Peran dan Fungsi Bank Indonesia Dalam Sistem Ketatanegaraan di Indonesia Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999
DAFTAR PUSTAKA
A. BUKU BACAAN
Bachtiar Hassan Miraza 2006 Perjalanan Moneter dan Perbankan Perkembangan Moneter Indonesia 2000-2005 Medan:USU Press.
Bambang Sunggono 2001 Metodologi Penelitian Hukum Jakarta:PT. Raja Grafindo
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan 1990 Kamus Besar Bahasa Indonesia Jakarta: Balai Pustaka
Didik J Rachbhini dan Suwidi Tono 2000 Bank Indonesia Menuju Independensi
Bank Sentral. Jakarta:PT. Mardi Mulyo
Hasibuan, Malayu. 2001. Dasar-Dasar Perbankan. Jakarta:Bumi Aksara.
J. Soedradjad Djiwandono, dkk. 2006 Sejarah Bank Indonesia Periode V :
1997-1999 Bank Indonesia Pada Masa Krisis Ekonomi, Moneter dan Perbankan. Jakarta:Bank Indonesia
Jimly Asshiddiqie 2006 Perkembangan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca
Reformasi Jakarta: Konstitusi Press.
Kasmir 2014 Dasar-Dasar Perbankan Edisi Revisi Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada
Suprapto, dkk. 2001 Pendidikan Kewarganegaraan Jakarta:Sinar Grafika
Zainal Asikin. 2015 Pengantar Hukum Perbankan Indonesia Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada.
B. UNDANG-UNDANG
Undang-Undang No 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan
Undang-Undang No. 10 tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan Beserta Penjelasannya.
(2)
C. PERATURAN-PERATURAN
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 13/POJK.13/2015 tentang Penerapan Manajemen Risiko BPR.
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 5/POJK.05/2014 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Penjaminan.
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 6/POJK.05/2014 tentang Penyelenggaraan Usaha Lembaga Penjaminan.
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 7/POJK.05/2014 tentang Pemeriksaan Lembaga Penjaminan.
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 14/POJK.05/2015 tentang Retensi Sendiri dan Dukungan Reasuransi Dalam Negeri.
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 12/POJK.03/2015 tentang Ketentuan Kehati-hatian dalam rangka Stimulus Perekonomian Nasional bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah.
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 11/POJK.03/2015 tentang Ketentuan Kehati-hatian dalam rangka Stimulus Perekonomian Nasional bagi Bank Umum.
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 10/POJK.03/2015 tentang Penerbitan Sertifikat Deposito oleh Bank.
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 8/POJK.04/2015 tentang Situs Web Emiten atau Perusahaan Publik.
D. INTERNET
http://www.bi. Go. Id./id/tentang-bi/hubungan kelembagaan/negara/contens/defaul aspx. Diunduh tanggal 3 Desember 2015.
Diunduh tanggal 18 Desember 2015
chandraekapurwanto.blogspot.co.id/2013/03/perkembangan-perbankan-di-Indonesia.html
(3)
tanggal 20 Desember 2015
Diunduh tanggal 25 Desember 2015
publik/kebanksentralan/Documents/4be5b38ff75b4cb2b4107fd20f047e0bBI ApaSiapadanBagaimana.pdf
(4)
BAB III
PERAN DAN FUNGSI BANK INDONESIA DALAM SISTEM KETATANEGARAAN DI INDONESIA MENURUT
UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 1999
A. Peranan dan Fungsi Bank Indonesia Menetapkan dan Melaksanakan Kebijakan Moneter
Bank Sental adalah bank dari segala bank, maksudnya semua bank yang tersebar di seluruh Indonesia diatur dan diawasi sistem kerjanya oleh Bank Sental. Karena Bank Sentral bertujuan untuk menjaga stabilitas (keseimbangan) nilai mata uang (rupiah) baik tehadap barang dan jasa (dilihat dari laju inflasi) maupun terhadap mata uang negara lain (dilihat dari kurs valuta asing), tentunya berbeda dengan bank-bank umum lainnya yang bertugas menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan dana kepada masyarakat baik dalam bentuk kredit atau dalam bentuk lainnya demi meningkatkan taraf hidup masyarakat (UU RI No 10 Tahun 1998 tanggal 10 November 1998). Demi tercapainya tujuan Bank Indonesia, maka BI harus melaksanakan ketiga tugasnya (biasa disebut 3 pilar) dengan baik yaitu, menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, dan mengatur dan mengawasi bank. Di sini yang akan dibahas lebih lanjut hanyalah tugas BI yang pertama yaitu Kebijakan Moneter.55
Dalam kebijakan moneter ini Bank Indonesia bertujuan untuk mengatur jumlah uang yang beredar (JUB), maksudnya mengatur banyaknya jumlah uang
55
(5)
yang dikeluarkan oleh BI ke tangan masyarakat. Program-program dari kebijakan moneter ini antara lain;
1. Operasi Pasar Terbuka, adalah cara BI mengendalikan JUB dengan surat harga pemerintah seperti SBI (Sertifikat Bank Indonesia) dan SBPU (Surat Berharga pasar uang). Jika BI ingin mengurangi JUB maka BI menjual surat berharga pemerintah kepada masyarakat, tetapi jika BI ingin menambah JUB maka BI membeli surat berharga pemerintah di Pasar Uang.
2. Politik Diskonto, adalah cara BI mengendalikan JUB dengan tingkat bunga. Jika BI ingin mengurangi JUB maka BI menaikkan tingkat bunga pada bank umum, sebaliknya jika BI ingin menambah JUB maka BI menurunkan tingkat bunga pada bank umum.
3. Rasio Cadangan Wajib, adalah dana cadangan perbankan yang harus disimpan pada BI, sehingga jika BI ingin mengurangi JUB maka BI menaikkan rasion cadangan wajib sedangkan jika BI ingin mengurangi JUB maka BI menaikkan rasio ini.
Sesuai dengan aturan yang ditetapkan dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia56
56 Pasal 4 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia
dapat diketahui bahwa Bank Indonesia memiliki kedudukan, peran dan fungsi yang sangat strategis, Bank Indonesia adalah bank sentral Republik Indonesia yang mempunyai tujuan yang sangat berat yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor
(6)
23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, Bank Indonesia mempunyai tugas sebagai berikut :
a). Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter; b). Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran;
c). Mengatur dan mengawasi Bank Indonesia adalah lembaga negara yang independen, bebas dari campur tangan Pemerintah dan/atau pihak-pihak lainnya, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam undang-undang ini. 57
Bank Indonesia wajib menolak dan/atau mengabaikan segala bentuk campur tangan dari pihak mana pun dalam rangka pelaksanaan tugasnya. Dalam rangka menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, Bank Indonesia berwenang : (a). menetapkan sasaran-sasaran moneter dengan memperhatikan sasaran laju inflasi yang ditetapkannya; (b). melakukan pengendalian moneter dengan menggunakan cara-cara yang termasuk tetapi tidak Bank Indonesia adalah badan hukum berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang berkedudukan di Ibukota negara Republik Indonesia Jakarta. Bank Indonesia dapat mempunyai kantor-kantor di dalam dan di luar wilayah negara Republik Indonesia. Sebagai badan hukum Bank Indonesia memiliki resiko yang amat besar terhadap sekecil apapun kesalahan yang diperbuatnya. Oleh karenanya Bank Indonesia diberi kewenangan yang cukup besar.
57Ibid, pasal 3
(7)
terbatas pada : 1) operasi pasar terbuka di pasar uang baik rupiah maupun valuta asing; 2) penetapan tingkat diskonto; 3) penetapan cadangan wajib minimum; 4) pengaturan kredit atau pembiayaan. Cara-cara pengendalian moneter sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat dilaksanakan juga berdasarkan prinsip syariah.
Bank Indonesia dapat memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah untuk jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari kepada Bank untuk mengatasi kesulitan pendanaan jangka pendek Bank yang bersangkutan. Pelaksanaan pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dijamin oleh Bank penerima dengan agunan yang berkualitas tinggi dan mudah dicairkan yang nilainya minimal sebesar jumlah kredit atau pembiayaan yang diterimanya.
Bank Indonesia melaksanakan kebijakan nilai tukar berdasarkan system nilai tukar yang telah ditetapkan, termasuk mengelola cadangan devisa. Dalam pengelolaan cadangan devisa Bank Indonesia boleh melaksanakan berbagai jenis transaksi devisa serta dapat menerima pinjaman luar negeri. Selain itu ia dapat menyelenggarakan survei secara berkala atau sewaktu-waktu jika diperlukan baik bersifat makro ataupun mikro untuk mendukung pelaksanaan tugas Banknya.58
58 Pasal 8 UU No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia
Dalam rangka mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b, Bank Indonesia berwenang :
a. Melaksanakan dan memberikan persetujuan dan izin atas penyelenggaraan jasa sistem pembayaran,
(8)
b. Mewajibkan penyelenggara jasa sistem pembayaran untuk menyampaikan laporan tentang kegiatannya;
c. Menetapkan penggunaan alat pembayaran.59
Bank Indonesia tidak memberikan penggantian atas uang yang hilang atau musnah karena sebab apa pun. Namun Bank Indonesia dapat mencabut dan menarik uang rupiah dari peredaran dengan memberikan penggantian dengan nilai yang sama dengan catatan apabila 5 (lima) tahun sesudah tanggal pencabutan dan Bank Indonesia berwenang mengatur sistem kliring antarbank dalam mata uang rupiah dan/atau valuta asing. Penyelenggaraan kegiatan kliring antarbank dalam mata uang rupiah dan/atau valuta asing dilakukan oleh Bank Indonesia atau pihak lain dengan persetujuan Bank Indonesia. Selain itu Bank Indonesia menyelenggarakan penyelesaian akhir transaksi pembayaran antarbank dalam mata uang rupiah dan/atau valuta asing dengan catatan penyelenggaraan kegiatan penyelesaian akhir transaksi pembayaran antarbank sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia dapat dilakukan oleh pihak lain dengan persetujuan Bank Indonesia.
Wewenang lainnya yang dimiliki Bank Indonesia adalah menetapkan macam, harga, ciri uang yang akan dikeluarkan, bahan yang digunakan, dan tanggal mulai berlakunya sebagai alat pembayaran yang sah. Bahkan di negara ini Bank Indonesia merupakan satu-satunya lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan dan mengedarkan uang rupiah serta mencabut, menarik, dan memusnahkan uang dimaksud dari peredaran.
59 Ibid, pasal 8 huruf b
(9)
penarikan uang rupiah dan ternyata masih terdapat uang yang belum ditukarkan, nilai uang tersebut diperhitungkan sebagai penerimaan tahun anggaran berjalan. Uang yang ditukarkan sesudah berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diperhitungkan sebagai pengeluaran tahun anggaran berjalan.
Hak untuk menuntut penukaran uang yang sudah dicabut, tidak berlaku lagi setelah 10 (sepuluh) tahun sejak tanggal pencabutan. Pelaksanaan pencabutan dan penarikan uang dari peredaran ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia.
