Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

commit to user 1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada masa kini fungsi dan peran negara terhadap masyarakatnya bukan hanya sekedar menjaga ketertiban dan keamanan saja, namun lebih luas dari hal tersebut. Fungsi dan peran negara lainnya yakni memberikan kesejahteraan pada masyarakat luas untuk dapat memajukan kesejahteraan secara menyeluruh. Dalam melaksanakan konsep kesejahteraan ini, perlindungan bagi warga negara baik sebagai individu maupun sebagai kelompok merupakan sisi yang sangat penting, Karena tanpa adanya perlindungan yang menimbulkan rasa aman bagi rakyat. tidak mungkin dapat tercapai suatu kesejahteraan yang merata. Sebagaimana kita ketahui bahwa tantangan bangsa Indonesia dalam pembangunan jangka panjang kedua adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat untuk mewujudkan masyarakat yang maju, adil, makmur, dan mandiri yang merata baik materil maupun spirituil dalam suatu era demokrasi ekonomi berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Untuk dapat menjawab tantangan tersebut, maka kita dihadapkan pada kemajuan kegiatan ekonomi perdagangan yang semakin terbuka serta globalisasi ekonomi yang akan memperluas ruang gerak arus transaksi barang dan jasa. Sebagaimana diketahui bahwa dari keterbukaan itu akan memeberikan begitu banyak tantangan baik sebagai konsumen, produsen, atau pemerintah. salah satu aspeknya adalah akan semakin meningkatnya permasalahan dibidang perlindungan konsumen. Dampak yang timbul tersebut perlu mendapatkan perhatian seksama, karena perkembangan dinamis dan terus menerus yang terjadi di bidang ekonomi akan menimbulkan permasalahan baru dibidang ini. Masalah Perlindungan Konsumen juga tidak luput dari perhatian pemerintah saat ini, jumlah masyarakat Indonesia yang cukup banyak yakni sekitar dua ratus juta lebih dan sebagian besar dari mereka adalah konsumen yang buta akan hak-hak mereka sebagai konsumen yang baik. commit to user 2 Undang-Undang Perlindungan Konsumen telah membangkitkan kesadaran baru berupa penumbuhkembangan sikap pelaku usaha yang bertanggung jawab Caveat Venditor. Sikap bertanggung jawab tersebut diperlukan untuk mewujudkan keseimbangan perlindungan kepentingan konsumen dan pelaku usaha. Perekonomian yang sehat tercipta melalui keseimbangan perlindungan kepentingan diantara para pihak. Perwujudan terhadap keseimbangan perlindungan kepentingan tersebut merupakan rasio diundangkannya Undang- Undang Perlindungan Konsumen. Pembentukan Undang-Undang tampaknya menyadari bahwa prinsip ekonomi pelaku usaha yaitu mendapat keuntungan semaksimal mungkin dengan modal seminimal mungkin, sangat potensial merugikan kepentingan konsumen, baik secara langsung maupun tidak langsung Yusuf Shofie, 2008 : 42 Hukum dibuat agar dapat menciptakan suatu tertib nasional, serta menciptakan rasa keadilan pada setiap aspek di negara ini. Atas hal itu maka produk hukum yang ada harus dapat di buat dan dilaksanakan dengan sebaik mungkin. namun walaupun peraturan telah dibuat dan dirancang dengan pertimbangan yang sangat matang, dalam pelaksanannya tentu masih banyak terdapat kesalahan ataupun pelanggaran yang terjadi. Hal ini dapat kita lihat di sekitar kita, dimana masih banyak masyarakat yang tidak taat pada peraturan yang berlaku di negara ini, walaupun pengaturannya telah dibuat dengan sedemikian rupa. Salah satu kajian yang ingin Penulis bahas pada penulisan skripsi ini adalah keterkaitan sebuah aparatur negara dalam menangani masalah terhadap Perlindungan Konsumen. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia Konsumen adalah “Pemakai barang-barang hasil industri bahan pangan dan sebagainya, lawan dari Produsen”. Pada dasarnya kita dapat memahami bahwa kepentingan- kepentingan dari konsumen di Indonesia dilindungi dengan sedemikan rupa untuk dapat mengurangi kerugian-kerugian yang mungkin akan diderita oleh konsumen itu sendiri. Pada perkembangan hukum perlindungan konsumen memang pernah diadakan suatu inventarisasai terhadap peraturan-peraturan yang memuat materi perlindungan konsumen di dalamnya, kendati kata “Konsumen” sendiri mungkin commit to user 3 tidak di sebutkan secara tegas. Hanya terdapat istilah-istilah yang dapat menggantikannya. Lahirnya UUPK memberikan penjelasan mengenai apa saja yang menjadi hak-hak konsumen, yakni: 1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan jasa 2. Hak untuk memilih barang danatau jasa serta mendapatkan barang danatau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan 3. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan jasa 4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang danatau jasa. 5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut 6. