Determinan Volume Ekspor Udang Indonesia di Pasar Internasional

(1)

DETERMINAN VOLUME EKSPOR UDANG INDONESIA

DI PASAR INTERNASIONAL

TESIS

Oleh

YULIANA ROTUA S

087018065/EP

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011

S E K

O L A H

P A

S C

A S A R JA N


(2)

DETERMINAN VOLUME EKSPOR UDANG INDONESIA

DI PASAR INTERNASIONAL

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Ekonomi Pembangunan pada Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara

Oleh

YULIANA ROTUA S

087018065/EP

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(3)

Judul Tesis : DETERMINAN VOLUME EKSPOR UDANG INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL

Nama Mahasiswa : Yuliana Rotua S

Nomor Pokok : 087018065

Program Studi : Ekonomi Pembangunan

Menyetujui, Komisi Pembimbing

(Dr. Dede Ruslan, M.Si) Ketua

(Drs. Rujiman, M.A) Anggota

Ketua Program Studi

(Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, SE, M.Ec)

Direktur

(Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE)


(4)

Telah diuji pada Tanggal: 13 April 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Dede Ruslan, M.Si Anggota : 1. Drs. Rujiman, M.A

2. Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, SE, M.Ec 3. Dr. Rahmanta, M.Si


(5)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul:

“DETERMINAN VOLUME EKSPOR UDANG INDONESIA DI PASAR

INTERNASIONAL”.

Adalah benar hasil karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan oleh siapapun sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara benar dan jelas.

Medan, April 2011

Yang membuat pernyataan

Yuliana Rotua S 087018065/EP


(6)

DETERMINAN VOLUME EKSPOR UDANG INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan simultanitas dalam persamaan produksi udang Indonesia, konsumsi udang domestik, volume ekspor udang Indonesia di pasar internasional dan harga udang Indonesia. Penelitian ini juga ingin menganalisis pengaruh konsumsi udang domestik dan volume ekspor udang Indonesia di pasar internasional terhadap produksi udang Indonesia. Pengaruh harga udang Indonesia dan pendapatan per kapita terhadap konsumsi udang domestik, pengaruh harga udang dunia, nilai tukar rupiah, produksi udang Indonesia dan harga udang Thailand terhadap total volume ekspor udang Indonesia di pasar internasional serta pengaruh harga udang dunia, tingkat bunga dan volume ekspor udang Indonesia di pasar internasional terhadap harga udang Indonesia selama kurun waktu periode penelitian 1980-2008.

Metode analisis yang digunakan untuk mengetahui hubungan simultanitas adalah 2 SLS (Two Stage Least Square). Dan kaidah identifikasinya menunjukkan bahwa kondisi pada persamaan simultan mengalami overidentified sehingga memungkinkan untuk menggunakan metode 2 SLS.

Berdasarkan hasil estimasi metode 2 SLS (Two Stage Least Square) pada persamaan produksi udang Indonesia menunjukan bahwa konsumsi udang domestik dan volume ekspor udang Indonesia berpengaruh positif dan signifikan dengan tingkat kepercayaan  5%terhadap produksi udang Indonesia. Harga udang Indonesia berpengaruh negatif dan signifikan terhadap konsumsi udang domestik sementara pendapatan perkapita Indonesia berpengaruh positif dan signifikan terhadap konsumsi udang domestik. Harga udang dunia, nilai tukar rupiah, produksi udang Indonesia dan harga udang Thailand berpengaruh positif dan signifikan terhadap total volume ekspor udang Indonesia di pasar internasional, sedangkan persamaan harga udang Indonesia berpengaruh positif dan signifikan terhadap harga udang dunia, volume ekspor udang Indonesia dan tingkat bunga Indonesia.

Kata Kunci: Produksi Udang Indonesia, Konsumsi Udang Domestik, Total Volume Ekspor Udang Indonesia di Pasar Internasional, Harga Udang Indonesia, 2 SLS (Two Stage Least Square).


(7)

DETERMINANT OF EXPORT VOLUME OF INDONESIAN SHRIMPS IN THE INTERNATIONAL MARKET

ABSTRACT

This study aims to determine whether there is a relationship in the equation multanitas the Indonesian shrimp production, domestic shrimp consumption, export volume of Indonesian shrimps in the international market and the price of Indonesian shrimp. This study also wanted to analyze the influence of domestic shrimp consumption and export volume of Indonesian shrimps in the international market against Indonesian shrimp production. The influence of Indonesian shrimp prices and income per capita of domestic shrimp consumption, the influence of world shrimp prices, the rupiah, Indonesian shrimp production and the price of shrimp production thailand to total shrimp export volume of Indonesia in the international market as well as the influence of world shrimp prices, interest rates and export volume of Indonesian shrimps in the international market of Indonesian shrimp prices during the study period 1980-2008.

Method of analysis used to determine the relationship multanitas is 2 sls (two stage least square), and rules of identification showing that the conditions on the equation of multan suffered overidentified so allow me to use method 2 sls.

Based on the estimation method 2 sls (two stage least square) on Indonesian shrimp production equation shows that the domestic shrimp consumption and export volume of Indonesian shrimps have positive and significant with confidence levels in

á = 5% of Indonesian shrimp production. Indonesian shrimp prices significantly and

negatively related to the domestic shrimp consumption while income per capita of Indonesia has positive and significant impact on domestic shrimp consumption. World shrimp prices, the rupiah, Indonesian shrimp production and shrimp prices thailand has positive and significant impact on total export volume of Indonesian shrimps in the international market, while the Indonesian shrimp price equation has positive and significantly to the prices of world shrimp, shrimp export volume of Indonesia and Indonesian interest rates.

Keywords: Indonesian Shrimp Production, Domestic Shrimp Consumption, Total Shirmp Export Volume of Indonesian in the International Market, Indonesian Shrimp Prices and 2 SLS (Two Stage Least Square).


(8)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan berkat kepada penulis sehingga penulis dapat mengerjakan dan menyelesaikan tesis ini yang berjudul “Determinan Volume Ekspor Udang Indonesia di Pasar Internasional” sebagai tugas akhir pada Program Magister

Ekonomi Pembangunan, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tulus dan sebanyak-banyaknya kepada semua pihak yang telah memberikan bimbingan, dukungan, dan bantuan selama proses penyelesaian tesis ini. Secara khusus, penulis haturkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc., (CTM). Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan sehingga bisa mengikuti dan menyelesaikan program pendidikan magister.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, M.Sc, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, beserta seluruh staf pengajar dan pegawai, khususnya pada Program Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan pengajaran dan bimbingan selama proses perkuliahan hingga penulis mampu menyelesaikan studi ini.


(9)

3. Bapak Prof. Sya’ad Afifuddin, M.Ec, selaku Ketua Program Studi Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dan selaku Dosen Pembanding yang telah memberi masukan dalam menyelesaikan tesis ini serta dengan arif dan bijaksana dapat mengarahkan kami sehingga mampu menyelesaikan pendidikan pada Program Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Dr. Dede Ruslan, M.Si selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak membimbing dan memberi masukan serta bantuan kepada penulis dalam penyelesaian tesis ini.

5. Bapak Drs. Rujiman, M.A selaku Dosen Pembimbing II yang telah membantu membimbing serta mengarahkan dan memberi masukan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan sebaik-baiknya.

6. Bapak Dr. Rahmanta, M.Si dan Drs. Rahmad Sumanjaya, M.A selaku Dosen Pembanding yang telah membantu penulis, memberikan kritik, saran, motivasi dan dukungan moril sehingga penulis dapat semangat menyelesaikan tesis ini dengan baik.

7. Bapak Dr. Jonni Manurung, MS selaku Dosen Pengajar Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan masukan dan pelajaran yang berharga kepada penulis dalam penyelesaian tesis ini.

8. Kedua orang tuaku tercinta Ayahanda Ir. M.H. Siringoringo dan Ibunda H. Limbong yang telah memberikan kasih sayangnya serta dukungan moril dan


(10)

meteril sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik serta buat saudara-saudaraku Reinhard Rizaldy, Meylan dan Julyanto Benhur atas dukungan dan doa yang telah mereka berikan kepada penulis.

9. Rekan-rekan mahasiswa Program Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara angkatan 16 yang telah sama-sama berjuang dengan penulis, dalam menyelesaikan studi dan telah memberikan banyak bantuan, motivasi dan dukungan yang luar biasa.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun agar nantinya dapat menjadi lebih baik dan sempurna. Akhirnya penulis memohon agar Tuhan Yang Maha Esa memberikan limpahan kasih dan berkat-Nya kepada penulis dan semua pihak yang telah memberikan bantuannya selama ini.

Medan, April 2011 Penulis,

Yuliana Rotua S NIM. 087018065


(11)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Yuliana Rotua Siringoringo

Tempat dan Tanggal Lahir : Bengkulu, 18 Juli 1983 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Kristen Protestan

Status : Belum Menikah

Nama Orang Tua

Ayah : Ir. M.H. Siringoringo

Ibu : H. Limbong

Alamat Rumah : Jln. Gaperta No. 203 Medan 20115

Pendidikan

1. Tahun 1989-1995 : SD St. Carolus Bengkulu 2. Tahun 1997-2000 : SLTP St. Carolus Bengkulu 3. Tahun 2000-2003 : SMU Negeri 02 Bengkulu 4. Tahun 2003-2007 : Universitas Riau

Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan

5. Tahun 2008-2010 : Sekolah Pascasarjana Program Magister Ekonomi Pembangunan USU-Medan.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ………... i

ABSTRACT………... ii

KATA PENGANTAR ……… iii

RIWAYAT HIDUP. ……… vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 9

1.3. Tujuan Penelitian ... 10

1.4. Manfaat Penelitian ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 12

2.1. Perdagangan Internasional ... 12

2.2. Ekspor ... 21

2.3. Penawaran Udang... 32

2.4. Penelitian Terdahulu ... 36

2.5. Kerangka Konsep ... 39

2.6. Hipotesis ... 40

BAB III METODE PENELITIAN ... 42

3.1. Ruang Lingkup Penelitian ... 42

3.2. Jenis dan Sumber Data ... 42

3.3. Metode dan Teknik Pengumpulan Data ... 42

3.4. Pengolahan Data... 43

3.5. Model Persamaan Simultan ... 43

3.6. Model Analisis ... 46

3.6.1. Kaidah Identifikasi ... 47

3.7. Uji Estimasi ... 49

3.7.1. Uji Stasioneritas ... 49

3.7.2. Uji Kointegrasi ... 51


(13)

