Pembingkaian Berita Pilkada Serentak Di Jawa Barat 2015 ( Analisis Framing Robert N. Entman Pada Pembingkaian Berita Pilkada Serentak 9 Desember 2015 pada Harian Pagi Tribun Jabar dan Harian Umum Pikiran Rakyat Edisi 16 September 2015)

(1)

1 Oleh,

Nalendra Agung Sangga Lasmana NIM. 41810051

ABSTRACT

This study aims to determine how the framing and perspectives of journalists and newspaper editors to construct and establish the reality of the news elections Simultaneously in West Java in 2015 in the Daily Morning Tribune Jabar and Daily Mind To find out, researchers used four categories were used as sub focus is defining problem, estimating the cause of the problem, make a moral decision, and stressed the settlement.

The method used in this study is a qualitative methodological approach to the analysis model framing Robert N. Entman. This model is used to determine how the mass media construct reality. For data collection was done by means of documentation, interviews, library research and internet searching.

The results showed that the Daily Morning Tribune Jabar and Daily Mind framing news Elections Simultaneously in West Java in 2015 as follows: Defining the second issue of the newspaper each raised the issue and the protrusion of the dominant aspect but in the body of news have the same issues and problems the same one. Estimating cause of the problem in the newspapers is different, cause problems in the Morning Daily Tribune Jabar is lack of socialization dilakuka the winning candidates for the local elections and the lack of kierja Commission in facilitating campaign props.

Conclusions from this research that the framing of the news carried by the newspapers, looking at the reality of the field with the viewpoint on the reality that has issues and projections of different aspects. Selection of issues and aspects projections are being made to construct the public to the reality of what happened.

Suggestions from this study is the Daily Morning Tribune Jabar and the People's Daily Thoughts can continue to keep the balance of news of events raised. Keywords: Framing, news, Framing, Entman, news


(2)

2 1.1. Latar Belakang Masalah

Suatu teks media dapat diteliti dengan menggunakan analisis framing, sebagaimana diketahui media menggambarkan sebuah peristiwa dengan menonjolkan aspek tertentu dan mengabaikan aspek yang lain, serta bagaimana media menempatkan informasi dalam konteks yang khas sehingga isu tertentu mendapat alokasi dan perhatian yang lebih besar ketimbang isu lainnya. Dalam praktiknya, hampir semua media akan menyeleksi isu yang ada, menonjolkan isu tertentu dengan mengabaikan isu yang lain, menonjolkan aspek tertentu dari isu tersebut sambil menyembunyikan dan bahkan membuang aspek yang lain. Verifikasi dan seleksi data, penyajian dalam bentuk berita, hingga penempatannya di sebuah rubrik tertentu.

Analisis framing disini, peneliti akan meneliti pembingkaian berita Pilkada Serentak Di Jawa Barat 9 Desember 2015, Suasana sepi serempak dirasakan di delapan daerah yang akan melaksanakan pilkada di Jawa Barat. Ke-8 daerah itu adalah Indramayu, Pangandaran, Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Bandung, Kabupaten Cianjur, Karawang, Sukabumi, dan Depok.

Dalam pilkada serentak, seharusnya kata 'sepi' bisa diminimalisir karena hampir merata penyebaran pelaksanaan pilkada dari mulai Priangan


(3)

(4)

(5)

5 2.1. Tinjauan Pustaka

2.1.1. Penelitian Terdahulu

Pada hakikatnya penelitian terdahulu merupakan suatu referensi yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan. Penelitian terdahulu yang dijadikan sebagai bahan acuan antara lain sebagai berikut:

2.1.1.1. Skripsi Shirley Suandrea Chandra, UNIKOM 2013

“Pembingkaian berita keterlibatan artis Raffi Ahmad dalam kasus narkoba : (Analisis Framing Robert N.Entman di Harian Umum Pikiran Rakyat dan Harian Pagi Tribun Jabar edisi Januari-Februari 2013)”

2.1.1.2. Skripsi Feri Setiawan, UNIKOM 2014

“Analisis Framing Zhondang Pan Dan Gerald M. Kosicki pada Pemberitaan “Bandung, The City Of Pig” Di Harian Umum Pikiran Rakyat Dan Bandung Ekspres Edisi 5 Februari 2014”

2.1.1.3. Skripsi Agung Raharja, UNIKOM 2015

“Pembingkaian Berita Wakil Ketua Non Aktif Komisi Pemberantasan Korupsi Bambang Widjojanto (Analisis Framing


(6)

6

Terdapat ratusan definisi komunikasi yang telah dikemukakan para ahli. Seringkali definisi komunikasi berbeda atau bahkan bertentangan dengan definisi lainnya. Dance menemukan tiga dimensi konseptual penting yang mendasari definisi-definisi komunikasi. Dimensi pertama adlah tingkat observasi (level of observation) atau derajat keabstrakannya. Dimensi kedua adalah kesengajaan (intentionality).

2.1.3. Tinjauan Komunikasi Massa

Definisi komunikasi massa yang paling sederhana dirumuskan oleh Bitnner dalam Rakhmat yang mengatakan Mass communication is messages communicated though a mass medium to a large of people (Komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah orang). Tinjauan Media Massa

Elvinaro mengatakan, media massa pada dasarnya dapat menjadi dua kategori, yakni media massa cetak dan media elektronik. Media cetak yang dapat memenuhi kriteria sebagai media massa adalah surat kabar dan majalah, sedangkan media massa elektronik meliputi televisi, radio siaranm film dan media on-line.


(7)

7

ditengah dinamika masyarakat yang demikian pesat, media cetak dianggap sudah tertinggal dibandingkan dengan dua pesaingnya yakni media elektronik dan media digital.

2.1.4.2 Surat Kabar

Menurut Kurniawan Junaidi yang dimaksud dengan surat kabar adalah :

“Sebutan bagi penerbitan pers yang masuk dalam media massa tercetak berupa lembaran berisi tentang berita-berita, karangan-karangan dan iklan serta diterbitkan secara berkala, bisa harian, mingguan, bulanan serta diedarkan secara umum, isinya pun harus actual, juga harus bersifat universal, maksudnya pemberitaanya harus bersangkut-paut dengan manusia dari berbagai golongan dan kalangan”(Junaidi, 1991 : 105).

Pada awalnya surat kabar sering kali diidentikan dengan pers. Namun, karena pengertian pers sudah semakin luas, dimana televisi dan radio sekarang ini sudah dikategorikan sebagai pers juga, maka muncul pengertian pers dalam arti luas dan sempit. Dalam pengertian pers luas


(8)

8 2.1.4.3 Karakteristik Surat Kabar

Berdasarkan ruang lingkupnya, terdapat surat kabar lokal, regional, dan nasional. Ditinjau dari bentuknya, terdapat surat kabar biasa dan tabloid. Sedangkan dilihat dari bahasanya, terdapat surat kabar berbahasa Indonesia, Inggris, dan daerah. Sebagai media massa, surat kabar mencakup publisitas, periodesitas, universalitas, aktualitas dan terdokumentasikan.


(9)

9

dengan menghimpun berita. Pers dan jurnalistik dapat diibaratkan sebagai jiwa dan raga. Pers berasal dari perkataan Belanda pers yang artinya menekan atau mengepres. Kata pers merupakan padanan dari kata press dalam bahasa Inggris yang juga berarti menekan atau mengepres. Secara harfiah kata pers atau press mengacu pada pengertian komunikasi yang dilakukan dengan perantaraan barang cetakan. Pers adalah aspek raga, karena ia berwujud, konkret dan nyata, sedangkan jurnalistik adalah aspek jiwa, karena ia abstrak, merupakan kegiatan, dan menghidupi aspek pers.

2.1.6. Fungsi Pers

Salah satu pakar komunikasi yang juga merupakan Dosen di Universitas Komputer Indonesia, Mahi M. Hikmat di dalam bukunya yang berjudul “Etika dan Hukum Pers” menjelaskan empat fungsi pers, yaitu :

1. Informasi (to inform) 2. Mendidik (to educate)

3. Rekreasi/Penghibur (to entertaint) 4. Kontrol Social (to influence)


(10)

10 1. Straight news report 2. Depth news report, 3. Comprehensive 4. Interpretative report, 5. Feature story,

6. Depth reporting

7. Investigative reporting, 8. Editorial writing 2.1.8 Nilai Berita

Menurut Sumadiria, nilai berita terbagi menjadi 11 nilai, yaitu:

1. Keluarbiasaan, berita adalah sesuatu yang luar biasa. Semakin besar suatu peristiwa semakin besar pula nilai berita yang ditimbulkan.

2. Kebaruan, berita adalah sesuatu yang baru. Apa saja perubahan penting yang terjadi dan dianggap berarti.


(11)

11 tidak.

2.1.9 Unsur Berita

Dalam proses pembelajaran memahami sebuah berita tentunya kita harus memahami unsur-unsur yang terdapat dalam sebuah berita. Adapun unsur-unsur berita terdiri atas what (apa), who (siapa), where (dimana), when (kapan), why (mengapa), dan how (bagaimana). Berikut penjelasan yang lebih lengkap dari unsur-unsur berita, yaitu :

1. What

2. Who

3. When 4. Where

5. Why

6. How

2.1.10Struktur Berita

Susunan atau struktur berita, khususnya dalam berita langsung, pada umumnya mengacu pada struktur piramida terbalik, yaitu memulai penulisan


(12)

12 2.2 Konsep Framing

Dalam ilmu komunikasi, konsep framing sering digunakan untuk menggambarkan proses seleksi dan penonjolan aspek tertentu dari realitas oleh media massa. Framing dapat dipandangan sebagai penempatan informasi-informasi dalam konteks yang khas sehingga isu-isu tertentu mendapat alokasi lebih besar dari isu yang lain.

2.3 Kerangka Pemikiran

Realitas sosial tidak berdiri sendiri tanpa kehadiran individu, baik di dalamnya maupun di luar realitas tersebut. Realitas sosial itu memiliki makna, manakala realitas sosial dikonstruksi dan dimaknakan secara subyektif oleh individu lain sehingga memantapkan realitas itu secara obyektif.


(13)

13 3.1. Desain Penelitian

Pada penelitian ini peneliti menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan analisis framing dari Robert N. Entman. Analisis framing secara umum membahas mengenai bagaimana media membentuk konstruksi atas realitas, menyajikannya dan menyampaikannya kepada khalayak.

3.1.1 Objek Penelitian

Objek penelitian adalah tempat media mempublikasikan berita yang akan diteliti, peneliti mencoba meneliti cara pembingkaian berita yang dilakukan oleh media secara detail.

3.1.2 Analisis Framing Model Robert N. Entman

Pendekatanpenelitian ini menggunakan analisisframing Robert N. Entman karena konsep Entman dipraktikkan dalam studi kasus pemberitaan media dan digunakan pula pada praktik jurnalistik, melihat bagaimana frame mempengaruhi kerja wartawan dan bagaimana wartawan membuat satu informasi menjadi lebih penting dan menonjol dibanding dengan cara yang


(14)

14

3.1.3 Skema Framing Robert N. Entman

Analisis penelitian ini menggunakan model Robert N. Entman yang mengopersionalkan empat dimensi struktural teks berita sebagai perangkat framing: define problems (pendefinisian masalah), diagnose causes (sumber masalah), make a moral judgement (keputusan), dan treatment recommendation (menekankan penyelesaian).

