habitat mangrove. Mangrove merupakan ekosistem hutan yang unik karena merupakan perpaduan antara ekosistem darat dan ekosistem perairan. Hutan
mangrove mempunyai peranan yang sangat penting terutama bagi kehidupan masyarakat sekitarnya dengan memanfaatkan produksi yang ada di dalamnya, baik
sumberdaya kayunya maupun sumberdaya biota air Supriharyono, 2000. Menurut buku Review Potensi Mangrove Sumatera Utara Tahun 2011 oleh
Balai Pengelolaan Hutan Mangrove Wilayah II, Medan bahwa luas dan penyebaran hutan mangrove di Sumatera Utara sebesar 185.354.75 hektar yang terdiri atas
kawasan hutan dengan kondisi rusak berat sebesar 59,584.90 hektar, kawasan hutan dengan kondisi rusak sebesar 96,797.79 hektar, dan kawasan hutan dengan kondisi
tidak rusak sebesar 28,972.07 hektar. Tabel 1. Luas dan Penyebaran Hutan Mangrove di Sumatera Utara Tahun 2011
No. Wilayah
Rusak Berat Rusak
Tidak Rusak Luas Mangrove
ha 1.
Asahan 940.17
7.506.74 2.624.64
11.071.55 2.
Batubara 6,553.64
12.561.10 517.29
19,632.04 3.
Labuhan Batu 7.181.19
8.383.39 4.099.15
19.663.73 4.
Labuhan Batu Utara
11.834.46 10.129.05
2.817.40 24.780.90
5. Nias Utara
0.00 92.63
284.37 377.00
6. Nias Selatan
512.53 16.383.11
372.76 17.268.42
7. Deli Serdang
6.300.91 8.170.84
3.326.83 17.798.58
8. Serdang Bedagai
7.962.99 4.524.05
508.22 12.995.25
9. Langkat
13.526.90 23.564.93
13.559.11 50.650.93
10. Mandailing Natal
620.84 2.261.94
455.49 3.338.28
11. Tapanuli Tengah
3.889.61 2.664.94
376.71 6.931.23
12. Tapanuli Selatan
186.97 479.39
29.64 696.00
13. Kota Medan
0.00 1.503.43
463.89 1.967.32
14. Tanjung Balai
74.69 2.22
0.00 76.91
15. Gunung Sitoli
0.00 73.48
0.46 73.94
Total 59,584.90
96,797.79 28,972.07
185,354.75
Sumber : Balai Pengelolaan Hutan Mangrove Wilayah II, Medan
Hutan mangrove sangat menunjang perekonomian masyarakat pantai, karena merupakan sumber mata pencaharian masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan.
Secara ekologis hutan mangrove di samping sebagai habitat biota laut, penyangga perlindungan wilayah pesisir dan pantai dari berbagai ancaman sedimentasi, abrasi,
pencegahan intrusi air laut juga merupakan tempat pemijahan bagi ikan yang hidup di laut bebas FAO, 1992.
Mengingat banyaknya peluang ekonomi yang dapat diperoleh dari ekosistem mangrove dalam hal ini di Pulau Kampai dan Pulau Sembilan, Kabupaten Langkat,
sudah selayaknya dilakukan kajian atau identifikasi untuk melihat potensi ekonomi yang dapat dikembangkan untuk dapat membantu dan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat sekitar mangrove. Penelitian ini dilakukan di Pulau Kampai dan Pulau Sembilan, Kabupaten
Langkat. Lokasi tersebut merupakan daerah mangrove yang dimanfaatkan masyarakat secara ekonomi, sehingga tepat untuk dilakukan penelitian kajian potensi
ekonomi ekosistem mangrove. Pengembangan potensi ekonomi yang tepat akan membantu masyarakat sekitar hutan mangrove Kabupaten Langkat untuk dapat
memanfaatkan mangrove tersebut tanpa harus merusak mangrove sendiri.
