Kemiskinan merupakan salah satu masalah sosial. Menurut Rampan 2008 Pada dasarnya kemiskinan tidak berkorelasi langsung dengan kebodohan
atau kegeniusan. Sebagai penyakit sosial, kemiskinan harus diperangi dengan metode yang tepat guna. Karya sastra ini banyak berisikan tentang keadaan
kehidupan masyarakat Belitong yang sebagian besar dalam keadaan melarat miskin. Oleh sebab itu, penelitian ini menitikberatkan pada gambaran
kemiskinan dan faktor penyebab kemiskinan dalam novel LP karya Andrea Hirata.
1.2 Masalah
Masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah : 1.2.1
Bagaimanakah kemiskinan yang tergambar dalam novel LP? 1.2.2 Faktor-faktor apa sajakah yang menyebabkan kemiskinan dalam novel
LP?
1.3 Batasan Masalah
Karya sastra mengandung berbagai persoalan hidup dan kehidupan manusia. Dengan kalimat lain, karya sastra merupakan kompleksitas dalam
kehidupan manusia. Di dalamnya tertuang berbagai bentuk kehidupan manusia. Untuk membahas permasalahan yang bersifat kompleks dalam sebuah karya
sastra, diperlukan batasan masalah agar penelitian tidak menyimpang dari tujuan yang ingin dicapai.
Berdasarkan judul penelitian ini, masalah penelitian dibatasi dengan hanya menggambarkan kemiskinan meliput i segi pendidikan, status sosial, kesenjangan
Universitas Sumatera Utara
sosial, dan lingkungan. Selain menggambarkan kemiskinan tersebut, penelitian ini juga menganalisis faktor-faktor penyebab kemiskinan seperti faktor tingkat
pendidikan, mata pencaharian, keterpencilan sosial, dan pengelolaan alam. Pada akhirnya, semua ruang lingkup pembahasan ini merupakan sebuah
deskripsi yang disertai analisis untuk memberikan pemahaman kepada pembaca terhadap novel LP.
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah: 1.4.1 Mengungkapkan dan memaparkan kemiskinan yang tergambar dalam
novel LP. 1.4.2 Menguraikan faktor-faktor penyebab kemiskinan dalam novel LP.
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat untuk: Memperkaya pengkajian karya sastra Indonesia.
Menambah pengetahuan bagi mahasiswa Sastra Indonesia tentang nilai dan makna karya sastra.
Memperkaya bidang ilmu sastra dan mengembangkan lebih lanjut dengan mengkaji aspek lain dari sastra Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
1.6 Motode Penelitian 1.6.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan atau library research. Data dikumpul dari novel Laskar Pelangi. Data dikumpulkan dengan menggunakan
metode heuristik dan hermeneutik. Pradopo 2003:80 menjelaskan,
Metode membaca heuristik pada cerita rekaan atau novel merupakan metode pembacaan berdasarkan tata bahasa ceritanya yaitu pembacaan
novel dari awal sampai dengan akhir cerita secara berurutan, cerita yang memiliki alur sorot balik dapat dibaca secara alur lurus. Hal ini
dipermudah dengan dibuatnya sinopsis cerita dari novel yang dibaca tersebut. Pembacaan heuristik itu adalah penerangan kepada bagian cerita
secara berurutan. Menurut Nasution 2003:312,
Hermeneutik adalah metode yang lebih menekankan keterlibatan seorang penafsir terhadap objek yang diteliti dan lebih dipentingkan daripada
mengambil jarak dari objeknya. Penghayatan, pemahaman, dan penafsiran terhadap objek merupakan ciri khas metode ini. Hal ini dilakukan untuk
mendapatkan tingkat objektivitas yang sebaik-baiknya.
Sedangkan menurut Teeuw 1984:123, “Hermeneutik adalah ilmu atau keahlian menginterpretasi karya sastra dan ungkapan bahasa dalam arti yang lebih
luas menurut maksudnya.” Selain itu, Teeuw 1984:123 juga mengatakan bahwa dalam praktik
interpretasi sastra itu dipecahkan secara dialektik, bertangga, dan lingkaran dalam bentuk spiral.