3.2.Informan Penelitian

Wartawan atau pihak yang bersedia mengeksplorasi pengalaman mereka secara sadar dari masing-masing media yang akan diteliti. Merupakan informan dari penelitian ini mereka adalah yang membuat berita tentang pilkada serentak yang berlangsung di Jawa Barat

3.3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data diyakini sebagai cara serta langkah-langkah mendapatkan data yang ditempuh peneliti untuk keperluan penelitian dari berbagai sumber data terkait dengan pemberitaan tentang Pilkada serentak 9 Desember 2015 di Jawa Baratpada masing-masing media.


(15)

15 3.3.2.1 Wawancara Mendalam

3.3.2.2 Dokumentasi

3.3.2.3 Internet Searching

3.4. Lokasi dan Waktu Penelitian

3.4.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan terhadap Surat Kabar Harian Pagi Tribun Jabar yang berlokasi di Jalan Sekelimus Utara No. 2-4 Bandung dan Surat Kabar Harian Umum Pikiran Rakyat yang berlokasi di Jalan Asia Afrika No. 77 Bandung.

3.4.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan oleh peneliti selama kurang lebih 6 (enam) bulan terhitung mulai dari bulan September 2015 hingga bulan Februari 2016.


(16)

16 4.1Hasil Penelitian

4.1.1Gambaran Objek Penelitian

Objek penelitian adalah tempat media mempublikasikan berita yang akan diteliti,peneliti mencoba meneliti cara pembingkaian berita yang dilakukan oleh media secara detail. Tempat penelitan ini dilakukan di dua tempat yang berbeda, yakni penelitian yang pertama di Harian Umum Pikiran Rakyat dan yang kedua dilakukan di Harian Pagi Tribun Jabar. Berita yang peneliti pilih adalah berita mengenai pemberitaan Pilkada Serentak di Jawa Barat 9 Desember 2015.

4.1.1.1.1Sejarah Harian Pagi Tribun Jabar

Harian Pagi Tribun Jabar berawal dari media massa berbentuk surat kabar yang diberi nama Metro Bandung. Metro Bandung ini bergerak dalam persurat kabaran yang mempunyai daya tarik dalam segi iklan. Metro Bandung merupakan terbitan dari perusahaan penerbitan Bandung Media Grafika.

4.1.1.1.2 Visi dan Misi Harian Pagi Tribun Jabar

Menjadi kelompok usaha penerbitan surat kabar, media online, dan percetakan daerah terbesar dan tersebar di Inonesia. Melalui penyediaan informasi yang terpercaya untuk memberikan spirit baru dan mendorong


(17)

17

Harian Umum (HU) Pikiran Rakyat dilahirkan untuk diupayakan menjadi tuan rumah yang dominan di Jawa Barat. Ia diupayakan untuk dapat hidup dalam masa yang panjang, bahkan kalau mungkin sepanjang masa. Dikelola oleh generasi terbaik di zamannya, surat kabar ini diyakini akan terus maju, tumbuh dan berkembang baik sebagai institusi sosial maupun bisnis.

4.1.1.2 Pemberitaan di Harian Umum Pikiran Rakyat 4.1.1.2.1 Mendefinisikan Masalah (Define Problem)

Pendefinisian masalah pada berita mengenai Pilkada Serentak di Jawa Barat 9 Desember 2015 di Harian Umum Pikiran Rakyat tertulis pada judul berita yaitu Dua Juta Pamflet dan Poster Siap Dibagikan.

4.1.1.2.2 Memperkirakan Penyebeb Masalah (Diagnose Causes)

Perkiraan penyebab masalah dalam pemberitaan Pilkada Serentak di Jawa Barat 9 Desember pada Harian Umum Pikiran Rakyat ini terletak dari pernyataan Yana Sumarna, perwakilan tim pemenangan pasangan calon bupati dan wakil bupati Bandung nomor urut 1.

4.1.1.2.3 Penilaian Masalah (Make Moral Judgement)

Dilihat dari judul, lead, hingga tubuh berita, penilaian masalah pada pemberitaan Pilkada Serentak 9 Desember 2015 di Jawa Barat


(18)

18

“Komisioner KPUD Kabupaten Bandung kelompok kerja Logistik Agus Hasbi Noor mengakui, dalam pembagian alat peraga kampanye tahap 1 ini baru berupa poster dan pamflet. Sementara, untuk alat peraga berupa flyer dan brosur, akan dibagikan pada pekan depan.”(paragraf 10).

Menjelaskan bahwa keterangan yang disampaikan kelompok kerja KPUD Agus Hasbi Noor itu sebagai bagian Logistik di KPUD juga harus taat terhadap ketentuan jadwal berlangsungnya Pilkada serentak .

4.1.1.3 Pemberitaan di Harian Pagi Tribun Jabar

4.1.1.3.1 Mendefinisikan Masalah (Define Problem)

Pemberitaan mengenai Pilkada Serentak 9 Desember 2015 di Jawa Barat dalam Harian Pagi Tribun Jabar tangga; 16 September 2015 dibuat dengan judul “Pilkada Serentak Dan Sikap Acuh Warga”. Judul pada pemberitaan di Harian Pagi Tribun Jabar dapat dijadikan sebagai inti persoalan masalah.

4.1.1.3.2 Memperkirakan Penyebeb Masalah (Diagnose Causes)

Penyebab masalah yang diangkat dalam pemberitaan pilkada serentak 9 Desember 2015 di Jawa Barat pada Harian Pagi Tribun Jabar ini menitik beratkan pada pantauan Tribun di beberapa daerah yang melaksanakan pilkada serentak ini, banyak warga yang tak tersentuh pemberitahuan.


(19)

19

mengganggu konsolidasi demokrasi di daerah, menurunnya jumlah pemilih karena tidak masuk daftar pemilih tetap dibeberapa daerah, sosialisasi politik yang kurang, Pembatasan Alat Peraga Kampanye (APK) dibatasi karena regulasi mengakibatkan seolah-olah menguntungkan Pasangan calon tersebut karena sudah terbangun popularitasnya dan 9 desember 2015 seperti prediksi-prediksi sebelumnya.

4.1.1.3.4 Penyelesaian Masalah (Treatment Recomendation)

Penyelesaian masalah yang dibingkai pada pemberitaan Pilkada Serentak 9 Desember 2015 di Jawa Barat dalam Harian Pagi Tribun Jabar terkait dengan pemberitaan yang memuat kinerja KPUD dan tim dari tiap wakil pasangan calon dirasa masih kurang berkopeten dalam mensosialisasikan siapa saja calonnya hingga masih ada saja yang bahkan masyarakat tidak tau kapan berlangsungnya pilkada.

4.1.3 Pembahasan

Pemberitaan yang dimuat sebagai peristiwa apapun dalam setiap surat kabar, fakta yang dihasilkan akan sama. Namun dari isi berita dan cara pandang setiap media menonjolkan dan memaknai pesan atau peristiwa pasti berbeda


(20)

20

dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak pada 9 Desember 2015 di Jawa Barat, adalah bagaimana pelaksanannya mampu mendorong orientasi politik masyarakat di Jawa Barat lebih bagus, paling tidak dalam kurun waktu pelaksanaan Pilkada. Masyarakat juga secara tidak langsung akan dapat membedakan tugas kedua lembaga yang berpengaruh terhadap jalannya Pilkada serentak yaitu KPUD dan Bawaslu.

4.1.3.1 Pembingkaian Berita Pada Harian Umum Pikiran Rakyat Pendefinisian masalah (Define Problem) terdapat dalam tulisan berita yang diungkapkan penulis berita di media cetak Harian Umum Pikiran Rakyat yang menyatakan bahwa, per-setiap daerah di Jawa Barat yang akan melaksanakan kegiatan pilkada serentak yang jatuh pada tanggal 9 Desember 2015, di ibeberapa daerah banyak yang belum tersentuh kabar, kapan penyebaran pamflet dan alat peraga kampanyesetiap pasangan calon dibagikan. Pada pemberitaan Pilkada serentak di Jawa Barat 2015 dalam pandangan Harian Umum Pikiran Rakyat berdasarkan hasil wawancara dengan Ecep Sukirman selaku wartawan Harian Umum Pikiran Rakyat, menganggap berita yang dimuat dalam koran Pikiran Rakyat memiliki ciri khasnya agar pembaca tidak merasa bosan dan memiliki nilai berita.


(21)

21

menjadi berita utama sejak awal bulan oktober 2015. Berita diatas memberitakan suasana saat menjelang pilkada serentak dilaksanakan di Jawa Barat.

4.1.3.3 Perbedaan Pembingkaian Berita Pilkada Serentak 9 Desember 2015 Di Jawa Barat

Seleksi isu yang dilakukan Harian Umum Pikiran Rakyat dan Harian Pagi Tribun Jabar mengangkat sudut pandang yang berbeda pada sebuah peristiwa yakni sisi lain dari suasana menjelang pelaksanaan pilkada serentak 2015 di Jawa Barat. pemberitaan yang dianggap tidak penting menjadi penting dan berita yang tidak biasa serta berbeda dengan berita sebelumnya yang memuat berita tentang Pilkada serentak menjadi dasar pembuatan berita ini sehingga dimuat dalam surat kabar masing-masing media.


(22)

22 5.1. Simpulan

Setelah penulis menganalisa pemberitaan tentang Pilkada Serentak 9 Desember 2015 di Jawa Barat dalam Harian Umum Pikiran Rakyat dan Harian Pagi Tribun Jabar dengan menggunakan analisis framing Robert N. Entman, berikut simpulan yang dapat penulis peroleh :

Pendefinisian masalah (Define Problem) pada Pembingkaian berita Pilkada Serentak 9 Desember 2015 di Jawa Barat dalam Harian Pagi Tribun Jabar yang ditulis pada 16 September 2015, menempatkan pemberitaan ini sebagaimana proses komunikasi politik dalam Pilkada serentak pada 9 desember 2015 belum mampu memaksimalisasikan upaya mendorong terciptanya sosialisasi politik serta pendidikan politik yang dilakukan institusi penyelenggara pemilu, yang terjadi sosialisasi yang diselenggarakan institusi penyelenggara pemilu sehingga memang pada realitas politik di lapangan bahwa masyarakat bawah belum tersentuh dengan maksimal, dan sampai hari ini begitu banyak masyarakat yang tidak tahu pesta masyarakat itu sendiri yang disebut Pilkada Serentak, serta institusi partai politik belum mampu untuk mendorong kandidat yang diusungnya bisa memaparkan kebijakan-kebijakan apa 5 tahun kedepan supaya mampu menguatkan citra politik dan mendorong orientasi politik masyarakat lebih baik.


(23)

23

Harian Pagi Tribun Jabar dan Harian Umum Pikiran Rakyat, peneliti ingin memberikan beberapa saran.


(24)

1 1.1. Latar Belakang Masalah

Suatu teks media dapat diteliti dengan menggunakan analisis framing, sebagaimana diketahui media menggambarkan sebuah peristiwa dengan menonjolkan aspek tertentu dan mengabaikan aspek yang lain, serta bagaimana media menempatkan informasi dalam konteks yang khas sehingga isu tertentu mendapat alokasi dan perhatian yang lebih besar ketimbang isu lainnya. Dalam praktiknya, hampir semua media akan menyeleksi isu yang ada, menonjolkan isu tertentu dengan mengabaikan isu yang lain, menonjolkan aspek tertentu dari isu tersebut sambil menyembunyikan dan bahkan membuang aspek yang lain. Verifikasi dan seleksi data, penyajian dalam bentuk berita, hingga penempatannya di sebuah rubrik tertentu.

Analisis framing disini, peneliti akan meneliti pembingkaian berita Pilkada Serentak Di Jawa Barat 9 Desember 2015, Suasana sepi serempak dirasakan di delapan daerah yang akan melaksanakan pilkada di Jawa Barat. Ke-8 daerah itu adalah Indramayu, Pangandaran, Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Bandung, Kabupaten Cianjur, Karawang, Sukabumi, dan Depok.

