Analisis Aturan Perlindungan Data Pribadi Nasabah Berdasarkan Pbi No. 7/6/Pbi/2005 Tentang Transparansi Informasi Produk Bank Dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah

(1)

PENGGUNAAN DATA PRIBADI NASABAH

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum (SH)

Disusun Oleh Nama: Galih Novianto

NIM: 109048000070

K O N S E N T R A S I H U K U M B I S N I S PROGRAM STUDI I L M U HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A


(2)

(3)

(4)

(5)

iv

PENGGUNAAN DATA PRIBADI NASABAH. Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Bisnis, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1435 H/2014 M. + 79 halaman + 6 halaman daftar pustaka + 30 halaman lampiran.

Penelitian ini dilakukan karena adanya permasalahan dalam perlindungan hukum data pribadi nasabah. Masalah yang banyak terjadi adalah banyaknya kasus nasabah yang data pribadinya bocor ke pihak yang tidak dikehendaki oleh nasabah. Data pribadi nasabah merupakan bagian dari rahasia bank yang sebagaimana telah diamanatkan oleh Undang-undang terkait masalah perbankan. Jelas hal ini merupakan suatu pelanggaran hukum dan harus segera diatasi. Untuk mencegah pelanggaran ini terus terjadi maka dari itu diperlukan adanya peraturan perundang-undangan yang memadai serta pelaksanaan yang optimal dari peraturan perundang-undangan tersebut di samping tentunya peran serta dari seluruh lapisan masyarakat.

Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan penelitian ini adalah socio-legal. Penelitian socio-legal menggunakan pendekatan ilmu hukum mapun ilmu-ilmu sosial. Selanjutnya sumber data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain data primer yaitu wawancara terhadap narasumber yaitu Wawan Setyawan selaku

Compliance Regulatory and Policy Manager Divisi Kepatuhan PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk dan Endah Kusumaningrum selaku Manager Customer Care PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, karena memiliki pengetahuan dan informasi yang relevan dengan skripsi yang disusun. Data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier.

Kata Kunci : Nasabah, Perlindungan Hukum, Data Pribadi Nasabah Pembimbing : 1. H. Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag, M.H.

2. Burhanudin, S.H., M.Hum. Daftar Pustaka : Tahun 1960 s.d Tahun 2011


(6)

v

Puji syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha Melihat lagi Maha Mendengar, atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW.

Penyusunan skripsi ini adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum (SH) pada Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam penulisan skripsi ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan baik materiil dan immateriil, oleh karena itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MH, MM beserta seluruh jajaran dekanat Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta; 2. Dr. Djawahir Hejazziey, SH, MA dan Drs. Abu Thamrin, SH, M.Hum selaku

Ketua dan Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum;

3. H. Ah. Azharudin Lathif, M. Ag., M.H. dan Burhanudin, SH, M.Hum selaku pembimbing skripsi Penulis, terima kasih atas semua kritik dan saran yang membangun untuk Penulis;

4. Ibu Sri Hastuti dan Bapak Roesman Ibrahim, kedua orang tua tercinta, yang selalu mengirimkan doa dan mencurahkan kasih sayangnya, serta memberikan bantuan baik moril dan materiil dalam penyusunan skripsi ini. Terimakasih juga untuk kakak Gatot Kurniawan yang selalu memberikan dorongan semangat untuk penulis;

5. Segenap dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta khususnya dosen program studi Ilmu Hukum yang telah memberikan ilmu


(7)

vi

6. PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk yang telah memberikan kesempatan kepada Penulis untuk mendapatkan data-data, khususnya Bagian Organizational Learning (ONL) Ibu Eni Rosmarniaty yang atas bantuannya kepada penulis sehingga penulis dapat melakukan wawancara, juga kepada Bapak. Wawan Setyawan selaku Compliance Regulatory and Policy Manager Divisi Kepatuhan yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk melakukan wawancara dan memberikan masukan yang sangat mendukung bagi kelancaran penulisan skripsi ini, serta Ibu Endah Kusumaningrum selaku

Manager Customer Care yang juga telah bersedia meluangkan waktunya untuk melakukan wawancara dan memberikan masukan yang amat sangat mendukung bagi kelancaran penulisan skripsi ini;

7. Mark Ruben Ranon selaku sahabat sekaligus rekan terbaik yang pernah saya miliki. Terima Kasih atas dukungannya selama ini. Dari awal saya kuliah sampai dengan saya lulus kuliah. Insya Allah segala kebaikanmu akan dibalas oleh Allah SWT;

8. Sahabat-sahabat penulis semasa kuliah di Ilmu Hukum Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang penulis sangat cintai dan sayangi, terutama Fenny Sulistiyawati dan Hilda Hilmiah, terimakasih telah membantu dan memberi banyak masukan dalam pengerjaan skripsi, juga kepada Syifa Iswaqi, Andhini Iasha, Harum Qorinatuzzahro, Pita Permatasari, Mochamad Fahruroji, Jajang Indra Fadilla, dan Ali Alatas yang sama-sama berjuang saat pembuatan skripsi. Terimakasih telah bersedia menemani melalui 4 tahun belajar, bermain, bersenda gurau bersama semoga persahabatan kita terus terjalin hingga akhir hayat nanti;


(8)

vii

12.Teman-teman seperjuangan Bussiness Law Community 2012;

13.Barista-barista Starbucks Cilandak Town Square yang selalu meenyediakan kopi terbaik pada saat penulis mengerjakan skripsi;

14.Semua pihak yang turut membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

Atas seluruh bantuan dari semua pihak baik materiil maupun imateriil, Penulis memanjatkan doa semoga Allah memberikan balasan yang berlipat dan menjadikannya amal jariyah yang tidak pernah berhenti mengalir, amin. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi Penulis khususnya dan bagi para pembaca umumnya.

Jakarta, 10Januari 2014


(9)

viii

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

LEMBAR PERNYATAAN ... iii

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah ... 10

1. Identifikasi Masalah ... 10

2. Pembatasan Masalah ... 11

3. Rumusan Masalah ... 11

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 11

1. Tujuan Penelitian ... 11

2. Manfaat Penelitian ... 12

a. Manfaat Teoritis ... 12

b. Manfaat Praktis ... 12

D. Tinjauan(Review)Kajian Terdahulu ... 12

E. Kerangka Konseptual ... 14

F. Metode Penelitian ... 16

1. Tipe Penelitian ... 16

2. Pendekatan Masalah ... 17

3. Sumber Data ... 18

4. Prosedur Pengumpulan Bahan ... 19

5. Pengolahan Dan Analisis Bahan Hukum ... 19


(10)

ix

B. Ruang Lingkup dan Bentuk-Bentuk Perlindungan Hukum Data

Pribadi Nasabah Perbankan ... 24

C. Perlindungan Hukum Data Pribadi Nasabah Dalam Peraturan Perundang-undangan ... 26

1. Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ... 26

2. Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan ... 31

3. Menurut Perundang-Undangan Lainnya ... 42

BAB III : KONSEP DAN IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN DATA PRIBADI NASABAH BANK NEGARA INDONESIA (BNI) A. Sekilas Tentang Profil Bank BNI ... 46

B. Konsep Dan Mekanisme Penerapan Perlindungan Data Pribadi Nasabah di Bank BNI ... 50

C. Kendala Pelaksanaan Penerapan Perlindungan Data Pribadi Nasabah di Bank BNI ... 56

BAB IV : ANALISIS PENERAPAN PERLINDUNGAN DATA PRIBADI NASABAH A. Beberapa Model Kasus Pelanggaran Perlindungan Data Pribadi Nasabah ... 60

B. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Pelanggaran Perlindungan Data Pribadi Nasabah ... 63

1. Kelemahan Struktur Hukum ... 64

2. Kelemahan Substansi Hukum ... 65


(11)

x

Perlindungan Data Pribadi Nasabah Perbankan ... 75

BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan ... 78 B. Saran ... 79


(12)

xi

2. Hasil Wawancara dengan Bank Negara Indonesia

3. Hasil Wawancara dengan Nasabah Bank Negara Indonesia

4. Peraturan Bank Indonesia No. 7/6/PBI/2005 Tentang Transparansi Informasi Produk Bank Dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah

5. Surat Permohonan Data/Wawancara di Bank Negara Indonesia 6. Surat Keterangan Riset di Bank Negara Indonesia


(13)

1

A. Latar Belakang Masalah

Perbankan merupakan salah satu lembaga keuangan yang memiliki peranan yang amat penting dalam bidang perkenomian. Selain fungsinya sebagai penghimpun dana masyarkat, juga berperan untuk menunjang pertumbuhan ekonomi bangsa. Bank dalam menjalankan kegiatan usahanya menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali dalam berbagai alternatif investasi dan pelayanan jasa perbankan.

Bank merupakan lembaga jasa keuangan yang paling menjunjung tinggi pelayanan yang maksimal terhadap hak-hak dari nasabah, yaitu dengan ketatnya aturan dan regulasi yang dibuatnya untuk menjamin keamanan dan kerahasiaan serta kepuasan nasabahnya.

Aturan-aturan mengenai penjaminan hak dan kewajiban dari nasabah pada dasarnya bermula dari hukum perlindungan konsumen. Pengertian dari perlindungan konsumen itu sendiri terdapat di Pasal 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen yaitu :

“Segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.”

Sedangkan Az. Nasution berpendapat bahwa hukum perlindungan konsumen adalah keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan


(14)

dan masalah antara berbagai pihak satu sama lain berkaitan dengan barang dan/atau jasa konsumen, di dalam pergaulan hidup.1

Bagi masyarakat yang memerlukan jasa industri perbankan, pertumbuhan perbankan yang pesat sangatlah menggembirakan karena masyarakat semakin leluasa untuk memilih produk dan pelayanan yang sesuai dengan kebutuhannya. Pesatnya pertumbuhan perbankan yang disertai globalisasi dan era persaingan bebas telah memacu bank untuk beroperasi dengan iklim usaha yang kompetitif.

Dalam rangka menarik masyarakat untuk menghimpun dana dan menggunakan jasa bank, bank setiap saat berusaha mengeluarkan produk-produk layanan terbarunya yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat itu sendiri. Ditengah-tengah ketatnya persaingan antar bank, setiap bank selalu mencari inovasi baru untuk menjaring nasabah dan berlomba-lomba memberikan keuntungan dari produk yang ditawarkannya. Menawarkan bunga yang menjanjikan, memberikan aneka hadiah dan berbagai fasilitas menguntungkan lainnya menjadi semacam tren mode di sektor perbankan akhir-akhir ini. Nasabah kini dimanjakan agar tetap bersedia menyimpan dananya di bank tertentu serta memanfaatkan produk-produk yang ditawarkan.

