PERANAN DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN TERHADAP PEREDARAN BAHAN PANGAN YANG TIDAK MENCANTUMKAN LABEL PADA KEMASAN DI KOTA SURAKARTA DITINJAU DARI PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 69
commit to user
iPERANAN DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN TERHADAP PEREDARAN BAHAN PANGAN YANG TIDAK MENCANTUMKAN LABEL
PADA KEMASAN DI KOTA SURAKARTA DITINJAU DARI PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL
DAN IKLAN PANGAN
Penulisan Hukum (Skripsi)
Disusun Dan Diajukan untuk
Melengkapi Sebagai Persyaratan guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 Dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Oleh :
RACHMAD KRANI P E 0006204
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA 2011
(2)
commit to user
iiPERSETUJUAN PEMBIMBING
Penulisan Hukum (Skripsi)
PERANAN DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN TERHADAP PEREDARAN BAHAN PANGAN YANG TIDAK MENCANTUMKAN LABEL PADA KEMASAN DI KOTA SURAKARTA DITINJAU DARI PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 69 TAHUN 1999
TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN
OLEH Rachmad Krani P
NIM. E0006204
Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Surakarta, Februari 2011 Dosen Pembimbing
I Gusti Ayu Ketut RH, S.H., M.H., M.M NIP. 197210082005012001
(3)
commit to user
iiiPENGESAHAN PENGUJI
Penulisan Hukum (Skripsi)
PERANAN DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN TERHADAP PEREDARAN BAHAN PANGAN YANG TIDAK MENCANTUMKAN LABEL PADA KEMASAN DI KOTA SURAKARTA DITINJAU DARI PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 69 TAHUN 1999
TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN
Oleh Rachmad Krani P
NIM. E0006204
Telah diterima dan dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Sripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pada : Hari : Tanggal :
DEWAN PENGUJI
1. Wida Astuti, S.H. ( )
2. Waluyo, S.H., M.Si. ( )
3. DR. I.Gusti Ayu.KRH, S.H., M.M. ( )
Mengetahui Dekan,
Moh. Jamin, S.H, M.Hum NIP 196109301986011001
(4)
commit to user
ivPERNYATAAN
Nama : Rachmad Krani P
NIM : E 0006204
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (Skripsi) berjudul : PERANAN DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN TERHADAP PEREDARAN BAHAN PANGAN YANG TIDAK MENCANTUMKAN LABEL PADA KEMASAN DI KOTA SURAKARTA DITINJAU DARI PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum (Skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (Skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (Sripsi) ini.
Surakarta, Yang membuat pernyataan
Rachmad Krani P NIM E0006204
(5)
commit to user
vPERSEMBAHAN
Dengan segala kerendahan hati
Skripsi ini akan kupersembahkan untuk :
Allah SWT yang maha pengasih dan pemberi segala nikmat .
Terima kasih ya Allah atas semua Karunia dan Inspirasi serta pertolongan yang aku terima, sehingga aku dapat menyelesaikan tugas ku ini dengan sebaik mungkin.
Ayah dan Ibu tercinta
Sebagai tanda bakti atas limpahan kasih sayang, do’a, dan restu yang selalu kalian berikan dalam setiap keputusan yang aku kerjakan. Permohonan maaf tidak bisa dana selalu ucapkan atas segala kesalahan yang selalu dan lakukan. Namun dengan terselesaikannya kuliah S1 serta mendapatkan predikat sebagai Sarjana Hukum ini merupakan satu bentuk usaha dalam memperoleh kesuksesan di masa mendatang.
Alm mbah kakung Wahono
Terima kasih atas segala macam do’a semasa hidup mu, dan memebrikan dukungan penuh agar dana bisa terus berjuang untuk meraih cita-cita yang dana harapkan.
Nenek tebet
Satu-satunya dari keluarga ayah yang selalu cocern terhadap kuliah aku selama disolo, semoga dengan selesainya kuliah ini merupakan bukti dana untuk selama ini nenek…
(6)
commit to user
vi Eddy Hari Purnomo
Yang selalu membantu dan memberikan ku berbagai macam inspirasi . Terima kasih atas segala bantuan dan usahanya untuk men-support aku dalam mengerjakan beberapa urusan yang terbilang rumit dan
membutuhkan pemikiran yang panjang.
Tante uti
Yang pernah ke solo dan membantu segala macam kerebekan dana di sana, serta mensupport dari jauh asupaya aku bisa meraih segala impian yang dana harapkan.
Om gowo
Om ku yang selalu memberikan dukungan penuh terhadap kuliah dan usaha-usaha ku
Untuk the usi
Yang selalu membantu dalam mengerjakan urusan kuliah ku
Icha
Terima kasih keapada Icha yang selalu memberikan masukan-masukan yang terbaik dalam segala hal.
Seluruh teman-teman muwardi yang menjadi inspirasi tersendiri bagi penulis untuk menjadi bertambah dewasa dan memiliki banyak pengalam-pengalaman yang tidak terlupakan.
(7)
commit to user
viiABSTRAK
Rachmad Krani P, E0006204. Dengan judul skripsi : PERANAN DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN TERHADAP PEREDARAN BAHAN PANGAN YANG TIDAK MENCANTUMKAN LABEL PADA KEMASAN DI KOTA SURAKARTA DITINJAU DARI PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN, Fakultas hukum, Universitas Sevelas Maret, 2011.
Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan bagaimana peranan Dinas Perindustrian Dan Perdagangan terhadap peredaran bahan pangan yang beredar di wilayah kota Surakarta, berapa banyak jumlah bahan pangan yang tidak mencantumkan label pada kemasan di pasaran kota Surakarta, serta bagaimana penegakan Hukum Administrasi Negara terhadap bahan pangan yang tidak mencantumkan label tersebut.
Penulisan skripsi ini menggunakan metode kualitatif dan bersifat deskriptif, karena permasalahan yang dibahas menyangkut realitas, dalam ini yaitu mengenai peredaran bahan pangan yang tidak mencantumkan label di kota Surakarta. Penulis mengumpulkan data melalui studi lapangan, yaitu dengan cara wawancara, dan studi kepustakaan. Analisis data yang digunakan adalah analisis data kualitatif dengan model interaktif, baik data primer maupun data sekunder. Data primer didapatkan dari Dinas Perindustrian Dan Perdagangan, sedangkan data sekunder bersumber dari: data sekunder yang bersifat pribadi dan publik, serta data sekunder dibidang hukum. Untuk jenis data primer, pengumpulan data dilakukan dengan dua cara, yaitu melalui pengamatan (observasi) dan wawancara
(interview). Pengumpulan data sekunder dilakukan melalui studi pustaka dan
Content analisys dokumen, arsip, bahkan hukum primer dan bahan hukum
sekunder. Pengecekan keabsahan data dilakukan dengan teknik trianggulasi sumber.
Berdasarkan penelitian dan analisis data yang telah dilakukan, diperoleh hasil bahwa Dinas Perindustrian Dan Perdagangan kota Surakarta adalah merupakan salah satu instansi pemerintah yang berwenang menangani peredaran bahan pangan khususnya di kota Surakarta. Berdasarkan kewenangannya tersebut dinas ini memiliki beberapa kegiatan untuk mewujudkan perlindungan konsumen terkait dengan peredaran bahan pangan yang beredar di kota Surakarta ini, diantaranya yakni pengawasan peredaran bahan pangan, pembinaan terhadap pelaku-pelaku usaha yang akan dan sedang memulai kegiatan usahanya, serta sosialisasi terhadap para konsumen tentang kebijakan tentang pangan serta cara memilih bahan pangan yang baik dan benar. Dalam hal ini terdapat pangan yang tidak mencantumkan label pada kemasannya, terkait hal tersebut maka dapat dikatakan bahwa tidak seluruhnya pelaku usaha di kota Surakarta telah memenuhi ketentuan yang berkaitan dengan pangan. Atas kelalaian yang dilakukan oleh pelaku usaha tersebut maka akan dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan ijin usaha
Kata Kunci : Dinas Perindustrian Dan Perdagangan, bahan pangan, label, kemasan.
(8)
commit to user
viii ABSTRACTRachmad Krani P, E0006204. Entitled : THE ROLE OF DEPARTMENT OF
INDUSYTRY AND COMMERCE TOWARD CIRCULATION OF FOOD SUBSTANCE WITHOUT LABEL ON IT’S PACKAGE IN SURAKARTA REVIEWED BASED ON GOVERNMENT REGULATION NUMBER 69 ON YEAR 1999 ABOUT FOOD LABEL AND ADVERTISEMENT. Faculty of Law, Sebelas Maret University, 2011
The aim of this research is to describe: what is role of Department of Industry and Commerce which circulated in Surakarta, How many food substance withot label in Surakarta, how about legal supremacy of Public Administration Law toward food substance without label.
It was a descriptively research and used qualitatively method because the problem inside related to reality especially food substance circulation without label in Surakarta. The author collected data through field observation such as interview and literature research. Data analisys that used here is qualitatively data analisys with interactively model either primary or secondary data. Pramery data came from Department of Industry and commerce. Secondary data, however came from: private and public secondary data, and legal secondary data. For primary data, data collection was done by two methods that are obseravation and interview. Data collection for secondary data was done by literature research and content analisys of document, arcieves, material of primary and secondary data. Validity of data is corrected by technique of source triangulation.
Research and data analisys showed that Department of industry and commece in Surakarta is a government department that holds food substance on it’s authority to protect consumer from food substance sirculation in Surakarta such as an observation of food substance sirculation, guidance for business man who will began or are beginning their busness, and socialization about food policy ang Department of Industry and commerce find food substance without label on it’s package. So it called that no all of buseness man on Surakarta fulfilled rule of food. For their careless, business man will receive administrative punishment like cancellation of their business lisence, penalty or sentence.
Keywords : Department of Industry and Commerce, Food substance, Label, Peckage
(9)
commit to user
ixKATA PENGANTAR
Bismillahhirahmanirahiim
Dengan mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan penulisan hukum yang berjudul PERANAN DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN TERHADAP PEREDARAN BAHAN PANGAN YANG TIDAK MENCANTUMKAN LABEL DI KOTA SURAKARTA DITINJAU DARI PERATIRAN PEMERINTAH NOMOR 69 YAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN BAHN PANGAN, guna melengkapi syarat untuk memeperoleh gelar sarjana pada Fakultas hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan hukum ini tidak akan terselesaikan tanpa bantuan, bimbingan, dan pengarahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis hendak menyampaikan ucpan terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada :
1. Bapak Mohammad Jamin,S.H,M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret atas ijin yang diberikan untuk penyusunan penulisan hukm (Skripsi) ini.
2. Bapak Prasetyo Hadi S.H selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret , yang telah memberikan ijin kepada Penulis untuk melakukan penelitian. Sehingga Penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum (Skrpsi) ini.
3. Bapak Lego S.H selaku ketua PPH Fakultas Hukum Universitas Sebelas
Maret, berkat ijin dan arahannya yang diberikan kepada Penulis.
4. Ibu I.Gusti Ayu S.H selaku pembimbing penulisan hukum (Skripi) ini atas bimbingan , arahan, masukan, serta saran dan kritik yang sangat bermanfaat bagi Penulis, sehingga Penulis berhasil menyelesaikan penulisan hukum ini.
