Perlindungan Hukum Anak Angkat Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Ditinjau Dari Hukum Islam

(1)

PERLINDUNGAN HUKUM ANAK ANGKAT MENURUT

UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002

DITINJAU DARI HUKUM ISLAM

TESIS

Oleh

ADAWIYAH

097011131/MKn

PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PERLINDUNGAN HUKUM ANAK ANGKAT MENURUT

UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002

DITINJAU DARI HUKUM ISLAM

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan dalam Program Studi Kenotariatan

pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Oleh

ADAWIYAH

097011131/MKn

PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Judul Tesis : PERLINDUNGAN HUKUM ANAK ANGKAT

MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 23

TAHUN 2002 DITINJAU DARI HUKUM ISLAM Nama Mahasiswa : Adawiyah

Nomor Pokok : 097011131

Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. H. M. Hasballah Thaib, MA, PhD) Ketua

(Prof.Dr.Muhammad Yamin,SH,MS,CN) (Notaris Syahril Sofyan, SH, MKn) Anggota Anggota

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof.Dr.Muhammad Yamin, SH,MS,CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 04 Agustus 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. H. M. Hasballah Thaib, MA, PhD Anggota : 1. Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN

2. Notaris Syahril Sofyan, SH, MKn 3. Dr. Ramlan Yusuf Rangkuti, MA 4. Dr. Utary Maharani Barus, SH, MHum


(5)

ABSTRAK

Praktik pengangkatan anak dalam masyarakat Indonesia mempunyai beberapa tujuan antara lain untuk meneruskan keturunan jika dalam suatu perkawinan tidak memperoleh keturunan. Motivasi ini sangat kuat terhadap orang tua yang hendak melakukan pengangkatan anak berdasarkan adat istiadat setempat maupun ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ketentuan ini sangat memberikan jaminan perlindungan bagi anak angkat terhadap orang tua angkatnya.

Ada beberapa permasalahan dalam penelitian yaitu: Bagaimana ketentuan hukum pengangkatan anak menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dan Bagaimana akibat hukum pengangkatan anak menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak serta Bagaimana perlindungan hukum terhadap anak angkat menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 ditinjau dari Hukum Islam dalam praktik hukum di Indonesia.

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengkaji secara yuridis tentang ketentuan hukum pengangkatan anak menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 dan untuk menjelaskan akibat hukum pengangkatan anak. Disamping itu pula, untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap anak angkat menurut Undang-Undang Perlindungan Anak ditinjau dari Hukum Islam dalm praktik hukum di Indonesia.

Untuk mengkaji hal tersebut, dilakukan penelitian dalam bentuk deskriptif dengan pendekatan yuridis normatif yang dilakukan hanya terhadap peraturan-peraturan tertulis. Pengumpulan data diperoleh dari penelitian kepustakaan dan didukung penelitian lapangan ditam bah analisis penetapan pengadilan dan Kantor Catatan Sipil. Alat pengumpulan data primer adalah informan dengan pedoman wawancara sedangkan analisis data dilakukan dengan pendekatan kualitatif dengan menggunakan logika berfikir deduktif dan induktif dalam bidang hukum.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa, pertama, ketentuan hukum

pengangkatan anak di awali dengan peraturan yang berlaku untuk golongan Tionghoa yang semula berlaku hanya untuk anak laki-laki saja tetapi telah berkembang dan berlaku juga terhadap anak perempuan. Dapat juga berdasarkan adat istiadat setempat dalam satu komunitas yang nyata masih melakukan adat istiadat pengangkatan anak yang dilakukan secara jelas dan tunai. Dengan berlakukan Kompilasi Hukum Islam sejalan dengan Undang-Undang Perlindungan Anak bahwa pengangkatan anak dilakukan dengan penetapan pengadilan. Kedua, akibat hukum pengangkatan anak umumnya timbul dengan adanya penetapan pengadilan dengan tidak memutuskan nasab anak angkat dengan orang tua kandungnya, yang beralih adalah hak perwaliannya. Dalam hal pewarisan, pengangkatan anak berdasarkan penetapan pengadilan berhak atas harta warisan dari orang tua angkatnya berdasarkan wasiat wajibah. Ketiga, dengan adanya penetapan pengangkatan anak dari pengadilan maka


(6)

konsekuensinya adalah perlindungan terhadap anak angkat dapat terjamin terhadap perwalian hukum maupun harta warisan dari orang tua angkatnya.

Kemudian disarankan kepada pemerintah untuk melakukan sosialisasi secara khusus tentang pengertian dan pelaksanaan pengangkatan anak melalui berbagai cara dan media untuk dapat memberikan informasi secara luas kepada masyarakat dalam rangka menjamin kepastian hukum terhadap hak-hak anak terlantar dan anak miskin dari aspek hukum.


(7)

ABSTRACT

Adoption of children in Indonesia society has many objectives such as to continue the descent in the childless marriages. This motivation strong to the parents who will adopt children based on the local custom law or based on the provision of valid acts. This term provides the adopted children with protection to their adopting fathers.

There are some matters in this research : what is the law provision, the law consequences, and the law protection, of adoption of children based on Act No. 23 of 2002 concerning to children protection according to the children protection act in the Islamic Law and the law practice in Indonesia.

The objective of this research is to study the law provision on adoption of children juridically based on Act No. 23 of 002 and to describe the law consequences of the adoption of children. In addition, to study the law protection on the adopted children according to the child protection act in the Islamic Law and the law practice in Indonesia.

In order to study the topics, a research is conducted in the descriptive study by normative juridical approach to the written rules. Collecting data is done by the library research and supported by the field study and the analysis of court decisions and civil administration office. The tool of primary data collection is the informant by interview, meanwhile the data analysis is done by qualitative approach using logical deductive and inductive thinking in the law framework.

The result of this research indicates that : first, the law provision on adoption of children began from the valid regulation of Tionghoa ethnic which is only applied to the male children and then developed to the female children. Also based on the local traditional custom law in a community clearly adopting children. By the implementation of the Islamic Law Compilation in the similar way with the Children Protection Act, adopting children is conducted only by the court determination. Second, the law consequences of adoption of children are commonly emerged by the court determination which decides that there is no fate of the adopted children to their owned parents and there is only the transfer of the guardian rights. For the inheritance affairs, the adopted children determined by courts have rights on inheritances from the adopting parents based on wasiat wajibah. Third, the court determination on adopting children has consequences that protect the adopted children against law guardian and the rights on inheritances from the adopting parents.

It is suggested to the government to do socialization especially about the definition and implementation of adoption of children through any methods and media in order to give public information widely and to guarantee the law protection against the rights of poor and homeless children in the law aspect.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT, atas berkah rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis ini, penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan yang tidak luput dari hamba Allah yang memiliki kekurangan, meskipun demikian penulis masih memiliki harapan bahwa tulisan penulis ini dapat penulis pergunakan sebagai sajian ilmu pengetahuan yang dapat membantu penulis khususnya dan pembaca pada umumnya mengenai anak angkat sebagai tambahan ilmu pengetahuan sesuai dengan judul tesis penulis yaitu: PERLINDUNGAN HUKUM ANAK ANGKAT MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 DITINJAU DARI HUKUM ISLAM ”.

Di dalam penulisan tesis ini, penulis menghadapi berbagai tantangan akan tetapi karena banyak pihak-pihak yang memberikan bantuan baik secara moril maupun materil, memberikan sumbangsih pemikiran kepada penulis sehingga memudahkan penulis dalam menulis tesis ini.

Besarnya arti bantuan pihak-pihak kepada penulis, ucapan rasa terima kasih yang tidak terhingga penulis ucapkan kepada:

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc (CTM), Sp.A (K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada kami untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister Kenotariatan pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.


(9)

2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan selaku dosen yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis dan selalu memberikan semangat kepada penulis untuk tetap giat dalam menambah ilmu pengetahuan.

3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN selaku Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan dan selaku Dosen Pembimbing penulis dalam pembuatan tesis ini, yang telah membimbing penulis dengan ilmu pengetahuan sehingga penulis memiliki tambahan ilmu pengetahuan.

4. Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, M.Hum selaku Sekretaris Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, meskipun selalu sibuk dalam melaksanakan tugasnya namun masih sempat memperhatikan dan berdiskusi dengan mahasiswa/i dalam menyelesaikan permasalahan yang berhubungan dengan perkuliahan.

5. Bapak Prof. H.M. Hasballah Thaib, MA selaku dosen dan dosen pembimbing dalam penulisan tesis ini. Penulis tidak dapat membalas semua ilmu dan kebaikan yang bapak berikan. Hanya kata dan usaha yang dapat penulis lakukan semoga penulis dapat berhasil dalam menjalani hidup dan mempergunakan ilmu yang bapak berikan. Semoga Bapak tetap dalam lindungan Allah SWT.

6. Bapak Notaris Syahril Sofyan, SH, MKn selaku dosen dan dosen pembimbing yang banyak membimbing penulis dalam pembuatan tesis ini, yang telah


(10)

memberikan semangat kepada penulis dan banyak memberikan ilmu tanpa pamrih kepada penulis, dosen yang sangat terpuji yang dapat dijadikan panutan. Terima kasih atas ilmu dan sikap baik bapak yang menyemangati penulis, semoga bapak tetap dalam lindungan Allah SWT.

7. Seluruh Bapak dan Ibu dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara khususnya Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan yang telah memberikan ilmu pengetahuan, jasa dan budi yang tak terbalaskan oleh penulis sehingga dapat menyelesaikan studi dan menghasilkan karya tulis ini.

8. Para pegawai/staf pada program studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang banyak membantu penulis dalam menyelesaikan administrasi perkuliahan.

9. Kedua orang tua penulis, Ayahanda tercinta H. Efendi Nasution yang tak pernah berhenti menyayangi penulis dan tak mengenal lelah mendukung penulis baik secara moril dan materil untuk memperoleh pendidikan yang baik sebagai bekal kehidupan menjadi anak yang berguna, dan kepada ibunda Hj. Halimah Lubis yang tercinta, dengan uluran tangan dan doa-doanya yang telah mendidik penulis, membesarkan penulis dengan penuh kasih sayang, ya Allah, limpahkanlah rahmat dan hidayah-Mu kepada kedua orang tuaku, jadikanlah kedua orang tuaku orang yang Engkau ridhoi dan limpahkanlah segala kebaikan dan kebahagiaan dunia dan akhirat. Amin.


