Kajian teoritis algoritma backpropagation pada jaringan saraf buatan lapisan banyak

(1)

BAB I PENDAHULUAN

Sejak komputer diciptakan pertama kali, komputer memiliki peranan yang besar dalam membantu menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang sulit diselesaikan oleh manusia. Salah satu teknologi komputer yang sedang berkembang yaitu kecerdasan buatan. Jaringan saraf buatan merupakan salah satu ilmu yang mendukung perkembangan kecerdasan buatan. Bermacam-macam aplikasi berbasis jaringan saraf buatan telah dikembangkan di berbagai bidang.

1.1. Latar Belakang

Pesatnya perkembangan teknologi komputer menyebabkan adanya perluasan lingkup yang membutuhkan kehadiran kecerdasan buatan. Kecerdasan buatan merupakan ilmu komputer yang membuat mesin komputer dapat melakukan pekerjaan sebaik mungkin seperti yang dilakukan oleh otak manusia [9]. Jaringan saraf buatan merupakan salah satu ilmu yang mendukung perkembangan kecerdasan buatan. Bermacam-macam aplikasi berbasis jaringan saraf buatan telah dikembangkan di berbagai bidang.

Jaringan saraf buatan merupakan salah satu metode pembelajaran komputer yang efektif dan memiliki pendekatan berupa algoritma dalam menyelesaikan suatu masalah. Pada jaringan saraf buatan terdapat dua macam algoritma, yaitu algoritma untuk jaringan saraf buatan lapisan tunggal dan algoritma untuk jaringan saraf buatan lapisan banyak. Dalam


(2)

penulisan skripsi ini akan dibahas mengenai jaringan saraf lapisan banyak dengan algoritma backpropagation. Pembahasan jaringan saraf buatan lapisan tunggal dapat ditemukan di [1].

Algoritma backpropagation merupakan metode yang baik dalam menangani masalah pengenalan pola-pola kompleks [4]. Beberapa aplikasi yang menggunakan algoritma ini antara lain pengenalan suara, pengenalan pola, sistem kontrol, dan pengolahan citra. Oleh karena itu skripsi ini mencoba memberikan gambaran mengenai algoritma yang digunakan pada jaringan saraf buatan lapisan banyak dengan judul ”Kajian Teoritis Algoritma Backpropagation pada Jaringan Saraf Buatan Lapisan Banyak”.

1.2. Permasalahan

Masalah yang dapat diidentifikasi penulis adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana cara kerja algoritma backpropagation menentukan bobot

awal dan menghasilkan model yang tepat dalam multiklasifikasi ?

2. Bagaimana kecenderungan nilai error yang dihasilkan pada jaringan saraf buatan lapisan banyak dengan data percobaan pengenalan huruf alphabet, jika banyak unit pada dua lapisan tersembunyi yang digunakan tetap, momentum ( α) yang digunkan tetap, dan learning rate (

η

) yang digunakan berbeda-beda?


(3)

1.3. Pembatasan Masalah

Masalah di dalam skripsi ini terbatas pada ruang lingkup jaringan saraf buatan lapisan banyak dengan beberapa unit menggunakan algoritma

backpropagation dan hasil prediksi output pada jaringan saraf buatan lapisan

banyak ini berupa bilangan n-arry.

1.4. Tujuan Penulisan

Skripsi ini mempunyai beberapa tujuan, yaitu:

1. Mengetahui cara kerja algoritma backpropagation menentukan bobot awal dan menghasilkan model yang tepat dalam multiklasifikasi.

2. Mengetahui kecenderungan nilai error yang dihasilkan pada percobaan pengenalan huruf alphabet, jika banyak unit pada dua lapisan tersembunyi yang digunakan tetap, momentum (

α

) yang digunakan tetap, dan learning rate (

η

) yang digunakan berbeda-beda.

1.5. Manfaat Penulisan

Manfaat penulisan ini antara lain:

1. Memberikan pengetahuan tentang algoritma-algoritma yang digunakan dalam metode pembelajaran jaringan saraf buatan, serta cara kerja dari algoritma tersebut sehingga mendapatkan model yang tepat.

2. Memberikan informasi mengenai jaringan saraf buatan sehingga dapat dijadikan acuan atau referensi.


(4)

BAB II

JARINGAN SARAF BUATAN

Penjelasan mengenai sejarah perkembangan jaringan saraf buatan, serta beberapa teori dasar yang mendukung pembelajaran jaringan saraf buatan akan dibahas dalam bab ini, yaitu Teori-teori dasar yang mendukung pembelajaran jaringan saraf buatan antara lain ide dasar jaringan saraf buatan yang terinspirasi dari sistem jaringan otak manusia, definisi dan arsitektur jaringan saraf buatan, model-model pembelajaran, fungsi transfer, perceptron rule dan delta rule pada jaringan saraf buatan lapisan tunggal serta gambaran stokastik gradien descent.

2.1. Jaringan Saraf Manusia

Jaringan saraf buatan merupakan model yang cara kerjanya meniru sistem jaringan biologis. Otak manusia terdiri atas sel-sel saraf yang disebut

neuron, yang berjumlah sekitar 1011 sel-sel saraf. Sel-sel saraf ini

berhubungan satu dengan yang lain membentuk jaringan yang disebut jaringan saraf [4]. Proses yang terjadi dalam suatu sel saraf merupakan proses elektrokimiawi. Di otak ini terdapat fungsi-fungsi yang sangat banyak dan rumit, diantaranya adalah ingatan, belajar, bahasa, asosiasi, penalaran, kecerdasan, dan inisiatif.

Semua sel saraf alami mempunyai empat komponen dasar yang sama. Keempat komponen dasar ini diketahui berdasarkan nama biologinya yaitu, dendrit, soma, akson, sinapsis. Dendrit merupakan suatu perluasan


(5)

dari soma yang menyerupai rambut dan bertindak sebagai saluran masukan. Saluran input ini menerima masukan dari sel saraf lainnya melalui sinapsis. Kemudian soma memproses nilai input menjadi sebuah output yang kemudian dikirim ke sel saraf lainnya melalui akson dan sinapsis. Gambar berikut menunjukkan komponen-komponen dari saraf [7].

Gambar 2.1 Komponen-Komponen Sel Saraf

Suatu jaringan saraf menerima ribuan informasi kecil dari berbagai organ sensoris dan mengintegrasikannya untuk menentukkan reaksi yang harus dilakukan. Kegiatan sistem jaringan saraf didasari oleh pengalaman sensoris dari reseptor sensoris, baik berupa reseptor visual, reseptor auditoris, reseptor raba dipermukaan tubuh, ataupun jenis reseptor lainnya. Pengalaman sensoris ini dapat menyebabkan suatu reaksi segera dan kenangannya dapat disimpan didalam otak [4]. Konsep dasar semacam inilah yang ingin dicoba para ahli dalam menciptakan jaringan buatan.


(6)

2.2. Jaringan Saraf Buatan

Jaringan saraf buatan diperkenalkan pertama kali pada tahun 1943 oleh seorang ahli saraf Warren McCulloch dan seorang ahli logika Walter

Pitss [12]. Jaringan saraf buatan merupakan model yang meniru cara kerja

jaringan sel-sel saraf biologis. Penelitian yang berlangsung pada tahun 1950-an dan 1960-an mengalami hambatan karena minimnya kemampuan komputer. Kemudian pada pertengahan tahun 1980-an dapat dilanjutkan lagi, karena sarana yang dibutuhkan telah tersedia. Sistem saraf buatan dirancang untuk menirukan karakteristik sel-sel saraf biologis. Beberapa definisi tentang jaringan saraf buatan dikemukakan oleh para ahli.

Menurut [7] jaringan saraf didefinisikan sebagai sebuah prosesor yang terdistribusi paralel dan mempuyai kecenderungan untuk menyimpan pengetahuan yang didapatkannya dari pengalaman dan membuatnya tetap tersedia untuk digunakan.