Dalam pilkada serentak, seharusnya kata 'sepi' bisa diminimalisir karena hampir merata penyebaran pelaksanaan pilkada dari mulai Priangan


(25)

Timur sampai Priangan Barat. Deklarasi kampanye damai sudah dimulai hampir di semua daerah juga sebagai pertanda gong dimulainya adu simpati untuk menarik pemilik suara. Di beberapa daerah yang melaksanakan pilkada serentak ini sebagai contoh, Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Bandung, Kabupaten Cianjur banyak warga yang tidak tersentuh pemberitahuan baik dalam segi informasi lisan dan tulisan. Mereka kebanyakan bingung ketika ditanya siapa yang akan dicoblos pada 9 Desember nanti.

Jangankan calon, adanya pencoblosan juga kebanyakan belum mengetahuinya. Cara kampanye dengan sekadar menempel baliho, spanduk, pamflet, dan stiker serta mengibarkan bendera memang cara yang paling mudah dan murah. Namun cara itu sudah dilakukan sejak puluhan tahun lalu.

Pemilihan media cetak Harian Pagi Tribun Jabar dan Harian Umum Pikiran Rakyat dipilih untuk diteliti didasari oleh media tersebut adalah media yang cukup terkemuka di Jawa Barat, dari segi harga yang bersaing keduanya mematok harga yang cukup terjangkau di kalangan masyarakat menengah kebawah yaitu dengan kisaran harga Rp.2.000,00.- (Dua Ribu Rupiah) saja sudah mencakup banyak berita dan sumber informasi lainnya. Selain itu, kedua media cetak tersebut juga bersaing untuk dapat menjadi koran nomor satu di Jawa Barat dengan kelebihan dan kekurangannya. Wartawan dan redaksi di setiap media memiliki sudut pandang yang berbeda untuk menyajikan sebuah berita maupun rangkaian berita yang


(26)

bersambung setiap harinya. Maka peneliti memilih kedua media cetak tersebut untuk diteliti pembingkaian beritanya pada berita pilkada serentak terutama dari sikap masyarakat yang bersikap dingin terhadap pelaksanaan Pilkada yang datang kurang dari dua bulan lagi 1.

Menurut penulis, munculnya era media sosial semakin mempersempit tatap muka antara calon pemimpin dengan warga yang akan dipimpinnya dikarenakan suatu keterbatasan teknologi dan lingkungan yang menjadi penghambat pula untuk masuknya berbagai sumber informasi yang tergolong sangat penti ini. Kampanye di media sosial dirasakan cukup untuk menjangkau mereka yang berada di pelosok dan tak sempat dikunjungi akan tetapi tidak setiap orang memiliki kemampuan untuk menggunakan teknologi yang terbilang pas-pasan di daerahnya belum lagi bagi mereka yang kurang peduli terhadap perkembangan di dunia politik.

Masalah lain yang timbul ialah tidak seluruh warga yang berada di pelosok ini memiliki akun yang dapat menjangkau informasi yang dimuat pada media sosial. Dua bulan bukan waktu yang banyak untuk meraih pemilik suara dan mengubah sikap mereka dari yang acuh menjadi aktif memilih. Beban berat ada di penyelenggara Pilkada serentak ini, namun kerjasama semua pihak sangat menentukan kualitas pemilihan calon pemimpin agar dapat diterima warga dengan baik tanpa ada sikap acuh dari warganya.

______________________


(27)

Analisis framing secara sederhana digambarkan sebagai analisis untuk mengetahui realitas (peristiwa, aktor, kelompok) yang dibingkai oleh media, pembingkaian tersebut menggunakan proses konstruksionis. Pendekatan konstruksionis menilai bagaimana media atau wartawan melihat berita berdasarkan fakta atau peristiwa. Bagi kaum konstruksionis realitas bersifat subjektif, realitas itu hadir karena dihadirkan oleh konsep subjektif wartawan.

Realitas tercipta lewat konstruksi cara pandang wartawan dalam pemberitaan tentang Pilkada serentak dalam sudut pandang yang berbeda. Dalam pandangan konstruksionis media tidak hanya dilihat sebagai saluran berita namun media dipandang sebagai agen konstruksi sosial yang mendefinisikan realitas. Pandangan seperti ini menolak argumen yang mengatakan bahwa media sebagai tempat saluran berita, tetapi media digambarkan sebagai agen yang menafsirkan realitas yang disajikan kepada khalayak. Sehingga walaupun isi pemberitaan sama namun cara penyajiannya berbeda. Hal ini dilakukan oleh media untuk membuat media agar lebih menarik sehingga semakin menarik khalayak untuk membacanya.

Menurut Eriyanto dalam bukunya, wartawan bukan pelapor melainkan sebagai agen konstruksi realitas karena dalam kenyataannya wartawan bukan “pemulung” yang mengambil fakta melainkan wartawan sebagai aktor realitas yang bersifat eksternal dan objektif.


(28)

Pendekatan konstruksionis terdapat dua karakteristik yang dimiliki oleh wartawan. Yang pertama, bagaimana wartawan menggambarkan sebuah realitas, dan yang kedua wartawan memandang kegiatan komunikasi sebagai proses yang dinamis.

Lawrence Newman mengatakan bahwa :

“Tujuan utama dari paradigma konstruksionis adalah untuk melihat dan mengetahui bagaimana media mengkonstruksikan realitas. Selain itu, konstruksionis melihat realitas sebagai suatu yang bersifat relatif, eksis dalam bentuk konstruksi, tersebar, dan juga spesifik. Dan realitas tergantung dari bagaimana wartawan memahami dan memaknai fakta yang terkandung sebelum disajikan menjadi sebuah berita. (Eriyanto, 2002:53)”

Selain wartawan, kebijakan penerbitan berita juga ditentukan oleh media yang bersangkutan, sebab media massa memiliki empat fungsi yaitu informasi, edukasi, hiburan dan persuasif. Hal ini disesuaikan dengan kebutuhan khalayak akan pemenuhan kepuasan informasi.

Untuk memaksimalkan kinerja dari surat kabar sebagai salah satu media massa, Effendy mengatakan bahwa surat kabar sebagai media massa memiliki karakteristik yang mencakup publisitas, periodesitas, universalitas, aktualitas, dan terdokumentasikan.

Artinya, surat kabar menyebarkan informasi kepada publik secara teratur (harian, mingguan, dan bulanan), menunjukan kesemestaan isi yang beragam, melaporkan yang sebenarnya atau baru terjadi, dan disajikan dalam bentuk berita.


(29)

Konsep framing Robert N. Entman dilihat dalam dua dimensi besar, yaitu seleksi isu dan penekanan atau penonjolan isu (Eriyanto, 2002:221).

Entman mengatakan bahwa:

framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita. Cara pandang itu pada akhirnya menentukan fakta apa yang diambil, bagian mana yang ditonjolkan dan dihilangkan, dan hendak dibawa kemana berita tersebut.”(Eriyanto, 2002:221).

Melihat konsepsi Entman tersebut dapat diketahui bagaimana media mengemas sebuah berita dengan cara menyeleksi isu yang diangkat dan menonjolkan sebuah informasi agar menjadi lebih bermakna, menarik, dan lebih di ingat oleh khalayak. Dalam konsepsi Entman framing pada dasarnya merujuk pada pemberian definisi, penjelasan, evaluasi, dan rekomendasi dalam suatu wacana untuk menekankan kerangka berpikir terhadap peristiwa yang diwacanakan.

Kedudukan media massa pada setiap peristiwa besar secara langsung menjadi hal yang strategis dan menentukan tanggapan khalayak. Media massa dapat mengalirkan darah kehidupan politik sehingga proses politik berjalan dinamis. Media massa juga menyebarkan pesan-pesan yang provokatif maupun menyejukkan. Dalam peristiwa besar yang bersanguktan dengan petinggi negeri, media massa bukan hanya berfungsi membangun citra orang, kelompok, atau lembaga tetapi mengendalikan


(30)

citra sesuai dengan visinya. Dalam menyikapi suatu pemberitaan, setiap media memiliki sudut pandang yang berbeda dalam menyikapi pemberitaan yang masuk, misalnya dalam pemberitaan politik yang dibangun di atas misi masing-masing. Idealisme setiap media senantiasa melingkupi perbedaan misi tersebut. Dalam sudut pandang dari sikap politik dan motif pemberitaan media atas peristiwa yang muncul dalam politik tertentu bisa sama bisa juga berbeda. Media merupakan faktor yang sangat penting bagi pembentukan image, citra maupun stigma.

Kita dapat memperoleh informasi mengenai realitas yang tengah berlangsung di suatu tempat memalui media massa khususnya media massa cetak. Sementara, realitas yang dihadirkan media ke hadapan pembaca bukanlah realitas yang sesungguhnya, melainkan yang sudah dibentuk, dibingkai dan dipoles sedemikian rupa oleh media tersebut. Peranan media massa dalam proses mengkonstruksi suatu peristiwa menjadi signifikan dalam pembentukkan realitas sosial. Untuk mengetahui bagaimana media mengkonstruksi berita biasanya digunakan analisis framing.

Latar belakang tersebut peneliti memilih untuk membuat sebuah penelitian tentang pemberitaan media massa yang berjudul “Pembingkaian Berita Pilkada Serentak di Jawa Barat 2015”.


(31)

1.2. Rumusan Masalah

1.2.1. Rumusan Masalah Makro

Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti merumuskan masalah sebagai berikut. “Bagaimana Pembingkaian Berita Pilkada Serentak di Jawa Barat 2015 Dalam Harian Pagi Tribun Jabar dan Harian Umum Pikiran Rakyat Edisi 16 September 2015?

1.2.2. Rumusan Masalah Mikro

Berdasarkan uraian dari latar belakang dan rumusan masalah makro, maka peneliti merumuskan masalah mikro sebagai berikut :

1. Bagaimana Define Problems (Pendefinisian Masalah) Pemberitaan Pilkada Serentak di Jawa Barat 2015 Dalam Harian Pagi Tribun Jabar dan Harian Umum Pikiran Rakyat Edisi 16 September 2015?

2. Bagaimana Diagnose Causes (Memperkirakan Masalah) Pemberitaan Pilkada Serentak di Jawa Barat 2015 Dalam Harian Pagi Tribun Jabar dan Harian Umum Pikiran Rakyat Edisi 16 September 2015?

3. Bagaimana Make Moral Judgement (Membuat Keputusan Moral) Pemberitaan Pilkada Serentak di Jawa Barat 2015 Dalam Harian Pagi Tribun Jabar dan Harian Umum Pikiran Rakyat Edisi 16 September 2015?


(32)

4. Bagaimana Treatment Recomendation (Menekankan Penyelesaian) Pemberitaan Pilkada Serentak di Jawa Barat 2015 Dalam Harian Pagi Tribun Jabar dan Harian Umum Pikiran Rakyat Edisi 16 September 2015?

1.3. Maksud dan Tujuan Penelitan 1.3.1. Maksud Penelitan

Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui “Bagaimana Pembingkaian Berita Pilkada Serentak di Jawa Barat 2015 Dalam Harian Pagi Tribun Jabar dan Harian Umum Pikiran Rakyat Edisi 16 September 2015?”.

1.3.2. Tujuan Penelitan

Adapun tujuan penelitian pembingkaian berita sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui Define Problems (Pendefinisian Masalah) Pemberitaan Pilkada Serentak di Jawa Barat 2015 Dalam Harian Pagi Tribun Jabar dan Harian Umum Pikiran Rakyat Edisi 16 September 2015.