5. Ibu Sasmini S.H, M.H selaku pembimbing akademik yang membantu dalam
bimbingan serta masukannya selama penulis menempuh perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
(10)
commit to user
x6. Bapak dan Ibu dosen yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu atas pengajaran serta arahan kepada Penulis, sehingga Penulis mendapatkan ilmu kususnya dibidang Hukum yang tentunya bermanfaat bagi penulis di kemudian hari.
7. Dinas Perindustrian dan Perdagangan kota Surakarta yang telah mengijinkan kepada Penulis untuk melakukan penelitian di instansi tersebut. Sehingga penulis dapat mengambil dan meneliti tentang informasi yang berkaitan dengan penulisan hukum (Skripsi) ini.
8. Semua orang yang dekat dengan Penulis yang tidak bisa Penulis sebutkan satu per satu yang selalu menemani dan memberikan dukungannya kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan hukum ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, maka Penulis mengharapkan berbagai macam kritik dan saran yang dapat membangun dan keberhasilan dari penulis dimasa yang akan datang.
Akhirnya Semoga penulisan Hukum ini dapat bermanfaat bagi kita semua pihak.
Surakarta,
(11)
commit to user
xiDAFTAR ISI
Halaman Judul ... i
Halaman Persetujuan ... ii
Halaman Pengesahan ... iii
Halaman Pernyataan... iv
Halaman Persembahan ... v
Abstrak ... vii
Abstract ... viii
Kata pengantar ... ix
Daftar isi ... xi
Daftar tabel ... xiii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Perumusan Masalah ... 7
C. Tujuan Penelitian ... 8
D. Manfaat Penelitian ... 9
E. Metode Penelitian ... 10
F. Sistematika Penulisan Hukum ... 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 14
A. Kerangka Teori ... 14
1. Tinjauan umum Hukum Perlindungan Konsumen ... 14
2. Tinjauan umum tentang Dinas Perindustrian dan Perdagangan ... 22
3. Tinjauan umum tentang bahan pangan ... 27
4. Tinjauan umum tentang label ... 28
5. Tinjauan umum tentang kemasan... 34
6. Tinjauan umum tentang Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 Tentang Label Iklan Pangan ... 35
(12)
commit to user
xiiBAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 42
A. Hasil Penelitian ... 42
1. Peranan Dinas Perindustrian Dan Perdagangan kota Surakarta terhadap peredaran bahan pangan yang beredar di kota Surakarta ... 42
2. Berapa jumlah kasus yang ditemukan mengenai bahan pangan yang tidak memenuhi syarat di kota Surakarta pada tahun 2009-2010 ... 48
3. Penegakan hukum terhadap peredaran bahan pangan yang tidak mencantumkan label pada kemasan ... 55
B. Pembahasan ... 57
1. Pembahasan peranan Dinas Perindustrian dan Perdagangan kota Surakarta terhadap peredaran bahan pangan yang beredar di kota Surakarta ... 57
2. Pemabahasan Berapa jumlah kasus yang ditemukan mengenai bahan pangan yang tidak memenuhi syarat di kota Surakarta pada tahun 2009-2010 ... 59
3. Pembahasan penegakan hukum terhadap peredaran bahan pangan yang tidak mencantumkan label pada kemasan ... 62
BAB IV PENUTUP ... 64
A. Kesimpulan ... 64
B. Saran ... 66
DAFTAR PUSTAKA ... 68 LAMPIRAN
(13)
commit to user
xiiiDAFTAR TABEL
Tabel Hasil Pemeriksaan Dinas Perindustrian Dan Perdagangan 1 ... 49
Tabel Hasil Pemeriksaan Dinas Perindustrian Dan Perdagangan 2 ... 49
Tabel Hasil Pemeriksaan Dinas Perindustrian Dan Perdagangan 3 ... 50
Tabel Hasil Pemeriksaan Dinas Perindustrian Dan Perdagangan 4 ... 50
Tabel Hasil Pemeriksaan Dinas Perindustrian Dan Perdagangan 5 ... 51
Tabel Hasil Pemeriksaan Dinas Perindustrian Dan Perdagangan 6 ... 51
Tabel Hasil Pemeriksaan Dinas Perindustrian Dan Perdagangan 7 ... 52
Tabel Hasil Pemeriksaan Dinas Perindustrian Dan Perdagangan 8 ... 52
Tabel Hasil Pemeriksaan Dinas Perindustrian Dan Perdagangan 9 ... 53
Tabel Hasil Pemeriksaan Dinas Perindustrian Dan Perdagangan 10 ... 53
(14)
commit to user
1BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada masa kini fungsi dan peran negara terhadap masyarakatnya bukan hanya sekedar menjaga ketertiban dan keamanan saja, namun lebih luas dari hal tersebut. Fungsi dan peran negara lainnya yakni memberikan kesejahteraan pada masyarakat luas untuk dapat memajukan kesejahteraan secara menyeluruh. Dalam melaksanakan konsep kesejahteraan ini, perlindungan bagi warga negara baik sebagai individu maupun sebagai kelompok merupakan sisi yang sangat penting, Karena tanpa adanya perlindungan yang menimbulkan rasa aman bagi rakyat. tidak mungkin dapat tercapai suatu kesejahteraan yang merata. Sebagaimana kita ketahui bahwa tantangan bangsa Indonesia dalam pembangunan jangka panjang kedua adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat untuk mewujudkan masyarakat yang maju, adil, makmur, dan mandiri yang merata baik materil maupun spirituil dalam suatu era demokrasi ekonomi berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Untuk dapat menjawab tantangan tersebut, maka kita dihadapkan pada kemajuan kegiatan ekonomi perdagangan yang semakin terbuka serta globalisasi ekonomi yang akan memperluas ruang gerak arus transaksi barang dan jasa. Sebagaimana diketahui bahwa dari keterbukaan itu akan memeberikan begitu banyak tantangan baik sebagai konsumen, produsen, atau pemerintah. salah satu aspeknya adalah akan semakin meningkatnya permasalahan dibidang perlindungan konsumen. Dampak yang timbul tersebut perlu mendapatkan perhatian seksama, karena perkembangan dinamis dan terus menerus yang terjadi di bidang ekonomi akan menimbulkan permasalahan baru dibidang ini. Masalah Perlindungan Konsumen juga tidak luput dari perhatian pemerintah saat ini, jumlah masyarakat Indonesia yang cukup banyak yakni sekitar dua ratus juta lebih dan sebagian besar dari mereka adalah konsumen yang buta akan hak-hak mereka sebagai konsumen yang baik.
(15)
Undang-Undang Perlindungan Konsumen telah membangkitkan kesadaran baru berupa penumbuhkembangan sikap pelaku usaha yang bertanggung jawab
(Caveat Venditor). Sikap bertanggung jawab tersebut diperlukan untuk
mewujudkan keseimbangan perlindungan kepentingan konsumen dan pelaku usaha. Perekonomian yang sehat tercipta melalui keseimbangan perlindungan kepentingan diantara para pihak. Perwujudan terhadap keseimbangan perlindungan kepentingan tersebut merupakan rasio diundangkannya Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Pembentukan Undang-Undang-Undang-Undang tampaknya menyadari bahwa prinsip ekonomi pelaku usaha yaitu mendapat keuntungan semaksimal mungkin dengan modal seminimal mungkin, sangat potensial merugikan kepentingan konsumen, baik secara langsung maupun tidak langsung (Yusuf Shofie, 2008 : 42)
Hukum dibuat agar dapat menciptakan suatu tertib nasional, serta menciptakan rasa keadilan pada setiap aspek di negara ini. Atas hal itu maka produk hukum yang ada harus dapat di buat dan dilaksanakan dengan sebaik mungkin. namun walaupun peraturan telah dibuat dan dirancang dengan pertimbangan yang sangat matang, dalam pelaksanannya tentu masih banyak terdapat kesalahan ataupun pelanggaran yang terjadi. Hal ini dapat kita lihat di sekitar kita, dimana masih banyak masyarakat yang tidak taat pada peraturan yang berlaku di negara ini, walaupun pengaturannya telah dibuat dengan sedemikian rupa.
Salah satu kajian yang ingin Penulis bahas pada penulisan skripsi ini adalah keterkaitan sebuah aparatur negara dalam menangani masalah terhadap Perlindungan Konsumen. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia Konsumen adalah “Pemakai barang-barang hasil industri (bahan pangan dan sebagainya, lawan dari Produsen)”. Pada dasarnya kita dapat memahami bahwa kepentingan-kepentingan dari konsumen di Indonesia dilindungi dengan sedemikan rupa untuk dapat mengurangi kerugian-kerugian yang mungkin akan diderita oleh konsumen itu sendiri. Pada perkembangan hukum perlindungan konsumen memang pernah diadakan suatu inventarisasai terhadap peraturan-peraturan yang memuat materi perlindungan konsumen di dalamnya, kendati kata “Konsumen” sendiri mungkin
(16)
tidak di sebutkan secara tegas. Hanya terdapat istilah-istilah yang dapat menggantikannya.
Lahirnya UUPK memberikan penjelasan mengenai apa saja yang menjadi hak-hak konsumen, yakni:
1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi
barang dan jasa
2. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan
3. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan jasa
4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa.
5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian
sengketa perlindungan konsumen secara patut
6. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen, hak unduk
diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif 7. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila
barangdan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya
8. Hak-hak lain yang diatur dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan.(Shidarta, 2004:21)
Dengan adanya pengaturan seperti yang telah disebutkan diatas maka kita dapat melihat konsumen diberikan hak untuk mendapatkan informasi yang benar mengenai identitas maupun kondisi produk yang akan mereka konsumsi. Maka berkaitan dengan hal tersebut pelaku usaha diberikan kewajiban yang harus di taati dalam memproduksi ataupun memasarkan hasil produksinya hingga sampai kepada konsumen. Dalam Pasal 1 ayat (3) UU No 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, memberikan pengertian mengenai pelaku usaha, yakni ”Pelaku Usaha adalah setiap perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah Hukum Negara Republik Indonesia, baik
(17)
sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian penyelenggaraan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi”.
Terkait dengan hak-hak yang dimiliki oleh konsumen tadi, kewajiban yang harus Pelaku Usaha taati berdasarkan Pasal 7 UUPK dalam usaha mewujudkan industri Indonesia yang baik, jujur, dan bertanggung jawab, diantaranya adalah : 1. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.
2. Tidak menjual, menawarkan, atau menyerahkan barang-barang palsu
3. Memberikan jaminan terhadap barang dan jasa serta memberikan penjelasan penggunaan perbaikan dan pemeliharaan.
4. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.
5. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau
diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku.
6. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba
barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan.
7. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.
Hal diatas menjelaskan bahwa segala macam produk baik berupa makanan, minuman, dan barang lainnya dilindungi dan diberikan jaminan agar dapat menciptakan perlindungan yang akurat dari pada kepentingan konsumen itu sendiri. Untuk memperjelas pengertian barang ataupun produk kita akan mendapatkan pengertian yang tertuang dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen dimana barang adalah ”setiap benda yang berwujud ataupun tidak berwujud, baik bergerak ataupun tidak bergerak, dapat dihabiskan atau tidak dapat dihabiskan, yang dapat untuk diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau untuk dimanfaatkan oleh konsumen”.