(11)

10.Adik-adik yang penulis sayangi: Hj. Hannida Fatmi Nasution, SE dan Ashari, Hj. Hannimi Nasution, SE.Ak, H. Hasanul Aswadi Nasution, SE.Ak, MSi dan Ervida Aisyah, SE. Yang telah memberikan nasehat, dukungan dan menyayangi penulis selama ini.

11.Teristimewa kepada suami tercinta Waymin Arief, yang telah menyayangi dan memberikan dukungan kepada penulis serta anak-anakku tersayang : Farrel Maulana, Musyaffa Hirzy dan Rumaisha Arifani, semoga menjadi anak yang sholeh dan sholeha.

12.Seluruh rekan sejawat di Universitas Muslim Nusantara Medan, semoga segala kebaikan dan dukungan moril yang telah diberikan menjadi amal ibadah dan membawa kebahagiaan.

13.Kepada teman-teman seperjuangan dalam pendidikan dan menyelesaikan tesis ini khususnya Rudi Haposan Siahaan, Lila Meutia, Bukhari Muhammad, Gomsalati, Netty Sumiati dan M. Taufik dari Kelas Penyetaraan Tahun 2009, semoga tetap terjalin silahturahmi diantara kita semua.

Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang selah memberikan saran dan pendapat ilmiah sebagai bahan masukan penulisan tesis ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, semoga kiranya amal kebaikan dan keikhlasannya dibalas oleh Allah SWT, Amin. Mohon maaf bagi pihak yang belum disebutkan, walaupun karya ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan, besar harapan


(12)

penulis agar kiranya dapat berguna bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya.

Medan, 04 Agustus 2010 Penulis,


(13)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. Identitas Pribadi

Nama : ADAWIYAH NASUTION

Tempat/ Tanggal Lahir : Medan, 23 Maret 1970

Alamat : Jl. Pabrik Tenun No.87 Medan

Agama : Islam

Status Pribadi : Kawin

II. Keluarga

Nama Ayah : H. Efendy Nasution, S.E

Nama Ibu : Hj. Halimah Lubis

Anak ke : 1 (Pertama) dari 4 (Empat) bersaudara

Nama Suami : Waymin Arief

Nama Anak : 1. Farrel Maulana

2. Musyaffa Hirzy

3. Rumaisha Arifani

III. Pekerjaan : Dosen / Notaris

IV. Pendidikan :

SDN 060833 Medan : Tahun 1982

SMP Amir Hamzah Medan : Tahun 1985

SMA Negeri 4 Medan : Tahun 1988

S1 (Strata Satu) Fakultas Hukum

Universitas Islam Sumatera Utara (UISU) : Tahun 1993

C.N (Candidat Notaris)

Program Spesialis Kenotariatan USU : Tamat 1999

Program Studi Magister Kenotariatan


(14)

DAFTAR ISI

Hal

ABSTRAK ... . i

ABSTRACT... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... ix

DAFTAR ISI ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan ... . 14

C. Tujuan Penelitian ... 14

D. Manfaat Penelitian ... 15

E. Keaslian Penelitian ... 15

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 17

G. Metode Penelitian ... 25

BAB II KETENTUAN HUKUM PENGANGKATAN ANAK UNDANG- MENURUT UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK... 28


(15)

A. Dasar Hukum Pengangkatan Anak ... 28

B. Pengertian Umum Pengangkatan Anak ... 30

C. Tata Cara Permohonan Pengangkatan Anak Dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Republik Indonesia ... 51

D. Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak ... 59

BAB III AKIBAT HUKUM PENGANGKATAN ANAK MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK ... 71

A. Akibat Hukum Pengangkatan Anak ... 71

B. Pencatatan Anak Angkat Dalam Catatan Sipil ... 79

C. Perwalian Terhadap Anak Angkat ... 83

D. . Hak Waris Terhadap Anak Angkat ... 85

E. Wasiat Wajibah Terhadap Anak Angkat Menurut Kompilasi Hukum Islam ... 86

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK ANGKAT DALAM PRAKTEK HUKUM DI INDONESIA ... 98 A. Hukum Pengangkatan Anak Berdasarkan Putusan


(16)

Pengadilan Agama ... . 98

B. . Perlindungan Hukum Terhadap Anak Angkat ... 99

C. Pelaksanaan dan kendala Yang Dihadapi Dalam Penerapan Perlindungan Hukum Terhadap Anak Angkat ... 105

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 112

A. Kesimpulan ... 112

B. .. Saran ... 114

DAFTAR PUSTAKA ... 115


(17)

ABSTRAK

Praktik pengangkatan anak dalam masyarakat Indonesia mempunyai beberapa tujuan antara lain untuk meneruskan keturunan jika dalam suatu perkawinan tidak memperoleh keturunan. Motivasi ini sangat kuat terhadap orang tua yang hendak melakukan pengangkatan anak berdasarkan adat istiadat setempat maupun ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ketentuan ini sangat memberikan jaminan perlindungan bagi anak angkat terhadap orang tua angkatnya.

Ada beberapa permasalahan dalam penelitian yaitu: Bagaimana ketentuan hukum pengangkatan anak menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dan Bagaimana akibat hukum pengangkatan anak menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak serta Bagaimana perlindungan hukum terhadap anak angkat menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 ditinjau dari Hukum Islam dalam praktik hukum di Indonesia.

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengkaji secara yuridis tentang ketentuan hukum pengangkatan anak menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 dan untuk menjelaskan akibat hukum pengangkatan anak. Disamping itu pula, untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap anak angkat menurut Undang-Undang Perlindungan Anak ditinjau dari Hukum Islam dalm praktik hukum di Indonesia.

Untuk mengkaji hal tersebut, dilakukan penelitian dalam bentuk deskriptif dengan pendekatan yuridis normatif yang dilakukan hanya terhadap peraturan-peraturan tertulis. Pengumpulan data diperoleh dari penelitian kepustakaan dan didukung penelitian lapangan ditam bah analisis penetapan pengadilan dan Kantor Catatan Sipil. Alat pengumpulan data primer adalah informan dengan pedoman wawancara sedangkan analisis data dilakukan dengan pendekatan kualitatif dengan menggunakan logika berfikir deduktif dan induktif dalam bidang hukum.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa, pertama, ketentuan hukum

pengangkatan anak di awali dengan peraturan yang berlaku untuk golongan Tionghoa yang semula berlaku hanya untuk anak laki-laki saja tetapi telah berkembang dan berlaku juga terhadap anak perempuan. Dapat juga berdasarkan adat istiadat setempat dalam satu komunitas yang nyata masih melakukan adat istiadat pengangkatan anak yang dilakukan secara jelas dan tunai. Dengan berlakukan Kompilasi Hukum Islam sejalan dengan Undang-Undang Perlindungan Anak bahwa pengangkatan anak dilakukan dengan penetapan pengadilan. Kedua, akibat hukum pengangkatan anak umumnya timbul dengan adanya penetapan pengadilan dengan tidak memutuskan nasab anak angkat dengan orang tua kandungnya, yang beralih adalah hak perwaliannya. Dalam hal pewarisan, pengangkatan anak berdasarkan penetapan pengadilan berhak atas harta warisan dari orang tua angkatnya berdasarkan wasiat wajibah. Ketiga, dengan adanya penetapan pengangkatan anak dari pengadilan maka


(18)

konsekuensinya adalah perlindungan terhadap anak angkat dapat terjamin terhadap perwalian hukum maupun harta warisan dari orang tua angkatnya.

Kemudian disarankan kepada pemerintah untuk melakukan sosialisasi secara khusus tentang pengertian dan pelaksanaan pengangkatan anak melalui berbagai cara dan media untuk dapat memberikan informasi secara luas kepada masyarakat dalam rangka menjamin kepastian hukum terhadap hak-hak anak terlantar dan anak miskin dari aspek hukum.


(19)

ABSTRACT

Adoption of children in Indonesia society has many objectives such as to continue the descent in the childless marriages. This motivation strong to the parents who will adopt children based on the local custom law or based on the provision of valid acts. This term provides the adopted children with protection to their adopting fathers.

There are some matters in this research : what is the law provision, the law consequences, and the law protection, of adoption of children based on Act No. 23 of 2002 concerning to children protection according to the children protection act in the Islamic Law and the law practice in Indonesia.

The objective of this research is to study the law provision on adoption of children juridically based on Act No. 23 of 002 and to describe the law consequences of the adoption of children. In addition, to study the law protection on the adopted children according to the child protection act in the Islamic Law and the law practice in Indonesia.

In order to study the topics, a research is conducted in the descriptive study by normative juridical approach to the written rules. Collecting data is done by the library research and supported by the field study and the analysis of court decisions and civil administration office. The tool of primary data collection is the informant by interview, meanwhile the data analysis is done by qualitative approach using logical deductive and inductive thinking in the law framework.

The result of this research indicates that : first, the law provision on adoption of children began from the valid regulation of Tionghoa ethnic which is only applied to the male children and then developed to the female children. Also based on the local traditional custom law in a community clearly adopting children. By the implementation of the Islamic Law Compilation in the similar way with the Children Protection Act, adopting children is conducted only by the court determination. Second, the law consequences of adoption of children are commonly emerged by the court determination which decides that there is no fate of the adopted children to their owned parents and there is only the transfer of the guardian rights. For the inheritance affairs, the adopted children determined by courts have rights on inheritances from the adopting parents based on wasiat wajibah. Third, the court determination on adopting children has consequences that protect the adopted children against law guardian and the rights on inheritances from the adopting parents.

It is suggested to the government to do socialization especially about the definition and implementation of adoption of children through any methods and media in order to give public information widely and to guarantee the law protection against the rights of poor and homeless children in the law aspect.


(20)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, bahkan anak dianggap sebagai harta kekayaan yang paling berharga dibandingkan kekayaan harta benda lainnya, anak sebagai amanah Tuhan yang harus senantiasa dijaga dan dilindungi karena dalam diri anak melekat harkat, martabat dan hak-hak anak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi.

Hak asasi anak merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam Undang-undang Dasar 1945 dan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang hak – hak anak. Dilihat dari sisi kehidupan berbangsa dan bernegara, anak adalah pewaris dan sekaligus potret masa depan bangsa dimasa datang, generasi penerus cita-cita bangsa sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan.

Keinginan untuk memiliki anak adalah hal yang alami karena manusia memiliki akal sehat dan keinginan. Dengan akal fikiran manusia dapat menelaah serta mengkaji sesuatu agar terasa bermanfaat dan disisi lain keinginan tersebut mendorong manusia berusaha untuk memperolehnya bahkan terkadang menjurus kepada hal yang tidak mampu dan diluar kuasa manusia.