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 53

4.1. Produksi Udang Indonesia ... 53

4.2. Konsumsi dan Harga Udang di Indonesia ... 57

4.3. Harga Udang di Pasar Domestik ... 59

4.4. Ekspor Udang Indonesia ... 61

4.5. Harga Udang Dunia... 63

4.6. Nilai Tukar Rupiah ... 64

4.7. Tingkat Bunga Indonesia ... 67

4.8. Uji Asumsi ... 69

4.8.1. Uji Stasioneritas... 69

4.8.2. Uji Kointegrasi ... 71

4.9. Analisis Data Penelitian Two Stage Least Squares (2 SLS)... 72

4.9.1. Hasil Estimasi Produksi Udang Domestik ... 73

4.9.2. Hasil Estimasi Konsumsi Udang Domestik ... 74

4.9.3. Hasil Estimasi Volume Ekspor Udang Indonesia di Pasar Internasional ... 75

4.9.4. Hasil Estimasi Harga Udang Indonesia ... 77

4.10. Hasil Simulasi Kebijakan ... 78

4.10.1. Depresiasi Nilai Tukar Rupiah 5%... 79

4.10.2. Tingkat Bunga Turun 5% ... 79

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 81

5.1. Kesimpulan ... 81

5.2. Saran ... 83


(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1.1 Perkembangan Volume Ekspor Udang Indonesia ... 5

1.2 Volume dan Nilai Ekspor Udang Indonesia di Pasar Produktif, 2005- 2007 ... 7

4.1 Perkembangan Produksi Udang di Indonesia ... 56

4.2 Laju Pertumbuhan Konsumsi Udang di Pasar Domestik ... 58

4.3 Perkembangan Harga Udang di Pasar Domestik ... 60

4.4 Perkembangan Volume Ekspor Udang Indonesia ... 62

4.5 Perkembangan Harga Udang Dunia (US$/Ton) ... 63

4.6 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah/USD... ... 66

4.7 Perkembangan Tingkat Bunga di Indonesia ... 68

4.8 Uji Akar-akar Unit (Uji Stasioneritas) pada Tingkat Level/1st D ... 70

4.9 Hasil Estimasi Uji Kointegrasi ... 72

4.10 Ringkasan Hasil Dugaan Model Penawaran Udang Indonesia di Pasar Internasional ... 73


(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1.1 Volume Ekspor Udang Indonesia ... 5

2.1 Kurva Perdagangan Internasional ... 13

2.2 Deflationary & Inflationar Gap ... 24

2.3 Kurva Penawaran ... 34

2.4 Kerangka Konsep Penelitian... ... 40

4.1 Perkembangan Produksi Udang di Indonesia ... 57

4.2 Laju Pertumbuhan Konsumsi Udang di Pasar Domestik ... 59

4.3 Perkembangan Harga Udang Domestik ... 61

4.4 Perkembangan Volume Ekspor Udang Indonesia... 62

4.5 Perkembangan Harga Udang Dunia ... 64

4.6 Perkembangan Nilai Tukar Rp terhadap Dolar Amerika ... 67


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1 Data Analisis Volume Ekspor Udang Indonesia di Pasar Internasional 87 2 Hasil Estimasi Persamaan Simultan dengan Metode Two Stage Least

Square ... 88

3 Hasil Uji Stasioner ... 90

4 Hasil Uji Kointegration ... 96


(17)

DETERMINAN VOLUME EKSPOR UDANG INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan simultanitas dalam persamaan produksi udang Indonesia, konsumsi udang domestik, volume ekspor udang Indonesia di pasar internasional dan harga udang Indonesia. Penelitian ini juga ingin menganalisis pengaruh konsumsi udang domestik dan volume ekspor udang Indonesia di pasar internasional terhadap produksi udang Indonesia. Pengaruh harga udang Indonesia dan pendapatan per kapita terhadap konsumsi udang domestik, pengaruh harga udang dunia, nilai tukar rupiah, produksi udang Indonesia dan harga udang Thailand terhadap total volume ekspor udang Indonesia di pasar internasional serta pengaruh harga udang dunia, tingkat bunga dan volume ekspor udang Indonesia di pasar internasional terhadap harga udang Indonesia selama kurun waktu periode penelitian 1980-2008.

Metode analisis yang digunakan untuk mengetahui hubungan simultanitas adalah 2 SLS (Two Stage Least Square). Dan kaidah identifikasinya menunjukkan bahwa kondisi pada persamaan simultan mengalami overidentified sehingga memungkinkan untuk menggunakan metode 2 SLS.

Berdasarkan hasil estimasi metode 2 SLS (Two Stage Least Square) pada persamaan produksi udang Indonesia menunjukan bahwa konsumsi udang domestik dan volume ekspor udang Indonesia berpengaruh positif dan signifikan dengan tingkat kepercayaan  5%terhadap produksi udang Indonesia. Harga udang Indonesia berpengaruh negatif dan signifikan terhadap konsumsi udang domestik sementara pendapatan perkapita Indonesia berpengaruh positif dan signifikan terhadap konsumsi udang domestik. Harga udang dunia, nilai tukar rupiah, produksi udang Indonesia dan harga udang Thailand berpengaruh positif dan signifikan terhadap total volume ekspor udang Indonesia di pasar internasional, sedangkan persamaan harga udang Indonesia berpengaruh positif dan signifikan terhadap harga udang dunia, volume ekspor udang Indonesia dan tingkat bunga Indonesia.

Kata Kunci: Produksi Udang Indonesia, Konsumsi Udang Domestik, Total Volume Ekspor Udang Indonesia di Pasar Internasional, Harga Udang Indonesia, 2 SLS (Two Stage Least Square).


(18)

DETERMINANT OF EXPORT VOLUME OF INDONESIAN SHRIMPS IN THE INTERNATIONAL MARKET

ABSTRACT

This study aims to determine whether there is a relationship in the equation multanitas the Indonesian shrimp production, domestic shrimp consumption, export volume of Indonesian shrimps in the international market and the price of Indonesian shrimp. This study also wanted to analyze the influence of domestic shrimp consumption and export volume of Indonesian shrimps in the international market against Indonesian shrimp production. The influence of Indonesian shrimp prices and income per capita of domestic shrimp consumption, the influence of world shrimp prices, the rupiah, Indonesian shrimp production and the price of shrimp production thailand to total shrimp export volume of Indonesia in the international market as well as the influence of world shrimp prices, interest rates and export volume of Indonesian shrimps in the international market of Indonesian shrimp prices during the study period 1980-2008.

Method of analysis used to determine the relationship multanitas is 2 sls (two stage least square), and rules of identification showing that the conditions on the equation of multan suffered overidentified so allow me to use method 2 sls.

Based on the estimation method 2 sls (two stage least square) on Indonesian shrimp production equation shows that the domestic shrimp consumption and export volume of Indonesian shrimps have positive and significant with confidence levels in

á = 5% of Indonesian shrimp production. Indonesian shrimp prices significantly and

negatively related to the domestic shrimp consumption while income per capita of Indonesia has positive and significant impact on domestic shrimp consumption. World shrimp prices, the rupiah, Indonesian shrimp production and shrimp prices thailand has positive and significant impact on total export volume of Indonesian shrimps in the international market, while the Indonesian shrimp price equation has positive and significantly to the prices of world shrimp, shrimp export volume of Indonesia and Indonesian interest rates.

Keywords: Indonesian Shrimp Production, Domestic Shrimp Consumption, Total Shirmp Export Volume of Indonesian in the International Market, Indonesian Shrimp Prices and 2 SLS (Two Stage Least Square).


(19)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perdagangan antarnegara merupakan salah satu hubungan atau kerjasama ekonomi internasional selain dari investasi, pinjaman, bantuan serta kerjasama lainnya. Perdagangan internasional terjadi karena terdapat perbedaan harga dan perbedaan pendapatan sehingga akan meningkatkan standar hidup negara dan dari perbedaan tersebut, maka atas dasar kebutuhan yang saling menguntungkan, terjadilah proses pertukaran yang dalam skala luas dikenal sebagai perdagangan internasional. Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa antarperorangan (individu dengan individu), antara individu dengan pemerintah suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. Banyak negara, perdagangan internasional menjadi salah satu faktor utama untuk meningkatkan GDP. Setiap negara mempunyai perbedaan tingkat kapasitas produksi secara kuantitas, kualitas dan jenis produksinya dan dari perbedaan inilah akhirnya timbul transaksi perdagangan antarnegara atau perdagangan internasional (Halwani, 2005).


(20)

Adapun faktor-faktor yang mendorong terjadinya perdagangan internasional, yaitu:

a. Perbedaan sumber daya alam. b. Perbedaan sumber daya modal.

c. Perbedaan sumber daya manusia atau tenaga kerja. d. Perbedaan teknologi.

e. Perbedaan selera masyarakat. f. Perbedaan biaya produksi.

g. Keinginan memenuhi kebutuhan barang dan jasa dalam negeri.

h. Terjadinya era globalisasi sehingga tidak satu negara pun di dunia dapat hidup sendiri.

Perdagangan internasional menciptakan keuntungan dengan memberikan peluang pada setiap negara untuk mengekspor barang-barang yang faktor produksinya menggunakan sebagian sumber daya yang berlimpah dan mengimpor barang-barang yang faktor produksinya langka atau mahal jika diproduksi di dalam negerinya. Perdagangan internasional juga memungkinkan setiap negara melakukan spesialisasi produksi terbatas pada barang-barang tertentu sehingga memungkinkan mereka mencapai tingkat efisiensi yang lebih tinggi dengan skala produksi yang lebih besar. Indonesia banyak mengekspor komoditas utama dari subsektor perkebunan, pertanian dan perikanan, seperti biji kakao, CPO, kelapa, lada, teh, tembakau, ikan, udang dan lain-lain.


(21)

Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki potensi yang cukup besar di bidang perikanan, terutama karena memiliki wilayah laut yang cukup luas yaitu 7,9 juta km2 dan memiliki garis pantai sepanjang 80.791 km2 dengan luas pertambakan dan kolam ikan yang tersebar di beberapa wilayah Indonesia. Dibanding dengan luas daratannya yang hanya 1,9 juta km2 ternyata Indonesia memiliki luas perairan sebesar 81 persen dari seluruh luas wilayah Indonesia, sehingga Indonesia dapat menjadi salah satu negara yang dapat merajai bisnis perikanan dunia. Sektor perikanan Indonesia dalam era perdagangan bebas mempunyai peluang yang cukup besar. Salah satu komoditas ekspor Indonesia yang diharapkan dapat menyumbangkan devisa negara dari sektor non migas adalah udang. Konsumsi udang dunia terus meningkat, sementara itu sumber daya pantai Indonesia belum dimanfaatkan secara optimal. Dengan demikian, dilihat dari sisi produksi, prospek industri udang Indonesia adalah sangat cerah. Sejak tahun 1987 Indonesia telah menjadi salah satu pemasok terpenting udang dunia. Udang yang terdiri dari udang segar dan beku merupakan komoditas ekspor utama hasil sektor kelautan dan perikanan. Kontribusi ekspor udang dalam perolehan devisa Indonesia tergolong cukup besar, khususnya dari kelompok sektor non migas.