Sedangkan menurut [3]. Mendefinisikan jaringan saraf buatan sebagai sebuah sistem yang dibentuk dari sejumlah elemen pemroses sederhana yang bekerja secara paralel dan fungsinya ditentukan oleh stuktur jaringan, kekuatan hubungan serta pengolahan dilakukan pada komputasi elemen- elemennya.

2.2.1. Arsitektur Jaringan Saraf Buatan

Pemodelan struktur pemrosesan informasi terdistribusi dilakukan dengan menentukan pola hubungan antar sel-sel saraf buatan. Pola hubungan yang umum adalah hubungan antar lapisanr


(7)

(lapisan). Setiap lapisan terdiri dari sekumpulan sel saraf buatan (unit) yang memiliki fungsi tertentu, misalnya fungsi masukan

(input) atau fungsi keluaran (output).

Sistem saraf buatan terdiri dari tiga lapisan unit, yaitu:

1. Unit input

Pada gambar 2.2 unit input dinotasikan dengan i. Unit input ini menerima data dari jaringan saraf luar. Aktifasi unit-unit lapisan

input menunjukkan informasi dasar yang kemudian digunakan

dalam jaringan saraf buatan. 2. Unit tersembunyi

Unit tersembunyi dinotasikan dengan h pada gambar 2.2. Unit tersembunyi menerima dan mengirim sinyal ke jaringan saraf. Aktifasi setiap unit-unit lapisan tersembunyi ditentukan oleh aktifasi dari unit-unit input dan bobot dari koneksi antara unit- unit input dan unit-unit lapisan tersembunyi.

3. Unit output

Unit output dinotasikan dengan o. Unit output mengirim data ke jaringan saraf. Karakteristik dari unit-unit output tergantung dari aktifasi unit-unit lapisan tersembunyi dan bobot antara unit-unit lapisan tersembunyi dan unit-unit output. Dalam jaringan saraf buatan lapisan banyak unit output bisa digunakan kembali menjadi unit input yang diproses dalam lapisan selanjutnya.


(8)

X1 X2 X3 X4

i1 i2 i3 i4

h1 h2 h3

o1 o2

Y1 Y2

Gambar 2.2 Jaringan Saraf Buatan

Sedangkan tipe arsitektur jaringan saraf buatan ada tiga yaitu : 1. Jaringan dengan lapisan tunggal (Single Lapisanr Net)

Jaringan dengan lapisan tunggal hanya memiliki satu lapisan dengan bobot yang terhubung. Jaringan ini hanya menerima input kemudian secara langsung akan mengolahnya menjadi output tanpa harus melalui lapisan tersembunyi (Gambar 2.3).


(9)

2. Jaringan dengan lapisan banyak (Multilapisanr Net)

Pada tipe ini, diantara lapisan masukan dan keluaran terdapat satu atau lebih lapisan tersembunyi (Gambar 2.4). Hubungan antar lapisan berlangsung satu arah. Jaringan dengan banyak lapisan ini dapat menyelesaikan permasalahan yang lebih sulit dari pada lapisan tunggal.

Gambar 2.4. Jaringan Saraf Buatan Lapisan Banyak Feedforward

3. Reccurent Network

Tipe reccurent berbeda dengan kedua tipe sebelumnya. Pada reccurent,

sedikitnya memiliki satu koneksi umpan balik (feedback).


(10)

2.2.2. Model-Model Pembelajaran

Menurut [10] model pembelajaran dibedakan menjadi tiga, yaitu :

1. Supervised Learning

Pada model pembelajaran ini, jaringan saraf buatan menggunakan variabel prediktor sebagai input yang akan dijadikan indikator untuk menerangkan variabel target sebagai outputnya. Variabel-variabel prediktor tersebut disesuaikan dengan target output yang ingin

dihasilkan. Tujuan model supervised learning adalah untuk

menentukan nilai bobot-bobot koneksi didalam jaringan sehingga jaringan tersebut dapat melakukan pemetaan dari input ke output

sesuai dengan yang diinginkan. Jaringan perceptron, dan

backpropagation merupakan model-model dengan tipe supervised

learning [8].

Tabel 2.1 Data Sederhana Pengenalan Huruf Alphabet

Variabel Prediktor Contoh Posisi horizontal Posisi vertikal Panjang box Tinggi box Jumlah pixel Variabel Target

1 2 8 3 5 1 T

2 5 12 3 7 2 I

3 4 11 6 8 6 D

4 7 11 6 6 3 N

5 2 1 3 1 1 G

Model pembelajaran supervised learning selalu memiliki satu kolom yang merupakan variabel target, pada contoh data sederhana pengenalan huruf diatas variabel targetnya adalah huruf alphabet. Pada model pembelajaran ini tiap-tiap variabel memiliki suatu hubungan


(11)

yang tidak saling bebas. Sebagai contoh, Huruf T diprediksi berada dalam posisi horizontal yang dihitung dari sebelah kiri gambar dan huruf berada di tengah box pada titik koordinat 2 pixel, posisi vertikal dihitung dari bagian bawah pada box di titik koordinat 8 pixel, Sedangkan panjang box berada pada titik koordinat 3 pixel dan tinggi box berada pada titik koordinat 5 pixel. Jika huruf alphabet berada dalam karakteristik variabel target maka dapat dikatakan huruf tersebut berhasil dalam mengklasifikasikan huruf alphabet.

2. Unsupervised Learning

Berbeda dengan model supervised learning, dalam model

unsupervised learning tidak terdapat variabel target dari kategori pola-

pola yang akan diklasifikasikan hanya terdiri dari variabel prediktor. Untuk model pembelajaran ini biasanya hanya dilakukan proses

clustering lihat tabel 2.2. Bukan pengklasifikasian seperti pada model

pembelajaran supervised.

Tabel 2.2 Hak pilih USA senator pada 6 persoalan

Issue Class 1 Class 2

Toxic Waste Yes No

Budget Cuts Yes No

SDI Reduction No Yes

Contra Aid Yes No

Line-Item Veto Yes No

MX Production Yes No

3. Semi Unsupervised Learning

Model semi unsupervised learning awalnya adalah model


(12)

memiliki variabel target. Oleh karena itu, proses klasifikasi dengan model pembelajaran ini dilakukan dengan cara menentukan variabel targetnya terlebih dahulu (two step analysis).

2.3 Fungsi Aktivasi

Pada setiap lapisan pada jaringan saraf buatan terdapat fungsi aktivasi. fungsi ini adalah fungsi umum yang akan digunakan untuk membawa input

menuju output yang diinginkan. Fungsi aktivasi inilah yang akan menentukan besarnya bobot.

Karakter dari jaringan saraf buatan tergantung pada bobot dan fungsi

input-output (Fungsi Transfer) yang mempunyai ciri-ciri tertentu untuk

setiap unit. Fungsi ini terdiri dari tiga kategori, yaitu : fungsi linear, fungsi

threshold, dan fungsi sigmoid (Gambar 2.6). Pada fungsi linear, aktivasi

output adalah sebanding dengan jumlah bobot output. Untuk fungsi

threshold, output diatur satu dari dua tingkatan tergantung dari apakah

jumlah input lebih besar atau lebih kecil dari nilai batasnya. Sedangkan Fungsi sigmoid, outputnya terus menerus berubah tetapi tidak berbentuk linear.

i Threshold (sgn)

i i

Linear Sigmoid


(13)

Ada beberapa pilihan fungsi aktivasi yang digunakan didalam metode

backpropagation, seperti fungsi sigmoid biner dan sigmoid bipolar

(Gambar 2.7.). Untuk lebih jelasnya, berikut adalah penjelasan lebih lengkap tentang fungsi sigmoid biner dan sigmoid bipolar, yaitu:

1. Fungsi Sigmoid Biner

Fungsi ini merupakan fungsi yang umum digunakan dalam metode

backpropagation. Nilai jangkauannya diantara (0,1) dan didefinisikan

sebagai :

f ( x) = 1

1 +e x

dengan turunan : f ( x)' = f ( x)(1 − f ( x)) (2.1)

2. Fungsi Sigmoid Bipolar

Fungsi ini merupakan fungsi yang umum digunakan dalam metode

backpropagation. Range diantara (-1,1) dan didefinisikan sebagai:

g ( x) = 2 f ( x) − 1

dengan f ( x) = 1

1 +e x

sehingga

g ( x) = 2 f ( x) − 1 1

= 2 − 1 1 +e x 1 −e ( − x ) =


(14)

dengan turunan : g ( x)' = 1 (1 +g ( x))(1 −g ( x)) 2

(2.3)

Gambar 2.7. Fungsi sigmoid biner dan fungsi sigmoid bipolar

2.4. Perceptron

Salah satu tipe dari sistem jaringan saraf buatan didasarkan pada sebuah unit yang disebut perceptron, dan diilustrasikan pada gambar 2.8. Sebuah perceptron menerima vektor input yang berupa nilai bilangan real.