(21)

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak telah menegaskan bahwa pertanggungjawaban orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara merupakan rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara terus menerus demi terlindunginya hak-hak anak.1 Rangkaian kegiatan tersebut harus terus berkelanjutan dan terarah guna menjamin pertumbuhan dan perkembangan anak baik fisik, mental, spiritual maupun sosial. Tindakan ini dimaksudkan untuk mewujudkan kehidupan terbaik bagi anak yang diharapkan sebagai penerus bangsa yang potensial dan memiliki jiwa nasionalisme berdasarkan akhlak mulia dan nilai pancasila serta berkemauan keras menjaga kesatuan dan persatuan bangsa.

Upaya perlindungan terhadap anak perlu dilaksanakan sedini mungkin yaitu sejak dari janin dalam kandungan sampai anak berumur 18 (delapan belas) tahun. Hal ini bertitik tolak dari konsepsi perlindungan anak yang utuh, menyeluruh dan komprehensif. Undang-undang perlindungan anak juga harus meletakkan kewajiban memberikan perlindungan kepada anak berdasarkan asas-asas non diskriminatif, kepentingan yang terbaik bagi anak, hak untuk hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan serta penghargaan terhadap pendapat anak.

Dalam melakukan pembinaan, pengembangan dan perlindungan anak diperlukan peran masyarakat baik melalui lembaga perlindungan anak, lembaga keagamaan, lembaga swadaya masyarakat, organisasi kemasyarakatan, organisasi sosial, dunia usaha, media massa atau lembaga pendidikan.

1

Ahmad Kamil, Hukum Perlindungan dan Pengangkatan Anak di Indonesia, Raja Grafindo


(22)

Pengangkatan anak dan anak angkat termasuk bagian substansi dari hukum perlindungan anak yang telah menjadi bagian dari hukum yang hidup dan berkembang dalam masyarakat sesuai dengan adat istiadat dan motivasi yang berbeda-beda serta perasaan hukum yang hidup dan berkembang di masing-masing daerah walaupun di Indonesia masalah pengangkatan anak belum diatur secara khusus dalam undang-undang tersendiri.

Hal penting yang harus digarisbawahi bahwa pengangkatan anak harus dilakukan dengan proses penetapan pengadilan. Jika hukum berfungsi sebagai penjaga ketertiban dan rekayasa sosial, maka pengangkatan anak yang harus dilakukan melalui penetapan pengadilan dimaksudkan untuk kemajuan kearah penertiban praktik hukum pengangkatan anak yang hidup ditengah-tengah masyarakat. Agar peristiwa pengangkatan anak itu dikemudian hari memiliki kepastian hukum baik bagi anak angkat maupun bagi orang tua angkat. Praktik pengangkatan anak yang dilakukan melalui pengadilan tersebut telah berkembang baik dilingkungan Pengadilan Negeri maupun dalam lingkungan Pengadilan Agama bagi mereka yang beragama Islam.

Pengangkatan anak dikalangan masyarakat Indonesia mempunyai beberapa tujuan/motivasi. Motivasinya antara lain untuk meneruskan keturunan jika dalam sebuah perkawinan tidak memperoleh keturunan2. Motivasi ini sangat kuat terhadap pasangan suami istri yang tidak mungkin melahirkan anak. Tujuan pengangkatan

2

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak


(23)

anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan yang terbaik bagi anak dan dilakukan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku3. Ketentuan ini sangat memberikan jaminan perlindungan bagi anak yang sifatnya memang sangat tergantung dari orang tuanya.

Adanya motivasi lain yang terjadi dimasyarakat misalnya adanya pasangan suami istri yang paham benar atas kondisi mereka masing-masing, dengan beberapa alasan mereka antara lain adanya keengganan memiliki anak setelah melewati batas usia yang aman untuk melahirkan, kurangnya keinginan untuk mengandung dan melahirkan dan kemampuan mereka sudah tidak memungkinkan lagi untuk melahirkan seorang anak, sehingga salah satu cara untuk memiliki anak dapat dilakukan dengan mengangkat anak.

Ada juga fakta nyata yang telah dialami beberapa waktu yang lalu dengan adanya bencana alam gempa bumi yang diikuti dengan tsunami, akibat bencana tersebut meninggalkan anak-anak yang kehilangan orang tuanya sehingga beberapa pasangan suami istri dengan itikad baik untuk mengasuh dan mendidik anak-anak korban gempa tersebut. Secara yuridis hal tersebut dapat dilakukan berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku. Secara sosiologi dan nilai-nilai kultur juga berpengaruh terhadap seorang anak yang di angkat oleh orang tua angkatnya yang bukan berkewarganegaraan dan keyakinan yang sama.

Praktik pengangkatan anak dengan motivasi komersial, perdagangan, sekedar untuk pancingan dan setelah memperoleh anak kemudian anak angkat

3


(24)

siakan sangat bertentangan dengan hak-hak yang melekat pada anak. Oleh karena itu, pengangkatan anak harus dilandasi oleh semangat kuat untuk memberikan pertolongan dan perlindungan sehingga masa depan anak angkat akan lebih baik lagi.

Terhadap pengangkatan anak yang sesuai dengan budaya dan akidah masyarakat Indonesia dengan tidak memutuskan hubungan darah antara anak yang diangkat dengan orang tua kandungnya4. Hal penting yang harus disadari bagi calon orang tua angkat dan orang tua kandung bahwa calon orang tua angkat haruslah seagama dengan agama yang di anut oleh calon anak angkat karena pengaruh agama orang tua angkat terhadap anak angkat hanya memiliki satu arah dari orang tua angkat dengan anak angkatnya dan jika hal ini terjadi maka sangat melukai hati nurani serta akidah orang tua kandung dari anak angkat tersebut5.

Pengangkatan anak juga dapat dapat dilakukan oleh Warga Negara Asing terhadap anak Indonesia. Namun harus sesuai dengan ketentuan hukum yang mengatur tentang pengangkatan anak antar warga Negara. Pasal 39 angka 4 Undang-Undang Perlindungan Anak menyatakan bahwa pengangkatan anak oleh Warga Negara Asing hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir. Apabila asal usul anak yang akan diangkat tidak diketahui maka agama anak diseuaikan dengan agama penduduk disekitar anak tersebut ditemukan6.

4

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,

Pasal 39 ayat 3.

5

Fauzan, Pengangkatan Anak Bagi Keluarga Muslim Wewenang Absolute Peradilan Agama,

Majalah Mimbar Hukum, Edisi Desember 1999, No.X, hal. 56.

6

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak


(25)

Adanya hubungan nasab anak angkat dengan orang tua kandungnya tidak terputus oleh lembaga pengangkatan anak, orang tua kandung tetap memiliki hak untuk menjalankan hak dan kewajibannya sebagai orang tua kandung. Maka, orang tua angkat wajib memberitahukan kepada anak angkatnya mengenai asal usulnya dan orang tua kandungnya. Pemberitahuan ini dilakukan dengan memperhatikan kesiapan anak yang bersangkutan7.

Hubungannya dengan bimbingan dan pengawasan terhadap anak angkat, Pasal 41 Undang-Undang Perlindungan Anak menegaskan bahwa pemerintah dan masyarakat melakukan bimbingan dan pengawasan terhadap pelaksanaan pengangkatan anak yang lebih lanjut diatur dengan peraturan pemerintah.

Pengangkatan anak merupakan hal yang wajar dilakukan sesuai dengan keadaan yang dialami oleh orang tua angkatnya sehingga yang menjadi perhatian dalam pengangkatan anak ini adalah pemberian hak untuk hidup bagi seorang anak, mereka masih membutuhkan kecukupan nafkah serta perlindungan hidup dan pendidikan.

Keberadaan lembaga pengangkatan anak di Indonesia sebagai lembaga hukum masih belum memadai sehingga penyelesaian masalah pengangkatan anak yang ada dimasyarakat dapat ditinjau dari berbagai aspek hukum. Hukum adat yang merupakan

The Living Law berlaku bagi masyarakat adat setempat, hukum Islam bersumber dari Al-Qur’an dan Hadist juga mengatur masalah ini bagi ummat Islam, ketentuan hukum

7

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak


(26)

barat yang bersumber dari Hukum Perdata BW (Burgerlijk Wetboek) berlaku juga di Indonesia.8

Ketentuan Hukum Perdata BW tidak mengatur tentang masalah adopsi atau lembaga pengangkatan anak namun beberapa pasal menjelaskan masalah pewarisan dengan istilah anak luar kawin atau anak yang diakui (Erkend kind) selain itu di Indonesia juga terdapat keanekaragaman hukum yang berbeda antara daerah yang satu dengan daerah yang lainnya sesuai dengan lingkungan hukum adatnya masing-masing yang berbeda pula pengaturan hukum masalah status anak angkat.9

Secara konstitusional keberadaan hukum Islam mendapat pengakuan dalam Pasal 29 ayat (1) dan (2) UUD 1945 hasil amandemen yang berbunyi : (1). Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa, (2). Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut agama dan kepercayaannya itu.

Pemaknaan Pasal 29 UUD 1945 diberikan oleh Wirjono Prodjodikoro. Ia menyebutkan bahwa pembentukan Departemen Agama di Indonesia yang mengurus persoalan yang berhubungan dengan kehidupan keagamaan memiliki dasar kuat dalam Pasal 29 UUD 1945.10 Dengan demikian kepentingan-kepentingan rakyat mengenai kehidupan keagamaan mendapat perhatian serius dari pemerintah. Hal ini berarti penyelenggaraan kehidupan keagamaan termasuk positifikasi hukum agama menjadi tugas dan tangung jawab pemerintah.

8

Azhar Basyir, Hukum Adat Bagi Ummat Islam, UII Press, Yogyakarta, 1986, hal.10.

9Ibid, hal.11.

10


(27)

Salah satu ajaran agama Islam adanya keharusan memberikan perhatian kepada fakir miskin dan anak terlantar. Keharusan bagi umat Islam seperti ini telah dikukuhkan dalam Pasal 34 UUD 1945. Pasal ini memperkuat dasar hukum kewajiban negara untuk mewujudkan pesan agama Islam. Agama Islam menganjurkan untuk memberikan perhatian kepada fakir miskin dan anak yatim. Pasal 34 UUD 1945 bila dihubungkan dengan Pasal 29 UUD 1945 jelas menunjukkan bahwa pesan agama menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari pesan yang di emban oleh UUD 1945. Maka, negara Republik Indonesia harus berusaha sekuat tenaga untuk mewujudkan harapan ini.