Tujuan Penelitian
1. Mengetahui jenis mangrove yang dimanfaatkan bagi masyarakat di Pulau
Kampai
2. Mengetahui jenis mangrove yang dimanfaatkan bagi masyarakat di Pulau
Sembilan. Manfaat Penelitian
1. Memberikan informasi mengenai jenis mangrove yang dapat dimanfaatkan
masyarakat Pulau Kampai. 2.
Memberikan informasi mengenai jenis mangrove yang dapat dirmanfaatkan masyarakat Pulau Sembilan.
TINJAUAN PUSTAKA
Ekosistem Hutan Mangrove
Ekosistem mangrove adalah suatu sistem di alam tempat berlangsungnya kehidupan yang mencerminkan hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan
lingkungannya dan diantara makhluk hidup itu sendiri, terdapat pada wilayah pesisir, terpengaruh pasang surut air laut, dan didominasi oleh spesies pohon atau semak
yang khas dan mampu tumbuh dalam perairan asin atau payau Santoso, 2000. Ekosistem mangrove merupakan ekoton daerah peralihan yang unik, yang
menghubungkan kehidupan biota daratan dan laut. Fungsi ekologis ekosistem mangrove sangat khas dan kedudukannya tidak terganti oleh ekosistem lainnya.
Misalnya, secara fisik hutan mangrove berfungsi menjaga stabilitas lahan pantai yang didudukinya dan mencegah terjadinya intrusi air laut ke daratan. Secara biologis,
hutan mangrove mempertahankan fungsi dan kekhasan ekosistem pantai, termasuk
kehidupan biotanya Nugroho, dkk. 1991.
Ekosistem mangrove, baik secara sendiri maupun secara bersama dalam ekosistem padang lamun dan terumbu karang berperan penting dalam stabilisasi suatu
ekosistem pesisir, baik secara fisik maupun biologis, disamping itu, ekosistem mangrove merupakan sumber plasma nutfah yang cukup tinggi Kusmana, 2002.
Sebagai salah satu ekosistem pesisir, hutan mangrove merupakan ekosistem yang unik dan rawan. Ekosistem ini mempunyai fungsi ekologis dan ekonomis.
Fungsi ekologis hutan mangrove antara lain : pelindung garis pantai, mencegah
intrusi air laut, habitat tempat tinggal, tempat mencari makan feeding ground, tempat asuhan dan pembesaran nursery ground, tempat pemijahan spawning
ground bagi aneka biota perairan, serta sebagai pengatur iklim mikro. Sedangkan fungsi ekonominya antara lain sebagai penghasil keperluan rumah tangga, penghasil
keperluan industri, dan penghasil bibit. Dalam suatu paparan mangrove di suatu daerah tidak harus terdapat semua
jenis spesies mangrove. Formasi hutan mangrove dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kekeringan, energy gelombang, kondisi pasang surut, sedimentasi, mineralogi,
efek neotektonik. Sedangkan IUCN 1993, menyebutkan bahwa komposisi spesies dan karakteristik hutan mangrove tergantung pada faktor-faktor cuaca, bentuk lahan
pesisir, jarak antar pasang surut air laut, ketersediaan air tawar, dan tipe tanah.
Potensi dan Manfaat Mangrove
Ekosistem hutan mangrove mengambarkan adanya hubungan yang erat antara sekumpulan vegetasi dengan geomorfologi, yang ditetapkan sebagai habitat
Sukardjo, 1996. Fenomena yang muncul di kawasan pantai adalah terjadinya proses pengendapan sedimen dan kolonisasi oleh tumbuhan mangrove dari jenis Rhizophora
stylosa yang dikenal sebagai jenis pioner, sehingga memungkinkan bertambahnya luas areal hutan mangrove. Kondisi sebaliknya juga dapat terjadi apabila kawasan
pantai tersebut tidak terlindung, hal ini disebabkan oleh adanya proses erosi pantai sebagai akibat gelombang laut. Terkait dengan fenomena tersebut, Percival dan
Womersley 1975 mengungkapkan bahwa ekosistem hutan mangrove merupakan refleksi dinamik antara variasi variasi iklim dari proses-proses yang terjadi di
kawasan pesisir dan kombinasi interaksi biologis, antara lain seperti flora, fauna dan elemen fisiknya termasuk intervensi aktivitas manusia.