Nasution 2003:312 juga menjelaskan lagi, Seorang penafsir tidak boleh bersikap pasif, ia harus merekonstruksikan
makna yang terdapat dalam sebuah karya dan berusaha menginterpretasikan pesan dan tujuan dari si pengarang. Penafsir
sebaiknya melihat aspek dalam dan luar dari karya itu dengan tujuan agar sampai pada makna yang terkandung di dalamnya. Maka bukanlah sekedar
Universitas Sumatera Utara
isyarat yang dibawa oleh suatu bahasa sebab bahasa sekaligus dapat menunjukkan dan menyembunyikan makna tersebut.
Teknik yang digunakan penulis dalam mengumpulkan data adalah dengan
mencatat pada kartu data. Kartu data dibuat sesuai dengan kebutuhan permasalahan penelitian.
1.6.2 Metode dan Teknik Pengkajian Data
Data dianalisis dengan mendeskripsikan data yang sudah dicatat pada kartu data sesuai dengan masalah yang ditawarkan. Pendeskripsian dimulai
dengan menggambarkan kemiskinan dan faktor-faktor penyebab kemiskinan dalam novel LP.
1.6.3 Bahan Analisis
Adapun yang menjadi bahan analisis adalah: Judul
: Laskar Pelangi Pengarang
: Andrea Hirata Penerbit
: Bentang Pustaka Tebal Buku
: 534 Halaman Ukuran
: 13 cm x 20.5 cm Cetakan
: Keenam belas Tahun
: 2008 Warna Sampul
: warna hitam, merah, kuning, abu-abu, dan putih Gambar sampul
: gambar beberapa anak yang melihat matahari terbenam Desain sampul
: Andreas Kusumahadi
Universitas Sumatera Utara
Sinopsis Novel ini diawali dari penerimaan siswa baru SD Muhammadiyah. Pada
hari terakhir yang mendaftar hanya sembilan orang yaitu: Ikal, Mahar, Lintang, Samson, Sahara, A-Kiong, Syahdan, Trapani, dan Kucai. Saat itu, seorang guru
yang bernama Bu Mus dan kepala sekolah yang bernama Pak Harfan merasa gelisah karena pengawas Sekolah dari Depdikbud Sumsel telah menetapkan
peraturan yakni siswa baru minimal sepuluh orang. Kalau kurang dari sepuluh, maka sekolah itu akan ditutup. Pada akhirnya, sekolah itu tidak jadi ditutup karena
Harun datang mendaftar, sehingga SD tersebut terselamatkan. Sekolah Muhammadiyah adalah salah satu sekolah termiskin di Belitong.
Bangunannya seperti akan roboh dan mirip gudang kopra. Selain itu, sekolah Muhammadiyah kekurangan guru dan hanya memiliki enam kelas dan ruangan
kecil. Kalau pagi untuk SD dan sore untuk SMP. Pada kegiatan belajar, kesepuluh siswa kelas satu itu mempunyai semangat
belajar yang tinggi, walaupun orang tua mereka berat menyekolahkan karena beranggapan lebih baik bekerja membantu memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari
daripada sekolah. Salah satu siswa yang mempunyai semangat membara adalah Lintang.
Walaupun jarak antara sekolah dan rumahnya sangat jauh, kira-kira delapan puluh kilometer pulang dan pergi, tetapi Lintang tidak pernah bolos sekolah. Lintang
menempuh jarak itu dengan mengendarai sepeda setiap hari. Lintang adalah siswa yang genius terutama di bidang eksakta. Selain Lintang, ada juga Mahar yang
mempunyai bakat istimewa di bidang kesenian.
Universitas Sumatera Utara
Walaupun kesepuluh siswa itu kehidupannya miskin, tetapi mereka sama dengan kebanyakan anak yang gemar bermain. Mereka mempunyai permainan
tradisional yang tidak kalah menyenangkan. Permainan itu bernama “tarak” yang berasal dari buah karet. Cara permainan “tarak” yaitu dua buah karet ditumpuk
kemudian dipukul dengan telapak tangan. Buah yang tidak pecah adalah pemenangnya. Bu Mus menjuluki kesepuluh siswa itu Laskar Pelangi karena
mereka suka melihat pelangi dari atas dahan-dahan pohon fillicium. Pada setiap bulan Agustus biasanya diadakan perlombaan antarsekolah
yang selalu dimenangkan oleh sekolah PN Perusahaan Negara Timah. Sekolah PN Timah adalah sekolah yang elit dan hanya orang kaya saja yang dapat sekolah
di sana. Namun, bulan Agustus ini berbeda karena sekolah Muhammadiyah memenangkan perlombaan tersebut. Hal itu terjadi karena adanya ide Mahar.