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen, hak unduk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif 7. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi danatau penggantian, apabila barangdanatau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya 8. Hak-hak lain yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang- undangan.Shidarta, 2004:21 Dengan adanya pengaturan seperti yang telah disebutkan diatas maka kita dapat melihat konsumen diberikan hak untuk mendapatkan informasi yang benar mengenai identitas maupun kondisi produk yang akan mereka konsumsi. Maka berkaitan dengan hal tersebut pelaku usaha diberikan kewajiban yang harus di taati dalam memproduksi ataupun memasarkan hasil produksinya hingga sampai kepada konsumen. Dalam Pasal 1 ayat 3 UU No 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, memberikan pengertian mengenai pelaku usaha, yakni ”Pelaku Usaha adalah setiap perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah Hukum Negara Republik Indonesia, baik commit to user 4 sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian penyelenggaraan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi”. Terkait dengan hak-hak yang dimiliki oleh konsumen tadi, kewajiban yang harus Pelaku Usaha taati berdasarkan Pasal 7 UUPK dalam usaha mewujudkan industri Indonesia yang baik, jujur, dan bertanggung jawab, diantaranya adalah : 1. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya. 2. Tidak menjual, menawarkan, atau menyerahkan barang-barang palsu 3. Memberikan jaminan terhadap barang dan jasa serta memberikan penjelasan penggunaan perbaikan dan pemeliharaan. 4. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif. 5. Menjamin mutu barang danatau jasa yang diproduksi danatau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang danatau jasa yang berlaku. 6. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, danatau mencoba barang danatau jasa tertentu serta memberi jaminan danatau garansi atas barang yang dibuat danatau yang diperdagangkan. 7. Memberi kompensasi, ganti rugi danatau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang danatau jasa yang diperdagangkan. Hal diatas menjelaskan bahwa segala macam produk baik berupa makanan, minuman, dan barang lainnya dilindungi dan diberikan jaminan agar dapat menciptakan perlindungan yang akurat dari pada kepentingan konsumen itu sendiri. Untuk memperjelas pengertian barang ataupun produk kita akan mendapatkan pengertian yang tertuang dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen dimana barang adalah ”setiap benda yang berwujud ataupun tidak berwujud, baik bergerak ataupun tidak bergerak, dapat dihabiskan atau tidak dapat dihabiskan, yang dapat untuk diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau untuk dimanfaatkan oleh konsumen”. commit to user 5 Berdasarkan pengertian menurut UUPK tersebut diatas, maka barang dapat disimpulkan meliputi benda hasil pertanian, perikanan, pemburuan, dan termaksud barang-barang hasil olahan yang dapat dimanfaatkan oleh manusia dan mengandung aspek perdagangan. Sedangkan berdasarkan Black’s law dictionary atau kamus hukum, maka dapat dijelaskan bahwa pengertian produk adalah ”Something that distributed commercially for use or consumption and that is use. Tangibel personal property, 2 the result of fabrication or processing, and 3 an item that has passed through a chain of commercial distribution before ultimate use or consumption”. Penjelasan diatas apabila diterjemahkan secara bebas maka dapat diartikan bahwa produk adalah suatu barang yang dihasilkan melalui proses alamiah maupun segala sesuatu yang dihasilkan melalui proses kimiawi dan turunannya, serta dengan suatu metode pemikiran tertentu yang dipakai, sebelum barang tersebut dapat dimanfaatkan ataupun diambil hasilnya oleh manusia. Maka kedua aspek tersebut diatas baik barang ataupun produk adalah benda yang dihasilkan melalui proses produksi oleh pelaku usaha. Fakta yang dapat kita lihat saat ini adalah banyaknya pelaku usaha yang masih tidak dapat mematuhi peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah berkaitan dengan produk pangan. Fenomena yang dapat kita lihat secara nyata di sekitar kita adalah terdapatnya beberapa produk makanan yang dijual disekitar kita dengan tidak mencantumkan informasi-informasi yang lengkap mengenai identitas dari bahan makanan itu sendiri. Dalam hal ini kita menyebutnya sebagai ”Label”. Penulis mengamati sejumlah bahan pangan yang dipasarkan kepada konsumen di kota Surakarta. Kenyataan yang ada adalah masih ada sejumlah bahan pangan baik yang dihasilkan melalui produksi industri besar ataupun produksi industri rumah tangga kecil, yang tidak memperhatikan keberadaan label pada kemasannya, hal ini tentunya melanggar