(18)
Berdasarkan pengertian menurut UUPK tersebut diatas, maka barang dapat disimpulkan meliputi benda hasil pertanian, perikanan, pemburuan, dan termaksud barang-barang hasil olahan yang dapat dimanfaatkan oleh manusia dan mengandung aspek perdagangan. Sedangkan berdasarkan Black’s law dictionary
atau kamus hukum, maka dapat dijelaskan bahwa pengertian produk adalah
”Something that distributed commercially for use or consumption and that is use. (Tangibel personal property, (2) the result of fabrication or processing, and (3) an item that has passed through a chain of commercial distribution before ultimate use or consumption”.
Penjelasan diatas apabila diterjemahkan secara bebas maka dapat diartikan bahwa produk adalah suatu barang yang dihasilkan melalui proses alamiah maupun segala sesuatu yang dihasilkan melalui proses kimiawi dan turunannya, serta dengan suatu metode pemikiran tertentu yang dipakai, sebelum barang tersebut dapat dimanfaatkan ataupun diambil hasilnya oleh manusia. Maka kedua aspek tersebut diatas baik barang ataupun produk adalah benda yang dihasilkan melalui proses produksi oleh pelaku usaha.
Fakta yang dapat kita lihat saat ini adalah banyaknya pelaku usaha yang masih tidak dapat mematuhi peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah berkaitan dengan produk pangan. Fenomena yang dapat kita lihat secara nyata di sekitar kita adalah terdapatnya beberapa produk makanan yang dijual disekitar kita dengan tidak mencantumkan informasi-informasi yang lengkap mengenai identitas dari bahan makanan itu sendiri. Dalam hal ini kita menyebutnya sebagai ”Label”.
Penulis mengamati sejumlah bahan pangan yang dipasarkan kepada konsumen di kota Surakarta. Kenyataan yang ada adalah masih ada sejumlah bahan pangan baik yang dihasilkan melalui produksi industri besar ataupun produksi industri rumah tangga (kecil), yang tidak memperhatikan keberadaan label pada kemasannya, hal ini tentunya melanggar ketentuan pada undang-undang perlindungan konsumen dan juga Peraturan Pemerintah No.69 Tahun 1999 Tentang Label dan Iklan Pangan.
(19)
Terciptanya suatu perdagangan pangan yang jujur dan bertanggung jawab merupakan salah satu tujuan penting pengaturan, pembinaan, dan pengawasan di bidang pangan. Salah satu upaya untuk mencapai tertib pengaturan di bidang pangan adalah melalui pengaturan di bidang label dan iklan pangan, namun dalam praktiknya selama ini hal tersebut belum memperoleh penerapan sebagaimana mestinya. Banyak pangan yang beredar tanpa mengindahkan mengenai ketentuan tersebut.
Peran serta pemerintah sangat diperlukan terkait hal ini, dimana pemerintah adalah suatu lembaga yang diharapkan dapat membuat kebijakan-kebijakan tertentu yang dapat mengatur serta menciptakan lingkungan ekonomi yang sehat dikalangan pengusaha di Indonesia, namun peran serta pemerintah tidak hanya terpaut pada lingkup pengusaha saja, terhadap masyarakat pun diperlukan suatu perlindungan khusus untuk dapat melindungi kepentingannya sebagai konsumen. Dalam beberapa peraturan yang dibuat dijelaskan beberapa hal mengenai syarat dan ketentuan terhadap suatu produk industri di Indonesia. Pengaturan beserta sanksinya pun sudah sangat jelas dan tegas. Namun pada kenyataannya masih banyak pelaku usaha yang tidak patuh dan melakukan pelanggaran-pelanggaran tertentu yang tentunya dapat merugikan pihak konsumen itu sendiri.
Peneliti mengamati hal tersebut khususnya di kota Surakarta. Sudah banyak masyarakat yang dirugikan baik secara materil maupun imateril oleh pelaku usaha yang melakukan pelanggaran tersebut, namun dari pihak masyarakat pun kurang peka terhadap kasus ini. Kenyataan ini disebabkan oleh karena konsumen kurang menyadari hal-hal apa saja yang menjadi haknya. Pada dasarnya mereka enggan untuk menjalani proses penuntutan berkaitan dengan hilangnya hak-hak mendasar mereka sebagai konsumen akhir. Hal ini mungkin disebabkan dengan adanya faktor panjang dan rumitnya suatu proses penuntutan, serta faktor lainnya adalah tidak banyak masyarakat yang tahu dan mengerti tentang hal-hal yang tertuang dalam Hukum Perlindungan Konsumen itu sendiri.
Apabila kita melihat lebih dalam, jika seorang produsen melakukan pelanggaran-pelanggaran tertentu berkaitan dengan kegiatan produksi maupun terhadap hasil usahanya, maka sudah sepatutnya pihak-pihak yang berwenang
(20)
untuk dapat segera mengambil langkah untuk mengatasi hal tersebut, namun pada kenyataannya produk tersebut tetap beredar di lingkungan masyarakat. Produk-produk tersebut di pasarkan secara bebas di toko-toko, pasar, ataupun di tempat umum lainnya yang dapat terjangkau dan bisa didapatkan dengan mudah oleh masyarakat luas dan dari berbagi lapisan.
Menangani masalah peredaran bahan pangan yang bermasalah tersebut, terdapat beberapa instansi pemerintah yang berwenang untuk menanganinya, salah satunya adalah Dinas Perindustrian dan Perdagangan yang diamanatkan untuk mengawasi dan memantau peredaran barang baik pangan maupun non-pangan. Dinas perindustrian dan perdagangan ini melakukan banyak upaya dan kegiatan-kegiatan yang dapat meminimalisir pelanggaran dalam hal barang yang beredar dilingkungan masyarakat. Namun dengan adanya beberapa fenomena yang berkaitan dengan pelangaran terhadap pencantuman label pada bahan pangan di kota Surakarta ini, maka kita dapat melihat keberadaan dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan kota Surakarta kurang mendapat perhatian dari para pelaku usaha. Dari uraian yang telah penulis jelaskan diatas maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dan menyusunnya menjadi sebuah skripsi dengan judul
“PERANAN DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN TERHADAP PEREDARAN BAHAN PANGAN YANG TIDAK MENCANTUMKAN LABEL PADA KEMASAN DI KOTA SURAKARTA DITINJAU DARI PERATURAN PEMERINYAH NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN”.
B. Perumusan Masalah
Perumusan masalah dalam suatu penelitian merupakan suatu hal yang penting, karna diperlukan untuk memberikan kemudahan bagi penulis dalam membatasi permasalahan yang akan ditelitinya, sehingga dapat mencapai tujuan dan sasaran yang jelas, serta memperoleh jawaban sesuai dengan yang diharapkan. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
(21)
1. Apakah peranan Dinas Perindustrian dan Perdagangan terhadap peredaran bahan pangan yang beredar di kota Surakarta?
2. Berapa jumlah kasus yang ditemukan mengenai bahan pangan yang tidak
memenuhi syarat di kota Surakarta pada tahun 2009-2010?
3. Sanksi hukum apa yang diberikan kepada pelaku usaha yang melakukan
pelanggaran terkait penegakan hukum terhadap peredaran bahan pangan yang tidak mencantumkan label pada kemasan.
C. Tujuan Penelitian
Dalam setiap penelitian tentu harus memiliki tujuan yang jelas agar dapat mengenai sasaran yang dikehendaki. Suatu penelitian harus dapat memiliki tujuan yang jelas sehingga dapat memeberikan arah dalam pelaksanaan penelitian tersebut. Adapun yang menjadi tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Tujuan obyektif
a. Untuk mengetahui dengan jelas mengenai peranan Dinas Perindustrian dan Perdagangan kota Surakarta terhadap segala peredaran bahan pangan yang beredar di kota Surakarta dan kegiatan-kegiatan apa saja yang telah dilakukan.
b. Untuk mengetahui jumlah bahan pangan yang tidak memenuhi syarat
pemasaran yang dalam hal ini adalah tidak mencantumkan label pada kemasannya.
c. Untuk mengetahui penegakan Hukum Perlindungan Konsumen di
Indonesia melalui sanksi hukum kepada pelaku usaha yang yang melakukan pelanggaran, khususnya di kota Surakarta.
2 Tujuan subyektif
a. Untuk memperoleh data dan informasi secara jelas dan lengkap untuk
bahan penyusunan skripsi sebagai prasyarat guna menyelesaikan studi dalam meraih gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
(22)
b. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan bagi penulis dan memperluas pemahaman dan arti pentingnya ilmu hukum dalam teori dan praktik. c. Memberikan manfaat bagi penulis dan masyarakat pada umumnya.
D. Manfaat Penelitian
Dalam suatu penelitian pasti ada manfaat yang diharapkan untuk dapat dicapai oleh penulisnya, adapun yang menjadi manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Manfaat teoritis
Penulis berharap dapat mengembangkan ilmu pengetahuan dalam bidang hukum administrasi negara, yakni keterkaitan instansi pemerintah yang menangani masalah pelanggaran dalam bidang pemasaran dan informasi produk kepada konsumen di kota Surakarta khususnya. Memberikan gambaran dan pengetahuan terhadap pembaca mengenai keterikatan Dinas Perindustrian Dan Perdagangan dalam hal pemasaran produk yang bermasalah yang beredar di pasaran khususnya di kota Surakarta. Serta diharapkan pembaca dapat lebih teliti dalam membeli atau mengkonsumsi suatu produk. 2. Manfaat praktis
Suatu penelitian akan lebih bernilai apabila memiliki manfaat bagi berbagai pihak. Adapun yang menjadi manfaat yang diharapkan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :
a. Memberikan wawasan dalam mengembangkan pengetahuan bagi peneliti akan permasalahan yang diteliti, dan dapat digunakan sebagai bahan masukan dan referensi bagi peneliti selanjutnya yang berminat pada hal yang sama.
b. Melatih penulis dalam mengungkapkan permasalahan tertentu secara
sistematis dan berusaha memecahkan permasalahan yang ada tersebut dengan metode ilmiah.
