D ari uraian di atas terlihat betapa strategisnya mengupayakan suatu mekanisme penyelesaian sengketa tenurial di tingkat lokal. Jumlah kasus
D ari uraian di atas terlihat betapa strategisnya mengupayakan suatu mekanisme penyelesaian sengketa tenurial di tingkat lokal. Jumlah kasus
yang muncul terus menumpuk dari waktu ke waktu. Dalam beberapa kali kesempatan pertemuan Sekretaris Daerah Provinsi Kalimantan Tengah, Dr. Siun Jarias, SH, MH., mengeluhkan betapa repotnya menangani tumpukan pengaduan yang sepeti tidak ada hentinya. “Untuk mengerjakan pekerjaan pokok saja kami sudah kekurangan waktu. Bagaimana mungkin menangani kasus-kasus sengketa ini? Belum lagi kami tidak punya pengetahuan yang cukup untuk terlibat dalam menyelesaikan sengketa tenurial. Penangan melalui Panitia Ad Hoc memang sepertinya tidak cukup lagi. Butuh satu kelembagaan khusus yang menangani kasus-kasus sengketa itu. (Dengan tenaga) yang bekerja khusus untuk masalah ini secara penuh waktu,” katanya suatu ketika.
Terlihat pula dengan jelas bahwa sebagian besar sengketa tenurial memang berada di daerah kabupaten atau kota. Tidak jarang pula kasus-kasus sengketa itu terkait pula dengan kebijakan Kepala Daerah di tingkat kabupaten dan kota itu sendiri.
Karena itu pula mekanisme penyelesaian sengketa yang perlu dibangun itu diusulkan berada di tingkat Provinsi. Provinsi bisa menjadi titik temu strategis antara kebijakan Pusat di satu pihak, dan relatif terbebas dari konlik kepentingan yang menyangkut sumber kekuasaan yang terlibat langsung dalam proses penetapan kebijakan yang berujung konlik di tingkat kabupaten/kota, di sisi lain.
Dalam kaitan itu diusulkan untuk membentuk sebuah lembaga penyelesaian sengketa yang berada di dalam lingkungan pemerintahan daerah. Meski begitu, agar memiliki tingkat legitimasi yang kuat, sistem kelembagaannya akan berupa lembaga yang semi otonom dengan keterlibatan aktif berbagai komponen masyarakat seperti organisasi masyarakat sipil, keterwakilan masyarakat adat, keterwakilan dunia usaha, dan juga pihak keamanan pada struktur yang berfungsi sebagai steering commitee (Panitia/ Dewan Pengarah). Struktur yang mengakomodasi semua unsur stakeholder (pemerintah, perusahaan, dan masyarakat adat/lokal) agar dapat bersinergis mengakumulasi energi kepercayaan bersama (common trust) demi terwujudkan lembaga Dalam kaitan itu diusulkan untuk membentuk sebuah lembaga penyelesaian sengketa yang berada di dalam lingkungan pemerintahan daerah. Meski begitu, agar memiliki tingkat legitimasi yang kuat, sistem kelembagaannya akan berupa lembaga yang semi otonom dengan keterlibatan aktif berbagai komponen masyarakat seperti organisasi masyarakat sipil, keterwakilan masyarakat adat, keterwakilan dunia usaha, dan juga pihak keamanan pada struktur yang berfungsi sebagai steering commitee (Panitia/ Dewan Pengarah). Struktur yang mengakomodasi semua unsur stakeholder (pemerintah, perusahaan, dan masyarakat adat/lokal) agar dapat bersinergis mengakumulasi energi kepercayaan bersama (common trust) demi terwujudkan lembaga
Pilihan ini sangat dimungkinkan oleh kerangka Sedangkan fungsi-fungsi kelembagaan yang bersifat kebijakan yang ada. Sebagaimana yang diatur dalam eksekutif akan diisi oleh orang-orang independen
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang yang dipilih oleh suatu komisi yang diatur dalam
Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, sistem kelembagaan ini dengan persetujuan struktur
Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah organisasi yang menjalankan fungsi-fungsi steering
Kabupaten/Kota, dalam Pembagian Urusan Bidang commetee tadi.
Pertanahan, dan lebih khusus lagi terkait urusan Penyelesaian Sengketa Pertanahan, dinyatakan
Agar mekanisme ini memiliki tingkat pengaturan bahwa Pemerintah Pusat berwenang melakukan
yang cukup kuat atas hukum yang akan digunakan ‘penetapan kebijakan nasional mengenai norma,
adalah Peraturan Daerah Provinsi. Di samping standar, prosedur, dan kriteria penyelesaian
itu, agar pengaturan ini memiliki daya ikat yang masalah ganti kerugian dan santunan tanah untuk
kuat di antara pihak yang berkepentingan, maka pembangunan’ dan ‘pembinaan, pengendalian dan
sebagai sebuah Peraturan Daerah Provinsi, Peraturan monitoring terhadap pelaksanaan pemberian ganti
Daerah tentang Sistem Kelembagaan Penyelesaian kerugian dan santunan tanah untuk pembangunan’.
