Asas Differensiasi Fungsional Asas Saling Koordinasi

97 3. Diperlukan adanya regulasi perundangan sebagai payung hukum adanya badan penyidikan. Dengan adanya keintegralan dalam tahap penyidikan Tipikor maka diharapkan tercipta efisensi waktu penyidikan dan tercapai hasil penyidikan tipikor yang maksimal. Disisi lain mengingat sebuah proses penegakan hukum berkait erat dengan pembatasan HAM maka model penyidikan tipikor yang integral ini tidak bisa dilepaskan dengan keberadaan asas-asas sebagai berikut : 1 Asas Cepat, Sederhana dan Biaya Ringan Ketidakintegralan penyidikan tindak pidana korupsi akibat adanya multiplikasi lembaga penyidikan menyebabkan asas ini tidak dapat dilaksanakan. Hal ini terlihat pada saat terjadi proses pra penuntutan yang bisa dilakukan berkali-kali akibat KUHAP tidak memberikan ketentuan yang tegas.

2. Asas Differensiasi Fungsional

Keberadaan asas ini dimaksudkan oleh KUHAP untuk mengatur pembagian tugas dan wewenang antar aparat penegak hukum. Dari tahap pertama hingga tahap akhir tersebut selalu terjalin hubungan fungsi yang berkelanjutan dan terjadi pula fungsi pengawasan antar satu lembaga penegak hukum dengan lembaga hukum lainnya. Asas ini yang sebenarnya ditujukan untuk mencegah terjadinya proses penyidikan yang “saling tumpang tindih” antara kepolisian 98 dan kejaksaan, ternyata tidak dapat dilaksanakan sebagaimana seharusnya dalam penyidikan tipikor. Hal ini terjadi karena masing-masing lembaga penyidik memiliki dasar pedoman kerja yang berbeda, target yang berbeda serta pola kepemimpinan yang tidak berbeda.

3. Asas Saling Koordinasi

Apabila penyidikan dilaksanakan secara integral maka asas saling koordinasi dalam tahap penyidikan tipikor akan terwujud dengan benar. Apabila asas ini dilaksanakan dengan baik maka tidak akan ada lagi tumbuh sikap egoisme sektoral yang selama ini masih terjadi.

G. Metode Penelitian 1. Paradigma

Paradigma hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah Normative jurisprundence . Ilmu hukum pidana sebagaimana halnya ilmu hukum pada umumnya mempunyai karakteristik sebagai ilmu yang bersifat preskriptif dan terapan. Sifat preskriptif keilmuan ilmu hukum merupakan sesuatu yang substansial di dalam ilmu hukum. 33 Menurut Barda Nawawi Arief obyek dari ilmu hukum normative adalah sebagai berikut : “ Obyek dari ilmu hukum pidana normative dapat berupa hukum pidana positif. Ilmu yang mempelajari hukum pidana 33 Peter Mahmud Marzuki, 2007. Penelitian Hukum, Jakarta : Kencana Perdana Media Group. hal. 22. 99 positif ini dapat disebut “ilmu hukum pidana positif”, yang dapat berupa ilmu hukum pidana materiilsubstantive dan ilmu hukum pidana formal. Ilmu hukum pidana positif ini sebenarnya merupakan ilmu hukum pidana normativedogmatic dalam arti sempit, karena hanya mempelajari norma-norma dan dogma-dogma yang ada dalam hukum pidana positif yang saat ini sedang berlaku “Ius consitutum”, sedangkan ilmu hukum pidana normativedogmatic dalam arti luas juga mempelajari hukum pidana “yang seharusnyasebaiknyaseyogyanya”“ius constituendum”. Jadi ilmu hukum pidana normativedogmatik pada hakikatnya lebih luas dari ilmu hukum pidana positif”. 34

2. Tipe Penelitian