Dalam beberapa hal telah tampak adanya perhatian negara untuk mewujudkan cita-cita Pasal 34 UUD 1945 tersebut. Akan tetapi dalam hal perhatian kepada anak-anak yang telah kehilangan orang tua, dalam keadaan terlantar, belum ada usaha pemerintah untuk merumuskan suatu cara penanggulangannya. Untuk menanggulangi anak-anak yang telah kehilangan orangtua, cara yang paling aman adalah melalui pencarian orang tua pengganti dengan cara pengangkatan anak.

Dalam ajaran Islam “pengangkatan anak” sangat dilarang. Pelarangan ini erat kaitannya dengan larangan pemanggilan seseorang anak yang lepas dari identitas orang tua kandungnya. Pengangkatan anak dalam tradisi jahiliyah membawa konsekuensi saling mewarisi antara anak angkat dan orang tua angkat.

Pengangkatan anak dapat memutuskan hubungan hukum dengan orang tua kandungnya dan bahkan panggilan terhadap anak angkat dinasabkan kepada orang


(28)

tua angkat. Tradisi ini jelas tidak sesuai dengan Al-Qur’an dalam surah Al-Ahzab ayat (4) dan (5) yang artinya:

”... dan ia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu sendiri yang demikian ituhanyalah perkataan di mulut saja dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan menunjukkan jalan yang benar. Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka, itulah yang lebih adil pada sisi Allah dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka maka (panggilah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula (pengabdi) kamu. Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang disengaja oleh hatimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.

Menurut ayat (4) Surat Al-Ahzab ini adalah bahwa anak angkat bukanlah anak kandung, menyebutkan namanya saja tidak boleh dinasabkan kepada ayang angkatnya dilanjutkan dengan ayat (5) yang maksudnya agar tidak menyesatkan hubungan darah karena tidak jelasnya hubungan darah yang dapat berakibat pada kelirunya rancangan perkawinan dan pada akhirnya dapat menyesatkan pembagian harta warisan. Gangguan seperti inilah yang ingin dihindari oleh ajaran Islam agar kedudukan nasab antara anak dan orang tua kandung tidak terputus.

Nabi Muhammad saw melakukan pengangkatan anak bukan bermaksud untuk memutuskan hubungan nasab dengan orang tua kandung tetapi karena didasarkan pada rasa belas kasihan. Ajaran ini menjadi dasar kuat bagi keberadaan anak angkat sepanjang tidak mengaburkan pertalian keturunannya. Pengangkatan anak atas dasar


(29)

belas kasihan merupakan bagian dari berbuat baik sesuai ajuran Qur’an surat Al-Maidah ayat (2) yaitu:

”Berlomba-lombalah berbuat kebajikan dan bertolong-tolonglah dalam melakukan kebaikan dan jangan bertolong-tolongan dalam dosa dan permusuhan”.

Pengangkatan anak sebagaimana dimaksud dalam Q.S. Al-Ahzab ayat 5 adalah pembatalan penyebutan dalam arti membangsakan seorang anak kepada selain ayahnya sendiri. Jadi, Kompilasi Hukum Islam berdasarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 1991 dimaksudkan untuk menjawab beberapa persoalan hukum yang dihadapi umat Islam di Indonesia. Pasal 209 Kompilasi Hukum Islam mengakui adanya ketentuan peralihan hak anak angkat atau orang tua angkat. Ketentuan ini sangat menggembirakan karena selama ini masyarakat melakukan pengangkatan anak secara diam-diam tanpa memahami adanya ketentuan tentang wasiat wajibah yang memberikan hak kepada anak angkat dan atau orang tua angkat atas harta peninggalan dari orang tua angkat atau anak angkat, pengangkatan anak itu harus dilakukan dengan penetapan pengadilan.

Pengangkatan anak yang dilarang dalam ajaran Islam adalah pengangkatan yang mengarah kepada putusnya hubungan hukum antara anak angkat dengan orang tua kandung termasuk dalam hal panggilan nasab. Namun, jika pengangkatan anak didasarkan pada rasa belas kasihan dan saling bantu membantu bukanlah sesuatu yang dilarang bahkan dianjurkan dalam agama Islam. Pengertian yang terakhir inilah


(30)

yang disimpulkan oleh pengkaji garis hukum yang sekarang termuat dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI).

Kehadiran Kompilasi Hukum Islam ditengah-tengah masyarakat Indonesia merupakan suatu fakta bahwa masyarakat muslim Indonesia berkeinginan untuk melaksanakan ajaran Islam dengan sebenarnya, maka dalam Keputusan Menteri Agama RI Nomor 154 Tahun 1991 pada diktum pemerintah dinyatakan: seluruh lingkungan instansi tersebut dalam menyelesaikan masalah-masalah dibidang hukum perkawinan, kewarisan, perwakafan sedapat mungkin menerapkan Kompilasi Hukum Islam disamping peraturan perundang-undangan lainnya.

Pengakuan adanya anak angkat dalam perundang-undangan telah lebih konkrit dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak memuat beberapa syarat pengangkatan anak dimaksud dalam Pasal 39 sampai dengan Pasal 41. Syarat dan kriteria yang dicantumkan dalam undang-undang ini sesuai dan sejalan dengan penafsiran-penafsiran yang sudah diyakini oleh umat Islam.

Komitmen pemerintah untuk memberikan perlindungan terhadap anak telah ditinjaklanjuti dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Undang-undang ini mengatur tentang berbagai ,opaya yang dilakukan dalam rangka perlindungan, pemenuhan hak-hak dan peningkatan kesejahteraan anak. Salah satu solusi untuk menangani permasalahan anak dimaksud yaitu dengan memberi kesempatan bagi orang tua yang mampu untuk melaksanakan


(31)

pengangkatan anak. Tujuan pengangkatan anak hanya dapat dilakukan bagi kepentingan terbaik anak dan harus berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku dan berdasarkan adat kebiasaan setempat.

Mengingat banyaknya penyimpangan yang terjadi dalam masyarakat atas pelaksanaan pengangkatan anak yaitu pengangkatan anak dilakukan tanpa melalui prosedur yang benar, pemalsuan data, perdagangan anak bahkan telah terjadi jual beli organ tubuh anak.

Untuk itu perlu pengaturan tentang pelaksanaan pengangkatan anak baik yang dilakukan pemerintah maupun oleh masyarakat yang dituangkan dalam bentuk peraturan pemerintah. Dengan berlakunya peraturan pemerintah ini dimaksudkan agar pengangkatan anak dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku sehingga dapat mencegah terjadinya penyimpangan yang pada akhirnya dapat melindungi dan meningkatkan kesejahteraan anak demi kepentingan terbaik bagi anak.

Kemudian lahir Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Undang-Undang ini tidak ada yang mengatur secara langsung tentang anak angkat tetapi apabila ditelusuri secara mendalam, peraturan ini dapat digunakan untuk menghindari kekerasan terhadap anak didalam rumah tangga, bahkan seharusnya memberi peluang dalam hal pengangkatan anak. Terhadap Anak tiri, anak orang miskin atau anak yang orangtuanya telah bercerai, jika mendapat jalan keluar melalui pengangkatan anak tentu saja kekerasan itu dapat dihindari atau dikurangi.


(32)

Masalah kewenangan Pengadilan Agama untuk melakukan penetapan anak angkat dipertegas kembali dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Pada Pasal 49 huruf a angka (20) menyatakan bahwa Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutuskan dan menyelesaikan perkara ditingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam dibidang penetapan asal usul seorang anak dan penetapan pengangkatan anak berdasarkan hukum Islam.

Banyaknya anak terlantar, anak miskin dalam aktivitas sosial tentu saja diperlukan walinya. Siapakah wali untuk anak terlantar, tentu saja jawabannya tidak ada wali untuk anak terlantar. Kalau rumus pengangkatan anak ditutup rapat, padahal setiap anak yang berurusan dengan hukum selalu ada pertanyaan atau pernyataan mengenai orang tua atau wali dan apabila wali nasabnya tidak ada, tentu saja perwalian akan beralih kepada wali yang lain. Satu-satunya cara yang lebih pasti dan meyakinkan untuk terwujudnya perlindungan anak dari tindak kekerasan terhadapnya adalah ketika anak yang bersangkutan memiliki orang tua angkat atau wali. Orang tua angkat dapat bertindak sebagai wali.

Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut di atas, maka dilakukan penelitian ini dengan judul ”Perlindungan Hukum Anak Angkat Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Ditinjau Dari Hukum Islam”.


(33)

B. Permasalahan

Bertitik tolak dari uraian diatas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan dalam penelitian adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana ketentuan hukum pengangkatan anak menurut Undang-Undang

Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

2. Bagaimana akibat hukum pengangkatan anak menurut Undang-Undang Nomor

23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

3. Bagaimana perlindungan hukum terhadap anak angkat menurut Undang-Undang

Nomor 23 Tahun 2002 ditinjau dari Hukum Islam dalam praktik hukum di Indonesia.

C. Tujuan Penelitian

Dari permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka yang menjadi tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk menjelaskan ketentuan hukum pengangkatan anak menurut Undang-

Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

2. Untuk menjelaskan akibat hukum pengangkatan anak menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

3. Untuk menjelaskan perlindungan hukum terhadap anak angkat menurut

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 ditinjau dari Hukum Islam dalam praktik hukum di Indonesia.


(34)

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis.

1. Secara teoritis, penelitian ini dapat memberi manfaat dalam bidang ilmu pengetahuan dan menjadi bahan kajian lebih lanjut untuk melahirkan peraturan perundang-undangan tentang perlindungan hukum hak anak angkat menurut Undang-Undang Perlindungan Anak maupun Hukum Islam.

2. Secara praktis, dari hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi para pihak dalam menyelesaikan permasalahan terhadap pengangkatan anak dan bagi masyarakat sebagai bahan masukan untuk mengetahui tata cara pengangkatan anak, fungsi serta perlindungan hukum anak angkat.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran kepustakaan khususnya di lingkungan Universitas Sumatera Utara, penelitian mengenai perlindungan hak anak angkat menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 di tinjau dari Hukum Islam belum pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya, namun beberapa penelitian yang membahas mengenai masalah hak anak angkat, antara lain diteliti oleh :

1. Tresna Hariadi, NIM 027011065, mahasiswi Program Pasca Sarjana Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara tahun 2004, berjudul Hak Anak Angkat Dari Orang Tua Angkat dalam Hukum Islam (Studi Pada Pengadilan Agama Medan). Permasalahan dalam tesis ini adalah :


(35)

1. Apakah yang menjadi dasar pertimbangan bagi Pengadilan Agama Medan dalam memberikan harta peninggalan orang tua angkat kepada anak angkat ?

