Akibat Hukum Pembatalan Hasil Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham Oleh Kemenkumham Terhadap Perseroan Terbatas (Studi Putusan Mk Nomor 84/Puu-Xi/2013)

(1)

SKRIPSI

Disusun dan Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Sumatera Utara

OLEH:

NIM: 110200279 ADHY PARDAMEAN

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

AKIBAT HUKUM PEMBATALAN HASIL KEPUTUSAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM OLEH KEMENKUMHAM

TERHADAP PERSEROAN TERBATAS (STUDI PUTUSAN MK NOMOR 84/PUU-XI/2013)

SKRIPSI

Disusun dan Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

OLEH:

NIM: 110200279 ADHY PARDAMEAN

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI Disetujui Oleh:

Ketua Departemen Hukum Ekonomi

NIP. 197501122005012002 Windha S.H.,M.Hum

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H., M.H.

NIP. 195603291986011001 NIP. 197501122005012002 Windha S.H.,M.Hum

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

i

NOMOR 84/PUU-XI/2013)

*)Adhy Pardamean **)Bismar Nasution

***)Windha

Undang-Undang Nomor 40 Tahun tentang Perseroan Terbatas mengatur tentang mekanisme penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham yang mana diatur dalam pasal 75-91 undang-undang tersebut .dalam pasal 86 ayat (5) sampai dengan ayat (7) mengatur adanya pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham melalui Penetapan Ketua Pengadilan Negeri. Adapun yang menjadi permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah mengenai bagaimana aspk hukum Perseroan Terbatas menurut undang-undang, bagaimana penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham dalam Perseroan Terbatas, dan bagaimana akibat hukum pembatalan hasil Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham oleh Kemenkumham terhadap perseroan terbatas (studi kasus Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 84/PUU-XI/2013).

Penelitian yang dilakukan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian hukum normatif. Data yang digunakan adalah data sekunder terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Teknik pengumpulan data dilakukan studi hukum kepustakaan. Metode yang digunakan dalam menganalisis data adalah analisis kualitatif.

Didaftarkan kepada Kemenkumham adalah keputusan yang terkait dengan perubahan Anggaran Pelaksanaan RUPS apabila tidak memenuhi ketentuan kuorum sebagaimana yang dientukan oleh undang-undang, selanjutnya dapat memohon kepada Ketua Pengadilan Negeri dalam kedudukan PT tersebut untuk melaksanakan RUPS. Ada beberapa hasil keputusan RUPS yang wajib di daftarkan ke Kemenkumam untuk selanjutnya dalam daftar perseroan. Keputusan-keputusan yang wajib Dasar dan Data Perseroan. Apabila Keputusan-keputusan RUPS tersebut dibatalkan pengesahannya oleh Kemenkummham, akibatnya adalah terhadap pihak ketiga keputusan RUPS tersebut tidak mengikat terhadap pihak ketiga, sementara untuk internal perseroan keputusan RUPS tersebut tetap diakui keberadaannya apabila RUPS diselenggarakan memenuhi ketentuan anggaran dasar perseroan.

Kata kunci: Penetapan Pengadilan, RUPS, Perseroan Terbatas. *)Mahasiswa Fakultas Hukum USU

**)Dosen Pembimbing I ***) Dosen Pembimbing II


(4)

ii

KATA PENGANTAR

Puji Syukur atas berkat Rahmat Tuhan Yang Maha Esa, penulis akhirnya dapat menyelesaikan skripsi dengan tepat waktunya. Skripsi ini dilakukan bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat untuk dapat menyelesaikan studi pada Program Sarjana Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) Medan.

Skripsi ini diberi judul “AKIBAT HUKUM PEMBATALAN HASIL KEPUTUSAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM OLEH KEMENKUMHAM TERHADAP PERSEROAN TERBATAS (STUDI PUTUSAN MK NOMOR 84/PUU-XI/2013)” Dengan adanya penulisan skripsi ini penulis berharap agar para pembaca dapat memaklumi kekurangan dari penulis karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan serta bahan-bahan refrensi. Semoga dari skripsi ini, pembaca dapat mengerti, memahami serta memberikan manfaat kepada pembaca.

Demi kelancaran penyelesaian skripsi ini penulis telah banyak menerima bantuan dari berbagai pihak baik dukungan moril dan materil. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof.Dr.Runtung Sitepu, S.H., M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan;

2. Bapak Prof.Dr.Budiman Ginting, S.H., M.Hum selaku Pembantu Dekan I, Bapak Syafruddin Hasibuan, S.H., M.Hum. selaku Pembantu Dekan II, dan Bapak Dr.OK. Saidin, S.H., M.H. selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan;

3. Ibu Windha, S.H., M.Hum selaku Ketua Bagian Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan, dan


(5)

iii

Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan, dan sekaligus sebagai Dosen Pembimbing I yang telah sangat peduli dan memberikan bimbingan bagi penulis.terhadap penulisan skripsi;

5. Teristimewa kepada orangtuaku Mangasa Saiahaan dan Elisabeth Sipahutar dan juga kedua abang ku Douglas Siahaan dan Anggi Andi Siahaan, dan juga kedua adik ku Sonya Esther Siahaan dan Eka Gunadi Siahaan yang telah banyak memberi semangat, kekuatan, motivasi serta doa kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dengan tepat pada waktunya di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan;

6. Bapak Edy Murya, S.H selaku Dosen Wali/Penasehat Akademik Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan;

7. Seluruh Bapak/Ibu Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah banyak mendidik selama proses perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan;

8. Orang yang spesial bagi penulis, Viska Septriani Manik yang telah memberikan bantuan, dukungan, dan semangat;

9. Teman-teman dari Koordinasi PD/PA Filipi Tahun 2014/2015 dan Juga kepada Kelompok Kecil Evangelion (Willy Purba dan Anto Malau) yang memberikan ku semangat dalam menyelesaikan skripsi


(6)

iv

10.Seluruh kawan-kawan Grup F Fakultas Hukum USU angkatan 2011 yang telah berjuang bersama penulis menuntut ilmu mulai dari awal masuk perkulihaan.

11.Perkumpulan Gemar Belajar (GEMBEL) yang telah menjadi sebuah wadah yang membantu penulis untuk berkembang dimasa perkuliahan dan Seluruh kawan-kawan GEMBEL angkatan 2011 (Eko, Sapta, Poltak, Samuel, John, Tulus, Boby, Jaka, Thresya Nova, Dian Ekawaty, Maslon, Adhy, Hary Tama), adik-adik angkatan 2012, angkatan 2013, dan angkatan 2014.

12.Kepada sahabat-sahabat ku dari RAROBLER (Ruba, Adhy, Romly, Okta, Bima, Leo, dan Rony), yang memberikan warna-warni dalam perkuliahan ku selama di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Demikianlah penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada yang mendukung sehingga skripsi ini dengan diselesaikan dengan lancar dan kira Tuhan Yang Maha Esa memberikan yang terbaik buat kita semua.

Medan, 05 Juli 2015 Penulis


(7)

v KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang... 1

B. Perumusan Masalah ... 7

C. Tujuan dan manfaat Penulisan... 7

D. Keaslian Penulisan... 8

E. Tinjauan Kepustakaan ... 9

F. Metode Penelitian ... 13

G. Sistematika Penulisan ... 17

BAB II ASPEK HUKUM PERSEROAN TERBATAS MENURUT UNDANG-UNDANG A. Perseroan Terbatas sebagai badan hukum ... 19

B. Pendirian Perseroan Terbatas ... 27

C. Struktur Modal dalam Perseroan Terbatas ... 33

D. Pengurusan dalam Perseroan Terbatas ... 38

E. Pembubaran Perseroan Terbatas ... 44

BAB III PENYELENGGARAAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS. A. Rapat Umum Pemegang Saham sebagai organ dalam Perseroan Terbatas ... 51

B. Tugas dan wewenang Rapat Umum Pemegang Saham dalam Perseroan Terbatas ... 55


(8)

vi

C. Mekanisme penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham di Perseroan Terbatas ... 60

BAB IV AKIBAT HUKUM PEMBATALAN HASIL KEPUTUSAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM OLEH KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM TERHADAP PERSEROAN TERBATAS (STUDI KASUS PUTUSAN MK NOMOR 84/PUU-XI/2013)

A. Kasus posisi ... 71 B. Pertimbangan hukum Majelis Hakim dalam Putusan

Mahkamah Konstitusi nomor 84/PUU-XI/2013 ... 77 C. Akibat hukum pembatalan Hasil Keputusan Rapat Umum

Pemegang oleh Kementerian Hukum dan HAM Saham terhadap Perseroan Terbatas ... 86

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... ... 94 B. Saran ...

... 95


(9)

i

NOMOR 84/PUU-XI/2013)

*)Adhy Pardamean **)Bismar Nasution

***)Windha

Undang-Undang Nomor 40 Tahun tentang Perseroan Terbatas mengatur tentang mekanisme penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham yang mana diatur dalam pasal 75-91 undang-undang tersebut .dalam pasal 86 ayat (5) sampai dengan ayat (7) mengatur adanya pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham melalui Penetapan Ketua Pengadilan Negeri. Adapun yang menjadi permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah mengenai bagaimana aspk hukum Perseroan Terbatas menurut undang-undang, bagaimana penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham dalam Perseroan Terbatas, dan bagaimana akibat hukum pembatalan hasil Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham oleh Kemenkumham terhadap perseroan terbatas (studi kasus Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 84/PUU-XI/2013).

Penelitian yang dilakukan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian hukum normatif. Data yang digunakan adalah data sekunder terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Teknik pengumpulan data dilakukan studi hukum kepustakaan. Metode yang digunakan dalam menganalisis data adalah analisis kualitatif.

Didaftarkan kepada Kemenkumham adalah keputusan yang terkait dengan perubahan Anggaran Pelaksanaan RUPS apabila tidak memenuhi ketentuan kuorum sebagaimana yang dientukan oleh undang-undang, selanjutnya dapat memohon kepada Ketua Pengadilan Negeri dalam kedudukan PT tersebut untuk melaksanakan RUPS. Ada beberapa hasil keputusan RUPS yang wajib di daftarkan ke Kemenkumam untuk selanjutnya dalam daftar perseroan. Keputusan-keputusan yang wajib Dasar dan Data Perseroan. Apabila Keputusan-keputusan RUPS tersebut dibatalkan pengesahannya oleh Kemenkummham, akibatnya adalah terhadap pihak ketiga keputusan RUPS tersebut tidak mengikat terhadap pihak ketiga, sementara untuk internal perseroan keputusan RUPS tersebut tetap diakui keberadaannya apabila RUPS diselenggarakan memenuhi ketentuan anggaran dasar perseroan.

Kata kunci: Penetapan Pengadilan, RUPS, Perseroan Terbatas. *)Mahasiswa Fakultas Hukum USU

**)Dosen Pembimbing I ***) Dosen Pembimbing II


(10)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Sebuah badan usaha atau bentuk perusahaan yang paling banyak digunakan dalam bisnis dewasa ini dan di masa yang akan datang adalah Perseroan Terbatas ( selanjutnya disebut PT).1 pemilihan itu tentunya bukan tidak beralasan karena PT sebagai bentuk badan dirasa mempunyai kelebihan dibanding badan usaha lainnya. Oleh karena itu, di masa mendatang PT masih akan merupakan pilihan utama bagi pemodal dalam memilih dan menentukan bentuk badan usaha yang akan menggerakan modalnya. 2

Pelaksanaan ketentuan-ketentuan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas pada prakteknya tidak lagi memenuhi perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat karena keadaan ekonomi, teknologi dan informasi yang sudah berkembang pesat, khususnya era globalisasi. Disamping itu meningkatnya tuntutan masyarakat akan layanan yang tepat, kepastian hukum,

Di Indonesia semula eksistensi PT diatur dalam Pasal 35-36 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (selanjutnya diasebut KUHD). Dalam perkembangannya, oleh karena aturan-aturan yang terdapat dalam KUHD tersebut dianggap sudah tidak dapat menampung dinamika dan perkembangan dunia bisnis, maka pemerintah memberlakukan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas.