(23)
E. Metode Penelitian
Metode penelitian dalam sebuah penelitian mempunyai peranan yang sangat penting karena dapat dipergunakan sebagai pedoman guna mempermudah dalam mempelajari, menganalisa, dan memahami permasalahan yang diteliti. Dengan demikian metodologi penelitian merupakan unsur yang mutlak harus ada di dalam penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan.Berdasarkan hal tersebut diatas, penulis dalam penelitian menggunakan metode penulisan yaitu: 1. Jenis penelitian
Jenis penelitian yang akan digunakan dalam penulisan hukum ini adalah penelitian empiris. Penelitian hukum empiris adalah penelitian yang menggunakan data primer sebagai data utama, dimana penulis langsung melakukan penelitian pada data primer di lapangan. (Soejorno Soekanto, 2008:11)
2. Sifat penelitian
Sifat penelitian yang dipakai oleh penulis adalah deskriptif. Suatu penelitian deskriptif dimaksudkan untuk memberikan data yang sedetail mungkin tentang manusia, atau gejala-gejalanya. Maksudnya adalah untuk mempertegas hipotesa-hipotesa, agar dapat membantu dalam memperkuat teori-teori lama atau di dalam menyusun teori-teori baru.(Soejorno Soekanto, 2008:10)
3. Pendekatan penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis pendekatan kualitatif, yaitu pendekatan yang digunakan oleh peneliti dengan berdasarkan pada data yang digunakan pada responden secara lisan ataupun tulisan, dan juga perilakunya yang nyata dan diteliti sebagai sesuatu yang utuh.(Soerjono Soekanto,2006:250)
4. Jenis data
Jenis data yang dipakai dalam penelitian ini adalah : a. Data primer
Data primer adalah merupakan data atau fakta-fakta yang diperoleh langsung dari sumber pertama melalui penelitian lapangan termaksud keterangan dari responden yang berhubungan dengan objek penelitian,
(24)
sehingga dapat memperoleh hasil yang sebenarnya dari objek yang diteliti. Data primer dalam penelitian ini dilakukan di kantor Dinas perindustrian dan Perdagangan kota Surakarta.
b. Data sekunder
Data sekunder merupakan data yang menunjang dan mendukung data primer, data ini diperoleh dari data kepustakaan, buku-buku literatur, tulisan, ilmiah, Koran, majalah, Peraturan Perundang-undangan dan sumber lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini.(Soerjono Soekanto,1006:12)
5. Sumber data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian hukum ini : a. Sumber data primer
Sumber data primer adalah Sumber data yang didapatkan langsung dari lapangan yang dalam penulisan hukum (Skripsi) ini adalah di Dinas Perindustrian dan Perdagangan kota Surakarta.
b. Sumber data sekunder
Sumber data sekunder adalah berupa bahan dokumen, Peraturan Perundang-undangan, laporan, arsip, literatur, dan hasil penelitian lainnya yang mendukung data primer. Sumber data sekunder dalam penelitian ini adalah:
1) Bahan hukum primer
(a) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata).
(b) Undang-Undang Nomor.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen.
(c) Peraturan Pemerintah Nomor.69 Tahun 1999 Tentang Label Dan
Iklan Pangan.
2) Bahan hukum sekunder
Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang berisi penjelasan mengenai bahan hukum primer, yang terdiri dari buku, artikel, karya ilmiah, majalah, koran, dan yang lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini. (Soerjono Soekanto 2008:112)
(25)
3) Bahan hukum tersier
Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memeberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yaitu kamus, dan bahan-bahan dari internet. (Soerjono Soekanto, 2008:113)
6. Teknik pengumpulan data
Teknik data pengumpulan data primer dilakukan dengan cara Wawancara yakni dengan suatu pengumpulan data dengan mengadakan sejumlah tanya jawab secara langsung dengan sumber data primer, dalam hal ini bersama Ibu Lestari selaku Kepala Seksi Pengawasan di Dinas Perindustrian dan Perdagangan kota Surakarta..
7. Teknik analisis data
Analis data merupakan proses pengorganisasian dan pengurutan data dalam pola, kategori dan uraian dasar sehingga akan ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data Mengenai analisis isi dalam penelitian ini adalah data selesai, maka hasilnya akan disajikan secara deskriptif yaitu dengan menuturkan dan menggambarkan adanya sesuai dengan permasalahn yang dieliti dan data yang diperoleh. (Lexy J. Moleong, 2002 : 103).
F. Sistematika Penulisan Hukum
Dalam memberikan gambaran menyeluruh mengenai sistematika penulisan karya ilmiah yang sesuai dengan aturan baru dalam penulisan karya ilmiah, maka penulis menyiapkan suatu sistematika penulisan hukum. Adapun sistematika pnulisan hukum terbagi dalam 4 (empat) bab yang saling berkaitan dan berhubungan, yaitu:
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini di uraikan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah Tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian,dan sistematika Penulisan hukum
(26)
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini dikemukakan kerangka teori mengenai tinjauan tinjauan tentang badan perindustrian dan perdagangan, tinjauan umum tentang bahan pangan,tinjauan umum tentang label,tinjauan umum tentang kemasan, serta tinjauan umum tentang PP No.69 Tahun 1999.
BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini penulis membahas sekaligus menjawab permasalahan yang telah ditentukan sebelumnya. Pertama apakah peranan Dinas Perindustrian Dan Perdagangan terhadap peredaran bahan pangan di kota Surakarta, kedua mengenai besarnya jumlah bahan pangan yang tidak mencantumkan label pada kemaannya di kota Surakarta, dan yang ketiga sanksi hukum apa yang diberikan kepada pelaku usaha yang melakukan pelanggaran tersebut.
BAB IV : PENUTUP
Dalam bab ini berisi simpulan dari jawaban permasalahan yang mnjadi obyek penelitian dan saran.
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
(27)
commit to user
14BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Tinjauan umum tentang Hukum Perlindungan Konsumen
a. Sejarah dan perkembangan Hukum Perlindungan Konsumen
Hukum Perlindungan Konsumen atau yang sering kali dikenal dengan Hukum Konsumen (consumers law), merupakan salah satu cabang baru ilmu hukum yang bercorak universal. Sebagian besar perangkatnya diwarnai hukum asing, akan tetapi ternyata dasar-dasar yang menopangnya sudah ada sejak dahulu, termaksud dalam hukum adat. Perkembangan Hukum Konsumen di dunia berawal dari adanya Gerakan Perlindungan Konsumen (consumers movement) yang terjadi di awal abad ke-19.
Ada beberapa pakar yang menyebutkan bahwa Hukum Perlindungan Konsumen merupakan cabang dari Hukum Ekonomi. Alasannya, permasalahan yang diatur dalam Hukum Konsumen berkaitan erat dengan pemenuhan kebutuhan barang/jasa. Ada pula yang mengatakan bahwa Hukum Konsumen digolongkan dalam Hukum Bisnis atau Hukum Dagang karena dalam rangkaian pemenuhan kebutuhan barang/jasa selalu berhubungan dengan aspek bisnis atau transaksi perdagangan. Serta terdapat pula yang menggolongkan Hukum Konsumen dalam Hukum Perdata, karena hubungan antara konsumen dan produsen/pelaku usaha dalam aspek pemenuhan barang/jasa yang merupakan hubungan perdata (N. H. T. Siahaan, 2005: 34).
Secara umum, sejarah Gerakan Perlindungan Konsumen dapat dibagi dalam empat tahapan, yaitu :
1) Tahapan I (1881-1914)
Pada kurun waktu ini merupakan titik awak munculnya kesadaran masyarakat untuk melakukan pergerakan konsumen. Sebagai pemicunya adalah histeria massal akibat novel karya Upton Sinclair
(28)
pengolahan daging di Ameriak Serikat yang sangat tidak memenuhi syarat-syarat kesehatan.
2) Tahapan II (1920-1940)
Pada kurun waktu ini muncul pula buku berjudul “your money’s
worth” karya Chase dan Scelink. Karya ini mampu menggugah
konsumen diatas hak-hak mereka dalam jual beli. Pada kurun waktu ini muncul selogan fair deal, best buy.
3) Tahapan III (1950-1960)
Pada dekade 1950-an ini muncul keinginan untuk mempersatukan gerakan perlindungan konsumen dalam lingkup internasional. Dengan diprakarsai oleh wakil-wakil gerakan konsumen dari Amerika Serikat, Inggris, Belanda, Australia, dan Belgia pada 1 April 1960 berdirilah
international organization of consumer union. Semula organisasi ini
berpusat di Den Haag Belanda, lalu pindah ke London, Inggris pada tahun 1993. Dua tahun kemudian IOCU mengubah namanya menjadi
Consumers International (CI).
4) Tahapan IV ( pasca 1965)
Kurun waktu ini merupakan masa pemantapan gerakan perlindungan konsumen, baik ditingkat regional maupun ditingkat internasional. Sampai saat ini dibentuk lima kantor regional, yakni di Amerika Latin dan karibia yang berpusat di Chili, Asia Pasifik berpusat di Malaysia, Afrika berpusat di Zimbabwe, Eropa Timur dan Tengah berpusat di Inggris, dan negara-negara maju berpusat di London, Inggris. (Shidarta,2000:30)
Amerika Serikat tercatat sebagai negara yang memberikan sumbangan dalam masalah perlindungan konsumen. Liga konsumen dibantuk pertama kali di New York pada tahun 1891 dan ditingkat nasional Amerika Serikat pada tahun 1898 terbentuk tiga konsumen
nasional (the national consumers league). Gerakan perlindungan
konsumen ini banyak mengalami hambatan terutama pada saat mengeluarkan the foot drugs act dan the meat inspection act yang lahir
(29)
pada tahun 1906. Perjuangan yang dilakukan mulai tahun 1892 ini kemudian dicoba kembali pada tahun 1902 dengan dukungan liga
konsumen nasional, THE GERNERAL FEDERATION OF WOMEN CLUB
DAN STATE FOOD AND DIARY CHEMISTRY juga mengalami
kegagalan yang sama. Akhirnya pada tahun 1906 atas dukungan presiden Amerika Serikat kemudian lahirlah the food and drugs act dan the meat
inspection act . ( Gunawan widjaja dan Ahmad Yani, 2000:13).
Pada tahun 1914 pemerintah Federal Amerika Serikat mengeluarkan peraturan tentang tentang praktek periklanan, yang disebut
The 1914’s Federal Trade Commission Act. Undang-Undang ini melarang
metode-metode persaingan yang tidak jujur dalam perdagangan. Untuk mengawasi jalannya undang-undang ini dibentuk badan khusus yang
diberi nama The Federal Trade Commission (FTC) yaitu badan yang
independen. Selanjutnya pada tahun 1930-an para pendidik mulai memikirkan urgensi dari pendidikan konsumen, yaitu dengan mengadakan penulisan buku-buku tentang konsumen dan perlindungan konsumen yang disertai dengan riset-riset yang mendukungnya. Pada tahun 1937 dimana terjadi tragedi Elixir Sulfanilamide yang menyebabkan konsumen di Amerika Serikat meninggal telah mendorong terbentuknya The food, drug
and cosmetic act, tahun 1938 yang merupakan mandemen dari The food
and drug act, tahun 1906.
Era selanjutnya dari pergolakan konsumen terjadi dalam tahun 1960-an yang melahirkan era hukum perlindungan konsumen dengan lahirnya satu cabang ilmu hukum baru, yaitu Hukum Konsumen
(Consumers Law). Pada tahun 1962 Presiden Amerika Serikat John F
Kennedy menyampaikan consumer massege kepada kongres yang
kemudian ini dianggap sebagai era baru gejolak konsumen. Dalam
consumer massege ini terjadi formulasi pokok-pokok pikiran yang sampai
sekarang terkenal sebagai hak-hak kinsmen (consumer bill of right).
Presiden Jimmy Carter juga memeberikan perhatian dan apresiasi yang besar sekali terhadap perkembangan hukum perlindungan konsumen.
(30)
Dinegara-negara lain selain Amerika Seriakat setelah era ketiga ini terjadi kebangkitan yang berarti bagi perlindungan konsumen. Era ketiga ini juga telah menyadarkan negara-negara lain untuk memebentuk undang-undang perlindungan konsumen. (Shidarta, 2000:35).