2. Bagaimanakah pandangan hukum Islam dan Pengadilan Agama Medan dalam

menentukan hak anak angkat atas harta peninggalan orang tua angkatnya ? 3. Bagaimanakah ukuran keadilan yang diterapkan Pengadilan Agama Medan

untuk menentukan hak anak angkat ?

2. T. Dewi Melfi Hamid, NIM 047011067, mahasiswi Program Pasca Sarjana

Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara tahun 2006, berjudul Tinjauan Yuridis Terhadap Pengangkatan Anak (Adopsi) Warga Negara Indonesia Oleh Warga Negara Asing (Studi Kasus di Departemen Sosial Republik Indonesia). Permasalahan dalam tesis ini adalah :

1. Faktor-faktor apakah yang menyebabkan seseorang melakukan pengangkatan

anak ?

2. Bagaimanakah akibat hukum yang ada dari setiap pengangkatan anak menurut Hukum Perdata dan Hukum Islam ?

3. Bagaimanakah kedudukan Hukum Perdata dan Hukum Islam dalam

melindungi hak anak angkat ?

Akan tetapi dari segi materi, substansi dan permasalahan serta pengkajian dalam penelitiannya berbeda sama sekali, dengan demikian penelitian ini adalah asli.


(36)

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Kerangka teori merupakan ”kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, thesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan (problem), yang menjadi bahan perbandingan , pegangan teoritis yang mungkin disetujui ataupun tidak disetujui.11

Kerangka teori12 adalah penentuan tujuan dan arah penelitian dalam memilih konsep-konsep yang tepat guna pembentukan hipotesa-hipotesanya. Teori itu bukanlah pengetahuan yang sudah pasti tetapi harus dianggap petunjuk analisis dari hasil penelitian yang dilakukan sehingga merupakan masukan eksternal bagi penelitian ini.

Pembahasan mengenai keterlambatan negara merespon perlindungan hukum terhadap anak angkat, teori utama yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah

11

M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994, hal. 80.

Kemudian juga disebutkan teori yang dimaksud disini adalah penjelasan mengenai gejala yang terdapat dalam dunia fisik tersebut tetapi merupakan suatu abstaraksi intelektual dimana pendekatan secara rasional digabungkan dengan pengalaman empiris. Artinya teori ilmu merupakan suatu penjelasan rasional yang didukung oleh fakta empiris untuk dapat dinyatakan benar. Oleh karena itu,

Soerjono Soekanto menyebutkan lima macam kegunaan dari teori yaitu: pertama, teori berguna untuk

lebih mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta yang hendak diteliti atau diuji kebenarannya.

Kedua, teori sangat berguna dalam mengembangkan sistem klasifikasi fakta, membina struktur

konsep-konsep serta memperkembangkan defenisi-defenisi. Ketiga, teori biasanya merupakan suatu

ikhtisar dari hal-hal yang telah diketahui serta diuji kebenarannya yang menyangkut objek yang

diteliti. Keempat, teori memberikan kemungkinan pada prediksi fakta mendatang oleh karena telah

diketahui sebab-sebab terjadinya fakta tersebut dan kemungkinan faktor-faktor tersebut akan timbul

lagi pada masa yang akan datang. Kelima, teori memberikan petunjuk terhadap

kekurangan-kekurangan pada pengetahuan penelitian. Soerjono Soekanto, Beberapa Aspek Sosial Yuridis dan

Mayarakat, Bandung, Alumni, 1983, hal. 111-112. 12 Ibid,

hal. 129. Soerjono Soekanto menyebutkan bahwa didalam penelitian hukum juga dapat disusun dengan menerangkan metode klasifikasi dan memilih ruang lingkup yang akan diteliti.


(37)

teori kedaulatan negara (Staats-Souvereiniteit)13 yang dikemukakan oleh Jean Bodin dan George Jelinek.

Menurut teori kedaulatan negara, kekuasaan tertinggi ada pada negara, negara mengatur dan melindungi kehidupan anggota masyarakatnya. Negara yang berdaulat melindungi kehidupan anggota masyarakatnya terutama anggota masyarakat yang lemah. Pasal 34 Undang-Undang Dasar 1945 merupakan ketentuan dasar yang mengatur fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara. Teori kedaulatan negara berhubungan dengan teori kedaulatan hukum (rechtsouvereiniteit)

dan teori kedaulatan rakyat.

Menurut teori kedaulatan rakyat, kekuasaan tertinggi ada ditangan rakyat14. Hukum dibuat oleh parlemen15 melalui wakil-wakil rakyat. Oleh karena itu, wajar bila rakyat menaati dan melaksanakan ketentuan hukum yang dibuat oleh wakil-wakil rakyat melalui organ-organ negara yang dibentuk berdasarkan hukum administrasi negara.

Organ-organ negara itu adalah lembaga legislatif, eksekutif dan yudikatif yang dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya harus mengayomi

13

Soehino, Ilmu Negara, edisi ketiga, Yogyakarta, Liberty, 1998, hal.154-155. Teori

kedaulatan rakyat akan berfungsi apabila didukung oleh teori pengayoman dan teori perlindungan. 14

Budi Ispriyarso, Hubungan Fungsional antara kedaulatan Rakyat dan Kedaulatan Hukum

terhadap Perkembangan Hukum Administrasi Negara, dalam Dimensi-Dimensi Pemikiran Hukum

Administrasi Negara, Yogyakarta, UII Pers, 2001. 15

J.S Badudu dan S.M Zein, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Cet.2, Jakarta, Pustaka Sinar

Harapan, 1996, hal. 1005, yang menyatakan bahwa parlemen adalah badan yang terdiri dari wakil-wakil yang terpilih melalui pemilihan umum. Hukum yang diciptakan melalui parlemen akan berkembang dan hidup dalam masyarakat karena dibuat dan diterima oleh anggota masyarakat . konsekuensinya, negara diterima oleh rakyat untuk intervensi dalam berbagi aktivitas keperdataan melalui keterlibatan organ-organ kekuasaan negara.


(38)

masyarakatnya terutama perlindungan hukum terhadap hak-hak anak yatim dan anak miskin.

Anak yatim dan anak miskin yang telah ditentukan menjadi tanggung jawab negara harus ada jalan keluar yang realistik. Tanggung jawab negara tidak hanya dalam bentuk mendirikan panti asuhan tetapi juga merumuskan perundang-undangan yang dapat memberikan perlindungan keapda anak yatim dan anak miskin. Negara mempunyai kekuasaan untuk mewujudkan perlindungan hak dari anak angkat ini.

Di samping teori utama yang dipergunakan sebagai alat analisis penelitian ini, juga akan didukung dengan beberapa teori lain sebagai teori pendukung atau wacana yaitu teori kemaslahatan hukum dan teori perwalian. Setiap orang harus ada walinya. Wali itu dapat terdiri dari orang tuanya atau orang lain yang ditunjuk oleh orang tuanya atau ditetapkan oleh pengadilan. Wali ini penting dalam hubungannya dengan perkawinan bila yang bersangkutan perempuan, berkaitan dengan harta benda dan pewarisan.

Sebagaimana telah disebutkan bahwa teori perwalian sebagai teori pendukung, teori ini penting diikutsertakan karena pada dasarnya semua orang harus ada walinya. Wali terhadap anak secara realitas memang sangat dibutuhkan. Setiap ada urusan tentang anak selalu dikaitkan dengan orang tua atau walinya.

Teori pendukung lain atau wacana yang berikutnya dalam analisis ini adalah teori keadilan16, merupakan teori yang menganalisis dan menjelaskan tentang hak

16

Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Jilid 8, Bandung, Al-Maarif, 1994, hal. 160, menyebutkan


(39)

mengasuh, merawat, memelihara dan mewujudkan perlindungan hak-hak anak. Dapat dipastikan adanya ketidakadilan apabila anak yang telah hilang orang tuanya tidak mendapat perhatian apapun dari orang lain atau juga tidak adil apabila orang tua yang tidak memperoleh anak tidak mendapat tempat mencurahkan kasih sayangnya.17

Perlindungan anak merupakan suatu bidang pembangunan nasional. Hakikat pembangungan nasional adalah membangun manusia seutuhnya. Melindungi anak adalah melindungi manusia yaitu membangun manusia seutuhnya. Mengabaikan masalah perlindungan anak tidak akan memantapkan pembangunan nasional.

Akibat tidak adanya perlindungan anak akan menimbulkan berbagai permasalahan sosial, yang dapat menggangu ketertiban, keamanan dan pembangunan nasional. Berarti perlindungan anak yang salah satu upayanya melalui pengangkatan anak harus diusahakan apabila ingin mensukseskan pembangunan nasional kita.

Teori pengayoman dapat juga sebagai teori pendukung lainnya. Hukum melindungi manusia secara aktif dan pasif. Secara aktif, dengan memberikan perlindungan yang meliputi berbagai usaha untuk menciptakan keharmonisan dalam masyarakat dan mendorong manusia untuk melakukan hal-hal yang manusiawai. Melindungi secara pasif adalah memberikan perlindungan dalam berbagai kebutuhan,

burung itu mengepit telur di bawah sayapnya. Begitu pula dengan perempuan (ibu) yang mengasuh anaknya. Mengasuh anak yang masih kecil hukumnya wajib sebab mengabaikannya berarti menghadapkan anak-anak yang masih kecil kepada bahaya kebinasaan. Lihat Mat Saad Abd. Rahman,

Undang-Undang Keluarga Islam, Aturan Perkawinan, Shas Alam, Selangor Daerah Ehsan Malaysia,

Hizbi, 2002, hal. 121, mengatakan hadhanah bermaksud pemeliharaan anak-anak yang masih kecil

baik laki-laki atau perempuan. 17

A. Hamid Saarong, Kedudukan Anak Angkat Dalam Sistem Hukum Indonesia, ringkasan


(40)

menjaga ketertiban dan keamanan, taat hukum dan peraturan sehingga manusia yang diayomi dapat hidup damai dan tentram.18

Perlindungan hukum terhadap hak-hak anak diatur dalam Pasal 22 Undang-Undang Perlindungan Anak, didalamnya diatur bahwa negara dan pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab memberikan dekungan dan prasarana dalam menyelenggarakan perlindungan anak. Pasal 23 ayat (1) menyebutkan negara dan pemerintah mengawasi penyelenggaraan perlindungan anak.

