Asas Saling Koordinasi Asas persamaan di muka hukum

127 Menurut Yahya Harahap 66 asas differnsiasi fungsional secara institusional mempunyai maksud untuk : 1. Melenyapkan tindakan proses penyidikan yang “saling tumpang tindih” overlapping antara kepolisian dan kejaksaan, sehingga tidak lagi terulang proses penyidikan yang bolak-balik antara kepolisian dan kejaksaan. 2.Menjamin adanya “kepastian Hukum” dalam proses penyidikan. Dengan differnsiasi ini, setiap orang sudah tahu dengan pasti bahwa instansinya yang berwenang memeriksanya pada tingkat penyidikan hanyalah “kepolisian”. Sehingga seorang tersangka sudah tahu dan dapat mempersiapakan diri pada setiap tingkat pemeriksaan yang dihadapinya. 3.Ditujukan untuk menyederhanakan dan mempercepat proses penyelesaian perkara. Jadi berarti, mengefektifkan tugas-tugas penegakan hukum kearah yang lebih menunjang prinsip peradilan yang cepar, tepat dan biaya ringan. 4.Differnsiasi fungsional akan memudahkan pengawasan pihak atasan secara struktural. Karena dengan penjernihan dan pembagian tugas dan wewenang tersebut, monitoring pengawasan sudah dapat ditujukan secara terarah pada instnasi bawahan yang memikul tugas penyidikan. Hal ini juga akan sekaligus memudahkan perletakan tanggungjawab yang lebih efektif. Karena dengan differnsiasi , aparat penyidik tidak lagi dapat melemparkan tanggungjawab penyidikan kepada instansi lain. Melulu sudah bulat dan penuh menjadi tanggung jawabnya. Setiap kekeliruan dan kesalahan yang terjadi sepenuhnya menjadi beban yang harus dipikulnya seorang diri. Tidak lagi dapat mencampurbaurkan menjadi beban tanggungjawab instansi lain. 5.Dengan asas ini sudah dapat dipastikan terciptanya keseragaman dan satunya hasil berita acara pemeriksaan. Yakni hanya berita acara yang dibuat oleh pihak kepolisian. Tidak akan dijumpai lagi adanya dua macam hasil berita acara penyidikan yang saling bertentangan antara yang satu dengan lain dalam berkas perkara.

5. Asas Saling Koordinasi

66 Ibid, hal. 49. 128 Asas koordinasi dianut oleh KUHAP berkaitan erat dengan asas differensiasi fungsional, sehingga dapat dikatakan bahwa sekalipun terjadi pembagian kewenangan yang tegas diantara masing-masing instansi penegak hukum disatu sisi, disisi lain tetap ada hubungan koordinasi diantara instansi tersebut dalam rangka jalannya proses penegakan hukum itu sendiri. Menurut Yahya Harahap 67 dalam rangka untuk memperkecil terjadinya penyimpangan dan penyelahgunaan wewenang, KUHAP telah mengatur “sistem cekking” diantara penegak hukum. Hal ini dilakukan dengan mengingat setiap kelambatan dan kekeliruan yang terjadi pada salah satu bagian instansi penegak hukum akan berimbas kepada instansi berikutnya, yang akan berakibat harus memikul tanggungjawab di hadapan sidang pra peradilan.

6. Asas persamaan di muka hukum

Asas ini merupakan konsekuensi logis dari sikap Negara Indonesia sebagai Negara yang berdasarkan hukum dan bukan atas kekuasaan belaka. Di dalam pelaksanaan penegakan hukum semua orang harus diperlakukan sama dan tidak boleh dibeda-bedakan, baik untuk mendapatkan perlindungan hukum maupun bagi tersangkaterdakwa yang sedang menjalani proses persidangan. Ketentuan-ketentuan di dalam KUHAP mendasarkan pada asas ini, sehingga tidak ada satu pasalpun yang mengarah pada pemberian 67 Ibid, hal. 50. 129 hak-hak istimewa pada suatu kelompok dan memberikan ketidak istimewaan pada kelompok lain. Semangat menjunjung tinggi HAM yang mendasari lahirnya KUHAP semakin memperkokoh kedudukan asas ini. Sehingga mulai dari ditangkapanya seseorang hingga akhir menjalani proses penegakan hukum orang tersebut mendapat perlindungan yang memadai. Setiap tahap pemeriksaan diberikan jangka waktu limitative yang secara terang tertulis dalam ketentuan KUHAP dan pelanggaran terhadap ketentuan tersebut dapat dilakukan pra peradilan.

7. Asas akusatoir dan inquisitoir