Perkembangan inovasi produk dan jasa perbankan dalam satu dekade terakhir ini memperlihatkan kemajuan yang sangat pesat. Berbagai macam produk perbankan yang banyak didukung teknologi tinggi telah diciptakan untuk

1

Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, (Jakarta: PT Grasindo, 2000), h. 9.


(15)

melayani kebutuhan para pengguna jasa perbankan. Produk dan jasa yang ditawarkan oleh perbankan berkembang sejalan dengan keinginan nasabah untuk mendapatkan pelayanan keuangan yang semakin lengkap dan komprehensif dari perbankan.

Banyak cara yang dilakukan bank dalam upayanya menambah jumlah nasabah. Selain faktor bunga, kepercayaan dan keamanan, hadiah memang menjadi salah satu daya tarik bagi seseorang yang ingin menjadi nasabah suatu bank. Misalnya, iming-iming hadiah mobil mewah, hadiah rumah bagi nasabah yang giat meningkatkan saldo tabungannya, sampai hadiah sebuah jam tangan cantik dari merk ternama bagi nasabah yang membuka aplikasi kartu kredit.

Penggunaan teknologi juga menjadi kekuatan tersendiri bagi bank dalam memikat minat dari calon nasabahnya. Contohnya saja bank melakukan diversifikasi produk dan menawarkan layanan bank berbasis all in one. Bank-bank semakin banyak menawarkan dan mendistribusikan produk dan jasanya dengan memanfaatkan electronic based channels seperti pemakaian ATM (Anjungan Tunai Mandiri), internet banking, dan phone banking. Dengan tersedianya beragam fasilitas yang ditawarkan kepada nasabah melalui sebuah kartu ATM, nasabah dapat membayar tagihan telepon rumah, telepon genggam, tagihan rekening listrik, rekening air, tagihan kartu kredit dan berbagai kemudahan pembayaran lainnya.

Selain semakin banyaknya pilihan dalam menggunakan produk dan jasa pelayanan perbankan, meningkatnya aneka ragam produk perbankan tersebut


(16)

dapat menimbulkan kebingungan nasabah itu sendiri dikarenakan kurangnya informasi mengenai produk dan atau jasa pelayanan bank yang ditawarkan. Pada umumnya informasi mengenai produk bank yang disediakan belum dijelaskan secara berimbang, baik mengenai manfaat, risiko maupun biaya-biaya lanjutan yang melekat pada suatu produk bank itu sendiri. Akibatnya hak-hak nasabah yang terdapat di PBI No. 7/6/PBI/2005 mengenai Peraturan Bank Indonesia Tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah seperti mendapatkan informasi yang lengkap, akurat, terkini, dan utuh menjadi tidak terpenuhi.

Persoalan timbul dikarenakan isu permasalahan perlindungan data dan informasi nasabah di Indonesia telah menjadi problematika baru di dunia perbankan. Di sisi lain, bentuk perlindungan yang memadai untuk hak privasi seorang nasabah belum terimplementasi menjadi instrumen hukum. Demikian pula, keberadaan berbagai Undang-Undang (UU) yang memiliki kewenangan mengelola data dan informasi seseorang, tidak diberikan batasan guna menghindari terjadinya pelanggaran yang mengakibatkan tidak terlindunginya data dan informasi seseorang.2

Penggunaan data pribadi nasabah untuk tujuan komersial harus dilakukan secara transparan dan dilakukan berdasarkan persetujuan tertulis dari nasabah untuk mengurangi potensi tuntutan hukum kepada bank dalam hal nasabah

2

Ringkasan: Kajian Akademik RUU tentang Perlindungan Data dan Informasi Pribadi, (Jakarta: Kementrian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, 4 September 2007), h. 4.


(17)

merasa hak-hak pribadinya tidak dilindungi oleh bank. Jika data-data ini sampai bocor ke pihak lain tanpa adanya persetujuan langsung dari nasabah itu sendiri jelas hal ini adalah sebuah pelanggaran.

Ditengah persaingan pemasaran produk perbankan dalam mendapatkan nasabah banyak ancaman terhadap penyalahgunaan data baik yang bersifat rahasia bank maupun bukan. Adanya aktivitas di dunia maya untuk melakukan aktivitas jual beli data nasabah paling tidak telah membuat nasabah maupun calon nasabah gundah dalam memberi kepercayaan kepada bank. Yang menjadi incarannya adalah nasabah dengan investasi diatas Rp. 100 juta. Dalam email yang diterima detikINET, pelaku mencoba untuk memancing para customer service bank yang dianggap memiliki akses ke database yang menampung data-data sensitif tersebut. Data yang dibutuhkan seperti nama, nomor telepon, fax, alamat rumah, hingga alamat kantor.3 Tak jarang mereka mencantumkan jabatan dari seorang nasabah yang mengisyaratkan penghasilan perbulan dan jumlah simpanan yang dimilikinya pada bank. Data yang diberikan belum tentu diberikan atas izin dari nasabah yang bersangkutan. Data yang diberikan berkemungkinan besar hanya untuk kepentingan komersil para pihak penjual dan pembeli data nasabah tersebut. Bahkan beredarnya kasus jual-beli data nasabah ini telah menjadi rahasia umum dikalangan marketing perusahaan penjual barang dan/atau

3

Ardhi Suryadi, Awas, Jadi Korban Jual-Beli Data Nasabah, diakses pada tanggal 4 Juni 2013 dari http://inet.detik.com/read/2009/08/25/123426/1189237/323/awas-jadi-korban-jual-beli-data-nasabah


(18)

jasa tak terkecuali perbankan. Pelaku perdagangan ini tidak hanya pada bagian marketing tetapi juga pada bagian customer service ataupun bagian IT perusahaan atau bagian-bagian yang mempunyai akses langsung terhadap data pribadi seorang nasabah. Sehingga ada pihak yang diuntungkan dalam jual-beli data dan informasi nasabah tersebut.4

Atas latar belakang tersebut maka jelaslah amat dibutuhkan suatu sistem dalam dunia perbankan nasional yang dikenal dengan nama Arsitektur Perbankan Indonesia (API).5

Dengan adanya API ini jelas industri dunia perbankan telah mempunyai tatanan perbankan nasional yang lebih baik yang berguna untuk penentu arah kebijakan (policy direction) sekaligus rekomendasi kebijakan (policy recommendation) bagi industri perbankan nasional dalam jangka panjang. Melihat keadaan sekarang, jelas bahwa API tidak hanya diperlukan bagi industri perbankan melainkan juga sektor lembaga keuangan keseluruhan untuk melihat gambaran atau peta perbankan di masa depan.6 Melalui API Bank Indonesia (BI) menetapkan beberapa sasaran yang ingin dicapai, yaitu:

4

Imam Budi P, Jual Beli Database di Internet, diakses pada tanggal 4 Juni 2013 dari http://www.mail-archieve.com/referensi_maya@yahoogroups.com/msg01268.html

5

Ade Arthesa & Edia Handiman, Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank, (Jakarta: PT. INDEKS Kelompok Gramedia, 2006), h. 25.

6

Agus Sugiarto, Membangun Fundamental Perbankan yang Kuat, diakses pada tanggal 4 Juni 2013 dari http://www.ppatk.go.id/content.php?s_sid=400


(19)

1. Menciptakan struktur perbankan domestik yang sehat yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat dan mendorong pembangunan ekonomi nasional yang berkesinambungan.

2. Menciptakan sistem pengaturan dan pengawasan bank yang efektif dan mengacu pada standar internasional.

3. Menciptakan industri perbankan yang kuat dan memiliki daya saiang yang tinggi serta memiliki ketahanan dalam menghadapi risiko.

4. Menciptakan good corporate governance dalam rangka memperkuat kondisi internal perbankan nasional.

5. Mewujudkan infrastruktur yang lengkap untuk mendukung terciptanya industri perbankan yang sehat.

6. Mewujudkan pemberdayaan dan perlindungan konsumen perbankan.

Masalah perlindungan dan pemberdayaan konsumen perbankan mendapatkan perhatian khusus pada pilar keenam API mengingat bahwa masalah perlindungan konsumen perbankan merupakan suatu masalah pelik yang hingga saat ini belum mendapatkan tempat yang baik di dalam sistem perbankan nasional. Dengan mengangkat masalah perlindungan konsumen perbankan secara khusus di dalam API, hal ini menunjukkan bahwa besarnya komitmen BI untuk menempatkan konsumen perbankan dalam posisi sejajar dengan bank-bank.7

7

Agus Sugiarto, Membangun Fundamental Perbankan yang Kuat, diakses pada tanggal 4 Juni 2013 dari http://www.ppatk.go.id/content.php?s_sid=400


(20)

Dua hal paling berat yang dihadapi oleh industri perbankan di Indonesia adalah pertama kegagalan bank dalam menjalankan prinsip kehati-hatian (prudential banking) dalam menyerap pertumbuhan kredit. Ditambah lagi dengan tidak transparannya praktik pengelolaan bank menimbulkan kesulitan untuk mendeteksi praktik kecurangan yang dilakukan pengurus dan pejabat bank. Kedua

adalah masalah yang paling berat yaitu kegagalan badan pengawas bank dalam menghadapi kelalaian, penipuan, dan penggelapan yang dilakukan pengurus bank.8

Menyadari bahwa dirinya adalah regulator dalam sektor perbankan, maka dari itu BI berusaha untuk menjaga kredibilitas lembaga perbankan sekaligus melindungi hak-hak nasabah sebagai konsumen pengguna jasa perbankan. Berdasarkan kedua hal tersebut BI kemudian menerbitkan PBI No. 7/6/2005 tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah yang ditetapkan di Jakarta pada tanggal 20 Januari 2005 oleh Gubernur Bank Indonesia, Burhanuddin Abdullah.

PBI No. 7/6/2005 tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah ini mengatur perlunya perbankan secara transparan menjelaskan kondisi produk yang dipasarkannya. Selain itu, perbankan pun wajib mengelola dengan baik data nasabah-nasabahnya sehingga tidak

8

Leo J. Susilo & Karlen Simarmata, Good Corporate Governance pada Bank Umum, (Bandung: PT. Hikayat Dunia, 2007), h. 1.


