasuk sistem keselamatan. Pendekatan ini menegaskan bahwa tidak berarti cedera adalah kesalahan karyawan (Krause, 1997).

Pendekatan behavior – based safety sering digambarkan sebagai pendekatan bottom-up (frontline employees) dengan dukungan top-down dari para pemimpin keselamatan. Pendekatan Behavior – based safety ini fokus dalam mempromosikan intervensi pada faktor manusia dan sering melakukan pengamatan pada setiap orang atau pengamatan pada satu kelompok untuk melihat kinerja pekerja dalam mengamati karyawan melakukan tugas-tugas pekerjaan rutin, mengatur tujuan agar tercapai dengan hati-hati dan memberikan umpan balik tepat waktu terkait jika berperilaku selamat, pelatihan dan mentoring. Inisiatif menjadi fokus proaktif untuk mendorong individu dan kelompok kerja mempertimbangkan potensi keterlibatan insiden, kecelakaan, dan untuk menilai perilaku pekerja sendiri sebagai perilaku aman atau tidak (Health and Safety Authority, 2013).

Berdasarkan Health and Safety Authority (2013), Behavior - based safety


(36)

 Prinsip-prinsip yang solid tentang memotivasi, membantu, memperkuat, dan mempertahankan perilaku aman.

 Membawa pendekatan sistematis, memeriksa motivasi yang mendasari perilaku, untuk meningkatkan perilaku aman.

 Membutuhkan waktu untuk mencapainya, tetapi hasilnya bisa diamati segera karena sifat pengukuran yang terlibat.

 Menekankan meningkatnya perilaku aman bukan berfokus pada lamanya waktu tanpa cedera.

 Program tidak hanya bergantung pada „lagging indicator‟ dan sebagai gantinya mengalihkan fokus untuk „leading indicator‟.

 Bukan pengganti untuk program kesehatan dan keselamatan komprehensif yang sudah ada, tetapi alat tambahan yang akan meningkatkan pengaruh praktek yang sudah ada, dan akan memungkinkan untuk pengukuran objektif.

 Bertujuan untuk memahami penyebab insiden dan nearmiss dan memperbaikinya melalui perilaku orang yang relevan.

Dalam behavior – based safety, perilaku dapat dijabarkan melalui analisis atau model ABC (Antecedents – Behavior – Consequences) yang merupakan sebuah alat manajemen yang kuat untuk menemukan kekuatan dan kelemahan dalam upaya meningkatkan fasilitas keselamatan (Krause, 1997).


(37)

D. Teori- Teori Perilaku

Berikut merupakan beberapa teori yang menjelaskan mengenai prinsip-prinsip ilmu perilaku:

1. The Planned Behavior

Dua penelitian ditemukan bahwa berdasarkan evaluasi perilaku yang terkait keselamatan melalui teori Azjen (1991) tentang the planned behavior

(TPB). Mereka mengembangkan laporan untuk menilai sikap, norma subjektif, mengontrol perasaan yang diterima, dan hubungan kinerja dari kategori tersebut. Mereka menemukan dukungan terbatas untuk model mereka. Lebih spesifik, sikap dan norma subjektif yang memprediksi niat untuk melakukan semua penilaian pada perilaku keselamatan dan kesehatan. Sedangkan perceived behavioral control merupakan prediktor yang kurang konsisten dan signifikan hanya dalam kaitannya dengan niat untuk melakukan perilaku tertentu. Teori ini berguna untuk penilaian yang dilakukan sebelum merancang intervensi perilaku karena memungkinkan praktisi untuk mengidentifikasi pengaruh niat terhadap perilaku sasaran (Cunningham dkk., 2010).

Teori Planned Behavior mengasumsikan bahwa kepentingan relatif

dari sikap terhadap perilaku, norma subyektif, dan kontrol perilaku yang dirasakan sebagian bergantung pada niat yang diselidiki. Untuk beberapa maksud pertimbangan sikap lebih penting daripada pertimbangan normatif, sedangkan untuk tujuan lain pertimbangan normatif mendominasi. Kontrol perilaku yang dirasakan lebih penting untuk beberapa perilaku dibandingkan


(38)

dengan yang lainnya. Dalam beberapa kasus, hanya satu atau dua faktor yang dibutuhkan untuk menjelaskan niat, sementara pada kasus lain ketiga faktor merupakan penentu penting (Ajzen, 2005). Representasi grafis dari teori

planned behavior seperti yang dijelaskan adalah sebagai berikut (Ajzen,

2005):

sumber: Ajzen, 2005

2. Social Cognitive Theory

Untuk derajat yang lebih besar atau lebih kecil, model sebab-akibat kecelakaan memiliki hubungan interaktif atau timbal balik antara psikologis, situasional dan faktor perilaku. Hubungan timbal balik ini juga diakui untuk mengidentifikasi karakteristik organisasi dibandingkan dengan tingkat kecelakaan rendah, yang menekankan interaksi antara sistem organisasi, model perilaku organisasi, dan atribut psikologis masyarakat. Hubungan interaktif antara faktor psikologis, situasional dan perilaku ini berlaku secara berantai menjadi penyebab-akibat kecelakaan pada semua tingkat organisasi. Dengan demikian, benang merah yang dapat disajikan di atas adalah pengakuan implisit atau eksplisit dari

Attitude toward the

behavior

Subjective Norm

Perceived Behavioral

Control


(39)

hubungan interaktif antara psikologis, faktor perilaku dan organisasional. Definisi ini mencerminkan Model Bandura determinisme timbal balik berasal dari Social Cognitive Theory (SCT) (Cooper, 2000).