Udang sering dilihat sebagai salah satu indikator kondisi ekonomi perikanan, karena komoditas ini memiliki volume dan nilai ekspor terbesar, bila dibanding dengan komoditi perikanan lainnya. Di bawahnya adalah tuna, cakalang, rumput laut dan lain-lain. Udang memiliki nilai atau harga yang relatif stabil, dibanding tuna dan cakalang yang sering fluktuatif, apalagi rumput laut dan kini mutiara. Kelebihan


(22)

lainnya, komoditas ini memiliki pasar yang luas, di Jepang, Amerika, Eropa, maupun di Asia sendiri. Adapun tuna dan cakalang agak selektif, yakni yang berbentuk segar adalah di Jepang untuk sashimi, yang beku ke Amerika dan Eropa untuk selanjutnya dikalengkan. Dalam kurun waktu antara tahun 2004 sampai tahun 2008, volume ekspor udang memberikan kontribusi sebesar 63.1% dari sektor perikanan selain daripada Tuna, Cakalang dan Rumput Laut. Berdasarkan volumenya, perkembangan ekspor udang Indonesia naik sebesar 13.88% dari tahun 2007 ke tahun 2008. Pada tahun 2007 volume ekspor udang Indonesia mencapai 157.545 ton atau senilai US$ 1.029.935 ribu. Jumlah ini sedikit mengalami penurunan dibandingkan pada tahun 2006 yang mencapai 169.329 ton atau senilai US$ 1.115.963 ribu. Selama satu tahun, yakni Januari-Desember 2008, ekspor udang Indonesia mencapai 171.658 ton dengan nilai 1.168.940.664 dolar AS. Dari jumlah tersebut, sebagian besar adalah dalam bentuk beku yang mencapai 124.290 ton (72,41%) dengan nilai 884.674.871 dolar AS (75,68%). Untuk udang kaleng mencapai 34.355 ton (20,01%) dengan nilai 231.479.822 dolar AS (19.80%) dan olahan lainnya adalah 13.014 ton (7,58%) dengan nilai 52.768.971 dolar AS (4.52%). Harga udang pada pasaran ekspor selama tahun 2008, rata-rata adalah 5.64 dolar AS. Adapun perbandingan harga tiga jenis olahan tersebut, untuk harga udang beku rata-rata adalah 7,11 dolar AS per kilogram, udang kaleng 6,78 dolar AS per kilogram dan udang dalam bentuk olahan lainnya rata-rata adalah 3,04 dolar AS per kilogram. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1.1 sebagai berikut:


(23)

Tabel 1.1. Perkembangan Volume Ekspor Udang Indonesia

No Tahun Volume Ekspor

Udang (Ton)

Nilai Ekspor Udang (US $ 1000)

1 2004 142.098 892.452

2 2005 153.900 948.121

3 2006 169.329 1.115.963

4 2007 157.545 1.029.935

5 2008 171.658 1.168.940

Kenaikan rata-rata (%)

2004 - 2008 6.31 8.60

2007 - 2008 13.88 18.50

Sumber: Dirjen Perikanan, 2010

0 50 100 150 200 250

2004 2005 2006 2007 2008

Tahun

T

o

n Volume ekspor

udang Indonesia

Gambar 1.1. Volume Ekspor Udang Indonesia

Berdasarkan data di atas dapat dilihat bahwa perkembangan ekspor udang Indonesia cenderung mengalami kenaikan dari tahun ke tahun, hanya pada tahun 2007 volume ekspor udang mengalami penurunan, di mana volume ekspor udang sebesar 157.545 ton dibandingkan pada tahun 2006 yaitu sebesar 169.329 Ton. Pada tahun 2008 volume ekspor udang Indonesia mengalami kenaikan sebesar 171.658 ton


(24)

dengan nilai mencapai US $ 1.168.940 ribu dan merupakan jumlah tertinggi dari tahun-tahun sebelumnya. Hal ini diduga karena adanya depresiasi nilai tukar rupiah, di mana pada saat itu nilai tukar rupiah terhadap dolar sebesar Rp. 10.950. Kondisi ini menyebabkan petani ikan dan nelayan selaku produsen memperoleh keuntungan yang cukup besar dari hasil penjualan ekspor udang sehingga pada akhirnya mendorong naiknya volume ekspor udang Indonesia di pasar Internasional. Jepang pada tahun 1995 merupakan negara importir udang terbesar di dunia dengan jumlah import udangnya sebesar 292.909 ton. Negara tujuan ekspor udang Indonesia adalah Jepang, di mana pada tahun 1995 volume ekspor udang Indonesia ke Jepang mencapai 64.305 ton. Faktor-faktor yang menyebabkan Jepang menjadi pasar utama udang Indonesia adalah:

1. Jepang merupakan pasar ekspor yang terbesar di dunia.

2. Biaya transportasi relatif lebih murah dibandingkan misalnya ke Amerika Serikat atau Eropa.

3. Jepang mempunyai batasan persyaratan mutu impor yang tidak terlalu ketat dibandingkan dengan negara-negara Eropa dan Amerika Serikat.

4. Dalam hal udang beku mutu udang Indonesia di pasaran Jepang dianggap sebagai salah satu yang terbaik. Ini disebabkan udang yang dihasilkan oleh Indonesia berasal dari tambak, sungai dan laut yang relatif masih bersih dan belum tercemar dibandingkan dengan udang dari perairan Jepang sendiri dan dari negara-negara industri lainnya.


(25)

Amerika Serikat dan Uni Eropa merupakan negara importir udang terbesar kedua dan ketiga sesudah Jepang di mana pada tahun 1995 total impor udang di Amerika Serikat mencapai 270.893 ton. Sedangkan ekspor udang Indonesia ke negara-negara tersebut cukup besar. Pada tahun 2005 total volume ekspor udang Indonesia ke Amerika Serikat mencapai 50.698 ton dengan nilai sebesar US $ 327.819 dan pada tahun 2006 volume ekspor udang Indonesia ke Amerika Serikat meningkat sebesar 61.235 ton atau naik sekitar 20,78%. Untuk pasar udang di Uni Eropa juga cukup potensial, di mana volume ekspor udang Indonesia pada tahun 2006 mencapai 35.232 ton dengan nilai sebesar US $ 196.430. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1.2 di bawah ini:

Tabel 1.2. Volume dan Nilai Ekspor Udang Indonesia di Pasar Produktif, 2005 – 2007

N o

Negara Tujuan

Tahun Kenaikan

Rata-rata (%) 2005 - 2006

2005 2006 2007

Volume (Ton) Nilai (US $) Volume (Ton) Nilai (US $) Volume (Ton) Nilai (US $) Volume (%) Nilai (%)

1 Jepang 46.051 373.534 50.581 420.252 50.581 337.058 9,84 12,51 2 USA 50.698 327.819 61.235 418.556 60.297 430.093 20,78 27,68 3 U.Eropa 27.179 159.292 35.232 196.430 29.087 182.474 29,63 23.31 4 Lainnya 29.978 87.485 22.281 80.725 20.832 98.656 - 25,68 - 7,73

Total 153.906 948.130 169.329 1.115.963 160.797 1.048.281 10,02 17,70

Sumber: Dirjen Perikanan 2010

Situasi pasar internasional terdapat persaingan antar negara produsen yang melibatkan negara Indonesia, Thailand, Philipina dan beberapa negara lainnya di Asia, Pasifik dan Afrika. Dalam perkembangannya, persaingan antar negara produsen udang masih didominasi oleh Indonesia diikuti oleh Thailand. Kenyataan bahwa udang dari Indonesia lebih dominan dari pada udang Thailand, namun


(26)

beberapa tahun terakhir daya saing ekspor Indonesia menunjukkan kecenderungan yang makin melemah dibanding Thailand. Hal ini diduga disebabkan karena mutu produk udang Indonesia dan juga harga udang yang bersaing dengan negara-negara lainnya. Sedangkan harga udang dunia dan harga udang di pasar domestik juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi volume ekspor udang Indonesia di pasar internasional. Semakin tinggi harga udang dunia maka para produsen cenderung untuk mengekspor udangnya ke luar negeri, secara teoritis adanya kenaikan harga akan meningkatkan pasokan ekspor udang, dan sebaliknya jika harga turun maka terjadi penurunan pasokan ekspor udang. Pada sisi lain, jika terjadi kenaikan harga udang maka permintaan impor udang akan cenderung turun dan sebaliknya jika harga udang turun maka akan menaikkan permintaan impor (Irwan, 1997).

Irwan (1997), menyatakan bahwa penawaran ekspor suatu negara dipengaruhi oleh harga udang negara produsen lain sebagai mitra dagang, kebijakan-kebijakan pemerintah dalam negeri dan kebijaksanaan internasional juga mempengaruhi penawaran ekspor udang suatu negara. selain itu juga dipengaruhi oleh tingkat bunga dan nilai tukar valuta asing di negara pengekspor dan di negara patner dagang negara pengekspor. Sementara itu Efani, dkk (2002) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran udang Indonesia di pasar internasional antara lain; adanya depresiasi nilai tukar rupiah, investasi sektor perikanan dan suku bunga rupiah. Dari simulasi tiga kebijakan disimpulkan bahwa investasi di bidang perikanan mempunyai


(27)

dampak paling besar pada produksi dan ekspor udang Indonesia ke Amerika Serikat, Jepang dan Singapura, namun kurang berdampak pada harga udang domestik.

Ekspor memiliki pengaruh yang positif terhadap pendapatan nasional bagi Indonesia sebagai salah satu negara yang sedang berkembang dan merupakan penghasil devisa negara yang dapat memperkokoh pertumbuhan ekonomi nasional. Menyadari akan pentingnya peranan ekspor bagi pertumbuhan ekonomi di Indonesia, maka udang yang merupakan salah satu komoditi yang memiliki potensi kuat untuk peningkatan pendapatan negara yang masih menjadi primadona dalam ekspor perikanan di pasar internasional. Oleh karena itu penelitian ini diarahkan untuk menganalisis determinan volume ekspor udang Indonesia di pasar internasional dengan menggunakan data-data aktual di Indonesia.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang pemilihan judul di atas, maka permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah konsumsi udang domestik dan volume ekspor udang Indonesia berpengaruh terhadap total produksi udang di Indonesia?

2. Apakah harga udang domestik dan pendapatan per kapita Indonesia berpengaruh terhadap konsumsi udang di Indonesia?

3. Apakah harga udang dunia, nilai tukar, total produksi udang dalam negeri, dan harga udang Thailand berpengaruh terhadap volume ekspor udang Indonesia di pasar internasional?