Dalam rangka melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf c UU. No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia, Bank Indonesia dapat menetapkan peraturan, memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan dan kegiatan usaha tertentu dari Bank, melaksanakan pengawasan Bank, dan mengenakan sanksi terhadap Bank sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Dalam rangka melaksanakan tugas mengatur Bank, Bank Indonesia berwenang menetapkan ketentuan-ketentuan perbankan yang memuat prinsip kehati-hatian. Pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia.
Pengawasan Bank oleh Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 adalah pengawasan langsung dan tidak langsung. Bank Indonesia mewajibkan Bank untuk menyampaikan laporan, keterangan, dan penjelasan sesuai dengan tata cara yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Bahkan apabila diperlukan, kewajiban sebagaimana dimaksud ayat (1) UU No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia dikenakan pula terhadap perusahaan induk, perusahaan anak, pihak terkait, dan pihak terafiliasi dari Bank. Bank Indonesia melakukan
(10)
pemeriksaan terhadap Bank, baik secara berkala maupun setiap waktu apabila diperlukan. Apabila diperlukan, pemeriksaan dapat dilakukan terhadap perusahaan induk, perusahaan anak, pihak terkait, pihak terafiliasi, dan debitur Bank.
Bank dan pihak-pihak dimaksud, wajib memberikan kepada pemeriksa keterangan dan data yang diminta; kesempatan untuk melihat semua pembukuan, dokumen, dan sarana fisik yang berkaitan dengan kegiatan usahanya; dan hal-hal lain yang diperlukan.
Bank Indonesia dapat menugasi pihak lain untuk dan atas nama Bank Indonesia melaksanakan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) dan ayat (2). UU No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Selanjutnya pihak lain yang melaksanakan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib merahasiakan keterangan dan data yang diperoleh dalam pemeriksaan kepada semua orang.. Bank Indonesia dapat memerintahkan Bank untuk menghentikan sementara, sebagian atau seluruh kegiatan transaksi tertentu apabila menurut penilaian Bank Indonesia terhadap suatu transaksi patut diduga merupakan tindak pidana di bidang perbankan. Berdasarkan penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bank Indonesia wajib mengirim tim pemeriksa untuk meneliti kebenaran atas dugaan tersebut. Dengan catatan apabila dari hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak diperoleh bukti yang cukup, Bank Indonesia pada hari itu juga mencabut perintah penghentian transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Bank Indonesia mengatur dan mengembangkan sistem informasi antarbank. Sistem informasi sebagaimana dimaksud dapat diperluas dengan
(11)
menyertakan lembaga lain di bidang keuangan. Penyelenggaraan sistem informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat dilakukan sendiri oleh Bank Indonesia dan/atau oleh pihak lain dengan persetujuan Bank Indonesia.
Dalam hal keadaan suatu Bank menurut penilaian Bank Indonesia membahayakan kelangsungan usaha Bank yang bersangkutan dan/atau membahayakan sistem perbankan atau terjadi kesulitan perbankan yang membahayakan perekonomian nasional, Bank Indonesia dapat melakukan tindakan sebagaimana diatur dalam undang-undang tentang perbankan yang berlaku.
Tugas mengawasi Bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang independen, dan dibentuk dengan undangundang. Pembentukan lembaga pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) akan dilaksanakan selambat-lambatnya 31 Desember 2001 dengan catatan sepanjang lembaga pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) belum dibentuk, tugas pengaturan dan pengawasan Bank dilaksanakan oleh Bank Indonesia.
B. Peranan dan Fungsi Bank Indonesia dalam Mengatur dan Menjaga Kelancaran Sistem Pembayaran
Dalam rangka mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b, Bank Indonesia berwenang : a. melaksanakan dan memberikan persetujuan dan izin atas penyelenggaraan jasa sistem pembayaran; b. mewajibkan penyelenggara jasa sistem pembayaran untuk
(12)
menyampaikan laporan tentang kegiatannya; c. menetapkan penggunaan alat pembayaran. Pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia.
Selanjutnya Bank Indonesia berwenang mengatur sistem kliring antarbank dalam mata uang rupiah dan/atau valuta asing. Penyelenggaraan kegiatan kliring antarbank dalam mata uang rupiah dan/atau valuta asing dilakukan oleh Bank Indonesia atau pihak lain dengan persetujuan Bank Indonesia yang ditetapkan dengn Peraturan Bank Indonesia.
Bank Indonesia menyelenggarakan penyelesaian akhir transaksi pembayaran antarbank dalam mata uang rupiah dan/atau valuta asing. Penyelenggaraan kegiatan penyelesaian akhir transaksi pembayaran antarbank sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh pihak lain dengan persetujuan Bank Indonesia yang ketentuannya ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia.
Bank Indonesia juga berwenang menetapkan macam, harga, ciri uang yang akan dikeluarkan, bahan yang digunakan, dan tanggal mulai berlakunya sebagai alat pembayaran yang sah. Sebab, Bank Indonesia merupakan satu-satunya lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan dan mengedarkan uang rupiah serta mencabut, menarik, dan memusnahkan uang dimaksud dari peredaran.
Mengingat bank Indonesia adalah Bank Pemerintah dan Bank Senteral, maka uang yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia dibebaskan dari bea meterai. Perlu digarisbawahi bahwa Bank Indonesia tidak memberikan penggantian atas uang yang hilang atau musnah karena sebab apa pun. Bank Indonesia dapat
(13)
mencabut dan menarik uang rupiah dari peredaran dengan memberikan penggantian dengan nilai yang sama.
Apabila 5 (lima) tahun sesudah tanggal pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) masih terdapat uang yang belum ditukarkan, nilai uang tersebut diperhitungkan sebagai penerimaan tahun anggaran berjalan. Sedangkan Uang yang ditukarkan sesudah berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diperhitungkan sebagai pengeluaran tahun anggaran berjalan. Hak untuk menuntut penukaran uang yang sudah dicabut, tidak berlaku lagi setelah 10 (sepuluh) tahun sejak tanggal pencabutan. Terakhir, pelaksanaan pencabutan dan penarikan uang dari peredaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia. Khusus yang terakhir ini Bank Indonesia dalam melaksanakan tugasnya harus terlebih dahulu menerbitkan peraturan yang berkenaan dengan itu.
C. Peranan dan Fungsi Bank Indonesia Mengatur dan Mengawasi Bank
Dalam rangka melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf c UU No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia, Bank Indonesia menetapkan peraturan, memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan dan kegiatan usaha tertentu dari Bank, melaksanakan pengawasan Bank, dan mengenakan sanksi terhadap Bank sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Untuk melaksanakan tugas mengatur Bank, Bank Indonesia berwenang menetapkan ketentuan-ketentuan perbankan yang memuat prinsip kehati-hatian.
(14)
Pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia.
Pengawasan Bank oleh Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 adalah pengawasan langsung dan tidak langsung. Bank Indonesia mewajibkan Bank untuk menyampaikan laporan,keterangan, dan penjelasan sesuai dengan tata cara yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Apabila diperlukan, kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan pula terhadap perusahaan induk, perusahaan anak, pihak terkait, dan pihak terafiliasi dari Bank. Oleh karenanya bank Indosnesia dapat melakukan pemeriksaan terhadap Bank, baik secara berkala maupun setiap waktu apabila diperlukan. Apabila diperlukan, pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan terhadap perusahaan induk, perusahaan anak, pihak terkait, pihak terafiliasi, dan debitur Bank.
Bank dan pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib memberikan kepada pemeriksa :
a) Keterangan dan data yang diminta;
b) Kesempatan untuk melihat semua pembukuan, dokumen, dan sarana fisik yang berkaitan dengan kegiatan usahanya;
c) Hal-hal lain yang diperlukan.60
Bank Indonesia dapat menugasi pihak lain untuk dan atas nama Bank Indonesia melaksanakan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia, Pihak lain yang
60Ibid
(15)
melaksanakan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib merahasiakan keterangan dan data yang diperoleh dalam pemeriksaan.Selanjutnya syarat-syarat bagi pihak lain yang ditugasi oleh Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia.
Bank Indonesia dapat memerintahkan Bank untuk menghentikan sementara sebagian atau seluruh kegiatan transaksi tertentu apabila menurut penilaian Bank Indonesia terhadap suatu transaksi patut diduga merupakan tindak pidana di bidang perbankan.
Berdasarkan penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bank Indonesia wajib mengirim tim pemeriksa untuk meneliti kebenaran atas dugaan tersebut. Dengan catatan, apabila dari hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak diperoleh bukti yang cukup, Bank Indonesia pada hari itu juga mencabut perintah penghentian transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Bank Indonesia mengatur dan mengembangkan sistem informasi antarbank. Sistem informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperluas dengan menyertakan lembaga lain di bidang keuangan. Penyelenggaraan sistem informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat dilakukan sendiri oleh Bank Indonesia dan/atau oleh pihak lain dengan persetujuan Bank Indonesia.
Dalam hal keadaan suatu Bank menurut penilaian Bank Indonesia membahayakan kelangsungan usaha Bank yang bersangkutan dan/atau membahayakan sistem perbankan atau terjadi kesulitan perbankan yang membahayakan perekonomian nasional, Bank Indonesia dapat melakukan
(16)
tindakan sebagaimana diatur dalam undang-undang tentang perbankan yang berlaku.
Tugas mengawasi bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang independen, dan dibentuk dengan undang-undang. Pembentukan lembaga pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) akan dilaksanakan selambat-lambatnya 31 Desember 2002. Sepanjang lembaga pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) UU No. 23 tahun 1999 belum dibentuk, tugas pengaturan dan pengawasan Bank dilaksanakan oleh Bank Indonesia.
(17)
BAB IV
HUBUNGAN BANK INDONESIA DENGAN OTORITAS JASA KEUANGAN ATAU LEMBAGA PERBANKAN
A. Hubungan Bank Indonesia dengan Otoritas Jasa Keuangan
1. Undang-Undang Bank sebagai Dasar Konseptual Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan
Otoritas Jasa Keuangan atau OJK adalah lembaga negara dibentuk berdasarkan UU nomor 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan.61 Otoritas Jasa Keuangan, selanjutnya disingkat OJK, adalah lembaga independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan.62
Lembaga Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memiliki visi menjadi lembaga pengawas industri jasa keuangan terpercaya. Serta melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat, dan mampu mewujudkan industri jasa keuangan menjadi pilar perekonomian nasional yang berdaya saing global serta dapat memajukan kesejahteraan umum.
OJK didirikan untuk menggantikan peran Bapepam-LK dalam pengaturan dan pengawasan pasar modal dan lembaga keuangan, dan menggantikan peran Bank Indonesia dalam pengaturan dan pengawasan bank, serta untuk melindungi konsumen industri jasa keuangan.
61 https://www.google.com/search?q=otoritas+jasa+keuangan&ie=utf-8&oe=utf-8
62 Zainal Asikin 2015 Pengantar Hukum Perbankan Indonesia Jakarta:PT.
(18)
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mempunyai fungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di sektor jasa keuangan. sedangkan Tugas dari Lembaga negara Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah melakukan pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan, sektor Pasar Modal, dan sektor IKNB.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan: a) Terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel, b) Mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, dan c) Mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat. Visi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah menjadi lembaga pengawas industri jasa keuangan yang terpercaya, melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat, dan mampu mewujudkan industri jasa keuangan menjadi pilar perekonomian nasional yang berdaya saing global serta dapat memajukan kesejahteraan umum. Sedangkan Misi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah: a) Mewujudkan terselenggaranya seluruh kegiatan di dalam sektor jasa keuangan secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel; b) Mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil; dan c) Melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.