ketentuan pada undang- undang perlindungan konsumen dan juga Peraturan Pemerintah No.69 Tahun 1999 Tentang Label dan Iklan Pangan. commit to user 6 Terciptanya suatu perdagangan pangan yang jujur dan bertanggung jawab merupakan salah satu tujuan penting pengaturan, pembinaan, dan pengawasan di bidang pangan. Salah satu upaya untuk mencapai tertib pengaturan di bidang pangan adalah melalui pengaturan di bidang label dan iklan pangan, namun dalam praktiknya selama ini hal tersebut belum memperoleh penerapan sebagaimana mestinya. Banyak pangan yang beredar tanpa mengindahkan mengenai ketentuan tersebut. Peran serta pemerintah sangat diperlukan terkait hal ini, dimana pemerintah adalah suatu lembaga yang diharapkan dapat membuat kebijakan-kebijakan tertentu yang dapat mengatur serta menciptakan lingkungan ekonomi yang sehat dikalangan pengusaha di Indonesia, namun peran serta pemerintah tidak hanya terpaut pada lingkup pengusaha saja, terhadap masyarakat pun diperlukan suatu perlindungan khusus untuk dapat melindungi kepentingannya sebagai konsumen. Dalam beberapa peraturan yang dibuat dijelaskan beberapa hal mengenai syarat dan ketentuan terhadap suatu produk industri di Indonesia. Pengaturan beserta sanksinya pun sudah sangat jelas dan tegas. Namun pada kenyataannya masih banyak pelaku usaha yang tidak patuh dan melakukan pelanggaran-pelanggaran tertentu yang tentunya dapat merugikan pihak konsumen itu sendiri. Peneliti mengamati hal tersebut khususnya di kota Surakarta. Sudah banyak masyarakat yang dirugikan baik secara materil maupun imateril oleh pelaku usaha yang melakukan pelanggaran tersebut, namun dari pihak masyarakat pun kurang peka terhadap kasus ini. Kenyataan ini disebabkan oleh karena konsumen kurang menyadari hal-hal apa saja yang menjadi haknya. Pada dasarnya mereka enggan untuk menjalani proses penuntutan berkaitan dengan hilangnya hak-hak mendasar mereka sebagai konsumen akhir. Hal ini mungkin disebabkan dengan adanya faktor panjang dan rumitnya suatu proses penuntutan, serta faktor lainnya adalah tidak banyak masyarakat yang tahu dan mengerti tentang hal-hal yang tertuang dalam Hukum Perlindungan Konsumen itu sendiri. Apabila kita melihat lebih dalam, jika seorang produsen melakukan pelanggaran-pelanggaran tertentu berkaitan dengan kegiatan produksi maupun terhadap hasil usahanya, maka sudah sepatutnya pihak-pihak yang berwenang commit to user 7 untuk dapat segera mengambil langkah untuk mengatasi hal tersebut, namun pada kenyataannya produk tersebut tetap beredar di lingkungan masyarakat. Produk- produk tersebut di pasarkan secara bebas di toko-toko, pasar, ataupun di tempat umum lainnya yang dapat terjangkau dan bisa didapatkan dengan mudah oleh masyarakat luas dan dari berbagi lapisan. Menangani masalah peredaran bahan pangan yang bermasalah tersebut, terdapat beberapa instansi pemerintah yang berwenang untuk menanganinya, salah satunya adalah Dinas Perindustrian dan Perdagangan yang diamanatkan untuk mengawasi dan memantau peredaran barang baik pangan maupun non- pangan. Dinas perindustrian dan perdagangan ini melakukan banyak upaya dan kegiatan-kegiatan yang dapat meminimalisir pelanggaran dalam hal barang yang beredar dilingkungan masyarakat. Namun dengan adanya beberapa fenomena yang berkaitan dengan pelangaran terhadap pencantuman label pada bahan pangan di kota Surakarta ini, maka kita dapat melihat keberadaan dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan kota Surakarta kurang mendapat perhatian dari para pelaku usaha. Dari uraian yang telah penulis jelaskan diatas maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dan menyusunnya menjadi sebuah skripsi dengan judul “PERANAN DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN TERHADAP PEREDARAN BAHAN PANGAN YANG TIDAK MENCANTUMKAN LABEL PADA KEMASAN DI KOTA SURAKARTA DITINJAU DARI PERATURAN PEMERINYAH NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN”. B. Perumusan Masalah Perumusan masalah dalam suatu penelitian merupakan suatu hal yang penting, karna diperlukan untuk memberikan kemudahan bagi penulis dalam membatasi permasalahan yang akan ditelitinya, sehingga dapat mencapai tujuan dan sasaran yang jelas, serta memperoleh jawaban sesuai dengan yang diharapkan. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut: commit to user 8 1. Apakah peranan Dinas Perindustrian dan Perdagangan terhadap peredaran bahan pangan yang beredar di kota Surakarta? 2. Berapa jumlah kasus yang ditemukan mengenai bahan pangan yang tidak memenuhi syarat di kota Surakarta pada tahun 2009-2010? 3. Sanksi hukum apa yang diberikan kepada pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terkait penegakan hukum terhadap peredaran bahan pangan yang tidak mencantumkan label pada kemasan.

