ROLEX dengan bentuk huruf dan logo sama persis dengan ROLEX milik Penggugat. Dan walaupun Montres Rolex tidak secara langsung dirugikan
secara materi, namun di masa mendatang merek ROLEX itu sendiri bisa hilang keeksklusifannya apabila digunakan untuk barang-barang lain selain jam
tangan.
C. Penegakan Hukum Merek dalam Tindakan Passing Off di Indonesia
Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam
lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Penegakan hukum dapat ditinjau dari dua sudut yaitu:
90
1. Sudut subjeknya, penegakan hukum itu dapat dilakukan oleh subjek yang luas dan dapat pula
diartikan sebagai upaya penegakan hukum oleh subjek dalam arti yang terbatas atau sempit. Dalam arti luas, proses penegakan hukum itu melibatkan semua
subjek hukum dalam setiap hubungan hukum. Siapa saja yang menjalankan aturan normatif atau melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dengan
mendasarkan diri pada norma aturan hukum yang berlaku, berarti dia menjalankan atau menegakkan aturan hukum. Dalam arti sempit, dari segi
subjeknya itu, penegakan hukum itu hanya diartikan sebagai upaya aparatur penegakan hukum tertentu untuk menjamin dan memastikan bahwa suatu
aturan hukum berjalan sebagaimana seharusnya. Dalam memastikan tegaknya
90
Jimly Asshiddiqie, Penegakan Hukum, http:jimly.commakalahnamafile56 , diakses pada tanggal 25 Januari 2011.
Universitas Sumatera Utara
hukum itu, apabila diperlukan, aparatur penegak hukum itu diperkenankan untuk menggunakan daya paksa.
2. Sudut obyeknya,
Maksud sudut objeknya yaitu dari segi hukumnya. Dalam hal ini,
pengertiannya juga mencakup makna yang luas dan sempit. Dalam arti luas, penegakan hukum itu mencakup pula nilai-nilai keadilan yang terkandung di
dalamnya bunyi aturan formal maupun nilai-nilai keadilan yang hidup dalam masyarakat. Tetapi, dalam arti sempit, penegakan hukum itu hanya
menyangkut penegakan peraturan yang formal dan tertulis saja. Penegakan hukum dalam masyarakat modern tidak saja diartikan dalam
arti sempit juga dalam arti luas, seperti di Indonesia penegakan hukum dikaitkan dengan unsur manusia dan lingkungan sosialnya, manusia harus menyesuaikan
diri dengan lingkungan sosialnya dan sebaliknya lingkungan sosial tersebut diisi dan dipengaruhi pula oleh perilaku-perilaku manusinya.
91
Penegakan hukum merupakan suatu proses yang melibatkan banyak hal karena itu penegakan hukum akan dipengaruhi oleh hal-hal sebagai berikut:
92
1. Faktor hukumnya sendiri. 2. Faktor penegak hukum,pihak-pihak yang membentuk maupun menegakan
hukum. 3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.
4. Faktor masyarakat yakni lingkungan dimana hukum itu berlaku dan diterapkan
91
Erma Wahyuni, et.al, Op.cit., hal.56.
92
Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta: Rajawali Press, 1983, hal. 4-5.
Universitas Sumatera Utara
5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia dalam pergaulan hidup.
Penegakan hukum dapat bersifat:
93
1. Preventif Penegakan hukum yang besifat preventif adalah usaha pencegahan
kejahatan, upaya untuk menjaga agar orang yang bersangkutan serta masyarakat pada umumnya tidak melakukan kejahatan.
2. Represif Penegakan hukum represif adalah segala tindakan yang dilakukan oleh
aparatur penegak hukum sesudah terjadi kejahatan. 3. Kuratif
Penegakan hukum yang bersifat kuratif adalah penegakan hukum preventif dalam arti seluas-luasnya dalam arti penanggulangan kejahatan yang lebih
dititikberatkan pada tindakan terhadap orang yang melakukan kejahatan. Pendekatan yang dilakukan Direktorat Jenderal HKI di dalam melakukan
penanggulangan pelanggaran HKI dibagi ke dalam tiga pendekatan, yakni secara preemtif; preventif; dan represif. Pendekatan preemtif dilakukan melalui
peningkatan kesadaran sumber daya manusia terhadap merek, dengan sosialisasi yang dilakukan secara berkesinambungan. Pendekatan secara preventif dilakukan
dengan membuatmerumuskan ke dalam perundang-undangan, dan melakukan administrasi, koordinasi, serta kerja sama internasional.
93
Soerdarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, Bandung: Alumni, 1986, hal. 121.
Universitas Sumatera Utara
Penegakan hukum dalam tindakan passing off di Indonesia dapat dilihat dari terdaftar atau tidaknya merek terkenal yang menjadi obyek passing off pada
Dirjen HKI. Berdasarkan hal tersebut penegakan hukum yang dapat dilakukan 1. Penegakan hukum preventif
Sebenarnya tindakan passing off dapat dicegah sejak awal ketika diajukannya permohonan pendaftaran merek. Pemeriksa Merek Trademark
Examiner yang berfungsi sebagai salah satu penentu diterima atau tidaknya suatu permohonan pendaftaran merek dapat menerapkan prinsip pemeriksaan cross
class, apabila antara suatu merek yang diajukan pendaftarannya memiliki keterkaitan dengan merek lain yang berada dalam kelas barang atau jasa yang
berbeda, dan digunakan secara bersamaan dalam perdagangan barang atau jasa, maka pemeriksa merek Trademark Examiner sepatutnya menolak permohonan
tersebut. Namun seringkali pada prakteknya, merek-merek yang memiliki persamaan pada pokoknya serta keterkaitan dengan merek lain yang berada di
kelas barang atau jasa yang berbeda tersebut, walaupun sangat berpotensi menyesatkan konsumen, tetap saja dapat terdaftar di Direktorat Jenderal Hak
Kekayaan Intelektual Dirjen HKI. Hal tersebut selain menyebabkan kebingungan di masyarakat, juga menimbulkan ketidakpastian hukum, padahal
seharusnya Dirjen HKI berfungsi untuk menciptakan kepastian hukum di bidang Hak Kekayaan Intelektual.