Di Indonesia itu sendiri masalah perlindungan konsumen baru mulai terdengar pada tahun 1970-an. Hal ini terutama ditandai dengan lahirnya yayasan lembaga konsumen Indonesia (YLKI) bulan Mei 1973. Setelah lahirnya Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), suara-suara untuk memperdayakan konsumen semakin gencar dan sebagai puncaknya adalah dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen. (GunawaN Widjaja dan Ahmad Yani, 2000:15)
Undang-Undang Perlindungan Konsumen ini lahir atas kesepakatan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada tanggal 30 Maret 1999 dan telah disahkan oleh Presiden Republik Indonesia pada tanggal 20 April 1999 menjadi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 ( Lembaran Negara Nomor 42 Tahun 1999), dan mulai berlaku efektif sejak tanggal 29 April 2000. Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen ini diharapkan tidak hanya sanggup untuk merangkum segala keperluan dan kebutuhan konsumen akan suatu sistem keadilan, namun setidaknya Undang-Undang ini diharapka akan mampu menjadi sumber atau acuan bagi Peraturan Perundang-undangan lainnya, serta dijadikan dasar pembentukan bagi peraturan perundangan konsumen pada tingkat yang lebih rendah. (Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, 2000:14)
b. Pengaturan Hukum Perlindungan Konsumen dalam tata hukum Indonesia. Pengaturan yang berkaitan dengan perlindungan konsumen sebenarnya sudah ada sebelum Indonesia merdeka, namun saat ini sebagaian besar peraturan itu sudah tidak berlaku lagi. Peraturan perundang-undangan pada jaman Hindia Belanda tersebut dapat disebutkan antara lain seperti Ordonansi Bahan-bahan Berbahaya, Ordonansi Petasan, Ordonansi Tera dan sebagainya. Dibawah ini adalah
(31)
beberapa pengaturan khusus berkaitan dengan perlindungan konsumen, diantaranya adalah :
1) Bidang Hukum Keperdataan
Dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata terdapat ketentuan yang bertendensi melindungi konsumen yaitu dalam Pasal 1473-1512 Pasal 1320-1338. Pasal-Pasal tersebut mengatur perbuatan yang berkaitan dengan perlindungan kepada pembeli dan perlindungan kepada pihak-pihak yang terkait dalam perjanjian. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata memang tidak sama sekali disebut-sebut kata “konsumen”. Istilah lain yang sepadan dengan kata itu adalah seperti pembeli, penyawa, dan si berutang (debitur). Pasal-Pasal yang dimaksud adalah :
a) Pasal 1235 (jo. Pasal-Pasal 1033, 1157, 1236, 1365, 1444, 1445, 1473, 1474, 1482, 1550, 1560, 1706, 1744):
Dalam tiap-tiap perikatan untuk memeberikan sesuatu adalah termaktub kewajiban si berutang untuk menyerahkan kebendaan yang bersangkutan dan untuk merawatnya seorang bapak rumah yang baik sampai pada saat penyerahan. Kewajiban yang terkhir ini adalah kurang atau lebih luas terhadap persetujuan-persetujuan tertentu, yang akibat-akibatnya mengenai hal ini akan ditunjukan dalam bab-bab yang bersangkutan.
b) Pasal 1236 (jo. Pasal-Pasal 1235, 1243, 1246, 1275, 1391, 1444, 1480)
Si berutang wajib memeberikan ganti biaya, rugi, dan bunga kepada si piutang, jika ia membawa dirinya dalam keadaan tak mampu untuk menyerahkan kebandaannya, atau tidak merawatnya sepatutnya guna menyelamatkannya.
c) Pasal 1504 (jo. Pasal-Pasal 1322, 1473, 1474, 1491, 1504, s.d 1511) :
Si penjual diwajibkan menanggung terhadap cacat tesembunyi pada barang yang dijual, yang memebuat barang itu tak sanggup
(32)
untuk pemakaian yang dimaksudkan itu, sehingga seandainya si pembeli mengetahui cacat itu, ia sama sekali tidak akan membelinya, atau tidak akan membelinya selain dengan harga yang kurang. (Shidarta 2000:80)
2) Bidang Hukum Pidana
Dalam Kitab Hukum Pidana (KUHP) Pasal 202, 203, 204, 205, 263, 364, 266, 382, 383, 388 dan sebagainya. Pasal-Pasal tersebut mengatur pemidanaan dari perbuatan-perbuatan :
a) Memasukan bahan berbahaya ke dalam air minum umum.
b) Menjual, menawarkan, menerimakan, atau menbagikan barang
yang dapat membahayakan jiwa atau keselamatan orang. c) Memalsukan surat.
d) Melakukan persaingan curang.
e) Melakukan penipuan terhadap pembeli.
f) Menjual, menawarkan, atau menyerahkan makanan, minuman dan
obat-obatan palsu. (Husni Syawali dan Nenny Sri Imaniyati, 2000:9)
3) Hukum Administrasi Negara
Dalam Hukum Administrasi Negara itu sendiri, terdapat sanksi administratif terhadap pengusaha baik itu produsen maupun para distributor (penjual) yang merugikan konsumen. Dalam hal ini terlihat dan termuat dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Sanksi administrasi tersebut berkaitan dengan perjanjian yang diberikan pemerintah kepada pengusaha yang bersangkutan, yaitu apabila terjadi pelanggaran sepanjang didukung oleh bukti-bukti yang cukup maka ijin usaha akan di cabut secara sepihak oleh pemerintah. Sanksi administrasif ini seringkali lebih efektif dibandingkan dengan saksi perdata atau pidana, alasan yang mendukung pernyataan ini adalah sebagai berikut :
(33)
a) Sanksi administratif dapat diterapkan langsung dan sepihak.
b) Sanksi perdata atau pidana seringkali tidak membawa efek bagi pelakunya.(Shidarta,2000:96)
Undang-Undang Tentang Perlindungan Konsumen pada dasarnya bukan merupakan awal dan akhir dari hukum yang mengatur perlindungan konsumen. Dalam rangka membangun Hukum Perlindungan Konsumen dalam sistem hukum Indonesia sangatlah perlu dikaitkan dengan Peraturan Perundang-undangan lain yang mempunyai tujuan memberikan perlindungan pada konsumen. Undang-Undang Tentang Perlindungan Konsumen pada dasarnya juga bukan merupakan awal dan akhir dari hukum yang mengatur perlindungan konsumen, sebab sampai terbentuknya Undang-Undang Tentang Perlindungan Konsumen sebelumnya telah ada beberapa Undang-Undang yang materinya melindungan kepentingan konsumen. Seperti kita ketahui, Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1999 merupakan wadah yang tepat bagi para masyarakat untuk mendapatkan perlindungan dalam hal pemakaian produk yang akan dikonsumsi. (Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani,2000:19).
Perlindungan konsumen di Indonesia diselenggarakan sebagai usaha bersama berdasarkan 5 (lima) Asas Pembangunan Nasional, yaitu : 1) Asas Manfaat
Dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.
2) Asas Keadilan
Dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk mendapatkan hak dan kewajibannya secara adil.
(34)
3) Asas Keseimbangan
Dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha dan pemerintah dalam arti materil maupun spiritual.
4) Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen
Dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.
5) Asas Kepastian Hukum
Dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen serta negara menjamin adanya suatu kepastian hukum. (Badan Perlindungan Konsumen Nasional, 2005: cet. 2 Hal. 5)
Sesuai dengan Pasal 3 Undang-Undang Perlindungan Konsumen, tujuan dari perlindungan konsumen diantaranya adalah :
1) Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen
untuk dapat melindungi diri.
2) Meningkatkan harkat dan martabat konsumen dengan cara
menghindarkannya dari kases negatif pemakaian barang dan/atau jasa.
3) Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan
dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen
4) Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur
kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi.
5) Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya
perlindungan ini sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha.
6) Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin
kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen.
(35)
WJ.Brown juga mengungkapkan bahwa salah satu alasan untuk melindungi konsumen adalah ”....that due the technical development of consumer goods, the ordinary consumer cannot be expected to know if the goods are fit for the perpose for which they were bought, or if the are of
good or bad quality”. (WJ.Brown,1982:126)
Berkenaan dengan masalah produk, terdapat beberapa hal yang menyebabkan produsen harus dapat bertanggung-jawab, yakni:
1) Production / Manufacturing defect yaitu apabila suatu produk dibuat
dan tidak sesuai dengan persyaratan sehingga produk tersebut tidak aman bagi konsumen
2) Design defects atau bahaya dari produk lebih besar dari pada bahaya
yang dihasilkan.
3) Warning / Instruction defects yakni apabila buku pedoman, buku
panduan, pengemasan (packaging) tidak dapat memberikan informasi tentang produk itu sendiri.(Shidarta, 2000:96).
Namun dalam hal ini kita tidak hanya berbicara mengenai apa saja yang menjadi tanggung jawab dari para produsen, konsumen pun juga memiliki beberapa kewajiban yang diatur dalam Pasal 5 Undang-Undang Perlindunganan Konsumen, diantaranya adalah :
1) Membaca atau mengikuti petunjuk informasi atau prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa demi keamanan dan keselamatan.
2) Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa.
3) Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati
4) Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan
konsumen secara patut.
2. Tinjauan umum tentang Dinas Perindustrian dan Perdagangan kota Surakarta. Dinas Perindustrian dan Perdagangan kota Surakarta adalah unsur pelaksana otonomi daerah yang dipimpin oleh seorang Kepala Dinas yang
(36)
berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Walikota Surakarta melalui Sekrertaris Daerah kota Surakarta. Dinas ini memiliki tugas melaksanakan urusan pemerintahan daerah berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan di bidang perindustrian dan perdagangan.. Dinas Perindustrian dan Perdagangan memiliki fungsi yang diantara lain adalah:
a. Penyusunan rencana program, pengendalian evaluasi dan pelaporan b. Penyelenggaraan bimbingan terhadap perindustrian
c. Pembinaan dan pengembangan pengusaha industri menengah, besar,kecil dan pengendalian pencemaran
d. Penyelenggaraan perlindungan terhadap konsumen e. Penyelenggaraan sosialisasi
f. Pembinaan jabatan fungsional pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh walikota.
g. Perumusan kebijakan teknis pelaksanaan dan pengendalian di bidang
Perindustrian dan Perdagangan
h. Pelaksanaan pembinaan umum dan perijinan di bidang Perindustrian dan Perdagangan
i. Pelaksanaan sinkronisasi penyusunan rencana dan program pembangunan Perindustrian dan Perdagangan
j. Pembimbingan teknis dan penyuluhan dalam melaksanakan kegiatan
industri dan perdagangan
k. Pembimbingan teknis pelaksanaan program sektoral di bidang industri dan perdagangan
l. Pengevaluasian pelaksanaan kebijakan teknis bimbingan dan
pengembangan industri dan perdagangan di Wilayah Kota Surakarta m. Pelaksanaan hubungan kerja sama dengan instansi lainnya serta organisasi/
asosiasi dunia usaha
n. Pembimbingan dan pengendalian pelaksanaan penyediaan dan penyaluran barang dan jasa serta penyiapan dan pelaksanaan urusan perijinan
o. Pembimbingan dan pengawasan kegiatan di bidang kemetrologian; p. Pengelolaan urusan ketatausahaan Dinas.