2. Untuk mengetahui Diagnose Causes (Memperkirakan Masalah) Pemberitaan Pilkada Serentak di Jawa Barat 2015 Dalam Harian Pagi Tribun Jabar dan Harian Umum Pikiran Rakyat Edisi 16 September 2015.


(33)

3. Untuk mengetahui Moral Judgement (Membuat Keputusan Moral) Pemberitaan Pilkada Serentak di Jawa Barat 2015 Dalam Harian Pagi Tribun Jabar dan Harian Umum Pikiran Rakyat Edisi 16 September 2015.

4. Untuk mengetahui Treatment Recomendation (Menekankan Penyelesaian) Pemberitaan Pilkada Serentak di Jawa Barat 2015 Dalam Harian Pagi Tribun Jabar dan Harian Umum Pikiran Rakyat Edisi 16 September 2015.

5. Untuk mengetahui Pembingkaian Berita Pilkada Serentak di Jawa Barat 2015 Dalam Harian Pagi Tribun Jabar dan Harian Umum Pikiran Rakyat Edisi 16 September 2015. 1.4. Kegunaan Penelitan

1.4.1. Kegunaan Teoritis

Peneliti berharap penelitian ini berguna bagi pengembangan Ilmu Komunikasi umumnya dan Ilmu Jurnalistik Khususnya.

1.4.2. Kegunaan Praktis 1. Bagi Peneliti

Penelitian merupakan salah satu bentuk aplikasi dari ilmu komunikasi konsentrasi jurnalistik. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bekal pengetahuan dan menambah wawasan bagi peneliti pada khususnya dan pembaca pada umumnya.


(34)

2. Bagi Universitas

Diharapkan penelitian ini berguna bagi penelitian selanjutnya terutama dalam bidang ilmu komunikasi jurnalistik mengenai pembingkaian berita atau analisis framing.

3. Bagi Perusahaan Media

Diharapkan dapat menjadi sumbangan dan referensi yang dapat menjadi masukan bagi Harian Pagi Tribun Jabar dan Harian Umum Pikiran Rakyat dalam menyampaikan informasi kepada khalayak sehingga pemberitaan yang muncul di kemudian hari lebih objektif dan informatif.


(35)

12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1. Tinjauan Pustaka

2.1.1. Penelitian Terdahulu

Pada hakikatnya penelitian terdahulu merupakan suatu referensi yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan. Penelitian terdahulu yang dijadikan sebagai bahan acuan antara lain sebagai berikut:

2.1.1.1. Skripsi Shirley Suandrea Chandra, UNIKOM 2013 “Pembingkaian berita keterlibatan artis Raffi Ahmad dalam kasus narkoba : (Analisis Framing Robert N.Entman di Harian Umum Pikiran Rakyat dan Harian Pagi Tribun Jabar edisi Januari-Februari 2013)”

2.1.1.2. Skripsi Feri Setiawan, UNIKOM 2014

“Analisis Framing Zhondang Pan Dan Gerald M. Kosicki pada Pemberitaan “Bandung, The City Of Pig” Di Harian Umum Pikiran Rakyat Dan Bandung Ekspres Edisi 5 Februari 2014”

2.1.1.3. Skripsi Agung Raharja, UNIKOM 2015

“Pembingkaian Berita Wakil Ketua Non Aktif Komisi Pemberantasan Korupsi Bambang Widjojanto (Analisis Framing Robert N. Entman Pada Harian Pagi Tribun Jabar dan Harian Umum Pikiran Rakyat Edisi 4 Februari 2015)”.


(36)

Tabel 2.1

Matrik Perbedaan Tinjauan Terdahulu

No.

Nama dan Judul Penelitian

Persamaan Perbedaan

1. Shirley Suandrea Chandra,

UNIKOM 2013 “Pembingkaian berita keterlibatan artis Raffi Ahmad dalam kasus narkoba : (analisis

Framing Robert N.Entman di Harian Umum Pikiran Rakyat dan Harian Pagi Tribun Jabar edisi Januari-Februari 2013)”

- Pendekatan kualitatif dengan metode

analisis framing - Pada desain penelitian

menggunakan konsep dari Robert N. Entman - Objek Penelitian yang diteliti adalah pemberitaan di media cetak (Koran).

- Pada berita yang dianalisis oleh Shirley tentang pemberitaan keterlibatan artis Raffi Ahmad dalam kasus narkoba, sedangkan peneliti menganalisis pemberitaan KPK POLRI yang melibatan Bambang Widjojanto atas kasus kesaksian palsu pada Pemilukada.

2. Feri Setiawan, UNIKOM 2014 “Analisis Framing

Zhondang Pan Dan Gerald M. Kosicki Pada

- Pendekatan kualitatif dengan metode

analisis framing - Objek Penelitian yang diteliti adalah

Pada berita yang dianalisis oleh Feri tentang pemberitaan “BANDUNG, THE CITY OF PIG”,


(37)

Pemberitaan “Bandung, The City Of Pig” Di Harian Umum Pikiran Rakyat Dan Bandung Ekspres Edisi 5 Februari 2014”

pemberitaan di media cetak (Koran). sedangkan peneliti menganalisis pemberitaan keterlibatan Bambang Widjojanto dalam kasus kesaksian palsu. Pada desain penelitian menggunakan konsep dari Zhondang Pan Dan Gerald M. Kosicki, sedangkan peneliti menggunakan konsep Robert N. Entman

3. Agung Raharja, UNIKOM 2015 “Pembingkaian Berita Wakil Ketua Non Aktif Komisi Pemberantasan Korupsi Bambang Widjojanto (Analisis Framing Robert N.

Entman Pada Harian Pagi

- Pendekatan kualitatif dengan metode

analisis framing - Pada desain penelitian

menggunakan konsep dari Robert N. Entman - Objek yang dteliti yaitu berita berita

- Pada berita yang dianalisis oleh Agung tentang pemberitaan kekisruhan

pemberitaan KPK POLRI yang

melibatan Bambang Widjojanto atas kasus kesaksian palsu pada


(38)

Tribun Jabar dan Harian Umum Pikiran Rakyat Edisi 4 Februari 2015)”

tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan Polisi Republik Indonesia (POLRI) yang memanas setalah wakil ketua KPK, Bambang Widjojanto ditangkap Bareskrim pada 23 Januari 2015

Pemilukada Kotawaringin, Kalimantan Tengah.

Sumber: Peneliti, 2015

2.1.2. Tinjauan Komunikasi

Terdapat ratusan definisi komunikasi yang telah dikemukakan para ahli. Seringkali definisi komunikasi berbeda atau bahkan bertentangan dengan definisi lainnya. Dance menemukan tiga dimensi konseptual penting yang mendasari definisi-definisi komunikasi. Dimensi pertama adlah tingkat observasi (level of observation) atau derajat keabstrakannya. Dimensi kedua adalah kesengajaan (intentionality). Contoh definisi yang mensyaratkan kesengajaan ini dikemukakan Gerald R. Miller , yakni komunikasi sebagai “situasi-situasi yang memungkinkan suatu sumber mentransmisikan suatu pesan kepada seorang penerima dengan disadari


(39)

untuk mempengaruhi perilaku penerima.” Sedangkan definisi komunikasi yang mengabaikan kesengajaan adalah definisi yang dinyatakan Alex Gode, yakni “suatu proses yang membuat sama bagi dua orang atau lebih apa yang tadinya merupakan monopoli seseorang atau sejumlah orang.” Dimensi ketiga adalah penilaian normatif.

Komunikasi adalah topik yang amat sering diperbincangkan di berbagai kalngan, sehingga kata komunikasi itu sendiri memiliki terlalu banyak arti yang berlainan. Kata komunikasi atau communication dalam bahasa inggris berasal dari bahasa Latin communis yang berarti sama, communico, communicatio, atau communicare yang berarti “membuat sama” (to make common). Istilah pertama (communis) paling sering disebut sebagai asal kata komunikasi, yang merupakan akar dari kata-kata Latin lainnya. Komunikasi menyarankan bahwa suatu pikiran, makna atau pesan dianut secara sama. (Deddy Mulyana, 2007: 45-46).

Banyak definisi komunikasi bersifat khas, mencerminkan paradigma atau perspektif yang digunakan ahli komunikasi tersebut dakam mendekati fenomena komunikasi. Paradigma ilmiah (objektif, mekanistik, positivistik) yang penelaahannya berorientasi pada efek komunikasi tampak dominan, mengasumsikan komunikasi sebagai suatu proses linier atau proses sebab-akibat, yang mencerminkan pengirim pesan atau yang biasa disebut komunikator/pengirim yang aktif untuk mengubah pengetahuan, sikap atau perilaku komunikate/penerima yang pasif.


(40)

Littlejohn menyebutkan, setidaknya terdapat tiga pandangan yang dapat dipertahankan. Pertama, komunikasi harus terbatas pada pesan yang secara sengaja diarahkan kepada orang lain dan diterima oleh mereka. Kedua, komunikasi harus mencakup semua perilaku yang bermakna bagi penerima, baik disengaja atau tidak. Ketiga, komunikasi harus mencakup pesan yang dikirimkan secara sengaja, namun ini sulit ditentukan. Semua pakar komunikasi sepakat bahwa komunikasi mencakup perilaku sengaja yang diterima, namun mereka tidak sepakat perilaku lainnya yang dianggap sebagai komunikasi.

2.1.3. Tinjauan Komunikasi Massa

Definisi komunikasi massa yang paling sederhana dirumuskan oleh Bitnner dalam Rakhmat yang mengatakan Mass communication is messages communicated though a mass medium to a large of people (Komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah orang). Dapat disimpulkan bahwa komunikasi massa adalah salah satu bentuk penyampian pesan dengan menggunakan media. Komunikator hanya menyampaikan pesan tanpa melalui siap dan golongan mana pesan tersebut diterima dan ada kalanya proses komunikasi terjadi dengan menggunakan media.

Pada dasarnya komunikasi massa adalah sebuah proses komunikasi melalui media massa (media cetak dan elektronik) untuk membatasi tentang komunikasi massa dan setiap bentuk komunikasi massa memilki


(41)

ciri tersendiri. Banyak pakar komunikasi yang mengartikan komunikais dari benrbagai sudut pandang, seperti halnya Effendy (1993) mengartikan komunikasi massa yaitu komunikasi melalui media massa modern, seperti surat kabar, radio, film dan televisi. Melalui media massa sebuah informasi atau pesan dapat disampaikan kepada komunikan yang beragam dan jumlah yang banyak secara serentak. Akibatnya terciptalah global village dimana setiap kejadian yang terjadi di suatu negara dalam beberapa saat bisa diketahui oleh masyarakat di dunia.

2.1.4. Tinjauan Media Massa

Elvinaro mengatakan, media massa pada dasarnya dapat menjadi dua kategori, yakni media massa cetak dan media elektronik. Media cetak yang dapat memenuhi kriteria sebagai media massa adalah surat kabar dan majalah, sedangkan media massa elektronik meliputi televisi, radio siaranm film dan media on-line.

Sebuah media bisa disebut media massa jika memiliki karakteristik tertentu. Karakteristik Media massa menurut Cangara (2006) antara lain:

1. Bersifat melembaga, artinya pihak yang mengelola media terdiri dari banyak orang, yakni mulai dari pengumpulan, pengelolaan sampai pada penyajian informasi.

2. Bersifat satu arah, artinya komunikasi yang dilakukan kurang memungkinkan terjadinya dialog antara pengirim dan penerima.


(42)

Kalau pun terjadi reaksi atau umpan balik, biasanya memerlukan waktu dan tertunda.