(28)

4. Apakah harga udang dunia, tingkat bunga dan volume ekspor udang Indonesia berpengaruh terhadap harga udang di Indonesia?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk menganalisis pengaruh konsumsi udang domestik dan volume ekspor

udang Indonesia terhadap total produksi udang di Indonesia.

2. Untuk menganalisis pengaruh harga udang domestik dan pendapatan per kapita Indonesia terhadap konsumsi udang di Indonesia.

3. Untuk menganalisis pengaruh harga udang dunia, nilai tukar, total produksi udang di Indonesia dan harga udang Thailand terhadap volume ekspor udang Indonesia di pasar internasional.

4. Untuk menganalisis pengaruh harga udang dunia, tingkat bunga Indonesia dan volume ekspor udang Indonesia terhadap harga udang di Indonesia.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Bagi penulis, penelitian ini merupakan pelatihan intelektual yang diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan penulis tentang determinan volume ekspor udang Indonesia di pasar internasional.


(29)

2. Bagi masyarakat ilmiah, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi kemajuan dan pengembangan ilmu ekonomi pembangunan khususnya mengenai determinan volume ekspor udang Indonesia di pasar internasional. 3. Bagi pemerintah, diharapkan dapat menjadi masukan dalam hal referensi

untuk pengambilan kebijakan khususnya bidang perekonomian sektor perikanan.

4. Sebagai masukan bagi pengamat dan pelaku ekonomi dalam menambah wawasan serta bahan penelitian lebih lanjut mengenai determinan volume ekspor udang Indonesia di pasar internasional dengan ruang lingkup dan kajian yang berbeda.


(30)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perdagangan Internasional

Perdagangan internasional diawali dengan pertukaran atau perdagangan tenaga kerja dengan barang dan jasa lainnya. Dasar dalam perdagangan internasional adalah adanya perdagangan barang dan jasa antara dua negara atau lebih yang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan. Perdagangan ini terjadi apabila terdapat permintaan dan penawaran pada pasar internasional. Selain itu perdagangan internasional mampu menggerakkan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Terdapat beberapa hal yang mendorong terjadinya perdagangan internasional diantaranya dikarenakan perbedaan permintaan dan penawaran antar negara juga turut menyebabkan terjadinya perdagangan internasional. Perbedaan ini terjadi karena: (a) tidak semua negara memiliki dan mampu menghasilkan komoditi yang diperdagangkan, karena faktor-faktor alam negara tersebut tidak mendukung, seperti letak geografis dan kandungan buminya dan (b) perbedaan pada kemampuan suatu negara dalam menyerap komoditi tertentu pada tingkat yang lebih efisien.

Perdagangan internasional dianggap sebagai suatu akibat dari adanya interaksi antara permintaan dan penawaran yang bersaing. Permintaan (demand) dan penawaran (supply) akan tampak dalam bentuk yang sudah dikenal serta merupakan suatu interaksi dari kemungkinan produksi dan preferensi konsumen. Suatu negara akan mengekspor komoditas yang dihasilkan lebih murah dan mengimpor komoditas


(31)

yang dihasilkan lebih mahal dalam penggunaan sumber daya (Lindert dan Kindleberger, 1995). Perdagangan internasional semacam itu akan mendorong peningkatan konsumsi dan keuntungan. Sebaliknya kebijakan pembatasan perdagangan oleh pemerintah justru memberikan kerugian yang lebih besar bagi masyarakat dalam negeri dibandingkan manfaat yang diperoleh (Nopirin, 1997).

Volume ekspor suatu komoditi dari negara tertentu ke negara lain merupakan selisih antara penawaran domestik dan permintaan domestik yang disebut sebagai kelebihan penawaran (excess supply). Pada pihak lain, kelebihan penawaran dari negara tersebut merupakan permintaan impor bagi negara lain atau merupakan kelebihan permintaan (excess demand). Selain dipengaruhi oleh permintaan dan penawaran domestik, ekspor juga dipengaruhi oleh faktor-faktor pasar dunia seperti harga komoditas itu sendiri, jumlah komoditas itu sendiri dan komoditas substitusinya di pasar internasional serta hal-hal yang dapat mempengaruhi harga baik secara langsung maupun tidak langsung (Salvatore, 1997).

Negara A (Eksportir) Perdagangan Internasional Negara B (Importir)

Sumber: Salvatore, 1997


(32)

Pada Gambar 2.1 di atas menjelaskan terdapat perdagangan internasional antara negara A dan negara B. Sehingga pada perdagangan internasional antara negara A sebagai negara pengekspor dan negara B sebagai negara pengimpor terjadi keseimbangan harga komoditi relatif. Selain itu perdagangan internasional terjadi akibat kelebihan penawaran pada negara A dan kelebihan permintaan pada negara B. Pada negara A harga suatu komoditas sebesar Pa, dan di negara B harga komoditas tersebut sebesar Pb, cateris paribus. Pada pasar internasional harga yang dimiliki oleh negara A akan lebih kecil yaitu berada pada harga P* sehingga negara A akan mengalami kelebihan penawaran (excess supply) di pasar internasional.

Pada negara B, terjadi harga yang lebih besar dibandingkan harga pada pasar internasional. Sehingga akan terjadi kelebihan permintaan (excess demand) di pasar internasional. Pada keseimbangan di pasar internasional kelebihan penawaran negara A menjadi penawaran pada pasar internasional yaitu pada kurva ES. Sedangkan kelebihan permintaan negara B menjadi permintaan pada pasar internasional yaitu sebesar ED. Kelebihan penawaran dan permintaan tersebut akan terjadi keseimbangan harga sebesar P*. Peristiwa tersebut akan mengakibatkan negara A mengekspor, dan negara B mengimpor komoditas tertentu dengan harga sebesar P* di pasar internasional. Dari penjelasan di atas didapat bahwa perdagangan internasional (ekspor-impor) terjadi karena terdapat perbedaan antara harga domestik (Pa dan Pb), dan harga internasional (P*); permintaan (ED), dan penawaran (ES) pada komoditas tertentu. Selain itu, nilai tukar mata uang (exchange rate) pada pasar internasional antara suatu negara dengan negara lain secara tidak langsung akan


(33)

menyebabkan ekspor dan impor pada suatu negara. Teori Perdagangan Internasional terdiri atas:

A. Pra-klasik (Merkantilisme); merupakan suatu kelompok aturan yang merupakan pencerminan cita-cita atau ideologi kapitalisme komersial. Adam Smith merupakan pendiri aliran klasik yang mengemukakan bahwa dalam sektor perdagangan luar negeri, kebijakan merkantilis berpusat pada dua ide pokok, yaitu pertama pemupukan logam mulia di mana logam mulia dianggap identik dengan kemakmuran serta kekuasaan, selain itu kaum merkantilis yang mengukur kekayaan sebuah negara dengan stok/cadangan logam mulia yang dimilikinya dan sementara saat sekarang ini kita mengukur kekayaan sebuah negara dengan cadangan sumber daya manusia, hasil produksi manusia, serta kekayaan alam yang tersedia untuk memproduksi barang dan jasa. Semakin besar cadangan ini, semakin besar pula arus barang dan jasa untuk memenuhi keinginan manusia, dan dengan demikian akan semakin besar pula standar hidup masyarakat negara tersebut. Ide pokok yang kedua yaitu adanya hasrat yang besar untuk mencapai dan mempertahankan kelebihan nilai ekspor atas nilai impor. Dengan demikian, pemerintah harus menggunakan seluruh kekuatannya untuk mendorong ekspor, dan mengurangi serta membatasi impor (khususnya impor barang-barang mewah). Namun, oleh karena setiap negara tidak secara simultan dapat menghasilkan surplus ekspor, juga karena jumlah emas dan perak adalah tetap pada satu saat tertentu, maka sebuah negara hanya


(34)

dapat memperoleh keuntungan dengan mengorbankan negara lain (Rosyadi, 2001).

B. Keunggulan Absolut; Ekonomi klasik resmi berdiri ketika Adam Smith mengeluarkan bukunya yang berjudul An Inquiry into Nature and Causes of the

Wealth of Nations, yang biasa disingkat dengan Wealth of Nations. Dalam

bukunya, Adam Smith ingin menjelaskan bagaimana meningkatkan kekayaan/ kemakmuran suatu negara dan bagaimana kekayaan tersebut didistribusikan. Dalam hal ini, kekayaan suatu negara akan bertambah searah dengan peningkatan keterampilan dan efisiensi para tenaga kerja, dan sejalan dengan persentase penduduk yang terlibat dalam proses produksi. Kesejahteraan ekonomi setiap individu tergantung pada perbandingan antara produksi total dengan jumlah penduduk. Adam Smith juga menganjurkan adanya spesialisasi kerja dan penggunaan mesin-mesin sebagai sarana utama untuk peningkatan produksi. Ia juga memperkenalkan konsep invisible hand-nya di mana setiap orang yang melakukan kegiatan di dalam perekonomian dituntun oleh sebuah “tangan yang tidak kelihatan” sehingga dengan mengejar kepentingannya sendiri seringkali justru lebih efektif memajukan kepentingan masyarakat terlebih dahulu. Menurut Adam Smith, perdagangan antara dua negara didasarkan pada keunggulan absolut. Jika suatu negara menghendaki adanya persaingan, perdagangan bebas dan spesialisasi di dalam negeri, maka hal yang sama juga dikehendaki dalam hubungan antar bangsa. Sebuah negara lebih efisien daripada (atau memiliki keunggulan absolut terhadap) negara lain dalam


(35)

memproduksi sebuah komoditi, namun kurang efisien dibanding (atau memiliki kerugian absolut terhadap) negara lain dalam memproduksi komoditi lainnya, maka kedua negara tersebut dapat memperoleh keuntungan dengan cara masing-masing melakukan spesialisasi dalam memproduksi komoditi yang memiliki keunggulan absolut, dan menukarkannya dengan komoditi lain yang memiliki kerugian absolut. Melalui proses ini, sumber daya di kedua negara dapat digunakan dalam cara yang paling efisien. Output kedua komoditi yang diproduksi pun akan meningkat. Peningkatan dalam output ini akan mengukur keuntungan dari spesialisasi produksi untuk kedua negara yang melakukan perdagangan. Keunggulan absolut tersebut dapat diilustrasikan, jika negara A dapat memproduksi kentang untuk 8 unit per tenaga kerja sedangkan negara B untuk komoditi yang sama hanya dapat memproduksi 4 unit per tenaga kerja, sedangkan untuk komoditi lain misalnya gandum, negara A hanya dapat memproduksi 6 unit per tenaga kerja sedangkan untuk negara B dapat memproduksi 12 unit per tenaga kerja, maka dapat disimpulkan bahwa negara A mempunyai keunggulan absolut dalam produksi kentang dibandingkan dengan negara B, sedangkan negara B dapat dikatakan mempunyai keunggulan absolut dalam produksi gandum dibandingkan negara A. Perdagangan internasional yang saling menguntungkan antara kedua negara tersebut jika negara A mengekspor kentang dan mengimpor gandum dari negara B, dan sebaliknya negara B mengekspor gandum dan mengimpor kentang dari negara A.