(21)

dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak berhak atau berwenang menggunakannya untuk tujuan komersial.9

Terbitnya PBI No. 7/6/2005 tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah dilatarbelakangi oleh maraknya praktek perbankan yang mengabaikan perwujudan good corporate governance dalam memasarkan produknya dengan cara mengesampingkan hak nasabah tersebut termasuk untuk memperoleh informasi data pribadi nasabah yang digunakan bank untuk tujuan komersial. Hal ini berdasarkan ketentuan alinea kedua PBI No. 7/6/2005 tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah yang berbunyi:

Selain aspek transparansi informasi mengenai produk bank yang masih kurang memadai, nasabah dihadapkan pula pada masalah pemberian data pribadi nasabah oleh bank kepada pihak lain di luar bank tersebut untuk tujuan komersial tanpa izin dari nasabah itu sendiri.”

Penggunaan perjanjian baku atau standard contract oleh perbankan merupakan hal baru dalam praktek perbankan dalam melaksanakan setiap kegiatan pemasaran produknya. Perjanjian baku digunakan pelaku usaha perbankan dengan pertimbangan ekonomis. Namun sering kali dimanfaatkan oleh pelaku usaha perbankan untuk memasukkan klausula-klausula eksonerasi yang jarang sekali disadari oleh nasabah itu sendiri sampai pada akhirnya terjadi

9

Sabaruddin Siagian, Mencermati Paket Kebijakan BI, diakses pada tanggal 4 Juni 2013 dari http://www.freelists.org/archive/listindonesia/02-2005/msg00154.html


(22)

sengketa dengan bank. Nasabah tinggal menerima atau menolak atas perjanjian yang ditawarkan oleh bank.10

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas maka dari itu penulis tertarik untuk membahas mengenai seperti apa bentuk pelindungan hukum data rahasia pribadi nasabah pengguna jasa perbankan, bagaimana perlindungan data rahasia seorang nasabah? Bagaimana pihak yang seharusnya tidak berhak mengetahui data rahasia nasabah tetapi dapat mengetahui dan menggunakannya untuk keuntungan komersial? Maka dari itu penulis tertarik untuk mengadakan penelitian tentang perlindungan data pribadi pada bank, dan menuangkan hasilnya dalam bentuk skripsi dengan judul “ANALISIS ATURAN PERLINDUNGAN DATA PRIBADI NASABAH BERDASARKAN PBI No. 7/6/2005 TENTANG TRANSPARANSI INFORMASI PRODUK BANK DAN PENGGUNAAN DATA PRIBADI NASABAH”.

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah

a. Bagaimana memberdayakan masalah.

b. Bagaimana perlindungan data pribadi nasabah.

c. Bagaimana cara-cara perbankan menjelaskan kepada nasabah mengenai manfaat dan risiko pada produk bank.

10

Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, cet. I, (Jakarta: PT Grasindo, 2006), h. 41.


(23)

2. Pembatasan Masalah

Mengingat luasnya cakupan masalah di lingkup perlindungan hukum nasabah dalam perbankan Indonesia, maka ruang lingkup masalah dalam penilitian ini difokuskan hanya terhadap masalah perlindungan hukum data pribadi nasabah pengguna jasa perbankan.

3. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah yang telah diuraikan diatas, maka rumusan masalah yang akan penulis kaji adalah sebagai berikut:

a. Bagaimana bentuk pelanggaran hukum terhadap bocornya informasi data pribadi nasabah?

b. Apa saja faktor yang menyebabkan bocornya data pribadi nasabah?

c. Apa bentuk perlindungan hukum yang diberikan oleh bank dalam kasus bocornya data pribadi nasabah?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui bentuk pelanggaran hukum terhadap bocornya informasi data pribadi nasabah;


(24)

b. Untuk mengetahui faktor yang menyebabkan bocornya data pribadi nasabah;

c. Untuk mengetahui bentuk perlindungan hukum yang diberikan oleh bank dalam kasus bocornya data pribadi nasabah.

2. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Teoritis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi pengetahuan dan wawasan baru dibidang perlindungan hukum data pribadi nasabah pengguna jasa layanan perbankan.

b. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan mengenai pentingnya pelindungan data-data pribadi nasabah pengguna jasa layanan perbankan. Yang telah nasabah percayakan kepada bank untuk menyimpan data-data pribadi tersebut dengan baik dan tidak digunakan untuk keuntungan komersial sepihak pihak yang tidak berhak.

D. Tinjauan (Review) Studi Terdahulu

Pernah ada penelitian terdahulu dalam bentuk tesis mengenai permasalahan perlindungan hukum data pribadi nasabah yang berjudul

Keterbukaan Data Nasabah Bank Untuk Kepentingan Perpajakan” yang disusun


(25)

Tahun 2008, 11 yang mengkaji data-data nasabah pengguna jasa layanan perbankan yang wajib dibuka untuk kepentingan perpajakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, dasar hukum, sanksi terhadap pihak yang melanggar, tanggung jawab bank terhadap nasabah, dan ketentuan rahasia bank untuk mendukung akses informasi untuk perpajakan. Tesis tersebut mengkritisi mengenai kewajiban bank dalam memberikan data-data pribadi nasabah untuk kepentingan laporan perpajakan nasabah yang bersangkutan. Yang membedakan tesis ini dengan penelitian yang akan diangkat oleh penulis adalah apabila didalam tesis ini data-data nasabah justru diharuskan untuk dibuka atau diberikan kepada pihak berwajib dalam hal ini pihak perpajakan sedangkan yang penulis akan teliti adalah bagaimana aturan perlindungan hukum data-data pribadi nasabah pengguna jasa layanan perbankan yang seharusnya tidak dapat diberikan ke pihak lain yang tidak berhak dan bertujuan untuk mencari keuntungan komersial.

Penelitian selanjutnya yang dijadikan bagian dalam review studi terdahulu adalah tesis dengan judul “Perlindungan Data Pribadi Nasabah Pemegang Kartu

Kredit Ditinjau Dari Aspek Hukum Perlindungan Konsumen” yang disusun oleh

Ruly Ferdian Fakultas Hukum Universitas Indonesia Tahun 2009,12 tesis ini

11

Marina Yulia Herina Manurung, Keterbukaan Data Nasabah bank Untuk Kepentingan

Perpajakan, (Tesis S2 Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Depok, 2008).

12

Ruly Ferdian, Perlindungan Data Pribadi Nasabah Pemegang Kartu Kredit Ditinjau

dari Aspek Hukum Perlindungan Konsumen, (Tesis S2 Fakultas Hukum, Universitas Indonesia,


(26)

membahas mengenai perlindungan data pribadi nasabah pemegang kartu kredit dari sudut hukum perlindungan konsumen yang memuat mengenai pengaturan, tanggung jawab pelaku usaha, bank indonesia, dan pemerintah serta upaya penyelesaian sengketa antara konsumen dengan produsen. Tesis ini bertujuan untuk mengkritisi penggunaan data pribadi nasabah pemegang kartu kredit. Yang membedakan tesis ini dengan penelitian yang akan diangkat oleh penulis adalah apabila didalam tesis ini data-data nasabah hanya dikhususkan dari nasabah pengguna kartu kredit sedangkan yang penulis akan teliti adalah bagaimana aturan perlindungan hukum data-data pribadi nasabah pengguna jasa layanan perbankan secara umum yang seharusnya tidak dapat diberikan ke pihak lain yang tidak berhak dan bertujuan untuk mencari keuntungan komersial.

E. Kerangka Konseptual

Didalam penelitian hukum, menurut Soerjono Soekanto13 usaha untuk merumuskan atau membentuk pengertian-pengertian hukum adalah sangat penting. Kegunaannya untuk menghindari timbulnya beberapa perbedaan pengertian dari istilah-istilah yang digunakan dalam penulisan skripsi ini, maka penulis memberi batasan pengertian terhadap istilah-istilah tersebut sesuai dengan luteratur yang penulis gunakan, yaitu:

13

Soejono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press), 2006), h. 143.


(27)

1. Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.

2. Bank adalah badan usaha yang berbadan hukum yang lingkup kegiatannya adalah menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

3. Nasabah adalah konsumen dari dunia perbankan. Nasabah ini adalah seseorang yang melakukan transaksi perbankan baik itu menyimpan dana maupun meminjam dana dari bank.

4. Data Pribadi Nasabah adalah identitas yang lazim disediakan oleh nasabah kepada bank dalam rangka melakukan transaksi keuangan dengan bank. 5. Peraturan Bank Indonesia (PBI) adalah ketentuan hukum yang ditetapkan oleh

BI dan mengikat setiap orang atau badan, dimuat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

6. Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Perlindungan Konsumen merupakan istilah yang dipakai untuk menggambarkan perlindungan hukum yang diberikan kepada konsumen


(28)

dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhannya dari hal-hal yang dapat merugikan konsumen itu sendiri.14

F. Metode Penelitian 1. Tipe Penelitian

Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu yang mempelajari suatu hal atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisanya.15

Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan penelitian ini adalah penelitian socio-legal. Socio-legal adalah kajian terhadap hukum dengan menggunakan pendekatan ilmu hukum maupun ilmu-ilmu sosial.16 Penelitian socio-legal merupakan studi hukum yang menggunakan pendekatan metodologi ilmu sosial. Pendekatan ilmu hukum diperlukan untuk mengetahui isi dari sebuah peraturan yang akan dikaji. Sedangkan pendekatan ilmu sosial diperlukan untuk memberi sebuah pemahaman bagaimana peraturan tersebut terlaksana dalam kehidupan sehari-hari. Jadi pada prinsipnya studi socio-legal

14

Janus Sidablok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2006), h. 9.

15

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan

Singkat, cet. I, (Jakarta: Raja Grafindo, 2006), h. 12.

16

Sulistyowati Irianto dan Sidharta, Metode Penelitian Hukum Konstelasi dan Refleksi,


(29)

adalah metode dalam penelitian hukum menurut konsep sosiologis (Pendekatan Makro Struktural atau juga Pendekatan Struktural – Fungsional dan Makro).17

2. Pendekatan Masalah

Sehubungan dengan tipe penelitian yang digunakan adalah socio-legal, yaitu penelitian yang menggunakan studi hukum (normative) dan studi sosial (empirik). Dalam studi hukum, pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach).18 Pendekatan perundang-undangan digunakan untuk menelaah lebih lanjut mengenai perlindungan hukum data pribadi nasabah pengguna jasa layanan perbankan yang mengacu kepada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, serta Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/6/PBI/2005 Tentang Transparansi Informasi Produk Bank Dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah. Sedangkan pendekatan konseptual digunakan untuk menelaah mengenai konsep-konsep yang ada dalam peraturan perundang-undangan yang terkait dengan Perlindungan Hukum Data Pribadi Nasabah Pengguna Jasa Layanan Perbankan.