(37)
Untuk menjalankan fungsi yang telah disebutkan diatas, Dinas Perindustrian dan Perdagangan juga diberikan kewenangan khusus olehnya, beberapa kewenangan khusus yang dimiliki oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan adalah sebagai berikut :
a. Penyelenggaraan fasilitasi, pengembangan dan pengawasan perdagangan berjangka komoditi
b. Penyelenggaraan lalu lintas barang dan jasa di bidang industri dan
perdagangan
c. Mendorong penyelenggaraan kemitraan industri kecil, menengah, besar dan sektor ekonomi lainnya
d. Penyelenggaraan perlindungan konsumen
e. Penyelenggaraan pengembangan sistem pergudangan f. Penyelenggaraan distribusi bahan-bahan pokok g. Pemberian ijin industri dan ijin kawasan industri
h. Pemberian perijinan di bidang industri dan perdagangan termasuk ijin kawasan industri
i. Fasilitasi permodalan bagi industri kecil dalam pengambangan usaha j. Pengawasan dan pengendalian industri dan produk tertentu yang berkaitan
dengan keamanan, keselamatan umum, keselamatan lingkungan dan moral k. Fasilitasi kegiatan industri bahan-bahan pokok
l. Penyuluhan, pengawasan dan penetapan penggunaan tanda tera dan tera isi ulang alat UTTP (Ukuran, Takaran, Timbangan dan Perdagangan)
m. Pemberian ijin gudang
n. Penerbitan SKA (Surat Keterangan Asal) barang
o. Fasilitasi permodalan, aspek permodalan, manajemen, kelembagaan,
kemitraan dan perniagaan, pemasaran untuk tumbuh dan berkembangnya Koperasi, Pengusaha Kecil dan Menengah (PKM)
p. Penetapan kebijakan untuk mendukung pembangunan industri dan
perdagangan Daerah
q. Penyelenggaraan dan pengawasaan pelaksanaan standard pelayanan
(38)
r. Penyusunan rencana industri dan perdagangan s. Perijinan di bidang industri dan perdagangan
t. Penyelenggaraan eksport dan import hasil produksi dan perdagangan
sesuai peraturan perundang-undangan
Dibawah ini ialah susunan dan bagan organisasi Dinas Perindustrian dan Perdagangan:
a. Kepala Dinas.
b. Sekertariat terdiri dari Sub bagian penyusunan program, keuangan dan umum.
c. Bagian Perindustrian, terdiri dari seksi pengembangan industri kecil, menengah dan atas. Dalam hal ini memiliki tugas utama untuk persiapan sarana dan pra sarana bidang perindustrian serta pembinaan dan pengendalian.
d. Bidang perdagangan, dibagi menjadi seksi perdagangan dalam negri dan luar negri dan menangani permasalahan yang berkaitan dengan bina usaha dan pendistribusian.
e. Bidang pengawasan dan perlindungan konsumen.
f. Kelompok Jabatan Fungsional termaksud Unit Pelaksana Teknis Dinas
(39)
Bagan 1
Bagan Organnisasi Dinas Perindustrian Dan Perdagangan Kota Surakarta
Sumber : http://Dinas Perdagangan dan Perindustrian.com/profil-struktur organisasi.html
KEPALA DINAS
SEKERTARIAT SUBBAGIAN PERENCANAAN, EVALUASI DAN PELAPORAN SUBBAGIAN KEUANGAN SUBBAGIAN
UMUM DAN
KEPEGAWAIAN BIDANG PERINDUSTRIAN BIDANG PERDAGANGAN BIDANG PENGAWASAN DAN
PERLINDUNGAN KONSUMEN
SEKSI INDUSTRI KECIL
SEKSI
PERDAGANGAN
DALAM NEGERI
BIDANG
PENGAWASAN DAN
PERLINDUNGAN
KONSUMEN
SEKSI
INDUSTRI
MENENGAH & BESAR
SEKSI
PERDAGANGAN LUAR
NEGERI SEKSI PERLINDUNGAN KONSUMEN KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL
(40)
3. Tinjauan umum tentang bahan pangan
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 Tentang Label Dan Iklan Pangan, ”Bahan pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan juga air, baik yang diolah ataupun tidak diolah”. Bahan pangan diperuntukan untuk dapat dikonsumsi oleh manusia dan diharapkan manusia akan memeperoleh khasiat dari apa yang dikonsumsinya tersebut. Pangan olahan adalah bahan makanan atau minuman hasil proses dengan cara atau metode tertentu dengan atau tanpa bahan tambahan. Bahan pangan dapat berupa berbagai macam makanan atau minuman yang dapat di konsumsi oleh manusia yang memiliki fungsi primer yaitu untuk mencapai tingkat kesehatan dan kebugaran yang optimal. Dibawah ini adalah beberapa ciri bahan pangan yang tidak layak dikonsumsi, diantaranya :
a. Terjadi perubahan warna, bentuk dan rasa dari aslinya pada bahan pangan.
b. Ditumbuhi jamur atau mikroorganisme yang ditunjukan dengan adanya
jamur, lender, bau basi, dan adanya ulat.
c. Menunjukan ciri-ciri makanan yang mengandung makanan berbahaya,
seperti pewarna dan pengawet yang dilarang d. Adanya pencemaran fisik.
e. Makanan yang diolah atau dikemas, tidak memenuhi syarat.
f. Memperhatikan makanan yang disimpan dalam lemari es atau pendingin
karna dapat menutupi makanan yang basi. g. Makanan yang kemasannya sudah rusak. h. Makanan yang kadaluarsa.
i. Memperhatikan izin makanan dari kesehatan.
Bahan pangan juga dapat diartikan sebagai segala macam pangan yang secara alamiah ataupun telah melalui proses, mengandung satu atau lebih senyawa yang berdasarkan kajian-kajian ilmiah dianggap mempunyai fungsi-fungsi fisiologis terentu yang bermanfaat bagi kesehatan. Beberapa fungsi-fungsi fisiologis yang diharapkan pada bahan pangan adalah:
a. Mencegah dari timbulnya penyakit b. Dapat meningkatkan daya tahan tubuh
(41)
c. Regulasi kondisi ritme fisik tubuh
d. Menyehatkan. (Hayuan, http://blogspot makanan dan kemasan-pangan.html/2009/06 diakses pada tanggal 1 november 2010)
4. Tinjauan umum tentang label
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor. 69 Tahun 1999 Tentang Label Dan Iklan pangan, Label adalah “setiap keterangan mengenai barang yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang memuat informasi tentang barang dan keterangan mengenai pelaku usaha”. Dalam label juga memuat informasi lainnya yang sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku dan disertakan pada barang, dimasukan kedalam, ditempelkan, atau merupakan bagian kemasan pada barang.
Kita dapat melihat bahwa label adalah suatu hal yang wajib disertakan pada kemasan. Maka dengan tidak terteranya label pada kemasan dapat dikatakan bahwa barang tersebut tidak dapat memberikan informasi kepada konsumennya sebagai penikmat produk itu sendiri. Adapun ketentuan yang mengatur tentang label diatur dalam pasal 30 ayat (2), Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 Tentang Pangan dan Pasal 111 ayat (3) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Secara umum setidaknya terdapat 6 (enam) jenis informasi yang dapat kita ketahui dari label kemasan, diantaranya adalah:
a. Nama produk, merupakan informasi yang sangat penting yang merupakan informasi pertama yang memungkinkan konsumen mengidentifikasi jenis produk itu.
b. Kandungan isi, semua substansi termaksud zat adiktif yang digunakan dalam pembuatan atau persiapan pangan dalam kemasan. Informasi tersebut dihitung dari presentasi dari yang tertinggi hingga terendah, Namun hal ini bukan merupakan suatu keharusan, kecuali diberikan pada bahan yang memberikan pengaruh khusus, umpamanya kolesterol. Bahan adiktif yang harus dicantumkan dalam kandungan isi meliputi substansi
(42)
sintetis atau alami yang ditambahkan untuk memperbaiki bau, rasa, lama penyimpanan, atau konsistensi. Terdapat lebih dari seratus macam adiktif makanan kemasan diantaranya sebagai pewarna, pengawet, emulsi, stabilisator.
c. Sertifikasi produk atau halal serta adanya ijin edar yang dikeluarkan oleh lembaga yang telah terakreditasi sesuai dengan undang-undang.
d. Waktu kadaluarsa, informasi ini sangatlah penting untuk mengetahui batas waktu pemakaian produk.
e. Kuanitas isi, Satuan kuantitas adalah biasanya menggunakan satuan liter untuk satuan cairan dan gram atau satuan bobot lainnya untuk produk lainnya.
f. Identitas asal produk, dapat dinyatakan dalam kode bergaris atau bar code,
dibawah garis-garis vertikal yang dapat dibaca dengan tekhnologi optik umumnya terdapat tiga belas angka. Angka pertama menunjukan negara asal, lima angka berikutnya menunjukan pembuat atau distributornya, lima angka berikutnya menunjukan ientifikasi produk itu sendiri, dan satu angka terakhir adalah angka kontrol.
In recent deccades, developed countries have seen unincrease in nutrition-and livestyle realeted health problem. Policy makers are concerned about how the population can be invormed about healthy eating the realitive healthnes of the food products, in order to make the right decision at the supermarket shelf. Nutrition and health claims, as prescribed by the new eu regulation, are meant to served as a compremise, being a short health-realited information tools that takes into account the costumers limited time, willingness, and cappability to process information while shopping. (Jill Avery, Consumers behaviour and human persuits of happiness in a world Vol 4 : 2010).
Berdasarkan penjelasan diatas kita dapat melihat bahwa dalam beberapa tahun terakhir, negara-negara maju telah melihat penurunan dalam masalah informasi gizi dan kesehatan pada lingkungan masyarakatnya. Para pembuat kebijakan khawatir mengenai bagaimana penduduk bisa memenuhi unsur kesehatan dalam suatu produk makanan, dalam rangka untuk membuat keputusan yang tepat mengenai kandungan gizi dalam suatu produk makanan,
(43)
keberadaan label menjadi suatu informasi yang penting bagi para konsumen atau orang-orang yang akan membeli produk yang bersangkutan.
Dalam hal ini yang menjadi prinsip pengaturan pada label yang tidak dapat dilanggar oleh para pelaku usaha menurut Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 Tentang Label Dan Iklan Pangan adalah sebagai berikut : a. Non diskriminasi, untuk barang yang diproduksi dalam negri maupun
barang impor yang diperdagangkan di pasar dalam negeri.
b. Pencantuman label dalam bahasa Indonesia yang jelas dan mudah
dimengerti.
c. Label menggunakan bahasa Indonesia. Untuk barang impor berlaku saat memasuki daerah pabean Republik Indonesia.
d. Penggunaan bahasa, selain bahasa Indonesia, angka arab, huruf latin diperbolehkan sepanjang tidak ada padanannya atau tidak dapat diciptakan padanannya.
e. Label tidak mudah lepas dari barang atau kemasannya.
f. Setiap orang yang memproduksi atau menghasilkan pangan yang dikemas ke dalam wilayah Indonesia untuk diperdagangkan wajib mencantumkan Label pada, di dalam, dan atau di kemasan pangan.
g. Pencantuman Label sebagaimana dimaksud dilakukan sedemikian rupa
sehingga tidak mudah lepas dari kemasannya, tidak mudah luntur atau rusak, serta terletak pada bagian kemasan pangan yang mudah untuk dilihat dan dibaca.
h. Keterangan atau pernyataan tentang pangan dalam label harus benar dan tidak menyesatkan, baik mengenai tulisan, gambar, atau bentuk apapun lainnya.
i. Setiap orang dilarang memberikan keterangan atau pernyataan tentang pangan yang diperdagangkan melalui, dalam, atau dengan label apabila keterangan atau pernyataan tersebut tidak benar dan atau menyesatkan.
j. Pencantuman pernyataan tentang manfaat pangan bagi kesehatan dalam
Label hanya dapat dilakukan apabila didukung oleh fakta ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan.