Perceptron memiliki perhitungan kombinasi linear yang berasal dari

penjumlahan vektor input ( x1 , x2 ,..., xn ) , vektor bobot (w1 , w2 ,..., wn ) dan nilai thresholdnya (w0). Hasil output akan bernilai 1 jika perhitungan

kombinasi linearnya lebih besar dari pada 0 dan -1 jika perhitungan kombinasi linearnya lebih kecil atau sama dengan 0. Kombinasi linear untuk

output perceptron dapat dituliskan sebagai:

1 jika w0 +w1 x1 +w2 x2 + .... +wn x n > 0

o(x1, x2, ..., xn) = (2.4)


(15)

x0=1 w0

x1 w1

x2 w2

wn

n

wi xi

i =0 o =

1 jika

n

j =0

wi x j

xn − 1 untuk yang lainnya

Gambar 2.8 Perceptron

x1, x2, ... , xn adalah input, o

(

x1 ,..., xn

)

adalah output dan wi adalah konstanta real atau bobot (weight), dimana bobot menentukan kontribusi dari input xi

pada output perceptron. Fungsi perceptron dapat dituliskan sebagai :

r r r

o

(

x

)

= sgn

(

w x

)

(2.5)

dan

dengan

1 sgn (y) = 1

jika

jika

r r

y>0

y≤0 (2.6)

y = w' ⋅x (2.7)

2.4.1. Aturan Pembelajaran Perceptron

Masalah pembelajaran perceptron tunggal adalah

menentukan vektor bobot, karena perceptron menghasilkan output ± 1 untuk setiap contoh percobaan. Beberapa algoritma diketahui dapat menyelesaikan permasalahan tersebut, antara lain: perceptron

rule dan delta rule. Algoritma tersebut sangat penting dalam jaringan

saraf buatan karena merupakan dasar dari pembelajaran jaringan untuk lapisan banyak.


(16)

Salah satu cara untuk mempelajari vektor bobot yang tepat yaitu dimulai dengan penentuan bobot secara acak, kemudian secara iteratif dengan menggunakan perceptron untuk menghasilkan output

pada setiap contoh percobaan, setelah itu memodifikasikan bobot

perceptron. Proses ini terus diulang sampai pengklasifikasian

perceptron untuk semua contoh percobaan menjadi tepat. Bobot

dimodifiikasi pada setiap langkah berdasarkan aturan pembelajaran

perceptron (perceptron learning rule), yang meninjau kembali bobot

wi dengan input xi berdasarkan kaidah:

dengan

keterangan:

wi wi +∆wi

wi

(

t o

)

xi

(2.8)

(2.9)

t = target output contoh percobaan

o = output perceptron

η = konstanta positif yang disebut learning rate

2.4.2. Delta Rule

Perceptron rule dapat digunakan untuk mencari vektor bobot

yang paling tepat ketika contoh data percobaannya terpisah secara linear. Namun, tidak semua data dapat dipisahkan secara linear. Dalam hal ini perceptron rule tidak mampu mengatasi permasalahan dengan kasus data yang tidak dapat dipisahkan secara linear, data tersebut dikenal dengan istilah data non-linearly separable sets. Oleh


(17)

2

w

karena itu, pada pembahasan yang berikutnya digunakanlah delta

rule yang dapat mengatasi permasalahan tersebut.

Kunci dari delta rule dalam mencari ruang hipotesis dari bobot vektor yang mungkin adalah dengan menggunakan gradient

descent sehingga didapatkan bobot yang paling tepat untuk suatu

contoh percobaan. Aturan ini penting karena gradient descent

merupakan dasar untuk algoritma backpropagation yaitu

pembelajaran untuk jaringan dengan banyak unit yang terhubung. Terdapat banyak cara untuk mendefinisikan nilai error dari model (vektor bobot). Salah satu ukuran yang dapat menurunkan nilai error dengan tepat adalah :

r 1 2

E

(

w

)

(

t d od

)

dD

(3.0)

dengan D adalah himpunan dari contoh data percobaan, td adalah

target output untuk contoh percobaan d dan od adalah output dari unit

linear untuk contoh percobaan d. Error E digolongkan sebagai fungsi dari r karena output unit linear o bergantung pada bobot vektor.

Karena permukaan error terdiri dari minimum global tunggal, algoritma delta rule hanya akan mengkonvergenkan vektor bobot dengan error minimum, tanpa memperhatikan apakah contoh percobaannya terpisah secara linear atau tidak. Nilai

η

yang digunakan pada algoritma ini awalnya adalah bilangan yang tidak kecil namun juga tidak terlalu besar, kemudian untuk mendapatkan


(18)

bobot yang tepat nilai

η

diperkecil setelah langkah perbaikan ke-n. Jika η terlalu besar, pencarian turunan gradient akan menimbulkan resiko, yaitu terlalu banyaknya langkah yang dilakukan untuk mencari permukan error yang minimum.

2.5. Gambaran Stokastik Untuk Gradient Descent

Salah satu pola model umum yang digunakan pada proses pembelajaran adalah gradient descent. Gradient descent merupakan suatu strategi untuk mencari ruang model yang tak terbatas atau besar yang dapat digunakan ketika ruang model memuat parameter model yang kontinu dan

error dapat diturunkan dengan parameter modelnya tersebut. Namun,

gradient descent ini juga memiliki kelemahan yaitu tidak mudah digunakan

dan terkadang lambat dalam pengkonvergenan solusinya. Jika ada beberapa minimum lokal pada permukaan error, maka tidak ada jaminan bahwa akan didapatkan minimum global [11].

Tujuan digunakannya gradient descent yaitu untuk mempermudah strategi pencarian model, hal tersebut dikenal dengan incremental gradient

descent atau stokastik gradient descent. Sedangkan ide dasar pada stokastik

gradient descent yaitu pencarian bobot yang tepat dilakukan berdasarkan

perhitungan error pada setiap contoh baris datanya. Stokastik gradient

descent biasanya menggunakan nilai learning rate

η

yang cukup kecil agar

langkah pengulangan yang dilakukan tidak terlalu besar, sehingga didapatkan perkiraan gradient descent yang mendekati nilai sebenarnya.


(19)

2.6 Data Pengenalan Huruf Alphabet

Data pengenalan huruf berasal dari David J. Slate [5] (Northwestern

University) pada tahun 1991 dan telah banyak dipakai dalam berbagai

penelitian. Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan P.W.Frey dan

D.J. Slate [2] dengan judul Letter Recognition Using Holland-Style Adaptive

Classifiers. Tingkat ketelitian pada penelitian ini mencapai 80% dan


(20)

BAB III

JARINGAN SARAF BUATAN LAPISAN BANYAK

Jaringan saraf buatan lapisan banyak merupakan perluasan dari jaringan saraf buatan lapisan tunggal. Pada jaringan saraf buatan lapisan tunggal menggunakan pendekatan algoritma perceptron yang hanya menghasilkan fungsi

linear. Sebaliknya, Jaringan saraf buatan lapisan banyak menggunakan

pendekatan algoritma backpropagation yang akan merepresentasikan fungsi non

linear. Dalam jaringan ini selain unit input dan output terdapat unit tersembunyi.

Hubungan antar lapisan berlangsung satu arah.