17

Soetandyo Wignyosoebroto, Keragaman dalam Konsep Hukum Tipe Kajian dan

Metode Penelitiannya, (Universitas Airlangga, t.t).

18


(30)

Sedangkan dalam studi sosial, teknik pengambilan data yang digunakan adalah dengan salah satu teknik sampling nonprobabilitas, yaitu

purposive sampling. Yakni teknik pengambilan sampel yang dilakukan atas dasar pertimbangan peneliti, yang menganggap bahwa unsur-unsur yang dikehendaki telah ada dalam anggota sampel yang diambil.

3. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari masyarakat.19 Dalam penelitian ini data primer diperoleh melalui wawancara dengan staf di bagian Satuan Kerja Hukum dan Kepatuhan Kantor Pusat Bank BNI dan beberapa orang nasabah Bank BNI.

Sedangkan data sekunder terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.

a. Bahan hukum primer berupa peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan perlindungan hukum data pribadi nasabah perbankan dan peraturan lainnya yang terkait.

b. Bahan hukum sekunder berupa buku-buku yang berkaitan dengan perlindungan hukum data pribadi nasabah.

c. Bahan hukum tersier berupa bahan-bahan yang bersifat menunjang sumber hukum primer dan sumber hukum sekunder, seperti kamus bahasa dan website resmi dalam internet.

19


(31)

4. Prosedur Pengumpulan Bahan Hukum

Baik bahan hukum primer, hukum sekunder, dan bahan non-hukum dikumpulkan berdasarkan topik permasalahan yang telah dirumuskan menurut klasifikasinya dan menurut sumber dan menurut hierarkinya untuk dikaji secara komprehensif.

5. Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum

Adapun bahan hukum yang diperoleh dalam penelitian studi kepustakaan, aturan perundang-undangan, dan beberapa artikel dimaksud penulis dan dihubungkan sedemikian rupa, sehingga disajikan dalam penulisan yang lebih sistematis guna menjawab permasalahan yang telah dirumuskan. Setelah dilakukan studi kepustakaan tersebut, langkah selanjutnya adalah terjun ke lapangan, yang dalam hal ini adalah PT Bank BNI, untuk mendapatkan sumber tambahan yang kemudian sumber tersebut dianalisis dengan hasil studi pustaka yang nantinya menghasilkan sebuah kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat umum terhadap permasalahan konkret yang dihadapi. Cara pengolahan bahan hukum dianalisis untuk melihat bagaimana bentuk perlindungan hukum data pribadi nasabah pengguna jasa layanan perbankan dan seperti apa hal-hal yang menyebabkan pelanggaran terhadap data pribadi pengguna jasa layanan perbankan ini.


(32)

G. Sistematika Penulisan

Skripsi disusun dengan sistematika yang terbagi dalam lima bab. Masing-masing bab terdiri atas beberapa subbab guna lebih memperjelas ruang lingkup dan cakupan permasalahan yang diteliti. Adapun urutan dan tata letak masing-masing bab serta pokok-pokok pembahasannya adalah sebagai berikut.

BAB I Merupakan bab pendahuluan, memuat: Latar Belakang Masalah, dilanjutkan dengan Pembatasan dan Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Tinjauan (Review) Studi Terdahulu, Kerangka Konseptual, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

BAB II Merupakan bab mengenai konsepsi umum perlindungan hukum data pribadi nasabah dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia yang mencakup pengertian perlindungan hukum secara umum kemudian perlindungan hukum data pribadi nasabah, ruang lingkup dan bentuk-bentuk perlindungan data pribadi nasabah serta perlindungan hukum data pribadi nasabah dalam peraturan perundang-undangan.

BAB III Merupakan bab yang menguraikan konsep dan implementasi perlindungan data pribadi nasabah di Bank BNI. Bab ini membahas sekilas tentang Bank BNI, konsep perlindungan data pribadi nasabah di Bank BNI serta model dan mekanisme penerapan perlindungan data pribadi nasabah di Bank BNI.

BAB IV Merupakan bab yang menganalisa penerapan perlindungan data pribadi nasabah. Bab ini membahas model kasus pelanggaran perlindungan data


(33)

pribadi nasabah yang pernah terjadi, kemudian faktor-faktor penyebab terjadinya pelanggaran tersebut dan bentuk-bentuk mekanisme perlindungan hukumnya serta model ideal perlindungan hukum terhadap kasus pelanggaran data pribadi nasabah yang pernah terjadi di dunia Perbankan Indonesia.

BAB V Merupakan bab penutup yang akan menguraikan kesimpulan dan saran. Dalam kesimpulan akan diuraikan secara ringkas mengenai jawaban-jawaban dari pokok permasalahan sebagaimana telah diuraikan pada bab pendahuluan. Kemudian saran yang berisi masukan-masukan dari penulis terkait dengan faktor-faktor yang menyebabkan Perlindungan Hukum terhadap data pribadi nasabah pengguna jasa layanan perbankan menjadi bermasalah.


(34)

22

NASABAH DI INDONESIA

A. Pengertian Perlindungan Hukum

Pengertian perlindungan adalah tempat untuk berlindung, hal (perbuatan dan sebagainya) memperlindungi.1 Perlindungan yaitu suatu hal atau keadaan dimana seseorang dan/atau subjek hukum dapat memberikan suatu perhatian khusus baik berbentuk simpati atau empati yang dapat diberikan kepada seseorang yang lain dan/atau subjek hukum yang lainnya.

Secara etimologis, kata “hukum” dalam bahasa Inggris mempunyai dua pengertian.2 Pertama, kata “hukum” diartikan sebagai sebagai serangkaian pedoman untuk mencapai keadilan.3 Yang kedua, kata “hukum” merujuk kepada seperangkat aturan tingkah laku untuk mengatur ketertiban masyarakat.4

Hukum menurut J.C.T Simorangkir dan Woerjono Sastropranoto, adalah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang dibuat oleh badan-badan resmi yang

1

Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ke-IV, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 750.

2

Cf. Roscoe Pound, Law Finding Through Experience and Reason. Three Lectures, University of Georgia Press, Athens, 1960, (Roscoe oun I), h. 1.

3

Cf. Roscoe Pound, Law Finding Through Experience and Reason, h. 2.

4


(35)

berwajib. Menurut R. Soeroso SH, hukum adalah himpunan peraturan yang dibuat oleh yang berwenang dengan tujuan untuk mengatur tata kehidupan bermasyarakat yang mempunyai ciri memerintah dan melarang serta mempunyai sifat memaksa dengan menjatuhkan sanksi hukuman bagi yang melanggarnya.

Menurut Mochtar Kusumaatmadja pengertian hukum yang memadai harus tidak hanya memandang hukum itu sebagai suatu perangkat kaidah dan asas-asas yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat tetapi harus pula mencakup lembaga (institusi) dan proses yang diperlukan untuk mewujudkan hukum itu dalam kenyataan.5

Pengertian perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan terhadap subyek hukum dalam bentuk perangkat hukum baik yang bersifat preventif maupun yang bersifat represif, baik yang tertulis maupun tidak tertulis. Dengan kata lain perlindungan hukum adalah gambaran dari fungsi hukum, yaitu konsep dimana hukum dapat memberikan suatu keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan dan kedamaian.

Sebagai suatu konsep istilah hukum itu sendiri mempunyai definisi yang sangat luas sehingga dapat diartikan apa saja sesuai dengan paradigma hukum tertentu atau pemahaman hukum oleh golongan masyarakat tertentu. Oleh karenanya hukum dapat diartikan sebagai suatu displin, ilmu pengetahuan, kaidah, tata hukum, keputusan pejabat, petugas, proses pemerintahan, perilaku

5

Putra, Definisi Hukum menurut Para Ahli, diakses pada tanggal 27 September 2013 dari http://www.putracenter.net.


(36)

yang ajeg, jaringan nilai, atau bahkan suatu seni. Lebih lanjut, akan diuraikan pengertian hukum sebagai suatu disiplin.6

Jadi perlindungan hukum merupakan pemberian jaminan atau sebuah kepastian bahwa seseorang akan mendapatkan apa yang telah menjadi hak dan kewajibannya sehingga seseorang tersebut merasa aman.

B. Ruang Lingkup Dan Bentuk-Bentuk Perlindungan Hukum Data Pribadi Nasabah Perbankan

Berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap nasabah, Marulak Pardede mengemukakan bahwa dalam sistem perbankan Indonesia, mengenai lingkup perlindungan terhadap nasabah penyimpan dana, dapat dilakukan melalui 2 (dua) cara, yaitu: 7

a. Perlindungan secara implisit (Implicit deposit protection), yaitu perlindungan yang dihasilkan oleh pengawasan dan pembinaan bank yang efektif, yang dapat menghindarkan terjadinya kebangkrutan bank. Perlindungan ini yang diperoleh melalui: (1) peraturan perundang-undangan di bidang perbankan, (2) perlindungan yang dihasilkan oleh pengawasan dan pembinaan yang efektif, yang dilakukan oleh Bank Indonesia, (3) upaya menjaga kelangsungan usaha bank sebagai sebuah lembaga pada khususnya dan perlindungan

6

Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Barkatullah, Ilmu Hukum & Filsafat Hukum. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), h. 40.

7


(37)

terhadap sistem perbankan pada umumnya, (4) memelihara tingkat kesehatan bank, (5) melakukan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian, (6) cara pemberian kredit yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah, dan (7) menyediakan informasi risiko pada nasabah.

b. Perlindungan secara eksplisit (Explicit deposit protection), yaitu perlindungan melalui pembentukan suatu lembaga yang menjamin simpanan masyarakat, sehingga apabila bank mengalami kegagalan, lembaga tersebut yang akan mengganti dana masyarakat yang disimpan pada bank yang gagal tersebut. Perlindungan ini diperoleh melalui pembentukan lembaga yang menjamin simpanan masyarakat, sebagaimana diatur dalam Keputusan Presiden RI No. 26 Tahun 1998 tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Bank Umum.

UU Perlindungan Konsumen merupakan payung hukum yang mengintegrasikan dan memperkuat penegakan hukum dibidang perlindungan konsumen (nasabah/debitur), khususnya dalam perlindungan data pribadi nasabah diatur secara khusus didalam PBI 7/6/PBI/2005 Tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah.8

8

Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia,cet. VI, (Jakarta: Kencana, 2010), h. 175.