(44)
k. Ketentuan lebih lanjut, tentang tata cara dan persyaratan pencantuman pernyataan tentang manfaat pangan bagi kesehatan diatur oleh mentri kesehatan
l. Pada label dilarang dicantumkan pernyataan atau keterangan dalam bentuk apapun bahwa pangan yang bersangkutan dapat berfungsi sebagai obat. m. Setiap orang dilarang mencantumkan pada label tentang nama, logo, atau
identitas lembaga yang melakukan analisis tentang produk pangan tersebut.
Suatu barang dan jasa yang akan dipasarkan untuk dikonsumsi kepada konsumen harus dapat memenuhi standarisasi yang telah ditetapkan sebelumnya oleh pemerintah, namun tidak selamanya seluruh bahan pangan yang beredar harus memenuhi ketentuan tentang label itu sendiri, dalam hal ini terdapat beberapa pengecualian yang ada terhadap ketentuan label yang tercantum dalam Pasal 63 Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999, diantaranya adalah:
1) Pangan yang kemasannya terlalu kecil sehingga tidak mungkin
mencantumkan seluruh keterangan yang dimaksud peraturan pemerintah. 2) Pangan yang dijual dan dikemas secara langsung dihadapan pembeli dalam
jumlah yang kecil-kecil.
3) Pangan yang di jual secara besar.
Berkaitan masalah pelabelan halal di Indonesia terdapat pengaturan khusus yang mengaturnya. Indonesia Dapat dikatakan sebagai negara yang mayoritas penduduknya beragama islam, maka berkaitan dengan suatu produk yang dipasarkan atau diedarkan di pasaran juga tidak luput dari perhatian warga muslim kita dalam memilih suatu produk, selain memperhatikan tampilan luar serta substansi kandungannya, masyarakat juga akan memperhatikan segi kehalalan dari makanan tersebut. Apakah pangan yang bersangkutan telah didaftarkan dan mendapatkan label halal dari pihak yang berwenang yang dalam hal ini adalah Majelis Ulama Indonesia(MUI) atau belum.
(45)
Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996, selain ditentukan bahwa pangan harus memenuhi standar kesehatan (Thoyyib dalam istilah hukum Islam, juga dijumpai beberapa ketentuan yang mensyaratkan label halal bagi pangan yang diperdagangkan yang memberi petunjuk tentang kehalalan atas produk makanan tersebut. Hal ini cukup penting bagi konsumen muslim. (Yulkarnai Harahap, 2003:No.44/I/2003 Hal72).
MUI adalah organisasi yang salah satu tugasnya adalah meneliti dan memberilkan label halal pada suatu produk. Bagaimanapun juga kepentingan agama atau kepercayaan lainnya tetap harus dapat dilindungi melalui tanggung jawab pihak yang memproduksi pangan dalam wilayah Indonesia. Hal-hal yang diatur terkait masalah pelabelan halal untuk produk pangan dan minuman antara lain :
1) Setiap orang yang memproduksi dan memasukan pangan yang dikemas
kedalam wilayah Indonesia untuk diperdagangkan dan menyatakan bahwa pangan tersebut halal bagi unat islam, bertanggung jawab atas pernyataan tersebut, hal tersebut dicantumkan pada label kemasan.
2) Dalam hal label halal tersebut harus dapat memeriksakan kebenarannya pada lembaga yang telah terakreditasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo,2004:78)
Kita dapat melihat bagaimana kepentingan umat islam di negara kita benar-benar diperhatikan serta dilindungi agar hak masyarakat untuk mendapatkan suatu produk makanan yang aman serta halal dan nyaman untuk dikonsumsi oleh umat islam dapat dirasakan. Untuk mendapatkan suatu label halal tentunya diperlukan penelitian khusus mengenai kandungan makanan itu sendiri apakah telah sesuai dengan unsur halal atas makanan yang dimaksud oleh MUI tersebut.
Disinilah letak pentingnya suatu wadah yang mengurusi perlindungan konsumen dari makanan yang tidak halal. Suatu wadah yang berusaha meneliti, menyeleksi dan mengawasi peredaran makanan produk di pasaran. Tentunya wadah semacam ini memerlukan tenaga-tenaga yang memiliki latar belakang pengetahuan dan keahlian yang berbeda-beda. (Abdul Ghofur Anshori, 2002:No.40/II/2002 Hal.90).
(46)
Syariat Islam mengatur kehidupan manusia bagi terwujudnya kepentingan hidup yang membawa kebaikan. Islam memandang makanan sebagai faktor yang amat penting dalam kehidupan manusia, disamping ibadah-ibadah yang lain. “Although, it is well known that consumer groups from different cultures and religious backgrounds are likely to have different customer satisfaction expectations, the attributes associated with customer segments (Muslim, non- Muslim)” ( Eurasian Journal of Business and Economics, 2009: 150).
Makanan mempunyai pengaruh yang besar terhadap perkembangan jasmani dan rohani manusia. Di dalam ajaran Islam banyak peraturan yang berkaitan dengan makanan, mulai dari mengatur makanan yang halal dan haram, etika makan, sampai mengatur idealisme kuantitas makanan didalam perut. Salah satu peraturan yang terpenting ialah larangan mengkonsumsi makanan atau minuman yang haram. Mengkonsumsi yang haram, atau yang belum diketahui kehalalannya akan berakibat serius, baik didunia maupun diakhirat kelak. Sebagaimana Hadits Nabi yang artinya ”Setiap daging tumbuh yang diperoleh dari kejahatan (jalan haram), maka neraka lebih layak baginya”. (HR. Imam Ahmad)
Pada dasarnya masyarakat muslim memiliki harapan atas bahan makanan yang akan mereka konsumsi, yakni makanan yang higienis, nutrisi, dan halal, yang menjadi dasar pengharaman menurut Al-Quran adalah:
a. Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi,
(daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas kecuali yang sempat km menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu memakan hewan) yang disembelih untuk berhala. (QS Al-Maidah 5:3)
b. Hai orang-orang beriman yang beriman (meminum) khamar,
berjudi, (berkorban untuk) berhala, menguji nasib dengan panah adalah perbuatan keji termaksud perbuatan syetan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syetan itu bermaksud hendak menimbulakn permusuhan dan kebencian diantara kamu lantaran khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sholat, maka berhentilah kamu.(QS Al-Maidah 5:90-91)
(47)
Berdasarkan penjelasan mengenai ketentuan haram menurut kitab suci Al-Quran tersebut diatas, maka dapat disimpulkan bahwa syarat kehalalan suatu produk pangan yang sesuai dengan syri’at Islam adalah sebagai berikut :
a. Tidak mengandung babi dan bahan yang berasal dari babi.
b. Tidak mengandung bahan-bahan yang diharamkan seperti bahan-bahan
yang berasal dari organ manusia, darah, kotoran dan lainnya.
c. Semua bahan makanan yang berasal dari hewan yang halal dan disembelih menurut tata cara syari’at Islam.
d. Semua tempat penyimpanan, penjualan, pengelolaan dan transportasi tidak boleh digunakan untuk babi dan/atau barang tidak halal lainnya. Jika pernah digunakan untuk babi dan/atau barang tidak halal lainnya terlebih dahulu harus dibersihkan dengan tata cara syari’at Islam.
e. Semua makanan dan minuman yang tidak mengandung khamar.
5 Tinjauan umum tentang kemasan.
Kemasan adalah pembungkus yang mengacu pada wadah atau materi yang membungkus suatu Produk. kemasan dibagi menjadi dua fungsi dasar yaitu melindungi produk dari kerusakan selama pengiriman dan mempromosikan produk ke konsumen akhir serta untuk melindungi kerusakan Produk pada saat penjualan dan mempromosikan Produk kepada konsumen. Beberapa jenis umum dari kemasan adalah karton, tas, kotak, kaleng, dan yang lainnnya. Kemasan sangat penting baik untuk penjual maupun pembeli produk. Bagi penjual kemasan berfungsi untuk menjaga agar tidak terjadi kerusakan, gangguan, atau pencurian terhadap barang tersebut. Kemasan juga dapat meningkatkan kenyamanan dalam penggunaan atau penyimpanan, serta kemasan juga dapat membuat produk lebih mudah untuk mengidentifikasi. Bagi pembeli kemasan juga memiliki arti yang penting dimana pengemasan yang baik dapat memastikan pangan tersebut berinteraksi dengan lingkungan sekitar sehingga dapat menjaga keaslian kondisi barang tersebut. Dengan pengemasan yang baik dapat menguntungkan bagi pembeli yang mengkonsumsi bahan pangan tersebut. Pengemasan dengan benar dapat
(48)
membuat suatu makanan dapat terlihat sesuai dengan nilai estetika. Tujuan pengemasan diantaranya adalah untuk :
a. Membuat umur simpan bahan pangan menjadi panjang
b. Menyelamatkan produksi bahan pangan yang berlimpah dan mencegah
rusaknya nutrisi atau gizi bahan pangan
c. Menjaga dan menjamin tingkat kesehatan bahan pangan, Memudahkan
distribusi atau pengangkutan bahan pangan, d. Mendukung perkembangan makanan siap saji,
e. Menambah estetika dan menambah suatu nilai jual dari bahan
makanan.(Amar Abu, 2007:41)
Untuk dapat mencapai tujuan pengemasan itu diantaranya adalah Bahan pengemasnya harus memenuhi persyaratan tertentu, metode atau teknik pengemasan bahan pangan harus tepat, serta pola distribusi dan penyimpanan produk hasil pengemasan harus baik. Dalam suatu proses produksi juga harus dapat memenuhi persyaratan pada bahan pengemas, diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Memiliki permeabilitas (kemampuan melewatkan) udara yang sesuai
dengan jenis bahan pangan yang akan dikemas.
b. Harus bersifat tidak beracun dan inert (tidak bereaksi dengan bahan pangan).
c. Harus kedap air. d. Tahan panas.
e. Mudah dikerjakan secara maksimal dan harganya relatif murah.
(Hayuan,http://blogspot makanan dan kemasan-pangan/2009/06.html diakses pada tanggal 1 November 2010)
6 Tinjauan umum tentang Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999
Tentang Label Dan Iklan Pangan.
Di dalam rangka membangun Hukum Perlindungan Konsumen dalam sistem hukum Indonesia sangatlah perlu untuk dikaitkan dengan suatu peraturan yang mengacu pada perlindungan konsumen itu sendiri, peraturan
(1)
commit to user
3. Penegakan hukum terhadap peredaran bahan pangan yang tidak
mencantumkan label pada kemasan
Secara Hukum Administrasi di dalam Peraturan Pemerintah Tentang Label Dan Iklan Pangan Tahun 1999, menyatakan bahwa salah satu tujuan pengaturan, pembinaan dan pengawasan pangan adalah terciptanya suatu perdagangan pangan yang jujur dan bertanggung jawab. Label dan iklan pangan merupakan sarana dalam perdagangan pangan dan memiliki arti yang sangat penting, sehingga perlu diatur dan dikendalikan agar informasi mengenai pangan yang disampaikan oleh masyarakat adalah suatu informasi yang benar dan tidak menyesatkan. Masyarakat berhak untuk memeproleh informasi yang benar serta tidak menyesatkan mengenai pangan yang akan dikonsumsi khususnya yang disampaikan melalui label dan iklan pangan.