3. Meluas dan serempak, artinya dapat mengatasi rintangan waktu dan jarak, karena ia memiliki kecepatan. Bergerak secara luas dan simultan, dimana informasi yang disampaikan diterima oleh banyak orang dalam waktu yang sama.

4. Memakai peralatan teknis atau mekanis, seperti radio, televisi, surat kabar, dan semacamnya.

5. Bersifat terbuka, artinya pesannya dapat diterima oleh siapa saja dan dimana saja tanpa mengenal batas usia, jenis kelamin, dan suku bangsa

2.1.4.1Media Cetak

Media cetak ini merupakan bagian dari saluran informasi masyarakat disamping media elektronik dan juga media digital. Dan ditengah dinamika masyarakat yang demikian pesat, media cetak dianggap sudah tertinggal dibandingkan dengan dua pesaingnya yakni media elektronik dan media digital. Meski demikian, bukan berarti media cetak sudah tidak mampu meraih konsumen yang menantikan informasi yang dibawanya.1

Secara harfiah pengertian media cetak bisa diartikan sebagai sebuah media penyampai informasi yang memiliki dan terkait dengan

1


(43)

kepentingan rakyat banyak, yang disampaikan secara tertulis. Dari pengertian ini, kita bisa melihat bahwa media cetak adalah sebuah media yang didalamnya berisi informasi yang terkait dengan kepentingan masyarakat umum dan bukan terbatas pada kelompok tertentu saja.

Dan pengertian media cetak tersebut, maka ada keunggulan media ini dibandingkan dua pesaingnya tersebut. Media cetak bisa menyampaikan sebuah informasi secara detail dan terperinci. Sementara untuk media elektronik dan digital, mereka lebih mengutamakan kecepatan informasi. Sehingga tak jarang informasi yang disampaikan lebih bersifat sepotong dan berulang-ulang.

2.1.4.2 Surat Kabar

Menurut Kurniawan Junaidi yang dimaksud dengan surat kabar adalah :

“Sebutan bagi penerbitan pers yang masuk dalam media massa tercetak berupa lembaran berisi tentang berita-berita, karangan-karangan dan iklan serta diterbitkan secara berkala, bisa harian, mingguan, bulanan serta diedarkan secara umum, isinya pun harus actual, juga harus bersifat universal, maksudnya pemberitaanya harus bersangkut-paut dengan manusia dari berbagai golongan dan kalangan”(Junaidi, 1991 : 105).


(44)

Pada awalnya surat kabar sering kali diidentikan dengan pers. Namun, karena pengertian pers sudah semakin luas, dimana televisi dan radio sekarang ini sudah dikategorikan sebagai pers juga, maka muncul pengertian pers dalam arti luas dan sempit. Dalam pengertian pers luas pers meliputi seluruh media massa, baik cetak maupun elektronik. Sedangkan dalam arti sempit, pers hanya melipui media massa tercetak saja, salah satunya adalah surat kabar.

Definisi surat kabar menurut George Fox Mott yaitu :

1. Suatu lembaga masyarakat yang punya fasilitas dan target masing-masing.

2. Suatu pelayanan masyarakat atau melayani masyarakat untuk kepentingan-kepentingan informasi.

3. Pemimpin yang bertujuan untuk memimpin pada masyarakat yang menyangkut nilai-nilai moral, etika dan lain-lain.

4. Penghubung antara masyarakat dalam menyampaikan informasi-informasi.

5. Penjual pengetahuan menyerap berbagai informasi dan pengetahuan lalu menyebarkannya kepada masyarakat (Junaidi, 1991 : 105).


(45)

Surat kabar di Indonesia hadir dalam berbagai bentuk yang jenisnya bergantung pada frekuensi terbit, bentuk, kelas ekonomi pembaca, peredarannya serta penekanan isinya. Sementara pengertian surat kabar menurut Onong Uchjana Effendy adalah :

“Lembaran tercetak yang memuat laporan yang terjadi di masyarakat dengan ciri-ciri terbit secara periodik, bersifat umum, isinya termasa/actual, mengenal apa saja di seluruh dunia yang mengandung nilai-nilai untuk diketahui khalayak pembaca”(Effendy, 1993 : 241).

Dari beberapa pengetian di atas, dapat disimpulkan bahwa surat kabar adalah sebuah lembaga penerbitan pers berupa lembaran cetak, memuat laporan yang terjadi di masyarakat secara periodik, bersifat umum dan mengandung nilai-nilai moral, etika dan lain-lain.

2.1.4.3 Karakteristik Surat Kabar

Berdasarkan ruang lingkupnya, terdapat surat kabar lokal, regional, dan nasional. Ditinjau dari bentuknya, terdapat surat kabar biasa dan tabloid. Sedangkan dilihat dari bahasanya, terdapat surat kabar berbahasa Indonesia, Inggris, dan daerah. Sebagai media massa, surat kabar mencakup publisitas, periodesitas, universalitas, aktualitas dan terdokumentasikan.

1. Publisitas : adalah penyebaran pada publik atau khalayak 2. Periodesitas : menunjuk pada keteraturan terbitnya, bisa


(46)

3. Universalitas : menunjuk pada kesemestaan isinya, yang beraneka ragam dan dari seluruh dunia

4. Aktualitas : menunjuk pada keadaan yang “kini” dan “sebenarnya”.

5. Terdokumentasikan : dari berbagai fakta yang disajikan surat kaar dalam bentuk berita atau artikel, dipastikan ada beberapa diantaranya yang oleh pihak-pihak tertentu dianggap penting untuk diarsipkan dan dibuat kliping.

2.1.5. Tinjauan Pers

Sekarang kata pers atau press digunakan untuk merujuk semua kegiatan jurnalistik, terutama kegiatan yang berhubungan dengan menghimpun berita. Pers dan jurnalistik dapat diibaratkan sebagai jiwa dan raga. Pers berasal dari perkataan Belanda pers yang artinya menekan atau mengepres. Kata pers merupakan padanan dari kata press dalam bahasa Inggris yang juga berarti menekan atau mengepres. Secara harfiah kata pers atau press mengacu pada pengertian komunikasi yang dilakukan dengan perantaraan barang cetakan. Pers adalah aspek raga, karena ia berwujud, konkret dan nyata, sedangkan jurnalistik adalah aspek jiwa, karena ia abstrak, merupakan kegiatan, dan menghidupi aspek pers.

Sumadiria dalam bukunya yang berjudul “Jurnalistik Indonesia” menjelaskan bahwa pers adalah :

“Pers dalam arti sempit hanya merujuk kepada media cetak berkala : surat kabar, tabloid, dan majalah. Sedangkan dalam arti luas, pers


(47)

bukan hanya menunjuk pada media cetak berkala melainkan juga mencakup media elektronik auditif dan media elektronik audiovisual barkala yakni radio, televisi, film dan media on line internet. Pers dalam arti luas disebut media massa.” (Sumadiria, 2005:31)

Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Pokok Pers No. 40/1999, yang terdapat di buku Sumadiria yang berjudul “Jurnalistik Indonesia” menyatakan bahwa pers adalah :

“Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik dan segala jenis saluran yang tersedia.” (Sumadiria, 2005:31)

Definisi di atas, bahwa Pers merupakan lembaga sosial sekaligus wahana komunikasi massa yang out put-nya berupa kegiatan jurnalistik yakni mencari, memperoleh, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi, memberikan gambaran yang sangat jelas dimana ada keterkaitan antara jurnalistik dan pers. Sebenarnya kaitan antara pers dan jurnalistik adalah pers sebagai lembaga atau organisasi yang menyebarkan berita sedangkan jurnalistik lebih kepada praktek atau kegiatan menyebarkan berita.


(48)

2.1.6. Fungsi Pers

Salah satu pakar komunikasi yang juga merupakan Dosen di Universitas Komputer Indonesia, Mahi M. Hikmat di dalam bukunya yang berjudul “Etika dan Hukum Pers” menjelaskan empat fungsi pers, yaitu :

1. Informasi (to inform) 2. Mendidik (to educate)

3. Rekreasi/Penghibur (to entertaint) 4. Kontrol Social (to influence)

Penjelasan ke empat fungsi dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Informatif

Fungsi informatif yaitu memberikan informasi, atau berita kepada khalayak dengan cara yang teratur. Pers menghimpun beritayang dianggap berguna dan penting bagi orang banyak, kemudian menuliskanya dalam kata-kata, dan menyebarkanya ke publik. Setiap informasi yang disampaikan tentu harus memenuhi kriteria dasar suatu berita, yakni aktual, akurat, faktual, menarik atau penting, benar, lengkap-utuh, jelas, jernih, jujur, adil, berimbang, relevan, bermanfaat, etis, dan syarat berita lainnya. Dalam prinsip jurnalistik, syarat utama berita tersebut serring dirumuskan dalam 5W+1H (what, who, where, when, why, dan how). Sebuah berita atau informasi


(49)

dianggap lengkap jika keenam pertanyaan tersebut sudah terjawab dengan komplit.

2. Mendidik

Dalam konsep yang ideal, penyampaian informasi yang disebarluaskan pers dapat memberikan pendidikan kepada masyarakat, khususnya pembaca, pendengar, atau penonton. Dalam konteks ini, fungsi pers mendidik bermakna bahwa pers harus menyampaikan informasi yang berperan positif dalam mengembangkan khazanah ilmu pengetahuan. Informasi yang disebarkan pers sejatinya memberikan dampak positif, baik pada ranah kognitif, afektif, maupun psiomotorik pembaca, pendengar, dan penonton. Dengan fungsi ini pula, pers harus dapat berperan sebagai guru yang memberikan pencerahan terhadap muridnya (pembaca, pendengar, penonton). Pers setiap hari melaporkan berita, memberikan tinjauan atau analisis atas berbagai peristiwa dan kecendrungan yang terjadi, serta ikut berperan dalam mewariskan nilai – nilai luhur universal, nilai – nilai dasar nasional, dan kandungan budaya local dari satu generasi ke generasi berikutnya secara estafet.


(50)

3. Rekreasi/Penghibur

Fungsi pers yang ketiga lebih melekat pada media elektronik : radio dan televisi. Bahkan sebelum hadirnya televisi dan radio yang bervisi news, fungsi menghibur merupakan fungsi utama. Walaupun begitu bagi sebagian media besar elektronik, ampai saat ini fungsi menghibur tetap merupakan fungsi yang dominan. Bahkan kalau di persentasekan sebagian besar televisi dan radio menjalankan fungsi hiburannya di atas 80% dari 100% acara yang mereka tayangkan. Fungsi ini memang mengamanatkan pers harus mampu memerakan dirinya sebagai wahana rekreasi yang menyenangkan sekaligus menyehatkan bagi semua lapisan masyarakat, khususnya bagi pembaca, pendengar atau penontonya. Dalam media cetak, fungsi menghibur ini pun dilakukan dengan memuat kisah-kisah dunia, baik yang nyata dalam bentuk feature atau fiksi berupa cerpen atau cerita beersambung, puisi, berita acara hiburan, berita seputar selebritis, humor, komik, dan lain sebagainya. 4. Kontrol Sosial

Pers menjadi bagian yang memberikan kontribusi sesuai visinya membenarkan yang benar dan meluruskan yang salah. Pers berfungsi sebagai kontrol dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal ini di beberapa Negara, seperti Indonesia,


(51)

melahirkan pers sebagai lembaga kekuatan ke empat dalam konsep pemisahan kekuasaan dari Montisque atau dalam sistem pembagian kekuasaan seperti di Indonesia. Oleh karena itu, pers mendapat julukan four estate ; pers adalah pilar demokrasi ke empat setelah legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Dalam kerangka ini, kehadiran pers dimaksudkan untuk mengawasi atau mengontrol kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif agar kekuasaan mereka tidak menjadi korup dan absolute. Di Negara-negara yang menganut paham demokrasi, pers mengemban fungsi sebagai pengawas pemerintah dan masyarakat (watchdoug function). Pers juga harus bersikap independent atau menjaga jarak yang sama terhadap semua kelompok dan organisasi yang ada. (Hikmat, 2011 : 54-57) Selain keempat fungsi utama pers tersebut, di jelaskan dalam buku Etika Hukum dan Pers oleh Mahi M. Hikmat (2011 : 57-59), masih terdapat fungsi-fungsi lain yang menjadi tambahan dalam konteks realitas yang dijalankan dengan baik oleh pers baik media cetak maupun elektronik. Fungsi-fungsi pers tambahan tersebut diantaranya :


(52)

1. Fungsi Ekonomi

Kehadiran pers di banyak Negara ikut mendukung berjalannya roda perekonomian. Pers ikut mengambil bagian dari upaya ikut membangun ekonomi Negara dengan tampil sebagai perusahaan perusahaan yang memberikan kontribusi besar bagi perkembangan ekonomi suatu Negara. Misalnya dengan ikut menciptakan lapangan pekerjaan, pembayaran pajak dan kegiatan ekonomi lainya.