Social cognitive theory merupakan bagian dari teori pembelajaran

sosial, yang diciptakan oleh Albert Bandura diawal 1960-an. Social

cognitive theory mendefinisikan perilaku manusia sebagai interaksi faktor

personal, perilaku, dan lingkungan. Social cognitive theory didasarkan pada determinisme timbal balik antara perilaku, lingkungan, dan orang. Interaksi konstan mereka merupakan dasar bagi tindakan manusia. Bandura berpendapat bahwa individu belajar dari interaksi dan pengamatan (Bandura, 1986) dalam (Fertman dan Allensworth, 2010). Menurut teori ini, individu secara unik ditentukan oleh masing-masing tiga faktor (Bandura, 1986) dalam (Fertman dan Allensworth, 2010) yaitu

 Faktor personal : ekspektasi seseorang, keyakinan, persepsi, tujuan, niat dan perilaku langsung.

 Faktor lingkungan: ekspektasi seseorang, keyakinan, dan kompetensi kognitif dikembangkan dan dimodifikasi oleh pengaruh sosial dan struktur fisik dalam lingkungan

 Faktor perilaku: perilaku seseorang akan menentukan aspek lingkungan yang mana orang tersebut berperilaku yang pada gilirannya akan diubah oleh lingkungan.


(40)

3. Teori (Model) ABC

Sebuah alat manajemen keselamatan yang dibutuhkan untuk menemukan dan mengatasi akar kecelakaan adalah hal yang penting. Semua upaya keselamatan yang berorientasi pada perilaku harus disadari apakah sudah efektif mempengaruhi perilaku karyawan. Hal ini sama pentingnya bahwa sebagian besar organisasi memiliki jumlah insentif perilaku yang sangat kuat mendukung perilaku berisiko. Analisis perilaku terapan yang membantu organisasi untuk menilai faktor-faktor yang diterapkan dalam upaya meningkatkan keselamatan ini dikenal sebagai analisis atau model ABC (Krause, 1997).

Model ini menyediakan fondasi yang kuat dari teknologi perubahan perilaku. Dalam model ini yang merupakan anteseden adalah segala sesuatu yang dapat memicu terjadinya perilaku atau perilaku yang dapat diamati. Sedangkan konsekuensi adalah setiap peristiwa yang mengikuti perilaku tersebut (Krause, 1997).

Sebaliknya anteseden menimbulkan perilaku tertentu karena memprediksi konsekuensi. Ini adalah tujuan dari model ABC untuk menemukan anteseden dan konsekuensi yang mempengaruhi perilaku tertentu. Dimana kinerja keselamatan yang bersangkutan ini berarti mencari tahu mana anteseden dan konsekuensi yang faktual yang mempengaruhi perilaku di tempat kerja. Singkatnya, model ABC melibatkan prinsip-prinsip berikut (Krause, 1997):


(41)

• Anteseden dan konsekuensi melakukannya dengan sangat berbeda,

• Konsekuensi mempengaruhi perilaku dengan kuat dan langsung, dan

• Anteseden mempengaruhi perilaku tidak langsung, terutama melayani untuk memprediksi konsekuensi.

Model ABC menetapkan bahwa perilaku dipicu oleh satu set anteseden (sesuatu yang mendahului perilaku dan kausal terkait dengan perilaku) dan diikuti oleh konsekuensi (hasil perilaku bagi individu) yang menambah atau mengurangi kemungkinan bahwa perilaku tersebut akan diulang. Analisis ABC memfasilitasi cara untuk mengidentifikasi mengubah perilaku untuk mengatur ulang dan merubah pola anteseden dan konsekuensi untuk meningkatkan frekuensi perilaku yang diinginkan (Fleming dan Lardner, 2002).

Anteseden atau aktivator ini dipengaruhi oleh tata nilai, sikap maupun kesadaran diri perilaku. Aktivator ini mengarahkan dilakukannya suatu perilaku/behavior. Perilaku ini dapat berbentuk: 1) perilaku aman atau tak aman, 2) melanggar atau patuh aturan/prosedur/standar. (Gunawan, 2013). Psikolog perilaku menggunakan istilah anteseden untuk pemicu yang terjadi sebelum perilaku dan konsekuensi bagi mereka yang mengikuti perilaku. Anteseden adalah peristiwa yang mendahului perilaku dan meminta atau isyarat terjadinya perilaku.

Konsekuensi terjadi bila ada peristiwa yang mengikuti perilaku dan kemungkinan berpengaruh bahwa perilaku akan terjadi lagi di bawah kondisi – kondisi anteseden di masa depan. Konsekuensi dapat


(42)

memperkuat atau melemahkan perilaku. Hal ini dikuatkan dengan adanya dua arah panah antara konsekuensi dan perilaku pada gambar dan itu menunjukkan bahwa konsekuensi mempengaruhi kemungkinan bahwa perilaku akan terjadi lagi. Dengan kata lain, konsekuensi dapat meningkatkan kemungkinan bahwa perilaku akan terjadi lagi di bawah kondisi yang sama atau konsekuensi dapat mengurangi kemungkinan bahwa perilaku akan terjadi lagi di bawah kondisi yang sama (McSween, 2003). Hubungan anteseden, perilaku, dan konsekuensi ditunjukkan pada gambar diagram di bawah ini:

sumber: McSween, 2003

ABC model digunakan untuk mempromosikan perilaku sehat dan selamat. Sebagai contoh, analisis ABC dapat dilakukan untuk menyelidiki mengapa para pekerja tidak menggunakan alat pelindung telinga (APT) saat bekerja di area bising dan dapat digunakan untuk mempromosikan cara penggunaan alat pelindung telinga mereka untuk mengurangi kerusakan pendengaran (Fleming dan Lardner, 2002).

a. Anteseden

Anteseden merupakan sesuatu yang mendahului dan memicu terjadinya perilaku, anteseden memiliki keduanya yaitu pengaruh langsung

Consequences Behavior


(43)

dan tidak langsung pada perilaku. Anteseden yang sangat kuat adalah sampai pada tahap dapat memprediksi konsekuensi (Krause, 1997).