Hukum Administrasi yang memuat kaidah hukum yang terdapat dalam berbagai Peraturan Perundang-undangan pada pokonya bersifat mengatur, membina dan mengawasi pelaku usaha dalam menjalankan kegiatannya. Disamping itu terdapat pula ketentuan tentang penunjukan tingkah laku tertentu sebagai tindakan yang melanggar Hukum Administrasi. Dalam penerapan Peraturan Perundang-undangan ini terdapat beberapa tahap penindakan terhadap pelaku yang melanggar peraturan. Pada umumnya hampir bersamaan yaitu tindakan awal berupa peringatan-peringatan lisan atau tertulis dan kemudian disusul dengan tindakan tertentu yakni penarikan Nomor daftar atau registrasi dari produk, memerintahkan penarikan produk dari pasar, memeriksa produk di laboratorium dan sebagainya. Setelah itu karena pelanggaran bersifat sangat memebahayahkan, maka tindakan dapat berupa pencabutan Nomor Pendaftaran Produk, penarikan produk dari peredaran, pencabutan ijin usaha atau bahkan pengajuan perkara ke pengadilan.
(2)
commit to user
63
Tahapan-tahapan tindakan administrasi yang dilakukan oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan tersebut memiliki segi positif dan negatif. yakni bagi kalangan dunia usaha hal ini memeberikan kesempatan bagi pengusaha-pengusaha untuk dapat “memperbaiki diri”, tetapi bagi konsumen hal ini belumlah cukup, karena dalam pengaturannya tidak terdapat pasal yang mengatur mengenai ganti rugi atas diri konsumen sebagai akibat dari kelalaian yang dilakukan oleh pelaku usaha tersebut. Maka dengan adanya hal ini dapat mengakibatkan ganguan atas keseimbangan dalam masyarakat.
Dengan adanya kelengkapan label yang telah dipenuhi oleh pelaku usaha terhadap produk yang dipasarkannya, maka pelaku usaha tersebut sudah dapat dikatakan sebagai pelaku usaha yang patuh terhadap ketentuan pemerintah yang telah ditetapkan. Namun apabila hal tersebut tidak dapat dipenuhi, maka dapat dikatakan bahwa pelaku usaha tersebut telah gagal dalam memenuhi kriteria sebagai pelaku usaha yang baik dan benar. Hal ini berkaitan dengan rasa kepercayaan konsumen terhadap suatu produk. Pada dasarnya konsumen akan memeberikan suatu apresiasi terhadap suatu produk yang telah mereka konsumsi. Dalam hal ini apabila konsumen merasa aman dan nyaman, serta terpenuhi hasratnya atas penggunaan suatu barang, maka mereka akan memeberikan apresiasi yang baik atas barang tersebut, Namun sebaliknya apabila hal-hal yang diinginkan atas penggunan produk yang bersangkutan tidak terpenuhi oleh konsumen, maka kemungkinan konsumen tidak akan membeli atau mengkonsumsi produk tersebut untuk kedua kalinya.
Dalam usaha untuk mewujudkan perlindungan konsumen itu sendiri, maka Dinas Perindustrian dan Perdagangan akan terus meningkatkan kesadaran masayarakat baik itu pelaku usaha, maupun konsumen melalui kegiatan-kegiatnnya. Hal tersebut akan terus dilakukan mengingat akan terus berkembangnya dunia perindustrian di negara kita ini. Selain untuk meningkatkan pengetahuan kepada pengusaha, hal ini juga untuk mempersiapkan kota Surakarta dalam menyongsong perdagangan bebas yang semakin maju dikemudian hari.
(3)
commit to user
64
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan dan perincian yang telah diuraikan oleh penulis dalam penulisan hukum (skripsi) ini, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa :
1. Pada dasarnya peranan Dinas Perindustrian dan Perdagangan terhadap
peredaran bahan pangan di kota Surakarta ini sangatlah besar. Dinas ini berwenang untuk mengecek kondisi fisik suatu bahan pangan melalui kemasan dan teknik penjualan oleh produsen. Dalam mengaplikasikan fungsinya sebagai instansi pemerintah yang berwenang terhadap peredaran bahan pangan tersebut, dinas ini memiliki cara-cara khusus dalam melakukannya, seperti melakukan kegiatan pengawasan, pembinaan dan sosoialisasi. Pada kegiatan pengawasan, dinas ini akan melakukan kegiatan lapangan yang dibantu oleh Dinas Kesehatan dalam menguji substansi isi makanan serta pihak Kepolisian untuk melakukan penyitaan secara paksa terhadap bahan pangan yang bermasalah. Maka sebagai salah satu instansi pemerintah yang berwenang mengusrusi peredaran bahan pangan Dinas Perindustrian Dan Perdagangan kota Surakarta merupakan salah satu instansi yang ikut berperan dalam memberikan perlindungan konsumen khususnya pada lingkup wilayah kota Surakarta.
2. Pada dasarnya sampai dengan tahun 2010 ini masih terdapat beberapa
pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha maupun distributor barang di kota Surakarta, baik berupa pencantuman label maupun pelanggaran-pelanggaran lain yang berkaitan dengan pangan. Hal tersebut disebabkan oleh dua faktor yakni kurang maksimalnya pengawsan yang dilakukan oleh pemerintah melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan. Hal tersebut dapat dibuktikan dari tidak menyeluruhnya kegiatan lapangan yang dilakukan oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan pada tiap tahunnya pada lingkup wilayah kota Surakarta. Fenomena pelanggaran dalam hal pencantuman label masih marak terjadi. Hal itu juga tercermin pada kenyataan yang terjadi pada
(4)
commit to user
65
setiap kegiatan pembinaan yang dilakukan oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan terhadap pelaku-pelaku usaha baru yang akan memulai kegiatan produksinya, dimana tidak semua pelaku usaha tersebut ikut andil dalam kegiatan tersebut. Sehingga tidak banyak pelaku usaha yang minim pengetahuan yang berkaitan dengan dunia usaha. Hal ini sangatlah memprihatinkan, karena bagaimanapun juga, pelaku usaha tetap harus memiliki pengetahuan yang cukup, serta kemahiran yang baik dalam memulai kegiatan produksi usahanya. Hal ini sangatlah baik demi mencipatakan iklim industri yang baik khususnya di kota Surakarta.
3. Pada penerapan Hukum Administrasi itu sendiri pada dasarnya lebih efektif
untuk dilaksanakan kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan yang telah ditetapkan, karena pada dasarnya penerapan hukum ini lebih bersifat tegas dibandingkan dengan peraturan-peraturan lain yang mengatur ataupun berkaitan dengan perlindungan terhadap konsumen. Dengan adanya beberapa sanksi yang dilakukan kepada pelaku usaha yang bermasalah seperti pencabutan ijin usaha serta penyitaan barang yang dilakukan, maka dapat lebih menimbulkan efek jera pada diri produsen. Dan diharapkan pelaku usaha tersebut akan lebih meningkatkan kualitas barang serta pengetahuan yang tinggi berkaitan dengan produksi barang ataupun jasa. Tentunya hal ini dapat diterapkan secara maksimal apabila dilakukan secara rutin serta adanya inisiatif yang besar pada diri pemerintah, palaku usaha, maupun konsumen itu sendiri. Maka dengan adanya kerjasama yang solid antara pemerintah, pelaku usaha dan masyarakat angka produk-produk pangan yang bermasalah akan dapat ditekan ataupun dikurangi.
(5)
commit to user
B. Saran
Dari beberapa uraian yang telah disampaikan oleh penulis melalui hasil penelitian diatas, maka penulis dapat mengajukan beberapa saran yang diharapkan dapat berguna bagi kita semua, diantaranya adalah :
1. Diharapkan kepada pemerintah, khususnya instansi yang berwenang dalam
hal pengawasan bahan pangan di kota Surakarta, untuk lebih dapat meningkatkan kinerjanya dalam hal pengawasan kepada setiap diri pelaku usaha maupun barang yang beredar di kota ini baik berupa pangan maupun non-pangan. Pemerintah juga diharapkan dapat meningkatkan kuantitas pembinaan terhadap diri pelaku usaha baik makro maupun mikro dalam hal standarisasi mutu barang dan jasa. Dengan adanya hal tersebut maka diharapakan adanya suatu peningkatan pengetahuan yang akan dimiliki oleh para pelaku usaha mengenai teknik produksi dan pemasaran yang baik. Sehingga konsumen akan lebih merasa aman dalam mengkonsumsi hasil produksinya tersebut. Pemerintah juga harus dapat menyempurnakan pengaturan mengenai ganti rugi terhadap kerugian yang diderita oleh konsumen sebagai akibat kelalaian yang dilakukan oleh para pelaku usaha yang tidak bertanggung jawab di kota Surakarta ini. Hal ini dapat tertuang secara langsung dalam Peraturan Pemerintah ataupun Undang-Undang yang nantinya akan menjadi acuan tersendiri bagi penegak hukum dalam mengupayakan ganti rugi kepada konsumen yang dirugikan tersebut. Sehingga dengan adanya hal ini diharapkan konsumen mendapatkan kepuasan tersendiri dari kerugian yang dialaminya.
2. Kepada distributor barang baik pada pasar modern maupun tradisional
untuk dapat labih menyeleksi barang yang akan dipasarkan serta melakukan kegiatan usaha yang jujur dan benar. Dalam hal penyeleksian tersebut diharapakan tidak hanya dilakukan pada pasar-pasar modern saja, namun pada pasar-pasar tradisional yang merupakan wilayah yang paling sering dikunjungi masyarakat sehari-hari untuk dapat lebih memperhatikan keberadaan makanan yang diperdagangkan. Dengan hal ini diharapakan
(6)
commit to user
67
dapat meningkatkan rasa kepercayaan dari para konsumen terhadap distributor itu sendiri maupun lokasi usahanya tersebut.
3. Kepada seluruh konsumen diharapkan untuk dapat lebih memiliki
pengetahuan yang lebih banyak tentang standarisasi mutu pangan serta lebih selektif dalam memilih bahan pangan yang akan dikonsumsi. Hal ini juga dapat membuktikan bahwa kecerdasan yang dimiliki masyarakat Indonesia telah meningkat dan tidak dapat lagi dikelabui dan dirugikan haknya sebagai konsumen. Karena bagaimana pun juga dalam setiap kasus terhadap suatu barang ataupun jasa, pihak yang paling berpotensi untuk dirugikan adalah pada diri konsumen itu sendiri, maka untuk menghindari hal tersebut diperlukan adanya kepekaan tersendiri serta pengetahuan yang lebih yang harus dimiliki oleh konsumen. Maka dengan adanya pengetahuan yang lebih tersebut dapat meminimalisir kerugian-kerugian yang mungkin akan diderita oleh para konsumen yang bersangkutan.