1 Parasian Simanungkalit, Rapat Umum Pemegang Saham kaitannya Dengan Tanggung

Jawab Direksi Pada Peseroan Terbatas (Jakarta: Yayasan Wajar Hidup, 2006), hlm. 5.

2 Agus Budiarto, Kedudukan Hukum dan Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas

edisi kedua setelah Berlakunya UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (Bogor:


(11)

serta tuntutan akan pengembangan usaha yang sesuai dengan prinsip pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate governance).

Melalui Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut UUPT), telah dilakukan pengakomodasian terhadap berbagai ketentuan mengenai perseroan terbatas, baik berupa penambahan ketentuan baru, perbaikan penyempurnaan, maupun mempertahankan ketentuan lama yang dianggap masih relevan. Dalam rangka memenuhi tuntutan masyarakat untuk memperoleh layanan yang cepat, UUPT mengatur tata cara :

1. Pengajuan permohonan dan pemberian pengesahan status badan hukum 2. Pengajuan permohonan dan pemberian persetujuan anggaran

3. Penyampaian pemberitahuan dan penerimaan pemberitahuan perubahan Anggaran Dasar dan/atau pemberitahuan dan penerimaan pemberitahuan perubahan data lainnya . pelayanan tersebut dapat dilakukan melalui jasa teknologi informasi system informasi badan hukum secara elektronik di samping tetap dimungkinkan penggunaan system Manual.

Beberapa perubahan lain yang ditegaskan dalam UUPT adalah sebagai berikut :

1. Perubahan minimal modal dasar untuk mendirikan PT dari Rp. 20.000.000,00 menjadi minimal Rp. 50.000.000,00

2. Munculnya pengaturan tentang tanggung jawab sosial dan lingkungan yang harus dipikul oleh PT yang melakukan usaha dalam bidang eksplorasi sumber daya alam


(12)

3

3. Diaturnya PT yang menjalankan usaha berdasarkan prinsip syariah. Untuk mengawal penerapan prinsip ini, pembentukan Undang-Undang ini mewajibkan PT yang menjalankan usaha dengan prinsip syariah untuk memiliki Dewan Pengawas Syariah yang mempunyai tugas untuk memberikan saran dan nasehat kepada Direksi serta mengawasi kegiatan PT agar sesuai dengan prinsip syariah.

4. Dimungkinkan penyelenggaraan RUPS dengan memanfaatkan perkembangan teknologi. Dengan cara ini RUPS dapat diselenggarakan melalui media elektronik seperti telekonferensi, video konferensi atau sarana media elektronik lainnya.

5. Dibentuknya tim ahli pemantauan hukum perseroan yang tugasnya memberikan masukan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia berkenaan dengan PT. untuk menjamin kredibilitas tim ahli, keanggotaan tim ahli tersebut dari berbagai unsur baik pemerintah, pakar / akademisi, profesi, dan dunia usaha.3

Sebagai subjek atau badan hukum, perseroan memiliki status, kedudukan dan kewenangan yang dapat disamakan dengan manusia. Persamaan inilah yang kerap membuat perseroan disebut sebagai artificial person.

Layaknya tubuh manusia yang dilengkapi organ-organ dengan fungsi fisiologisnya masing-masing untuk membantu bertahan hidup, perseroan juga memerlukan organ untuk menggerakkan ‘roda’ perseroan sehari-hari. Organ-organ inilah yang kemudian akan saling berkoordinasi untuk membuat perseroan

3 Tri Budiyono, Hukum Perusahaan Tinjauan Yuridis terhadap Undang-Undang No. 40


(13)

tetap berjalan dan survive. Organ-organ tersebut, seperti tercantum dalam UUPT Pasal 1 angka 2 dikatakan bahwa “Organ Perseroan adalah Rapat Umum Pemegang Saham, Direksi, dan Dewan Komisaris.”4

Pada dasarnya RUPS sebagai sebuah putusan rapat ataupun musyawarah hanya mengikat secara internal PT tersebut. Namun, dalam hal putusan tersebut kemudian disetujui oleh Kementerian Hukum dan HAM (selanjutnya disebut Kemenkumham), didaftarkan dalam Daftar Perusahaan, dan diumumkan dalam Lembaran Berita Negara maka keputusan RUPS tersebut mengikat pihak ketiga/masyarakat luas. Inilah yang terkenal dengan asas Publisitas.

Rapat Umum Pemegang Saham (selanjutnya disebut RUPS) merupakan organ perusahaan yang kedudukannya adalah sebagai organ yang memegang kekusaan tertinggi dalam perseroan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 butir 4 UUPT yang mengatakan “Rapat Umum Pemegang Saham, yang selanjutnya disebut RUPS, adalah Organ Perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar”.

5

Mengenai keputusan RUPS yang kemudian disetujui oleh Kemenkumham, dapat terjadi pembatalan persetujuan/pengesahan oleh Kemenkumham, yaitu apabila pelaksanaan RUPS tersebut tidak memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh undang-undang. Sebagaimana terjadi dalam kasus PT. Metro Mini dimana Keputusan RUPS Ketiga yang dilakukan oleh PT. Metro Mini ketika dimintakan

4

Orinton Purba, Petunjuk Praktis bagi RUPS, Komisaris, dan Direksi Perseroan

Terbatas agar terhindar dari jerat hukum (Jakarta: Raih Asa Sukses, 2011), hlm. 26.

5 Adib Bahari, Panduan Mendirikan Perseroan Terbatas (Yogyakarta: Pustaka Yustisia,


(14)

5

pengesahan kepada Kemenkumham, namun hal tersebut ditolak oleh Kemenkumham dikarenakan menurut Kemenkumham pelaksanaan RUPS dari PT. Metro Mini tersebut tidak memenuhi ketentuan sebagaimana yang diatur oleh UUPT dalam Pasal 86 ayat 9 .

Pihak PT. Metro Mini dalam hal ini diwakilkan oleh direksinya menyatakan bahwa pelaksanaan RUPS yang dilakukan oleh PT. Metro Mini telah memenuhi ketentuan yang diatur dalam UUPT. Dalam kasus ini PT. Metro Mini yang telah melakukan RUPS yang pertama dan kedua lalu tidak memenuhi jumlah kuorum yang ditentukan undang-undang, selanjutnya pihak PT.Metro Mini memohon pengadilan untuk menentukan kuorum pelaksanaan RUPS ketiga. Selanjutnya RUPS ketiga dilakukan sesuai dengan penetapan pengadilan dan mengahasilkan keputusan RUPS yaitu Pengangkatan kepengurusan baru yang mana mengangkat Nofrialdi. Amd EK sebagai direktur utama dari PT. Metro Mini, namun dalam hal keputusan tersebut dimintakan pengesahan kepada Kemenkumham, keputusan tersebut ditolak dengan alasan bahwa pelaksanaan RUPS ketiga tersebut melewati jangka waktu yang ditentukan oleh Undang-Undang. Dengan terjadinya pembatalan pengesahan keputusan RUPS tersebut, maka menimbulkan akibat hukum kepada PT. Metro Mini.

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya saat ini meningkatnya tuntutan masyarakat akan layanan yang tepat, kepastian hukum, serta tuntutan akan pengembangan usaha yang sesuai dengan prinsip pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate governance). Dengan kedudukan RUPS yang sangat penting


(15)

dalam PT maka diperlukan pengaturan yang jelas dan memenuhi kebutuhan dunia usaha saat ini.

Pengaturan mengenai RUPS dalam UUPT secara khusus diatur dalam Pasal 75-91. Pengaturan tersebut diharapkan dapat memenuhi kebutuhan akan keadilan dan kepastian hukum dalam pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham, namun dalam pelaksanaannya Pasal 86 ayat 9 UUPT belum memenuhi rasa keadilan dalam pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham. Sebagaimana yang terjadi dalam pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham yang dilakukan oleh PT. Metro Mini di Jakarta yang telah dijelaskan sebelumnya bagaimana pelaksanaan RUPS yang dilakukan oleh PT tersebut. Hal ini terjadi dikarenakan adanya ketidakharmonisan pengaturan tentang jangka waktu pelaksanan RUPS kedua dan ketiga yang dilaksanakan berdasarkan penetapan pengadilan sebagaimana yang dilakukan oleh PT. Metro Mini sesuai dengan Pasal 86 ayat 5 dan Pasal 86 ayat 7 dengan jangka waktu pelaksanaan RUPS kedua dan ketiga yang ditentukan dalam Pasal 86 ayat 9 UUPT yang menyatakan bahwa “RUPS kedua dan ketiga dilangsungkan dalam jangka waktu paling cepat 10 (sepuluh) hari dan paling lambat 21 (dua puluh satu) hari setelah RUPS yang mendahuluinya dilangsungkan”.

Akibat adanya ketidakharmonisan pengaturan tentang pelaksanaan RUPS tersebut menimbulkan dibatalkannya pengesahan atas keputusan RUPS yang dilahirkan dari RUPS Ketiga yang dilakukan pada tanggal 23 Februari 2013. Atas peristiwa tersebut menimbulkan akibat hukum terhadap PT. Metro Mini. Selanjutnya Pihak PT. Metro Mini diwakili oleh Nofrialdi. Amd EK selaku


(16)

7

direktur utama PT. Metro Mini mengajukan permohonan Judicial review kepada Mahkamah Konstitusi oleh Direktur PT. Metro Mini untuk menguji keabsahan Pasal 86 ayat 9 UUPT tersebut.

Berdasarkan hal yang dijelaskan diatas, dalam skripsi ini akan dibahas mengenai apa yang menjadi akibat hukum terhadap perseroan apabila terdapat suatu keputusan RUPS yang dibatalkan pengesehannya oleh Kemenkumham.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaiamana aspek hukum Perseroan Terbatas menurut Undang-Undang ? 2. Bagaimana penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham dalam Perseroan

Terbatas ?

3. Bagaimana akibat hukum pembatalan hasil Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham oleh Kemenkumham terhadap perseroan terbatas (studi kasus Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 84/PUU-XI/2013) ?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

1. Tujuan penulisan

Adapun yang menjadi tujuan pembahasan dapat diuraikan sebagai berikut: a. Untuk mengetahui aspek hukum Perseroan Terbatas menurut

Undang-Undang.

b. Untuk mengetahui Penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham dalam Perseroan Terbatas.


(17)

c. Untuk mengetahui akibat hukum pembatalan hasil Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham oleh Kemenkumham terhadap Perseroan Terbatas.

2. Manfaat penulisan

Manfaat penulisan yang dapat diperoleh dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

a. Secara teoritis

Secara teoritis pembahasan terhadap masalah-masalah yang telah dirumuskan akan memberikan kontribusi pemikiran serta menimbulkan pemahaman tentang akibat hukum pembatalan hasil keputusan RUPS oleh Kemenkumham terhadap PT.

b. Secara praktis

Secara praktis pembahasan terhadap masalah ini dapat menjadi masukan bagi pembaca khususnya bagi para pelaku bisnis di PT dalam menyelenggarakan RUPS.