2. Fungsi Sosial

Undang-undang No 40 Tahun 1999 tentang Pers, menyuratkan fungsi pers yang ada di Indonesia sebagai lembaga social. Hal itu dimainkan dengan melihat realitas yang selalu hadir di Indonesia akan bencana yang selalu hadir dan mengakibatkan rasa empati untuk kepada masyarakat lain. Sehingga banyak media cetak dan elektronik berlomba-lomba menyediakan, menampung dan menyalurkan setiap korban bencana dan kemiskinan yang didera masayarakat yang terjadi, ternyata disikapi oleh insan pers Indonesia dengan kematangan fungsi sosial yang mereka perankan.


(53)

3. Fungsi Mediator

Pers adalah lembaga media sehingga fungsi utama pers adalah sebagai mediator, dimana berfungsi sebagai penghubung atau fasilitator, dengan memediasi berbagai kepentingan dan berbagai elemen dalam masyarakat.

4. Fungsi Mempengaruhi

Pers memiliki fungsi dapat mempengaruhi. Hal itu disadari lama dengan dibuktikannya banyak teori yang mengungkapkan kehebatan pers dalam mempengaruhi individu maupun kelompok. Pers memiliki mata pisau yang tajam untuk mengubah kognisi, afeksi dan psikomotorik individu atau kelompok, apalagi dengan era teknologi informasi yang makin canggih. Daya rangsang televisi dan internet dapat memberikan pengaruh besar terutama kepada anak-anak dan remaja yang belum memiliki daya filter yang kuat.

5. Fungsi Sejarah

Dengan kekuatan tulisan atau siarannya. Pers berfungsi juga sebagai juru tulis terhadap fakta-fakta yang terjadi di masyarakat. Fakta adalah sebuah sejarah bagi kehidupan massa depan, sehingga catatan pers-pers masa lalu bermakna historis bagi masa kini dan catatan masa kini historis bagi masa depan.


(54)

Bahkan, salah satu sumber otentik bagi catatan sejarah bagi para sejarawan adalah pers.

2.1.7 Jenis Berita

Jenis-jenis berita yang dikenal dalam dunia jurnalistik menurut Sumadiria antara lain :

1. Straight news report adalah laporan langsung mengenai suatu peristiwa.

2. Depth news report, reporter menghimpun informasi dengan fakta-fakta mengenai peristiwa itu sendiri sebagai informasi tambahan untuk peristiwa tersebut.

3. Comprehensive merupakan laporan tentang fakta yang bersifat menyeluruh ditinjau dari berbagai aspek.

4. Interpretative report, biasanya memfokuskan sebuah isu, masalah, atau peristiwa-peristiwa kontroversial.

5. Feature story, penulis mencari fakta yang menarik perhatian pembacanya.

6. Depth reporting adalah pelaporan jurnalistk yang bersifat mendalam, tajam, lengkap, dan utuh tentang suatu peristiwafenomenal atau aktual.

7. Investigative reporting, para wartawan melakukan penyelidikan untuk memperoleh fakta yang tersembunyi


(55)

demi suatu tujuan. Biasanya pelaksanaannya sering ilegal atau tidak etis.

8. Editorial writing adalah penyajian fakta dan opini yang menafsirkan berita-berita yang penting dan memengaruhi pendapat umum.

2.1.8 Nilai Berita

Menurut Sumadiria, nilai berita terbagi menjadi 11 nilai, yaitu:

1. Keluarbiasaan, berita adalah sesuatu yang luar biasa. Semakin besar suatu peristiwa semakin besar pula nilai berita yang ditimbulkan.

2. Kebaruan, berita adalah sesuatu yang baru. Apa saja perubahan penting yang terjadi dan dianggap berarti. 3. Akibat, dampak suatu pemberitaan bergantung pada

beberapa hal yaitu seberapa banyak khalayak yang terpengaruh, pemberitaan itu langsung mengena kepada khalayak atau tidak.

4. Aktual, berita adalah apa yang terjadi hari ini, apa saja yang belum diketahui, tentang apa saja yang akan terjadi hari ini atau adanya opini berupa pandangan dan penilaian yang berbeda dengan opini sebelumnya sehingga opini itu mengandung informasi penting dan berarti.


(56)

5. Kedekatan, berita adalah kedekatan, baik secara geografis maupun psikologis.

6. Informasi, informasi yang diberikan harus bermanfat bagi khalayak.

7. Konflik, berita adalah konflik atau segala sesuatu yang mengandung unsur atau sarat dengan dimensi pertentangan.

8. Orang penting

9. Ketertarikan manusiawi

10. Kejutan, berita bisa membawa sebuah kejutan yang tidak pernah terduga.

11. Seks.

2.1.9 Unsur Berita

Dalam proses pembelajaran memahami sebuah berita tentunya kita harus memahami unsur-unsur yang terdapat dalam sebuah berita. Adapun unsur-unsur berita terdiri atas what (apa), who (siapa), where (dimana), when (kapan), why (mengapa), dan how (bagaimana). Berikut penjelasan yang lebih lengkap dari unsur-unsur berita, yaitu :


(57)

1. What

Suatu berita dikatakan baik jika memenuhi unsur what, yaitu berisi pernyataan yang dapat menjawab pertanyaan apa.

2. Who

Suatu berita dikatakan baik jika memenuhi unsur who, yaitu disertai keterangan tentang orang-orang yang terlibat dalam peristiwa.

3. When

Suatu berita dikatakan baik jika memenuhi unsur when, yaitu menyebutkan waktu kejadian peristiwa.

4. Where

Suatu berita dikatakan baik jika memenuhi unsur where, yaitu berisi deskripsi lengkap tentang tempat kejadian.

5. Why

Suatu berita dikatakan baik jika memenuhi unsur why, yaitu disertai alasan atau latar belakang terjadinya peristiwa.


(58)

6. How

Suatu berita dikatakan baik jika memenuhi unsur how, yaitu dapat dijelaskan proses kejadian suatu peristiwa dan akibat yang ditimbulkan.

2.1.10 Struktur Berita

Susunan atau struktur berita, khususnya dalam berita langsung, pada umumnya mengacu pada struktur piramida terbalik, yaitu memulai penulisan berita dengan mengemukakan bagian berita yang dianggap paling penting, kemudian diikuti bagianbagian yang dianggap agak penting, kurang penting, dan seterusnya. Susunan berita bentuk piramida terbalik ini menguntungkan pembaca dalam hal efisiensi waktu karena langsung mengetahui berita paling penting. Karenanya, bentuk ini bisa lebih menarik perhatian pembaca.

2.2 Konsep Framing

Dalam ilmu komunikasi, konsep framing sering digunakan untuk menggambarkan proses seleksi dan penonjolan aspek tertentu dari realitas oleh media massa. Framing dapat dipandangan sebagai penempatan informasi-informasi dalam konteks yang khas sehingga isu-isu tertentu mendapat alokasi lebih besar dari isu yang lain. Dengan kata lain analisis


(59)

framing dapat dipakai untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandangan yang digunakan oleh wartawan atau media massa saat mengkonstruksi fakta, yaitu dengan mencermati strategi seleksi, penonjolan, dan pertautan fakta kedalam berita agar lebih bermakna, lebih menarik, lebih berarti agar lebih diingat, untuk mengiringi interpretasi khalayak sesuai pespektifnya (Sobur, 2004 : 162).

Menurut Sudibyo dalam Sobur. Pada awalnya framing dimaknai sebagai struktur konseptual atau perangkat kepercayaan yang mengorganisir pandangan politik, kebijakan, dan wacana, serta menyediakan kategori-kategori standar untuk mengapresiasi realitas. Konsep ini kemudian dikembangkan lebih jauh lagi oleh Ervin Goffman pada tahun 1974. Goffman mengandaikan framing sebagai kepentingan-kepentingan perilaku (strips of behaviour) yang membimbing individu dalam membaca realitas.

Ada beberapa definisi mengenai framing yang disampaikan oleh berbagai ahli. Definisi ahli dapat dilihat dalam tabel berikut:


(60)

Tabel 2.2

Definisi Framing para Ahli

Robert N. Entman Proses seleksi dari berbagai aspek realitas sehingga bagian tertentu dari peristiwa itu lebih menonjol dibandingkan aspek lain. Ia juga menyertakan penempatan informasi informasi dalam konteks yang khas sehingga sisi tertentu mendapat alokasi lebih besar dari sisi lain.

William A. Gamsom Cara bercerita atau gugusan ide ide yang terorganisir sedemikian rupa dan menghadirkan kontruksi makna peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan objek suatu wacana. Cara bercerita itu terbentuk dalam sebuah kemasan (package). Kemasan itu semacam skema atau struktur pemahaman yang digunakan idndividu untuk mengkontruksi makna pesan-pesan yang ia terima.

Todd Gitiin Strategi bagaimana realitas/ dunia


(61)

sedemikian rupa untuk ditampilkan kepada khalayak pembaca. Peristiwa peristiwa ditampilkan dalam pemberitaan agar tampak menonjol dan menarik perhatian khalayak pembaca. Itu dilakukan dengan seleksi, pengulangan, penekanan, dan presentasi aspek tertentu dari realitas.

David E. Snow and Robert Benford Pemberian makna untuk menafsirkan peristiwa dan kondisi yang relevan. Frame mengorganisasikan sistem kepercayaan dan diwujudkan dalam kata kunci tertentu, sumber informasi dan kalimat tertentu

Amy Binder Skema interpretasi yang digunkan oleh individu untuk menempatkan, menafsirkan, mengidentifikasi, dan membeli peristiwa secara langsung atau tidak langsung. Frame mengorganisir peristiwa yang kompleks ke dalam bentuk dan pola yang mudah dipahamidan membantu individu untuk mengerti makna peristiwa.