(38)

C. Perlindungan Hukum Data Pribadi Nasabah Perbankan Dalam Peraturan Perundang-Undangan

1. Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Hubungan antar manusia yang satu dengan manusia yang lain maupun hubungan antara manusia dengan corporate atau corporate dengan corporate

dalam praktik sehari-hari seringkali dapat menimbulkan hubungan hukum yang mana dalam hubungan hukum tersebut antara yang satu dengan lainnya akan menimbulkan hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh masing-masing pihak.

Dalam masyarakat Indonesia yang serba majemuk ini seringkali dalam berhubungan antara pihak yang satu dengan pihak yang lainnya tidaklah sama karena ada yang beretika baik dan ada pula yang beretika tidak baik.9 Maka dari itu Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengatur mengenai hal itikad baik ini. Isi pasal itu sendiri adalah

Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan

kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.”

Dan dalam membuat perjanjian selain adanya itikad baik dari masing-masing pihak juga harus dikarenakan adanya sebab yang halal. Sesuai dengan 4 (empat) syarat sahnya perjanjian yang disebutkan didalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu:

9


(39)

a. sepakat

b. kecapakan dalam membuat suatu perikatan c. karena suatu hal tertentu

d. karena suatu sebab yang halal

Jika semua syarat di atas sudah dipenuhi barulah masing-masing pihak dapat mengikatkan dirinya dalam suatu perjanjian, dan nantinya isi dari perjanjian yang sudah disepakati oleh masing-masing pihak akan menjadi undang-undang bagi para pihak tersebut. Hal ini sesuai dengan amanah Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Bank dan nasabah merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Hubungan bank dan nasabah didasarkan pada dua unsur yang saling terkait, yaitu hukum dan kepercayaan.10 Dasar hubungan hukum antara bank dan nasabah adalah hubungan kontraktual.11

Hubungan kontraktual menimbulkan hak dan kewajiban antara bank dan nasabah. Hak dan kewajiban antara bank dan nasabah tergantung dengan adanya perjanjian awal yang terjadi diantara kedua belah pihak atau perintah yang diberikan kepada bank sebagai penyedia layanan jasa perbankan untuk

10

Ronny Sautma Hotma Bako, Hubungan Bank dan Nasabah Terhadap Produk Tabungan

dan Deposito (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1995), h. 32.

11

Ronny Sautma Hotma Bako, Hubungan Bank dan Nasabah Terhadap Produk Tabungan


(40)

melakukan suatu tugas di bidang perbankan. Hubungan kontraktual dapat terjadi melalui persetujuan dan undang-undang.12

Hubungan kontraktual melalui undang-undang tertuang dalam suatu perjanjian baku yang berisi kesepakatan antara kedua belah pihak dan berlaku sebagai undang-undang bagi keduanya. Perjanjian baku pada umumnya dikenal dalam transaksi di bidang perbankan, khususnya dalam produk tabungan dan deposito berjangka.13 Pada produk tersebut umumnya pihak bank telah menyiapkan persyaratan yang harus dipatuhi oleh nasabah secara baku dalam bentuk formulir produk bank tersebut. Dan nasabah tidak diperkenankan untuk menawar isi dari ketentuan formulir produk bank tersebut.

Penggunaan perjanjian baku ini membawa masalah tersendiri. Yang pertama mengenai keabsahan dari perjanjian itu sendiri yang jelas melanggar ketentuan di Hukum Perdata karena pihak lainnya diharuskan mematuhi aturan tersebut tanpa adanya kesempatan untuk menawar. Perjanjian baku dianggap merupakan perjanjian berdasarkan fiksi adanya kemauan dan

12

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Bugerlijk Wetbook), diterjemahkan oleh R. Subekti

dan R. Tjitrosudibio, cet. XXXIV (Jakarta: PT. Pradnya Paramita, 2004), Pasal 1233.

13

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Bugerlijk Wetbook), diterjemahkan oleh R. Subekti


(41)

kepercayaan yang membangkitkan adanya kemauan dan kepercayaan bahwa para pihak mengikatkan diri pada perjanjian itu.14

Hubungan kontraktual melalui persetujuan dapat terjadi antara bank dengan nasabah yang masuk katergori walk in costumer. Walk in costumer

mempunyai pengertian bahwa ia adalah nasabah yang tidak memiliki rekening namun memanfaatkan jasa bank untuk melakukan transaksi keuangan. Bagi para nasabah walk in costumer ini memerintahkan kepada bank agar melakukan suatu kegiatan perbankan dan kemudian nasabah ini akan membayar sejumlah uang kepada bank sebagai ongkos pengganti atas jasa yang telah dikerjakan oleh pihak bank. Hubungan ini disebut kontraktual karena adanya asumsi bahwa ketika masyarakat telah membuat keputusan untuk mempergunakan jasa dari pihak bank maka secara tidak langsung dapat dikatakan bahwa masyarakat umum telah mengikatkan diri mereka dengan perjanjian yang dibuat oleh pihak bank.15 Penundukkan diri secara diam-diam ini sama halnya seperti seseorang yang ingin menaiki bus umum dimana secara diam-diam telah terjadi suatu perjanjian yang meletakan kewajiban bagia kedua belah pihak dimana penumpang berkewajiban membayar sejumlah uang sesuai tarif angkutan dan kondektur yang bertindak atas nama

14

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Bugerlijk Wetbook), diterjemahkan oleh R. Subekti

dan R. Tjitrosudibio, cet. XXXIV, h. 29.

15

Lina, Perlindungan Hukum Bagi Msyarakat Pengguna Jasa Perbankan (Walk In Interview

dalam kaitannya dengan Ketentuan Rahasia Bank, (Tesis Magister Kenotariatan Fakultas Hukum


(42)

bus berkewajiban untuk mengangkut penumpang itu dengan aman ke tempat yang di hendak ditujunya.16 Hubungan kontraktual antara bank dengan nasabah kategori walk in costumer ini terjadi pada nasabah yang melakukan kegiatan perbankan seperti transfer uang, pembayaran tagihan, dan sebagainya.

Hal kedua yang mendasari hubungan bank dan nasabah adalah rasa kepercayaan. Bank melakukan suatu kegiatan serta mengembangkan jasa perbankan berdasarkan adanya rasa kepercayaan yang diberikan oleh nasabah untuk menempatkan uangnya pada produk-produk perbankan yang ada pada bank tersebut.

Bedasarkan bentuk rasa kepercayaan ini yang selama ini sudah lumrah terjadi di dunia perbankan. Maka bank penerima dana simpanan nasabah berhak untuk menggunakan dana tersebut untuk keperluan apapun juga dan sementara itu nasabah penyimpan dana tidak mempunyai hak apapun untuk mengetahui kemana dana tersebut diinvestasikan oleh pihak bank. Hak nasabah penyimpan dana semata-mata hanya untuk menagih dan mendapatkan kembali dana tersebut. Dapat disimpulkan bahwa nasabah terlihat begitu percaya kepada bank untuk mengelola dana simpanannya tersebut. Hal ini tercermin didalam Pasal 1740 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengenai ketentuan umum tentang pinjam pakai. Isi pasal tersebut sendiri adalah

16


(43)

“Pinjam pakai adalah suatu perjanjian dengan nama pihak yang satu

memberikan suatu barang kepada pihak lainnya untuk dipakai dengan cuma-cuma dengan syarat bahwa yang menerima barang ini setelah memakainya

atau setelah lewatnya waktu tertentu akan mengembalikannya.”

2. Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan

Hubungan antar bank dengan nasabahnya ternyata tidaklah seperti hubungan kontraktual biasa, tetapi dalam hubungan tersebut terdapat pula kewajiban bagi bank untuk tidak membuka rahasia nasabahnya kepada pihak lain mana pun kecuali jika ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.17

Oleh karena itu, hubungan antara nasabah dengan bank mirip dengan hubungan antara seorang lawyer dengan kliennya atau hubungan seorang dokter dengan pasiennya. Semua hubungan di atas sama-sama berasaskan perjanjian yang mengandung sebuah kewajiban untuk merahasiakan data dari masing-masing mitra bisnisnya dalam hal ini klien/nasabah/pasiennya. Sering juga untuk rahasia yang terbit dari hubungan seperti ini disebut dengan istilah

“rahasia jabatan”.

Hubungan bank dan nasabah adalah hubungan yang lahir karena adanya perjanjian. Hubungan ini melahirkan hak dan kewajiban dari bank dan nasabah adalah sebagai berikut:

17


(44)

a. Kewajiban Bank

1) Menjamin kerahasiaan, identitas bank beserta dengan dana yang disimpan pada bank kecuali kalau peraturan perundang-undangan menentukan lain.

2) Menyerahkan dana kepada nasabah sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati

3) Membayar bunga simpanan sesuai dengan perjanjian.

4) Mengganti kedudukan debitur dalam hal nasabah tidak mampu melaksanakan kewajiban kepada pihak ketiga.

5) Melakukan pembayaran kepada eksportir dalam hal digunakan fasilitas

Letter of Credit (L/C), sepanjang persyaratan untuk itu telah dipenuhi. 6) Memberikan laporan kepada nasabah terhadap perkembangan

simpanan dananya di bank.

7) Mengembalikan agunan dalam hal kredit telah lunas. b. Hak Bank

1) Mendapatkan provisi terhadap layanan jasa yang diberikan kepada nasabah.

2) Menolak pembayaran apabila tidak memenuhi persyaratan yang telah disepakati bersama.

3) Melelang agunan dalam hal nasabah tidak mampu melunasi kredit yang diberikannya sesuai dengan akad kredit yang telah ditandatangani oleh kedua belah pihak.


(45)

4) Pemutusan rekening nasional (klausul ini hanya cukup ditemui dalam praktek).

5) Mendapatkan buku cek, Bilyet Giro, Buku Tabungan, Credit Card, dalam hal upaya penutupan rekening.

c. Kewajiban Nasabah

1) Mengisi dan menandatangani formulir yang telah disediakan oleh bank sesuai dengan layanan jasa yang diinginkan oleh calon nasabah.

2) Melengkapi persyaratan yang ditentukan oleh pihak bank.

3) Menyetor dana awal yang ditentukan oleh bank. Dalam hal ini dana awal tersebut cukup bervariasi tergantung dari jenis layanan jasa yang diinginkan.