Anteseden mencakup peraturan dan prosedur, peralatan dan perlengkapan yang sesuai, informasi keselamatan, keterampilan, pelatihan, dan lainnya (Fleming dan Lardner, 2002). Aktivator juga dapat mencakup hal-hal seperti tanda-tanda keselamatan, pertemuan dan peraturan (Williams, 2011). Selain itu, guna menegakkan aturan di tempat kerja, maka jenis kontrol berupa pengawasan perlu dilakukan untuk mencegah pekerja terluka (Roughton dan Mercurio, 2002).

Anteseden ini tidak menjadi jaminan perilaku akan terjadi. anteseden ini dapat dicontohkan misalnya dengan adanya peraturan dan prosedur keselamatan belum tentu perilaku yang aman akan terjadi. Anteseden yang diperlukan untuk memunculkan perilaku dapat terjadi namun pengaruhnya tidak cukup untuk memastikan perilaku tersebut dapat bertahan selamanya. Untuk mempertahankan perilaku dalam jangka panjang juga dibutuhkan konsekuensi yang signifikan untuk individu (Fleming dan Lardner, 2002).

b. Perilaku

Perilaku dalam model ABC ini adalah perilaku yang nampak atau kelihatan. Perilaku ini merupakan frase ungkapan yang digunakan untuk perilaku tidak aman untuk mengidentifikasi tindakan yang dapat diamati dari pekerja yang menempatkan mereka pada risiko cedera (Krause, 1997).


(44)

Sedangkan istilah perilaku kritis mengacu pada perilaku yang penting untuk keselamatan. Ketika melakukannya dengan selamat, perilaku kritis dapat mencegah cedera. Ketika melakukannya berisiko, perilaku kritis terdapat paparan cedera (Krause, 1997). Perilaku kritis yang terdiri dari perilaku aman dan perilaku tidak aman berpedoman berdasarkan jenis-jenis perilaku Frank E. Bird dan Germain.

c. Konsekuensi

Konsekuensi adalah sesuatu atau peristiwa yang mengikuti perilaku. Konsekuensi memiliki pengaruh langsung pada perilaku, lebih kuat dari pengaruh tidak langsung dari pendahulunya. Konsekuensi yang dilakukan soon – certain – positive consequence memiliki efek paling kuat untuk aplikasi industri dan bisnis (Krause, 1997). Berikut merupakan tiga fitur yang menentukan konsekuensi yang paling efektif menurut (Krause, 1997):

 Waktu, konsekuensi yang segera mengikuti perilaku berpengaruh lebih efektif daripada konsekuensi yang muncul belakangan.

 Konsistensi, konsekuensi yang pasti mengikuti perilaku berpengaruh lebih kuat daripada konsekuensi tak terduga/tidak dapat diprediksi  Signifikansi, konsekuensi positif berpengaruh lebih kuat daripada

konsekuensi negatif

Frekuensi perilaku dapat ditambah atau dikurangi dengan mengubah konsekuensi dari perilaku tersebut. Konsekuensi pada umumnya


(45)

ada dua jenis yaitu penguatan dalam meningkatkan perilaku dan hukuman untuk menurunkan perilaku. Selain itu, ada pula yang menjelaskan bahwa ada tiga jenis utama dari konsekuensi yang mempengaruhi perilaku, antara lain adalah penguatan positif, penguatan negatif, dan hukuman. Penguatan positif dan penguatan negatif dapat meningkatkan terjadinya perilaku terulang, sementara hukuman mengurangi kemungkinan perilaku akan terulang (Fleming dan Lardner, 2002).

Konsekuensi ini dapat digunakan secara terpisah atau bersama-sama untuk mengubah perilaku. Menurut Fleming dan Lardner (2002), frekuensi seorang manajer dalam melakukan inspeksi melalui survei dapat ditingkatkan dengan:

 Penguatan positif : atasan memuji manajer setelah melakukan inspeksi  Penguatan negatif: menghindari ejekan dari rekan-rekan bila tidak

melakukan inspeksi

 Hukuman: bonus manajer berkurang jika inspeksi tidak dilakukan. Meskipun penguatan positif dan penguatan negatif meningkatkan frekuensi kemunculan perilaku, keduanya tidak menghasilkan hasil yang sama. Penguatan negatif menghasilkan perilaku untuk menghindari sesuatu yang tidak menyenangkan. Penguatan positif menghasilkan perilaku yang lebih dari yang diinginkan, dengan kata lain mempengaruhi penilaian individu. Upaya ini dilakukan untuk memunculkan perilaku agar perilaku muncul dari keinginannya bukan karena suatu keharusan (Fleming dan Lardner, 2002).


(46)

Penguatan dan hukuman ditentukan oleh efeknya. Jadi, jika konsekuensi tidak dapat mengurangi frekuensi perilaku bukan merupakan hukuman dan jika tidak dapat meningkatkan frekuensi perilaku bukan merupakan penguatan. Bahkan, tindakan yang sama bisa menjadi penguat untuk seseorang dalam satu situasi dan hukuman. Selain itu, konsekuensi pun dapat menimbulkan dampak yang bertentangan dengan efek yang diinginkan. Hal ini dikarenakan karena dampak konsekuensi pada perilaku tidak ditentukan oleh tindakan tertentu atau tujuan seseorang berperilaku tetapi oleh orang yang melakukan perilaku tersebut.