Kemudian Pasal 24 juga menyebutkan negara dan pemerintah menjamin anak untuk mempergunakan haknya dalam menyampaikan pendapat sesuai dengan usia dan tingkat kecerdasan anak.selanjutnya Pasal 25 menyebutkan bahwa kewajiban dan tanggung jawab masyarakat terhadap perlindungan anak dilaksanakan melalui peran masyarakat dalam menyelenggarakan perlindungan anak.

2. Konsepsi

Kerangka konsepsional ini penting dirumuskan agar tidak tersesat kepemahaman lain, diluar maksud penulis. Konsepsional ini merupakan alat yang dipakai oleh hukum disamping unsur lainnya seperti asas dan standar. Oleh karena itu, kebutuhan untuk membentuk konsepsional merupakan salah satu sari hal-hal yang dirasakan penting dalam hukum. Konsepsional adalah suatu konstruksi mental

18

Soediman Kartohadiprodjo, Pengantar Tata Hukum Indonesia, Pembangunan, Jakarta,


(41)

yaitu sesuatu yang dihasilkan oleh suatu proses yang berjalan dalam pikiran penelitian untuk keperluan analisis.19

Dalam bahasa Latin, kata conceptus (dalam bahasa Belanda, begrip) atau pengertian merupakan hal yang dimengerti. Pengertian bukanlah merupakan defenisi

yang dalam bahasa Latin adalah defenitio. Defenisi tersebut berarti perumusan (dalam bahasa Belanda onschrijving) yang pada hakekatnya merupakan suatu bentuk ungkapan pengertian disamping aneka bentuk lain yang dikenal didalam epistimologi atau teori ilmu pengetahuan20. Dalam kerangka konsepsional diungkapkan beberapa konsepsional atau pengetian yang akan dipergunakan sebagai dasar penelitian hukum.21

Di sini terlihat dengan jelas bahwa suatu konsepsional atau suatu kerangka konsepsional pada hakikatnya merupakan suatu pengarah atau pedoman yang lebih konkrit dari kerangka teoritis (tinjauan pustaka) yang sering kali masih bersifat abstrak. Namun, suatu kerangka konsepsional terkadang dirasakan masih juga abstrak sehingga diperlukan defenisi operasional yang akan menjadi pegangan konkrit didalam proses penelitian.22 Maka konsepsional merupakan defenisi dari apa yang

19

Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, Bandung, Citra Aditya Bakti, 1996 dan Aminuddin dan H.

Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2005, hal.

48-49. 20

Konsep berbeda dengan teori, dimana teori biasanya terdiri dari pernyataan yang

menjelaskan hubungan kausal antara dua variable atau lebih. Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian

Kualitatif, Edisi III, Yogyakarta, Roke Sarasni, 1996, hal. 22-23 dan 58-59, Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Ibid dan Aminuddin dan H. Zainal Asikin, Ibid.

21

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, UI Press, 1986, hal. 21.

22

Satjipto Rahardjo, Op.cit, hal. 30 dan Aminuddin dan H. Zainal Asikin, Pengantar Metode


(42)

perlu diamati, konsepsional terdiri dari variabel-variabel yang ingin menentukan adanya hubungan empiris.23

Untuk dapat menjawab permasalahan dalam penelitian ini perlu didefenisikan beberapa konsep dasar sehingga diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan penelitian yang telah ditentukan. Konsep tersebut yaitu:

1. Perlindungan hukum adalah kepastian akan perlindungan yang diberikan oleh aturan-aturan atau norma-norma yang telah dibuat dengan tujuan untuk menciptakan keamanan, ketertiban dan keadilan di dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara tanpa membedakan suku, agama, ras, adat istiadat karena semua warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum24 .

Penyelenggaraan perlindungan hukum terhadap anak angkat meliputi berbagai aspek kehidupan dengan mengacu kepada hak-hak asasi anak yang melekat padanya sejak anak itu dilahirkan. Setiap anak mendapat perlindungan untuk beribadah menurut agamanya25 .

23

Koentjaraningrat, et-al, Metode-metode Penelitian Masyarakat, Cet 3, Jakarta, Gramedia,

1980, hal.21.

24

Perlindungan hukum terhadap hak-hak anak diatur dalam Pasal 22 Undang-Undang Perlindungan Anak bahwa negara dan pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab memberikan dukungan sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan perlindungan anak dan Pasal 23 ayat (2) menyebutkan negara dan pemerintah mengawasi penyelenggaraan perlindungan anak. Menurut penjelasan Pasal 22 disebutkan dukungan sarana dan prasarana misalnya sekolah, lapangan bermain, lapangan olahraga, rumah ibadah, balai kesehatan dan lain-lain.

25

Iman Jauhari, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam Keluarga Poligami, Pustaka

Bangsa, Jakarta, 2003, hal. 86-87. Menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Perlindungan Anak juga menjelaskan tentang perlindungan anak yaitu segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Dijelaskan juga mengenai perlindungan hukum terhadap hak-hak anak diatur dalam Pasal


(43)

2. Perlindungan Anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

3. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun termasuk anak yang masih dalam kandungan.

4. Hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara. Hak mempunyai dua makna yang asasi yaitu: (1) sekumpulan kaidah dan nash yang mengatur dasar-dasar yang harus ditaati dalam hubungan manusia sesama manusia baik mengenai orang maupun harta bendanya, (2) kekuasaan menguasai sesuatu atau sesuatu yang wajib atas seseorang bagi selainnya26 .

5. Anak angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan dan membesarkan anak tersebut kedalam lingkungan keluarga orang angkatnya berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan.

22 Undang-Undang Perlindungan Anak bahwa negara dan pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab memberikan dukungan sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan perlindungan anak dan Pasal 23 ayat (2) menyebutkan negara dan pemerintah mengawasi penyelenggaraan perlindungan anak. Lebih lanjut lagi disebutkan untuk dukungan sarana dan prasarana antara lain: sekolah, lapangan bermain, lapangan olahraga, rumah ibadah, balai kesehatan dan lain-lain.

26 Ibid,

hal. 87. Menurut Tengku M Hasbi Ash Shiddieqy sebagaimana dikutip oleh Iman

Jauhari, Hak menurut pengertian yang umum adalah suatu ketentuan yang dengannya syara


(44)

6. Kompilasi Hukum Islam adalah aturan atau norma-norma yang berdasarkan Al-Qur’an, Al-Hadist dan Ijma’ para ulama yang hanya berlaku di Indonesia.

7. Peraturan perundang-undangan adalah aturan-aturan atau norma-norma yang diterbitkan atau dikeluarkan oleh pemerintah untuk mengatur permasalahan yang berkembang didalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Peraturan hukum adalah memberikan tata tertib dan menjamin adanya kepastian hukum didalam masyarakat tetap dipelihara sebaik-baiknya dengan harapan setiap warga taat mematuhi peraturan hukum yang berlaku.

G. Metode Penelitian 1. Spesifikasi Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif, maksudnya suatu penelitian yang menggambarkan, menelaah, menjelaskan dan menganalisis hukum baik dalam bentuk teori maupun praktek dari hasil penelitian di lapangan27tentang perlindungan hukum anak angkat menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 ditinjau dari hukum Islam. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan peraturan perundang-undangan, khususnya yang menyangkut Undang-Undang Perlindungan Anak dan peraturan pelaksanaannya. Sifat penelitian ini adalah juridis normatif yaitu penelitian kepustakaan atau studi dokumen yang dilakukan atau ditujukan hanya terhadap peraturan-peraturan yang tertulis atau bahan hukum yang lain28.

27

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta,1986, hal. 63.

28


(45)

2. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data diperoleh dari penelitian kepustakaan yang didukung penelitian lapangan. Penelitian kepustakaan (library research) yaitu menghimpun data dengan melakukan penelaahan bahan kepustakaan atau data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier29. 1). Bahan hukum primer adalah bahan-bahan hukum yang mengikat, yaitu

a). Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. b). Undang-Undang Dasar 1945.

c). Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. d). Kompilasi Hukum Islam.

e). Peraturan Pemerintah Tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak. f). Surat Edaran Mahkamah Agung RI Tentang Pengangkatan Anak.

2). Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukumprimer seperti hasil-hasil penelitian dan karya ilmiah dari kalangan hukum yang berhubungan dengan perlindungan hukum anak angkat. 3). Bahan hukum tertier adalah bahan pendukung di luar bidang hukum seperti kamus

ensiklopedi atau majalah yang terkait dengan perlindungan hak anak angkat.

3. Alat Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan 2 (dua) alat pengumpulan data yaitu :

29

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,


(46)

1. Studi dokumen yaitu untuk mengumpulkan data sekunder yang terkait dengan permasalahan yang diajukan dengan caramempelajari buku-buku, hasil penelitian dan dokumen-dokumen perundang-undangan yang terkait selanjutnya digunakan untuk kerangka teoritis pada penelitian lapangan.

2. Wawancara yaitu menghimpun data dengan melakukan wawancara kepada

informan yang terkait dengan perlindungan hukum anak angkat.

4. Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian tesis ini adalah analisis data kualitatif yaitu analisis data yang tidak mempergunakan angka-angka tetapi berdasarkan atas peraturan perundang-undangan, pandangan-pandangan dari nara sumber sehingga dapat menjawab permasalahan dari penelitian ini.

Semua data yang diperoleh disusun secara sistematis, diolah dan diteliti serta di evaluasi kemudian data dikelompokkan atas data yang sejenis untuk kepentingan analisis. Sedangkan evaluasi dan penafsiran dilakukan secara kualitatif yang dicatat satu persatu untuk dinilai kemungkinan persamaan jawaban. Oleh karena itu, data yang telah dikumpulkan kemudian diolah, dianalisis secara kualitatif dan diterjemahkan secara logis sistematis untuk selanjutnya ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode pendekatan deduktif. Kesimpulan adalah jawaban khusus atas permasalahan yang diteliti sehingga diharapkan akan memberikan solusi atas permasalahan dalam penelitian ini.


(47)

BAB II

KETENTUAN HUKUM PENGANGKATAN ANAK MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002

TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

A. Dasar Hukum Pengangkatan Anak

Pengamatan Mahkamah Agung memberikan suatu pendapat bahwa permohonan pengesahan atau pengangkatan anak yang telah diajukan ke Pengadilan Negeri yang kemudian diputus tampak kian bertambah. Baik yang merupakan permohonan khusus pengesahan pengangkatan anak yang menunjukkan adanya perubahan pergeseran dan variasi-variasi pada motivasinya30.