4) Membayar provisi yang ditentukan oleh bank. 5) Menyerahkan buku cuk atau bilyet giro tabungan. d. Hak Nasabah

1) Mendapatkan layanan jasa yang diberikan oleh bank seperti fasilitas. 2) Mendapatkan laporan atas transaksi yang dilakukan melalui bank. 3) Menuntut bank dalam hal terjadi pembocoran rahasia nasabah.

4) Mendapatkan sisa uang pelelangan dalam hal agunan dijual untuk melunasi kredit yang tidak terbayar. 18

18


(46)

Dengan memperhatikan hak dan kewajiban bank dan nasabah secara singkat hubungan bank dan nasabah dapat digambarkan sebagai berikut: a. Dengan disetorkannya uang nasabah kepada bank maka berakhirlah masa

kepemilikan uang tersebut sebagai uang nasabah, uang tersebut beralih kepemilikannya kepada pihak bank.

b. Bank diwajibkan untuk membayarkan kembali uang tersebut dalam jumlah yang sama apabila diminta oleh nasabah, baik untuk jumlah yang pokok saja atau ditambah dengan bunga sebagaimana ditetapkan oleh bank tersebut.

c. Bank berhak untuk menggunakan uang tersebut untuk keperluan apapun. d. Bank bukanlah kuasa dari nasabah tetapi debitur dari nasabah. Bahwa

kedudukan antara bank dan nasabah adalah sejajar. 19

Menurut Pasal 1 angka 28 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan yang dimaksud dengan rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya. Isi dari pasal ini adalah sebuah revisi dari Undang-Undang sebelumnya yaitu Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 yang bertujuan untuk mempertegas dan mempersempit pengertian dari rahasia bank dibanding ketentuan dalam pasal-pasal dari undang-undang sebelumnya.

Berdasarkan pemaparan yang dijelaskan oleh Pasal 1 angka 28 serta pasal-pasal lainnya mengenai rahasia bank, maka dapat ditarik kesimpulan

19


(47)

mengenai apa-apa saja unsur didalam sebuah rahasia bank itu sendiri, yaitu sebagai berikut:

1. Rahasia bank tersebut berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya.

2. Hal tersebut wajib dirahasiakan oleh bank, kecuali termasuk ke dalam kategori pengecualian berdasarkan prosedur dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

3. Pihak yang dilarang membuka rahasia bank adalah pihak bank sendiri dan/atau pihak terafiliasi. Yang dimaksud dengan pihak terafiliasi adalah sebagai berikut.

a. Anggota dewan komisaris, pengawas, direksi atau kuasanya, pejabat atau karyawan bank yang bersangkutan.

b. Anggota pengurus, pengawas, pengelola atau kuasanya, pejabat atau karyawan bank, khusus bagi bank berbentuk badan hukum koperasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

c. Pihak pemberi jasa kepada bank yang bersangkutan, termasuk tetapi tidak terbatas pada akuntan publik, penilai konstitusi hukum, dan konsultan lainnya.

d. Pihak yang menurut penilaian Bank Indonesia turut serta mempengaruhi pengelolaan bank, tetapi tidak terbatas pada pemegang


(48)

saham dan keluarganya, keluarga komisaris, keluarga pengawas, keluarga direksi, dan keluarga pengurus.20

Ada dua teori tentang kekuatan berlakunya asas rahasia bank ini, yaitu: 1. Teori Mutlak

Dalam hal ini rahasia keuangan dari nasabah bank tidak dapat dibuka kepada siapa pun dan dalam hal apa pun. Dewasa ini hampir tidak ada lagi negara yang menganut teori mutlak ini. Bahkan, negara-negara yang menganut perlindungan nasabah secara ketat seperti Swiss atau negara-negara tax heaven seperti Kepulauan Bahama atau Cayman Island juga membenarkan membuka rahasia bank dalam hal-hal khusus.

2. Teori Relatif

Menurut teori ini, rahasia bank tetap diikuti, tetapi dalam hal-hal khusus, yakni dalam hal yang termasuk luar biasa prinsip kerahasiaan bank tersebut dapat diterobos. Misalnya, untuk kepentingan perpajakan atau kepentingan perkara pidana. 21

Rahasia bank hanya dapat diberikan apabila terdapat kepentingan umum yang harus dipentingkan terlebih dahulu dari pada kepentingan pribadi. Jika definisi kepentingan umum diartikan demi untuk kepentingan negara dan masyarakat maka kepentingan nasabah sebagai individual baru

20

Sentosa Sembiring, Hukum Perbankan, h. 6.

21


(49)

dikesampingkan seperti dalam kepentingan pajak, penyelesaian perkara pidana dan perdata, kepentingan dunia perbankan demi menjaga stabilitas perbankan dan mencegah terjadinya tindak pidana di dunia perbankan seperti

money laundring sehingga pada akhirnya yang dilindungi adalah kepentingan nasabah itu sendiri, kepentingan bank dan kepentingan masyarakat secara umum.

Definisi kepentingan umum yang dilindungi yang mengecualikan rahasia perbankan dalam Undang-Undang Perbankan diatur dalam Pasal 40 Undang-Undang Perbankan No. 10 Tahun 1998 yang berbunyi:

“Bank wajib merahasiakan keterangan nasabah penyimpan dana

simpanannya, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41,

Pasal 41A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44 dan Pasal 44A.” a. Pembukaan rahasia bank karena kepentingan perpajakan.

Pada awalnya pasal 41 ayat 1 Undang-Undang No 7 Tahun 1992 Tentang perbankan mengatur bahwa untuk kepentingan perpajakan, Menteri Keuangan berwenang mengeluarkan perintah tertulis kepada bank agar memberikan keterangan dengan memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta surat menyurat mengenai keadaan keuangan nasabah tertentu kepada pejabat bank. Namun ketentuan tersebut telah mengalami perubahan seiring dengan diubahnya ketentuan dalam Pasal 41 ayat 1 Undang-Undang No 7 Tahun 1992 tersebut. Dengan adanya Undang-Undang-Undang-Undang No


(50)

10 tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, ketentuan dalam Pasal 41 ayat 1 menjadi:

Untuk kepentingan perpajakan. Pimpinan Bank Indonesia atas permintaan Menteri Keuangan berwenang mengeluarkan perintah tertulis kepada bank agar memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta surat-surat mengenai keadaan keuangan Nasabah

Penyimpan tertentu kepada pejabat pajak.”

Dengan demikian perubahan yang terjadi bahwa Pimpinan Bank Indonesia-lah yang dapat mengeluarkan keterangan mengenai hal-hal yang termasuk ke dalam rahasia bank. Sedangkan yang berhak untuk meminta pembukaan rahasia bank yang berkaitan dengan kepentingan perpajakan adalah Menteri Keuangan dengan membuat suatu permintaan tertulis. Pimpinan Bank Indonesia atas permintaan Menteri Keuangan berwenang mengeluarkan perintah tertulis kepada Bank agar memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta surat-surat mengenai keadaan keuangan nasabah penyimpan tertentu kepada pejabat pajak. Sedangkan mengenai keperluan untuk menjalankan ketentuan peraturan lainnya, tidak diperlukan permintaan. Hal ini didasarkan pada ketentuan Pasal 35 ayat 1 dan ayat 2 Undang-Undang No 9 Tahun 1994 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan yang menjelaskan bahwa untuk kepentingan menjalankan peraturan perundang-undangan pajak, pihak pajak dapat langsung meminta keterangan atau bukti dari bank mengenai keadaan nasabahnya sepanjang mengenai perpajakan.


(51)

b. Pembukaan rahasia bank karena kepentingan penyelesaian piutang bank yang telah diserahkan kepada Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara.

Ketentuan mengenai pembukaan rahasia bank untuk kepentingan penyelesaian piutang bank merupakan ketentuan yang baru yang tidak diatur di dalam Undang-Undang No 7 Tahun 1992 tetapi telah diatur di dalam Undang-Undang No 10 Tahun 1998 Pasal 41A, yaitu:

“Untuk menyelesaikan piutang bank yang sudah diserahkan kepada

Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara, Pimpinan Bank Indonesia memberikan izin kepada pejabat Badan Urusan Piutangdan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara untuk memperoleh keterangan mengenai simpanan nasabah

debitur.”

Izin untuk pembukaan rahasia dalam rangka penyelesaian piutang negara tersebut dapat diperoleh apabila dilakukan permohonan tertulis oleh Kepala Badan Urusan Piutang Negara dan Lelang Negara serta Ketua Panitia Urusan Piutang Negara. Permintaan tersebut harus menyebutkan nama dan jabatan Badan Umum Piutang dan Lelang Negara atau Panitia Urusan Piutang Negara, nama nasabah debitur yang bersangkutan, dan alasan diperlukannya keterangan.

c. Pembukaan rahasia bank karena kepentingan peradilan pidana.

Pada awalnya ketentuan yang terdapat di dalam Pasal 42 Undang-Undang No 7 Tahun 1992 tentang Perbankan adalah untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana. Menteri Keuangan dapat memberikan izin secara tertulis


(52)

kepada polisi, jaksa, atau hakim untuk memperoleh keterangan dari bank tentang keadaan keuangan tersangka/terdakwa pada bank. Izin dari Menteri Keuangan akan diberikan jika ada permintaan tertulis dari Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jaksa Agung, atau Ketua Mahkamah Agung. Dengan adanya Undang-Undang No 10 Tahun 1998, ketentuan pasal tersebut berubah menjadi bahwa hanya Pimpinan Bank Indonesia saja yang dapat memberikan izin kepada polisi, jaksa, atau hakim untuk mendapat keterangan tentang keuangan nasabah bank bersangkutan. Izin dari Pimpinan Bank Indonesia tersebut akan diberikan jika ada permintaan tertulis dari Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jaksa Agung, atau Ketua Mahkamah Agung.

d. Pembukaan rahasia bank karena kepentingan peradilan perdata antara bank dan nasabah.

Ketentuan mengenai hal ini tidak mengalami perubahan di dalam Undang-Undang No 10 Tahun 1998. Bahwa di dalam Pasal 43 Undang-Undang-Undang-Undang tersebut informasi dan keterangan nasabah bank yang menyangkut kepentingan peradilan perdata antara bank dan nasabah dapat diberikn tanpa izin dari Menteri.

e. Pembukaan rahasia bank karena kepentingan kegiatan perbankan dalam rangka menukar informasi antar bank.