2. Penegakan hukum represif Seperti telah dijelaskan diatas, penegakan hukum represif itu dilakukan
setelah terjadinya suatu pelanggaran dan atau kejahatan dalam hal ini adalah
Universitas Sumatera Utara
perbuatan passing off. Dalam hal ini peran lembaga peradilan dan aparat penegak hukum lainnya seperti kepolisian, penyidik pegawai negeri sipil PPNS, dan
kejaksaan sangat diperlukan. Penegakan hukum secara represif dalam passing off di Indonesia biasanya dapat dilakukan jika juga merupakan pelanggaran merek,
sedangkan terhadap penegakan hukum persaingan curangnya tidak dilakukan karena ketiadaan undang-undang persaingan curang.
Penggunan ketentuan pidana Pasal 382 bis KUHP tentang persaingan curang kurang dapat memberikan efek jera yang disebabkan rendahnya hukuman
yang diberikan tidak sebanding dengan kerugian yang diderita oleh pelaku usaha sebagai akibat ada persaingan curang sehingga ketentuan ini jarang digunakan
untuk perbuatan passing off. Supaya dapat dihukum, menurut pasal ini, antara lain bahwa terdakwa harus dapat dibuktikan telah melakukan perbuatan menipu.
Perbuatan menipu itu bermaksud untuk memperdaya publik atau orang tertentu. Perbuatan itu dilakukan untuk menarik suatu keuntungan di dalam perdagangan
atau perusahaan sendiri atau orang lain. Perbuatan itu dapat menimbulkan kerugian bagi pesaingnya. Saingannya itu adalah saingan dari terdakwa sendiri
atau saingan dari orang yang dibela oleh terdakwa. Demikian pula kalau digunakan ketentuan Pasal 1365 KHUPerdata, dalam
penegakan hukumnya pihak penggugat yang mereknya dibonceng yang harus membuktikan kalau mereknya merupakan merek terkenal, mempunyai reputasi di
masyarakat dan didalam masyarakat telah terjadi kekeliruan yang menyesatkan serta adanya kerugian yang cukup besar. Gugatan ganti rugi dapat diajukan ke
pengadilan negeri.
Universitas Sumatera Utara
Terhadap passing off yang terindikasi pelanggaran merek, penegakan hukumnya sebagaimana diatur dalam UU Merek 2001, dapat melalui:
1. gugatan pembatalan merek Pasal 68-Pasal 72; 2. gugatan ganti rugi Pasal 76 ayat 1 huruf a;
3. penghentian semua kegiatan yang berkaitan dengan penggunaan merek tersebut Pasal 76 ayat 1 huruf b;
4. pengajuan permohonan kepada hakim untuk dapat memerintahkan tergugat untuk menghentikan produksi, peredaran danatau perdagangan barangjasa
yang menggunakan merek tersebut dan hakim dapat juga memerintahkan bahwa penyerahan barang atau nilai barang tersebut dilaksanakan setelah
putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap Pasal 78; 5. tuntutan pidana adanya sanksi pidana bagi pelaku passing off, sesuai ketentuan
dalam Pasal 90 bagi pemilik merek yang melakukan passing off merek tekenal terdaftar sama keseluruhannya untuk barang danatau jasa sejenis yang
diproduksi danatau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 lima tahun danatau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 satu
miliar rupiah. Sedangkan pasal 91 menyatakan bagi pemilik merek yang melakukan passing off merek tekenal terdaftar sama pada pokoknya untuk
barang danatau jasa sejenis yang diproduksi danatau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 empat tahun danatau denda
paling banyak Rp 800.000.000,00 delapan ratus juta rupiah.
Penegakan hukum merek terhadap perbuatan passing off terhadap merek terkenal selama ini yaitu sejak Indonesia mempunyai undang-undang merek,
Universitas Sumatera Utara
dari UU No.21 Tahun 1961 sampai dengan UU No. 15 Tahun 2001, mengalami perkembangan yang cukup signifikan sehingga telah menciptakan iklim usaha
yang lebih baik, yang memberikan keamanan dan kepastian hukum terutama bagi pengusaha asing pemilik merek terkenal yang ingin berusaha di Indonesia.
Meskipun demikian penegakan hukum merek ini perlu lebih ditingkatkan terutama untuk menjadikan aparatur penegak hukum, yang merupakan unsur
penting, lebih profesional dan bertanggung jawab sehingga mereka yang merupakan ujung tombak penegakan hukum dapat menegakan hukum dengan
baik dan tercipta kepastian hukum seperti yang diharapkan.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM KEPADA KONSUMEN DARI AKIBAT