Mahar membuat koreografi massal suku Masai dari Afrika dan menggunakan aksesoris kalung yang terbuat dari buah aren yang masih hijau dan ditusuk dengan
tali rotan yang kecil. Pada saat anggota Laskar Pelangi lainnya menari-nari dan bergerak dengan lincah, buah aren itu akan mengeluarkan getah. Getah ini
menimbulkan rasa gatal. Akibat rasa gatal ini, para penari Masai bergerak membabi buta karena menahan rasa gatal. Di sinilah kunci kemenangan sekolah
Muhammadiyah. Setelah tamat dari SD Muhammadiyah, kesepuluh siswa tersebut
melanjutkan ke SMP Muhammadiyah yang sama. Ketika diadakan perayaan Agustusan, di samping mengikuti perlombaan, mereka juga berekreasi. Namun,
mereka hanya berekreasi ke pantai, yang jaraknya enam puluh kilometer dari kampung mereka, sedangkan siswa-siswa PN Timah berekreasi ke Jakarta.
Universitas Sumatera Utara
Selanjutnya diceritakan Ikal jatuh cinta pada masa SMP dengan gadis Tionghoa yang bernama A-Ling, sepupu A-Kiong. Perjalanan cinta mereka hanya
sebentar karena A-Ling pindah ke Jakarta untuk menemani bibinya. Lalu kisah berlanjut, pada saat Mahar menemukan Flo yang tersesat di
Gunung Selumar pada saat berkemah. Flo adalah siswa PN Timah dan anak orang kaya. Setelah beberapa hari Flo diselamatkan oleh Mahar, Flo pindah ke SMP
Muhammadiyah. Pada saat itu juga, Flo resmi diangkat menjadi anggota Laskar Pelangi yang kesebelas dan perempuan kedua setelah Sahara.
Empat bulan sebelum menyelesaikan SMP, Lintang berhenti sekolah karena ayahnya meninggal dunia dan ia harus menggantikan posisi ayahnya
menjadi tulang punggung keluarga dan menanggung nafkah ibu, adik-adik, kakek- nenek, dan paman-pamannya yang tidak berdaya. Ia tidak punya peluang untuk
melanjutkan sekolah. Ia harus mengambil alih menanggung nafkah untuk empat belas orang. Sekolah Muhammadiyah kehilangan siswa yang super genius.
Dua belas tahun kemudian, Sahara akhirnya menikah dengan A-Kiong dan membuka toko kelontong. Ikal menjadi tukang pos dan dengan kerja kerasnya
mampu mendapatkan beasiswa ke Jakarta dan kuliah di Universitas Indonesia. Lintang menjadi kuli karena kekurangan biaya dan harus menopang biaya hidup
keluarganya, Trapani yang menderita penyakit mother complex, akhirnya sembuh. Samson akhirnya menjadi kuli di toko A-Kiong. Harun masih seperti dahulu.
Bedanya, kalau dulu, anak kecil yang terperangkap dalam tubuh orang dewasa dan sekarang, orang dewasa yang terperangkap dalam alam pikiran anak kecil. Flo
menjadi guru TK dan menikah dengan seorang petugas teller bank BRI. Mahar,
Universitas Sumatera Utara
menjadi penulis artikel kebudayaan Melayu. Syahdan menjadi manager di perusahaan Multinasional, dan Kucai menjadi ketua salah satu fraksi di DPRD.