Pasal 44 Undang – Undang Perbankan ini mengecualikan rahasia bank untuk kepentingan kegiatan perbankan. Hal ini berkaitan dengan kelancaran kegiatan bank dalam hal tukar-menukar informasi antar bank. Tukar menukar


(53)

informasi ini dimaksudkan untuk memperlancar dan mengamankan kegiatan usaha bank, antara lain untuk mencegah kredit rangkap maupun mengetahui keadaan dan status seseorang nasabah debitur dari suatu bank ke bank lain apabila ia memiliki rekening di lebih dari satu bank sehingga mencegah kredit macet. Sehingga hal ini mengurangi resiko yang dihadapi bank. Beberapa peraturan Bank Indonesia yang terkait dengan ketentuan ini adalah Peraturan Bank Indonesia No. 11/11/PBI/2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu dan Peraturan Bank Indonesia No. 9/14/PBI/2007 tentang Sistem Informasi Debitur. Sistem Informasi Debitur digunakan untuk menyediakan informasi debitur sebagai salah satu manajemen resiko dalam pemberian kredit.

f. Pembukaan rahasia bank atas permintaan pemegang rekening.

Pasal 44 A ayat 1 ini mengecualikan rahasia bank untuk berdasarkan permintaan pemegang rekening. Hal ini dapat dilakukan oleh nasabah itu sendiri atau kuasa hukum nasabah pemegang rekening.

g. Pembukaan rahasia bank karena kepentingan ahli waris.

Pasal 44 A ayat 2 ini mengecualikan rahasia bank apabila dalam hal nasabah penyimpan telah meninggal dunia maka ahli waris dari nasabah tersebut berhak untuk sepenuhnya mengajukan pembukaan rahasia bank untuk kepentingan ahli waris tersebut. Hal ini bisa saja untuk menyelesaikan hak dan kewajiban nasabah penyimpan di bidang keuangannya.


(54)

Berdasarkan pemaparan di atas terlihat bahwa sudah jelas ada aturan yang mengatur lingkup apa sajakah mengenai rahasia bank. Dan pengecualian seperti apa yang diperbolehkan untuk memberikan data pribadi nasabah kepada pihak lain atau pihak berwajib. Maka dari itu jelas diperlukannya sanksi yang tegas bagi pihak yang melanggar ketentuan-ketentuan mengenai rahasia bank.

3. Menurut Perundang-Undangan Lainnya

Selain diatur dalam Undang-Undang Perbankan terdapat regulasi lain perihal perlindungan hukum data pribadi nasabah, seperti:

1) Undang-Undang No 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Didalam undang-undang ini terdapat ketentuan mengenai kewajiban OJK dalam mengawasi kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan ini terdapat di Pasal 6 Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keungan yang berbunyi :

“OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap:

a. kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan; b. kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal; dan

c. kegiatan jasa keuangan di sektor Perasuransian, Dana Pensiun,

Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya.”

Dilihat dari isi pasal tersebut jelas bahwa OJK berhak secara penuh mengawasi kinerja dari Perbankan yang salah satunya pengawasan terhadap perlindungan hukum data pribadi nasabah yang pengaturan


(55)

secara rinci dijelaskan di Pasal 9 Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan yang berbunyi :

“Untuk melaksanakan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 6, OJK mempunyai wewenang:

a. menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan;

b. mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh Kepala Eksekutif;

c. melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan Konsumen, dan tindakan lain terhadap Lembaga Jasa Keungan, pleaku dan/atau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan;

d. memberikan perintah tertulis kepada Lembaga Jasa Keuangan dan/atau pihak tertentu;

e. melakukan penunjukan pengelola statuter; f. menetapkan penggunaan pengelola statuter;

g. menetapkan sanksi administratif terhadap pihak yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan; dan

h. memberikan dan/atau mencabut: 1. izin usaha;

2. izin orang perseorangan;

3. efektifnya pernyataan pendaftaran; 4. surat tanda terdaftar;

5. persetujuan melakukan kegiatan usaha; 6. pengesahan;

7. persetujuan atau penetapan pembubaran; dan 8. penetapan lain

sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di

sektor jasa keuangan.”

2) Selanjutnya Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Didalam undang-undang ini juga terdapat hak dan kewajiban konsumen. Di dalam Pasal 4 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen berbunyi :


(56)

“Hak konsumen adalah :

a. hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;

b. hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;

c. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;

d. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;

e. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;

f. hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;

g. hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;

h. hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;

i. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan lainnya.”

Sedangkan mengenai kewajiban konsumen dijelaskan di Pasal 5 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen yang berbunyi :

“Kewajiban konsumen adalah :

a. membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;

b. beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;

c. membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;

d. mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.”

Dari penjelasan mengenai hak dan kewajiban konsumen didalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 jelas adanya bahwa nasabah yang merupakan konsumen dari Lembaga Jasa Keuangan Perbankan mempunyai hak


(57)

penuh atas perlindungan data pribadinya tetapi disamping itu ia juga berkewajiban untuk memahami segala informasi dan ketentuan serta prosedur dalam pemanfaatan produk layanan jasa perbankan sebelum ia menggunakan produk layanan jasa perbankan tersebut.


(58)

46

NASABAH BANK NEGARA INDONESIA (BNI)

A. Sekilas Tentang Profil Bank BNI

BNI dikenal sebagai Bank Negara Indonesia merupakan bank pertama yang didirikan dan dimiliki oleh pemerintah Indonesia sejak tahun 1946. hanya beberapa bulan sejak pembentukannya, Bank Negara Indonesia mulai mengedarkan alat pembayaran resmi pertama yakni ORI atau Oeang Republik Indonesia, pada malam menjelang tanggal 30 Oktober 1946, hanya beberapa bulan sejak pembentukannya. Hingga kini, tanggal tersebut diperingati sebagai Hari Keuangan Nasional, sementara hari pendiriannya yang jatuh pada tanggal 5 Juli ditetapkan sebagai Hari Bank Nasional.1

Menyusul penunjukan De Javsche Bank yang merupakan warisan dari Pemerintah Belanda sebagai Bank Sentral pada tahun 1949, Pemerintah membatasi peranan Bank Negara Indonesia sebagai bank sirkulasi atau bank sentral. Bank Negara Indonesia lalu ditetapkan sebagai bank pembangunan, dan kemudian diberikan hak untuk bertindak sebagai bank devisa, dengan akses

1

Sejarah Bank BNI, diakses pada tanggal 1 Desember 2013 dari


(59)

langsung untuk transaksi luar negeri.2

Sehubungan dengan penambahan modal pada tahun 1955, status Bank Negara Indonesia diubah menjadi bank komersial milik pemerintah. Perubahan ini melandasi pelayanan yang lebih baik dan tuas bagi sektor usaha nasional.

Sejalan dengan keputusan penggunaan tahun pendirian sebagai bagian dari identitas perusahaan, nama Bank Negara Indonesia 1946 resmi digunakan mulai akhir tahun 1968. Perubahan ini menjadikan Bank Negara Indonesia lebih dikenal sebagai 'BNI 46'. Penggunaan nama panggilan yang lebih mudah diingat - 'Bank BNI' - ditetapkan bersamaan dengan perubahaan identitas perusahaan tahun 1988.

Tahun 1992, status hukum dan nama BNI berubah menjadi PT Bank Negara Indonesia (Persero), sementara keputusan untuk menjadi perusahaan publik diwujudkan melalui penawaran saham perdana di pasar modal pada tahun 1996.3

Kemampuan BNI untuk beradaptasi terhadap perubahan dan kemajuan lingkungan, sosial-budaya serta teknologi dicerminkan melalui penyempurnaan identitas perusahaan yang berkelanjutan dari masa ke masa. Hal ini juga menegaskan dedikasi dan komitmen BNI terhadap perbaikan kualitas kinerja

2

Sejarah Bank BNI, diakses pada tanggal 1 Desember 2013 dari

http://www.bni.co.id/id-id/tentangkami/sejarah.aspx .

3

Sejarah Bank BNI, diakses pada tanggal 1 Desember 2013 dari


(60)

secara terus-menerus.4

Pada tahun 2004, identitas perusahaan yang diperbaharui mulai digunakan untuk menggambarkan prospek masa depan yang lebih baik, setelah keberhasilan mengarungi masa-masa yang sulit. Sebutan 'Bank BNI' dipersingkat menjadi 'BNI', sedangkan tahun pendirian - '46' - digunakan dalam logo perusahaan untuk meneguhkan kebanggaan sebagai bank nasional pertama yang lahir pada era Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pada akhir tahun 2012, Pemerintah Republik Indonesia memegang 60% saham BNI, sementara sisanya 40% dimiliki oleh pemegang saham publik baik individu maupun institusi, domestik dan asing.

Saat ini, BNI adalah bank terbesar ke-4 di Indonesia berdasarkan total aset, total kredit maupun total dana pihak ketiga. BNI menawarkan layanan jasa keuangan terpadu kepada nasabah, didukung oleh perusahaan anak: Bank BNI Syariah, BNI Multi Finance, BNI Securities dan BNI Life Insurance. Pada akhir tahun 2012, BNI memiliki total asset sebesar Rp333,3 triliun dan mempekerjakan lebih dari 24.861 karyawan. Untuk melayani nasabahnya, BNI mengoperasikan jaringan layanan yang luas mencakup 1.585 outlet domestik dan 5 cabang luar negeri di New York, London, Tokyo, Hong Kong dan Singapura, 8.227 unit ATM milik sendiri, 42.000 EDC serta fasilitas Internet banking dan SMS banking. BNI selalu berusaha untuk menjadi bank pilihan yang

4

Sejarah Bank BNI, diakses pada tanggal 1 Desember 2013 dari http://www.bni.co.id/id-id/tentangkami/sejarah.aspx


(61)

menyediakan layanan prima dan solusi bernilai tambah kepada seluruh nasabah. Berangkat dari semangat perjuangan yang berakar pada sejarahnya, BNI bertekad untuk memberikan pelayanan yang terbaik bagi negeri, serta senantiasa menjadi kebanggaan negara.5

Bagi nasabah institusi bisnis, BNI memberikan layanan cash management secara online, trade finance, perdagangan internasional (ekspor/impor) dan remittance/pengiriman uang yang didukung oleh jaringan cabang luar negeri dan kurang lebih 1000 bank koresponden di seluruh dunia. Saham BNI tercatat di Bursa Eefek Indonesia (BEI) dengan kode BBNI sejak tahun 1996.

a. Visi BNI

“Menjadi bank yang unggul, terkemuka dan terdepan dalam layanan dan kinerja.”