D. Keaslian Judul

Untuk mengetahui keaslian judul, sebelumnya telah dilakukan melakukan penelusuran terhadap berbagai judul skripsi yang tercatat pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Pusat dokumentasi dan informasi hukum/perpustakaan Universitas cabang Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara melalui surat tertanggal 01 Desember 2014 yang menyatakan bahwa “tidak ada judul yang sama” dan tidak terlihat adanya keterkaitan. Surat tersebut


(18)

9

dijadikan dasar bagi Ramli Siregar (Sekretaris Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara) untuk menerima judul yang diajukan oleh penulis, karena substansi yang terdapat dalam skripsi ini dinilai berbeda dengan judul-judul skripsi lain yang terdapat di lingkungan perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Apabila dikemudian hari terdapat judul yang sama atau telah tertulis orang lain dalam berbagai tingkat kesarjanaan sebelum skripsi ini dibuat, maka hal tersebut dapat diminta pertanggungjawaban.

E. Tinjauan Pustaka

Kata “perseroan” dalam pengertian umum adalah perusahaan atau organisasi usaha atau badan usaha. Sedangkan “perseroan terbatas” adalah suatu bentuk organisasi yang ada dan dikenal dalam sistem hukum dagang Indonesia Kata “perseroan” menunjuk kepada modal nya yang terdiri atas sero (saham). Sedangkan “terbatas” menunjuk kepada tanggung jawab pemegang saham yang tidak melebihi nilai nominal saham yang di ambil bagian dan dimilikinya Sebutan atau bentuk PT datang dari hukum dagang belanda (WvK) dengan singkatan NV atau Naamlooze Vennootschap. 6

Bila melihat kembali pada peraturan lama Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, definisi mengenai perseroan terbatas ini tidak dijumpai dalam Pasal-Pasalnya. Namun demikian, menurut Sutantya dan Sumatoro dari Pasal-Pasal : 36,


(19)

40, 42 dan 45 KUHD dapat diketahui bahwa suatu PT mempunyai unsur-unsur sebagai berikut :7

1. Adanya kekayaan yang terpisah dari kekayaan pribadi masing-masing pesero (pemegang saham) dengan tujuan untuk membentuk sejumlah dana sebagai jaminan bagi semua perikatan perseroan .

2. Adanya pesero atau pemegang saham yang tanggung jawabnya terbatas pada nominal saham yang dimilikinya. Sedangkan mereka semua di dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), merupakan kekuasaan tertinggi dalam organisasi perseroan, yang berwenang mengangkat dan memberhentikan direksi dan komisaris, berhak menetapkan garis-garis besar kebijaksanaan menjalankan perusahaan, menetapkan hal-hal yang belum ditetapkan dalam anggaran dasar dan lain-lain.

3. Adanya pengurus (direksi) dan pengawas (komisaris) yang merupakan satu kesatuan pengurusan dan pengawasan terhadap perseroan dan tanggung jawabnya terbatas pada tugasnya, yang harus sesuai dengan anggaran dasar dan keputusan RUPS.

Sedangkan dalam UUPT dijelaskan bahwa pengertian PT menurut Pasal 1 angka 1 adalah “Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.”


(20)

11

Perseroan sebagai subjek atau badan hukum memiliki status, kedudukan dan kewenangan yang dapat disamakan dengan manusia. Persamaan inilah yang kerap membuat perseroan disebut sebagai artificial person.

Layaknya tubuh manusia yang dilengkapi organ-organ dengan fungsi fisiologisnya masing-masing untuk membantu bertahan hidup, perseroan juga memerlukan organ untuk menggerakkan ‘roda’ perseroan sehari-hari. Organ-organ inilah yang kemudian akan saling berkoordinasi untuk membuat perseroan tetap berjalan dan survive.

Organ-organ tersebut, seperti tercantum dalam UUPT Pasal 1 angka 2 dikatakan bahwa “Organ Perseroan adalah Rapat Umum Pemegang Saham, Direksi, dan Dewan Komisaris.” 8

8 Orinton Purba, Op.Cit., hlm. 26.

Pengertian RUPS dalam Pasal 1 angka 4 UUPT yang mengatakan “Rapat Umum Pemegang Saham, yang selanjutnya disebut RUPS, adalah Organ Perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar”

Berdasarkan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia R.I Nomor M.HH-05.OT.01.01 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kemenkumham mempunyai tugas menyelenggarakan urusan di bidang hukum dan hak asasi manusia dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. Dalam melaksanakan tugasnya,


(21)

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia menyelenggarakan fungsi sebagai berikut:9

1. perumusan, penetapan dan pelaksanaan kebijakan di bidang hukum dan hak asasi manusia;

2. pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia;

3. pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia;

4. pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia di daerah;

5. pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional; dan 6. pelaksanaan kegiatan teknis dari pusat sampai ke daerah.

“Judicial Review” (hak uji materil) merupakan kewenangan lembaga peradilan untuk menguji kesahihan dan daya laku produk-produk hukum yang dihasilkan oleh ekesekutif legislative maupun yudikatif di hadapan konstitusi yang berlaku. Pengujian oleh hakim terhadap produk cabang kekuasaan legislatif (legislative acts) dan cabang kekuasaan eksekutif (executive acts) adalah konsekensi dari dianutnya prinsip ‘checks and balances’ berdasarkan doktrin pemisahan kekuasaan (separation of power). Karena itu kewenangan untuk melakukan ‘judicial review’ itu melekat pada fungsi hakim sebagai subjeknya, bukan pada pejabat lain.10

9

10


(22)

13

Menurut Pasal Pasal 51 ayat 1 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi Pemohon judicial review adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang yaitu : 11

1. perorangan warga negara Indonesia;

2. kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang;

3. badan hukum publik atau privat; atau 4. lembaga negara.

F. Metode Penulisan

Penelitian merupakan sarana yang digunakan oleh manusia memperkuat, membina, serta mengembangkan ilmu pengetahuan.12 Skripsi ini sebagai hasil penelitian tentu dihasilkan dari penerapan metodologi penelitian sebagai pertanggungjawaban ilmiah terhadap komunitas pengemban ilmu hukum.13

1. Spesifikasi penelitian

Adapun metode penulisan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut :

Skripsi ini merupakan jenis penelitian hukum normatif dan bersifat deskriptif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian yang dilakukan dengan

11

12

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Cet. Ketiga (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), 2005), hlm. 3.

13 Johny Ibrahim, Teori dan Metodologi: Penelitian Hukum Normatif, Ed. Revisi


(23)

cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka.14 Penelitian hukum normatif ini mencakup:15

a. Penelitian terhadap asas-asas hukum. b. Penelitian terhadap sistematika hukum. c. Penelitian terhadap tahap sinkronisasi hukum. d. Penelitian sejarah hukum.

e. Penelitian perbandingan hukum.

Penelitian hukum normatif sendiri mengacu pada berbagai bahan hukum sekunder,16 yaitu inventarisasi berbagai peraturan hukum nasional dan internasional dalam bidang Perseroan Terbatas, jurnal-jurnal dan karya tulis lainnya, serta artikel-artikel berita terkait. Sedangkan penelitian deskriptif adalah penelitian yang pada umumnya bertujuan untuk mendeskripsikan secara sistematis, faktual dan akurat terhadap suatu populasi atau daerah terentu mengenai sifat-sifat, karakteristik-karakteristik atau factor faktor tertentu.17

Penelitian deskriptif dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala-gejala lainnya. Maksudnya adalah terutama untuk mempertegas hipotesa-hipotesa, agar dapat membantu didalam memperkuat teori-teori lama, atau didalam kerangka menyusun teori-teori baru.18

2. Data penelitian

14

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan

Singkat, Ed. Pertama, Cet. Ketujuh ( Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2003), hlm. 13-14.

15 Soerjono Soekanto, Op. Cit., hlm. 51.

16 Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam praktek, Ed. Pertama, Cet. Kedua

(Jakarta: Sinar Grafika, 1996), hlm. 14

17 Bambang Suggono, Metodologi Penelitian Hukum: Suatu Pengantar, Ed. Pertama, Cet.

Kedua (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,1998), hlm. 36.


(24)

15

Pengumpulan data yang dilakukan dalam penyusunan skripsi ini, menggunakan metode penelitian kepustakaan (library research) atau studi dokumen (document study). Metode penelitian kepustakaan dilakukan terhadap data yang bersifat sekunder yang ada di perpustakaan.19 Menurut Soerjono Soekanto, data sekunder dalam penelitian hukum terdiri atas tiga bahan hukum, yaitu:20

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, seperti Undang-Undang, peraturan pemerintah, konvensi atau perjanjian internasional, dan berbagai peraturan hukum nasional dan internasional yang mengikat (terutama yang berkaitan dengan Perseroan Terbatas di Indonesia) serta putusan-putusan hakim.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti: rancangan Undang-Undang, hasil-hasil penelitian, hasil-hasil karya dari kalangan hukum, dan berbagai karya tulis ilmiah yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan ini.

c. Bahan hukum tersier (tertier), yakni bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder; contohnya adalah kamus, ensiklopedia, indeks kumulatif, dan seterusnya, selain itu bahan tersier ini juga meliputi berbagai bahan primer, sekunder, dan tersier diluar bidang hukum yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan, terutama dibidang ekonomi dan Perseroan Terbatas.

3. Teknik pengumpulan data

19 Bambang waluyo, Op.Cit., hlm 13-14.


(25)

Teknik pengumpulan data diperlukan untuk memperoleh suatu kebenaran dalam penulisan skripsi, dalam hal ini digunakan metode pengumpulan data dengan cara studi kepustakaan (library research), yaitu mempelajari dan menganalisis data secara sistematis melalui buku-buku, surat kabar, makalah ilmiah, internet, peraturan perundang-undangan, dan bahan-bahan lain yang berhubungan dengan judul skripsi “Akibat hukum pembatalan hasil keputusan rapat umum pemegang saham oleh Kemenkumham terhadap Perseroan Terbatas (studi kasus Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 84/PUU-XI/2013)”.

4. Analisis data

Pada penelitian hukum normatif yang menelaah data sekunder, maka biasanya penyajian data dilakukan sekaligus dengan analisisnya, metode analisis data yang dipergunakan penulis adalah metode kualitatif, yaitu dengan:

a. Mengumpulakan bahan hukum primer, sekunder dan tersier yang relevan dengan permasalahan yang terdapat dalam penelitian ini.

b. Melakukan pemilahan terhadap bahan-bahan hukum yang relevan tersebut agar sesuai dengan masing-masing permasalahan yang dibahas.

c. Mengolah dan menginterpretasikan data guna mendapatkan kesimpulan dari permasalahan.

d. Memaparkan kesimpulan dan saran yang dalam hal ini adalah kesimpulan kualitatif, yakni kesimpulan yang dituangkan dalam bentuk pernyataan dan tulisan.


(26)

17

G. Sistematika Penulisan

Untuk menghasilkan karya ilmiah yang baik, maka pembahasannya diuraikan secara sistematis dan diperlukan suatu sistematika penulisan yang teratur. Dimana penulis membagi menjadi bab per bab dan masing-masing bab ini saling berkaitan antar satu sama dengan yang lain. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini merupakan bab pendahuluan yang akan membahas hal-hal yang bersifat umum dalam latar belakang, perumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penelitian, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penulisan dan sistematika penulisan.

BAB II ASPEK HUKUM PERSEROAN TERBATAS MENURUT

UNDANG-UNDANG

Bab ini menguraikan tentang Perseroan Terbatas sebagai badan hukum, pendirian Perseroan Terbatas, struktur, modal dalam Perseroan Terbatas, Pengurusan dalam Perseroan Terbatas, pembubaran Perseroan Terbatas

BAB III PENYELENGGARAAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS.