(62)

Zhongdang Pan and Gerald M. Kosicki

Strategi konstruksi dan memproses berita. Perangkat kognisi yang digunakan dalam mengkode informasi, menafsirkan peristiwa, dan hubungan dengan rutinitas dan konvensi pembentukan berita

Sumber : Eriyanto. Analisis Framing: Kontruksi, ideologi dan politik media. Yogyakarta. LKIS. 2002

Bentuk penonjolan tersebut bisa beragam. Menempatkan aspek informasi lebih menonjol dibandingkan yang lain, lebih mencolok, melakukan pengulangan informasi yang dipandang penting atau dibungkam dengan aspek budaya yang akrab di benak khalayak. Dengan bentuk seperti itu, sebuah ide atau informasi lebih mudah terlihat, lebih mudah diperhatikan, diingat dan ditafsirkan karena berhubungan dengan skema pandangan khalayak. Karena kemenonjolan adalah produk interaksi antara teks dan penerima, kehadiran frame dalam teks bisa jadi tidak seperti yang dideteksi oleh peneliti, khalayak sangat mungkin mempunyai pandangan apa yang dia pikirkan atas suatu teks dan bagaimana teks berita tersebut dikonstruksi dalam pikiran khalayak. (Eriyanto, 2002:186)

Framing memberikan tekanan lebih pada bagaimana teks komunikasi ditampilkan dan bagian mana yang ditonjolkan atau dianggap penting oleh pembuat teks. Kata penonjolan itu sendiri dapat didefinisikan


(63)

membuat informasi lebih terlihat jelas, lebih bermakna, atau lebih mudah diinget khalayak. Informasi yang menonjol lebih diterima oleh khalayak.

Tahap awal framing tidak dilakukan oleh media. Manusia memiliki kemampuan untuk menafsirkan realitas yang terjadi di sekitarnya berdasarkan frame of reference dan field of experience yang dimilikinya. Eriyanto menyatakan, ada empat hal yang dilakukan manusia ketika menyusun bingkai konstruksi realitasnya sendiri, yaitu:

1. Simplifikasi, manusia cenderung memandang segala peristiwa melalui kerangka berpikir yang sederhana, sesuai dengan tingkat kemampuan berpikirnya. Seiring dengan bertambahnya usia, pengetahuan, dan pengalaman, manusia akan memandang dunia secara lebih beragam. Namun tetap saja proses pemahaman realitas akan dilakukan secara sederhana.

2. Klasifikasi, manusia menyadari bahwa dunia terdiri dari berbagai hal, sehingga secara psikologis manusia akan memisahkan hal-hal tersebut ke dalam beberapa kategori untuk memudahkan proses pemahaman. Manusia melekatkan ciri-ciri tertentu pada sebuah kategori tertentu, sehingga segala peristiwa yang terjadi dapat terlihat perbedaan-perbedaannya. 3. Generalisasi, klasifikasi membantu manusia melihat ciri-ciri

peristiwa atau individu. Generalisasi merupakan kelanjutan dari proses tersebut, yang pada akhirnya membatasi ciri-ciri yang


(64)

berdekatan atau mirip pada ciri-ciri yang didapat pada klasifikasi. Hal ini dapat menghasilkan prasangka.

4. Asosiasi, suatu peristiwa tidak hanya diidentifikasi atau dipahami, tetapi selanjutnya dihubungkan dengan peristiwa-peristiwa lain. Keragaman dunia dianggap memiliki keterkaitan satu dengan lainnya.

Menurut Eriyanto, dalam buku Analisis Framing :

“Framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan wartawan ketika menseleksi isu dan menulis berita. Cara pandang atau perspektif itu pada akhirnya menentukan fakta apa yang diambil, bagian mana yang ditonjolkan dan dihilangkan, dan hendak dibawa kemana berita tersebut. Dalam konsepsi Entman, framing pada dasarnya merujuk pada pemberitaan definisi, penjelasan, evaluasi, dan rekomendasi dalam suatu wacana untuk menekankan kerangka berpikir tertentu terhadap peristiwa yang diwacanakan.” (Eriyanto, 2002:188).

Eriyanto juga menyebutkan framing sebagai berikut :

“Framing adalah sebuah cara bagaimana peristiwa disajikan oleh media. Penyajian tersebut dilakukan dengan menekankan bagian tertentu, menonjolkan aspek tertentu dan membesarkan cara bercerita tertentu dari suatu realitas peristiwa. Di sini media menyeleksi, menghubungkan, dan menonjolkan peristiwa sehingga makna dari peristiwa lebih mudah menyentuh dan diingat oleh khalayak, framing membuat dunia lebih diketahui dan dimengerti. Realitas yang kompleks dipahami dan disederhanakan dalam kategori tertentu, bagi khalayak, penyajian realitas yang demikian, membuat realitas lebih bermakna dan dimengerti. Selain menonjolkan bagian dan aspek tertentu untuk mempermudah khalayak mengenal sebuah realitas. Framing juga merupakan pendekatan untuk mengetahui bagaimana


(65)

perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan dan redaksi. Yang pada akhirnya menentukan fakta mana yang diambil, bagian mana yang ditonjolkan atau dihilangkan, dan hendak dibawa kemana berita tersebut. Framing seperti yang dikatakan Todd Gitlin, adalah sebuah strategi bagaimana realitas atau dunia dibentuk dan disederhanakan sedemikian rupa untuk ditampilkan kepada khalayak pembaca (Eriyanto, 2002:67-68).

Frame berita dibentuk dari kata kunci, metafora, konsep, simbol, citra yang ada dalam narasi berita. Karena, frame dapat dideteksi dan diselidiki dari kata, citra dan gambar tertentu yang memberikan makna dari teks berita. Frame berita timbul dalam dua level. Menurut Eriyanto dalam buku analisis framing, Pertama, konsepsi mental yang digunakan untuk memproses informasi dan sebagai karakteristik dari teks berita. Kedua, perangkat spesifik dari narasi berita yang dipakai untuk membangun pengertian mengenai peristiwa. Kosa kata dan gambar itu ditekankan dalam teks sehingga lebih menonjol dibanding bagian lain dalam teks. Itu dilakukan lewat pengulangan, penempatan yang lebih menonjol atau menghubungkan dengan bagian lain dalam teks berita. Sehingga bagian itu lebih menonjol, dilihat, dan lebih mempengaruhi khalayak. Secara luas pendefinisian masalah ini menyertakan, di dalamnya, konsepsi dan skema interpretasi wartawan. Pesan, secara simbolik menyertakan sikap dan nila. Ia


(66)

hidup membentuk, dan menginterpresentasikan makna di dalamnya.

2.3 Kerangka Pemikiran

Realitas sosial tidak berdiri sendiri tanpa kehadiran individu, baik di dalamnya maupun di luar realitas tersebut. Realitas sosial itu memiliki makna, manakala realitas sosial dikonstruksi dan dimaknakan secara subyektif oleh individu lain sehingga memantapkan realitas itu secara obyektif. Individu mengkonstruksi realitas sosial, dan merekonstruksinya dalam dunia realitas, memantapkan realitas itu berdasarkan subjektivitas individu lain dalam institusi sosialnya. Paradigma konstruktivis menjelaskan bahwa realitas merupakan konstruksi sosial yang diciptakan oleh individu. Akhirnya, dalam pandangan paradigma definisi sosial, realitas adalah hasil ciptaan manusia kreatif melalui kekuatan konstruksi sosial terhadap dunia sosial di sekelilingnya.

Ide dasar semua teori dalam paradigma definisi sosial sebenarnya memiliki pandangan bahwa manusia adalah aktor yang kreatif dari realitas sosial. Artinya, tindakan manusia tidak sepenuhnya ditentukan oleh norma-norma, kebiasaan-kebiasaan, nilai-nilai, dan sebagainya, yang kesemuanya itu tercakup dalam fakta sosial. (Bungin, 2008:11)


(67)

Bungin dalam bukunya “Konstruksi Sosial Media Massa” yang mengutip dari Berger dan Luckman menjelaskan bahwa :

“Konstruksi sosial adalah sebuah proses eksternalisasi, objektivasi, dan internalisasi yang terjadi antara individu di dalam masyarakat. Ketiga proses tersebut terjadi secara simultan membentuk dialektika, serta menghasilkan realitas sosial berupa pengetahuan umum, konsep, kesadaran umum, dan wacana publik. Konstruksi sosial dibangun oleh individu dan masyarakat secara dialektika. Dan yang dimaksud konstruksi sosial itu adalah realitas sosial yang berupa realitas obyektif, subyektif, maupun simbolis”. (Bungin, 2008:212)

Atas dasar pemikiran semacam itulah kaum konstruksionis memiliki pandangan tersendiri dalam melihat wartawan, media dan berita. Konsep mengenai konstruksionisme ini diperkenalkan oleh Peter L.Berger dan Luckmann melalui “The Social Construction of Reality, A Treatise in

the Sociological of Knowledge” (1966). Ia menggambarkan proses sosial

melalui tindakan dan interaksinya, di mana individu menciptakan secara terus-menerus suatu realitas yang dimiliki dan dialami bersama secara subjektif. (Bungin, 2008:13).

Dalam penelitian ini penulis mengambarkan kerangka pemikiran yang akan peneliti teliti dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut ini :


(68)

Gambar 2.1

Alur Kerangka Pemikiran

Sumber : Peneliti, 2015

Pemberitaan Pilkada Serentak Di Jawa Barat 9 Desember 2015

Konstruksi Sosial Media Massa Massa Wartawan Media Redaktur penulis berita Analisis Framing Model Robert N. Etman

S ura t K aba r (P il ka da S ere n ta k D i Ja w a B ara t 9 D es em be r 2015 ) Penyebab Masalah (diagnose Causes) Pendefinisian

Masalah (define problem)

Penyelesaian

Masalah (treatment recommended) Penilaian Masalah


(69)

Dari gambar skema kerangka pemikiran diatas, dapat digambarkan kerangka pemikiran penelitian yang akan peneliti lakukan dalam penelitian ini. Adapun penjelasan mengenai gambar diatas adalah sebagai berikut :

1. Konstruksi realitas berita sebagai teori atau kerangka pemikiran teoritis dasar pada analisis framing dalam penelitian ini.

2. Pemberiraan pilkada serentak di Jawa Barat dalam menyambut Pilkada serentak 9 Desember 2015 di Jawa Barat. Merupakan sebagai bahan informasi dalam sebuah pemberitaan yang akan ditulis oleh para wartawan.

3. Wartawan/Redaktur, yang berperan dalam pembuatan dan penyeleksian semua kebijakan keputusan berita Pilkada serentak 9 Desember 2015 di Jawa Barat melalui proses konstruksi dari penonjolan berita, dimana pada proses ini penelitian untuk mengetahui kebijakan media Harian Pagi Tribun Jabar dan Harian Umum Pikiran Rakyat terhadap berita Pilkada serentak 9 Desember 2015 di Jawa Barat melalui analisis teknik framing dari Robert Entman, dengan membagi empat elemen identifikasi masalah sebagai berikut :

1.Pendefinisian masalah (define problem) 2.Penyebab masalah (diagnose causes) 3.Penilaian masalah (make moral judgement)


(70)

4. Berita sebagai hasil pekerjaaan yang telah dilakukan oleh wartawan dan redaktur. Pada proses tahapan ini yang menjadi pusat perhatian penting dalam penelitian, disini hasil berita dari yang telah dibuat oleh wartawan.

5. Pembaca sebagai proses akhir dari penyampaian informasi tentang pemberitaan Pilkada serentak di Jawa Barat 9 Desember 2015.

Berita Pilkada serentak di Jawa Barat 9 Desember 2015 di Harian Pagi Tribun Jabar dan Harian Umum Pikiran Rakyat mempunyai pandangan yang berbeda dari setiap pemberitaan yang dipublikasikan dalam kurun waktu tertentu dimana kecenderungan isi teks berita yang diberitakan. Dalam penelitian ini berita yang dianggap penting oleh Harian Pagi Tribun Jabar dan Harian Umum Pikiran Rakyat dianalisis dalam pembingkaian berita menurut Robert Entman. Dalam konsepnya dijelaskan dan dianalisis dari segi pendefinisian masalah (defines problems), memperkirakan penyebab masalah (diagnoses causes), penilaian moral (make moral judgement) dan penekanan penyelesaian masalah (treatment recomendation).