3.1 Unit Sigmoid

Unit perceptron merupakan salah satu tipe dari jaringan saraf buatan dengan unit tunggal dengan fungsi yang dihasilkan adalah fungsi yang

linear. Namun, unit perceptron tidak dapat menjelaskan fungsi yang non

linear, Oleh karena itu, Jaringan saraf buatan lapisan banyak mampu

menggambarkan fungsi yang non linear. Salah satu solusinya adalah dengan unit sigmoid, yaitu sebuah unit yang mirip dengan perceptron, dan proses dasar pekerjaan dilakukan sesuai tahapan.

Sama dengan perceptron, unit sigmoid pertama kali menghitung kombinasi linear dari input, kemudian menggunakan nilai batas untuk hasilnya. Pada kasus unit sigmoid, hasil output merupakan fungsi yang kontinu dari input-inputnya dan unit sigmoid menghitung output ok, secara


(21)

(

)

x

Rumus fungsi sigmoid:

o( net )=

n

i =0

w ji. xij 0 (3.1)

σ

= 1

o ( net )

(3.2)

Maka output ok

1 +e

n

ok = σ(

i =0

w ji. xi j 0 ) (3.3)

dimana x1, x2, ..., xn adalah input, o

(

x1 ,..., xn

)

adalah output dan wi adalah

bobot yang menentukan kontribusi dari input xi pada output

backpropagation. σ disebut fungsi sigmoid atau fungsi logistik. Range

output yang dihasilkan oleh unit sigmoid antara 0 sampai 1, dan bersifat

monoton naik. Karena unit sigmoid memetakan domain bilangan input yang sangat besar ke range output yang kecil, Sigmoid sering disebut dengan pengkompresan hasil dari unit. Fungsi sigmoid memiliki sifat bahwa

turunannya secara mudah diperlihatkan dalam bentuk output

=

σ

(

y

)

(

1 −

σ

(

y

))

. Unit sigmoid diilustrasikan sebagai berikut: d

σ

y

dy

x0=1

w0 w1 1 x2 w2 w0 xn n

net = wi x j j 0 j =0

Gambar 3.1. Sigmoid

o =σ(net) = 1


(22)

= k k 3.2. Turunan dari Aturan Algoritma Backpropagation

Masalah yang paling pokok dalam bab ini adalah aturan penurunan

stokastik gradient descent yang diimplementasikan oleh algoritma

backpropagation. Berdasarkan persamaan (3.0) bahwa stokastik gradient

descent melibatkan iterasi pada sebuah waktu contoh percobaan, untuk

setiap contoh percobaan d menurunkan nilai gradient dari error Ed pada

contoh tunggal. Dengan kata lain, untuk setiap contoh percobaan d setiap bobot wij di update oleh penambahan ∆wij dengan rumus sebagai berikut:

wij =−

η

=Ed

wij (3.4)

Dimana Ed adalah error pada contoh percobaan d ditambahkan dengan

semua unit output pada jaringan (persamaan 3.0) 1

Ed

2

(

t o

)

2

koutput

outputnya disini adalah himpunan dari unit output pada jaringan, tk adalah

nilai target dari unit k untuk contoh percobaan d dan ok adalah output dari

unit k pada contoh percobaan d. Notasi :

x ji = input ke i sampai input j

wji = bobot dengan input ke i sampai input j

netj = i w ji x ji (jumlahan bobot dari input untuk unit j)

oj = output dihitung berdasarkan unit j


(23)

j

σ

= fungsi sigmoid

output = himpunan dari unit-unit pada lapisan terakhir dari

suatu jaringan

Downstream(j) =himpunan dari unit-unit yang berada satu lapisan

dibawahnya termasuk output dari unit j

Penurunan stokastik gradient descent =Ed

w ji merupakan implementasi

dari persamaan (3.4). Dengan catatan bahwa bobot wij dapat mempengaruhi

sisa dari jaringan hanya sampai netj. Oleh karena itu,

=E dE net j = d w jinet jw ji

==Ed i w ji x jinet j

= =Ed xnet ji

w ji

(3.5)

dalam penurunan =Ed

w ji terdapat dua pandangan kasus yaitu: kasus dimana

unit j adalah unit keluaran untuk jaringan dan kasus dimana j adalah unit tersembunyi untuk jaringan.

Kasus 1 : Aturan percobaan untuk bobot unit output.

wij dapat mempengaruhi sisa dari jaringan hanya sampai netj, netj dapat


(24)

(

)

j j

(

)

j

Ed

j j =Ed

==E d o j

(3.6) ∂net jo jnet j

pandang bentuk pertama pada persamaan 3.0

Ed ∂ 1 2

=

o j o j 2 koutput

(

t k ok

)

Penurunan

(

t k

o jok

)

2

akan nol untuk semua unit output k kecuali saat k = j.

=Ed

= ∂ 1

(

to

)

2

ojoj 2

1 ∂

(

t o

)

= 2 t o

2 j joj

=−(tj oj ) (3.7)

karena o j net j , penurunan ∂o j

net j merupakan penurunan dari fungsi

sigmoid, yang sama dengan

σ

(

net j

)(

1 −

σ

(

net j

))

. Oleh karena itu, ∂o j

σ

(

net j

)

=

net jnet j

=

σ

' (net )

=

σ

(net j )(1 −

σ

(net j ))

=o j

(

1 −o j

)

(3.8)

substitusikan persamaan (3.7) dan (3.8) kedalam persamaan (3.6). Didapatkan,

=Ed ==E d o j net jo jnet j

=−

(

t j o j

)

o j

(

1 −o j

)

net

(3.9) j


(25)

j

dan kombinasikan persamaan (3.9) dengan persamaan (3.4). Maka didapatkan aturan stokastik gradient descent untuk unit output

wij =−

η

=Edwij

=−

η

=E d net jnet jw ji

(

t j o j

)

o j

(

1 −o j

)

x ji (3.10)

Kasus 2 : Aturan Percobaan untuk Bobot unit tersembunyi

Pada kasus ini j merupakan unit tersembunyi pada jaringan, turunan dari aturan percobaan untuk wji harus mengmbil perhitungan secara tidak langsung dimana wji

dapat mempengaruhi output jaringan dan Ed. Notasikan himpunan semua unit

yang input-inputnya termasuk dalam output unit j dengan Downstream (j). Catat bahwa netj dapat mempengaruhi jaringan keluaran dan Ed hanya sampai unit pada

Downstream (j). Oleh karena itu, dapat ditulis sebagai berikut:

=Ed = =Ed netknet j kDownstream( j ) ∂netknet j

= −

δ

=netk

k

net

kDownstream( j ) ∂ j

neto j

= −δ k

kDownstream( j ) k

onet j

= −

δ

wo j

kDownstream( j ) k kjnet j = −

δ

k wkj o j

(

1 −o j

)

kDow nstream( j )

(3.11)


(26)

setelah mengatur kembali bentuk persamaan di atas dan menggunakan δj

untuk menotasikan −=Ed , didapatkan net j

δ

j =o j

(

1 −o j

)

δ

k wkj kDow nstream( j )

(3.12)

dan

w ji =ηδj x ji

(3.13)

3.3. Penggunaan Faktor Momentum

Banyak variasi yang dapat dikembangkan dari penggunaan algoritma

backpropagation, salah satunya adalah mengubah aturan perubahan bobot

pada algoritma backpropagation persamaan 3.13, yaitu membuat perubahan bobot pada n iterasi yang secara parsial bergantung pada update yang terjadi selama (n-1) iterasi, dengan persamaan:

w ji

(

n

)

=ηδj x ji +α∆w ji

(

n − 1

)

(3.14)

w ji

(

n

)

adalah weight-update yang dilakukan selama n iterasi dan 0 ≤

α

< 1 merupakan konstanta yang disebut momentum. Dengan menambah variabel

α

ke dalam rumus perubahan bobot mengakibatkan konvergensi akan lebih cepat untuk mendekati itersasi yang dilakukan sesuai tahapan sampai bobot mencapai solusinya.