(36)

C. Keunggulan Komparatif; Teori perdagangan internasional ini dikenal dengan nama teori keunggulan komparatif, yang diperkenalkan oleh David Ricardo. Berbeda dengan teori keunggulan absolut yang mengutamakan keunggulan absolut dalam produksi tertentu yang dimiliki oleh suatu negara dibandingkan dengan negara lain, teori ini berpendapat bahwa perdagangan internasional dapat terjadi walaupun satu negara tidak mempunyai keunggulan absolut, asalkan harga komparatif di kedua negara berbeda. Ricardo berpendapat sebaiknya semua negara lebih baik berspesialisasi dalam komoditi-komoditi di mana ia mempunyai keunggulan komparatif dan mengimpor saja komoditi-komoditi lainnya. Teori ini menekankan bahwa perdagangan internasional dapat saling menguntungkan jika salah satu negara tidak memiliki keunggulan absolut atas suatu komoditi seperti yang diungkapkan oleh Adam Smith, namun cukup memiliki keunggulan komparatif di mana harga untuk suatu komoditi di negara yang satu dengan negara lainnya relatif berbeda. Menurut hukum keunggulan komparatif, meskipun sebuah negara kurang efisien dibanding (atau memiliki kerugian absolut terhadap) negara lain dalam memproduksi kedua komoditi, namun masih tetap terdapat dasar untuk melakukan perdagangan yang menguntungkan kedua belah pihak. Negara pertama harus melakukan spesialisasi dalam memproduksi dan mengekspor komoditi yang memiliki kerugian absolut lebih kecil (keunggulan komparatif) dan mengimpor komoditi yang memiliki kerugian absolut yang lebih besar (kerugian komparatif). Dalam konteks dua negara dan dua komoditi, jika salah satu negara telah ditetapkan


(37)

memiliki keunggulan komparatif dalam satu komoditi, maka negara satunya harus dianggap memiliki keunggulan komparatif dalam komoditi lainnya.

D. Teori Heckscher-Ohlin; Gagasan yang menyatakan bahwa sumber utama perdagangan internasional adalah adanya perbedaan karunia sumber-sumber daya antarnegara merupakan salah satu landasan teori yang paling berpengaruh dalam ilmu ekonomi internasional. Teorinya sendiri dikembangkan oleh Eli Heckscher dan Bertil Ohlin yang disebut dengan teori proporsi faktor. Teori ini sangat menekankan saling keterkaitan antara perbedaan proporsi faktor-faktor produksi antarnegara dan perbedaan proporsi penggunaannya dalam memproduksi berbagai macam barang. Pada dasarnya, teori perdagangan Heckscher-Ohlin dilandaskan pada asumsi-asumsi pokok sebagai berikut (Salvatore, 1997):

a. Di dunia hanya terapat dua negara saja (negara 1 dan negara 2), dua komoditi (komoditi X dan komoditi Y), dan dua faktor produksi (tenaga kerja dan modal).

b. Kedua negara tersebut memiliki dan menggunakan metode atau tingkat teknologi produksi yang persis sama.

c. Komoditi X secara umum bersifat padat karya atau padat tenaga kerja, sedangkan komoditi Y secara umum bersifat padat modal. Hal ini berlaku untuk kedua negara.

d. Kedua komoditi tersebut sama-sama diproduksikan berdasarkan skala hasil yang konstan, dan hal ini sama-sama terjadi di kedua negara.


(38)

e. Spesialisasi produksi yang berlangsung di kedua negara sama-sama tidak lengkap atau tidak menyeluruh; artinya, masing-masing negara tetap memproduksi kedua jenis komoditi itu secara sekaligus, meskipun dalam komposisi yang berbeda.

f. Selera atau preferensi-preferensi permintaan para konsumen yang ada di kedua negara itu persis sama.

g. Terdapat kompetisi sempurna dalam pasar produk (tempat perdagangan kedua komoditi) dan juga dalam pasar faktor (yakni tempat bertemunya kekuatan penawaran dan permintaan atas berbagai faktor produksi, yang dalam teori ini dibatasi pada modal dan pasar tenaga kerja). Maksudnya, pemasok komoditi maupun faktor produksi begitu banyak, sehingga tidak ada yang bisa mendikte harga secara sepihak. Harga semata-mata terbentuk oleh kekuatan pasar.

h. Terdapat mobilitas faktor yang sempurna dalam ruang lingkup masing-masing negara namun tidak ada mobilitas faktor antarnegara/internasional. Maksudnya, seorang pekerja atau sejumlah modal bisa dengan mudah berpindah-pindah dari satu sektor ekonomi/industri ke sektor lainnya dalam negara yang sama, namun mereka tidak bisa berpindah ke negara lain. i. Sama sekali tidak ada biaya-biaya transportasi, tarif atau berbagai bentuk

hambatan lainnya yang dapat mengurangi kebebasan arus perdagangan barang yang berlangsung di antara kedua negara tersebut.


(39)

j. Semua sumber daya produktif atau faktor produksi yang ada di masing-masing negara dapat dikerahkan secara penuh dalam kegiatan-kegiatan produksi.

k. Perdagangan internasional yang terjadi di antara negara 1 dan negara 2 sepenuhnya seimbang (jumlah ekspor dan impor dari kedua negara ini persis sama).

2.2. Ekspor

Ekspor dalam arti sederhana adalah barang dan jasa yang telah dihasilkan di suatu negara kemudian dijual ke negara lain. Ekspor adalah proses transportasi barang (komoditas) dan jasa dari suatu negara ke negara lain secara legal, umumnya dalam proses perdagangan. Proses ekspor pada umumnya adalah tindakan untuk mengeluarkan barang (komoditas) dan jasa dari dalam negeri untuk memasukannya ke negara lain. Ekspor barang secara besar umumnya membutuhkan campur tangan dari bea cukai di negara pengirim maupun penerima. Ekspor merupakan bagian penting dari perdagangan internasional. Ekspor dapat diartikan sebagai total penjualan barang yang dapat dihasilkan oleh suatu negara, kemudian diperdagangkan kepada negara lain dengan tujuan mendapatkan devisa. Suatu negara dapat mengekspor barang-barang yang dihasilkannya ke negara lain yang tidak dapat menghasilkan barang-barang yang dihasilkan negara pengekspor (Lipsey, 1995).

Ekspor adalah salah satu komponen pengeluaran agregat, oleh sebab itu ekspor dapat mempengaruhi tingkat pendapatan nasional yang akan dicapai. Apabila


(40)

ekspor bertambah, pengeluaran agregat bertambah tinggi dan selanjutnya akan menaikkan pendapatan nasional. Akan tetapi sebaliknya pendapatan nasional tidak dapat mempengaruhi ekspor. Ekspor belum tentu bertambah apabila pendapatan nasional bertambah atau ekspor dapat mengalami perubahan walaupun pendapatan nasional tetap. Bagi negara produsen atau pengekspor bahwa tinggi rendahnya pendapatan nasional dalam negeri tidak dapat mempengaruhi ekspor akan tetapi suatu ekspor dapat dipengaruhi oleh pendapatan nasional negara yang melakukan permintaan ekspor terhadap suatu barang dari negara lain.

Salah satu faktor yang mempengaruhi Ekspor atau Impor adalah Pendapatan Nasional (GDP). Pendapatan nasional memegang peranan yang sangat penting sebagai suatu konsep yang menjawab upaya memacu pertumbuhan ekonomi dan keberadaannya dalam suatu perekonomian. Pendapatan nasional digunakan sebagai tolak ukur kinerja perekonomian suatu negara, apakah mengalami kemajuan atau kemunduran. Pendapatan nasional diartikan sebagai pendapatan yang diperoleh suatu negara dari aktivitas ekonomi yang dilakukan keseluruhan masyarakat dalam berbagai sektor perekonomian yang biasanya dihitung setiap tahun. GDP dengan memasukkan perdagangan luar negri dapat dirumuskan sebagai berikut:

GDP = C + I + G + NX

Di mana: C + I + G disebut permintaan domestik (domestic demand), sehingga NX = GDP – Permintaan domestik.

Tujuan utama dari kegiatan ekonomi adalah menyediakan barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat. Meskipun fluktuasi ekonomi dalam jangka pendek


(41)

terjadi pada naik turunnya siklus bisnis, namun dalam jangka panjang perekonomian tumbuh mantap dalam jangka panjang baik peningkatan GDP riil maupun standar hidup. GDP potensial menunjukkan tingkat output maksimum yang berkesinambungan (maximum sustainable level of output) yang mampu diproduksi perekonomian suatu negara. Output potensial ditentukan oleh kapasitas produksi dalam suatu perekonomian yang bergantung pada input yang tersedia (capital,

labour, land, ect) dan efisiensi teknologi dalam suatu perekonomian (Sinaga, 2009).

Pendapatan nasional bruto (Gross National Product/GNP) adalah pendapatan nasional yang diberikan sebagai total nilai nominal barang-barang dan jasa yang dihasilkan suatu negara di dalam negeri selama satu tahun tertentu. GDP nominal berupa banyaknya barang yang diproduksi pada tahun tertentu dikalikan dengan harga barang yang bersangkutan pada tahun tersebut. Sedangkan GDP riil adalah banyak barang yang diproduksi pada tahun tertentu dikalikan dengan harga tahun dasar (Bakti, dkk, 2010). Menurut Sinaga (2009) Deflationary Gap terjadi jika output aktual berada di bawah output potensialnya yang akan berdampak pada meningkatnya pengangguran (kesempatan kerja berkurang), Sedangkan Inflationary Gap terjadi jika

output aktual meningkat melebihi output potensialnya yang akan berdampak pada

meningkatnya inflasi (harga-harga secara umum). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari gambar di bawah ini:


(42)

Gambar 2.2. Deflationary & Inflationar Gap

GDP aktual menggambarkan tingkat output yang bisa dihasilkan dalam suatu perekonomian dengan kendala adanya perubahan siklus bisnis yang mungkin berubah secara cepat mengikuti perubahan bisnis dalam jangka pendek baik internal maupun eksternalnya. GDP Potensial cenderung tumbuh secara mantap (steady growth) karena input seperti labor, capital dan tingkat teknologi berubah sangat lambat sepanjang waktu, sementara GDP aktual tidak mengikuti pola siklus bisnisnya. Menurut Salvatore dalam Jamal (1999), bahwa ekspor bagi suatu negara sangat dipengaruhi oleh tinggi rendahnya Tingkat Pendapatan (GDP) di negara-negara lain yang menjadi mitra dagangnya. Impor dan tabungan merupakan suatu fungsi yang positif dan searah dengan pendapatan. Semakin tinggi pendapatan makin tinggi pula impor dan tabungannya, Jika pendapatan naik maka daya beli meningkat dan dengan sendirinya konsumsi yang diinginkan juga meningkat.