(71)

121 5.1. Simpulan

Setelah penulis menganalisa pemberitaan tentang Pilkada Serentak 9 Desember 2015 di Jawa Barat dalam Harian Umum Pikiran Rakyat dan Harian Pagi Tribun Jabar dengan menggunakan analisis framing Robert N. Entman, berikut simpulan yang dapat penulis peroleh :

1. Pendefinisian masalah (Define Problem) pada Pembingkaian berita Pilkada Serentak 9 Desember 2015 di Jawa Barat dalam Harian Pagi Tribun Jabar yang ditulis pada 16 September 2015, menempatkan pemberitaan ini sebagaimana proses komunikasi politik dalam Pilkada serentak pada 9 desember 2015 belum mampu memaksimalisasikan upaya mendorong terciptanya sosialisasi politik serta pendidikan politik yang dilakukan institusi penyelenggara pemilu, yang terjadi sosialisasi yang diselenggarakan institusi penyelenggara pemilu sehingga memang pada realitas politik di lapangan bahwa masyarakat bawah belum tersentuh dengan maksimal, dan sampai hari ini begitu banyak masyarakat yang tidak tahu pesta masyarakat itu sendiri yang disebut Pilkada Serentak, serta institusi partai politik belum mampu untuk mendorong kandidat yang diusungnya bisa memaparkan kebijakan-kebijakan apa 5 tahun kedepan supaya mampu menguatkan citra politik dan mendorong orientasi politik masyarakat lebih baik.


(72)

2. Harian Pagi Tribun Jabar dan Harian Umum Pikiran Rakyat membuat berita sesuai dengan fakta yang ada dilapangan tetapi dengan sudut pandang yang berbeda. Dilihat dari sudut pandang yang berbeda, maka penonjolan aspek dari kedua media massa tersebut tentu akan berbeda bahkan dalam setiap pemberitaannya juga akan terlihat berbeda. Harian Pagi Tribun Jabar dalam berita ini menonjolkan aspek human interest pada pemberitaan tentang Pilkada Serentak 9 Desember 2015 di Jawa Barat. Pada Harian Umum Pikiran Rakyat, penonjolan aspek yang dimunculkan dalam berita ini adalah suasana serta kondisi dimana peristiwa itu terjadi dan bagaimana peristiwa itu terjadi.

3. Penilaian moral (Moral Judgement) yang dimunculkan dalam kedua surat kabar ini juga tentu berbeda, karena dilihat dari masalah dan sumber masalah yang menjadi sudut pandang wartawan dan media yang bersangkutan. Sebagai gagasan untuk memperkuat definisi masalah serta penyebab masalah, penilaian moral menambahkan argumen untuk memperkuat dua aspek tersebut sehingga pembaca dapat membedakan serta mengerti apa yang sebenarnya terjadi dalam peristiwa tersebut. 4. Penyelesaian masalah (Treatment Recommendation)yang diberitakan

dalam Harian Pagi Tribun Jabar dan Harian Umum Pikiran Rakyat dibingkai dengan penyelesaian masalah yang berbeda. Pada berita di Harian Pagi Tribun Jabar memberikan penyelesaian masalah bahwa untuk menangani Pilkada Serentak 9 Desember 2015 di Jawa Barat diperlukan tindakan tegas dari kedua belah pihak dan mencari jalan bersama


(73)

menangani proses berlangsungnya pesta demokrasi khususnya di Pilkada Serentak 9 Desember 2015 di Jawa Barat. Sedangkan pada berita Harian Umum Pikiran Rakyat, Subjektifitas yang dihadirkan oleh Harian Umum Pikiran Rakyat, memberikan fungsi kontrol secara tidak langsung kepada masyarakat, berupa himbauan kepada pembaca tentang pengawasan terhadap kinerja KPU dan pasangan calon pemenangan suara dalam melaksanakan pilkada serentak.

Dengan pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa berbagai pemberitaan tersebut dapat dipandang dan dimaknai dengan berbeda, berdasarkan interpertasi dari sudut pandang media massa. Pemberitaan tentang Pilkada Serentak 9 Desember 2015 di Jawa Baratpada Harian Pagi Tribun Jabar dan Harian Umum Pikiran Rakyat tersebut merupakan masalah berkelanjutan untuk lima tahun kedepan dan terus seperti itu. Harian Pagi Tribun Jabar membingkai berita dilihat dari sudut pandang pemberitaan tentang Pilkada Serentak 9 Desember 2015 di Jawa Barat dan menonjolkanaspek-aspek yang dinilai menjadi pelajaran berharga dalam menghadapi pilkada serentak selanjutnya.


(74)

5.2. Saran

Setelah peneliti melakukan penelitian mengenai analisis framingtentangpemberitaan Pilkada Serentak 9 Desember 2015 di Jawa Baratpada Harian Pagi Tribun Jabar dan Harian Umum Pikiran Rakyat, peneliti ingin memberikan beberapa saran.

5.2.1. Saran Kepada Media

Kepadaperusahaan yang mudah-mudahan dapat berguna bagi perusahaan. Beberapa saran itu ialah :

1. Harian Pagi Tribun Jabar dan Harian Umum Pikiran Rakyatharus tetap menjaga nilai Objektifitas dan Subjektifitas dalam setiap pemberitaan secara konsisten fakta yang ada dilapangan. Sehingga dapat menjaga keberimbangan berita dan kemenarikan sebuah pemberitaan.

2. Harian Pagi Tribun Jabar dan Harian Umum Pikiran Rakyat memasukan kutipan dari berbagai pihak yang berkaitan dengan peristiwa yang ada di lapangan, agar keseimbangan pemberitaan tetap terjaga.

3. Harian Pagi Tribun Jabar dan Harian Umum Pikiran Rakyat bisa memberikan informasi dan calon informan yang lebih baik kepada penelitian selanjutnya agar data yang didapatkan sesuai dengan tujuan penelti.

5.2.2. Saran untuk Penelitian Selanjutnya

Saran yang akan peneliti sampaikan untuk mahasiswa yang akan meneliti tekspemberitaan menggunakan analisis framing selanjutnya yaitu,


(75)

1. Saran yang ditujukan untuk mahasiswa bahwa penelitian ini dapat dikaji lagi dari sudut pandang yang berbeda, khususnya mahasiswa Ilmu Komunikasi Konsentrasi Jurnalistik untuk menambah khazanah di bidang ini.

2. Pencarian Informan untuk penelitian disiapkan sebaik mungkin agar tidak terjadi salah paham dengan informan, sehingga mendapatkan data yang lebih valid dan jelas.


(76)

9 Desember 2015 Pada Harian Pagi Tribun Jabar dan Harian Umum Pikiran Rakyat Edisi 16 September 2015)

SKRIPSI

Diajukan untuk Menempuh Gelar Sarjana Strata 1 Pada Program Studi Ilmu Komunikasi Konsentrasi Jurnalistik

Oleh :

NALENDRA AGUNG SANGGA LASMANA NIM. 41810051

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI KONSENTRASI JURNALISTIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA BANDUNG


(1)

(2)

(3)

(4)

151

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama

: Nalendra Agung Sangga Lasmana

NIM

: 41810051

Fakultas

: Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Program Studi

: Ilmu Komunikasi Kosentrasi Jurnalistik

Tempat Tanggal Lahir: Cimahi, 4 Mei 1990

Agama

: Islam

Jenis Kelamin

: Laki

Laki

Status

: Belum Menikah

Warganegara

: Indonesia

Alamat

: Jl. Lapang Tembak Selatan No1 Mekarsari Cimahi

Tengah

Telepon

: 08221-4444-740


(5)

152

DATA KELUARGA

Nama Ayah

: Titto Lasmana Hudaya

Nama Ibu

: Anne Maryati

Anak ke-

: 3 dari 4 bersaudara

Alamat

: Jl. Lapang Tembak Selatan No1 Mekarsari Cimahi

Tengah

Riwayat Pendidikan Formal

No Tahun Uraian Keterangan

1 1996 – 2002 SDN WR. Supratman Cimahi Lulus Berijazah 2 2002 – 2005 SMP Negeri 1 Cimahi Lulus Berijazah 3 2005 – 2008 SMA Negeri 2 Cimahi Lulus Berijazah 4 2010 – Sekarang Universitas Komputer Indonesia Bandung

Riwayat Pendidikan Non Formal

No Tahun Uraian Keterangan

1 2006 OMR Fun Race Suzuki 2006 Brigif 15 Kujang Bersertifikat 2 2008 Kejuaraan Gokart (karting) ITENAS Bersertifikat 3 2010 Table Manner Course at Amaroossa Hoptel Bersertifikat 4 2011 “e i ar Nasio al “uap & Pe erasa Dala

Perspektif Moral dan Pe egaka Huku

Bersertifikat


(6)

153

6 2011 Islam dan Moralitas Pembangunan Bersertifikat 7 2012 Ci u iActio Hi pu a Mahasiswa

Ko u ikasi

Bersertifikat

8 2013 Laboratorium Hardware Universitas Komputer Indonesia

Bersertifikat

9 2014 Cara Cepat dan Mudah Membuat Website Online Dalam 30 Menit

Bersertifikat


Dokumen yang terkait

Pembingkaian berita keterlibatan artis Raffi Ahmad dalam kasus narkoba : (analisis Framing Robert N.Entman di Harian Umum Pikiran Rakyat dan Harian Pagi Tribun Jabar edisi Januari-Februari 2013)

0 12 1

Analisis Framing Berita Pemilihan Gubernur Jawa Barat (Analisis Framing Robert N. Entman di Harian Umum Pikiran Rakyat dan Harian Pagi Radar Bandung 19 November 2012 - 25 November 2012)

5 38 73

Pembingkaian Berita Wakil Ketua Non Aktif Komisi Pemberantasan Korupsi Bambang Widjojanto (Analisis Framing Robert N. Entman Pada Harian Pagi Tribun Jabar dan Harian Umum Pikiran Rakyat Edisi 4 Februari 2015)

0 2 1

Pembingkaian berita keterlibatan artis Raffi Ahmad dalam kasus narkoba : (analisis Framing Robert N.Entman di Harian Umum Pikiran Rakyat dan Harian Pagi Tribun Jabar edisi Januari-Februari 2013)

0 11 1

Pembingkaian Berita Penggenangan Waduk Jati Gede Sumedang (Analisis Framing Zhongdang Pan Dan Gerald M. Kosicki Mengenai Berita Penggenangan Waduk Jati Gede Sumedang Pada Harian Umum Pikiran Rakyat dan Harian Pagi Tribun Jabar Edisi 3 September 2015)

0 8 79

Pembingkaian Berita 100 Hari Hari Kerja Jokowi Dan Jusuf Kalla (Analisis Framing Robert N Entman Di Harian Surat Kabar Pikiran Rakyat Dan Inilah Koran Edisi Januari-Februari)

2 15 79

SUPPORTER DAN PILKADA : Perilaku Pemilih Suporter Slemania pada pilkada serentak 2015

1 14 85

Pembingkaian Berita Kampanye Pilkada DKI Jakarta 2012 Putaran Kedua di Harian Pos Kota dan Warta Kota.

0 1 3

PEMBINGKAIAN BERITA TENTANG TEROR BOM BUKU (Analisis Framing Tentang Peristiwa Bom Buku di Surat Kabar Jawa Pos dan Harian Pagi Surya Edisi 16-24 Maret 2011).

0 0 84

PILKADA SERENTAK DALAM BERITA (Analisis Isi Berita Pilkada Serentak pada Surat Kabar Jawa Pos dan Surat Kabar Kompas Periode Oktober - Desember 2015).

0 0 10