Sebagai contoh, seorang manajer ingin memperhatikan dan menghargai sebuah karyawan karena keterlibatan mereka dalam proyek perbaikan keselamatan. Dia mengundang karyawan untuk makan malam dan upacara penghargaan serta memberi hadiah tiket permainan golf di akhir pekan untuk dua orang. Meskipun niat manajer tersebut untuk memberikan penguatan positif, tetapi hadiah tersebut tidak memiliki efek yang diharapkan karena kemungkinan karyawan tersebut tidak memiliki orang yang bisa diajak berlibur, tidak dapat meninggalkan anaknya atau mungkin karyawan tersebut tidak bisa bermain golf (Fleming dan Lardner, 2002).

Berdasarkan gambaran contoh di atas, aspek permasalahan dalam menggunakan modifikasi perilaku untuk mengubah perilaku adalah dalam memilih konsekuensi yang menurut orang lain memberikan penguatan. Hal ini karena apa yang dipikirkan oleh kita belum tentu dapat memberikan


(47)

penguatan juga terhadap orang lain. Menurut (Fleming dan Lardner, 2002) ada beberapa strategi yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi penguatan agar menjadi efektif, yakni:

 Melibatkan target individu atau kelompok dalam menentukan konsekuensi

 Mengamati apa yang dipilih individu atau kelompok untuk dilakukan ketika mereka memiliki pilihan. Tugas kerja yang dipilih, secara aktif dapat digunakan untuk memperkuat kegiatan lain yang kurang diinginkan.

Ketika kesalahan umum yang terjadi dilakukan dengan mempengaruhi perilaku orang lain untuk menghentikannya dengan memberikan penguatan dan dorongan ketika perilaku tersebut baru muncul. Sedangkan perilaku yang baru membutuhkan waktu dalam penguatan yang konsisten selama beberapa waktu agar dapat dilakukan secara konsisten dan menjadi kebiasaan. Sebaliknya, jika penguatan cepat segera dihilangkan, perilaku yang baru terbentuk tersebut mungkin akan hilang secara perlahan (Fleming dan Lardner, 2002).

E. Faktor Perilaku Bekerja Berdasarkan Model ABC

Adapun faktor yang mempengaruhi perilaku dalam bekerja berdasarkan model ABC jika dilihat dari anteseden dan konsekuensi dapat mencakup beberapa item sebagai berikut:


(48)

1. Kebijakan/Peraturan dan Prosedur

Penelitian Utami (2014) dan Retnani dan Ardyanto (2013), mengemukakan bahwa salah satu item anteseden dalam model ABC adalah peraturan dan prosedur. Peraturan merupakan suatu hal yang mengikat dan telah disepakati, sedangkan prosedur merupakan rangkaian dari suatu tata kerja yang berurutan, tahap demi tahap serta jelas menunjukkan jalan atau arus (flow) yang harus ditempuh dari mana pekerjaan dimulai (Ramli, 2010).

Peraturan keselamatan yang paling efektif yakni ketika peraturan tersebut ditulis, dikirim, dan dibahas dengan seluruh karyawan yang terkena dampak. Banyak pengusaha menekankan hubungan antara peraturan keselamatan dan konsekuensi dari tindakan pelanggaran pekerja dengan meninjau aturan tersebut dengan karyawan (Roughton dan Mercurio, 2002).

Prosedur keselamatan dan kesehatan kerja yang sangat penting mencakup (A.Pruss dkk., 2005):

 Pelatihan yang tepat untuk pekerja;

 Penyediaan peralatan dan pakaian untuk perlindungan pekerja; dan  Pembentukan program kesehatan kerja yang efektif.

Tujuan dari dibentuknya peraturan dan prosedur keselamatan kerja yaitu untuk mengendalikan bahaya yang ada di tempat kerja, untuk melindungi pekerja dari kemungkinan terjadi kecelakaan, dan untuk mengatur perilaku pekerja, sehingga nantinya tercipta budaya keselamatan yang baik (Ramli, 2010).


(49)

2. Peralatan dan Perlengkapan Keselamatan

Salah satu tindakan untuk mengendalikan bahaya adalah dengan menyediakan peralatan dan perlengkapan keselamatan kerja. Menyediakan peralatan keselamatan dan alat pelindung yang sesuai dilakukan agar dapat membuat karyawan memahami bagaimana menggunakan peralatan dengan benar (Roughton dan Mercurio, 2002).

Metode rekayasa yang dimaksudkan untuk mengendalikan bahaya dapat dilakukan dengan pemeriksaan tempat kerja sehingga peralatan, perlengkapan, dan mesin bias dijaga dengan benar. Beberapa cara untuk mengetahui apakah kontrol rekayasa efektif adalah menentukan apakah peralatan menghasilkan operasi yang kurang efisien, apakah dapat mencegah cedera atau sakit setiap saat, bahkan ketika pekerja terganggu, dan melindungi karyawan dari bahaya lingkungan (Roughton dan Mercurio, 2002).

Pemeliharaan preventif dan korektif yang efektif dilakukan dengan sebuah program pemeliharaan preventif yang akan memastikan bahwa peralatan, perlengkapan, dan mesin berfungsi dengan baik sehingga tidak terjadi berhenti tiba-tiba atau muncul kerusakan. Program pemeliharaan pencegahan yang efektif termasuk penjadwalan dan pelaporan yang memadai. Jika peralatan, perlengkapan, atau mesin gagal atau menjadi rusak, menyebabkan bahaya keamanan harus diperbaiki secepat mungkin untuk mencegah injury (Roughton dan Mercurio, 2002).


(50)

Sistem pemeliharaan preventif yang efektif dapat memastikan bahwa peralatan dan mesin beroperasi dengan baik, yang mengurangi kemungkinan kecelakaan. Sebuah program pemeliharaan korektif juga sangat penting. Peralatan yang rusak dan mesin yang dapat menyebabkan cedera serius atau kematian harus segera dilakukan service. Selain itu, sangat penting bahwa peralatan darurat spesifik yang memadai juga perlu ditetapkan. Peralatan tersebut anatara lain alat pemadam kebakaran, alat pelindung diri, peralatan penahan bahan kimia, dan peralatan darurat lainnya. Peralatan tersebut harus diperiksa secara teratur dan diposisikan dengan benar (Roughton dan Mercurio, 2002).