Bab ini menguraikan tentang Rapat Umum Pemegang Saham sebagai organ dalam Perseroan Terbatas, tugas dan wewenang Rapat Umum Pemegang Saham dalam Perseroan Terbatas, mekanisme penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham di Perseroan Terbatas


(27)

BAB IV AKIBAT HUKUM PEMBATALAN HASIL KEPUTUSAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM OLEH KEMENKUMHAM TERHADAP PERSEROAN TERBATAS (STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 84/PUU-XI/2013) Bab ini menguraikan tentang kasus posisi yang terdapat dalam Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 84/PUU-XI/2013, pertimbangan hukum Majelis Hakim dalam Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 84/PUU-XI/2013, akibat hukum pembatalan Hasil Keputusan Rapat Umum Pemegang oleh Kemenkumham Saham terhadap Perseroan Terbatas BAB V PENUTUP

Bab ini berisikan kesimpulan dan saran dari permasalahan yang dibahas pada skripsi ini.


(28)

19 BAB II

ASPEK HUKUM PERSEROAN TERBATAS MENURUT UNDANG-UNDANG

A. Perseroan Terbatas sebagai badan hukum

Ada dua macam subjek hukum yang dikenal alam ilmu hukum, yaitu sebagai berikut :

1. Natuurlijke Persoon (Natural Person), yaitu manusia pribadi (Pasal 1329

KUHPerdata)

2. RechtPersoon (legal entity) yaitu badan atau perkumpulan yang didirikan

dengan sah yang berkuasa melakukan perbuatan-perbuatan perdata (Pasal 1654 KUHPerdata).21

Undang-undang tidak menjabarkan defiinsi badan hukum. Selama ini, istilah badan hukum diadopsi dari istilah Belanda (RechtPersoon), atau istilah Inggris (legal persons) dan ada juga yang menyebutkan dengan istilah Pesona Moralis. Badan hukum merupakan subjek hukum, sama halnya seperti manusia pribadi.22

Berikut pengertian badan hukum menurut para ahli :23

1. Menurut R. Subekti, badan hukum pada pokoknya adalah suatu badan atau perkumpulan yang dapat memiliki hak-hak dan melakukan perbuatan seperti

21

Mulhadi, Op.Cit., hlm. 73.

22 Ibid.

23 Handiri Raharjo, Hukum Perusahaan Step by Step Prosedur Pendirian Perusahaan


(29)

seorang manusia, serta memiliki kekayaan sendiri, dapat digugat atau menggugat di depan hakim.

2. R. Rochmat Soemitro mengemukakan, badan hukum (rechtpersoon) ialah suatu badan hukum dapat mempunyai harta, hak sewa kewajiban seperti orang pribadi.

3. Sri Soedewi Mascjchoen mengatakan bahwa yang disebut badan hukum yaitu kumpulan dari orang-orang bersama-sama mendirikan suatu badan (perhimpunan) dan kumpulan harta kekayaan, yang ditersendirikan untuk tujuan tertentu dan ini dikenal dengan yayasan.

4. Salim HS. Badan hukum adalah kumpulan orang-orang yang mempunyai tujuan tertentu, harta kekayaan, hak dan kewajiban, serta organisasi

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pasal 1653 menyebutkan jenis-jenis perkumpulan badan hukum, yaitu :

1. Perkumpulan yang diadakan oleh kekuasaan umum 2. Perkumpulan yang diakui oleh kekuasaan umum

3. Perkumpulan yang diperkenankan atau untuk suatu maksud tertentu yang tidak berlawanan dengan undang-undang atau kesusilaan

Kehadiran badan hukum dalam ilmu hukum terdapat teori-teori yang membahas mengenai badan hukum dalam pergaulan hukum masyaraat sejak permulaan abad ke-19 sampai sekarang telah menarik perhatian kalangan hukum. Berbagai tokoh dan pendukung aliran atau mazhab ilmu hukum dan filsafat


(30)

21

hukum telah mengemukankan pendapatnya mengenai subjek hukum di samping manusia. 24

1. Teori Fiksi :

Adapun beberapa pandangan/pendapat dan teori mengenai badan hukum, yaitu :

Teori fiksi yang diajarkan oeh Friedrich Carl Von Savigny, C.W. Opzoomer, dan Houwing. Teori ini mengemukakan bahwa badan hukum itu pengaturannya oleh Negara dan badan hukum itu sebenarnya tidak ada hanya orang menghidupkan bayangannya untuk menerangkan sesuatu dan terjadi karena manusia yang membuat berdasarkan hukum atau dengan kata lain merupakan orang buatan hukum. 25

Teori ini dipumpunkan pada pendirian bahwa yang bisa menjadi subjek hukum sebenarnya hanya manusia, sebab hanya manusia saja yang pada dirinya yang mempunyai kehendak. Kelahirannya semata-mata melalui persetujuan pemerintah dalam bentuk fiat, approval, atau consensus of the government. Badan hukum adalah fiksi, yakni sesuatu yang sebenarnya tidak ada, tetapi orang menghidupkannya dalam bayangannya untuk menjelaskan sesuatu.

26

2. Teori organ (organ Theorie)

Teori ini merupakan reaksi terhadap teori fiksi. Tokoh teori organ adalah Otto vin Gierke, ajaran teori organ disebut sebagai leer der volledige realiteit

24 Mulhadi ,Op.Cit. hlm. 77. 25

C.S.T. Kansil dan Christine S.T Kansil, Modul Hukum Dagang (Jakarta: Djambatan, 2001), hlm. 11.

26 Tri Budiyono, Hukum Peruasahaan Telah Yuridis terhadap Undang-Undang No. 40


(31)

(ajaran realitas sempurna).27 menurut teori ini badan hukum bukanlah sesuatu yang fiksi tetapi merupakan makhluk yang sungguh-sungguh ada secara abstrak dari konstruksi yuridis.28 Badan hukum menjadi suatu badan yang membentuk kehendak dengan perantaraan alat-alat atau organ badan tersebut, Misalnya anggota-anggotanya atau pengurus-pengurusnya seperti manusia yang mengucapkan kehendaknya dengan perantaraan mulut atau tangan. Apa yang mereka (organ) putuskan adalah kehendak dari badan hukum.29

3. Teori harta kekayaan dalam jabatan (ambtelijk vermogen)

Menurut teori ini badan hukum ialah suatu badan yang mempunyai harga yang berdiri sendiri, yang dimiliki oleh badan hukum itu tetapi oleh pengurusnya dan karena jabatannya, ia diserahkan tugas untuk mengurus harta tersebut. Teori ini diajarkan oleh Holder dan Binder.30

4. Teori harta bertujuan (Zweck vermogen)

Teori ini dikemukakan oleh A. Brinz dan dibela oleh Van Der Heijden. Menurut teori ini hanya manusia yang menjadi subyek hukum dan badan hukum adalah untuk melayani kepentingan tertentu.31

27 Ibid. hlm. 62.

28 C.S.T. Kansil dan Christine S.T Kansil, Modul Hukum Dagang (Jakarta: Djambatan,

2001), hlm. 12.

29 Tri Budiyono, Op.Cit., hlm. 62.

30 C.S.T. Kansil dan Christine S.T Kansil, Loc.Cit. 31 Ibid.

Teori ini mengemukakan badan hukum itu tidak terdiri dari hak-hak sebagaimana lazimnya (ada manusia yang menjadi pendukung hak-hak sebagaimana lazimnya manusia yang menjadi pendukung hak-hak tersebut). Kekayaan badan hukum dianggap terlepas dari


(32)

23

pemegangnya. Disini yang penting bukan siapakah badan hukum melainkan kekayaan tersebut diurus untuk tujuan tertentu.32

5. Teori milik bersama

Teori ini dipumpunkan pada suatu anggapan yang menyatakan bahwa badan hukum sebagai kumpulan manusia. Kepentingan badan hukum adalah kepentingan dari seluruh anggota secara bersama-sama. Mereka bertanggung jawab secara bersama-sama, harta kekayaan badan hukum itu adalah milik (eigendom) bersama-sama seluruh anggota. Para anggota yang berhimpun adalah suatu kesatuan dan membentuk suatu pribadi yang disebut badan hukum.33 Atau dengan kata lain badan hukum ialah ialah harta yang tidak dapat dibagi-bagi dari anggota-anggotanya secara bersama-sama.34

6. Teori kenyataan yuridis (Juridische Realiteitsleer)

Ajaran kenyataan yuridis sering disebut penghalusan dari teori organ. Teori ini dikemukakan oleh sarjana belanda, E.M. Meijers dan dianut oleh Paul Scholten.35 Menurut Meijers, badan hukum itu merupakan suatu realitas, konkrit, dan rill, walaupun tidak dapat diraba, bukan khayal (fiksi), tetapi merupakan realitas hukum (kenyataan hukum). Meijers juga menyatakan bahwa teori ini merupakan teori kenyataan yang sederhana. Kesederhanaannya terletak pada cara pandang orang ketika mempersamakan badan hukum dengan manusia. Menurut dia, dalam mempersamakan hendaknya terbatas pada bidang hukum saja. 36

32 Tri Budiyono, Op.Cit., hlm. 63. 33

Ibid., hlm. 24.

34 C.S.T. Kansil dan Christine S.T Kansil, Loc.Cit. 35 Mulhadi, Op.Cit., hlm. 79.


(33)

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa definisi PT menurut UUPT yang dijelaskan dalam Pasal 1 angka 1 UUPT bahwa “Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya.”

Sebagai badan hukum, secara keilmuan PT memenuhi unsur-unsur sebagai badan hukum seperti yang ditentukan dalam UUPT, unsur-unsur tersebut adalah sebagaimana diuraikan berikut ini : 37

1. Organisasi yang teratur

Organisasi yang teratur ini dibuktikan oleh adanya organ perseroan yang terdiri dari RUPS, Direksi, dan Komisaris (Pasal 1 angka 2). Ketentuan organisasi perseroan dapat diketahui melalui ketentuan Undang-Undang Perseroan, Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, dan Keputusan RUPS. 2. Harta kekayaan sendiri

Perseroan memiliki harta kekayaan sendiri berupa modal dasar yang terdiri atas seluruh nilai nominal saham Pasal 24 ayat (1) UUPT, misalnya brang tidak bergerak berupa gedung kantor perseroan, barang bergerak berupa inventaris perseroan.

3. Melakukan hubungan hukum sendiri

Sebagai badan hukum, perseroan melakukan sendiri hubungan hukum dengan pihak ketiga. Perseroan diwakili oleh pengurus yang disebut Direksi. Menurut

37 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perseroan Indonesia (Bandung: PT. Citra Aditya


(34)

25

ketentuan Pasal 82 UUPT, Direksi bertanggungjawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar Pengadilan.

4. Mempunyai tujuan sendiri

Sebagai badan hukum yang menjalankan perusahaan, perseroan mempunyai tujuan sendiri. Tujuan tersebut ditentukna dalam Anggaran Dasar Perseroan Pasal 12 butir (b) UUPT. karena perseroan menjalanan perusahaan, maka tujuan utama perseroan adalah memperoleh keuntungan dan atau laba.