1.7 Landasan Teori
Sebuah penelitian perlu ada landasan teori yang mendasarinya karena landasan teori merupakan kerangka dasar sebuah penelitian. Landasan teori yang
digunakan diharapkan mampu menjadi tumpuan seluruh pembahasan. Landasan teori yang dipergunakan untuk mengkaji novel LP dalam
penelitian ini adalah teori Sosiosastra. Damono 1987:58 mengatakan, “Suatu pokok yang penting ditinjau dari segi sosiologis adalah pada mulanya para
pengarang erat sekali hubungannya dengan pembaca, yakni pihak istana atau masyarakat. Mereka berbagi pandangan dunia sehingga tercapailah totalitas dalam
karya mereka.” Penulis memilih teori sosiosastra karena dengan menggunakan teori ini
akan diketahui dengan jelas penggambaran suatu masyarakat di dalam sebuah karya sastra. Pradopo, 2002: 22 mengatakan “Sosiosastra berdasarkan prinsip
bahwa karya sastra merupakan refleksi masyarakat pada zaman karya sastra itu ditulis, yaitu masyarakat yang melingkungi penulis sebab sebagai anggotanya
penulis tak dapat lepas darinya.” Selanjutnya Damono 1978: 56 menambahkan lagi bahwa “Sosiosastra mencakup kepada pengarang, buku, dan pembaca.”
Mahayana 2007: 225 berpendapat, Karya sastra adalah produk pengarang yang hidup di lingkungan sosial.
Dengan begitu, karya sastra merupakan dunia imajinatif pengarang yang selalu terkait dengan kehidupan sosial. Pengarang sebagai anggota
masyarakat dilahirkan, dibesarkan, dan memperoleh pendidikan di tengah- tengah kehidupan sosial. Oleh karena itu, ia juga secara sadar atau tidak
telah menjalankan peranannya sebagai anggota masyarakat sejak ia lahir.
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan Ratna 2003: 1 berpendapat, “Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat. Masyarakat adalah orang-
orang yang hidup bersama dan menghasilkan kebudayaan.” Perbedaan antara sosiolog dengan sastrawan adalah apabila sosiolog melukiskan kehidupan
manusia dan masyarakat melalui analisis ilmiah dan objektif, sedangkan sastrawan mengungkapkannya melalui emosi, secara subjektif dan evaluatif.
Sastra juga memanfaatkan pikiran, intelektualitas, tetapi didominasi oleh emosionalitas. Oleh karena itu, apabila ada dua orang sosiolog yang melakukan
penelitian terhadap masalah suatu masyarakat yang sama, maka kedua penelitiannya cenderung sama. Sebaliknya, apabila dua orang seniman menulis
mengenai masalah masyarakat yang sama, maka hasil karyanya pasti berbeda. Hakikat sosiologi adalah objektivitas sedangkan hakikat karya sastra adalah
subjektivitas dan kreativitas sesuai dengan pandangan masing-masing. Sosiosastra dengan menggabungkan dua disiplin ilmu yang berbeda,
sosiologi dan sastra secara harfiah harus didukung oleh dua teori yang berbeda yaitu teori-teori sosiologi dan teori-teori sastra. Di dalam penelitian sosiosastra itu
sendiri, karya sastra merupakan objek yang paling dominan, sedangkan ilmu-ilmu yang lain hanyalah sebagai ilmu pembantu. Hal ini sesuai dengan pendapat Ratna,
2004:18 yang mengatakan, Masalah yang perlu dipertimbangkan adalah dominasinya dalam analisis
sehingga tujuan yang dimaksudkan dapat tercapai secara maksimal. Dalam sosiosastra yang mendominasi jelas teori-teori yang berkaitan dengan
sastra, sedangkan teori-teori yang berkaitan dengan sosiologi berfungsi sebagai komplementer pelengkap.
Universitas Sumatera Utara
Ratna 2003:18 juga menambahkan, Teori-teori sosiologi yang mendukung analisis sosiologi adalah teori-teori
yang dapat menjelaskan hakikat fakta-fakta sosial, karya sastra sebagai sistem komunikasi, khusus dalam kaitannya dengan aspek-aspek
ekstrinsik, seperti: kelompok sosial, status sosial, kelas sosial, stratifikasi sosial, institusi sosial, sistem sosial, interaksi sosial, konflik sosial, dan
kesadaran sosial, yang semua berhubungan dengan masyarakat.
Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik suatu gambaran bahwa kedua ilmu tersebut mempunyai satu objek penelitian yang sama yakni manusia.
Kemiskinan merupakan salah satu permasalahan sosiologi, tetapi jika kemiskinan itu dijadikan pembicaraan pada sebuah karya sastra, seperti pada LP,
maka kemiskinan menjadi permasalahan sosiosastra. Oleh karena itu, konsep- konsep, kriteria-kriteria, dan definisi tentang kemiskinan itu perlu dikemukakan.