Hubungan Bank Indonesia dengan Otoritas Jasa Keuangan adalah ibarat dua sisi mata uang yang saling melengkapi dimana disatu segi Bank Indonesia merupakan pemelihara kestabilan rupiah,63
63 Loc. Cit. hlm 236
(19)
merupakan lembaga pengawasan seluruh lembaga keuangan terhadap pemeliharaan kestabilan rupiah dimaksud.
Hal tersebut dapat dilihat dari wewenang yang dimiliki Otoritas Jasa Keuangan, yaitu tugas pengaturan dan tugas pengawasan. Dalam hal tugas pengaturan OJK menetapkan pengaturan terhadap hal-hal sebagai berikut,
a. Peraturan pelaksanaan UU OJK
b. Peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan c. Peraturan dan keputusan OJK
d. Pengaturan mengenai jasa keuangan di sektor jasa keuangan, kebijakan mengenai pelaksanaan tugas OJK
e. Peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis terhadap lembaga jasa keuangan dari pihak tertentu
f. Peraturan mengenai tata cara pengelola statute, struktur organisasi dan infrastruktur
g. Peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi.64
Sedangkan dalam hal tugas pengawasan, OJK adalah : 1) Menetapkan kebijakan operasional pengawasan
2) Melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan, konsumen, dan tindakan lain terhadap lembaga jasa keuangan, pelaku dan/atau penunjang jasa keuangan.
3) Penunjukan dan pengelolaan pengguna statute
4) Memberikan perintah tertulis kepada lembaga jasa keuangan atau pihak lain
64 Ibid. hlm. 267
(20)
5) Menetapkan sanksi administratif terhadap pelaku pelanggaran peratutraan perundang-undangan di sektor jasa keuangan, termasuk perizinan terhadap lembaga-lembaga jasa keuangan.65
Selanjutnya, selain hubungan Bank Indonesia dengan Otoritas jasa Keuangan sebagaimana diuraikan diatas, bank Indonesia tetap berbeda dengan Otoritas jasa Kauangan. Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan sebenarnya berbagi kewenangan saat masa pengalihan pengawasan Bank dari Bank Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan. Perbedaaan BI dengan OJK adalah : “BI berperan sebagai pengawas aspek makroprudensial sedangkan OJK berperan sebagai pengawas mikroprudensial.”66 Artinya, jika tugas BI berfokus menjaga stabilitas keuangan maka, OJK lebih kepada pengaturan dan pengawasan individual perbankan atau lembaga keuangan. 67
Berdasarkan Pasal 34 UU No. 23 tahun 1999, maka tugas mengawasi bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang independen yang pada saat ini dinamakan Otoritas Jasa Keuangan disingkat OJK. Otoritas Jasa Keuangan merupakan bentuk unifikasi pengaturan dan pengawasan sector jasa keuangan yang sebelum pembentukannya dilaksanakan oleh Kementerian Keuangan bersama-sama dengan Bank Indonesia dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepan LK)
Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) didasarkan pada landasan filosofis, landasan yuridis dan landasan sosiologis.
65 Ibid. hlm. 269
66 http://www.bi.go.id/id/tentang-bi/bi 67www.ojk.go.id
(21)
a. Landasan Filosofis.
Secara filosofis OJK bermaksud mewujudkan perekonomian nasional yang mampu tumbuh dengan stabil dan berkelanjutan, menciptakan kesempatan kerja yang lebih luas dan seimbang di semua sektor perekonomian, serta memberikan kesejahteraan secara adol kepada seluruh rakyat Indonesia b. Landasan Yuridis
Landasan yuridis OJK adalah Pasal 34 UUD No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia dan UU No. 6 tahun 2009 tentang Penetapan Perppu No. 2 tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 ahun 1999 tentang Bank Indonesia menjadi Undang-Undang
c. Landasan Sosiologis
Landasan sosiologis OJK adalah globalisasi dalam sistem keuangan dan pesattnua kemajuan di bidang teknologi dan informasi serta inovasi
financial; adanya lembaga jasa keuangan yang memiliki hubungan
kepemilikan diberbagai sub sektor keuangan (konglomerasi) menambah kompleksitas transaksi dan interaksi antar lembaga jasa keuangan di dalam sistem keuangan, serta banyaknya permasalahan lintas sektoral di sektor jasa keuangan yang meliputi tindakan moral hazarde, belum optimalnya perlindungan konsumen jasa keuangan dan terganggunya stabilitas sistem keuangan.68
Uang yang ditukarkan sesudah berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diperhitungkan sebagai pengeluaran tahun anggaran
68Kasmir Dasar-Dasar Perbankan Edisi Revisi 2014 Raja Grafindo:Jakarta hlm.
(22)
berjalan. Hak untuk menuntut penukaran uang yang sudah dicabut, tidak berlaku lagi setelah 10 (sepuluh) tahun sejak tanggal pencabutan. Sedangkan Pelaksanaan pencabutan dan penarikan uang dari peredaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia.69
Sebagai masyarakat umum yang kurang paham dalam bidang keuangan banyak yang tidak mengetahui apa perbedaan tugas Bank Indonesia (BI) dengan OJK.70
Pada awal tahun 2014 oleh Agus Martowardojo selaku Gubernur BI di kantor Presiden, Jakarta menyebutkan “Pada saat OJK menerima pengalihan pengawasan perbankan dari BI, OJK akan lebih mengawasi aspek mikroprudensialnya, sedangkan umum tetap ada di BI dari segi makroprudensial, namun tidak bisa betul-betul dipisahkan karenanya perlu ada sinergi dimana implementasi pengawasan mikroprudensial dan makroprudensial itu perlu dilakukan dengan baik”. Dari sini bisa kita tangkap tugas BI berfokus menjaga stabilitas keuangan contohnya aturan batas minimal uang muka kredit kendaraan bermotor, pemilikan rumah serta aturan giro wajib minimum (GWM), sedangkan tugas OJK lebih kepada pengaturan dan pengawasan individual perbankan atau lembaga keuangan. Contoh kasus yang ditangani oleh OJK yakni kasus tindak Bank Indonesia dan OJK sebenarnya berbagi kewenangan dimana saat masa pengalihan pengawasan Bank dari Bank Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan memerlukan kordinasi yang baik agar tidak saling mengambil alih tugas, perbedaaan BI dengan OJK adalah BI berperan sebagai pengawas aspek makroprudensial dan OJK berperan sebagai pengawas mikroprudensial.
69 Pasal 23 UU No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia
(23)
pidana perbankan, baik dari sisi nominal, kepengurusan bank,dan kualitas sumberdaya manusianya.
Jika melihat history dibentuknya OJK menggantikan peran tugas Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK). Dengan mengetahui perbedaan tugas Bank Indonesia (BI) dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), semoga membantu memudahkan kita mengenal badan pemerintahan yang mengatur keuangan dan tidak salah paham jika ada permasalahan timbul didepan kita berkaitan dengan salah satu lembaga pemerintahan tersebut71
2. Pengaruh Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Kewenangan Bank Indonesia
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan seperti terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel, mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, serta melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat, Selain itu pembentukan OJK tidak terlepas dari akibat krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997 serta mengikuti trend Bank Sentral dibeberapa negara antara lain Jerman (1949), Inggris (1997) dan Jepang (1998). OJK mempunyai fungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di sektor jasa keuangan.
71Ibid
(24)
Berikut daftar otoritas jasa keuangan di beberapa negara, sebagai berikut :
Tabel 4.1
Nama Otoritas Jasa Keuangan Di Beberapa Negara72
No Nama
Negara
Nama Lembaga Tahun Dibentuk
Wewenang
1 Inggris
Financial Supervisory
Agency (FSA) 1998
Pengawasan terhadap lembaga keuangan dan Perlindungan Konsumen dan pelaksanaan hokum 2 Australia
Reserve Bank of Australia
(RBA) 1998
Pengawasan terhadap lembaga keuangan (Bank, Kredit, dana pensiun dan asuransi
3 Jepang
The Financial Supervicy Agency
(FSA) 1998
Pengawasan ke bijakan, perumusan system moneter dan implementasinya. 4 Korea
Financial Supervisory Service (FSS) 1998 Pengawasan terhadap lembaga keuangan.
Dari fungsi yang dimilikinya dapat diketahui bahwa tugas yang diembannya juga berat yang dibuktikan dengan peranannya selain dari Lembaga negara Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga melakukan pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan, sektor Pasar Modal, dan sektor IKNB.
Diatas juga telah digambarkan bahwa sebagian wewenang dari Bank Indonesia khususnya dalam hal pengaturan dan pengawasan telah beralih kepada Otoritas Jasa Keuangan seperti kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan, sektor pasar modal, sektor peransuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan
(25)
dan lembaga jasa keuangan lainnya. Selanjutnya dalam rangka pelaksanaan tugas pengaturan dan pengawasan di sektor perbankan dimaksud OJK diberi wewenang untuk : a). mengatur dan mengawasi kelembagaan bank, seperti perizinan ,mendirikan bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasar, rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia, merger, konsolidari dan akuisisi bank serta pencabutan izin usaha bank.
Selain itu OJK berwenang mengatur dan mengawasi kegiatan usaha bank seperti sumber dana, penyediaan dana, produk hibridasi dan aktivitas dibidang jasa. Mengatur dan mengawasi kesehatan bank seperti likwidasi, rentabilitas, solvabilitas, kualitas asset, rasio kecukupan modal minimum, batas maksimum, pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap simpanan dan pencadangan bank.
Seterusnya, OJK juga mengatur dan mengawasi laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank, sistem informasi debitur, pengujian kredit
(credit testing) serta standar akuntansi bank. mengatur dan mengawasi aspek
kehati-hatian bank seperti manajemen resiko, tata kelola bank, prinsip mengenai nasabah dan anti pencurian uang serta pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan. mengatur dan mengawasi pemeriksaan bank, seperti : menetapkan peraturan pelaksana undang-undang OJK, menetapkan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan, menetapkan peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa keuangan, menetapkan peraturan dan keputusan OJK, menetapkan kebijakan pelaksanaan tugas OJK, menetapkan peraturan mengenai tatacara penerapan perintah tertulis terhadap Lembaga Jasa Keuangan dan pihak tertentu, tata cara penetapan pengelola statute pada lembaga jasa keuangan,
(26)
menetapkan struktur organisasi dan infra struktur serta mengelola dan memelihara dan menatausahakan kekayaan dan kewajiban dan menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai dengn ketentuan peraturan perundang-undangan di sector jasa keuangan.73
B. Hubungan Bank Indonesia Dengan Pemerintah
1. Pengaruh Bank Indonesia Dalam Setiap Kebijakan Moneter Pemerintah
Bank Indonesia merupakan lembaga negara yang independen, namun tetap memerlukan koordinasi yang bersifat konsultatif dengan Pemerintah. Hal ini disebabkan Bank Indonesia merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kebijakan-kebijakan ekonomi nasional secara keseluruhan terutama jika dikaitkan dengan tugas BI itu sendiri.