Pencantuman maksud dan tujuan perseroan memegang peranan penting kerena menjadi batas bagi kecapan dan ruang lingkup kewenangan perseroan. Penentuan maksud dan tujuan ini merupakan salah satu perbedaan antara manusia dan badan hukum karena manusia dapat melakukan apa saja yang tidak dilarang hukum, sedangkan badan hukum hanya dapat melakukan apa yang secara eksplisit atau implisit diizinkan oleh hukum atau anggaran dasarnya.38

1. Adanya harta kekayaan yang terpisah

Menurut Ridwan Syahrani suatu PT sebagai badan hukum mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

yaitu bahwa perseroan mempunyai harta kekayaan yang terpisah dari harta para pemegang sahamnya. Didapat dari pemasukan para pemegang saham yang berupa modal dasar, modal yang ditempatkan dan modal disetor

2. Mempunyai tujuan tertentu

38 Hasbullah F. Sjawie, Direksi Perseroan Terbatas Serta PertanggungjawabanPpidana


(35)

Yaitu tujuan tertentu dari suatu perseroan dapat diketahui dalam Anggaran Dasarnya sebagaimana dalam Pasal 15 huruf b Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas yang lama menyebutkan bahwa anggaran dasar memuat sekurang-kurangnya maksud dan tujuan serta kegiatan usaha perseroan yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

3. Mempunyai kepentingan sendiri

Yaitu hak-hak subjektif sebagai akibat dari peristiwa hukum yang dialami yang merupakan kepentingan yang dilindungi hukum dan dapat menuntut serta mempertahankan kepentingannya terhadap pihak ketiga.

4. Ada organisasi yang teratur

Yaitu badan hukum mempunyai organisasi yang teratur, demikian pula dengan perseroan mempunyai anggaran dasar yang terdapat dalam akta pendiriannya yang menandakannya adanya organisasi yang teratur. 39

Menurut Pasal 7 ayat (4) Jo. Pasal (1) UUPT, menyatakan bahwa PT memperoleh status sebagai badan hukum pada tanggal diterbitkannya Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum perseroan (Kemenkumham dalam UUPT). Sebelum pengesahan maka suatu PT bukanlah subjek hukum, karena itu PT tidak dapat melakukan perbuatan hukum atau tidak dapat mengikatkan diri sebagai suatu pihak dalam perjanjian. Tetapi setelah PT mendapat pengesahan dari Menteri Kehakiman (sekarang Kemenkumham) maka saat itu pula PT ada

39 Freddy Haris dan Teddy Anggoro, Hukum Perseroan Terbatas Kewajiban


(36)

27

secara hukum sebagai suatu subjek hukum yang berbentuk badan hukum. Barulah PT itu dapat melakukan perbuatan hukum.

B. Pendirian Perseroan Terbatas

Pilihan dalam mendirikan sebuah PT harus disadari memiliki kelebihan dan kesulitan tertentu dibandingkan mendirikan badan usaha lainnya. Hal ini di antaranya karena adanya persyaratan prosedural yang panjang dengan biaya yang relatif mahal, adanya setoran modal yang lumayan besar, juga ditambah pungutan pajak yang cukup banyak. Namun di atas semua itu, memiliki badan usaha yang solid dalam hal legalitasnya (pengaturannya) dengan struktur badan usaha yang cukup banyak. Namun di atas semua itu, memiliki badan usaha yang jauh lebih baik dan mandiri. 40

1. Adanya dua orang atau lebih untuk mendirikan perseroan.

Suatu PT berdiri atau ada semata-mata karena perjanjian oleh dua orang atau lebih dengan akta resmi atau akta notaris. Demikian ditentukan dalam Pasal 7 ayat (1) UUPT, yang menyatakan “Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia”.

Berdasarkan pasal di atas, dapat dikatakan bahwa untuk mendirikan suatu PT haruslah dipenuhi unsur-unsur sebagai berikut :

2. Ada pernyataan kehendak dari pendiri untuk persetujuan mendirikan perseroan dengan mewajibkan setiap pendiri mengambil bagian saham pada saat perseroan didirikan.


(37)

Ketentuan dalam ayat tersebut menegaskan prinsip yang berlaku berdasarkan undang-undang bahwa PT pada dasarnya sebagai badan hukum, perseroan didirikan berdasarkan perjanjian, karena itu mempunyai lebih dari satu orang pemegang saham. Perjanjian tersebut harus dibuat dengan “akta notaris”, yang berarti bahwa perjanjian pendirian perseroan tersebut tidak dapat dibuat di bawah tangan, tetapi harus dibuat oleh pejabat umum yang ditunjuk untuk membuat akta pendirian tersebut, yaitu notaris dan dibuat “dalam bahasa Indonesia”, bukan dalam bahasa lainnya. Jika akta pendirian tersebut ingin dibuatkan dalam bahasa lainnya (di luar bahasa Indonesia) adalah sah saja, tetapi bukan menjadi dasar untuk dapat diajukan dalam rangka pengesahan akta pendirian tersebut. 41

Ketentuan mengenai dua orang pendiri atau lebih ini tidak berlaku lagi terhadap :42

1. Persero yang seluruh sahamnya dimiliki oleh negara, atau

2. Persero yang mengolah bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian dan lembaga lain sebagaimana diatur dalam Undang-undang tentang Pasar Modal

Ketentuan dalam Pasal 7 ayat (1) ini juga menegaskan bahwa akta notaris merupakan syarat mutlak untuk adanya suatu PT. Tanpa adanya akta otentik ini akan meniadakan eksistensi PT, sebab akta pendirian inilah nantinya yang harus disahkan oleh Menteri Kehakiman (sekarang Kemenkumham). 43

41

Jamin Ginting, Hukum Perseroan Terbatas UU No. 40 Tahun 2007 (Jakarta: PT. Citra Aditya Bakti, 2007), hlm. 23.

42 Ibid, hlm. 24.


(38)

29

Sejak ditandatangani akta pendirian perseroan oleh para pendirinya, maka perseroan telah berdiri dan hubungan antara para pendiri adalah hubungan kontraktual karena perseroan belum mempunyai status badan hukum. Agar suatu kontrak atau perjanjian mengikat para pihak, menurut Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, harus dipenuhi 4 unsur utama :44

1. Sepakat mereka mengikatkan dirinya 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan 3. Perikatan harus mengenai sesuatu hal tertentu

4. Perikatan harus mengenai sesuatu hal yang tidak bertentangan dengan hukum. Namun berdirinya PT yang ditandai dengan telah dibuatnya akta pendirian PT belumlah menjadikan PT bisa berbuat hukum sendiri karena PT sebenarnya belum berbadan Hukum. Namun para pendiri tetap bisa berbuat hukum dengan ketentuan akan tetap dianggap bahwa dalam hal ini pendiri bertanggung jawab secara pribadi.45

Setelah diperolehnya status badan hukum, maka perseroan adalah badan yang mandiri dan hubungan antara para pendiri tidak lagi merupakan hubungan yang kontraktual, pendiri sebagai pemegang saham tidak lagi bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat oleh perseroan dan tidak bertanggungjawab atas kerugian perseroan melebihi nilai saham yang diambilnya. Namun demikian, dalam hal tertentu, tidak tertutup kemungkinan hapusnya tanggung jawab terbatas itu apabila terbukti bahwa terjadi pembauran harta kekayaan pribadi pemegang saham dan harta kekayaan perseroan sehingga

44 Ibid, hlm. 34.


(39)

perseroan semata-mata didirikan sebagai alat untuk memenuhi tujuan pribadi pemegang saham.46

1. Syarat subjek pendiri PT

Persyaratan yang harus dipenuhi dalam mendirikan suatu PT adalah sebagai berikut :

Secara sederhana, orang yang bermaksud mendirikan PT disebut sebagai calon pendiri, kemudian mulai disebut sebagai pendiri apabila hadir pada saat akta pendirian PT ditandatangani di hadapan notaris. Jadi, pendiri adalah pihak yang menandatangani akta pendirian. Kemudian status pendiri PT berubah menjadi pemegang saham pada saat PT telah berbadan hukum, yakni setelah akta pendirian PT mendapatkan pengesahan Menteri Hukum dan HAM.

Pasal 7 ayat (1) UUPT, pendiri ini dipersyaratkan adalah orang yang berkewarganegaraan Indonesia yang berjumlah minimal 2 (dua) orang atau badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia. Jadi pada prinsipnya PT tidak dapat dimiliki oleh satu orang saja atau satu badan hukum saja.47 Setelah PT disahkan lalu pemegang saham menjadi kurang dari dua orang maka dalam waktu paling lambat enam bulan terhitung sejak keadaan tersebut pemegang saham yang bersangkutan wajib mengalihkan sebagian sahamnya kepada orang lain.48

46

Agus Budiarto, Op.Cit., hlm. 36.

47 Ibid.

48 Hardijan Rusli, Perseroan Terbatas dan Aspek Hukumnya (Jakarta: Pustaka Sinar

Harapan, 1996), hlm. 51.

Perlu diingat juga, anak-anak yang belum dewasa dan orang-orang yang berada di bawah pengampuan tidak bisa menjadi pendiri PT. Demikian juga pendirinya


(40)

31

Cuma suami istri (dan tidak ada pemisahan harta) maka harus ada orang lain lagi yang bertindak sebagai pendiri/pemegang saham.49

2. Syarat permodalan PT.

Untuk mengelola perseroan, diperlukan modal. UUPT mengatur struktur permodalan terbagi menjadi 3 (tiga) macam, yaitu :

a. Modal dasar (authorized capital/statute capital) adalah jumlah modal yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar PT jumlah modal ini harus habis terbagi dalam nominal saham yang dikeluarkan oleh perseroan.

b. Modal ditempatkan (subscribed capital/issued capital) adalah jumlah modal (saham) yang telah diambil baik oleh pendiri maupun orang lain. Dan karenanya telah terjual. Tetapi harga saham tersebut belum dibayar secara penuh. Oleh karenanya, yang telah mengambil saham ini wajib untuk menyetor ke perseroan sejumlah harga saham yang diambilnya tersebut.

c. Modal disetor (Paid in Capital) adalah modal yang telah diambil (baik oleh pendiri maupun orang lain) dan harga saham tersebut telah disetorkan ke kas perseroan.50

3. Syarat dokumen-dokumen yang diperlukan

perlu digarisbawahi bahwa pendirian PT dilakukan dihadapan notaris (akta notaris) dengan prosedur pembuatan akta pendirian. Akta notaris memuat sekurang-kurangnya sebagai berikut:51

a. nama dan tempat kedudukan perseroan

49 Adib Bahari, Op.Cit., hlm. 25-26. 50 Tri Budiyono, Op.Cit., hlm. 77-78. 51 Mulhadi, Op.Cit., hlm. 86.


(41)

b. jangka waktu berdirinya perseroan

c. maksud dan tujuan serta kegiatan usaha perseroan

d. jumlah modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor e. Alamat lengkap

Adapun persyaratan dokumen material yang harus dipersiapkan sebagai kelengkapan sebelum membuat akta pendirian PT di hadapan notaris adalah sebagai berikut :

a. Kartu tanda penduduk untuk jabatan tanda penduduk para pendiri dan kartu keluarga (KK), khusus untuk jabatan direktur/direktur utama, baik asli maupun foto kopi.

b. Keterangan modal dasar dan modal disetor.

c. Keterangan nama dan susuna Direksi dan Komisaris PT, serta jumlah Dewan Direksi dan Dewan Komisaris

d. Jumlah saham yang akan diambil oleh masing-masing pendiri untuk PT yang akan didirikan. Hal ini untuk mengetahui struktur permodalan di PT tersebut nantinya, 52

4. Ketentuan lainnya.

Salah satu hal yang harus diperhatikan adalah mengenai perjanjian-perjajian, prapendirian. Perjanjian ini dibuat oleh selutuh pendiri mengenai hal-hal, seperti suatu perbuatan hukum pendiri yang boleh atau tidak boleh dilakukan, yang pada nantinya setelah PT berdiri akan diakui sebagai perbuatan hukum PT


(42)

33

atau pengeluaran PT yang dapat diakui nantinya sebagai bagian dari setoran modal saham dari pendiri ke PT. 53

Suatu badan hukum seperti PT memiliki harta kekayaan yang terpisah dari harta kekayaan pribadi organ perseroan. Harta kekayaan terdiri dari atas benda bergerak dan tidak bergerak, berwujud dan tidak berwujud. Termasuk dalam harta kekayaan perseroan adala modal. Modal dasar perseroan terdiri atas seluruh nilai nominal saham.