Penelitian Zaendar (2009) dan Utami (2014), telah melakukan penelitian tentang peralatan keselamatan yang berdasarkan teori model ABC mengenai ketersediaan APD. Menurut Permenakertrans No.8 Tahun 2010, Alat Pelindung Diri selanjutnya disingkat APD adalah suatu alat yang mempunyai kemampuan untuk melindungi seseorang yang fungsinya mengisolasi sebagian atau seluruh tubuh dari potensi bahaya di tempat kerja. APD dalam Permenakertrans No.8 Tahun 2010 meliputi:

 pelindung kepala;

 pelindung mata dan muka;  pelindung telinga;

 pelindung pernapasan beserta perlengkapannya;  pelindung tangan; dan/atau


(51)

Alat pelindung diri dibutuhkan ketika bahaya tidak dapat dihilangkan atau dikontrol secara memadai, maka Alat Pelindung Diri (APD) dapat digunakan pada saat melakukan pekerjaan di area berbahaya tersebut. APD harus dianggap sebagai tingkat terakhir dari perlindungan ketika semua metode lainnya tidak tersedia atau memungkinkan. Pemakaian APD harus dianggap sebagai garis pertahanan terakhir dan hanya akan digunakan ketika pengendalian mesin menjadi sulit dan tidak efektif, namun APD dapat digunakan sesuai dengan potensi bahaya yang ada di tempat kerja dan lingkungan kerja.

Kepatuhan tenaga kerja dalam penggunaan APD dapat mengurangi risiko kecelakaan atau penyakit akibat kerja, yaitu dengan patuh terhadap peraturan yang telah disepakati perusahaan dalam mengurangi resiko kecelakaan kerja. Ketidakpatuhan penggunaan APD sangat mempengaruhi kejadian kecelakaan akibat kerja dan penyakit akibat kerja yang akan menyebabkan 5 jenis kerugian di antaranya adalah kerusakan, kekacauan organisasi, keluhan dan kesedihan, kelainan dan cacat, kematian (Arifin dan Susanto, 2013).

3. Keterampilan

Keterampilan (skills) adalah kemampuan intelektual yang biasanya berhubungan erat dengan ilmu pengetahuan dan teknologi (Armala, 2011).

Skills pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua, yaitu hard skills dan soft

skills. Hard skills pada umumnya adalah pekerjaan-pekerjaan teknik atau


(52)

kemampuan teknis dan akademik) dalam memberdayakan diri, menjalin hubungan secara konstruktif dengan orang lain, atau dalam menyiasati realitas (Ubaedy, 2008).

Sedangkan keterampilan (skills) menurut Coleman (2000) dapat dikategorikan menjadi tiga bagian, antara lain:

Job Skills

Keterampilan kerja (job skills) adalah keterampilan yang dibutuhkan untuk pekerjaan tertentu. Sebagai contoh, seorang mekanik perlu tahu bagaimana memperbaiki rem rusak dan akuntan harus dapat menyusun neraca.

Adaptive Skills

Keterampilan adaptif (adaptive skills) berfungsi dalam situasi yang baru, misalnya fleksibilitas, antusiasme, kejujuran dan bergaul dengan baik dengan orang-orang.

Transferable Skills

Transferable Skills adalah keterampilan dan kemampuan yang relevan

dapat membantu di berbagai bidang kehidupan: sosial, profesional dan di manapun.

4. Pelatihan

Salah satu aspek yang mencakup teori model ABC dalam penelitian Irlianti dan Dwiyanti (2014) dan Zaendar (2009) adalah pelatihan. Pelatihan keselamatan merupakan komponen penting dari program keselamatan yang


(53)

efektif. Pelatihan ini harus membahas peran dan tanggung jawab baik manajemen dan karyawan. Pelatihan ini akan menjadi sangat efektif bila pelatihan ini dikombinasikan dengan pelatihan lainnya mengenai persyaratan kinerja atau praktek pekerjaannya. Pelatihan merupakan bagian penting dari setiap program untuk memastikan bahwa semua karyawan memahami persyaratan program keselamatan dan potensi bahaya operasi (Roughton dan Mercurio, 2002).

Mencoba untuk mengubah sikap dan perilaku keselamatan melalui pelatihan keselamatan adalah salah satu metode yang paling banyak digunakan untuk meningkatkan keselamatan di tempat kerja. Sebagian besar didasarkan pada asumsi implisit bahwa melatih orang secara otomatis akan bekerja selamat pada pekerjaan selama periode waktu dari keadaan yang berlaku, begitupun dengan kebanyakan manual keselamatan cenderung merekomendasikan pelatihan sebagai sarana pencegahan kecelakaan (Cooper, 2001).

Pelatihan merupakan proses pembelajaran yang lebih menekankan praktek dari pada teori yang dilakukan seseorang atau kelompok dengan menggunakan pendekatan berbagai pembelajaran dan bertujuan meningkatkan kemampuan dalam satu atau beberapa jenis keterampilan tertentu (Santoso, 2010). Tujuan pelatihan yaitu agar peserta pelatihan baik kelompok atau organisasi maupun perseorangan dapat menguasai pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang dilatihkan dalam program


(54)

pelatihan sehingga dapat diaplikasikan baik untuk jangka waktu pendek maupun jangka waktu yang lama (Santoso, 2010).