Keadaan tersebut merupakan gambaran bahwa kebutuhan masyarakat tentang pengangkatan anak ditengah-tengah masyarakat semakin bertambah dan dirasakan bahwa untuk memperoleh jaminan kepastian hukum hanya didapat setelah memeperoleh putusan pengadilan31.

Pengadilan Negeri atau Pengadilan Agama dalam menjalankan tugas pokok kekuasaan kehakiman menerima, memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan perkara yang diajukan kepadanya antara lain permohonan pengesahan atau pengangkatan anak yang harus mengacu kepada hukum terapannya.

Sebagaimana telah diuraikan diatas bahwa Mahkamah Agung sendiri sebagai penanggung jawab atas pembinaan teknis peradilan mengakui bahwa

30

Soedharyo Soimin, Himpunan Dasar Hukum Pengangkatan Anak, Jakarta, Sinar Grafika,

2004, hal. 28.

31


(48)

peraturan perundang-undangan dalam bidang pengangkatan anak Warga Negara Indonesia oleh Warga Negara Asing ternyata tidak mencukupi untuk pelaksanaannya. Namun ada beberapa peraturan hukum yang dapat dijadikan rujukan bagi hakim dalam menjalankan tugas pokok kekuasaan kehakiman tentang pengangkatan anak, antara lain :

1. Staatsblad 1917 Nomor 129, Pasal 5 sampai dengan Pasal 15 mengatur masalah adopsi yang merupakan kelengkapan dari KUHPerdata/BW yang ada, khusus berlaku bagi golongan masyarakat keturunan Tionghoa.

2. Surat Edaran Mahkamah Agung RI (SEMA) Nomor 2 Tahun 1979 tertanggal 17

April 1979 tentang pengangkatan anak yang mengatur prosedur hukum mengajukan permohonan pengesahan dan atau permohonan pengangkatan anak, memeriksa dan mengadilinya oleh pengadilan.

3. Surat Edaran Mahkamah Agung RI (SEMA) Nomor 6 Tahun 1983 tentang

penyempurnaan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 2 Tahun 1979 yang mulai berlaku sejak tanggal 30 September 1983.

4. Keputusan Menteri Sosial RI Nomor 41/HUK/KEP/VII/1984 tentang Petunjuk

Pelaksanaan Perizinan Pengangkatan Anak, yang mulai berlaku sejak tanggal 14 Juni 1984.

5. Bab VIII Bagian Kedua dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang mulai berlaku sejak tanggal 22 Oktober 2002.


(49)

6. Surat Edaran Mahkamah Agung RI (SEMA) Nomor 3 Tahun 2005 tentang Pengangkatan Anak, berlaku mulai tanggal 8 Februari 2005.

7. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan atas Undang-Undang

Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Pada Pasal 49 huruf a angka 20 menyatakan bahwa Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutuskan dan menyelesaikan perkara ditingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam dibidang penetapan asal usul seorang anak dan penetapan pengangkatan anak berdasarkan hukum Islam.

8. Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan Pengangkatan

Anak. Peraturan ini mengatur tentang berbagai upaya yang dilakukan dalam rangka perlindungan, pemenuhan hak-hak dan peningkatan kesejahteraan anak. 9. Beberapa yurisprudensi Mahkamah Agung dan putusan pengadilan yang telah

berkekuatan hukum tetap dan dalam praktik peradilan telah diikuti oleh hakim-hakim berikutnya dalam memutuskan atau menetapkan perkara yang sama secara berulang-ulang dalam waktu yang lama sampai sekarang.

B. Pengertian Umum Pengangkatan Anak

Untuk memberikan pengertian tentang pengangkatan anak, dapat dibedakan dari dua sudut pandang yaitu pengertian secara etimologi dan secara terminologi. Secara etimologi, adopsi berasal dari kata adoptie (Bahasa Belanda) atau adopt (adoption) dalam Bahasa Inggris yang berarti pengangkatan anak, mengangkat anak. Pengertian dalam bahasa Belanda menurut kamus hukum berarti pengangkatan


(50)

seorang anak untuk dianggap sebagai anak kandungnya sendiri. Adopsi jika diartikan dalam bahasa Indonesia berarti anak angkat atau mengangkat anak.32

Secara terminologi, para ahli mengemukakan beberapa rumusan tentang pengertian adopsi, antara lain Soerojo Wignjodipuro dalam bukunya Pengantar dan Azas-azas Hukum Adat, memberikan batasan-batasan sebagai berikut ;

Pengangkatan anak (Adopsi) adalah suatu perbuatan pengambilan anak orang lain kedalam keluarga sendiri sedemikian rupa sehingga antara orang yang memungut anak dan anak yang dipungut itu timbul suatu hubungan hukum yang sama seperti yang ada antara orang tua dengan anak kandungnya sendiri.33

Adanya istilah anak angkat karena seseorang mengambil anak atau dijadikan anak oleh orang lain sebagai anaknya. Anak angkat itu mungkin seorang anak laki-laki atau anak perempuan.34 Meskipun ada yang membedakan antara pengertian adopsi dengan pengertian anak angkat, tapi hal ini hanya dilihat dari sudut etimologi dan sistem hukum negara yang bersangkutan.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Pasal 1 angka 9 menjelaskan anak angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah atau orang lain yang bertanggung jawab

32

Muderis Zaini, Adopsi, Suatu Tinjauan Dari Tiga Sistem Hukum, Sinar Grafika, Jakarta,

1992, hal. 4. 33

Soerjono Wignjodipuro, 1995, Pengantar dan Azas-Azas Hukum Adat, Sinar Grafika,

Jakarta, hal. 11.

34

B. Bastian Tafal, 1983, Pengangkatan Anak Menurut Hukum Adat Serta Akibat-Akibat


(51)

atas perawatan, pendidikan dan membesarkan anak tersebut kedalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan putusan atas penetapan pengadilan.

Menurut Kompilasi Hukum Islam Pasal 171 huruf h, anak angkat adalah anak yang dalam hal pemeliharaan untuk hidupnya sehari-hari, biaya pendidikan dan sebagainya beralih tanggung jawabnya dari orang tua kandung kepada orang tua angkatnya berdasarkan putusan pengadilan.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak, Pasal 1 menjelaskan anak angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan dan membesarkan anak tersebut kedalam lingkungan keluarga orang tua angkat. Pengangkatan anak adalah suatu perbuatan hukum yang mengalihkan seorang anak dari lingkungan kekuasaan orang tua, wali yang sah atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan dan membesarkan anak tersebut ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkat.

Orang tua angkat adalah orang yang diberi kekuasaan untuk merawat, mendidik dan membesarkan anak berdasarkan peraturan perundang-undangan dan adat kebiasaan.

Perlindungan terhadap anak di Indonesia termasuk anak angkat bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh dan berkembang secara optimal sesuai harkat dan martabatnya serta mendapat


(52)

perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia dan sejahtera.

Disamping hak-hak yang dijamin oleh undang-undang tersebut, anak-anak termasuk juga anak angkat memiliki kewajiban-kewajiban sebagai kewajiban asasi yang juga harus dilaksanakan oleh seorang anak antara lain menghormati orang tua, wali dan masyarakat.

Defenisi anak angkat dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak memberikan beberapa istilah tentang anak dan dari masing-masing istilah tersebut dapat memberikan gambaran konsepsi yang berbeda-beda.

Dalam Pasal 1 dapat ditemukan beberapa istilah dimaksud yaitu anak terlantar, anak yang menyandang cacat, anak yang memiliki keunggulan, anak angkat dan anak asuh. Masing-masing istilah tersebut telah diberikan pengertiannya secara defenitif.

Anak telantar adalah anak yang tidak terpenuhi kebutuhannya secara wajar baik fisik, mental, spiritual maupun sosial. Anak yang menyandang cacat adalah anak yang mengalami hambatan fisik dan/ atau mental sehingga mengganggu pertumbuhan dan perkembangannya secara wajar. Anak yang memiliki keunggulan adalah anak yang mempunyai kecerdasan luar biasa atau memiliki potensi dan/ atau bakat istimewa (Pasal 1 angka 8).35

Pengangkatan anak dan anak angkat termasuk bagian substansi dari hukum perlindungan anak yang telah menjadi bagian dari hukum yang hidup dan

35


(53)

berkembang dalam masyarakat sesuai dengan adat istiadat dan motivasi yang berbeda-beda serta perasaan hukum yang hidup dan berkembang di masing-masing daerah walaupun di Indonesia masalah pengangkatan anak tersebut belum diatur secara khusus dalam undang-undang tersendiri.

Hukum adalah keadilan (iustitia) atau ius/recht (dari regere/memimpin), maka hukum menandakan peraturan yang adil tentang kehidupan masyarakat sebagaimana yang dicita-citakan. Undang-Undang berasal dari kata lege/wet merupakan suatu nama yang digunakan untuk memenuhi tuntutan secara tertulis. Peraturan hukum adalah memberikan tata tertib dan menjamin adanya kepastian hukum didalam masyarakat tetap dipelihara sebaik-baiknya dengan harapan setiap warga taat mematuhi peraturan hukum yang berlaku.36

Di Indonesia, pengangkatan anak telah menjadi kebutuhan masyarakat dan menjadi bagian dari sistem hukum keluarga karena menyangkut kepentingan perorangan dalam keluarga. Oleh karena itu, lembaga pengangkatan anak (adopsi) yang telah menjadi bagian budaya masyarakat akan mengikuti perkembangan situasi dan kondisi seiring dengan tingkat kecerdasan serta perkembangan masyarakat itu sendiri.

1. Pengangkatan Anak Dalam Staatsblad Tahun 1917 Nomor 129

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW) tidak mengenal satu ketentuan yang mengatur masalah pengangkatan anak (adopsi), yang ada hanyalah

36


(1)

2. Akibat hukum pengangkatan anak menurut Staatsblad 1917 Nomor 129 adalah terputusnya hubungan nasab anak angkat dengan orang tua kandungnya dan disejajarkan kedudukan hukumnya dengan anak kandung dari orang tua angkatnya. Secara hukum anak angkat mempunyai nama keturunan dari orang yang mengangkatnya dan anak angkat menjadi ahli waris dari orang tua angkatnya. Menurut Hukum Adat, akibat hukum pengangkatan anak berbeda-beda, Dalam Hukum Islam, pengangkatan anak merujuk kepada ketentuan Kompilasi Hukum Islam yang selaras dengan konsep Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002, dimana pengangkatan anak dilakukan dengan penetapan atau putusan pengadilan dengan tidak memutuskan nasab anak angkat dengan orang tua kandungnya, yang beralih adalah hak perwalian atas anak tersebut. Dalm hal pewarisan, anak angkat yang telah mendapat putusan atau penetapan pengadilan berhak atas harta warisan dari orang tua angkatnya berdasarkan wasiat wajibah yang diatur dalam Pasal 209 KHI.