Bank Indonesia dan Pemerintah harus mengadakan koordinasi terutama ketika ada sidang kabinet yang membahas masalah yang berkaitan dengan ekonomi, perbankan dan keuangan. Dalam sidang kabinet tersebut Pemerintah dapat meminta pendapat Bank Indonesia. Selain itu, Bank Indonesia juga dapat memberikan masukan, pendapat serta pertimbangan kepada Pemerintah mengenai Rancangan APBN serta kebijakan-kebijakan lain yang berkaitan dengan tugas dan wewenangnya.
Di lain pihak, Pemerintah juga dapat menghadiri Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia dengan hak bicara tetapi tanpa hak suara. Oleh sebab itu, implementasi independensi justru sangat dipengaruhi oleh kemantapan hubungan kerja yang proporsional di antara Bank Indonesia di satu pihak dan Pemerintah
(27)
serta lembaga-lembaga terkait lainnya di lain pihak, dengan tetap berlandaskan pembagian tugas dan wewenang masing-masing.
Hubungan Bank Indonesia dengan pemerintah adalah seperti layaknya hubungan antara pemimpin dengan wakilnya. Seperti dikemukakan sebelumnya bahwa pada hakikatnya Bank Indonesia bertindak sebagai pemegang kas Pemerintah. Bank Indonesia untuk dan atas nama Pemerintah dapat menerima pinjaman luar negeri, menatausahakan, serta menyelesaikan tagihan dan kewajiban keuangan Pemerintah terhadap pihak luar negeri.
Hubungan yang erat tersebut ditandai dengan keadaan dimana pemerintah wajib meminta pendapat Bank Indonesia dan/atau mengundang Bank Indonesia dalam sidang kabinet yang membahas masalah ekonomi, perbankan dan keuangan yang berkaitan dengan tugas Bank Indonesia atau masalah lain yang termasuk kewenangan Bank Indonesia. Bank Indonesia memberikan pendapat dan pertimbangan kepada Pemerintah mengenai Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara serta kebijakan lain yang berkaitan dengan tugas dan wewenang Bank Indonesia.
Dalam hal hubungan keuangan dengan Pemerintah misalnya, Bank Indonesia dapat membantu menerbitkan dan menempatkan surat-surat hutang negara guna membiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tanpa diperbolehkan membeli sendiri surat-surat hutang negara tersebut. Bahkan sebagaimana dipaparkan diatas, Bank Indonesia bertindak sebagai kasir Pemerintah yang menatausahakan rekening Pemerintah di Bank Indonesia, dan
(28)
atas permintaan Pemerintah, dapat menerima pinjaman luar negeri untuk dan atas nama Pemerintah Indonesia.
Namun demikian, agar pelaksanaan tugas Bank Indonesia benar-benar terfokus serta agar efektivitas pengendalian moneter tidak terganggu, pemberian kredit kepada Pemerintah guna mengatasi deficit spending yang selama ini dilakukan oleh Bank Indonesia berdasarkan undang-undang yang lama, kini tidak dapat lagi dilakukan oleh Bank Indonesia.
Apabila pemerintah akan menerbitkan surat-surat utang negara, maka pemerintah wajib terlebih dahulu berkonsultasi dengan Bank Indonesia. Bahkan sebelum menerbitkan surat utang negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah wajib berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat. 74
Perlu diingat bahwa Bank Indonesia dilarang membeli untuk diri sendiri surat-surat utang negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kecuali di pasar sekunder. Oleh sebab itu perbuatan hukum Bank Indonesia membeli surat utang negara untuk diri sendiri tidak di pasar sekunder sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dinyatakan batal demi hukum. Perlu digarisbawahi bahwa, walaupun Bank Indonesia merupakan lembaga yang independen, koordinasi dengan pemerintah yang bersifat konsultatif tetap diperlukan. Pemerintah yang diwakili oleh seorang Bank Indonesia dapat membantu penerbitan surat-surat utang Negara yang diterbitkan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(29)
menteri atau lebih dapat menghadiri rapat Dewan Gubernur dengan hak bicara tanpa hak suara.75
a) Menetapkan sasaran-sasaran moneter dengan memperhatikan sasaran laju inflasi yang ditetapkannya;
Selanjutnya Bank Indonesia dilarang memberikan kredit kepada Pemerintah. Dalam hal Bank Indonesia melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perjanjian pemberian kredit kepada Pemerintah tersebut batal demi hukum. Artinya jika ada bank yang memberikan kredit kepada pemerintah, maka perjanjian tersebut dinyatakan batal demi hokum
Setiap kebijakan moneter yang dilakukan pemerintah dipengaruhi oleh Bank Indonesia. Dalam rangka menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a UU No. 23 tahun 1999 Bank Indonesia berwenang :
b) Melakukan pengendalian moneter dengan menggunakan cara-cara yang termasuk tetapi tidak terbatas pada : operasi pasar terbuka di pasar uang baik rupiah maupun valuta asing; penetapan tingkat diskonto; penetapan cadangan wajib minimum; dan pengaturan kredit atau pembiayaan. 76
Sedangkan cara-cara pengendalian moneter sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat dilaksanakan juga berdasarkan prinsip syariah dan .Peraturan Bank Indonesia. Bank Indonesia dapat memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah untuk jangka waktu paling lama 90
75J. Soedradjad Djiwandono, dkk. 2006 Sejarah Bank Indonesia Periode V :
1997-1999 Bank Indonesia Pada Masa Krisis Ekonomi, Moneter dan Perbankan. Jakarta:Bank Indonesia. Hlm. 118-119
(30)
(sembilan puluh) hari kepada Bank untuk mengatasi kesulitan pendanaan jangka pendek Bank yang bersangkutan, dengan catatan bahwa pelaksanaan pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dijamin oleh Bank penerima dengan agunan yang berkualitas tinggi dan mudah dicairkan yang nilainya minimal sebesar jumlah kredit atau pembiayaan yang diterimanya. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia.77
Dalam hal penyelenggaraan survei sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap badan wajib memberikan keterangan dan data yang diperlukan oleh Bank Indonesia. Perlu digarisbawahi bahwa Bank Indonesia atau pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib merahasiakan sumber dan data
Selanjutnya Bank Indonesia melaksanakan kebijakan nilai tukar berdasarkan sistem nilai tukar yang telah ditetapkan : Bank Indonesia mengelola cadangan devisa. Dalam pengelolaan cadangan devisa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bank Indonesia melaksanakan berbagai jenis transaksi devisa. Dalam rangka pengelolaan cadangan devisa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bank Indonesia dapat menerima pinjaman luar negeri.
Bank Indonesia dapat menyelenggarakan survei secara berkala atau sewaktu-waktu diperlukan yang dapat bersifat makro atau mikro untuk mendukung pelaksanaan tugas Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8. Sedangkan pelaksanaan survei sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh pihak lain berdasarkan penugasan dari Bank Indonesia.
(31)
individual sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kecuali yang secara tegas dinyatakan lain dalam undang-undang.78
2. Peranan Pemerintah Dalam Penunjukan Dan Memberhentikan Dewan Gubernur Bank Indonesia
Peranan pemerintah dalam penunjukan dan pemberhentian Dewan Gubernur sangat dominan. Hal ini terlihat dari atauran dan prasyarat penunjukan dan pemberhentian yang dilakukan oleh Presiden sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan yang intinya sebagai berikut : Gubernur dan Deputi Gubernur Senior diusulkan dan diangkat oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Demikian juga dengan Deputy Gubernur. Deputi Gubernur diusulkan oleh Gubernur dan diangkat oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
Seperti diketahui bahwa dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya Bank Indonesia dipimpin oleh Dewan Gubernur. Dewan ini terdiri atas seorang Gubernur sebagai pemimpin, dibantu oleh seorang Deputi Gubernur Senior sebagai wakil, dan sekurang-kurangnya empat atau sebanyak-banyaknya tujuh Deputi Gubernur. Masa jabatan Gubernur dan Deputi Gubernur selama 5 tahun dan dapat diangkat kembali dalam jabatan yang sama untuk sebanyak-banyaknya 1 kali masa jabatan berikutnya. Gubernur, Deputi Gubernur Senior, dan Deputi Gubernur diusulkan dan diangkat oleh Presiden dengan persetujuan DPR. Calon Deputi Gubernur diusulkan oleh Presiden berdasarkan rekomendasi dari Gubernur Bank Indonesia. (vide Pasal 41 UU No.3 Tahun 2004 yang mengubah
(32)
UU No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia). Anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia tidak dapat diberhentikan oleh Presiden, kecuali bila mengundurkan diri, terbukti melakukan tindak pidana kejahatan, tidak dapat hadir secara fisik dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan berturut-turut tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan, dinyatakan pailit atau tidak mampu memenuhi kewajiban kepada kreditur, atau berhalangan tetap.79
Sebagai suatu forum pengambilan keputusan tertinggi, Rapat Dewan Gubernur diselenggarakan sekurang-kurangnya sekali dalam sebulan untuk menetapkan kebijakan umum di bidang moneter, serta sekurang-kurangnya sekali dalam seminggu untuk melakukan evaluasi atas pelaksanaan kebijakan moneter atau menetapkan kebijakan lain yang bersifat prinsipil dan strategis. Pengambilan keputusan dilakukan dalam Rapat Dewan Gubernur, atas dasar prinsip musyawarah demi mufakat. Apabila mufakat tidak tercapai, Gubernur menetapkan keputusan akhir. Dalam hal calon Gubernur atau Deputi Gubernur Senior tidak disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat, maka Presiden atau Gubernur wajib mengajukan calon baru dan apabila pencalonan kedua kali tidak disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat maka Presiden wajib mengangkat kembali Gubernur atau Deputi Gubernur Senior atau Deputi Gubernur untuk jabatan yang sama, atau dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat mengangkat Deputi Gubernur Senior atau Deputi Gubernur untuk jabatan yang lebih tinggi di dalam struktur jabatan Dewan Gubernur dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6). UU No. 23 tahun
(33)
1999. Perlu digarisbawahi bahwa masa jabatan gubernur dan masa jabatan anggota Dewan Gubernur adalah selama 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali dalam jabatan yang sama untuk sebanyak-banyaknya1 (satu) kali masa jabatan berikutnya. Selanjutnya untuk mengetahui Struktur Organisasi Dewan Gubernur Bank Indonesia dapat dilihat melalui bagan 4.1 berikut :
Bagan 4.1 Struktur Organisasi
Dewan Gubernur Bank Indonesia
Siumber : http://www.bi.go.id/id/tentang-bi/organisasi/Contents/Default.aspx