(27)

3.4. Pembelajaran Jaringan Sembang Acylic

Pada algoritma backpropagation yang telah dijelaskan dengan menggunakan dua lapisan unit tersembunyi pada jaringan. Namun, jika algoritma backpropagation menggunakan lebih dari dua lapisan unit tersembunyi pada jaringan maka aturan perubahan bobot (Persamaan 3.13). tetap digunakan, dan hanya mengubah cara perhitungan nilai δ . Secara umum, nilai δr untuk r unit pada m lapisanr dihitung dari nilai

δ

pada lapisanr m+1.

δ

r =or

(

1 −or

)

wsr

δ

s slayer m+1

(3.15)

Pembelajaran tersebut sama-sama mengeneralisasi algoritma untuk

graph langsung acyclic, tanpa memperhatikan apakah unit jaringan yang

ditetapkan ada pada lapisan uniform. Aturan untuk menghitung

δ

untuk unit internal adalah

δ

r =or

(

1 −or

)

wsr

δ

s sd ownstream( r )

(3.16)

dimana Downstream(r) adalah himpunan dari unit-unit yang turun dari unit r

pada jaringan, yaitu semua unit yang input-inputnya termasuk dalam output dari unit r.

3.3 Algoritma Backpropagation

Algoritma backpropagation mempelajari bobot untuk jaringan saraf buatan lapisan banyak dengan himpunan dari unit-unitnya dan saling berhubungan. Algoritma ini menggunakan gradient descent untuk mencoba


(28)

2

meminimalisasi kuadrat error antara nilai input dan nilai target pada jaringan.

Terdapat banyak cara untuk mendefinisikan nilai error dari model (vektor bobot). Berbeda dengan persamaan (3.0) definisikan kembali E

sebagai penjumlahan error dari semua unit keluaran jaringan. Proses ini merupakan salah satu ukuran yang dapat menurukan nilai error dengan tepat adalah

r 1 2

E

(

w

)

(

t kd okd

)

dD koutputs

(3.17)

D adalah himpunan dari contoh data percobaan, outputnya adalah himpunan dari unit output pada jaringan, tkd dan ok d masing-masing adalah nilai target

dan nilai output dengan unit output k dan contoh percobaan d.

Permasalahan yang digambarkan oleh algoritma backpropagation

adalah untuk mencari ruang hipotesis yang besar dan didefinisikan oleh semua nilai bobot yang mungkin untuk setiap unit pada jaringan. Salah satu perbedaan pokok pada kasus jaringan saraf buatan lapisan banyak yaitu permukaan error dapat memiliki perkalian minimum lokal. Hal ini berarti turunan gradient dapat menjamin kekonvergenan untuk beberapa minimum lokal, dan bukan error minimum global.

Walaupun tidak dijaminnya konvergen ke arah global minimum, Algoritma backpropagation merupakan fungsi yang efektif dalam metode pembelajaran [11]. Fungsi error pada gradient descent dapat diilustrasikan sebagai permukaan error dengan n-dimensi, ketika kemiringan gradient


(29)

descent menurun dalam lokal minimum sehingga akan berpengaruh dalam perubahan bobot.

Perbedaan performa ruang hipotesis antara algoritma

backpropagation jaringan saraf buatan lapisan banyak dengan performa

pembelajaran algoritma pada metode yang lain, yaitu algoritma

backpropagation memiliki ruang hipotesis pada n-dimensi dari n-bobot

jaringan. Dengan catatan ruang hipotesis memiliki fungsi yang kontinu. Sedangkan hipotesis pada pembelajaran algoritma yang lain seperti pembelajaran decision tree dan metode yang lain memiliki proses pencarian hipotesis yang berbeda-beda. Untuk jelasnya pembelajaran tentang decision

tree menggunakan algoritma ID3 dapat ditemukan di [6].

Seperti penjelasan sebelumnya, Algoritma backpropagation

diimplementasikan dengan mencari kemiringan gradient descent pada bobot jaringan, nilai error E yang diperoleh akan mengurangi iterasi yang berada diantara nilai target pada contoh percobaan dan hasil output. Karena permukaan jaringan saraf buatan lapisan banyak menggambarkan permukaan yang tidak linear pada lokal minima, Sehingga kemiringan gradient descent terdapat pada permukaan error. Hasil algoritma

backpropagation akan menunjukan ke arah konvergen terhadap lokal

minimum dalam mencari nilai error dan tidak membutuhkan nilai error ke arah global minimum.

Nilai error minimum dapat dicari pada saat jaringan saraf buatan lapisan banyak menginisialisasikan dan dibangkitkan secara random atau


(30)

acak untuk mentukan bobot koneksi antar unit dari suatu lapisan dengan lapisan sesudahnya, jadi antar unit-unit di lapisan tersembunyi saling terkoneksi satu sama lain dengan unit-unit di lapisan tersembunyi, dan antar unit-unit di tersembunyi lapisan akan saling terkoneksi satu sama lain dengan unit-unit pada lapisan output. Nilai bobot inilah yang akan menentukan proses pembelajaran kecerdasan buatan.

Pada saat proses training, nilai bobot tersebut akan terus berubah sehingga didapatkan kesesuaian antara input dengan output dengan error minimum. Dengan kata lain, Pada proses training akan menentukan nilai minimum error yang bisa di tolerir oleh jaringan saraf buatan lapisan banyak seperti yang disampaikan diatas bahwa algoritma backpropagation tidak akan memberikan kepastian jawaban untuk suatu kasus yang tidak pernah dilatihkan, pasti ada nilai error dari jawaban sistem pembelajaran dengan jawaban yang seharusnya, nilai error tersebut yang harus di definisikan sebelum melatih proses pembelajaran sehingga sistem tersebut bisa menjawab dengan tingkat kebenaran semaksimal mungkin (misal: tingkat kebenaran sistem 99,9999% dengan nilai Error 0.0001).

Algoritma backpropagation merupakan proses pembelajaran yang mampu menjelaskan beberapa fungsi yang terdapat dalam data. Fungsi- fungsi data tersebut dapat digambarkan secara keseluruhan dengan beberapa unit yang digunakan pada lapisannya dan beberapa lapisan yang digunakan dalam jaringan. Fungsi-fungsi ini dapat dibagi menjadi tiga yaitu fungsi boolean, fungsi bernilai kontinu dan fungsi sembarang. Fungsi boolean


(31)

adalah fungsi yang rangenya hanya memiliki Z elemen, fungsi ini dapat digambarkan dengan model struktur jaringan dengan baik menggunakan jaringan terdiri dari dua lapisan. Sedangkan fungsi kontinu merupakan fungsi yang rangenya berupa interval, fungsi ini juga dapat digambarkan dengan struktur jaringan saraf buatan dengan baik menggunakan jaringan terdiri dari dua lapisan. Terakhir fungsi sembarang adalah sebuah fungsi yang berbeda dari kedua fungsi sebelumnya. fungsi ini dapat menggambarkan model struktur jaringan cukup baik dengan menggunakan tiga lapisan pada unit.

Induktif bias merupakan suatu cara yang digunakan algoritma

backpropagation dalam menginferensi populasi dari data percobaan. Sample

data di proses dalam proses pembelajaran, kemudian performa model dari sample data tersebut diuji kembali ke populasi data percobaan. Hal ini secara praktis biasanya dapat dilakukan dengan membagi dua data menjadi data training dan data test. Tujuan pembelajaran induktif bias untuk mendapatkan performa dari sample data dengan nilai error yang relatif kecil dan dapat dibandingkan dengan performa yang dihasilkan pada data populasi.

Algoritma backpropagation menggunakan jaringan lapisanr

feedforward yang terdiri dari dua unit lapisan sigmoid dengan lapisan yang

dihubungkan ke semua unit dari lapisan yang terdahulu. Notasi yang digunakan pada algoritma ini adalah :


(32)

a) Sebuah index menententukan setiap titik dari jaringan, dimana sebuah ”titik” merupakan salah satu input atau output dari beberapa unit pada jaringan.

b) xij menotasikan input dari titik i ke unit j, dan wij menotasikan hubungan

bobot.

c) δn menotasikan error dengan unit n.