Deflationary Gap

GDP Potensial Inflationary Gap GDP Aktual

waktu GDP aktual


(43)

Nilai tukar adalah nilai mata uang suatu negara diukur dari nilai satu unit mata mata uang terhadap mata uang negara lainnya atau jumlah mata uang asing yang dapat dibeli dengan 1 unit mata uang domestik (Sinaga, 2009). Exchange rate ditentukan dalam pasar valuta asing (foreign exchange market). Apabila kondisi ekonomi suatu negara mengalami perubahan, maka biasanya diikuti oleh perubahan nilai tukar secara substansional. Masalah mata uang muncul saat suatu negara mengadakan transaksi dengan negara lain, di mana masing-masing negara menggunakan mata uang yang berbeda. Jadi nilai tukar mata uang (kurs) memainkan peranan sentral dalam hubungan perdagangan internasional karena kurs memungkinkan dapat membandingkan harga-harga barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu negara. Hal ini dijelaskan pula oleh Krugman dan Maurice (2005) bahwa dalam melakukan transaksi perdagangan antar negara-negara digunakan mata uang asing bukan mata uang negaranya dan dibutuhkan mata uang standar seperti US$ untuk bertransaksi. Nilai tukar dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti tingkat suku bunga dalam negeri, tingkat inflasi, dan intervensi Bank Central terhadap pasar uang jika diperlukan. Para ekonom membedakan kurs menjadi dua yaitu kurs nominal dan kurs riil. Kurs nominal (nominal exchange rate) adalah harga relatif dari mata uang dua negara. Sebagai contoh, jika antara dolar Amerika Serikat dan yen Jepang adalah 120 yen per dolar, maka orang Amerika Serikat bisa menukar 1 dolar untuk 120 yen di pasar uang. Sebaliknya orang Jepang yang ingin memiliki dolar akan membayar 120 yen untuk setiap dolar yang dibeli. Ketika orang-orang mengacu pada “kurs” diantara kedua negara, mereka biasanya mengartikan kurs nominal (Mankiw, 2003).


(44)

Kurs riil (real exchange rate) adalah harga relatif dari barang-barang diantara dua negara. Nilai tukar nominal (nominal exchange rate) adalah harga relatif dari mata uang dua negara (Mankiw, 2003). Nilai tukar riil adalah nilai tukar nominal yang sudah dikoreksi dengan harga relatif yaitu harga-harga di dalam negeri dibandingkan dengan harga-harga di luar negeri. Nilai tukar dapat dihitung dengan menggunakan rumus di bawah ini:

*

P

P

S

Q

di mana;

Q = Nilai Tukar riil S = Nilai Tukar Nominal

P = Tingkat Harga Domestik P* = Tingkat Harga di Luar Negeri

Sistem nilai tukar secara sederhana dapat diartikan sebagai seperangkat kebijakan institusi, praktek, peraturan, dan mekanisme yang menentukan tingkat di mana suatu mata uang ditukarkan dengan mata uang lainnya. Sebagai dasar pertukaran mata uang suatu negara, maka setiap negara harus menetapkan kerangka atau sistem nilai tukar mata uangnya terhadap mata uang negara lainnya. Secara umum sistem nilai tukar yang diterapkan saat ini dapat dibagi atas 2 sistem yaitu,

fixed exchange rate dan floating exchange rate. 1. Sistem Nilai Tukar Tetap (Fixed Exchange Rate)

Dalam sistem ini, suatu negara mengumumkan suatu nilai tukar tertentu atas mata uangnya. Untuk mempertahankan nilai tukarnya, pemerintah melalui bank


(45)

sentral melakukan jual beli valuta asing. Nilai tukar biasanya tetap atau diperbolehkan berfluktuasi dalam batas yang sempit. Pada sistem ini, otoritas moneter tidak memiliki keleluasaan dalam mengendalikan kondisi moneter domestik. Kebaikan dari sistem nilai tukar tetap ini adalah adanya kepastian akan nilai tukar mata uang domestik dengan mata uang negara lain. Sehingga para eksportir dan importir dapat memperhitungkan transaksi perdagangan dengan pihak luar negeri.

2. Sistem Nilai Tukar Mengambang Bebas (Free Floating Exchange Rate)

Dalam sistem nilai tukar mengambang bebas, nilai tukar ditentukan oleh mekanisme pasar dengan atau tanpa upaya stabilitas oleh otoritas moneter. Dalam arti, pemerintah atau otoritas moneter tidak berhak melakukan intervensi pasar, kecuali pada keadaan tertentu.

3. Sistem Nilai Tukar Mengambang Terkendali (Manage Floating Exchange Rate)

Pada sistem ini, otoritas moneter berperan aktif dalam menstabilkan nilai tukar pada tingkat tertentu. Pada keadaan demikian biasanya cadangan devisa dibutuhkan karena otoritas moneter perlu membeli atau menjual valuta asing di pasar untuk mempengaruhi pergerakan nilai tukar. Seberapa besar fluktuasi nilai tukar dalam sistem ini tergantung pada kemauan otoritas moneter untuk melakukan intervensi di pasar valuta asing, serta tersedianya cadangan devisa yang dimiliki negara tersebut lebih banyak persediaan cadangan devisa, maka lebih besar kemungkinan nilai tukar dapat distabilkan.


(46)

Dalam sistem nilai tukar internasional mengambang, depresiasi atau apresiasi nilai mata uang akan mengakibatkan perubahan ke atas ekspor maupun impor. Apabila mata uang domestik terapresiasi terhadap mata uang asing maka harga impor bagi penduduk domestik menjadi lebih murah, tetapi apabila nilai mata uang domestik terdepresiasi di mana nilai mata uang dalam negeri menurun dan nilai mata uang asing bertambah tinggi harganya sehingga menyebabkan ekspor meningkat dan impor cenderung menurun. Jadi nilai tukar mempunyai hubungan yang searah dengan volume ekspor, apabila nilai mata uang asing meningkat maka volume ekspor juga akan meningkat. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Irwan (1997) yang menyatakan bahwa depresiasi nilai tukar rupiah akan berdampak positif terhadap total ekspor udang Indonesia dan penerimaan devisa, sebaliknya akan berdampak negatif terhadap konsumen domestik.

Menurut Krugman dan Maurice (2005), tingkat harga (price level) dari suatu perekonomian adalah keseluruhan harga aneka barang dan jasa yang dinyatakan dalam satuan uang tunai. Jika tingkat harga meningkat, setiap rumah tangga dan perusahaan harus membelanjakan lebih banyak uang daripada sebelumnya untuk membeli aneka jenis barang dan jasa dalam jumlah yang persis sama seperti sediakala. Harga komoditi dan penawaran mempunyai hubungan positif di mana dengan makin tingginya harga di pasar akan merangsang produsen untuk menawarkan komoditinya lebih banyak demikian pula sebaliknya (Teken, 1991). Jadi, jika tingkat harga meningkat penawaran akan barang dan jasa juga akan meningkat.


(47)

Dalam hukum penawaran dijelaskan sifat hubungan antara penawaran suatu barang dengan tingkat harganya. Hukum penawaran pada hakikatnya merupakan suatu hipotesis yang menyatakan: makin rendah harga suatu barang maka makin sedikit penawaran terhadap barang tersebut, sebaliknya makin tinggi harga suatu barang maka makin tinggi penawaran akan barang tersebut dengan asumsi ceteris

paribus (Sukirno, 2002). Oleh karena itu, penawaran akan barang-barang ekspor juga

ditentukan oleh besarnya harga dari barang ekspor tersebut. Di mana, semakin tinggi harga dari barang-barang ekspor maka penawaran akan barang-barang ekspor tersebut akan bertambah. Sebaliknya, semakin rendah harga barang impor maka makin rendah penawaran akan barang ekspor tersebut dengan asumsi ceteris paribus (faktor lain dianggap tetap atau tidak mengalami perubahan). Jadi, dari sisi penawaran antara harga ekspor suatu barang dengan volume ekspor barang tersebut mempunyai hubungan positif. Menurut Irwan (1997) bahwa harga riil udang di pasar domestik berhubungan positif dengan harga ekspor udang Indonesia, sebaliknya harga udang di pasar domestik berhubungan negatif dengan penawaran domestik dan volume ekspor. Mekanismenya adalah Jika harga pasar internasional lebih tinggi daripada harga pasar domestik, maka produsen akan lebih memilih untuk memasarkan komoditi yang ia produksi ke pasar internasional sehingga akan meningkatkan pertumbuhan ekspor di negara tersebut.

Para ekonom membedakan antara suku bunga nominal dan suku bunga riil. Perbedaan ini adalah relevan ketika seluruh tingkat harga berubah. Suku bunga nominal (nominal interest rate) adalah tingkat bunga yang biasa dilaporkan, tingkat


(48)

bunga yang investor bayar untuk meminjam uang. Suku bunga riil (real interest rate) adalah tingkat bunga nominal yang dikoreksi karena pengaruh inflasi (Mankiw, 2008). Bank Indonesia selalu menetapkan tingkat suku bunga tertentu dari waktu ke waktu, suku bunga tersebut dinamakan suku bunga SBI. Suku bunga SBI dihitung dengan menggunakan rata-rata tertimbang dan memperhitungkan bobot volume transaksi yang terjadi pada periode yang bersangkutan (Bank Indonesia, 2005).

Kenaikan suku bunga mengakibatkan aktivitas dalam negeri menjadi lebih menarik bagi para penanam modal dalam negeri maupun luar negeri. Terjadinya penanaman modal cenderung mengakibatkan naiknya nilai mata uang yang semuanya tergantung pada besarnya perbedaan tingkat suku bunga di dalam dan di luar negeri, maka perlu dilihat mana yang lebih murah, di dalam atau di luar negeri (Natalia, 2009). Dengan demikian sumber dari perbedaan itu akan menyebabkan terjadinya kenaikan kurs mata uang asing terhadap mata uang dalam negeri. Chetty (2004) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa perubahan pada tingkat bunga memberikan pengaruh ganda yakni meningkatkan biaya modal dan biaya penundaan investasi yang selanjutnya akan berpengaruh negatif terhadap investasi itu sendiri, padahal investasi adalah salah satu penopang bagi peningkatan kegiatan perdagangan luar negeri terutama ekspor nonmigas.

