Sumber Hukum Humaniter Internasional

2. Konvensi II mengenai Hukum dan Kebiasaan Perang di Darat. 3. Konvensi III mengenai adaptasi Azas-Azas Konvensi Jenewa tanggal 22 Agustus 1864 tentang Hukum Perang di Laut. Bahwa dalam konferensi ini tidak hanya menghasilkan tiga konvensi, tetapi juga melahirkan tiga deklarasi pada 29 Juli 1899. Tiga deklarasi tersebut terdiri dari 27 : 1. Melarang menggunakan peluru-peluru dum-dum peluru yang bungkusnya tidak sempurna menutup bagian dalam sehingga dapat pecah dan membesar dalam tubuh manusia 2. Peluncuran proyektil-proyektil dan bahan-bahan peledak dari balon, selama jangka waktu 5 tahun yang berakhir di tahun 1905 juga dilarang. 3. Penggunaan proyektil-proyektil yang menyebabkan gas-gas cekik dan beracun dilarang.

B. Sumber Hukum Humaniter Internasional

Sebagai bagian dari hukum internasional publik, tentu saja aturan aturan HHI tidak harus hanya bersumber dari perjanjian perjanjian internasional saja. Sebagaimana cabang hukum internasional lainnya, norma Hukum Humaniter Internasional juga bersumber dari kebiasan hukum internasional dan prinsip- prinsip hukum yang diakuai oleh bangsa-bangsa. 28 Tentu saja, perjanjian perjanjian internasional merupakan sumber yang paling mudah di temui dan bisa dipahami jika dibandingkan dengan dua sumber hukum lainnya. Disamping itu, keputusan organisasi internasional, sebagaimana halnya pendapat para ahli, 27 Ibid. Hlm 23 28 Pasal 38 Statuta Mahkamah Internasional. Universitas Sumatera Utara menjadi sumber untuk menemukan hukum kebiasaan internasional. Sebagaimana telah disebutkan pada bagian sebelumnya, maka telah diketahui bahwa Hukum Humaniter terdiri dari Hukum Den Haag dan Hukum Jenewa. Hukum Den Haag merupakan ketentuan Hukum Humaniter yang mengatur mengenai cara dan alat berperang. Konvensi-konvensi yang dihasilkan oleh konperensi Perdamaian di Den Haag 1899-1907 adalah 29 : 1. Konvensi I tentang Penyelesaian Damai Persengketaan Internasional. 2. Konvensi II tentang Pembatasan Kekerasan Senjata dalam menuntut Pembayaran Hutang yang berasal dari Perjanjian Perdata. 3. Konvensi III tentang Cara Memulai Peperangan. 4. Konvensi IV tentang Hukum dan Kebiasaan Perang di Darat dilengkapi dengan Peraturan Den Haag. 5. Konvensi V tentang Hak dan Kewajiban Negara dan Warga Negara Netral dalam Perang di darat. 6. Konvensi VI tentang Status Kapal Dagang Musuh pada saat Permulaan Peperangan. 7. Konvensi VII tentang Status Kapal Dagang menjadi Kapal Perang. 8. Konvensi VIII tentang Penempatan Ranjau Otomatis didalam Laut. 9. Konvensi IX tentang Pemboman oleh Angkatan Laut di waktu Perang. 10. Konvensi X tentang Adaptasi Asas-asas Konvensi Jenewa tentang perang di laut. 29 Arlina permanasari.Op cit. Hlm 24 Universitas Sumatera Utara 11. Konvensi XI tentang Pembatasan Tertentu terhadap Penggunaan Hak Penangkapan dalam Perang Angkatan Laut. 12. Konvensi XII tentang Mahkamah Barang-barang Sitaan. 13. Konvensi XIII tentang Hak dan Kewajiban Negara Netral dalam perang di laut. Konferensi Den Haag mengatur cara dan alat berperang telah membentuk persyaratan dalam Hukum Internasional bahwa pecahnya permusuhan harus didahului dengan pengumuman perang secara resmi. Hukum Jenewa mengatur perlindungan terhadap korban perang, terdiri atas beberapa perjanjian pokok perjanjian tersebut adalah keempat Konvensi Jenewa 1949, yang masing-masing adalah: 30 1. Geneva convention for the Amelioration of the Condition of the Wounded and Sick in