3. Perlindungan hukum terhadap anak angkat dalam Pasal 1 Undang-Undang Perlindungan Anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Dengan adanya putusan/penetapan pengangkatan anak dari pengadilan konsekuensinya adalah bahwa perlindungan terhadap anak tersebut dapat


(2)

terjamin baik dari perwalian hukum maupun harta warisan dari orang tua angkatnya yang mendapat bagian tidak lebih dari 1/3 bagian dari jumlah warisan Orang Tua angkatnya.

B. SARAN

1. Pemerintah perlu melakukan sosialisasi secara khusus tentang pengertian dan pelaksanaan pengangkatan anak melalui berbagai cara atau media baik media massa maupun media elektronik untuk dapat memberi informasi secara luas kepada masyarakat dalam rangka menjamin kepastian hukum terhadap hak-hak anak terlantar dan anak orang miskin dari aspek hukum.

2. Mengingat banyaknya penyimpangan yang terjadi dalam masyarakat dalam melaksanakan pengangkatan anak, hendaknya perlu pengaturan yang lebih konkrit lagi baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun dimasyarakat berdasarkan adat istiadat setempat sehingga dapat mencegah terjadinya penyimpangan-penyimpangan yang tidak diinginkan tersebut.

3. Agar pemerintah segera merevisi Instruksi Presiden Nomor 1 tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam dan membuat peraturan perundang-undangan yang lebih menjamin rasa keadilan sesuai dengan syariah Islam yang telah ditentukan dalam Al-Qur’an dan Hadist.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-Buku

Abdullah, Abdul Ghani, Pengantara Kompilasi Hukum Islam Dalam Tata Hukum Islam Indonesia. Gema Insani Press, Jakarta, 1994

Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Akademi Presindo, Jakarta, 1995

Ali as-Shabuni, Muhammad, Tafsir Ayat Al Ahkam,. Darul Qur’anil Karim, tt

Asiskin, Zainal, Pengantar Methode Penelitian Hukum, Raja Grafindo, Jakarta, 2004 Basyir, Azhar, Hukum Adat Bagi Ummat Islam, UII Press, Yokyakarta, 1986

Badudu, JS ddan SM Zein, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Cet.2 , Pustaka Sinar Harapan, Jakarta 1996

Budiarto, M, Pengangkatan Anak Ditinjau Dari Segi Hukum, Akademi Pressindo, Jakarta, 1996

Faisal, Hanafiah, Format-format Penelitian Sosial, Raja Grafindo, Jakarta, 1999. Hadi Kusuma, Hilman, Hukum Pekawinan Adat, Alumni Bandung, 1977.

Haar, B. Ter, Asas-asas dan Susunan Hukum Adat, Pradnya Paramaja, Jakarta, 1981. ………, dan Bushar Muhammad, Pokok-Pokok Hukum Adat, Pradnya Paramita,

Jakarta, 1981

Ibrahim, Jhonny, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Cetakan Ketiga, Bayu Media Publishing, Malangm, 2007

Irsyad, Samsuhadi, Peradilan Agama Di Indonesia, Sejarah Perkembangan Lembaga

dan Proses Pembentukan Undang-undangnya, DITBINBAPERAIS

Departememn Agama RI, Jakarta, 1999.


(4)

Jauhari, Imam, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam Keluarga Poligami, Pustaka Bangsa Press, Jakarta, 2003.

…………, Hak-hak Anak Dalam Hukum Islam, Pustaka bangsa Press, Jakarta, 2003. Kamil, Ahmad, Hukum Perlindungan dan Pengangkatan Anak di Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008

Kartohadiprodjo, Soedirman, Pengantar Tata Hukum Indonesia, Cetakan Kelima, Pembangunan, Jakarta 1993.

Koentjaraningrat, et.al, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Gramedia, Jakarta, 1980

Mahjuddin, Masaihul Fiqhiyah, Kalam Mulia, Jakarta, 2003

Mertosedono, Amir, Tanya Jawab Pengangkatan Anak, Dahara Prize, Semarang, 1997.

Muhadjir, Noeng , Metodologi Penelitian Kualitatif, Roke Sarasni, Yokyakarta, 1996. Muhammad, Bushar, Pokok –Pokok Hukum Adat, Pradnya Paramita, Jakarta 1981. Muhammad Al-Jalidi, Said, Ahkam Al Miras Wa al –washliyah fi al-Syariat al

Islamiyah Kulliyatul Da’wah Islamiyah, tp,tt.

Nasution, Bahder Johan, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Mandar Maju, Bandung 2008

Prodjodikoro, Wirjono, Asas-Asas Hukum Tata Negara, Sumur Bandung, 1982 Raharjo, Satjipto, Ilmu Negara, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996

Rahman, Fathur, Ilmu Waris, Alma Arif, Bandung, 1987

Saarong, A. Hamid, Kedudukan Anak Angkat Dalam Sistem Hukum Indonesia, USU Press, Medan, 2007

Sabiq, Sayid, Fiqh Sunnah, Al-Maarif, Bandung 1998 Soehino, Ilmu Negara, Liberty, Yokyakarta, 1998


(5)

Soebekti, R, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Cetakan ke dua puluh Sembilan, Internas, Jakarta, 2001.

Soekarno, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Ketiga, UII Press, Jakarta, 1986

………, Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tujuan Singkat, Rajawali Press, Jakarta, 1995

Soimin, Soedharyo, Himpunan Dasar Hukum Pengangkatan Anak, Sinar Grafika, Jakarta 2004

Solly, M. Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994

Thaib, H.M. Hasballah, Hukum Keluarga Dalam Syariat Islam, Fakultas Hukum Universitas Dharmawangsa, Medan, 1993

Tutik, Titi Triwulan, Pengantara Hukum Perdata di Indonesia, Prasasti Pustaka Publisher, Jakarta, 2006

Usman, Suparno, Fiqih Mawaris Hukum Kewarisan Islam, Gaya Media Pratama, Jakarta, 1997

Waluyo, Bambang, Methode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 1996

Wignjidipuro, Soerojo, Pengantar dan Asas-Asas Hukum Adat, Sinar Gafika, Jakarta, 1995

Zaini, Muderis, Adopsi, Suatu Tinjauan Dari Tiga Sistem Hukum, Sinar Garfika, Jakarta, 1992

Victor, M. Situmorang, Aspek Hukum Caaan Sipil di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 1991, hal. 68

B. Peraturan Perundang-Undangan

Subekti, R dan Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Cetakan Kesembilan, Piradnya Paramita, Jakarta, 1995


(6)

………, Keputusan Menteri dalam Negeri Nomor 54 Tahun 1999 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendaftaran Penduduk

………., Surat Edaran Ketua Mahkamah Agung RI Nomor 2 Tahun 1979 Tentang Pengangkatan Anak

………., Surat Edaran Mahkamah Agung RI Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Penyempurnaan Surat Edaran Nomor 2 Tahun 1979 Tentang Pengangkatan Anak

………, Surat Edaran Krua Mahkamah Agung RI Nomor 4 Tahun 1989 Tentang Pengangkatan Anak

C. Artikel, Makalah, Jurnal dan Internet

Achiriah, Pelaksanaan Wasiat Wajibah Terhadah Anak Angkat Menurut Kompilasi Hukum Islam Di Kota Medan, Tesis, PPs-USU, Medan 2002

Fauzan, Pengangkatan Anak Bagi Keluraga Muslim Wewenang Absolut Pengadilan Agama, Majalah Mimbar Hukum, Edisi Desember, No. X 1999

Hariadi, Tresna, Hak-hak Anak Angkat Dan Orang Tua Angkat dalam Hukum Islam (Studi Pada Pengadilan Agama Medan), Tesis , PPs- USU, Medan 2004

Hamid, T. Dewi Melfi, Tinjauan Yuridis Terhadap Pengangakatan Anak (Adopsi) Warga Negara Indonesia oleh Warga Negara Asing (Studi Kasus Departemen Sosial RI), Tesis, PPs-USU, Medan, 2004

“Adopsi Anak”, http://www.lbh-apik.or.id/adopsi.htm

“Kedudukan Anak Angkat Dalam Islam”,

http://www.idlo.intlbandaacehawareness.htm

“Rambu Adopsi Anak Dalam Islam”,http://koran.republika.co.id/berita/67570/ Rambu Adopsi-Anak -Dalam -Islam


Dokumen yang terkait

Analisis Hukum Terhadap Tabanni (Pengangkatan Anak) Menurut Fikih Islam dan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

2 78 131

Perlindungan Hukum Terhadap Pelaksanaan Pengangkatan Anak Ditinjau Dari Hukum Islam Dan Undang-Undang No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

5 114 133

Tinjauan tentang pelaksanaan perlindungan hukum terhadap anak korban kekerasan pencabulan menurut undang undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak

0 7 62

IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK MENURUT UNDANG-UNDANG NO 23 TAHUN 2002 DAN PROSES PERADILAN ANAK DALAM HUKUM POSITIF DI INDONESIA.

0 1 9

TINJAUAN YURIDIS KEDUDUKAN HUKUM DAN PEWARISAN MENURUT HUKUM ISLAM BAGI ANAK HASIL FERTILISASI IN VITRO MELALUI IBU PENGGANTI DITINJAU DARI HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002.

0 0 1

PERLIDUNGAN HUKUM BAGI ANAK TERHADAP AKIBAT PEMBERIAN VAKSINASI DALAM PROGRAM IMUNISASI DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK.

0 0 1

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK KORBAN KEKERASAN SEKSUAL DALAM TINJAUAN HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

0 2 122

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK DIDIK PEMASYARAKATAN DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK KUTOARJO DITINJAU DARI UNDANG UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK SKRIPSI

0 0 13

ADVOKASI BP3AKB TERHADAP ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK JO UNDANG- UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

0 0 12

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK DIDIK PEMASYARAKATAN DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK KUTOARJO DITINJAU DARI UNDANG UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK SKRIPSI

0 0 13