Hal ini sangat dibutuhkan untuk mengetahui, memahami, dan menganalisis kemiskinan dalam LP. Beberapa konsep kemiskinan yang dimuat pada website
Feri’s Site 2008 di antaranya: 1.
Menurut John Friedman Kemiskinan adalah ketidaksamaan kesempatan untuk mengakumulasikan
basis kekuasaan sosial, meliputi, modal yang produktif, sumber keuangan, organisasi sosial dan politik Kemiskinan tidak hanya berkaitan dengan
aspek sosial saja, tapi juga aspek natural material. 2.
Menurut Wolf Scott Kemiskinan pada umumnya didefinisikan dari segi pendapatan dalam
jumlah uang ditambah dengan keuntungan nonmaterial yang diterima seseorang, cukup tidaknya memiliki aset seperti tanah, rumah, uang, emas
dan lain-lain, di mana kemiskinan nonmaterial yang meliputi kebebasan hak untuk memperoleh pekerjaan yang layak.
Universitas Sumatera Utara
3. Menurut Bank Dunia
Bahwa aspek kemiskinan yaitu pendapatan yang rendah, kekurangan gizi atau keadaan kesehatan yang buruk serta pendidikan yang rendah,
kekurangan gizi atau keadaan kesehatan yang buruk serta pendidikan yang rendah.
Kemiskinan itu bersifat relatif, tergantung dari sudut mana memandangnya. Seperti yang dikatakan Penny 1990:44, “Kemiskinan
merupakan suatu konsep yang bersifat relatif; masyarakat miskin adalah mereka yang berpenghasilan jauh kurang daripada yang lebih baik.”
Masalah kemiskinan telah ada sejak manusia hidup. Pada masa lalu, umumnya masyarakat miskin bukan karena kurang pangan tetapi miskin dalam
bentuk minimnya kemudahan atau materi. Dari ukuran kehidupan model pada masa kini, mereka tidak menikmati fasilitas pendidikan, pelayanan kesehatan,dan
kemudahan-kemudahan lainnya. Dalam novel LP masalah kemiskinan sudah mendarah daging dalam
kehidupan mereka terutama masyarakat Melayu asli Belitong. Walaupun kekayaan alamnya sangat kaya tetapi masyarakatnya tidak hidup dengan layak
baik kesehatan, pendidikan, pekerjaan maupun kemudahan-kemudahan lainnya. Kemiskinan ialah satu keadaan di mana seseorang itu kekurangan bahan-
bahan keperluan hidup. Dalam masyarakat modern, kemiskinan biasanya disamakan dengan kekurangan uang. Menurut Ath-Thawil 1985:36,
Kemiskinan dikenal sebagai tiadanya kemampuan untuk memperoleh kebutuhan-kebutuhan ini dianggap pokok karena ia menyediakan batas
kecukupan minimum untuk hidup manusia, khalifah Allah di atas bumi yaitu kehidupan yang baik dengan tingkatan kemuliaan yang dilimpahkan
Allah atas dirinya.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Yusniati 2007:13, “Kemiskinan diartikan sebagai suatu keadaan di mana seseorang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf
kehidupan kelompok dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga mental maupun fisiknya dalam kelompok tersebut.”
Kemiskinan sebagai suatu penyakit sosial-ekonomi tidak hanya dialami oleh negara-negara yang sedang berkembang, namun juga dialami negara-negara
maju seperti Inggris tahun 1700-an dan Amerika tahun 1930-an. Menurut Para Kontributor Wikipedia 2008,
Kemiskinan merupakan masalah global, sering dihubungkan dengan kebutuhan, kesulitan dan kekurangan di berbagai keadaan hidup. Sebagian
orang memahami istilah ini secara subjektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya
lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan. Istilah “negara berkembang” biasanya digunakan untuk merujuk kepada negara-negara
yang “miskin.” Lebih lanjut Para Kontributor Wikipedia 2008 menjelaskan bahwa
kemiskinan dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman utamanya mencakup: • Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan
pangan sehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan
barang-barang dan pelayanan dasar. • Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial,
ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi.
Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup masalah-masalah politik dan moral, dan tidak
dibatasi pada bidang ekonomi.