(34)
Selanjutnya, penggantian anggota Dewan Gubernur yang telah berakhir masa jabatannya dilakukan secara berkala setiap tahun paling banyak 2 (dua) orang. Oleh sebab itu Gubernur, Deputi Gubernur Senior, dan Deputi Gubernur sebelum memangku jabatannya wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut ajaran agamanya di hadapan Ketua Mahkamah Agung, yang bunyinya sebagai berikut :
“Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, untuk menjadi Gubernur/Deputi Gubernur Senior/Deputi Gubernur Bank Indonesia langsung atau tidak langsung dengan nama dan dalih apa pun tidak memberikan atau menjanjikan untuk memberikan sesuatu kepada siapa pun juga. Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, dalam melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatan ini, tidak akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapa pun juga sesuatu janji atau pemberian dalam bentuk apa pun. Saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan melaksanakan tugas dan kewajiban Gubernur/ Deputi Gubernur Senior/Deputi Gubernur Bank Indonesia dengan sebaik-baiknya dan dengan penuh rasa tanggung jawab. Saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan setia terhadap negara, konstitusi, dan haluan negara”.80
(35)
BAB V KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas, dapatlah disimpulkan hal-hal sebagai berikut : 1. Dilhat dari sistem ketatanegaraan Republik Indonesia, kedudukan BI sebagai
lembaga negara yang independen tidak sejajar dengan lembaga tinggi negara seperti Dewan Perwakilan Rakyat, Badan Pemeriksa Keuangan, dan Mahkamah Agung. Kedudukan BI juga tidak sama dengan Departemen karena kedudukan BI berada di luar pemerintahan. Status dan kedudukan yang khusus tersebut diperlukan agar BI dapat melaksanakan peran dan fungsinya sebagai Otoritas Moneter secara lebih efektif dan efisien. Meskipun BI berkedudukan sebagai lembaga negara independen, dalam melaksanakan tugasnya, BI harus membina hubungan kerja dan koordinasi yang baik dengan DPR, BPK, Pemerintah dan pihak lainnya Bank Indonesia juga berwenang mengeluarkan peraturan bank Indonesia yang materi muatannya mempunyai sifat sebagai peraturan perundang-undangan. Ni’matul Huda dalam bukunya hukum tata Negara Indonesia mengatakan “peraturan-peraturan bank Indonesia yang materi muatannya mempunyai sifat sebagai peraturan perundang-undangan namun kedudukanya masuk dalam fungsi administrasi Negara. Jadi untuk menguji peraturan bankIndonesia tidak menggunakan prinsip tata urutan, tetapi pada ukuran kewenangan. Sepanjang peraturan
(36)
tersebut dalam wewenang bank Indonesia maka semua peraturan administrasi lainnya harus dikalahkan
2. Sebagai Lembaga negara yang independen,kedudukan Bank Indonesia tidak sejajar dengan Lembaga Tinggi Negara. Di samping itu, kedudukan Bank Indonesia juga tidak sama dengan Indonesia berada di luar Pemerintah. Status dan kedudukan yang khusus tersebut diperlukan agar Bank Indonesia dapat melaksanakan peran dan fungsinya sebagai otoritas moneter secara lebih efektif dan efisien. Meskipun BI berkedudukan sebagai lembaga negara independen, dalam melaksanakan tugasnya, BI harus membina hubungan kerja dan koordinasi yang baik dengan DPR, BPK, Pemerintah dan pihak lainnya
3. Hubungan Bank Indonesia dengan Otoritas Jasa Keuangan,
Berdasarkan ketentuan Pasal 69 ayat (1) huruf (a) UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan menegaskan bahwa tugas Bank Indonesia dalam mengatur dan mengawasi bank yang dialihkan ke OJK adalah tugas pengaturan dan pengawasan yang berkaitan dengan microprudential, sedangkan Bank Indonesia tetap memiliki tugas pengaturan perbankan terkait macroprudential. Berkaitan dengan hal tersebut, tugas pengaturan perbankan tidak sepenuhnya dilaksanakan secara independen oleh OJK, karena pengaturan microprudential dan macroprudential akan sangat berkaitan.
(37)
B. Saran
Bertitik tolak dari simpulan di atas, maka melalui sub bab B skripsi ini dapat disarankan hal-hal sebagai berikut ;
1. Hendaknya kedudukan, peran dan fungsi Bank Indonesia dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, ditingkatkan terutama dalam masalah perannya lembaga yang menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter (menetapkan sasaran-sasaran moneter, melakukan pengendalian moneter dan melaksanakan kebijakan nilai tukar berdasarkan sistem nilai yang ditetapkan), mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran; serta mengatur dan mengawasi bank, dimana bank lainnya tidak memilikinya. Status Bank Indonesia baik sebagai badan hukum publik maupun badan hukum perdata ditetapkan dengan undang-undang. Sebagai badan hukum publik Bank Indonesia berwenang menetapkan peraturan-peraturan hukum yang merupakan pelaksanaan dari undang-undang yang mengikat seluruh masyarakat luas sesuai dengan tugas dan wewenangnya. Sebagai badan hukum perdata, Bank Indonesia dapat bertindak untuk dan atas nama sendiri di dalam maupun di luar pengadilan.
2. Dengan telah dibentuknya OJK, yang harus diantisipasi adanya risiko terhadap stabilitas sistem perbankan dan kemajuan di bidang pengawasan bank yang telah dicapai oleh Bank Indonesia saat ini. Hal ini, karena lembaga baru tidak dapat serta merta memiliki kemampuan dan pengalaman untuk melakukan pengawasan bank secara efektif. Dalam kondisi krisis ekonomi, bahkan dapat menimbulkan systemic risk (risiko sistemik)
(38)
dan moral hazard. Hal tersebut juga dapat merusak sistem pengawasan bank yang saat ini sudah berjalan dengan baik. Selain itu, kegagalan sistem pengawasan bank akan menurunkan kepercayaan pasar terhadap industri perbankan Indonesia yang pada akhirnya akan meningkatkan country
risk (risiko Negara).
3. Pembentukan OJK sebagai lembaga baru membutuhkan banyak biaya, untuk penyediaan sumber daya manusia sarana, dan prasarana pendukung, mengingat lembaga di luar Bank Indonesia mendapatkan dana operasional dari Negara yang berasal dari APBN, maka keterbatasan anggaran akan tetap terjadi walaupun keadaan tidak krisis. Berbeda dengan Bank Indonesia yang memiliki sumber pendanaan sendiri, sehingga pengembangan sistem pengawasan bank tidak akan terhalang oleh keterbatasan anggaran.
(39)
BAB II
KEDUDUKAN BANK INDONESIA DALAM SISTEM KETATANEGARAAN DI INDONESIA
A. Perkembangan Pengaturan Perbankan di Indonesia
Perkembangan perbankan di Indonesia berdasarkan periodisasi berlakunya peraturan perundang-undangan perbankan.38
a. Periode Undang-undang No. 14 Tahun 1967
Regulasi perbankan di Indonesia secara sistematis dimulai pada tahun 1967 dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 14 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perbankan. Undang-undang ini mengatur secara komprehensif sistem perbankan yang berlaku pada masa itu
b. Periode Deregulasi 1 Juni 1983
Dikatakan proses awal liberalisasi perbankan. Tujuan mengurangi ketergantunagn bank-bank pada Bank Indonesia Meningkatkan mobilisasi dana masyarakat39
1) Penghapusan pagu kredit Isi Kebijakan :
2) Pembebasan suku bunga simpanan 3) Meniadakan pagu atas swap Bank Sentral
(40)
c. Periode Pakto 1988
Tujuan : Perubahan Struktural Kelembagaan Perbankan untuk menunjang pengerahan dana masyarakat dan ekspansi pemberian kredit.
Isi Kebijakan :
1) Keleluasaan Pendirian Bank
2) Diperbolehkan BUMN menyimpan deposito di Bank Swasta 3) Penetapan CAR (Capital Adequacy Ratio), Legal Lending Limit 4) Setelah dikeluarkannya PAKTO, kemudian dimulailah pendirian
Bank-bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS), Berkah Amal Sejahtera, dan BPRS Dana Mardhatillah pada tanggal 19 Agustus 1991. Kemudian, disusul oleh BPRS Amanah Rabaniah pada tanggal 24 Oktober di tahun yang sama. Ketiga BPRS tersebut beroperasi di Bandung, dan kemudian berdiri BPRS Hareukat pada tanggal 10 November 1991 di Aceh.7 d. Periode Undang-undang No. 7 Tahun 1992
(1) Penyederhanaan jenis bank, menjadi Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) serta memperjelas ruang lingkup dan batas kegiatan yang dapat diselenggarakannya;
(2) Persyaratan pokok untuk mendirikan suatu bank diatur secara rinci, sehingga ketentuan pelaksanaan yang berkaitan dengan kegiatan perbankan lebih jelas dan lebih terarah;
(3) Peningkatan perlindungan dana masyarakat yang dipercayakan pada lembaga perbankan melalui penerapan prinsip kehati-hatian dan pemenuhan ketentuan persyaratan kesehatan bank;
(41)
(4) Peningkatan profesionalisme para pelaku di bidang perbankan;
(5) Perluasan kesempatan untuk menyelenggarakan kegiatan bidang perbankan secara sehat dan bertanggungjawab sekaligus mencegah terjadinya praktek-praktek yang merugikan kepentingan masyarakat luas.40
e. Periode Undang-undang No. 10 Tahun 1998
Pokok-pokok penyempurnaan tersebut adalah sebagai berikut :
(1) Peralihan kewenangan dan pemberian izin kepada Bank Indonesia yang sebelumnya menjadi kewenangan Menteri Keuangan;
(2) Perlunya konsultasi kepada Dewan Perwakilan Rakyat dalam rangka pembentukan badan khusus;
(3) Peningkatan sanksi pidana atas pelanggaran rahasia bank;
(4) Peningkatan peranan bank umum dalam melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah;
(5) Ketentuan mengenai kemungkinan pemilikan bank asing sebagai mitra strategis dan pemegang saham bank umum;
(6) Peranan Badan Pengawas Keuangan; (7) Pendefinisian lembaga penjamin simpanan; (8) Penegasan sifat sementara bagi badan khusus;
(9) Pencantuman persyaratan analisis mengenai dampak lingkungan dalam perjanjian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah;
(10)Perubahan ancaman sanksi pidana berupa peningkatan ancaman hukuman
(42)
Selanjutnya mengenai Bank Indonesia dengan tegas dicantumkan dalam Pasal 4, ayat 1, 2, dan 3 sebagai berikut:
(1) Bank Indonesia adalah bank sentral Republik Indonesia
(2) Bank Indonesia adalah lembaga negara yang independen, bebas dari campur tangan Pemerintah dan/atau pihak-pihak lainnya, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam undang-undang ini.
(3) Bank Indonesia adalah badan hukum berdasarkan undang-undang ini.41
Hal ini berarti Bank Indonesia merupakan bank sentral bagi Negara Republik Indonesia dan sekaligus merupakan lembaga yang statusnya independen yang bebas dari segala bentuk campur tangan termasuk dari pemerintah Indonesia sendiri sepanjang tidak ada penetapannya tentang hal tersebut dalam Undang-undang dimaksud. Demikian juga dengan status hukumnya yaitu merupakan Badan Hukum yang juga pengaturannya ditetapkan dalam UU No. 23 tahun 1999.