Produksi merupakan suatu proses kombinasi dan koordinasi material-material dan kekuatan-kekuatan (input, faktor, sumber daya atau jasa-jasa produksi) dalam pembuatan suatu barang atau jasa (output atau produk). Kata input dan output hanya memiliki pengertian dalam hubungannya dengan proses produksi tertentu. Fungsi


(49)

Produksi adalah sebuah deskripsi matematis atau kuantitatif dari berbagai macam kemungkinan-kemungkinan produksi teknis yang dihadapi oleh suatu perusahaan. Fungsi produksi memberikan output maksimum dalam pengertian fisik tiap-tiap tingkat input dalam pengertian fisik. Dalam spesifikasi multiproduksi sangat penting membedakan antara faktor-faktor variabel dan tetap. Fungsi Cobb-Douglass adalah suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel, di mana variabel yang satu disebut variabel independen, yang menjelaskan atau dengan simbol x sedangkan variabel dependen atau variabel yang dijelaskan dengan simbol y. Oleh karena produksi udang Indonesia lebih diorentasikan untuk dipasarkan ke internasional, maka untuk fungsi permintaan udang Indonesia dalam penelitian ini merupakan residu antara penawaran dengan ekspornya, secara matematis dapat diturunkan sebagai berikut:

CUDt = QUDt – Ext

Sedangkan fungsi penawaran ekspor udang Indonesia di pasar internasional adalah sebagai berikut:

EX = f( PW, e, QUD)

Di mana:

CUDt = Permintaan Udang Domestik di Indonesia

QUDt = Penawaran Udang dalam Negeri pada tahun t

Ext = Jumlah Ekspor Udang Indonesia

EX = Ekspor Udang


(50)

e = Nilai Tukar QUD = Produksi Udang

Nilai berbagai variabel fungsi produksi dikehendaki dalam bentuk indikator fisik. Hubungan yang melibatkan nilai uang dinyatakan dalam fungsi lain yang dapat dirumuskan berdasarkan fungsi produksi. Sebagian karakteristik fungsi produksi bergantung kepada nilai sumber yang diumpankan, dan sebagian lagi bergantung kepada sumber tersebut (teknologi produksi). Turunnya produksi udang Indonesia akan berdampak negatif terhadap ekspor udang Indonesia, konsumen domestik dan penerimaan devisa.

2.3. Penawaran Udang

Penawaran suatu komoditi adalah jumlah komoditi yang ditawarkan kepada konsumen pada suatu pasar tertentu dengan harga dan waktu tertentu. Harga komoditi dan penawaran mempunyai hubungan positif di mana dengan makin tingginya harga di pasar akan merangsang produsen untuk menawarkan komoditinya lebih banyak demikian pula sebaliknya (Teken, 1991). Komoditi perikanan pada umumnya merupakan komoditi pada pasar persaingan sempurna karena produsen dalam jumlah banyak dan skala usahanya kecil sehingga produsen tidak dapat menentukan sendiri harga komoditinya atau bertindak sebagai “price taker” (Amin Aziz, 1993). Menurut Sebastian (1985) ada dua macam model untuk menganalisis penawaran yaitu model statis dan model dinamis. Pada model penawaran statis hanya memperlihatkan perubahan jumlah barang yang ditawarkan akibat adanya perubahan harga,


(51)

sedangkan faktor lain dianggap tetap (ceteris paribus). Sementara model penawaran dinamis adalah merupakan respon penawaran akibat adanya perubahan faktor-faktor di luar harga yang menyebabkan terjadinya pergeseran kurva penawaran (supply

shifter).

Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah penawaran suatu komoditas secara umum adalah harga komoditas itu sendiri, komoditas alternatif, harga faktor produksi, tujuan perusahaan, tingkat penggunaan teknologi, pajak, subsidi dan harapan harga yang akan datang (Lipsey, 1995). Pergeseran kurva penawaran dapat dilihat pada Gambar 2.2 terjadi apabila variabel yang mempengaruhi penawaran berubah. Kurva penawaran bergeser ke kiri dari S0 ke S1 apabila terjadi penurunan

penawaran yang diakibatkan oleh perubahan tertentu dalam tujuan yang ingin dicapai produsen atau adanya kenaikan harga barang-barang faktor produksi yang penting untuk memproduksi komoditas tersebut. Sebaliknya, pergeseran kurva penawaran ke arah kanan dari S0 ke S2, menunjukkan adanya peningkatan penawaran harga


(52)

0 Jumlah Gambar 2.3. Kurva Penawaran

Penawaran ekspor merupakan jumlah komoditi yang ditawarkan oleh suatu negara (produsen) ke negara lain (konsumen) dan juga untuk memenuhi permintaan lain. Jumlah yang ditawarkan merupakan suatu arus yang dinyatakan dalam berapa banyak per periode waktu tertentu. Besarnya penawaran tergantung pada harga komoditas itu sendiri, harga input, tujuan perusahaan, dan tingkat teknologinya. Ekspor suatu komoditi selain untuk memenuhi permintaan dalam negeri, penawaran suatu komoditas juga dimaksudkan untuk memenuhi permintaan masyarakat luar negeri. Penawaran ekspor suatu komoditi dari suatu negara merupakan selisih antara penawaran domestik dengan permintaan domestik. Di lain pihak, negara lain membutuhkan komoditi tersebut sebagai akibat dari kelebihan permintaan di negara tersebut. Berdasarkan uraian tersebut maka teori penawaran ekspor bertujuan untuk


(53)

menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran ekspor suatu negara. Penawaran udang di Indonesia berasal dari produksi hasil tangkapan di laut dan hasil produksi tambak udang. Dalam rangka penyederhanaan maka penawaran udang Indonesia digabungkan (didesagregasi). Secara sistematis dapat dirumuskan sebagai berikut:

QS = f(P, Px, Qt-1) Di mana:

Qs = Penawaran P = Harga output Px = Harga input

QUDt-1 = Produksi Udang Indonesia pada tahun t

Dengan mengasumsikan bahwa harga output udang hasil tangkapan laut dan hasil tambak adalah sama atau bersubstitusi sempurna, maka harga udang yang dipakai adalah harga udang rata-rata yakni harga udang domestik (PUD). Sedangkan harga input untuk memproduksi sangat bervariasi baik untuk udang hasil tambak maupun tangkapan di laut, maka untuk penyederhanaannya digunakan harga agregat yang berupa harga input modal yakni tingkat bunga, dengan harga i. Dengan mengasumsikan bahwa fungsi penawaran udang berbentuk linier dan berdimensi waktu, maka fungsi penawaran udang Indonesia adalah sebagai berikut:


(54)

Dalam bentuk dinamis bahwa penawaran dalam jangka panjang dapat dinyatakan sebagai suatu penawaran yang diharapkan. Dalam bentuk lain fungsi di atas dapat dijadikan:

QUDt = a’0 + a’1PUDt + a’2it + a’3QUDt-1+ u’t

2.4. Penelitian Terdahulu

Adapun penelitian sebelumnya yang dijadikan bahan rujukan yang relevan dengan penelitian ini dan dapat dijadikan referensi yaitu:

1. Penelitian yang dilakukan Efani, dkk (2002) yang meneliti tentang Analisis Penawaran Udang Indonesia di Pasar Internasional. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi produksi udang Indonesia, mengidentifikasi perilaku penawaran ekspor udang Indonesia ke negara-negara tujuan ekspor utama dan untuk mencari alternatif kebijakan yang bisa ditempuh untuk meningkatkan ekspor udang Indonesia. Dalam penelitiannya Efani, dkk menggunakan tiga indikator antara lain: Penawaran ekspor udang, Produksi udang total dan harga udang domestik. Penelitian ini memakai tiga Negara dalam pasar internasional yaitu Amerika Serikat, Singapura dan Jepang. Hasilnya Efani, dkk menyimpulkan bahwa produksi udang Indonesia sangat dipengaruhi oleh produksi udang Indonesia tahun sebelumnya, ekspor udang ke AS sangat dipengaruhi oleh ekspor sebelumnya, ekspor udang Indonesia ke Jepang dan Singapura sangat dipengaruhi oleh harga ekspor negara tersebut tetapi tidak oleh harga ekspor ke AS, dan juga sangat nyata oleh perubahan nilai


(55)

tukar rupiah. Harga udang domestik berpengaruh positif oleh harga udang domestik tahun sebelumnya dan harga udang dunia tetapi kurang dipengaruhi oleh nilai tukar rupiah.

2. Sundari (1999), tentang Model Permintaan Udang Indonesia di Pasar Jepang dan Pasar Amerika Serikat. Disimpulkan bahwa faktor-faktor yang menentukan permintaan udang Indonesia di Pasar jepang adalah harga tuna, konsumsi ikan per kapita, hasil tangkapan udang local, dan pendapatan penduduk Jepang. Sedangkan harga udang Indonesia, nilai tukar yen terhadap dolar Amerika, volume impor udang India dan jumlah penduduk tidak mempengaruhi permintaan udang Indonesia di pasar Jepang. Sedangkan permintaan udang Indonesia di pasar Amerika Serikat dapat dijelaskan oleh faktor-faktor yang digunakan yaitu: harga udang Indonesia, harga tuna, konsumsi udang per kapita Amerika, hasil tangkapan udang lokal, pendapatan, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika, volume impor udang Thailand dan jumlah penduduk Amerika. 3. Irwan (1997), tentang Perdagangan Udang Indonesia di Pasar Domestik dan

Internasional. Hasil penelitian menyatakan bahwa harga udang dunia dalam jangka pendek responsif terhadap perubahan ekspor udang dunia, sedangkan dalam jangka panjang responsif terhadap perubahan ekspor maupun impor udang dunia. Sedangkan harga ekspor udang Indonesia dalam jangka pendek tidak responsif terhadap perubahan semua peubah penjelas dan dalam jangka panjang hanya responsif terhadap perubahan nilai tukar rupiah, turunnya tingkat suku bunga berdampak positif terhadap total ekspor udang Indonesia,


(56)

penerimaan devisa dan konsumen domestik. Depresiasi nilai tukar rupiah akan berdampak positif terhadap total ekspor udang Indonesia dan penerimaan devisa sebaliknya akan berdampak negatif terhadap konsumen domestik.