Dari segi materi, menurut Santoso (2010) pelatihan dapat digolongkan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu:

a.Pelatihan wacana (Knowledge Based Training)

Adalah sebuah pelatihan mengenai sebuah wacana baru yang harus disosialisasikan kepada peserta pelatihan dengan tujuan wacana baru tersebut dapat meningkatkan pencapaian tujuan seseorang, kelompok, organisasi atau lembaga.

b.Pelatihan Keterampilan (Skill Based Training)

Adalah sebuah pengenalan atau pendalaman keterampilan seseorang, kelompok, organisasi atau lembaga baik secara teknis maupun bersifat non teknis yang lebih bersifat pada pengembangan pribadi. 5. Informasi Keselamatan

Komunikasi yang efektif adalah terpenuhinya organisasi yang sehat terkait dengan landasan budaya keselamatan. Penelitian telah menunjukkan bahwa organisasi dengan budaya keselamatan yang lebih baik dan kinerja cenderung memiliki karyawan yang secara teratur berkomunikasi satu sama lain secara terbuka, sikap yang sopan. Operasi yang aman dalam program keselamatan mengharuskan karyawan memiliki semua informasi yang dibutuhkan dalam bekerja. Hal ini penting untuk menguji seberapa baik informasi dikomunikasikan kepada karyawan dan seberapa baik mereka dapat menerapkannya (Ocon dan McFarlane, 2007).


(55)

Oleh karena itu, setiap pengusaha harus menyediakan dan memberikan informasi keselamatan dan kesehatan kerja kepada semua karyawan sesuai dengan bahaya yang ada di tempat kerja (Hughes dan Frrett, 2011). Selain itu, menurut Hughes dan Frrett (2011) suatu organisasi perlu mengidentifikasi dan memastikan keefektifan pengaturan dalam memberikan informasi kesehatan dan keselamatan termasuk:

 memastikan bahwa informasi kesehatan dan keselamatan yang bersangkutan dikomunikasikan kepada semua orang dalam organisasi yang membutuhkannya;

 memastikan bahwa informasi yang relevan dikomunikasikan kepada orang-orang di luar organisasi yang memerlukannya;

 mendorong umpan balik dan saran dari karyawan tentang masalah kesehatan dan keselamatan.

Siapapun yang berada di tempat kerja perlu diberikan informasi keselamatan dan ini tidak hanya berlaku untuk pekerja tetapi juga berlaku untuk pengunjung, anggota masyarakat dan kontraktor (Hughes dan Frrett, 2011). Menurut Hughes dan Frrett (2011) informasi keselamatan ini dapat diberikan dalam berbagai cara antara lain:

 tanda-tanda keselamatan,  poster,

 newsletter,  memo,

 email,

 personel briefing,  meetings,


(56)

Rambu-rambu keselamatan (safety signs) adalah salah satu metode untuk mempromosikan dan mempertahankan serta mengembangkan kesadaran mengenai budaya keselamatan dan kesehatan diantara semua orang yang berada di area produksi (Ng dan Chan, 2015). Rambu-rambu keselamatan biasanya digunakan untuk mewakili situasi yang membahayakan, menunjukkan hasil untuk menghindari bahaya, menggambarkan tindakan pencegahan keselamatan, menyarankan pekerja untuk bertindak mengelak atau memberikan arah lain untuk menghilangkan atau mengurangi bahaya (Ng dan Chan, 2015).

Pada awalnya, pada tahun 1914, rambu-rambu digunakan di tempat kerja untuk menunjukkan adanya bahaya. Pada tahun 1941, standar rambu keselamatan U.S diganti dengan DANGER dan CAUTION yang berisi pesan teks singkat untuk mengidentifikasi bahaya. Pada tahun 2002, standar ANSI menambahkan opsi untuk menyertakan simbol dan konten pada konsekuensi dari interaksi dengan bahaya dan bagaimana untuk menghindari bahaya. Pada 2013, OSHA terintegrasi dengan standar ANSI menjadi peraturan (Clarion Safety System, 2013).

OSHA/ANSI Signs and Tags 2013 mengandung informasi lebih lanjut, untuk membantu orang mengambil keputusan lebih aman, mengandung simbol grafis untuk berkomunikasi pada hambatan bahasa, dan menggunakan format baru ANSI warna-warni untuk menarik perhatian (Clarion Safety System, 2013).


(57)

Ketika orang berpikir tentang rambu-rambu keselamatan, biasanya berpikir memperingatkan adanya tanda bahaya. Ini adalah kategori tanda-tanda bahwa orang-orang waspada terhadap bahaya yang dapat menyebabkan cedera atau kematian. Rambu terbaru OSHA/ANSI menggunakan warna kode sinyal dengan simbol peringatan keselamatan dan rambu sinyal menggunakan

DANGER, WARNING atau CAUTION menunjukkan tingkat keparahan untuk

risiko bahaya itu (Clarion Safety System, 2013). 6. Pengawasan

Salah satu aspek yang mencakup teori model ABC dalam penelitian Zaendar (2009) dan Utami (2014) adalah pengawasan. Pengawasan perlu dilakukan sebagai tindak lanjut dari program pembinaan yang dilakukan perusahaan. Pengawasan dapat berupa pengawasan terhadap peraturan keselamatan kerja yang dikeluarkan perusahaan atau pengawasan terhadap petunjuk-petunjuk kerja yang berguna terhadap keselamatan kerja di dalam penggunaan alat-alat mekanis. Begitu juga bahwa seorang pimpinan perusahaan bagian pengawasan, dimana pengawas berarti juga agar bekerja sesuai dengan instruksi yang telah dikeluarkan dan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan serta kesulitan-kesulitan yang dihadapi pada waktu pelaksanaan. Tujuan dari pengawasan adalah sebagai berikut:

 Untuk mengetahui apakah hasil yang diperoleh sesuai dengan yang direncanakan.