Algoritma Backpropagation

BACKPROPAGATION (Contoh percobaan, η, nin , nout , nhidden )

r r r

Setiap contoh percobaan merupakan pasangan dari bentuk

(

x, t

)

, dimana x r

adalah vektor dari nilai unit input, dan t

jaringan target.

adalah vektor dari nilai output

η

adalah learning rate (0,05), nin adalah bilangan dari input jaringan,

ntersembunyi adalah bilangan dari unit pada lapisanr tersembunyi, dan nout adalah

bilangan dari unit output.

input dari unit i sampai j dinotasikan dengan xji, dan bobot dari i sampai j

dinotasikan dengan wji.

1. Buat jaringan feedforward dengan input nin, unit tersembunyi nhiiden, dan

unit output nout.

2. Inisialkan semua bobot awal jaringan ke bilangan acak yang kecil (antara -0,05 sampai 0,05).

3. Hitung output o(net ) dari setiap unit k pada jaringan. n

o(net) = w ji xi i =0

+ θj 0 (3.1)

4. Hitung fungsi sigmoid(

σ

) dari setiap unit k pada jaringan. σ = 1


(33)

5. Hitung output pada lapisan keluaran ( ok ).

n

ok = σ(

i =0

w ji. xi j 0 ) (3.3)

6. Hitung nilai error pada lapisan output ok, dengan bentuk error( δk ).

δ

k ok

(

1 −ok

)(

t k ok

)

(3.9) 7. Hitung nilai error pada lapisan tersembunyi h, dengan bentuk error(

δ

h ).

δh ok (1 −ok ) wkhδk (3.12)

δ

r =or

(

1 −or

)

wsr

δ

s Untuk jaringan uniform m-lapisan (3.15) slayer m+1

δ

r =or

(

1 −or

)

wsr

δ

s

sd ownstream( r )

Untuk jaringan sembarang n-iterasi (3.16)

8. Hitung perubahan setiap bobot jaringan( ∆wji ).

w ji =

ηδ

j x ji j =k , h (3.13) ∆w ji

(

n

)

=ηδj x ji +α∆w ji

(

n − 1

)

9. Hitung perubahan bobot jaringan baru.

w ji w ji +∆w ji

Untuk n-iterasi (3.14)

(2.8)

Algoritma backpropagation akan lebih dipahami dengan melakukan proses perhitungan pada data sederhana dibawah ini.

Tabel 3.1. Fungsi XOR

Variabel Prediktor Variabel Target

x1 x2 t

1 1 0

1 0 1

0 1 1

0 0 0

Langkah 1.

Membuat Jaringan feedforward dengan unit input nin yaitu x1 dan x2 , terdapat 2


(34)

Y

w50 w31 w32

1

z3 z 4

w30

1

w40

z1

w 21 w22

w23

w24

z2

w10

1

w20 w

11

w12 x1

w13

w14

x2

Gambar 3.2. Jaringan feedforward dengan dua lapisan unit tersembunyi

Langkah 2.

Setelah membuat jaringan feedforward kemudian inisialkan semua bobot jaringan ke bilangan acak yang kecil antara -0,05 sampai 0,05 dan bobot awal ditentukan secara random

- Misal bobot awal unit input ke unit tersembunyi

w11 = 0,05 w13 = 0,03

w12 = -0,05 w14 = -0,02

- dan bobot awal unit tersembunyi lapis 1 ke unit tersembunyi lapis 2


(35)

1

2

3

4

- Lebih lanjut lagi bobot awal unit tersembunyi ke unit output

w31 = -0,04 w32 = 0,05,

- Bobot awal bias ke unit tersembunyi lapis 1

w10 = -0,03 w20 = 0,04,

- Bobot awal bias ke unit tersembunyi lapis 2

w30 = 0,02 w40 =0,01

- Serta terakhir bobot awal bias ke unit output adalah

w50 =0,03

Langkah 3.

Hitung output o(net ) dari setiap unit k pada unit tersembunyi : n

rumus : o(net ) = w ji xi i =0

+

θ

j 0

o1 (net) = (0,05)(1) + (0,03)(1) + (-0,03) = 0,05

o2 (net) = (-0,05)(1) + (-0,02)(1) + (0,04) = -0,03

o3 (net) = (0,03)(1) + (0,04)(1) + (0,02) = 0,09

o4 (net) = (-0,01)(1) + (0,05)(1) + (0,01) = 0,05

Langkah 4.

Hitung fungsi sigmoid( σ ) dari setiap unit k pada jaringan :

σ

= 1

1 +e o ( net )

σ

(

net

)

= 1 =0,51

1 +e − 0 , 05

σ

(

net

)

= 1 =0,49

1 +e 0 , 03

σ

(

net

)

= 1 =0,52

1 + e − 0 , 09

σ

(

net

)

= 1 =0,51

1 +e − 0 , 05


(36)

= Langkah 5.

Hitung output o(net ) dari setiap unit k pada lapisan keluaran output ok :

n

ok = w ji xi

i =0

+ θj 0 = (0,52)(-0,04)+(0,51)(0,05)+0,03 = 0,0347

1 1

o k = =0,5

1 + e o k 1 +e − 0 , 0347

Langkah 6.

Setelah mendapatkan nilai output pada langkah 5, kemudian hitung error

berdasarkan kesalahan untuk setiap unit output jaringan k, hitung bentuk error δk

δ

k ok

(

1 −ok

)(

t k ok

)

= (0,5) (1-0,5) (0-0,5) = -0,125

δ

k merupakan error yang dipakai dalam perubahan bobot lapisan dibawahnya.

ok merupakan nilai output pada jaringan keluaran dan tk adalah target keluaran.

Langkah 7.

Kemudian cari penjumlahan error berdasarkan error untuk setiap unit tersembunyi

h, hitung bentuk error

δ

h

δ

h ok

(

1 −ok

)

wkh

δ

k

koutputs

Pertama cari penjumlahan delta rule dari unit tersembunyi, dimana dari hasil delta rule pada unit keluaran

δ

k = -0,125

δ

k = wkh

δ

k koutput

δ

1 = (-0,125) (0,05) = -0,006

δ

2 = (-0,125) (-0,04) = 0,005

δ

3 = (-0,125) (0,04) + (-0,125)(0,05) = 0,011

δ

4 = (-0,125) (0,03) + (-0,125)(-0,01) = -0,002

δ

h ok

(

1 −ok

)

wkh

δ

k koutputs


(37)

δ

2 = (0,005) (0,52) (1-0,52) = -0,001

δ

3 = (0,011) (0,49) (1-0,49) = 0,002

δ

4 = (-0,002) (0,51) (1-0,51) = -0,0004

Langkah 8.

Hitung perubahan setiap bobot jaringan( ∆wji )

w ji =

ηδ

j x ji

Suku perubahan bobot keluaran ∆w ji

= -0,125 hasil langkah 4.

dengan learning rate

η

= 0,05 , delta rule δk

w ji =

ηδ

j x ji j=0,1,2,3,... ∆w50 = (0,05) (-0,125) (1) = -0,00625 ∆w31 =(0,05) (-0,125) (0,52) = -0,00325 ∆w32 =(0,05) (-0,125)(0,51) = -0,00318

Suku perubahan bobot ke unit tersembunyi ∆w ji

delta rule hasil delta rule langkah 5.

dengan learning rate

η

= 0,05 ,

w ji =

ηδ

j x ji j=0,1,2,3,..

Unit tersembunyi lapis 1

w10 = (0,05) (0,001) (1) = 0,00005 ∆w20 = (0,05) (-0,001) (1) = -0,00005 ∆w11 = (0,05) (0,001) (1) = 0,00005 ∆w12 = (0,05) (-0,001) (1) = -0,00005 ∆w13 = (0,05) (0,001) (1) = 0,00005 ∆w14 = (0,05) (-0,001) (1) = -0,00005 Unit tersembunyi lapis 2

w30 =(0,05) (-0,0004) (1) = -0,00002 ∆w40 =(0,05) (0,002) (1) =0,0001 ∆w21 =(0,05) (-0,0004) (1) = -0,00002


(38)

w22 =(0,05) (0,002) (1) = 0,0001 ∆w23 =(0,05) (-0,0004) (1) = -0,00002 ∆w24 =(0,05) (0,002) (1) = 0,0001

Langkah 9.