C. Struktur Modal dalam Perseroan Terbatas

54

Walaupun modal dasar perseroan terdiri atas seluruh nilai nomnal saham, namun tidak menutup kemungkinan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal mengatur modal perseroan yang terdiri atas saham tanpa nilai nominal. 55

1. Modal dasar (authorized capital/statute capital) adalah jumlah modal yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar PT jumlah modal ini harus habis terbagi dalam nominal saham yang dikeluarkan oleh perseroan.

Untuk mengelola Perseroan, diperlukan modal. UUPT mengatur struktur permodalan terbagi menjadi 3 (tiga) macam, yaitu :

2. Modal ditempatkan (subscribed capital/issued capital) adalah jumlah modal (saham) yang telah diambil baik oleh pendiri maupun orang lain. Dan karenanya telah terjual. Tetapi harga saham tersebut belum dibayar secara

53 Adib Bahari, Op.Cit., hlm. 29.

54 Parasian Simanungkalit, Op.Cit., hlm. 20. 55 Mulhadi, Op.Cit., hlm. 96.


(43)

penuh. Oleh karenanya, yang telah mengambil saham ini wajib untuk menyetor ke perseroan sejumlah harga saham yang diambilnya tersebut.

3. Modal disetor (Paid in Capital) adalah modal yang telah diambil (baik oleh pendiri maupun orang lain) dan harga saham tersebut telah disetorkan ke kas perseroan.56

Peraturan lama dalam KUHD menentukan bahwa para pendiri harus ikut serta dalam modal perseroan sekurang-kurangnya 20% pada saat perseroan didirikan dan 10% modal perseroan sudah harus disetor sebelum diperoleh pengesahan. Sedangkan berapa jumlah minimum modal dasar perseroan tidak ditentukan, begitu pula kapan batas waktu penyetoran penuh harus dilakukan oleh para pendiri yang mengambil saham juga tidak ditentukan, tetapi semua itu ditentukan dalam anggaran dasarnya.

57

Sebaliknya, dalam UUPT ditentukan dengan tegas bahwa suatu PT harus mempunyai modal dasar minimum sebesar Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) sebagaiamana ditentukan dalam Pasal 32 ayat (1) UUPT. Dan dari modal, paling sedikit 25% harus ditempatkan dan disetor penuh, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 33 ayat (1) UUPT.58

Penyetoran atas modal saham dapat dilakukan dalam bentuk uang atau dalam bentuk lainnya. Dalam hal ini, penilaian setoran modal saham ditentukan berdasarkan nilai wajar yang ditetapkan sesuai dengan harga pasar atau oleh ahli yang tidak terafiliasi dengan perseroan. Penyetoran saham dalam bentuk benda tidak bergerak harus diumuman dalam satu surat kabar atau lebih, dalam jangka

56 Tri Budiyono, Op.Cit., hlm. 77-78. 57 Agus Budiarto, Op.Cit., hlm. 43. 58 Ibid.


(44)

35

waktu empat belas hari setelah akta pendirian ditandatangani atau setelah RUPS memutuskan penyetoran saham tersebut.59

Pemegang saham yang mempunyai hak tagihan kepada perseroan tidak dapat menggunakan hak tagihannya sebagai kompensasi kewajiban penyetoran atas harga sahamnya. Dengan adanya larangan kompensasi tagihan maka pemegang saham harus menyetor penuh atas saham yang telah dikeluarkan.60

1. Perseroan telah menerima uang atau penyerahan benda berwujud atau benda tidak berwujud yang dapat dinilai dengan uang.

Hak tagih atas tagihan terhadap perseroan yang timbul karena hal-hal berikut ini :

2. Pihak yang menjadi penganggung atau penjamin utang perseroan telah membayar lunas utang perseroan sebesar yang ditanggung atau dijamin; atau dengan kata lai pibak yang menjadi penganggung atau penjamin utang perseroan telah membayar lunas utang perseroan sehingga mempunyai hak tagih terhadap perseroan.m

3. Perseroan menjadi penanggung atau penjamin utang dari pihak ketiga dan perseroan telah menerima manfaat berupa uang atau barang yang dapat dinilai dengan uang yang langsung atau tidak langsung secara nyata telah diterima perseroan. Yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah kewajiban pembayaran utang oleh perseroan dalam kedudukannya sebagai penanggung atau penjamin

59 Mulhadi, Op.Cit., hlm. 97.


(45)

menjadi hapus hak tagih kreditor dikompensasi dengan setoran saham yang dikeluarkan perseroan.61

Pada prinsipnya, pengeluaran saham adalah suatu upaya pengumpulan modal, maka kewajiban penyetiran atas saham seharusnya dibebankan kepada pihak. Untuk itu dalam PT juga terdapat larangan mengeluarkan saham untuk dimiliki sendiri. Demi kepastian, pasal 36 UUPT mengatur mengenai larangan tersebut. Larangan lain juga termasuk juga larangan kepemilikian silang (cross holding) yang terjadi apabila perseroan memiliki saham yang dikeluarkan oleh perseroan lain yang memiliki saham perseroan tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Pengertian kepemilikan silang secara langsung adalah apabila perseroan pertama memiliki saham pada perseroan kedua tanpa melalui kepemilikan pada saru “perseroan antara” atau lebih dan lebih dan sebaliknya perseroan kedua memiliki saham pada perseroan pertama.

Pengertian kepemililkan silang secara tidak langsung adalah apabila kepemilikan perseroan pertama atas saham pada perseroan kedua melalui kepemilikan pada satu “perseroan antara” atau lebih sebaliknya perseroan kedua memiliki saham pada perseroan pertama.

Peningkatan modal dalam PT dilakukan dengan cara melakukan penambahan modal dalam PT, yang prosesnya hanya dapat dilakukan berdasarkan pada persetujuan RUPS. Dalam hal yang ditingkatkan adalah modal dasar, maka harus diselenggarakan RUPSLB yang diselenggarakan secara khusus untuk


(46)

37

mengubah anggaran dasar PT tersebut selanjutnya harus disetujui Kemenkmham, didaftarkan dalam daftar perseroan dan diumumkan dalam Lembaran Berita Negara. Menurut UUPT untuk mengubag anggaran dasar dapat dilangsungkan jika dalam rapat paling sedikit 2/3 bagian dari seluruh saham dengan hak suara sah dan keputusan diambil berdasarkan 2/3 dari jumlah tersebut.62

Sedangkan jika yang ditingkatan adalah hanya sebatas modal ditempatkan atau modal dikeluarkan, maka RUPSLB yang diselenggarakan adalah rapat dengan kuorum kehadiran biasa, dengan persetujuan sebagaimana halnya pengambilan keputusan dalam rapat dengan kuorum kehadiran biasa, dengan persetujuan sebagaimana halnya pengambilan keputusan dalam suatu RUPS biasa. Sedangkan hasil dari RUPS ini cukup disampaikan atau diberitahukan ke Kemenkumham dan selanjutnya didaftarkan dalam daftar perseroan. 63

Berbeda dari peningkatan modal, di mana peningkatan modal PT hanya peningkatan modal dasar PT saja yang dianggp sebagai perubahan anggaran dasar yang memerlukan kuorum dan persetujuan khusus, dalam penurunan modal PT, baik penurunan modal dasar maupun penurunan modal dikeluarkan, baik dalam rangka penurunan niai nominal saham yang dilakukan tanpa mengurangi jumlah saham yang telah dikeluarkan atau beredr di antara para pemegang saham, pengurangan jumlah saham yang telah dikeluarkan atau beredar di antara pemegang saham yang dikeluarkan tanpa mengurangi nominal saham, maupun pembelian saham dalam bentuk treasury stock oleh perseroan, semuanya harus dilaksanakan berdasarkan RUPSLB yang khusus diselenggarakan mengubah

62

Jamin Ginting, Op.Cit., hlm. 60-61

63

Gunawan Widjaya, Hak Individu dan Kolektif Pemegang Saham (Jakarta: Forum Sahabat, 2008), hlm. 9-10.


(47)

anggaran dasar PT.Risalah RUPS yang mengubah anggaran dasar tersebut harus disetujui Kemenkumham dan selanjutnya didaftarkan dalam daftar perseroan dan diumumkan dalam Lembaran Berita Negara.64

D. Pengurusan dalam Perseroan Terbatas

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya layaknya tubuh manusia yang dilengkapi organ-organ dengan fungsi fisiologisnya masing-masing untuk membantu bertahan hidup, perseroan juga memerlukan organ untuk menggerakkan ‘roda’ perseroan sehari-hari. Organ-organ inilah yang kemudian akan saling berkoordinasi untuk membuat perseroan tetap berjalan dan survive. Dan organ-organ tersebut merupakan pengurus dalam PT. Organ-organ tersebut, seperti tercantum dalam UUPT Pasal 1 angka 2 dikatakan bahwa “Organ Perseroan adalah Rapat Umum Pemegang Saham, Direksi, dan Dewan Komisaris.” 65

1. Rapat Umum Pemegang Saham

Rapat Umum Pemegang Saham merupakan organ perusahaan yang kedudukannya adalah sebagai organ yang memegang kekusaan tertinggi dalam perseroan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 butir 4 UUPT yang mengatakan “Rapat Umum Pemegang Saham, yang selanjutnya disebut RUPS, adalah Organ Perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar”. akan tetapi, bila kita melihat pada bunyi kalimat

64

Ibid., hlm. 27-28.

65.Orinton Purba, Petunjuk Praktis bagi RUPS, Komisaris, dan Direksi Perseroan


(48)

39

“memegang segala wewenang yang tidak diserahkan kepada Direksi atau Komisaris”, maka apa yang dimaksud di dalam Pasal 1 butir 4 UUPT tersebut di atas sebenarnya kekuasaan RUPS adalah tidak mutlak. Artinya, kekuasaan tertinggi yang diberikan oleh Undang-Undang kepada RUPS tidak berarti bahwa RUPS dapat melakukan lingkup tugas dan wewenang yang telah diberikan undang-undang dan anggaran dasar kepada direksi dan komisaris. Kekuasaan tertinggi yang dimiliki oleh RUPS hanya mengenai wewenang yang tidak diserahkan kepada direksi atau komisaris. Dengan demikian, dapat pula bahwa direksi atau komisaris mempunyai wewenang yang tidak dapat dipengaruhi oleh RUPS. Tugas, kewajiban, dan wewenang dari setiap organ, termasuk RUPS sudah diatur secara mandiri (otonom) di dalam Undang- undang Perseroan Terbatas Tahun 1995 (sekarang Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007) 66

a. Penetapan perubahan anggaran dasar (Pasal 19).

Beberapa hal yang menjadi wewenang dari RUPS yang ditetapkan dalam UUPT antara lain :

b. Penetapan pengurangan modal (Pasal 44)

c. Pemeriksaan, persetujuan dan pengesahan laporan tahunan (Pasal 69) d. Penetapan penggunaan laba (Pasal 71)

e. Pengangkatan dan pemberhentian Direksi dan Komisaris (Pasal 94, 105, 111).

f. Penetapan mengenai penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan (Pasal 127).