Universitas Sumatera Utara
Yusniati menambahkan lagi 2007:13-15, “Kemiskinan adalah suatu kondisi di mana seseorang yang tidak sanggup memelihara dirinya sesuai dengan
taraf kehidupan kelompok dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga mental dan fisiknya dalam kelompok tersebut.”
Lebih lanjut Hadi 2008 berpendapat, kemiskinan banyak dihubungkan dengan:
• Penyebab individual, atau patologis, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari perilaku, pilihan, atau kemampuan dari si
miskin; penyebab keluarga yang menghubungkan kemiskinan dengan pendidikan keluarga;
• Penyebab sub-budaya “subkultural”, yang menghubungkan kemiskinan dengan kehidupan sehari-hari, dipelajari atau
dijalankan dalam lingkungan sekitar; • Penyebab agensi, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari aksi
orang lain, termasuk perang, pemerintah, dan ekonomi; Penyebab struktural, yang memberikan alasan bahwa kemiskinan
merupakan hasil dari struktur sosial.
Berbagai persoalan kemiskinan penduduk memang menarik untuk disimak dari berbagai aspek, seperti sosial, ekonomi, dan politik. Aspek sosial terutama
akibat terbatasnya interaksi sosial dan penguasaan informasi. Aspek ekonomi akan tampak pada terbatasnya pemilikan alat produksi, upah rendah, dan daya
tawar rendah, tabungan nihil. Sedangkan dari aspek politik berkaitan dengan
Universitas Sumatera Utara
kecilnya akses terhadap berbagai fasilitas dan kesempatan, diskriminatif, dan posisi lemah dalam proses pengambilan keputusan.
Menurut Zulkarnain 2006:64 kemiskinan dapat dibedakan menjadi tiga pengertian yaitu:
1. Kemiskinan absolut, apabila hasil pendapatannya berada di bawah garis
kemiskinan, tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum, seperti pangan, sandang, kesehatan, papan, dan pendidikan.
2. Kemiskinan relatif sebenarnya telah hidup di atas garis kemiskinan, namun
masih berada di bawah kemampuan masyarakat sekitarnya. 3.
Kemiskinan kultural berkaitan erat dengan sikap seseorang atau sekelompok masyarakat yang tidak mau berusaha memperbaiki tingkat
kehidupannya sekali pun ada kuasa dari pihak lain untuk membantunya.
Universitas Sumatera Utara
BAB II GAMBARAN KEMISKINAN DALAM NOVEL LASKAR PELANGI
Novel LP menggambarkan kehidupan masyarakat Belitong yang hidup
dalam kemiskinan. Novel ini menceritakan tentang sepuluh anak Belitong yang lahir dan tumbuh di pulau kaya timah di Indonesia. Namun, pulau yang
semestinya kaya raya itu ternyata justru penduduknya miskin tidak hanya dari sisi ekonomi, tetapi juga pendidikan. Masyarakat asli Belitong dalam novel LP
termasuk dari kemiskinan absolut karena masyarakat Belitong miskin sejak dari leluhurnya dan bertahun-tahun hidup dalam kemelaratan. Sedangkan, yang
menguasai perekonomian di Belitong adalah komunitas masyarakat Gedong PN Timah yang hidup dengan segala kemewahan dan fasilitas yang lebih dari cukup
dan berasal dari luar pulau Belitong; “Kekuatan ekonomi Belitong dipimpin oleh orang staf PN dan para
cukong swasta yang mengerjakan setiap konsesi eksploitasi timah. Mereka menempati strata tertinggi dalam lapisan yang sangat tipis.” LP: 55.
Walaupun mereka hidup dalam keadaan miskin, tetapi anak-anak Laskar
Pelangi mempunyai semangat untuk sekolah. Kekurangan mereka tidak menyurutkan langkah untuk mencapai cita-cita. Di samping sekolah, mereka juga
membantu orang tua mereka untuk memenuhi kehidupan sehari-hari seperti menjadi kuli kopra, tukang parut, dan lain-lain.
Hal ini sejalan dengan pandangan Levitan dalam Bayo Ala, 1981:3 yang mengatakan kemiskinan adalah “Kekurangan barang-barang dan pelayanan-
pelayanan yang dibutuhkan untuk mencapai suatu standar hidup yang layak, karena standar hidup itu berbeda-beda, maka tidak ada definisi kemiskinan yang
Universitas Sumatera Utara