Hitung perubahan bobot jaringan baru.

w ji w ji +∆w ji

Perubahan bobot unit keluaran : ∆w50 = (0,03) + (-0,006)= 0,024 ∆w31 = (-0,04) + (-0,003)= -0,043 ∆w32 = (0,05) + (-0,003)= 0,047

Perubahan bobot unit tersembunyi layar 1 ∆w10 = -0,03 + 0,00005 = -0,03

w20 = 0,04 - 0,00005 = 0,04 ∆w11 = 0,05 + 0,00005 = 0,05 ∆w12 = -0,05 - 0,00005 = -0,05 ∆w13 = 0,03 + 0,00005 = 0,03 ∆w14 = -0,02 - 0,00005 = -0,02

Perubahan bobot unit tersembunyi layar 2 ∆w30 = 0,02 – 0,00002 = 0,02

w40 = 0,01 + 0,0001 = 0,01 ∆w21 = 0,03 – 0,00002 =0,03 ∆w22 = -0,01 +0,0001 = -0,01 ∆w23 = 0,04 – 0,00002 = 0,04 ∆w24 = 0,05 + 0,0001 = 0,05


(39)

Algoritma backpropagation dimulai dari pembentukan sebuah jaringan dengan unit tersembunyi dan unit output serta menginisialisasi semua bobot jaringan ke nilai random yang kecil. Untuk setiap contoh percobaan menggunakan suatu jaringan untuk menghitung nilai error dari output

jaringan, menghitung gradient descent dan kemudian mengupdate semua bobot pada jaringan. Proses ini dilakukan sampai menghasilkan klasifikasi dengan model yang tepat.

3.6. Analisis Multiklasifikasi

Algoritma backpropagation pada jaringan saraf buatan lapisan banyak dengan beberapa unit yang terhubung dapat dikembangkan untuk permasalahan multiklasifikasi. Untuk lebih jelasnya modifikasi dari algoritma backpropagation ini masalah multiklasifikasi dijelaskan dengan contoh berikut.

Tabel 3.2. Contoh Data Sederhana

Variabel Prediktor Variabel Target

x1 x2 y

1 1 a

1 0 b

0 1 c

0 0 d

Diberikan contoh permasalahan data seperti tabel 3.2. Multiklasifikasi dimulai dengan membuat jaringan feedforward dengan unit input nin yaitu

x1 , x2. dan terdapat satu lapisan unit tersembunyi nhiden yaitu z1

,

z2

,

z3 dan


(40)

a b c d

w40

1

w50 w

60 w70 w22 w21 z1 w23 w24 w26

w 25 w27

z 2

w28 w31

w29 w32

w33 z3 w10 1 w20 w30 w11 X1 w12 w13 w14 w15 x2 w16

Gambar 3.3. Struktur jaringan dengan bilangan n-arry

Cara kerja dalam permasalahan multiklasifikasi memiliki kesamaan dengan binary klasifikasi yaitu membuat struktur jaringan kemudian merandom bobot jaringan dan menghitung unit output. Perbedaannya terletak pada proses perhitungan output dimana untuk kasus multiklasifikasi hasil output akan bekerja sesuai dengan proses klasifikasi, yaitu perhitungan

output pada kelas A diproses melalui pembelajaran algoritma

backpropagation dengan bilangan binary, jika hasil output masuk kedalam

klasifikasi kelas A, maka kelas tersebut mengandung nilai 1, Sedangkan selain kelas A mengandung nilai 0. Keadaan ini dikerjakan sesuai dengan proses pembelajaran multiklasifikasi yang berarti proses binary n kali.


(41)

Cara kerja algoritma backpropagation pada jaringan saraf buatan lapisan banyak dapat diringkas dalam bentuk flowchart sebagai berikut:

Start

70% Training D ata 30% Test D ata

1. Membuat jaringan feedforword

2. Randomize bobot

|wji|<0,05

Hitung n 3. o(net) = w ji xi

i =0

+ θj 0

4.

σ

= 1 1 +e o ( net )

n 5. ok =

σ

(

i =0

w ji. xi +

θ

j 0 ) 6.

δ

k ok

(

1 −ok

)(

t k ok

)

7. δh ok (1 −ok ) wkhδk 8. ∆w ji =ηδj x ji j= k,h

9. w ji w ji +∆w ji Tidak

td=odd D

Ya Akurasi error

generalisasi

End

Gambar 3.4. Flowchart Algoritma Backpropagation


(42)

BAB IV

STUDI NUMERIK DAN ANALISIS

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai metode jaringan saraf buatan lapisan banyak menggunakan algoritma backpropagation dalam menghasilkan error minimum dalam mencari model yang tepat. Permasalahan yang akan dibahas yaitu mengenai permasalahan klasifikasi pengenalan huruf alphabet.

4.1. Deskripsi Studi Numerik

Metode jaringan saraf buatan lapisan banyak dapat diaplikasikan pada berbagai masalah tertentu di kehidupan sehari-hari. Untuk lebih memahami proses pengklasifikasian pada metode jaringan saraf buatan lapisan banyak dan nilai error, maka dilakukan studi numerik dengan mengambil permasalahan yang sederhana. Data-data tersebut diperoleh dari machine

learning database [8]. Dalam proses kerjanya, data ini dipisahkan menjadi

dua bagian yaitu training data dan test data. Pembagian data ini dilakukan secara random. Pada studi numerik disini penulis mengambil proporsi 70%

training data dan 30% test data.

Pengolahan data yang dilakukan dalam skripsi ini menggunakan algoritma backpropagation dengan bantuan software SPSS 16 dalam pencarian nilai errornya. Hal tersebut dilakukan karena asumsi dari data yang digunakan belum diketahui. Untuk mendapatkan nilai error yang lebih valid, percobaan tersebut dilakukan sebanyak sepuluh kali dengan sample


(43)

4.2. Pengenalan Huruf Alphabet

Data pengenalan huruf alphabet merupakan salah satu data yang cocok untuk mengetahui pengenalan suatu pola. Permasalahan yang akan diangkat pada studi numerik adalah mencari nilai error minimum untuk mengidentifikasi setiap huruf dengan tulisan tangan berwarna hitam-putih yang terdapat dalam persegi panjang gambar digital dengan satuan pixel, huruf tersebut akan diklasifikasikan ke salah satu dari 26 huruf alphabet. Huruf-huruf tersebut berasal dari 20 bentuk huruf yang berbeda dan setiap huruf dari berbagai karakter tersebut diacak secara random. Simulasi yang dilakukan pada studi numerik ini menggunakan 20.000 baris data.

Cara penulisan diambil dari 20 bentuk yang berbeda menggunakan dua cara teknik penulisan, yaitu stroke style merupakan penulisan huruf yang dilakukan dengan cara mengambil dari titik atas sampai titik bawah yang terdapat dalam 6 jenis cara penulisan yaitu simplex, duplex, triplex, complex,

dan ghotic. Kemudian 6 jenis huruf tersebut dimasukan ke dalam bentuk

tulisan seperti Block, Script, Italic, English, Italian dan German.

Setiap karakter huruf di proses pertama kali dengan merubah kedalam koordinat vektor, dan pengidentifikasian dilakukan pada garis paling bawah pada huruf. Segmen garis tersebut dirubah ukurannya menjadi koordinat (x,y) yang berbentuk persegi panjang dengan satuan pixel. Ukuran pixel akan menggambarkan titik-titik yang berwarna hitam dan putih. Posisi ”on”

pada satuan pixel yang berwarna hitam dan ”off” satuan pixel yang berwarna putih. Setiap huruf akan diidentifikasikan pada pixel on berwarna


(44)

hitam yang akan berbentuk huruf dan pixel tersebut berukuran persegi panjang dengan ukuran 45 x 45 pixel.