(49)

g. Penetapan pembubaran perseroan (Pasal 142). 2. Direksi

Berdasarkan Pasal 1 angka (5) UUPT menyebutkan bahwa pengertian Direksi dalam PT adalah organ Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan, bukan untuk kepentingan pemegang saham, sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan serta mewakili Perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan anggaran dasar.67

Pengangkatan anggota direksi dilakuan oleh RUPS. Untuk pertama kalinya, pengangkatan anggota direksi dilakukan oleh pendiri dalam Akta Pendirian. Anggota direksi diangkat untuk jangka waktu tertentu dan dapat diangkat kembali untuk jangka waktu tertentu berikutnya.68

Kewenangan direksi untuk mewakili perseroan sebagaimana dimaksud adalah tidak terbatas dan tidak bersyarat, kecuali ditentukan lain dalam UUPT, anggaran dasar atau keputusan RUPS. Keputusan RUPS sebagaimana dimaksud tidak boleh bertentangan dengan ketentuan undang-undang ini dan/atau anggaran dasar perseroan (Pasal 98).69 Karena kepentingan maksud dan tujuan perseroan umumnya bersifat abstrak dan terkadang dinamis, maka direksi dilengkapi dengan otoritas untuk bertindak secara tepat dalam batas kewenangan yang ditetapkan melalui UUPT atau Anggaran Dasar Perseroan. 70

67

Parasian Simanungkalit, Op.Cit., hlm. 5.

68 Mulhadi, Op.Cit., hlm 81-82. 69 Jamin Ginting, Op.Cit., hlm. 123. 70 Tri Budiyono, Op.Cit., hlm. 168.


(50)

41

Bertindak secara tepat mengandung maksud adanya pemberian kewenangan yang luas (bahkan sangat luas) tetapi kepadanya dituntut sifat profesionalisme sebagai seorang yang memiliki keahlian mengelola perusahaan.71

Pertanggungjawaban direksi menurut UUPT mengalami beberapa perubahan. Misalnya diadopsinya prinsip business judgement rule (ketentuan keputusan bisnis). Prinsip yang berasal dari negara Common Law ini memberian Safe Harbor bagi para direksi yang mengambil calculated business decision untuk tidak dipertanggungjawabkan secara hukum apabia nantinya keputusan bisnisnya merugikan perusahaan. Hal ini memang sangat penting bagi perlindungan Direksi yang selama ini tidak jelas di atur dalam UUPT yang lama.

72

Doktrin ini pada dasarnya mencegah campur tangan judisial terhadap tindakan direksi yang didasari itikad baik dan kehati-hatian dalam rangka mencapai tujuan perusahaan yang sah menurut hukum.

73

Mengenai pertanggungjawaban anggota direksi , ada tiga macam tanggung jawab anggota direksi yang diatur dalam Pasal 97 UUPT. yaitu :74

1. Bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan dengan itikad baik 2. Bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian perseroan apabila yang

bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya

3. Bertanggungjawab secara renteng dalam hal direksi terdiri atas dua orang atau lebih atas kerugian yang sama seperti pada poin 2 di atas.

71 Ibid.

72 Bismar Nasution, disampaikan pada seminar Tanggung Jawab Pengurus Bank dalam

Penegakan dan Penanganan Penyimpanan di Bidang Perbankan Menuru Undang-Undang Perseroan Terbatas dan Undang-Undang Perbankan, diselenggarakan oleh Bank Indonesia dan Forum Komunikasi Direktur Kepatuhan Perbankan, Surabaya, tanggal 21 Februari 2008

73 Jamin Ginting, Op.Cit., hlm. 121. 74 Mulhadi, Op.Cit., hlm. 81-82


(51)

3. Dewan Komisaris

Sebelum keluarnya Undang-Undang No.1 Tahun 1995 (yang sekarang digantikan oleh UU No. 40 Tahun 2007), keberadaan organ komisaris pada PT tidak merupakan suatu keharusan atau tidak mutlak harus ada atau bersifat fakultatif. Ada tidaknya Komisaris biasanya ditentukan dalam Anggaran Dasar PT yang bersangkutan. Hal ini dapat diketahui pada Pasal 44 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. Namun dengan keluarnya UUPT, keberadaan komisaris tidak lagi bersifat fakultatif, bahkan sudah merupakan keharusan. Hal ini dapat dilihat di dalam Pasal 108 ayat (1) UUPT75

Dewan komisaris adalah organ perseroan yang bertugas melakukan pengawasan umum atau khusus sesuai dengan Anggaran Dasar serta memberi nasihat kepada Direksi. Ketentuan yang berkatan dengan Dewan Komisaris diatur dalam Pasal 1 ayat (6), Pasal 108 sampai dengan Pasal 121 UUPT.

.

76

Dewan komisaris terdiri atas satu orang anggota atau lebih. Dewan komisaris yang terdiri atas lebih dari satu orang anggota merupakan majelis dan setiap anggota dewan komisaris tidak dapat bertindak sendiri-sendiri tetapi berdasarkan keputusan dewan komisaris. Hal ini berbeda dengan setiap anggota direksi dimungkinkan untuk bertindak sendiri-sendiri dalam menjalankan tugas direksi.

77

Menurut Pasal 116 UUPT, kewajiban dewan Komisaris dirumuskan sebagai berikut :

78

75

Agus Budiarto, Op.Cit. hlm. 73-74.

76 Mulhadi, Op.Cit., hlm. 106. 77 Jamin Ginting, Op.Cit., hlm. 130. 78 Tri Budiyono, Op.Cit., hlm. 187.


(52)

43

1. Membuat risalah rapat dewan komisaris dan menyimpan salinannya.

2. Melaporkan kepada perseroan mengenai kepemilikan sahamnya dan/atau keluarganya pada perseroan tersebut dan perseroan lain.

3. Memberikan laporan tentang tugas pengawasan yang telah dilakukannya selama tahun buku yang baru lampau kepada RUPS.

Selain itu tugas yang secara umum dirumuskan dalam undang-undang tersebut, melalui Anggaran Dasar Perseroan, Dewan Komisaris juga dapat diberikan wewenang untuk memberikan persetujuan atau bantuan kepada Direksi dalam melakukan perbuatan hukum tertentu.

Berdasarkan Anggaran Dasar Perseroan atau RUPS, Dewan Komisaris juga dapat melakukan pengurusn Perseroan dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu. Pengurusan perseroan seperti ini sejatinya adalah pengursan perseroan yang bersifat temporer.79

Salah satu prinsip lagi yang dikenal dalam pelaksanaan tugas Direksi dan Komisaris adalah prinsip Fiduciary Duty. Teori Fiduciary duty adalah suatu kewajiban yang ditetapkan undang-undang bagi seseorang yang memanfaatkan seorang lain, dimana kepentingan pribadi seseoang yang diurus oleh pribadi lainnya, yang sifatnya hanya hubungan atasan-bawahan sesaat. Orang yang mempunyai kewajiban ini harus melaksanakannya berdasarkan suatu standar dari kewajiban (standard of duty) yang paling tinggi sesuai dengan yang ditentukan oleh hukum. Sedangkan fiduciary ini adalah seseorang yang memegang peran sebagai suatu wakil (trustee) atau suatu peran yang


(53)

disamakan dengan sesuatu yang berperan sebagai wakil, dalam hal ini peran tersebut didasarkan kepercayaan dan kerahasiaan (trust and confidence) yang dalam peran ini meliputi, ketelitian (scrupulous), itikad baik (good faith), dan keterusterangan (candor). Fiduciary ini termasuk hubungan seperti, pengurus atau pengelola, pengawas, wakil atau wali, dan pelindung (guardian). Termasuk juga di dalamnya seorang lawyer yang mempunyai hubungan fiduciary dengan client-nya

Pengelolaan perseroan atau perusahaan, para anggota direksi dan komisaris sebagai salah satu organ vital dalam perusahaan tersebut merupakan pemegang amanah (fiduciary) yang harus berperilaku sebagaimana layaknya pemegang kepercayaan. 80

E. Pembubaran Perseroan Terbatas

Sekalipun telah dijelaskan bahwa PT merupakan bentuk usaha yang memiliki masa hidup tidak terbatas, namun PT dapat menjadi bubar karena alasan tertentu. Pembubaran perseroan sejatinya merupakan tindakan penghapusan entitas hukum tersebut sebagai subjek hukum.81

Menurut Pasal 142 UUPT, pembubaran perseroan bisa terjadi karena hal berikut :82

1. Berdasarkan keputusan RUPS;

Direksi dapat mengajukan usu pembubaran perseroan keada RUPS. Keputusan RUPS tentang pembubaran perseroan sah apabila diambil sesuai dengan

80 Bismar Nasution, Op.Cit. hlm. 2. 81 Tri Budiyono, Op.Cit., hlm. 235. 82 Mulhadi, Op.Cit., hlm. 111.


(54)

45

ketentuan Pasal 87 UUPT yaitu berdasarkan musyawarah untuk mufakat, dan Pasal 89 UUPT yaitu dalam hal penggabungan, peleburan, pengambilalihan, kepailitan, dan pembubaran perseroan, keputusan RUPS sah apabila dihadiri oleh pemegang saham yang mewakili paling sedikit ¾ (tiga perempat) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah dan disetujui oleh paling sedikit ¾ (tiga perempat) bagian dari jumlah suara tersebut.83

2. Karena jangka waktu berdirinya yang ditetapkan dalam anggaran dasar telah berakhir;

Dalam hal perseroan bubar karena jangka waktu berdirinya berakhir sebagaimana ditetapkan dalam anggaran asar, maka Menteri Kehakiman (Menteri Hukum dan Ham) atas permohonan direksi dapat memperpanjang jangka waktu tersebut. Permohonan untuk memperpanjang jangka waktu tersebut hanya dapat dilakukan berdasarkan keputusan RUPS yang dihadiri oleh pemegang saham yang mewakili paling sedikit ¾ (tiga perempat) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah dan disetujui oleh paling sedikit ¾ (tiga perempat) bagian dari jumlah suara tersebut.84

3. Berdasarkan penetapan pengadilan;

Pengadilan Negeri dapat membubarkan perseroan atas:

a. Permohonan kejaksaan berdasarkan alasan yang kuat perseroan melanggar kepentingan umum.

b. Permohonan satu orang pemegang saham atau lebih yang mewakili paling sedikit 1/10 bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah.

83 I.G.Ray Widjaya, Hukum Perusahaan Perseron Terbatas Khusus Pemahaman Atas

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 (Jakarta: Kesaint Blanc, 1996), hlm. 104.

84


(55)

c. Permohonan kreditor berdasarkan alasan:

1) Perseroan tidak mampu membayar utangnya setelah dinyatakan pailit. Atau

2) Harta kekayaan perseroan tidak cukup untuk melunasi seluruh utangnya setelah pernyataan pailit dicabut. 85

4. Dengan dicabutnya kepailitan berdasarkan putusan Pengadilan Niaga yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, harta pailit perseroan tidak cukup untuk membayar biaya kepailitan;

5. Karena harta pailit perseroan yang telah dinyatakan pailit berada dalam keadaan insolvensi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang; atau

6. Karena dicabutnya izin usaha perseroan sehingga mewajibkan perseroan melakukan likuidasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Yang dimaksud dengan “dicabutnya izin usaha perseroan sehingga mewajibkan perseroan melakukan likuidasi” adalah ketentuan yang tidak memungkinkan perseroan untuk berusaha dalam bidang lain setelah izin usahanya dicabut. Misalnya, izin usaha perbankan dan izin usaha perasuransian.