C. Tujuan Penelitian

Dokumen yang terkait

Kepedulian Konsumen Terhadap Label Dan Informasi Bahan Tambahan Pangan (Btp) Pada Label Kemasan Pangan Di Kota Bogor

0 9 64

Peranan Pemerintah Kota Surakarta Dalam Pengelolaan Terminal Penumpang Ditinjau Dari Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Terminal Penumpang

0 11 73

PENDAPAT HUKUM BAGI PEMERINTAH TERHADAP PELAKU USAHA YANG TIDAK MENCANTUMKAN LABEL PERINGATAN BAHAYA MEROKOK BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PERATURAN M.

0 1 1

69 dinas koperasi, perindustrian, perdagangan dan pariwisata

0 1 2

69_ dinas koperasi, perindustrian, perdagangan dan pariwisata

0 0 2

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN

0 0 38

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 1999 Tentang Label Dan Iklan Pangan

0 0 36

Analisis hukum terhadap pelaku usaha yang tidak memiliki izin perdagangan ditinjau dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan (Studi kasus Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, UMKM Kota Pangkalpinang) - Repository Universitas Bangka

0 0 12

BAB I PENDAHULUAN - Analisis hukum terhadap pelaku usaha yang tidak memiliki izin perdagangan ditinjau dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan (Studi kasus Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, UMKM Kota Pangkalpinang) - Repository

0 0 15

EVALUASI KESESUAIAN PELABELAN PADA KEMASAN PRODUK SUSU BUBUK, CAIR DAN KENTAL YANG BEREDAR DI KOTA SEMARANG DITINJAU DARI JENIS NOMOR REGISTRASI BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 - Unika Repository

0 0 12