Selain itu Bank Indonesia memiliki peran (role) sebagai pemegang otoritas moneter (monetary authority), sehingga ia disebut sebagai“central bank” ataupun “reserve bank”. Bank Indonesia disebut sebagai bank sentral, adalah karena sebuah bank sentral merupakan suatu kelembagaan publik yang kewenangannya termasuk dalam hal mengelola nilai mata uang lokal, mengontrol jumlah uang yang beredar (money supply), dan memelihara tingkat suku bunga (interest rates).
Bank sentral memiliki tugas pula untuk melakukan pengawasan ataupun mengatur kelembagan perbankan komersial ataupun kelembagaan keuangan melalui aturan kewenangan yang telah ditetapkan di masing-masing negara,
(43)
terutama terhadap kemungkinan-kemungkinan yang dapat mengganggu jalannya perekonomian negara. Sebab, ada dua kemungkinan pola perubahan nilai mata uang, yaitu depresiasi dan apresiasi terhadap nilai mata uang asing. Bank Indonesia memiliki kewenangan penuh dalam mengambil segala bentuk tindakan moneter untuk menstabilkan nilai mata uang rupiah, termasuk melakukan antisipasi terhadap segala sesuatu yang dapat berdampak negatif terhadap nilai mata uang rupiah.
Peran yang akan dilakukan Bank Indonesia sebagai bank sentral sehubungan dengan stabilisasi nilai mata rupiah adalah melaksanakan apa yang disebut dalam Pasal 8 Undang-Undang No 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia melalui tindakan, seperti :
1. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter 2. Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran 3. Mengatur dan mengawasi Bank
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merupakan lembaga negara yang dibentuk pada tahun 2011 berdasarkan UU nomor 21 tahun 2011, dan beroperasi Januari 2013 (untuk pasar modal dan LKNB) dan 2014 (untuk perbankan). Aturan ini menjelaskan fungsi OJK dalam menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan. OJK sendiri didirikan untuk menggantikan peran Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK). Dengan terbentuknya OJK
(44)
maka secara otomatis pengaturan dan pengawasan Pasar Modal dan Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) beralih ke OJK.42
Pembentukan OJK tentunya dengan mempertimbangkan beberapa alasan, salah satunya adalah terkait fungsi Bank Indonesia. Bank Indonesia yang dulunya diberi tugas mengawasi dan mengatur sektor perbankan pada kenyataannya dianggap belum mampu menjalankan tugasnya dengan maksimal. Bank Indonesia juga dilihat mempunyai tugas yang sangat berat sehingga membutuhkan lembaga pembantu. Di samping itu, hingga saat ini, Bank Indonesia masih dianggap sangat rentan dengan intervensi dari berbagai pihak terutama pemerintah dan pengusaha. Kondisi ini menjadi dorongan untuk membentuk lembaga pengawas yang lebih independen. Lembaga pengawas perbankan harus bebas dari intervensi dan campur tangan pihak manapun sehingga mampu bekerja secara profesional.43
Untuk itu dibentuklah OJK yang diharapkan dapat melakukan pembagian tugas dengan Bank Indonesia. Bank Indonesia yang dulunya juga bertugas mengawasi perbankan, dengan terbentuknya OJK maka dengan sendirirnya tugas tersebut akan berpindah kepada OJK. OJK diberi tugas dalam hal mikro
(micro-prudential supervision) yakni mengawasi bank-bank yang ada di Indoensia.
Sementara Bank Indonesia sendiri akan lebih bertanggung jawab dalam menangani masalah yang lebih makro ( macro-prudential supervision) misalnya terkait dengan kebijakan moneter dan penanganan di saat krisis. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa, sebetulnya peran OJK sebagai lembaga pengawas
(45)
keuangan ini tak benar-benar baru. Di dalamnya terdapat penyatuan wewenang dan kekuasaan beberapa institusi yang sudah ada.44
B. Independensi Bank Indonesia Sebagai Lembaga Negara
Selain mengambil alih tugas Bapepam-LK dan Bank Indonesia, pembentukan OJK juga menjadi respon atas perkembangan sektor jasa keuangan. Sektor jasa keuangan telah mengalami perkembangan pesat seiring dengan globalisasi dan keterbukaan pasar. Semakin majunya sistem teknologi dan komunikasi dalam perbankan juga mendorong pemerintah untuk mereformasi sistem pengawasan perbankan. Sistem keuangan menjadi semakin kompleks, dinamis, hybrid, dan saling terkait. Untuk itu kemudian diperlukan OJK sebagai lembaga dengan fungsi dan sistem yang telah terintegrasi.
Dalam UU Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan disebutkan, lembaga-lembaga yang akan berada di bawah pengawasan OJK adalah perbankan, pasar modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan atau multifinance, dan lembaga jasa keuangan lainnya. Lembaga jasa keuangan ini mencakup pergadaian (PT Pegadaian), lembaga penjaminan, lembaga pembiayaan ekspor Indonesia, lembaga pembiayaan sekunder perumahan dan lembaga yang menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat yang bersifat wajib, yaitu penyelenggaraan program jaminan sosial, pensiun, dan kesejahteraan.
Eksistensi Bank Indonesia sebagai Bank Sentral dipayungi oleh Pasal 23D UUD 1945, yang menyatakan bahwa “Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggungjawab, dan independensinya diatur
(46)
dengan undang-undang”. Namun perlu digaris bawahi bahwa walaupun UUD 1945 secara eksplisit telah menyatakan hal tersebut, bukanlah berarti kedudukan lembaga Bank Indonesia sejajar dengan Lembaga Tinggi Negara, seperti BPK. Status dan kedudukan hukum bank Indonesia sebagai lembaga negara sudah ditegaskan dalam Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia, yakni “Bank Indonesia adalah lembaga negara yang independen dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya, bebas dari campur tangan dari pemerintah dan / atau pihak-pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur oleh undang-undang ini”.45
Meskipun Bank Indonesia berkedudukan sebagai lembaga negara yang independen, namun dalam melaksanakan tugasnya, ia harus membangun hubungan kerja dan koordinasi yang baik dengan DPR, BPK, Pemerintah maupun
Pasal tersebut sekaligus memberi pengertian bahwa bahwa Bank Indonesia merupakan lembaga negara yang otonomi dan mandiri(independen). Dan itulah sebabnya Bank Indonesia mempunyai otonomi penuh dalam merumuskan dan melaksanakan setiap tugas dan wewenangnya sebagaimana ditentukan dalam undang-undang tersebut. Artinya pihak manapun diluar Bank Indonesia tidak dibenarkan mencampuri pelaksanaan tugas Bank Indonesia. Bahkan Bank Indonesia berkewajiban untuk menolak atau mengabaikan intervensi dalam bentuk apapun dari pihak manapun yang berani mengintervensinya. Itulah sebabnya Bank Indonesia dapat melaksanakan peran dan fungsinya sebagai otoritas moneter secara lebih efektif dan efisien.
(47)
pihak lainnya. Keadaan kedudukan Bank Indonesia yang sedemikian menimbulkan beberapa tanggapan dari beberapa pihak. Ada yang menganggap kedudukan BI harus masuk dalam lembaga negara bantu/penunjang. Dan jika ini terjadi dapat diduga akan membawa implikasi bahwa BI dapat dibubarkan sewaktu-waktu oleh lembaga negara utama lainnya. Sedangkan BI merupakan satu-satunya otoritas tertinggi dalam hal pelaksana moneter di Indonesia.
Sebagai Bank Sentral, Bank Indonesia melaksanakan kebijakan moneter secara berkelanjutan, konsisten, transparan, dan harus mempertimbangkan kebijakan umum pemerintah di bidang perekonomian, yang mempunyai wewenang, antara lain:Menetapkan macam dan harga mata uang, Menekan laju inflasi, Pengaturan kredit atau pembiayaan, dan Penetapan tingkat diskonto dan penetapan cadangan wajib minimum.46
Selain itu, BI sebagai pengatur kebijakan moneter juga mempunyai kewajiban moral untuk mengontrol sumber pendapatan daerah atau pusat (APBD/APBN), terutama berkaitan dengan hasil-hasil kekayaan yang banyak terdapat di daerah. Hal ini kaitannya dengan pengaturan pada Pasal 33 UUDNRI
Kedudukan BI sebagai Bank Sentral akan terkait dengan pengakuan dari negara lain dimana pengakuan dari negara lain ini bertujuan untuk memperoleh kedaulatan. Dengan pengertian bahwa Negara Indonesia mampu mempunyai suatu Bank Sentral sepertri halnya dengan negara asing lainnya sehingga BI memiliki kewibawaan terhadap kekuasaan lain.
(48)
Tahun 1945,47 yang berbunyi :“Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.48
Dasar hukum Kedudukan Bank Indonesia sebagai Lembaga Negara Pemegang Otoritas Tertinggi di bidang Moneter dan Perbankan Negara (Bank Sentral).Dasar hukum kedudukan BI sebagai Bank Sentral, antara lain:
Pasal ini membawa konsekuensi bahwa segala sumber pendapatan pusat maupun daerah yang berasal dari hasil-hasil kekayaan sebagai sumber keuangan negara, harus dibawah pengawasan/kendali/kontrol dari Bank Indonesia sebagai Bank Sentral yang mengatur kebijakan moneter negara.
49
1) Pasal 23A UUDNRI Tahun 1945 2) Pasal 23C UUDNRI Tahun 1945 3) Pasal 23D UUDNRI Tahun 1945
4) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 jo Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan
5) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 Tentang Bank Indonesia
Eksistensi Bank Indonesia selaku Bank Sentral dijamin dalam amandemen UUD 1945 Pasal 23D, yang menyatakan bahwa “Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggungjawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang”.Meskipun eksplisit dinyatakan
47
anggungading.blogspot.co.id/2013/11
48
Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945
49 Zulkarnaen dan Beni Ahmad Saebani, Hukum Konstitusi, Bandung: CV. Pustaka Setia,
(49)
dalam UUD 1945, namun kedudukan lembaga Bank Indonesia tidak termasuk dalam Lembaga Tinggi Negara, seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), yang sama-sama eksistensinya dijamin dalam UUD 1945. Status dan kedudukan hukum bank Indonesia sebagai lembaga negara disebutkan secara tegas pada Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia, yakni:
“Bank Indonesia adalah lembaga negara yang independen dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya, bebas dari campur tangan dari pemerintah dan / atau pihak-pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur oleh undang-undang 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia”.
Pasal tersebut memberi pengertian bahwa bahwa Bank Indonesia merupakan lembaga negara yang otonomi dan mandiri. Sebagai suatu lembaga negara yang independen, Bank Indonesia mempunyai otonomi penuh dalam merumuskan dan melaksanakan setiap tugas dan wewenangnya sebagaimana ditentukan dalam undang-undang tersebut. Pihak luar tidak dibenarkan mencampuri pelaksanaan tugas Bank Indonesia, dan Bank Indonesia juga berkewajiban untuk menolak atau mengabaikan intervensi dalam bentuk apapun dari pihak manapun juga. Untuk lebih menjamin kedudukan khusus kepada Bank Indonesia dalam struktur
Sebagai Lembaga negara yang independen,kedudukan Bank Indonesia tidak sejajar dengan Lembaga Tinggi Negara. Di samping itu, kedudukan Bank Indonesia juga tidak sama dengan
(50)
berada di luar Pemerintah. Status dan kedudukan yang khusus tersebut diperlukan agar Bank Indonesia dapat melaksanakan peran dan fungsinya sebagai otoritas moneter secara lebih efektif dan efisien. Meskipun BI berkedudukan sebagai lembaga negara independen, dalam melaksanakan tugasnya, BI harus membina hubungan kerja dan koordinasi yang baik dengan DPR, BPK, Pemerintah dan pihak lainnya.
