Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

3 pemberontakan, yang banyak muncul dari kalangan Islam sendiri dibandingkan dengan yang datang dari luar umat Islam. Memang Ali bin Abi Thalib termasuk salah seorang khalifah yang fenomenal dan mendapat jaminan dari Rasul untuk masuk surga. Mungkin ini pula salah satu faktor yang menyebabkan ia digolongkan pada kelompok Khalifah Ar-Rasyidin. Namun pengelompokan itu tidak menjaminnya terlepas dari berbagai masalah yang rumit sepanjang hidupnya. 5 Ali bin Abi Thalib diangkat menjadi khalifah pada bulan juni tahun 565 M melalui pemilihan dan pertemuan terbuka. 6 Pengukuhan Ali menjadi khalifah tidak semulus pengukuhan tiga orang khalifah sebelumnya. Ali dibai‟at di tengah-tengah suasana berkabung atas peristiwa meninggalnya Utsman, pertentangan dan kekacauan, serta kebingungan umat Islam Madinah sedang terjadi. Sebab kaum pemberontak yang membunuh Utsman mendaulat Ali supaya bersedia dibai‟at menjadi khalifah. Setelah Utsman terbunuh, kaum pemberontak mendatangi para sahabat senior satu persatu yang ada di kota Madinah, seperti Thalhah, Zubair bin Awwam, Saad bin Abi Waqqash, dan Abdullah bin Umar agar menjadi khalifah, namun mereka menolak. Akan tetapi, baik kaum pemberontak maupun kaum Anshar dan Muhajirin lebih menginginkan Ali menjadi khalifah. Dia didatangi beberapa kali oleh kelompok- kelompok tersebut agar bersedia dibai‟at menjadi khalifah. Namun Ali menolak. Sebab, ia menghendaki agar urusan itu diselesaikan melalui ---------- 5 Abdul Karim. Sejarah Pemikiran Dan Peradaban Islam, Yogyakarta:pustaka book publisher,cetakan pertama , 2007,hlm, 89. 6 Muhadi Zainudin dan Abd Mustaqim, “Studi Kepemimpinan Islam,” Putra Mediatama Press, 2008, hal. 70. 4 musyawarah dan mendapat persetujuan dari sahabat-sahabat senior terkemuka. Akan tetapi, setelah massa rakyat mengemukakan bahwa umat Islam perlu segera mempunyai pemimpin agar tidak terjadi kekacauan yang lebih besar, akhirnya Ali bersedia dibai‟at menjadi khalifah. Ia dibai‟at oleh mayoritas rakyat dari muhajirin dan anshar serta para tokoh sahabat, seperti Thalhah dan Zubair, tetapi ada beberapa orang sahabat senior, seperti Abdullah bin Umar bin Khattab, Muhammad bin Maslamah, Saad bin Abi Waqqash, Hasan bin Tsabit, Abdullah bin Salam yang waktu itu berada di Madinah tidak mau ikut membai‟at Ali. Ibn Umar dan Saad misalnya bersedia membai‟at kalau seluruh rakyat sudah membai‟at. Mengenai Thalhah dan Zubair diriwayatkan, mereka membai‟at secara terpaksa. Akan tetapi, riwayat lain menyatakan bahwa mereka bersama kaum Anshar dan Muhajirinlah yang meminta kepada Ali agar bersedia dibai‟at menjadi khalifah. Mereka menyatakan bahwa mereka tidak punya pilihan lain, kecuali memilih Ali. Dengan demikian, Ali tidak dibai‟at oleh kaum muslimin secara aklamasi karena banyak sahabat senior ketika itu tidak berada di berbagai kota. Mereka tersebar di wilayah-wilayah taklukan baru dan wilayah islam sudah meluas ke luar kota Madinah sehingga umat islam tidak hanya berada di tanah Hijaz Mekah, Madinah, dan Thaif, tetapi sudah tersebar di Jazirah Arab dan di luarnya. Salah seorang tokoh yang menolak untuk membai‟at Ali dan menunjukan sikap konfrontatif adalah Muawiyah bin Abi Sufyan, 5 keluarga Ustman dan Gubernur Syam. Alasan yang dikemukakan karena menurutnya Ali bertanggung jawab atas terbunuhnya Utsman. 7 Sejarah mencatat bahwa dalam pengolahan urusan pemerintahan Ali juga selalu mengutamakan tradisi musyawarah sebagaimana pendahulunya, meskipun sudah kurang efektif, sebab telah terjadi friksi-friksi yang tajam dikalangan umat islam, yaitu antara kelompok Umayyah pendukung Muawiyah dan hasyimiyah pendukung Ali. 8 Tidak mengherankan jika kemudian pada masa kepemimpinan Ali, terjadi berbagai konflik-konflik, seperti perang jamal onta antara Ali dan Aisyah, perang shiffin antara Ali dan Muawiyah yang membelot sampai terjadinya tahkim 9 masing-masing pihak memilih seorang hakim dan peritiwa itu terjadi pada tahun 34 H. Setelah selesai perang jamal dan perang Siffin lantas bukan berarti Ali terlepas dari konflik. Sebaliknya ia terpaksa menghadapi perlawanan dari tentaranya sendiri yang tidak setuju dengan penerimaan tahkim arbitrase 10 dalam penyelesaian konflik dengan Mu‟awiyah. Karena penerimaan tahkim ini Ali dan pasukannya mendapat kekalahan dalam peperangan maka sebagian pengikutnya membelot dan membentuk kelompok sendiri yang disebut dengan kaum Khawarij. Konflik dengan kaum ini ternyata sangat melelahkan bagi Ali dan yang tragisnya ini pula yang menyebabkan ia terbunuh. Terbunuhnya Ali ---------- 7 Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, Bandung: CV.Pustaka Setia, 2008, hlm. 95- 96. Selanjutnya ditulis Dedi, Sejarah. 8 Dedi, Sejarah, hlm.71 9 Yayan Sopyan, M.Ag, Tarikh Tasyri’, Sejarah Pembentukan Hukum Islam, Depok: Gramata Publishing, 2010, hlm. 94 10 Tahkim atau arbitrase adalah sebuah proses yang ditempuh untuk menyelesaikan suatu sengketa dengan mempercayakan kepada suatu pengetara, yaitu orang yang dipercayai dari kedua belah pihak yang bersengketa. Mungkin istilah ini identik dengan wasit. 6 kemudian menimbulkan babak baru dalam sistem pemerintahan di negara Islam. Begitulah gambaran umum tentang konflik yang terjadi pada masa khalifah Ali bin Abi Thalib. Uraian di atas belum mengungkap semua peristiwa yang terjadi. Untuk mendalami peristiwa ini lebih jauh, perlu dilakukan kajian yang mendalam sehingga pertanyaan yang ada dalam penelitian ini dapat dijawab dengan baik.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas sesungguhnya dapat diambil berbagai unsur yang menjadi identifikasi dari judul ini, antara lain : 1. Khalifah Ali bin Abi Thalib adalah sahabat Nabi, yang termasuk kelompok Khalifah Rasyidin, mendapat jaminan dari Rasulullah Saw sebagai penghuni surga sehingga ada indikasi ia terlepas dari kesalahan dan kekeliruan, tetapi masa kepemimpinannya penuh dengan konflik dan tragedi memilukan. 2. Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya konflik dalam pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib yang masih belum banyak diketahui, dan perlu digali lebih mendalam. 3. Penilaian objektif terhadap sosok Khalifah Ali bin Abi Thalib sebagai sahabat yang dianggap mumpuni oleh masyarakat umum dan perlu dipertanyakan karena berbeda dengan kenyataan sejarah yang diketahui. 7 4. Berbagai kemungkinan pengajaran yang dapat diambil dari fenomena pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib untuk dianalisis secara politis akademis dan agamis.