Pernyataan Visi

“BNI berupaya menjadi Bank yang menunjukkan kinerja unggul untuk memberikan nilai investasi yang memuaskan bagi para pemegang saham, menjadi the bank of choice dengan menyajikan kualitas layanan yang terbaik, serta menjadi dominant player (market leader) dengan menyajikan produk/jasa bernilai tinggi di segmen pasar yang dilayani.”

5

Sejarah Bank BNI, diakses pada tanggal 1 Desember 2013 dari http://www.bni.co.id/id-id/tentangkami/sejarah.aspx


(62)

b. Misi BNI

1) Memberikan layanan prima dan solusi yang bernilai tambah kepada seluruh nasabah, dan selaku mitra pillihan utama (the bank choice)

2) Meningkatkan nilai investasi yang unggul bagi investor.

3) Menciptakan kondisi terbaik sebagai tempat kebanggaan untuk berkarya dan berprestasi.

4) Meningkatkan kepedulian dan tanggung jawab terhadap lingkungan dan sosial.

5) Menjadi acuan pelaksanaan kepatuhan dan tata kelola perusahaan yang baik.6

B. Konsep dan Mekanisme Penerapan Perlindungan Data Pribadi Nasabah di Bank BNI

Ketentuan rahasia bank dan rahasia jabatan yang ketat dapat dianggap menghambat mekanisme pasar karena informasi yang tersedia bagi masyarakat atau pelaku pasar sangat sedikit dan sulit diperoleh. Selain itu, sering kali sangat sulit bagi pihak di luar bank atau masyarakat untuk mengetahui proses pengambilan keputusan di bidang perbankan. Akhirnya timbul kesan bahwa

6

Visi & Misi Bank BNI, diakses pada tanggal 1 Desember 2013 dari http://www.bni.co.id/id-id/tentangkami/visimisi.aspx


(63)

ketentuan rahasia bank dan rahasia jabatan dapat menghambat adanya keterbukaan di bidang perbankan.7

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan memuat dua belas pasal terkait rahasia bank, yaitu Pasal 1 angka 28, Pasal 40, 41, 41A, 42, 42A, 43, 44, 44A, 45, dan 47A. Begitupun, pengaturan ini masih belum sempurna dan mengandung beberapa kelemahan. Walaupun di dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan dinyatakan bahwa rahasia bank hanya meliputi segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dana dan simpanannya, namun persoalan batasan pengertian rahasia bank tersebut masih terlalu singkat, sederhana, dan kurang tajam, sehingga belum menjawab secara tuntas mengenai rahasia bank. Sebagai contoh, pengertian

“segala sesuatu” masih belum diperjelas, selain itu istilah “keterangan mengenai penyimpan dana” juga harus diperjelas pengertiannya, yaitu keterangan apa saja yang menyangkut penyimpan dana yang harus dirahasiakan oleh bank.8

PBI Nomor 7/6/PBI/2005 Tentang Transparansi Informasi Produk Bank Dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah berusaha untuk memberikan perlindungan hak privasi data pribadi nasabah, namun masih terbatas jika digunakan untuk tujuan komersial yang dalam penjelasannya pun hanya menyebutkannya sebagai penggunaan oleh pihak lain untuk memperoleh keuntungan. Pengertian ini relatif

7

Yunus Husein, Rahasia Bank Privasi versus Kepentingan Umum. (Jakarta: Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003), h. 3.

8


(64)

luas karena batasan “memperoleh keuntungan” yang dimaksudkan tidak dijelaskan lebih lanjut.

PBI Nomor 7/6/PBI/2005 Tentang Transparansi Informasi Produk Bank Dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah tersebut juga belum mengatur secara tegas masalah mekanisme persetujuan tertulis dari nasabah maupun permintaan persetujuan nasabah.

Untuk lebih memahami kendala dalam praktek pelaksanaan PBI Nomor 7/6/PBI/2005 Tentang Transparansi Informasi Produk Bank Dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah, maka penulis mencoba untuk mengambil contoh penerapan konsep perlindungan data pribadi nasabah yang terdapat di dalam PBI tersebut pada salah satu Bank Umum Nasional yaitu Bank BNI.

1. Konsep Penyusunan Kebijakan melalui Sistem Prosedur Operasi

Direksi Bank BNI dengan persetujuan Komisaris memberi wewenang kepada Kepala dan Wakil Kepala Divisi Kepatuhan menetapkan kebijakan transparansi penggunaan data pribadi nasabah dalam bentuk sistem prosedur perihal Transparansi Informasi Mengenai Produk Bank BNI dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah Bank BNI, yang didistribusikan kepada segenap kantor cabang bank melalui intranet, meliputi:9

a. Penggunaan data pribadi nasabah untuk tujuan komersial harus dilakukan secara transparan dan berdasarkan persetujuan tertulis dari nasabah. Yang dimaksud dengan tujuan komersial adalah penggunaan data pribadi nasabah Bank BNI oleh pihak lain untuk memperoleh keuntungan, termasuk pemberian dan penyebarluasan kepada pihak lain yang melakukan kerja sama dengan Bank BNI;

b. Jenis data pribadi meliputi: nama nasabah, alamat, nomor telepon dan keterangan lain yang merupakan identitas pribadi dan lazim diberikan nasabah kepada Bank BNI dalam pemanfaatan produk Bank BNI.

9

Wawancara Pribadi dengan Wawan Setyawan, Compliance Regulatory and Policy Manager Divisi Kepatuhan PT. Bank Negara Indonesia (Persero), Tbk., Jakarta 06 Januari 2014.


(65)

Pemberian data pribadi nasabah kepada pihak lain tidak diperkenankan dilakukan dalam bentuk softcopy.

c. Apabila nasabah Bank BNI merupakan suatu badan hukum maka pemberian dan atau penyerbarluasan data pribadi yang ditunjuk mewakili badan hukum dan data diri dari badan hukum tersebut memerlukan persetujuan tertulis dari yang bersangkutan;

d. Pemberian data pribadi nasabah kepada pihak lain dalam rangka pengalihan dan atau penjualan aktiva Bank BNI tidak termasuk dalam pemberian dan atau penyebarluasan data pribadi nasabah yang memerlukan persetujuan nasabah terlebih dahulu;

e. Penggunaan data pribadi nasabah seseorang dan atau sekelompok orang yang diperoleh dari pihak lain oleh Bank BNI berdasarkan tujuannya: 1) Jika untuk tujuan pemasaran produk Bank BNI maka penggunaan data

pribadi tersebut harus didukung dengan persyaratan tertulis dari pihak lain tersebut yang sekurang-kurangnya memuat pernyataan bahwa seseorang atau sekelompok orang yang data pribadinya diberikan kepada Bank BNI tidak keberatan atas penyebarluasan data pribadinya untuik tujuan komersial;

2) Jika untuk tujuan komersial, maka bank wajib memiliki jaminan tertulis dari pihak lain yang berisi persetujuan tertulis dari sesorang dan atau sekelompok orang tersebut untuk menyebarluaskan data pribadinya;

3) Jika diminta oleh nasabah, maka pejabat dan atau petugas Bank BNI wajib memberikan penjelasan kepada nasabah yang akan memanfaatkan produk Bank BNI bahwa data pribadi nasabah yang diserahkan kepada Bank BNI:

4) Hanya akan digunakan untuk kepentingan internal Bank BNI dan atau sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku;

5) Akan diberikan dan atau disebarluaskan kepada pihak lain di luar badan hukum Bank BNI untuk tujuan komersial apabila disetujui secara tertulis oleh nasabah;

6) Untuk menindaklanjuti dan mendukung pelaksanaan ketentuan BI mengenai:

7) Prinsip Perlindungan Nasabah dan Kehati-hatian, serta Peningkatan Keamanan dalam Penyelenggaraan kegiatan Alat Pembayaran dengan menggunakan kartu, dan

8) Transparansi Informasi Produk dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah, maka dilakukan penyesuaian berupa penambahan beberapa klausula terhadap formulir ketemtuan-ketentuan produk Bank BNI; Ketentuan-ketentuan produk tersebut dikirim ke cabang melalui intranet. Cabang harus mencetak dan memperbanyak sendiri dengan cara memfotocopi;


(1)

huruf h

Informasi mengenai penerbit Produk Bank antara lain mencakup keterangan mengenai siapa penerbitnya (Bank atau lembaga keuangan bukan bank), hubungan hukum antara penerbit dengan Bank dan Nasabah, serta hak dan kewajiban masing-masing pihak.

ayat (2)

Informasi mengenai program penjaminan antara lain mengenai kejelasan apakah Produk Bank tersebut termasuk dalam program penjaminan.

Pasal 6

ayat (1)

Cukup jelas ayat (2)

Untuk Produk Bank tertentu yang frekuensi perubahan karakteristiknya relatif tinggi, seperti perubahan suku bunga tabungan, pemberitahuan dapat dilakukan melalui pengumuman di Kantor Bank dan atau media lain yang mudah diakses oleh Nasabah.

Pasal 7

Penempatan tulisan, bentuk huruf, dan warna tulisan dalam penjelasan karakteristik Produk Bank disajikan secara proporsional dan wajar sehingga mudah dibaca.

Kalimat yang digunakan dalam menjelaskan Produk Bank disajikan secara singkat dan jelas sehingga mudah dimengerti.


(2)

- 6 - Pasal 8

ayat (1)

Layanan informasi dapat berupa publikasi tertulis di setiap Kantor Bank dan atau dalam bentuk informasi secara elektronis yang disediakan melalui hotline service / call center atau website.

ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 9 ayat (1)

Yang dimaksud dengan tujuan komersial adalah pengunaan Data Pribadi Nasabah oleh Pihak Lain untuk memperoleh keuntungan. Peraturan perundang-undangan yang berlaku misalnya di bidang informasi debitur. ayat (2) Cukup jelas Pasal 10 ayat (1) Cukup jelas ayat (2)

Klausula permintaan persetujuan bersifat opt-in, yaitu Bank dilarang melakukan hal-hal yang menjadi tujuan pencantuman klausula tersebut, sebelum Nasabah memberikan persetujuan.

Pasal 11

Cukup jelas


(3)

Pasal 12 ayat (1)

Cukup jelas ayat (2)

Perhitungan dalam komponen penilaian tingkat kesehatan Bank dilakukan pada aspek manajemen.

Pasal 13

Cukup jelas

Pasal 14

Cukup jelas

Pasal 15

Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4475


(4)

(5)

(6)