(58)

Seorang supervisor harus dilatih dalam mengembangkan dan memantau perbaikan sistem. Hal ini memungkinkan atasan berkesempatan untuk memperbaiki masalah keamanan sebelum permasalahan tersebut menjadi serius. Dengan budaya keselamatan yang efektif, pengawasan dapat mengoreksi masalah keselamatan sebelum menghukum seorang karyawan. Ketika hubungan antara karyawan dan manajemen terbuka dan interaktif melalui partisipasi karyawan, isu-isu keselamatan dapat dibahas dan dapat diselesaikan secara musyawarah (Roughton dan Mercurio, 2002).

Menurut Roughton dan Mercurio (2002) beberapa individu yang harus terlibat dalam memeriksa/mengawasi tempat kerja adalah sebagai berikut:

 Pengawas (Supervisor)

Pengawas harus bertanggung jawab untuk memeriksa pekerjaan pekerja pada setiap awal shift. Semua pengawas harus sudah memiliki atau mendapatkan pelatihan yang spesifik tentang bahaya yang mungkin mereka hadapi dan pengawas harus dapat mengendalikan bahaya tersebut.

 Pekerja

Ini adalah salah satu cara agar semua karyawan yang terlibat dalam proses keselamatan. Proses ini memungkinkan pekerja untuk berpartisipasi dalam proses pengawasan. Setiap karyawan harus memahami potensi bahaya yang mungkin dihadapi dan cara melindungi diri sendiri dan sesama pekerja lainnya dari bahaya tersebut. Pekerja yang terlibat dalam pengawasan ini membutuhkan pelatihan dalam mengenali dan mengendalikan potensi.


(1)

161

a. Perlu ditambahkannya sosialisasi bentuk penghargaan atau reward yang diberikan kepada pekerja.

b. Jenis pemberian hukuman yang sudah baik ditentukan, sebaiknya lebih dilakukan konsisten atau lebih tegas saat penerapannya di lapangan.

2. Saran Untuk Pekerja Mekanik

Saran yang dapat peneliti berikan untuk pekerja mekanik di unit wheel dan

brake PT GMF AeroAsia adalah sebagai berikut:

a. Pekerja mekanik sebaiknya lebih meningkatkan kepedulian untuk mengikuti rambu-rambu keselamatan yang diberikan oleh manajemen perusahaan.

b. Pekerja mekanik sebaiknya lebih meningkatkan berperilaku aman dengan menggunakan alat pelindung diri dengan lengkap yang sudah disediakan sesuai bahaya di tempat kerja.

c. Pekerja sebaiknya melakukan aktivitas fisik berupa perenggangan dan berolahraga untuk meminimalisir risiko keluhan MSDs.


(2)

162

DAFTAR PUSTAKA

A.Pruss,dkk. 2005. Pengelolaan Aman Limbah Layanan Kesehatan. Jakarta: EGC. Ajzen, Icek. 2005. Attitudes, Personality, and Behavior. New York: Open University

Press.

Arifin, A Bustanul dan Arif Susanto. 2013. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Pekerja Dalam Pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) Di Bagian Coal Yard PT X Unit 3 & 4 Kabupaten Jepara Tahun 2012.

Kesehatan Masyarakat, 2.

Armala. 2011. Meraih Sukses Itu (Tidak Gampang). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Afrizal. 2015. Metode Penelitian Kualitaif: Sebuah Upaya Mendukung Penggunaan Penelitian Kualitatif dalam Berbagai Disiplin Ilmu. Jakarta : Rawajali Pers. Baihaqi, Rahmat. 2014. 192.911 peserta Jamsostek alami kecelakaan kerja.

sindonews.com. diambil dari :

http://ekbis.sindonews.com/read/836859/34/192-911-peserta-jamsostek-alami-kecelakaan-kerja-1392713047.

Clarion Safety Systems. 2013. New OSHA/ANSI Safety Signs Systems For Today's Workplace.

Coleman, Lynn. 2000. Developing Workplace Skills:How to Get Your Fist Job & Keep it. South Africa: Creda Communications.

Cooper, Dominic. 2001. Improving Safety Culture : A Pratical Guide. London. UK : John Wiley & Sons Ltd.

Cooper Dominic. 2000. Towards a Model of Safety Culture. Safety Science. 36.111-136.

Cunningham, Thomas R.,dkk. 2010. Protecting the planet and its people: How do interventions to promote environmental sustainability and occupational safety and health overlap?. Journal of Safety Research. 41. 407-416.

Endraswara, Suwardi. 2006. Metode, Teori, Teknik Penelitian Kebudayaan:Ideologi, Epistemologi, dan Aplikasi Yogyakarta: Pustaka Widyatama.

FEMA. 2008. Debris Management Plan Workshop-Students Guide. U.S Departement of Homeland Security.


(3)

163

Ferguson, Michael dan Sean Nelson. 2014. Aviation Safety: a Balanced Industry Approach. USA: Delmar Cengage Learning.

Fertman, Carl dan Diane D Allensworth. 2010. Health Promotion Programs: From Theory to Practice. San Fransisco: Jossey Bass.

Fleming, M dan R Lardner. 2002. Strategies to promote safe behavior as part of a health and safety management system.

Geller, E. Scott. 2001. Working Safe: How to Help People Actively Care for Health and Safety. USA:CRC Press

Griffin, Mark A. dan Andrew Neal. 2000. Perceptions of Safety at Work: A Framework for Linking Safety Climate to Safety Performance, Knowledge, and Motivation. Journal of Occupational Health Psychology. 5. 347-358 Gunawan, F.A. 2013. Safety Leadership:Building an Excellent Operation. Jakarta:

Dian Rakyat.

H., Arifin B. 2010. Suara Surabaya: bukan radio. Surabaya: Suara Surabaya.