Terkait dengan kedudukan BI sebagai lembaga negara, terdapat bermacam-macam pendapat. Ada yang berpendapat bahwa kedudukan BI dimasukkan dalam lembaga negara bantu/penunjang. Jika hal ini ditafsirkan demikian, maka akan menjadi sesuatu yang fatal di kemudian hari. Pengertian lembaga negara bantu adalah lembaga negara yang membantu jalannya lembaga negara utama, dimana apabila tugasnya dianggap sudah selesai atau tidak diperlukan lagi, maka lembaga negara bantu dapat dibubarkan sewaktu-waktu oleh lembaga negara utama (bersifat ad hoc). Apabila kedudukan BI dimasukkan dalam lembaga negara bantu, maka jika ditarik dari pengertian tersebut akan membawa implikasi bahwa BI dapat dibubarkan sewaktu-waktu oleh lembaga negara utama padahal BI merupakan satu-satunya otoritas tertinggi pelaksana moneter di Indonesia sebagaimana yang diatur dalam undang-undang, sehingga apabila ini diterapkan, maka akan menjadi sesuatu yang fatal sekali dalam ketatanegaraan Indonesia. Oleh karena itu, penulis tidak menyebut lembaga negara utama maupun lembaga negara bantu.
Sebagai lembaga negara yang independen, BI bertindak sebagai Bank Sentral Negara Indonesia dimana kedudukannya mewakili/bertindak atas nama Negara
(51)
dalam lingkungan nasional maupun hubungan dengan negara lain. Kedudukan BI sebagai Bank Sentral yang independen tidak disebutkan secara implisit dalam UUD 1945, tetapi dalam Undang Nomor 23 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 Tentang Bank Indonesia disebutkan dalam Pasal 4 ayat (1) bahwa:
“Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia”. Selanjutnya, dalam Pasal 4 ayat (2) bahwa “Bank Indonesia adalah lembaga negara yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan Pemerintah dan/atau pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam undang-undang”.
Sebagai Bank Sentral, Bank Indonesia melaksanakan kebijakan moneter secara berkelanjutan, konsisten, transparan, dan harus mempertimbangkan kebijakan umum pemerintah di bidang perekonomian, yang mempunyai wewenang, antara lain:
a. Menetapkan macam dan harga mata uang, b. Menekan laju inflasi,
c. Pengaturan kredit atau pembiayaan,
d. Penetapan tingkat diskonto dan penetapan cadangan wajib minimum.
(Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia).
Kedudukan BI sebagai Bank Sentral akan terkait dengan pengakuan dari negara lain dimana pengakuan dari negara lain ini bertujuan untuk memperoleh kedaulatan. Dalam artian bahwa Negara Indonesia telah mampu mempunyai suatu
(52)
Bank Sentral seperti di negara-negara lain yang dipercaya untuk melaksanakan kebijakan moneter, sehingga BI harus punya kewibawaan untuk tidak terpengaruh dengan kekuasaan lain. Contohnya adalah kewenangan BI dalam menentukan bentuk uang negara. Bentuk uang negara merupakan salah satu syarat suatu negara itu diakui karena dianggap sudah mampu untuk menentukan nilai uang negaranya sendiri melalui lembaga negara yang diakui untuk melaksanakan kewenangan untuk membentuk uang negara, yaitu Bank Sentral. Melalui bentuk uang ini, maka terdapat pembentukan nilai uang negara dimana BI punya otoritas untuk mengawasi peredaran nilai uang negara tersebut, sehingga apabila dalam Negara Indonesia banyak terjadi pemalsuan uang, maka akan tidak dipercaya oleh negara lain karena Bank Sentral dianggap tidak mempunyai kewibawaan untuk tidak terpengaruh dengan intervensi-intervensi dari luar.
Selain itu, BI sebagai pengatur kebijakan moneter juga mempunyai kewajiban moral untuk mengontrol sumber pendapatan daerah atau pusat (APBD/APBN), terutama berkaitan dengan hasil-hasil kekayaan yang banyak terdapat di daerah. Hal ini kaitannya dengan pengaturan pada Pasal 33 UUDNRI Tahun 1945, yang mengatur:
“Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
Pasal ini membawa konsekuensi bahwa segala sumber pendapatan pusat maupun daerah yang berasal dari hasil-hasil kekayaan sebagai sumber keuangan negara, maka diperlukan kendali/kontrol dari BI sebagai Bank Sentral yang mengatur kebijakan moneter negara.
(53)
C. Status Bank Indonesia Dalam Sistem Pemerintahan Di Indonesia
Sistem ketatanegaraan Indonesia, Bank Indonesia memiliki peran yang amat strategis, yaitu selain sebagai pemegang kas pemerintah, juga berfungsi sebagai Bank Pengontrol peredaran uang. Bank Indonesia atas nama Pemerintah Republik Indonesia dapat menerima pinjaman luar negeri, dapat menatausahakan serta menyelesaikan taguhan dan kewajiban keuangan pemerintah terhadap pihak luar negeri. BahkanhanyaBank Indonesialah merupakan satu-satunya lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan dan mengedarkan uang rupiah serta mencabut, menarik, dan memusnahkan uang dimaksud dari peredaran.50
Struktur Bank Indonesia dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia dapat dilihat melalui bagan berikut :
Bagan 1. Struktur Bank Indonesia Dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia (Sumber :Didik J. Rackhbini:166)51
50 Pasal 20 Undang-Undang No. 23 tahun 1999 Tentang Bank Indonesia
51 Didik J Rachbhini dan Suwidi Tono Bank Indonesia Menuju Independensi Bank
Sentral. Jakarta:PT. Mardi Mulyo, 2000, hlm. 166
MPR
PRESIDEN DPR DPA
PERATURAN PEMERINTAH PERATURAN
BANK INDONESIA
BPK MA
BANK INDONESIA
KEPALA NEGARA
KEPALA PEMERIN TAHAN
(54)
Bank Indonesia adalah bank sentral Republik Indonesia. Sekaligus merupakan lembaga negara yang independen, bebas dari campur tangan Pemerintah dan/atau pihak-pihak lainnya, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam undang-undang ini. Bank Indonesia adalah badan hukum berdasarkan undang-undang ini dengan tugas sebagai berikut :
a. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter
Dalam rangka menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a, maka Bank Indonesia berwenang : menetapkan sasaran-sasaran moneter dengan memperhatikan sasaran laju inflasi yang ditetapkannya; melakukan pengendalian moneter dengan menggunakan cara-cara yang termasuk tetapi tidak terbatas pada : operasi pasar terbuka di pasar uang baik rupiah maupun valuta asing; penetapan tingkat diskonto; penetapan cadangan wajib minimum; dan pengaturan kredit atau pembiayaan.
Adapun cara-cara pengendalian moneter sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat dilaksanakan berdasarkan prinsip syariah yang ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia. Selanjutnya dalam melaksanakan kebijakan moneter lainnya Bank Indonesia dapat memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah untuk jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari kepada Bank untuk mengatasi kesulitan pendanaan jangka pendek Bank yang bersangkutan yang pelaksanaan berdasarkan prinsip syariah. Sebab pemberian kredit wajib dijamin oleh Bank penerima dengan agunan yang berkualitas tinggi dan mudah dicairkan yang nilainya minimal sebesar jumlah kredit atau
(55)
pembiayaan yang diterimanya sesuai dengan peraturan yang ditetapkan Bank Indonesia.
Bank Indonesia melaksanakan kebijakan nilai tukar berdasarkan sistem nilai tukar yang telah ditetapkan, termasuk mengelola cadangan devisa. Selanjutnya dalam pengelolaan cadangan devisa, Bank Indonesia dapat melaksanakan berbagai jenis transaksi devisa serta menerima pinjaman luar negeri.
Selain sebagaimana dikemukakan di atas, Bank Indonesia dapat menyelenggarakan survei secara berkala atau sewaktu-waktu diperlukan yang dapat bersifat makro atau mikro untuk mendukung pelaksanaan tugas Bank Indonesia. Pelaksanaan survei dimaksud dapat dilakukan oleh pihak lain berdasarkan penugasan dari Bank Indonesia. Seterusnya dalam penyelenggaraan survei sebagaimana dimaksudkan UU No. 23 tahun 1999 tersebut setiap badan wajib memberikan keterangan dan data yang diperlukan oleh Bank Indonesia. Namun Bank Indonesia atau pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) UU No. 23 tahun 1999, wajib merahasiakan sumber dan data individual bank dimaksud, kecuali yang secara tegas dinyatakan lain dalam undang-undang.52
Selain itu perlu digaris bawahi bahwa walaupun “nama dan kewenangan bank juga tidak tercantum eksplisit dalam UUD 1945, namun ketentuan yang ada dalam Pasal 23D UUD 1945 cukup tegas menyatakan :”Negara memiliki suatu
(56)
bank senteral yang usunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab dan independensinya diatur dengan Undang-Undang”53
6) Melaksanakan dan memberikan persetujuan dan izin atas penyelenggaraan jasa sistem pembayaran;
b. Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran
Dalam rangka mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b, Bank Indonesia berwenang :
7) Mewajibkan penyelenggara jasa sistem pembayaran untuk menyampaikan laporan tentang kegiatannya; dan
8) Menetapkan penggunaan alat pembayaran yang ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia.54
Bank Indonesia juga berwenang mengatur sistem kliring antarbank dalam mata uang rupiah dan/atau valuta asing. Penyelenggaraan kegiatan kliring antarbank dalam mata uang rupiah dan/atau valuta asing dilakukan oleh Bank Indonesia atau pihak lain dengan persetujuan Bank Indonesia yang pelaksanaannya ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia.
Selain itu Bank Indonesia menylenggarakan penyelesaian akhir transaksi pembayaran antarbank dalam mata uang rupiah dan/atau valuta asing. Sedangkan penyelenggaraan kegiatan penyelesaian akhir transaksi pembayaran antarbank sebagaimana dimaksud, dapat dilakukan oleh pihak lain dengan persetujuan Bank Indonesia melalui penetapan Bank Indonesia.
53Jimly Asshiddiqie 2006 Perkembangan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca
Reformasi Jakarta:Konstitusi Press. Hlm.108
(57)
Dengan demikian dapat diketahui bahwa Bank Indonesia merupakan satu-satunya lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan dan mengedarkan uang rupiah serta mencabut, menarik, dan memusnahkan uang dimaksud dari peredaran tanpa dibebankan apapun termasuk bea meterai.
