1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebuah badan usaha atau bentuk perusahaan yang paling banyak digunakan dalam bisnis dewasa ini dan di masa yang akan datang adalah
Perseroan Terbatas selanjutnya disebut PT.
1
pemilihan itu tentunya bukan tidak beralasan karena PT sebagai bentuk badan dirasa mempunyai kelebihan dibanding
badan usaha lainnya. Oleh karena itu, di masa mendatang PT masih akan merupakan pilihan utama bagi pemodal dalam memilih dan menentukan bentuk
badan usaha yang akan menggerakan modalnya.
2
Pelaksanaan ketentuan-ketentuan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas pada prakteknya tidak lagi memenuhi perkembangan
hukum dan kebutuhan masyarakat karena keadaan ekonomi, teknologi dan informasi yang sudah berkembang pesat, khususnya era globalisasi. Disamping itu
meningkatnya tuntutan masyarakat akan layanan yang tepat, kepastian hukum, Di Indonesia semula eksistensi PT diatur dalam Pasal 35-36 Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang selanjutnya diasebut KUHD. Dalam perkembangannya, oleh karena aturan-aturan yang terdapat dalam KUHD tersebut
dianggap sudah tidak dapat menampung dinamika dan perkembangan dunia bisnis, maka pemerintah memberlakukan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1995
Tentang Perseroan Terbatas.
1
Parasian Simanungkalit, Rapat Umum Pemegang Saham kaitannya Dengan Tanggung Jawab Direksi Pada Peseroan Terbatas Jakarta: Yayasan Wajar Hidup, 2006, hlm. 5.
2
Agus Budiarto, Kedudukan Hukum dan Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas edisi kedua setelah Berlakunya UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas Bogor:
Ghalia Indonesia, 2009, hlm. 1.
serta tuntutan akan pengembangan usaha yang sesuai dengan prinsip pengelolaan perusahaan yang baik good corporate governance.
Melalui Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas selanjutnya disebut UUPT, telah dilakukan pengakomodasian terhadap
berbagai ketentuan mengenai perseroan terbatas, baik berupa penambahan ketentuan baru, perbaikan penyempurnaan, maupun mempertahankan ketentuan
lama yang dianggap masih relevan. Dalam rangka memenuhi tuntutan masyarakat untuk memperoleh layanan yang cepat, UUPT mengatur tata cara :
1. Pengajuan permohonan dan pemberian pengesahan status badan hukum
2. Pengajuan permohonan dan pemberian persetujuan anggaran
3. Penyampaian pemberitahuan dan penerimaan pemberitahuan perubahan
Anggaran Dasar danatau pemberitahuan dan penerimaan pemberitahuan perubahan data lainnya . pelayanan tersebut dapat dilakukan melalui jasa
teknologi informasi system informasi badan hukum secara elektronik di samping tetap dimungkinkan penggunaan system Manual.
Beberapa perubahan lain yang ditegaskan dalam UUPT adalah sebagai berikut :
1. Perubahan minimal modal dasar untuk mendirikan PT dari Rp. 20.000.000,00
menjadi minimal Rp. 50.000.000,00 2.
Munculnya pengaturan tentang tanggung jawab sosial dan lingkungan yang harus dipikul oleh PT yang melakukan usaha dalam bidang eksplorasi sumber
daya alam
3. Diaturnya PT yang menjalankan usaha berdasarkan prinsip syariah. Untuk
mengawal penerapan prinsip ini, pembentukan Undang-Undang ini mewajibkan PT yang menjalankan usaha dengan prinsip syariah untuk
memiliki Dewan Pengawas Syariah yang mempunyai tugas untuk memberikan saran dan nasehat kepada Direksi serta mengawasi kegiatan PT agar sesuai
dengan prinsip syariah. 4.
Dimungkinkan penyelenggaraan RUPS dengan memanfaatkan perkembangan teknologi. Dengan cara ini RUPS dapat diselenggarakan melalui media
elektronik seperti telekonferensi, video konferensi atau sarana media elektronik lainnya.
5. Dibentuknya tim ahli pemantauan hukum perseroan yang tugasnya
memberikan masukan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia berkenaan dengan PT. untuk menjamin kredibilitas tim ahli, keanggotaan tim
ahli tersebut dari berbagai unsur baik pemerintah, pakar akademisi, profesi, dan dunia usaha.
3
Sebagai subjek atau badan hukum, perseroan memiliki status, kedudukan dan kewenangan yang dapat disamakan dengan manusia. Persamaan inilah yang
kerap membuat perseroan disebut sebagai artificial person. Layaknya tubuh manusia yang dilengkapi organ-organ dengan fungsi
fisiologisnya masing-masing untuk membantu bertahan hidup, perseroan juga memerlukan organ untuk menggerakkan ‘roda’ perseroan sehari-hari. Organ-
organ inilah yang kemudian akan saling berkoordinasi untuk membuat perseroan
3
Tri Budiyono, Hukum Perusahaan Tinjauan Yuridis terhadap Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas salatiga: Griya Media, 2011, hlm. 7-9.
tetap berjalan dan survive. Organ-organ tersebut, seperti tercantum dalam UUPT Pasal 1 angka 2 dikatakan bahwa “Organ Perseroan adalah Rapat Umum
Pemegang Saham, Direksi, dan Dewan Komisaris.”
4
Pada dasarnya RUPS sebagai sebuah putusan rapat ataupun musyawarah hanya mengikat secara internal PT tersebut. Namun, dalam hal putusan tersebut
kemudian disetujui oleh Kementerian Hukum dan HAM selanjutnya disebut Kemenkumham, didaftarkan dalam Daftar Perusahaan, dan diumumkan dalam
Lembaran Berita Negara maka keputusan RUPS tersebut mengikat pihak ketigamasyarakat luas. Inilah yang terkenal dengan asas Publisitas.