Halimah, Siti. 2010. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Aman Karyawan di PTSIM Plant Tambun II Tahun 2010. UIN Syarif Hidayatullah.

Hardjana, Agus M., 2001. Training SDM yang Efektif. Yogyakarta: Kanisius. Harrington, J.M. 2003. Buku Saku Kesehatan Kerja. Jakarta: EGC.

Health and Safety Authority. 2013. Behavior Based Safety Guide.

Health and Safety Executive. 2015. Safety signs and signals The Health and Safety (Safety Signs and Signals) Regulations 1996.

Heni, Yusri. 2011. Improving Our Safety Culture Cara Cerdas Membangun Budaya Keselamatan yang Kokoh. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Herijulianti, Eliza, dkk. 2001. Pendidikan Kesehatan Gigi. Jakarta: EGC.

Hobbs, Alan dan Ann Williamson. 2002. Human Factor Determinants of Worker Safety and Work Quality Outcomes. Australian Journal of Psychology. 54. 157-161.

Hughes, Phil dan Ed Frrett. 2011. Introduction to Health And Safety At Work. New York: Routlege Taylor and Francis Group

Hughes, Phil dan Ed Frrett. 2012. Introduction to Health And Safety At Work. United Kingdom: Elsevier.


(4)

Irlianti, Ayu dan Endang Dwiyanti. 2014. Analisis Perilaku Aman Tenaga Kerja Menggunakan Model Perilaku ABC ( Antecedent Behavior Consequence).

The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health. 3. 94-106.

Istijanto. 2005. Riset Sumber Daya Manusia Cara Praktis Mendeteksi Dimensi-Dimensi Kerja Karyawan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Ivancevich, John M.,dkk. 2008. Perilaku Dan Manajemen Organisasi. Jakarta: Erlangga.

Krause, Thomas R. 1997. The Behavior-Baesd Safety Process: Managing involvement for an injury. Canada: John Wiley & Sons, Inc.

Mckinnon, Ron Charles. 2000. Cause, Effect, and Control of Accidental Loss With Accident Investigation Kit. U.S.A: CRC Press.

Mcsween, Terry E. 2003. Values-Based Safety Process : Improving Your Safety Culture With Behavior-Based Safety. New Jersey: John Wiley & Sons Inc. Michaud, Patrick A. 2000. Accident Prevention and OSHA Compliance. USA: CRC

Press

Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Ng, Annie W. Y. dan Alan H. S. Chan. 2015. Effects of user factors and sign referent characteristics in participatory construction safety sign redesign. Safety Science. 74. 44-54.

Ocon, Ralph dan Opal Mcfarlane. 2007. Reducing Employee Injuries Through Behavior Based Safety. Latin American and Caribbean Conference for Engineering and Technology

Permenakertrans No.8 Tahun 2010 Tentang Alat Pelindung Diri.

PP No.50 Tahun 2012 Tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Rahadi, Febrian Dwi,dkk. 2013. Hubungan antara persepsi lingkungan kerja fisik dengan perilaku keselamatan karyawan. Jurnal Ecopsy. 1.

Ramli, Soehatman. 2010. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja OHSAS 18001. Jakarta: Dian Rakyat.

Retnani, Novita Dwitya dan Denny Ardyanto. 2013. Analisis Pengaruh Activator Dan Consequence Terhadap Safe Behavior Pada Tenaga Kerja Di PT Pupuk Kalimantan Timur Tahun 2013.


(5)

165

Riyadina, Woro. 2007. Kecelakaan Kerja Dan Cedera Yang Dialami Oleh Pekerja Industri Di Kawasan Industri Pulo Gadung Jakarta. Makara Kesehatan. 11. 25-31.

Roughton, James E. dan James J. Mercurio. 2002. Developing an Effective Safety Culture: A Leadership Approach. U.S.A: Butterworth-Heinemann.

Saebani, Beni Ahmad. 2008. Metode Penelitian: Bandung, Pustaka Setia.

Santoso, Budi. 2010. Skema dan Mekanisme Pelatihan: Panduan Penyelenggaraan Pelatihan. Jakarta: Yayasan Terumbu Karang Indonesia.

Sunaryo. 2004. Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta: EGC.

Suyono, Karina Zain dan Erwin Dyah Nawawinetu. 2013. Hubungan Antara Faktor Pembentuk Budaya Keselamatan Kerja Dengan Safety Behavior di PT DOK Dan Perkapalan Surabaya Unit Hull Construction. The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health.

Tony Sit,dkk. 2013. The Impact of Line Maintenance Mechanics' Attitude, Behavioral Intentions, and Behavior on Aircraft Safety: A Study of Two Aircraft Maintenance Companies in Hong Kong. Journal of Management Research. 5. 133-174.

Ubaedy, An. 2008. Berkarier di Era Global. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Utami, Dwi Pratiwi. 2014. Fakto-Faktor yang Berhubungan Dengan Perilaku Aman

(Safe Behavior) Pekerja Departemen Operasi II PT Pupuk Sriwidjaja Palembang Tahun.2014. Universitas Sriwijaya.

Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja

Williams, Joshua H. 2011. Employee Engagement Improving participation in safety.

Alm journal Online.

Zaendar, Aldo. 2009. Gambaran aspek perilaku kerja selamat melalui metode ABC (antecedents-behavior-consequences) pada pekerja di divisi steel tower PT Bukaka Teknik Utama, Tbk. tahun 2009. Universitas Indonesia.

Zin, Sulastre Mat dan Faridah Ismail. 2012. Employers‟ Behavioral Safety Compliance Factors toward Occupational, Safety and Health Improvement in the Construction Industry. Procedia - Social and Behavioral Sciences. 36. 742-751.


(6)

166