Sengketa Tenurial di Kalimantan Tengah ini dapat Sementara Pemerintah Propinsi berwenang untuk
dinyatakan sebagai salah satu syarat yang harus Penyelesaian sengketa tanah garapan lintas
diikuti oleh pihak-pihak yang potensial menimbulkan kabupaten/kota, meliputi penanganan hal-hal berikut:
permasalahan sengketa tenurial. Utamanya bagi para pelaku usaha di sektor-sektor ekstraktif seperti
a. Penanganan sengketa tanah garapan. pengusahaan hutan, perkebunan, pertambangan,
b. Penelitian terhadap obyek dan subyek sengketa. ataupun kegiatan-kegiatan negara di sektor
c. Pencegahan meluasnya dampak sengketa tanah konservasi, misalnya.
garapan.
Sejak awal juga harus disadari bahwa mekanisme
d. Koordinasi dengan instansi terkait untuk penyelesaian sengketa tenurial di Kalimantan Tengah
menetapkan langkah-langkah penanganannya. ini adalah sebuah mekanisme alternatif. Dengan
demikian mekanisme ini tidak dimaksudkan untuk
e. Fasilitasi musyawarah antar pihak yang menggantikan atau mengambil peran-peran lembaga
bersengketa untuk mendapatkan kesepakatan para yang memang memiliki kewenangan yang telah
pihak.
diatur oleh undang-undang terkait. Mekanisme Dengan demikian sangat terbuka ruang bagi
penyelesaian sengketa tenurial ini berfungsi sebagai Pemerintah Daerah Provinsi untuk mendorong pengisi peran-peran yang kosong yang berada di luar lahirnya sebuah mekanisme penyelesaian sengketa kewenangan lembaga-lembaga formal dimaksud.
aternatif yang memang menjadi masalah kritis di Oleh sebab itu, keputusan-keputusan yang dapat
wilayah kerjanya, seperti yang terjadi di Provinsi diambil oleh mekanisme alternatif ini akan menjadi
Kalimantan Tengah.
relatif terbatas. Meski begitu, untuk meningkatkan Hal ini sesuai pula dengan dengan apa yang telah
legitimasi atas mekanisme ini, sistem kelembagaan diatur oleh Undang-Undang Nomor 12 Tahun
ini juga akan menghasilkan sejumlah rekomendasi 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
tentang proses yang dapat ditempuh dalam pencarian undangan. Misalnya, sebagaimana diatur pada Pasal
keadilan yang lebih lanjut. Termasuk memberikan
3 - Alternatif Pelembagaan Mekanisme Penyelesaian Sengketa Tenurial
14, ‘materi muatan Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota berisi materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan serta menampung kondisi khusus daerah (cetak miring ditambahkan) dan/atau penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi’.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa, ulasan terkait persoalan sengketa tenurial dan kinerja beberapa mekanisme penyelesaian sengketa yang ada sebagai mana dirinci di atas cukup menjadi dasar bagi pemenuhan syarat ‘menampung kondisi khusus daerah’ sebagaimana yang diatur Pasal 5 Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan itu.
Ulasan tentang masalah penanganan sengketa tenurial yang dihadapi oleh Provinsi Kalimanan Tengah pada khususnya, dan propinsi-propinsi lain di seantero negeri, akan lebih dari cukup untuk memenuhi azas pembentukan suatu peraturan perundang-undangan, sebagai mana yang diatur ada Pasal 5 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- undangan. Pada pasal itu dikatakan bahwa dalam membentuk Peraturan Perundang-undangan harus dilakukan berdasarkan pada asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik, yang meliputi:
1. kejelasan tujuan;
2. kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat;
3. kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan;
4. dapat dilaksanakan;
5. kedayagunaan dan kehasilgunaan;
6. kejelasan rumusan; dan
7. keterbukaan
Mekanisme Penyelesaian Sengketa Tenurial di Tingkat Lokal
BAGIAN EMPAT
Peta Jalan Pelembagaan Mekanisme Penyelesaian Sengketa Tenurial di Tingkat Daerah: Pengalaman Propinsi Kalimantan Tengah
M pelembagaan mekananisme alternatif memahami kondisi yang ada terkait sengketa. Di
enurut CAO (2008), di luar proses Pada tahap pertama, yaitu tahap Penggagasan, menetapkannya dalam produk hukum,
kegiatan yang termasuk dalam tahap ini antara tahap pengembangan model dan
lain assessment untuk mengidentiikasi aktor serta
dapat dipilah menjadi empat tahap kegiatan. akhir proses tahap pertama ini, jika para pihak bersepakat untuk melanjutkan tahapan berikutnya, dibentuklah tim untuk mengembangkan sistem dan tahapan terkait lainnya. Pada kasus inisiatif
Diagram 4.1. Empat Langkah
di Provinsi Kalimantan Tengah ini Tim Penyusun
Pengembangan Sistem Penanganan dan