Armed Forces in the Field ; 2. Geneva Convention for the Amelioration of the condition of the Wounded, Sick and Shipwrecked Members of Armed Forces at Sea ; 3. Geneva Convention relative to the Treatment of Prisoner of War ; 4. Geneva Convention relative to the Protection of Civilian Persons in Time of War. Keempat konvensi Jenewa tahun 1949 tersebut dalam tahun 1977 ditambahkan lagi dengan Protokol Tambahan 1977 yakni disebut dengan : 31 30 Ibid. Hlm 32 31 Ibid. Universitas Sumatera Utara 1. Protocl Additional to the Geneva Convention of 12 August 1949, And Relating to the Protections of Victims of International Armed Conflict Protocol I ; dan 2. Protocol Additional to the Geneva Conventions of 12 August 1949, And Relating to the Protection of Victims of Non Internasional Armed Conflicts Protocol II. Protokol I maupun II tersebut di atas adalah merupakan tambahan dari Konvensi-konvensi Jenewa 1949. Penambahan itu dimaksudkan sebagai penyesuaian terhadap perkembangan pengertian sengketa bersenjata, pentingnya perlindungan yang lebih lengkap bagi mereka yang luka, sakit dan korban karam dalam suatu peperangan, serta antisipasi terhadap perkembangan mengenai alat dan cara berperang. Protokol I tahun 1977 mengatur tentang perlindungan korban pertikaian bersenjata internasional, sedangkan Protokol II mengatur tentang korban pertikaian bersenjata non – internasional. 32 Peranan konvensi Jenewa dalam sejarah pertumbuhan hukum perang dan kedudukan konvensi-konvensi Jenewa mengenai perlindungan korban perang yang meliputi lebih dari separuh dari hukum perang yang berlaku pada dewasa ini, menunjukkan berapa meluas dan mendalamnya sudah asas perikemanusiaan dalam hukum perang. Azas perikemanusiaan tidak saja menjiwai konvensi- konvensi Jenewa mengenai perlindungan korban perang, tetapi pada hakekatnya merupakan suatu asas pokok dari pada seluruh hukum perang. Hukum perang, baik yang berwujud peraturan-peraturan Den Haag maupun yang berbentuk 32 Ibid, hal. 33 Universitas Sumatera Utara peraturan-peraturan Jenewa hanya dapat kita pahami sungguh-sungguh apabila kita dapat melihat sebagai perpaduan anatra asas-asas kepentingan militer dan asas perikemanusiaan. 33 Sebagaimana halnya telah diketahui umum, bahwa sejak konferensi Perdamaian di Kota Den Haag pada tahun 1899 telah berhasil disepakati bersama Konvensi-konvensi Haque, yang pada pokoknya berisi hukum dan kebiasaan perang dan cara-cara berperang pada umumnya conduct of war, Hukum Den Haag ataupun Hukum Jenewa merupakan bagian dari Hukum Internasional Humaniter, karena mengandung ketentuan-ketentuan yang mengatur perlindungan internasional bagi kombatan, bagi mereka yang berhenti bertempur hors de combat, pengaturan di wilayah pendudukan, perlindungan bagi penduduk sipil, obyek-obyek sipil, barang-barang budaya termasuk mesjid dan gereja lingkungan hidup dan sebagainya. Karena itu baik hukum Haque maupun Hukum Jenewa mengatur tentang perang, tidak mengherankan apabila ada bagian-bagian yang saling mengisi dan melengkapi, dan kedua hukum itu merupakan perpaduan antara asas-asas kepentingan militer dan asas-asas perikemanusiaan. Kedua hukum itu yang kemudian dikenal sebagai hukum perang. Oleh karena eratnya hubungan Konvensi-konvensi Jenewa mengenai perlindungan korban Perang dengan asas-asas perikemanusiaan ini menyebabkan mengapa konvensi-konvensi ini disebut juga sebagai konvensi-konvensi humaniter.

C. Subjek dan Objek Hukum Humaniter Internasional