Pembubaran perseroan terjadi dengan dicabutnya kepailitan berada pada ranah Pengadilan Niaga yang berarti Pengadilan Niaga harus memutus kepailitannya dan sekaligus memutuskan pemberhentian kurator dengan memperhatikan ketentuan dalam Undang-Undang tentang Kepailitan dan

85


(56)

47

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.86 Sedangkan untuk pembubaran yang terjadi berdasarkan keputusan RUPS, jangka waktu berdirinya yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar telah berakhir atau dengan dicabutnya kepailitan berdasarkan keputusan Pengadilan Niaga dan RUPS tidak menunjuk likuidator, Direksi bertindak selaku likuidator.87

Menurut Pasal 142 ayat (2) UUPT, setiap terjadi pembubaran PT, wajib diikuti dengan likuidasi yang dilakukan oleh likuidator atau kurator, dan perseroan tidak dapat melakukan perbuatan hukum, kecuali diperlakukan untuk membereskan semua urusan perseroan dalam rangka likuidasi. Berbeda dengan bubarnya perseroan sebagai akibat Penggabungan dan Peleburan yang tidak perlu diikuti likuidasi, bubarnya perseroan berdasarkan ketentuan Pasal 142 ayat (1) harus selalu diikuti dengan likuidasi. 88

Proses pemberesan/likuidasi ini menurut Pasal 149 UUPT meliputi antara lain : 89

1. pencatatan dan pengumpulan kekayaan dan utang perseroan;

2. pengumuman dalam surat kabar dan Berita Negara Republik Indonesia mengenai rencana pembagian kekayaan hasil likuidasi;

3. pembayaran kepada para kreditur;

4. pembayaran sisa kekayaan hasil likuidasi kepada pemegang saham; dan 5. tindakan lain yang perlu dilakukan dalam pelaksanaan pemberesan kekayaan.

86

Jamin Ginting, Op.Cit., hlm. 156.

87 Ibid.

88 Mulhadi, Op.Cit., hlm. 112. 89


(57)

a. Mencantumkan kata-kata “dalam likuidasi” dibelakang nama PT pada surat keluar

b. Memberitahukan kepada semua kreditor dengan surat tercatat tentang bubarmya perseroan

c. Membertitahukan kepada semua kreditor dengan surat tercatat tentang bubarnya perseroan

d. Mempertanggungjawabkannya kepada RUPS

e. Mendaftarkan pada daftar perusahaan dan mengumumkan dalam Berita Negara serta pada 2 (dua) surat kabar tentang :

1) Bubarnya perseroan, dan 2) Hasil akhir proses likuidasi

Dengan pengangkatan likuidator, tidak berarti bahwa anggota direksi dan dewan komisaris diberhentikan, kecuali RUPS yang memberhentikan yang berwenang untuk melakukan pemberhentian sementara likuidator dan pengawasan terhadapnya adalah dewan komisaris sesuai dengan ketentuan dalam anggaran dasar.

Pembubaran perseroan juga tidak mengakibatkan perseroan kehilangan status badan hukum sampai dengan selesainya likuidasi dan pertanggungjawaban likuidator diterima oleh RUPS atau pengadilan. Sejak saat pembubaran pada setiap surat keluar perseroan dicantumkan kata “dalam likuidasi” dibelakang nama perseroan (Pasal 143). Karena perseroan yang dibubarkan masih diakui sebagai badan hukum, maka perseroan dapat dinyatakan pailit dan likuidator selanjutnya digantikan oleh kurator. Pernyataan pailit tersebut tidak mengubah


(1)

94 BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan beberapa hal yang telah dikemukakan pada bagian penulisan skripsi ini, maka rumusan yang dapat dikemukakan sebagai kesimpulan adalah sebagai berikut:

1. Perseroan Terbatas sebagai suatu badan hukum diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Adapun pengaturan perseroan terbatas antara lain pengaturan tentang perseroan terbatas meliputi perseroan terbatas sebagai badan hukum, pendirian perseroan terbatas, struktur modal dalam perseroan terbatas, pengurusan dalam perseroan terbatas, dan pembubaran perseroan terbatas. PT sebagai bentuk badan usaha yang juga wajib dibangun untuk beberapa bentuk kegiatan usaha tertentu, seperti usaha yang bergerak dalam bidang perbankan, pasar modal, bahkan Badan Usaha Milik Negara (persero) harus didirikan dalam bentuk badan usaha PT. Walaupun PT tersebut memiliki berbagai jenis kegiatan usaha, Namun tetap harus tetap tunduk terhadap UUPT juga peraturan perundang-undangan yang mengatur secara spesifik terhadap jenis kegiatan tersebut.

2. Rapat Umum Pemegang Saham diselenggarakan dengan memenuhi syarat

formil dan syarat materil. Syarat formil yaitu bahwa keputusan tidak sah jika syarat-syarat formil yang tercantum dalam undang-undang atau anggaran dasar tidak dipenuhi, serta dalam hal pemanggilan para pemegang saham atau


(2)

jangka waktu pemanggilan tersebut tidak dilakukan menurut yang ditentukan dalam anggran dasar PT dan undang-undang. sedangkan syarat materill yaitu bahwa suatu keputusan batal jika keputusan itu bertentangan dengan ketentuan materil dalam undang-undang maupun dalam anggran dasar.

3. Pembatalan pengesahan keputusan RUPS oleh Kemenkumham menimbulkan akibat dimana dalam kasus ini terkait dengan keputusan RUPS yang mengangkat kepengurusan baru, akan menimbulkan akibat hukum antara lain terhadap internal perseroan yaitu bahwa kepengurusan yang baru dimana Nofrialdi, Amd.EK diangkat sebagai Direktur Utama PT Metro Mini menjadi tidak menjalankan fungsinya sebagai direksi secara seluruhnya. Karena meskipun secara internal perubahan kepengurusan tersebut tetap efektif, namun hanya terbatas untuk melaksanakan fungsi direksi dalam bidang pengurusan perseroan, namun untuk fungsi mewakili perseroan direksi tidak bisa dikarenakan kepengurusan tersebut belum terdaftar dalam daftar perseroan. Akibat hukum lain adalah terhadap pihak ketiga/eksternal, keputusan RUPS tersebut tidak memenuhi asas publisitas dan menyebabkan keputusan RUPS Ketiga tersebut tidak mengikat kepada pihak ketiga/masyarakat luas. Sehingga masyarakat luas tidak mengakui keputusan RUPS tersebut.


(3)

96

B. Saran

Berdasarkan beberapa hal yang telah dikemukakan pada bagian penulisan skripsi ini, maka rumusan yang dapat dikemukakan sebagai saran adalah sebagai berikut:

1. Mengingat begitu pentingnya kepastian hukum dalam dunia usaha, maka diperlukan suatu aturan hukum yang dapat memberikan suatu kepastian hukum terhadap setiap aspek kegiatan yang dilakukan dalam PT. untuk itu akan lebih baik apabila suatu peraturan yang mengatur bidang perusahaan terkhusus PT disesuaikan dengan praktik dilapangan. Dengan demikian tidak menimbulkan ketidakpastian hukum yang tentunya akan merugikan para pelaku usaha di Indonesia.

2. Melihat begitu panjanganya proses Judicial Review yang dilakukan oleh PT. Metro Mini. Selama proses tersebut berjalan, banyak kerugian yang dialami oleh PT. Metro Mini. Baik dari segi aktivitas perusahaan, dan juga kepercayaan pihak ketiga terhadap PT. Metro Mini yang statusnya belum jelas tersebut akibat penolakan pengesahan dari Kemenkumham. Tentu akan lebih baik apabila Kemenkumham dapat melihat terlebih dahulu akibat yang ditimbulkan dalam keputusan yang sifatnya hanya untuk keperluan administratif agar tidak menimbulkan efek yang besar seperti yang dialami PT. Metro Mini.


(4)

97 Yustisia, 2013.

Budiarto,Agus. Kedudukan Hukum dan Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas edisi kedua setelah Berlakunya UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Bogor: Ghalia Indonesia, 2009.

Budiyono, Tri. Hukum Peruasahaan Tinjauan Yuridis terhadap Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. salatiga: Griya Media, 2011.

Ginting, Jamin. Hukum Perseroan Terbatas UU No. 40 Tahun 2007. Jakarta: PT. Citra Aditya Bakti, 2007.

Ibrahim, Johny. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif Ed. Revisi. Malang: Bayumedia Publishing, 2008.

Kansil, C.S.T dan Christine S.T Kansil. Modul Hukum Dagang. Jakarta: Djambatan, 2001.

Muhammad, Abdulkadir. Hukum Perseroan Indonesia. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1995.

Muhammad,Abdulkadir. Hukum Perusahaan Indonesia cetakan keempat. Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2010

Mulhadi. Hukum Perusahaan Bentuk-Bentuk Badan Usaha Di Indonesia. Bogor : Ghalia Indonesia, 2010.

Purba,Orinton. Petunjuk Praktis bagi RUPS, Komisaris, dan Direksi Perseroan Terbatas Agar Terhindar dari Jerat Hukum. Jakarta: Raih Asa Sukses, 2011.

Raharjo, Handiri. Hukum Perusahaan Step by Step Prosedur Pendirian Perusahaan. Jakarta: Pustaka Yustisia, 2013.

Rusli, Hardijan. Perseroan Terbatas dan Aspek Hukumnya. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996.

Simanungkalit,Parasian. Rapat Umum Pemegang Saham kaitannya Dengan

Tanggung Jawab Direksi Pada Peseroan Terbatas. Jakarta: Yayasan Wajar Hidup, 2006.


(5)

98

Sjawie, Hasbullah .F. Direksi Perseroan Terbatas serta Pertanggungjawaban Pidana Korporasi. Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2013.

Soekanto,Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum Cetakan Ketiga. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), 2005.

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Ed. Pertama. Cetakan Ketujuh, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003.

Suggono, Bambang. Metodologi Penelitian Hukum Suatu Pengantar. Ed. Pertama, Cet. Kedua. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,1998.

Waluyo, Bambang. Penelitian Hukum Dalam Praktek. Ed. Pertama, Cet. Kedua, Jakarta: Sinar Grafika, 1996.

Widjaja, I.G. Rai. Hukum Perusahaan. Jakarta: Kesaint Blanc, 2002.

______________. Hukum Perusahaan Perseron Terbatas Khusus Pemahaman Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995. Jakarta: Kesaint Blanc, 1996.

Widjaja, Gunawan. Tanggung Jawab Direksi Atas Kepailitan Perseroan. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003.

_______________. Hak Individu dan Kolektif Para Pemegang Saham. Jakarta: Forum Sahabat, 2008

B. Peraturan-peraturan

Kitab Undang-Undang Hukum Dagang

Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

Peraturan menteri hukum dan hak asasi manusia Republik indonesia Nomor 4 tahun 2014 Tentang Tata cara pengajuan permohonan pengesahan badan hukum Dan persetujuan perubahan anggaran dasar Serta penyampaian pemberitahuan perubahan Anggaran dasar dan perubahan data perseroan terbatas

C. Jurnal

Fista Prilla Sambuari, “Eksistensi Putusan Judicial Review oleh Mahkamah Konstitusi,” Lex Administratum, Volume I, No.2, Juni 2013.


(6)

D. Pidato

Nasution,Bismar. Disampaikan pada seminar Tanggung Jawab Pengurus Bank dalam Penegakan dan Penanganan Penyimpanan di Bidang Perbankan Menuru Undang-Undang Perseroan Terbatas dan Undang-Undang Perbankan, diselenggarakan oleh Bank Indonesia dan Forum Komunikasi Direktur Kepatuhan Perbankan, Surabaya, tanggal 21 Februari 2008

E. Website

tanggal 04 Maret 2015)

tanggal 26 Juni 2015)