Rapat Umum Pemegang Saham selanjutnya disebut RUPS merupakan organ perusahaan yang kedudukannya adalah sebagai organ yang memegang
kekusaan tertinggi dalam perseroan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 butir 4 UUPT yang mengatakan “Rapat Umum Pemegang Saham, yang selanjutnya
disebut RUPS, adalah Organ Perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan
dalam Undang-Undang ini danatau anggaran dasar”.
5
Mengenai keputusan RUPS yang kemudian disetujui oleh Kemenkumham, dapat terjadi pembatalan persetujuanpengesahan oleh Kemenkumham, yaitu
apabila pelaksanaan RUPS tersebut tidak memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh undang-undang. Sebagaimana terjadi dalam kasus PT. Metro Mini dimana
Keputusan RUPS Ketiga yang dilakukan oleh PT. Metro Mini ketika dimintakan
4
Orinton Purba, Petunjuk Praktis bagi RUPS, Komisaris, dan Direksi Perseroan Terbatas agar terhindar dari jerat hukum Jakarta: Raih Asa Sukses, 2011, hlm. 26.
5
Adib Bahari, Panduan Mendirikan Perseroan Terbatas Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2013, hlm. 11.
pengesahan kepada Kemenkumham, namun hal tersebut ditolak oleh Kemenkumham dikarenakan menurut Kemenkumham pelaksanaan RUPS dari
PT. Metro Mini tersebut tidak memenuhi ketentuan sebagaimana yang diatur oleh UUPT dalam Pasal 86 ayat 9 .
Pihak PT. Metro Mini dalam hal ini diwakilkan oleh direksinya menyatakan bahwa pelaksanaan RUPS yang dilakukan oleh PT. Metro Mini telah
memenuhi ketentuan yang diatur dalam UUPT. Dalam kasus ini PT. Metro Mini yang telah melakukan RUPS yang pertama dan kedua lalu tidak memenuhi jumlah
kuorum yang ditentukan undang-undang, selanjutnya pihak PT.Metro Mini memohon pengadilan untuk menentukan kuorum pelaksanaan RUPS ketiga.
Selanjutnya RUPS ketiga dilakukan sesuai dengan penetapan pengadilan dan mengahasilkan keputusan RUPS yaitu Pengangkatan kepengurusan baru yang
mana mengangkat Nofrialdi. Amd EK sebagai direktur utama dari PT. Metro Mini, namun dalam hal keputusan tersebut dimintakan pengesahan kepada
Kemenkumham, keputusan tersebut ditolak dengan alasan bahwa pelaksanaan RUPS ketiga tersebut melewati jangka waktu yang ditentukan oleh Undang-
Undang. Dengan terjadinya pembatalan pengesahan keputusan RUPS tersebut, maka menimbulkan akibat hukum kepada PT. Metro Mini.
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya saat ini meningkatnya tuntutan masyarakat akan layanan yang tepat, kepastian hukum, serta tuntutan akan
pengembangan usaha yang sesuai dengan prinsip pengelolaan perusahaan yang baik good corporate governance. Dengan kedudukan RUPS yang sangat penting
dalam PT maka diperlukan pengaturan yang jelas dan memenuhi kebutuhan dunia usaha saat ini.
Pengaturan mengenai RUPS dalam UUPT secara khusus diatur dalam Pasal 75-91. Pengaturan tersebut diharapkan dapat memenuhi kebutuhan akan
keadilan dan kepastian hukum dalam pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham, namun dalam pelaksanaannya Pasal 86 ayat 9 UUPT belum memenuhi
rasa keadilan dalam pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham. Sebagaimana yang terjadi dalam pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham yang dilakukan
oleh PT. Metro Mini di Jakarta yang telah dijelaskan sebelumnya bagaimana pelaksanaan RUPS yang dilakukan oleh PT tersebut. Hal ini terjadi dikarenakan
adanya ketidakharmonisan pengaturan tentang jangka waktu pelaksanan RUPS kedua dan ketiga yang dilaksanakan berdasarkan penetapan pengadilan
sebagaimana yang dilakukan oleh PT. Metro Mini sesuai dengan Pasal 86 ayat 5 dan Pasal 86 ayat 7 dengan jangka waktu pelaksanaan RUPS kedua dan ketiga
yang ditentukan dalam Pasal 86 ayat 9 UUPT yang menyatakan bahwa “RUPS kedua dan ketiga dilangsungkan dalam jangka waktu paling cepat 10 sepuluh
hari dan paling lambat 21 dua puluh satu hari setelah RUPS yang mendahuluinya dilangsungkan”.
Akibat adanya ketidakharmonisan pengaturan tentang pelaksanaan RUPS tersebut menimbulkan dibatalkannya pengesahan atas keputusan RUPS yang
dilahirkan dari RUPS Ketiga yang dilakukan pada tanggal 23 Februari 2013. Atas peristiwa tersebut menimbulkan akibat hukum terhadap PT. Metro Mini.
Selanjutnya Pihak PT. Metro Mini diwakili oleh Nofrialdi. Amd EK selaku
direktur utama PT. Metro Mini mengajukan permohonan Judicial review kepada Mahkamah Konstitusi oleh Direktur PT. Metro Mini untuk menguji keabsahan
Pasal 86 ayat 9 UUPT tersebut. Berdasarkan hal yang dijelaskan diatas, dalam skripsi ini akan dibahas
mengenai apa yang menjadi akibat hukum terhadap perseroan apabila terdapat suatu keputusan RUPS yang dibatalkan pengesehannya oleh Kemenkumham.
B. Perumusan Masalah