125
2. Asas Praduga Tak Bersalah
Asas ini disebut dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 jo Undang-undang Nomor 4 tahun 2004 jo Undang-Undang Nomor 28
tahun 2009 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman dan dalam Penjelasan Umum butir 3 c KUHAP, yang
berbunyi : “Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau
dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan
kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap”. Asas pra duga tak bersalah menjadi salah satu bukti penghargaan
KUHAP pada hak asasi manusia. Cara-cara pemeriksaan tersangkaterdakwa yang semula bersifat inquisitoir menjadi
aqusatoir.
65
Dalam tahap penyidikan asas ini sangat konkrit pelaksanaannya,. cara-cara penyidikan yang dilakukan dengan menggunakan
kekerasan sudah tidak sesuai lagi, karena pengakuan terdakwa bukan lagi menjadi alat bukti, sebagaimana pada masa HIR dimana
pengakuan terdakwa merupakan salah satu jenis alat bukti.
3. Asas Cepat, Sederhana dan Biaya Ringan
65
Menurut Yahya Harahap, ibid. hal. 39. Asas praduga tak bersalah ditinjau
dari segi teknis yuridis ataupun dari segi teknis penyidikan dinamakan “prinsip
akusatur”. Prinsip ini menempatkan kedudukan tersangkaterdakwa dalam setiap tingkat pemeriksaan adalah sebagai subyek, bukan sebagai obyek pemeriksaan,
karena itu tersangka atau terdakwa harus didudukan dan diperlakukan dalam kedudukan manusia yang mempunyai harkat, martabat harga diri. Dan yang
menjadi obyek pemeriksaan dalam prinsip akusator adalah kesalahan tindak pidana, yang dilakukan oleh tersangkaterdakwa. Oleh karena itu kearah itulah
pemeriksaan ditujukan.
126 Asas-asas ini memberikan pedoman dan garis batas bagi para
penegak hukum didalam melaksanakan tugasnya pada setiap tahap pemeriksaan. Penjabaran dari asas-asas ini tercermin dalam
ketentuan adanya batas waktu penyelidikan, penyidikan, penuntutan hingga proses persidangan hingga berkekuatan hukum tetap. Selain
itu ditentukan juga secara tegas batas waktu penahanan tersangka maupun terdakwa.
Asas ini mencerminkan adanya perlindungan hak asasi manusia sekalipun
orang tersebut
dalam kedudukan
sebagai tersangkaterdakwa. Sehingga walaupun dalam kondisi dibatasi
kemerdekaannya karena ditangkap kemudian ditahan , orang tersebut tetap memperoleh kepastian bahwa tahapan-tahapan pemeriksaan
yang dilaluinya memiliki batas waktu yang terukur dan dijamin undang-undang.
4. Asas Differnsiasi Fungsional
KUHAP dengan jelas telah mengatur pembagian tugas dan wewenang antar aparat penegak hukum. Mulai dari tahap permulaan
penyidikan oleh kepolisian, penuntutan, persidangan hingga eksekusi dan pengawasan pengamatan eksekusi. Dari tahap pertama hingga
tahap akhir tersebut selalu terjalin hubungan fungsi yang berkelanjutan dan terjadi pula fungsi pengawasan antar satu
lembaga penegak hukum dengan lembaga hukum lainnya.
127
Menurut Yahya Harahap
66
asas differnsiasi fungsional secara institusional mempunyai maksud untuk :
1. Melenyapkan tindakan proses penyidikan yang “saling
tumpang tindih” overlapping antara kepolisian dan kejaksaan, sehingga tidak lagi terulang proses penyidikan yang
bolak-balik antara kepolisian dan kejaksaan.
2.Menjamin adanya “kepastian Hukum” dalam proses penyidikan. Dengan differnsiasi ini, setiap orang sudah tahu
dengan pasti bahwa instansinya yang berwenang memeriksanya pada tingkat penyidikan
hanyalah “kepolisian”. Sehingga seorang tersangka sudah tahu dan dapat mempersiapakan diri
pada setiap tingkat pemeriksaan yang dihadapinya. 3.Ditujukan untuk menyederhanakan dan mempercepat proses
penyelesaian perkara. Jadi berarti, mengefektifkan tugas-tugas penegakan hukum kearah yang lebih menunjang prinsip
peradilan yang cepar, tepat dan biaya ringan.
4.Differnsiasi fungsional akan memudahkan pengawasan pihak atasan secara struktural. Karena dengan penjernihan dan
pembagian tugas dan wewenang tersebut, monitoring pengawasan sudah dapat ditujukan secara terarah pada instnasi
bawahan yang memikul tugas penyidikan. Hal ini juga akan sekaligus memudahkan perletakan tanggungjawab yang lebih
efektif. Karena dengan differnsiasi , aparat penyidik tidak lagi dapat melemparkan tanggungjawab penyidikan kepada instansi
lain. Melulu sudah bulat dan penuh menjadi tanggung jawabnya. Setiap kekeliruan dan kesalahan yang terjadi
sepenuhnya menjadi beban yang harus dipikulnya seorang diri. Tidak
lagi dapat
mencampurbaurkan menjadi
beban tanggungjawab instansi lain.
5.Dengan asas ini sudah dapat dipastikan terciptanya keseragaman dan satunya hasil berita acara pemeriksaan. Yakni
hanya berita acara yang dibuat oleh pihak kepolisian. Tidak akan dijumpai lagi adanya dua macam hasil berita acara
penyidikan yang saling bertentangan antara yang satu dengan lain dalam berkas perkara.
5. Asas Saling Koordinasi