Hutan mangrove merupakan sumberdaya alam hayati yang mempunyai berbagai keragaman potensi yang memberikan manfaat bagi kehidupan manusia baik
yang secara langsung maupun tidak langsung dan bisa dirasakan, baik oleh masyarakat yang tinggal di dekat kawasan hutan mangrove maupun masyarakat yang
tinggal jauh dari kawasan hutan mangrove Kustanti 2011. Hutan mangrove merupakan salah satu bentuk ekosistem yang unik dan khas, terdapat di daerah
pasang surut di wilayah pesisir pantai dan atau pulau-pulau kecil dan merupakan sumber daya alam yang sangat potensial. Hutan mangrove memiliki nilai ekonomis
dan ekologis yang tinggi akan tetapi sangat rentan terhadap kerusakan apabila kurang bijaksananya dalam mempertahankan, melestarikan dan mengelolahnya.
Secara teoritis menurut Arief 2003, hutan mangrove memiliki fungsi dan manfaat. Secara ekologis, ekosistem mangrove berfungsi sebagai daerah pemijahan
Spawning grounds dan daerah pembesaran Nursery grounds berbagai jenis ikan, udang, kerang-kerangan dan spesies lainnya. Selain itu, serasah mangrove berupa
daun, ranting dan biomassa lainnya yang jatuh di perairan menjadi sumber pakan biota perairan dan unsur hara yang sangat menentukan produktivitas perikanan
perairan laut di depannya. Dengan system perakaran dan kanopi yang rapat serta kokoh, hutan mangrove juga berfungsi sebagai pelindung daratan dari gelombang
tsunami, angina topan, perembesan air laut, menahan lumpur, melindungi pantai dari abrasi, pengendali banjir dan gelombang pasang.
Potensi sumberdaya hutan mangrove diera otonomi saat ini merupakan aset daerah yang tidak kecil, artinya dalam memberikan kontribusi terhadap pembangunan
daerah khususnya pembangunan daerah pesisir. Karena itu, pelestarian hutan mangrove merupakan salah satu prioritas dalam pembangunan, dengan tetap
mempertahankan manfaat ekologi, ekonomi, sosial, dan budaya setempat. Nilai penggunaan langsung adalah manfaat yang langsung diambil dari
sumber daya alam Ramdan,dkk. 2003. Nilai ini dapat diperkirakan melalui kegiatan konsumsi atau produksi. Pada hutan mangrove yang dimasukkan sebagai penggunaan
langsung adalah penyedia kayu mangrove, daun mangrove sebagai bahan baku obat atau makanan ternak, buah sebagai sumber benih dan lain-lain yang dimanfaatkan
langsung oleh masyarakat dari hutan mangrove yang akan berbeda pada setiap daerah.