Selanjutnya jika keadaan memaksa, Bank Indonesia dapat mencabut dan menarik uang rupiah dari peredaran dengan memberikan penggantian dengan nilai yang sama dengan ketentuan jika 5 (lima) tahun sesudah tanggal pencabutan dilakukan, namun masih terdapat uang yang belum ditukarkan, nilai uang tersebut diperhitungkan sebagai penerimaan tahun anggaran berjalan.Artinya uang yang ditukarkan sesudah berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud, diperhitungkan sebagai pengeluaran tahun anggaran berjalan.Sedangkanhak untuk menuntut penukaran uang yang sudah dicabut, tidak berlaku lagi setelah 10 (sepuluh) tahun sejak tanggal pencabutan.
c. Mengatur dan mengawasi bank.
Dalam rangka melaksanakan tugas mengatur dan mengawasi bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf c UU No. 23 tahun 1999, Bank Indonesia menetapkan peraturan, memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan dan kegiatan usaha tertentu dari Bank, melaksanakan pengawasan Bank, dan mengenakan sanksi terhadap Bank sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Sedangkan dalam hal pengaturan, Bank Indonesia berwenang menetapkan ketentuan-ketentuan perbankan yang memuat prinsip kehati-hatian.
Berkaitan dengan kewenangan di bidang perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, Bank Indonesia :a). memberikan dan mencabut izin usaha
(58)
Bank;b). memberikan izin pembukaan, penutupan, dan pemindahan kantor Bank;c). memberikan persetujuan atas kepemilikan dan kepengurusan Bank;d). memberikan izin kepada Bank untuk menjalankan kegiatan-kegiatan usaha tertentu.
Perlu diingat bahwa pengawasan Bank oleh Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 UU tersebut adalah pengawasan langsung dan tidak langsung dengan catatan setiap bankwajib menyampaikan laporan, terhadap Bank Indonesia yang berisikan keterangan, dan penjelasan sesuai dengan tata cara yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Bila perlu perusahaan induk, perusahaan anak, pihak terkait, dan pihak terafiliasi dari Bank harus dilibatkan.
Bank Indonesia melakukan pemeriksaan terhadap Bank, baik secara berkala maupun setiap waktu apabila diperlukan,termasuk terhadap perusahaan induk, perusahaan anak, pihak terkait, pihak terafiliasi, dan debitur Bank. Hal-hal yang wajib diberikan kepada pemeriksa adalah keterangan dan data yang diminta;kesempatan untuk melihat semua pembukuan, dokumen, dan sarana fisik yang berkaitan dengan kegiatan usahanya sertahal-hal lain yang diperlukan.
Bank Indonesia dapat menugasi pihak lain untuk dan atas nama Bank Indonesia melaksanakan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) dan ayat (2).Sedangkan pihak lain yang melaksanakan pemeriksaan, wajib merahasiakan keterangan dan data yang diperoleh dalam pemeriksaan.Syarat-syarat bagi pihak lain yang ditugasi oleh Bank Indonesia sebagaimana dimaksud harus melalui penetapan Bank Indonesia.
(59)
Bank Indonesia dapat memerintahkan Bank untuk menghentikan sementara sebagian atau seluruh kegiatan transaksi tertentu apabila menurut penilaian Bank Indonesia terhadap suatu transaksi patut diduga merupakan tindak pidana di bidang perbankan.NamunBank Indonesia wajib mengirim tim pemeriksa untuk meneliti kebenaran atas setiap dugaan dimaksud.
Jika hasil pemeriksaan tidak memperoleh bukti yang cukup, Bank Indonesia pada hari itu juga harus mencabut perintah penghentian transaksi. Dalam hal keadaan suatu Bank menurut penilaian Bank Indonesia membahayakan kelangsungan usaha Bank yang bersangkutan dan/atau membahayakan sistem perbankan atau terjadi kesulitan perbankan yang membahayakan perekonomian nasional, Bank Indonesia dapat melakukan tindakan sebagaimana diatur dalam undang-undang tentang perbankan yang berlaku.
Tugas mengawasi bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang independen, dan dibentuk dengan undang-undang yang pembentukannya dilaksanakan menurut undang-undang/ketentuan yang berlaku dengan catatan sepanjang lembaga pengawasan belum terbentuk, maka tugas pengaturan dan pengawasan bank akan dilaksanakan oleh Bank Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa Bank Indonesia memiliki keistimewaan jika dibandingkan dengan bank-bank lainnya walaupun berstataus bank pemerintah.
(1)
KATA PENGANTAR
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur Penulis ucapkan kepada Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa dan Maha Kuasa atas nikmat Iman dan Islam, Ridho dan Nikmat lainnya yang begitu tak terhingga yang selalu Penulis terima, dari penulis lahir hingga sekarang termasuk sepanjang proses perkuliahan hingga penyusunan skripsi ini. Skripsi ini berjudul “PERAN DAN FUNGSI BANK INDONESIA DALAM SISTEM KETATANEGARAAN DI INDONESIA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 1999”, Yang disusun untuk memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana dari Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Shalawat beriring salam penulis juga ucapkan kepada junjungan nabi besar Rasulullah Muhammad SAW, semoga kelak kita akan mendapat syafaat dari beliau di yaumil akhir.
Penulis menyadari adanya keterbatasan dalam pengerjaan skripsi ini. Selama proses perkuliahan dan penyusunan skripsi ini, Penulis mendapatkan banyak doa, semangat, saran, motivasi dan dukungan dari berbagai pihak. Terkhusus kepada kedua orang tua Penulis, Mama Tercinta Nazariyah, A.Mpd yang selalau senantiasa mendoakan Penulis, memberikan Semangat, Nasihat dan Motivasi, Kasih sayang yang tiada tiara dan cinta yang kau berikan tulus kepadaku, Semangat dan perjuangan Mama dalam kehidupan adalah pelita yang tak kunjung padam bagiku dalam kegelapan dan keresahan alamiah, Mama tak
(2)
Mama Terima Kasih atas Jalan Hidup yang Mama tempuh untuk bersama kita sampai sekarang. Dan Terima Kasih untuk Papa Tersayang Edy Murya, S.H., M.H. Atas doa, kasih sayang dan keringat, Semoga seluruh peluh dan tetesan keringat yang kau keluarkan dalam perjuanganmu mencari nafkah untuk kami senantiasa berkah dan dibalas dengan Surga.
Penulis juga menyampaikan Terima Kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan serta doanya sehingga skripsi ini daapat diselesaikan, Penulis juga mengucapkan Terima Kasih Kepada :
1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum. selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.
2. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Dr. O.K. Saidin, S.H., M.Hum. selaku Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
4. Ibu Puspa Melati, S.H., M.Hum. selaku Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
5. Bapak Dr. Jelly Leviza, S.H., M.Hum. selaku Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
6. Bapak Dr. Faisal Akbar Nasution, S.H., M.Hum. selaku Ketua Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
(3)
7. Bapak Armansyah, S.H., M.Hum. selaku Dosen Pembimbing I Penulis yang telah banyak memberikan waktu untuk bimbingan dalam penyusunan skripsi ini serta memberi semangat, motivasi, dan nasihat kepada penulis. 8. Bapak Yusrin Nazief, S.H., M.Hum. selaku Dosen Pembimbing II Penulis
yang telah banyak memberikan waktu untuk bimbingan dalam penyusunan skripsi ini serta memberi semangat, motivasi, dan nasihat kepada penulis. 9. Staf pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan terkhusus
Departemen Hukum Tata Negara Universitas Sumatera Utara.
10. Seluruh staf dan pegawai Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan terkhusus Departemen Hukum Tata Negara universitas Sumatera Utara. 11. Terima kasih untuk kembaran Penulis kepada Abangda Al Hasyir, S.AB.
dan Adam Al Ghalib, terima kasih untuk hari-harinya, semangat, dukungan, dan canda tawa, kalian lelaki yang tak tergantikan.
12. Kepada keluarga kedua Penulis, Nyanyak Cut Fitria Marfiza, S.H. dan Ayah Akhirudin, S.H. Terima kasih untuk segala perhatiannya, semangat, nasihat, dan motivasi untuk Penulis
13. Kepada sepupu Penulis saudara Gafur, Saudari Rini dan Saudari Eka, Terkhusus kak Ade Suryani, dan Fadhil Syahputra Terima Kasih untuk semangat serta dukungannya.
14. Keluargaku yang lain yang tak dapat kusebut satu per satu, yang selalu memberikan dukungan untuk menjalani dan menyelesaikan perkuliahan. 15. Kepada sahabat sepermainan Penulis Rahmi Damayanti, Umayra Ulfa,
(4)
untuk semangat dan dukungan serta selalu mengingatkan tentang penyelesaian skripsi Penulis.
16. Teman-teman baik Penulis selama menjalani masa perkuliahan, Sarah, Putri, Ririn, Mika, Haris, (Terkhusus Imran, Dan Hanafi Terimakasih untuk Inspirasi dan Masukan nya) Dan teman-teman sejurusan di Departemen Hukum Tata Negara (Benny, Herry, Ulan, Dina, Garry, Rizal) serta teman-teman lainnya yang tak dapat Penulis sebutkan satu persatu. 17. For someone you are the best, Rachmat Junizar, S.H. I’m send you a
sweet little smile and more more love and Alhamdulillah you have too, Terima kasih untuk hari-harimu yang selalu menemani, Terima kasih untuk segala pertolonganmu dalam segala kesulitan dan kepayahan tahun-tahun terakhir ini, Terima kasih untuk segala Dukungan Semangat, Gerak, Canda, Tawa, Tangisan, Tatap, Binar, Sapaan yang lembut, apapun itu, Thank you for your true love, and your truth love.
Medan, 24 Juni 2016
Penulis
(5)
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... v
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 10
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 10
D. Keaslian Penelitian ... 11
E. Tinjauan Pustaka ... 12
F. Metode Penelitian ... 38
G. Sistematika Penulisan ... 38
BAB II KEDUDUKAN BANK INDONESIA DALAM KETATANEGARAAN DI INDONESIA ... 41
A. Perkembangan Pengaturan Perbankan di Indonesia dan independensi bank Indonesia sebagai lembaga negara ... 41
B. Indenpendensi Bank Indonesia Sebagai Lembaga Negara ... 47
C. Status bank Indonesia dalam Sistem Pemerintahan di Indonesia. ... 55
BAB III PERAN DAN FUNGSI BANK INDONESIA DALAM SISTEM KETATANEGARAAN DI INDONESIA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 1999 ... 62
(6)
B. Peranan dan Fungsi Bank Indoensia dalam mengatur dan
menjaga kelancaran sistem pembayaran ... 69
C. Peranan dan Fungsi Bank Indonesia Mengatur dan Mengawasi Bank. ... 71
BAB IV HUBUNGAN BANK INDONESIA DENGAN OTORITAS JASA KEUANGAN ATAU LEMBAGA PERBANKAN ... 75
A. Hubungan Bank Indonesia dengan Otoritas Jasa Keuangan ... 75
B. Hubungan Bank Indonesia dengan Pemerintah. ... 84
BAB V PENUTUP ... 93
A. Kesimpulan ... 93
B. Saran ... 95 DAFTAR PUSTAKA