4. Emmi S (1996), menganalisis Permintaan Ekspor Udang di Indonesia. Estimasi permintaan udang ekspor Indonesia menggunakan analisa regresi berganda dalam bentuk logaritma dengan metode OLS dan Auto Regresive 1. Formulasi persamaan matematiknya adalah sebagai berikut:

Yi = f (X1, X2,………….X11)

Ln Y = ao + a1 ln X1 + a2 ln X2 + a3 ln X3 + a4 ln X4 + a5 ln X5

a6 ln X6 + a7 ln X7 + a8 ln X8 + a9 ln X9 + a10 ln X10 +

a11 ln X11

Di mana:

Y adalah Kuantitas ekspor udang (ton), (X1) sampai dengan (X11) berturut-turut

adalah Harga ekspor udang (US $/kg), Harga Domestik (rp/kg), harga ekspor ikan tuna (US $/kg), Pendapatan per kapita negara Importir AS (US $), konsumsi udang Jepang (ton), konsumsi udang AS (ton), Produksi udang negara China (ton), Produksi udang negara India (ton), Produksi udang negara Thailand (ton). Dijelaskan bahwa kuantitas ekspor udang Indonesia dipengaruhi oleh harga udang (ekspor dan domestik), harga ekspor tuna, harga ekspor kepiting, pendapatan negara importir (AS dan Jepang), konsumsi udang negara importir dan produksi udang negara pesaing (Cina, India, Thailand). Hasilnya adalah bahwa ekspor hasil pertanian termasuk hasil-hasil perikanan merupakan


(57)

fungsi dari harga, ekspor, trend waktu, kapasitas produksi dalam negeri, jumlah yang ditawarkan satu tahun sebelumnya, nilai tukar, pendapatan real negara importir, tarif ekspor dan kebijakan pemerintah lainnya.

5. Penelitian Goenarsyah (1990), yaitu Studi Permintaan dan Penawaran Komoditi Ekspor Pertanian (Udang). Hasil penelitian menunjukkan jumlah udang yang di ekspor ke Jepang dipengaruhi oleh harga udang di pasaran Jepang dan nilai tukar dolar AS terhadap rupiah. Pangsa ekspor udang Indonesia di pasar Jepang dalam jangka pendek tidak banyak dipengaruhi oleh ratio harga udang Indonesia terhadap harga udang negara lain, akan tetapi dalam jangka panjang pangsa pasar udang Indonesia relatif peka terhadap perubahan ratio harga ekspor. Hal ini menunjukkan bahwa persaingan udang Indonesia dengan negara-negara lain di pasar internasional cukup tajam.

2.5. Kerangka Konsep

Produksi udang Indonesia adalah volume ekspor udang Indonesia ditambah dengan konsumsi udang domestik, di mana konsumsi udang domestik dipengaruhi oleh pendapatan perkapita Indonesia dan harga udang Indonesia, sedangkan volume ekspor udang Indonesia dipengaruhi oleh harga udang dunia, nilai tukar, harga udang Thailand dan produksi udang Indonesia. Harga udang Indonesia ditentukan oleh harga udang dunia, tingkat bunga dan volume ekspor udang Indonesia. Kerangka konsep ini ditunjukkan pada Gambar 2.4.


(1)

Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(CUD,2)

Method: Least Squares Date: 04/01/11 Time: 20:54 Sample(adjusted): 1982 2008

Included observations: 27 after adjusting endpoints

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. D(CUD(-1)) -1.560435 0.175318 -8.900572 0.0000

C 18.81847 5.410253 3.478297 0.0019

R-squared 0.760123 Mean dependent var 1.515556 Adjusted R-squared 0.750528 S.D. dependent var 52.52545 S.E. of regression 26.23497 Akaike info criterion 9.443250 Sum squared resid 17206.84 Schwarz criterion 9.539238 Log likelihood -125.4839 F-statistic 79.22018 Durbin-Watson stat 1.907404 Prob(F-statistic) 0.000000

Null Hypothesis: D(XUD) has a unit root Exogenous: Constant

Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=8)

t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -7.983419 0.0000 Test critical values: 1% level -3.699871

5% level -2.976263

10% level -2.627420

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(XUD,2)

Method: Least Squares Date: 04/01/11 Time: 20:54 Sample(adjusted): 1982 2008

Included observations: 27 after adjusting endpoints

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. D(XUD(-1)) -1.429903 0.179109 -7.983419 0.0000

C 7.433125 2.503848 2.968681 0.0065

R-squared 0.718262 Mean dependent var 0.780370 Adjusted R-squared 0.706993 S.D. dependent var 22.66514 S.E. of regression 12.26868 Akaike info criterion 7.923163 Sum squared resid 3763.010 Schwarz criterion 8.019151 Log likelihood -104.9627 F-statistic 63.73498


(2)

Null Hypothesis: D(PUD) has a unit root Exogenous: Constant

Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=8)

t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -3.949113 0.0055 Test critical values: 1% level -3.699871

5% level -2.976263

10% level -2.627420

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(PUD,2)

Method: Least Squares Date: 04/01/11 Time: 20:54 Sample(adjusted): 1982 2008

Included observations: 27 after adjusting endpoints

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. D(PUD(-1)) -0.845259 0.214038 -3.949113 0.0006

C 0.039537 0.097333 0.406204 0.6880

R-squared 0.384168 Mean dependent var 0.032963 Adjusted R-squared 0.359535 S.D. dependent var 0.631876 S.E. of regression 0.505685 Akaike info criterion 1.545381 Sum squared resid 6.392928 Schwarz criterion 1.641369 Log likelihood -18.86264 F-statistic 15.59549 Durbin-Watson stat 1.844265 Prob(F-statistic) 0.000565

Null Hypothesis: D(PDB) has a unit root Exogenous: Constant

Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=8)

t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -5.392863 0.0002 Test critical values: 1% level -3.699871

5% level -2.976263

10% level -2.627420


(3)

Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(PDB,2)

Method: Least Squares Date: 04/01/11 Time: 20:56 Sample(adjusted): 1982 2008

Included observations: 27 after adjusting endpoints

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. D(PDB(-1)) -1.071024 0.198600 -5.392863 0.0000

C 82216.02 28896.56 2.845184 0.0087

R-squared 0.537747 Mean dependent var 4335.552 Adjusted R-squared 0.519257 S.D. dependent var 187573.4 S.E. of regression 130055.2 Akaike info criterion 26.46049 Sum squared resid 4.23E+11 Schwarz criterion 26.55648 Log likelihood -355.2166 F-statistic 29.08297 Durbin-Watson stat 2.034595 Prob(F-statistic) 0.000014

Null Hypothesis: D(PUW) has a unit root Exogenous: Constant

Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=8)

t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -6.614989 0.0000 Test critical values: 1% level -3.699871

5% level -2.976263

10% level -2.627420

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(PUW,2)

Method: Least Squares Date: 04/01/11 Time: 20:56 Sample(adjusted): 1982 2008

Included observations: 27 after adjusting endpoints

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. D(PUW(-1)) -1.264565 0.191167 -6.614989 0.0000

C 0.031106 0.217471 0.143034 0.8874

R-squared 0.636406 Mean dependent var -0.016667 Adjusted R-squared 0.621863 S.D. dependent var 1.836619


(4)

Null Hypothesis: D(EXR) has a unit root Exogenous: Constant

Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=8)

t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -6.478807 0.0000 Test critical values: 1% level -3.699871

5% level -2.976263

10% level -2.627420

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(EXR,2)

Method: Least Squares Date: 04/01/11 Time: 20:57 Sample(adjusted): 1982 2008

Included observations: 27 after adjusting endpoints

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. D(EXR(-1)) -1.270270 0.196065 -6.478807 0.0000

C 466.9289 297.1919 1.571136 0.1287

R-squared 0.626726 Mean dependent var 66.37037 Adjusted R-squared 0.611795 S.D. dependent var 2424.271 S.E. of regression 1510.468 Akaike info criterion 17.54941 Sum squared resid 57037872 Schwarz criterion 17.64540 Log likelihood -234.9171 F-statistic 41.97494 Durbin-Watson stat 2.083338 Prob(F-statistic) 0.000001

Null Hypothesis: D(PUT) has a unit root Exogenous: Constant

Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=8)

t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -6.345525 0.0000 Test critical values: 1% level -3.699871

5% level -2.976263

10% level -2.627420


(5)

Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(PUT,2)

Method: Least Squares Date: 04/01/11 Time: 20:57 Sample(adjusted): 1982 2008

Included observations: 27 after adjusting endpoints

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. D(PUT(-1)) -1.240864 0.195549 -6.345525 0.0000

C 0.095760 0.243021 0.394042 0.6969

R-squared 0.616950 Mean dependent var 0.035556 Adjusted R-squared 0.601628 S.D. dependent var 1.999170 S.E. of regression 1.261810 Akaike info criterion 3.374158 Sum squared resid 39.80409 Schwarz criterion 3.470146 Log likelihood -43.55113 F-statistic 40.26569 Durbin-Watson stat 1.950971 Prob(F-statistic) 0.000001

Null Hypothesis: D(SBI) has a unit root Exogenous: Constant

Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=8)

t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -5.958010 0.0000 Test critical values: 1% level -3.711457

5% level -2.981038

10% level -2.629906

*MacKinnon (1996) one-sided p-values.

Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(SBI,2)

Method: Least Squares Date: 04/01/11 Time: 20:58 Sample(adjusted): 1983 2008

Included observations: 26 after adjusting endpoints

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. D(SBI(-1)) -1.898943 0.318721 -5.958010 0.0000 D(SBI(-1),2) 0.385680 0.192687 2.001591 0.0573

C 0.220109 1.295328 0.169925 0.8666

R-squared 0.731884 Mean dependent var 0.048077 Adjusted R-squared 0.708570 S.D. dependent var 12.23015 S.E. of regression 6.602353 Akaike info criterion 6.720896 Sum squared resid 1002.594 Schwarz criterion 6.866061


(6)

Lampiran 4: Hasil Uji Kointegration

Date: 04/01/11 Time: 21:01

Sample: 1980 2008 Included observations: 27 Series: QUD XUD PUD Lags interval: 1 to 1

Data Trend: None None Linear Linear Quadratic

Rank or No Intercept Intercept Intercept Intercept Intercept No. of CEs No Trend No Trend No Trend Trend Trend

Selected (5% level) Number of Cointegrating Relations by Model (columns)

Trace 1 1 1 1 1

Max-Eig 1 1 1 1 1

Log Likelihood by Rank (rows) and Model (columns)

0 -251.3578 -251.3578 -244.0518 -244.0518 -240.4103 1 -241.9507 -240.9198 -238.6632 -238.2379 -235.9292 2 -238.9912 -237.2822 -236.9643 -233.8046 -233.7353 3 -238.8538 -235.6933 -235.6933 -232.1165 -232.1165

Akaike Information Criteria by Rank (rows) and Model (columns) 0 19.28577 19.28577 18.96680 18.96680 18.91928* 1 19.03339 19.03109 19.01209 19.05466 19.03179 2 19.25861 19.28016 19.33069 19.24478 19.31373 3 19.69287 19.68098 19.68098 19.63826 19.63826

Schwarz Criteria by Rank (rows) and Model (columns)

0 19.71771 19.71771 19.54273* 19.54273* 19.63919 1 19.75330 19.79900 19.87598 19.96654 20.03966 2 20.26648 20.38402 20.48255 20.49263 20.60956 3 20.98871 21.12080 21.12080 21.22206 21.22206