Tabel 2. Bagian Mangrove Selain Kayu dan Daun yang Dapat Dimanfaatkan Masyarakat di Pulau Kampai dan Pulau Sembilan
Jenis Mangrove Bagian yang
Dimanfaatkan Hasil setelah diolah
Sonneratia Perepat,
Pedada Buah
Sirup, Jus, Dodol, Permen, Sabun
Avicennia Api-api Buah
Sayuran, Kue, Bubur sumsum, Cendol, Puding, Kerupuk, Agar-agar
Nypa Nipah Buah
Gula, Manisan, Kolak, Pelengkap es buah
Bruguiera Burus Buah
Tepung, Kue Kulit
Pewarna tekstil Rhizophora Bakau
Buah Kerupuk
Kulit Pewarna tekstil
Tabel 2. Bagian Mangrove Selain Kayu dan Daun yang Dapat Dimanfaatkan Masyarakat di Pulau Kampai dan Pulau Sembilan Lanjutan
Jenis Mangrove Bagian yang
Dimanfaatkan Hasil Setelah Diolah
Xylocarpus Nirih Buah
Bahan baku kosmetik, Sabun Ceriops tengar
Kulit Pewarna tekstil
Dewasa ini pemanfaatan buah mangrove sebagai bahan pangan mulai banyak dilirik dan dianjurkan. Sudah tentu buah atau bagian lain tanaman mangrove yang
dapat dikonsumsi tidaklah ditujukan sebagai makanan utama, melainkan lebih untuk tujuan penganekaragaman pangan. Selain untuk mengurangi konsumsi makanan
pokok nasi, beras, jagung dan sagu, hasil olahan dari buah mangrove yang berupa tepung dapat digunakan sebagai bahan baku untuk menggantikan terigu sebagai
sumber karbohidrat. Dari berbagai jenis mangrove yang ada buah pedada atau Bruguiera gymmorrhiza, dengan kandungan karbohidrat 19,66 sangat potensial
untuk diolah menjadi tepung Priyono, dkk.2010. Dari segi ketersediaan, buah mangrove sangat melimpah dan bagi
masyarakat pesisir mudah mendapatkan mangrove tanpa mengeluarkan biaya yang banyak. Faktor ketidaktahuan manfaat dan ketrampilan pengolahan harus lebih
diintrodusir untuk menggalakkan pemanfaatan mangrove. Meskipun pemanfaatan buah mangrove sebagai sumber pangan sudah
digalakkan upaya ini masih terbatas pada program pemberdayaan penduduk yang hidup di area hutan mangrove. Buah mangrove dapat diolah menjadi tepung dan
beragam bahan pangan olahan seperti sirup, keripik, dodol, dan olahan makanan
ringan lainnya Priyono, dkk. 2010. Produk olahan dari buah mangrove memiliki prospek yang bagus jika dapat diolah dengan standar mutu yang baik serta didukung
oleh promosi yang baik. Dengan usaha menghasilkan produk pangan yang komersil diharapkan masyarakat dapat menambah kemampuan finansial untuk akses terhadap
sumber pangan lainnya. Ditinjau dari segi kesehatan ternyata mangrove memiliki potensi
menguntungkan. Secara tradisional sudah banyak kelompok masyarakat pesisir memanfaatkan daun mangrove menjadi teh seduhan. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa mangrove ternyata mengandung senyawa biokimia alami yang aktif antara lain flavonoids, antrokuinon, kelompok fenolik, alkaloid dan triterpenoid
Ravikumar dkk., 2010. Kelompok senyawaan aktif yang sangat tinggi ini membuat jenis buah mangrove memiliki aktifitas sebagai anti mikroba maupun antioksidan.
Dikutip dari sebuah hasil peneletian di Thailand, ternyata ekstrak buah-buah mangrove memiliki aktifitas sebagai antioksidan yang tinggi.
Ekosistem mangrove memiliki peran yang strategis dalam pengembangan wilayah di kawasan pesisir, tertutama dalam aspek pengembangan perekonomian
wilayah. Sebagaimana dijelaskan dalam Dephut 1997, ekosistem mangrove merupakan ekosistem yang memiliki peranan sangat penting bagi ketersediaan biota
laut yang menjadi sumber mata pencaharian utama masyarakat pesisir. Dengan demikian, ekosistem utama memiliki peranan yang sangat strategis bagi
perekonomian masyarakat pesisir. Anonimous 1995 juga menjelaskan bahwa secara teknis hutan mangrove memiliki fungsi ekonomis untuk pemenuhan :
1. Keperluan rumah tangga: kayu bakar, arang, bahan bangunan, bahan makanan dan obat-obatan.
2. Keperluan industri: bahan baku kertas, bahan baku tekstil, bahan baku kosmetik, penyamak kulit dan pewarna alami.
3. Penghasil bibit ikan, nener udang, kepiting, kerang-kerangan, madu dan telur burung.
4. Sebagai tempat pariwisata dan tempat penelitian serta pendidikan. Selain fungsi ekologi, ekosistem mangrove memiliki mafaat sosial ekonomi
bagi masyarakat di sekitar kawasan maupun di luar kawasan. Manfaat sosial ekonomi tersebut antara lain, hutan mangrove sebagai sumber mata pencaharian dan produksi
berbagai jenis hasil hutan dan hasil hutan ikutannya, tempat rekreasi atau wisata alam dan sebagai objek pendidikan, latihan serta pengembangan ilmu pengetahuan.