C. Rumusan Dan Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah maka penulis mengemukakan rumusan masalah sebagai berikut, yaitu : 1. Bagaimanakah konflik-konflik politik pada masa pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib? 2. Apa sajakah faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya konflik politik pada masa pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib? 3. Bagaimana strategi Ali dalam menyelesaikan konflik-konflik pada masa pemerintahannya? Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penulis membatasi masalah menjadi tiga faktor, yaitu : 1. Konflik yang terjadi antara Khalifah Ali bin Abi Thalib dengan Thalhah, Zubair dan Aisyah 2. Konflik yang terjadi antara Khalifah Ali bin Abi Thalib dengan Mu‟awiyah bin Abu Sofyan 3. Konflik yang terjadi antara Khalifah Ali bin Abi Thalib dengan Kaum Khawarij. 8

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Untuk mengungkap konflik-konflik politik yang terjadi selama Khalifah Ali bin Abi Thalib menjalankan pemerintahannya. b. Untuk mengungkap faktor-faktor yang timbul dari konflik pada masa pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib.

2. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini diuraikan menjadi dua bagian, yaitu Manfaat praktis dan manfaat akademis. a. Manfaat Praktis Penelitian ini dapat memberikan pemahaman baru terhadap perjalanan perpolitikan pada masa Khalifah Ali bin Abi Thalib. b. Manfaat Akademis Adapun manfaat akademis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a Terungkapnya pemahaman baru dalam masyarakat mengenai perjalanan politik pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib yang tidak terlepas dari konflik. b Masyarakat mengetahui bahwa gelar Khalifah Ar-Rasyidin bukan berarti Khalifah Ali bin Abi Thalib terlepas dari kesalahan dan kekeliruan, melainkan juga menghadapi berbagai permasalahan manusia pada umumnya.