Besarnya manfaat yang ada pada ekosistem hutan mangrove menjadikannya sangat rentan terhadap eksploitasi yang berlebihan dan degradasi lingkungan yang
cukup parah, sehingga mengakibatkan berkurangnya luasan hutan mangrove untuk setiap tahunnya. Pengembangan hutan mangrove sangat diperlukan untuk
meningkatkan baik pendapatan ekonomi maupun kondisi sosial masyarakat. Namun semua hal ini tidak terlepas dari penilaian, pertimbangan dan analisis lingkungan
yang baik bagi masyarakat tanpa harus memberikan dampak buruk bagi hutan mangrove yang telah ada.
Kondisi Umum Lokasi Penelitan
Pulau Sembilan memiliki luas ± 15,65 km
2
atau ± 9,67 dari total luas wilayah kecamatan Pangkalan Susu 151,35 km
2
Kabupaten Langkat Kecamatan Pangkalan Susu secara geografis berada pada 4
9’15,42” LU dan 98 14’54” BT.
Adapun batas-batas lokasinya, yaitu sebelah utara berbatasan dengan Pulau Kampai, sebelah timur berbatasan dengan Selat Malaka, sebelah selatan berbatasan dengan
Pangkalan Susu, dan sebelah barat berbatasan dengan Teluk Aru. Jumlah total penduduk di Pulau Sembilan ini ± 2.047 dengan bermata pencarian antara lain
sebagai pertani sebanyak 413 KK, pengrajin 9 KK, pegawai negeri 19 KK, pedagang 29 KK, supir angkutan 11 KK dan buruh 161 KK. Luas berdasarkan
penggunaan lahan antara lain sawah seluas 1,90 km2, tanah kering seluas 9,29 km2 dan lainnya seluas 4,46 km2 . Selain itu masih tersisa hutan mangrove yang
termasuk dalam hutan sekunder. Hutan yang masih tersisa tersebut tidak termasuk dalam kawasan hutan negara, melainkan lahan milik masyarakat. Namun, sebagian
masyarakat memelihara tegakan mangrove khususnya yang terletak pada areal kawasan lindung seperti kanan kiri sungai dan tepi pantai BPS, 2010.
Gambar 1. Kondisi Pulau kampai dan Pulau Sembilan dari Citra Satelite Pulau Kampai merupakan suatu desa yang berada di gugusan pulau-pulau
Kabupaten Langkat. Pulau Kampai memiliki luas ±10.000 ha. Desa Pulau Kampai berdekatan dengan Selat Malaka. Pulau Kampai secara administrasi terletak di
Kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Pulau Kampai secara geografis berada pada 4
13
’
45
”
LU dan 98 13
’
19
”
BT. Adapun batas-batas lokasinya yaitu sebelah utara berbatasan dengan kecamatan Pematang Jaya, sebelah
selatan berbatasan dengan Pulau Sembilan, sebelah barat berbatasan dengan Pangkalan Susu dan sebelah timur berbatasan dengan Selat Malaka
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini telah dilakukan di Pulau Kampai dan Pulau Sembilan, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara pada Desember 2014 sampai April 2015.
Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian
Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah berupa data primer, data sekunder dan kuesioner untuk wawancara penduduk setempat.
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat tulis dan kamera digital.
Prosedur
Prosedur penelitian yang akan dilakukan adalah sebagai berikut :
Pengumpulan Data
Metode penarikan jumlah sampel ini menggunakan metode penarikan sampel secara deskriptif. Data yang akan diambil dari penelitian ini adalah :
1. Data Primer