Nilai error minimum diproses dalam pengidentifikasian huruf dari 20.000 baris data yang akan di karakteristik oleh 16 variabel prediktornya kemudian akan diproses ke dalam klasifikasi 26 huruf alphabet yang menjadi variabel target. Data pengenalan huruf tidak memuat data yang tidak lengkap (missing value). Setiap huruf diklasifikasikan berdasarkan 17 variabel yang terdiri dari satu variabel target dan 16 variabel prediktor. Variabel prediktor ini merupakan sebuah bilangan integer yang berkisar antara 0 sampai 15. Variabel ini terdiri dari:

a. Variabel target: 26 huruf alphabet dari A sampai Z b. Variabel prediktor:

1. V1 merupakan posisi horizontal dihitung dari sebelah kiri gambar dan

huruf berada di tengah box

2. V2 merupakan posisi vertikal dihitung dari bagian bawah pada box.

3. V3 merupakan panjang box.

4. V4 merupakan tinggi box.

5. V5 merupakan jumlah pixel on pada huruf dalam box.

6. V6 merupakan rataan nilai x pada pixel berwarna hitam “on”

7. V7 merupakan rataan nilai y pada pixel berwarna hitam “on”

8. V8 merupakan variansi rataan nilai x pada pixel berwarna hitam “on”


(45)

10. V10 merupakan jumlah rataan x dan y pada pixel berwarna

hitam“on”

11. V11 merupakan variansi rataan nilai x dikalikan dengan rataan y

pada pixel berwarna hitam “on”

12. V12 merupakan variansi rataan nilai y dikalikan dengan rataan x pada

pixel berwarna hitam “on”

13. V13 merupakan rataan posisi pixel ”on” dari kiri ke kanan.

14. V14 merupakan jumlah posisi vertikal pada rataan posisi pixel ”on”

dari kiri ke kanan.

15. V15 merupakan rataan posisi pixel ”on” dari bawah ke atas.

16. V16 merupakan jumlah posisi horizontal pada rataan posisi pixel

”on” dari bawah ke atas.

Untuk lebih jelasnya pengidentifikasian huruf alphabet menggunakan 16 variabel prediktor akan dijelaskan dengan contoh berikut.

Gambar 4.1. Contoh sampel yang merepresentasikan huruf ‘A dan Pembagian region pada sample berikut nilai pixel aktifnya

Huruf A diprediksi berada dalam posisi horizontal yang dihitung dari sebelah kiri gambar dan huruf berada di tengah box pada titik koordinat 13 pixel, posisi vertikal dihitung dari bagian bawah pada box di titik koordinat 22 pixel, Sedangkan tinggi box berada pada titik koordinat 22 pixel. Jika


(46)

huruf A berada dalam karakteristik 16 variabel prediktor maka huruf

tersebut sudah memiliki error minimum dan berhasil dalam

mengklasifikasikan huruf alphabet.

Gambar 4.2 menjelaskan struktur hasil pengidentifikasian huruf alphabet yaitu lapisan pertama terdapat 20.000 baris data yang digunakan sebagai input, banyaknya unit pada dua lapisan tersembunyi yang digunakan yaitu 40 unit pada lapisan kesatu dan 30 unit pada lapisan kedua, dan lapisan terakhir merupakan target yang dihasilkan dalam pengenalan huruf alphabet


(47)

4.3. Analisis Numerik

Sebuah contoh percobaan mengenai data pengenalan huruf alphabet menggambarkan perubahan nilai error dari algoritma backpropagation pada jaringan saraf buatan lapisan banyak. Hasil output yang diperoleh dari sepuluh percobaan yang dilakukan dengan parameter yaitu banyaknya unit pada dua lapisan tersembunyi yang digunakan tetap yaitu 40 unit pada lapisan kesatu dan 30 unit pada lapisan kedua, momentum(α ) = 0,9 dan nilai learning rate (

η

) yang digunakan berbeda-beda.

Dalam proses kerjanya, Terdapat 20.000 baris data pengenalan huruf alphabet (Lampiran 2) dipisahkan menjadi dua bagian yaitu training data

dan test data. Tabel 4.1 merupakan hasil SPSS 16 case processing summary dari data tersebut menjelaskan pembagian data dilakukan secara random. Pada studi numerik disini penulis mengambil proporsi 70%

training data dan 30% test data sebagai berikut dibawah ini.

Tabel 4.1 Hasil SPSS Case Processing Su mmary

Training Data Test Data

Percobaan

Persen N Persen N

1 70% 14009 30% 5990

2 70.1% 14012 29.9% 5988

3 69.8% 13964 30.2% 6036

4 70.1% 14015 29.9% 5984

5 69.4% 13874 30.6% 6126

6 70.2% 14043 29.8% 5957

7 70% 14007 30% 5993

8 70.1% 14023 29.9% 5976

9 70% 14008 30% 5992

10 70% 14002 30% 5997


(48)

Percobaan SPSS mengeluarkan hasil berupa nilai relatif error dan

sum of squares error dari training data dan test data (Tabel 4.2). Relatif

error disebut juga percent incorrect predictions merupakan nilai error yang

dihasilkan pada percobaan tersebut (Lampiran 1). Sedangkan sum of squares

error merupakan banyaknya data yang mengandung nilai error pada

percobaan tersebut. Hasil eksperimen ini digunakan untuk melihat kecenderungan nilai error yang dihasilkan pada percobaan data pengenalan huruf alphabet. Jika banyaknya unit pada dua lapisan tersembunyi yang digunakan tetap yaitu 40 unit pada lapisan kesatu dan 30 unit pada lapisan kedua, momentum(α ) = 0,9 dan nilai learning rate (

η

) yang digunakan berbeda-beda.

Tabel 4.2. Hasil SPSS Model Summary.

Training data Test data

Percobaan Banyak unit

tersembunyi

η

α Sum of

squares error

Relatif error

Sum of squares error

Relatif error

1 40 & 30 unit 0.1 0.9 2849 29,6% 1292 30,4%

2 40 & 30 unit 0.2 0.9 2671 27,3% 1270 30,7%

3 40 & 30 unit 0.3 0.9 2486 25,8% 1202 28,4%

4 40 & 30 unit 0.4 0.9 2592 26,1% 1195 27,8%

5 40 & 30 unit 0.5 0.9 2547 25,2% 1227 27,8%

6 40 & 30 unit 0.6 0.9 2325 24% 1106 26,1%

7 40 & 30 unit 0.7 0.9 2558 26,7% 1170 28,1%

8 40 & 30 unit 0.8 0.9 2709 27,3% 1210 28,7%

9 40 & 30 unit 0.9 0.9 2619 26,5% 1195 28,7%


(49)

Hasil Eksperimen pada jaringan saraf buatan lapisan banyak yang dilakukan pada studi numerik data pengenalan huruf menggunakan 20.000 data. Hasil dari sepuluh percobaan eksperimen terdapat satu percobaan yang memiliki nilai error terbesar pada percobaan pertama yaitu pada training data relatif error sebesar 29,6% dan sum of squares error sebesar 2849 data dan pada test data sebesar relatif error sebesar 30,4% dan sum of squares error 1292 data. Sedangkan percobaan keenam memiliki nilai error terkecil yaitu pada training data relatif

error sebesar 24% dan sum of squares error 2325 data dan pada test data sebesar

relatif error sebesar 26,1% dan sum of squares error 1292 data.

Hasil dari sepuluh percobaan dengan parameter terdiri dari momentum, jumlah unit dan learning rate yang berbeda menyebabkan nilai error cenderung

mengalami fluktuasi, keadaan ini disebabkan karena pada algoritma

backpropagation bobot awal dilakukan secara acak dan faktor parameter yang


(50)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Cara kerja algoritma backpropagation dalam menentukan bobot awal yaitu dimulai dengan memilih bobot secara acak yang bernilai kecil antara -0,05 sampai dengan 0,05. Dalam algoritmanya bobot ini diperbaiki dalam setiap iterasinya hingga didapatkan jaringan saraf buatan yang terbaik dimana nilai output jaringan akan sama atau hampir sama dengan nilai target pada data.

Berdasarkan hasil percobaan, percobaan pertama memiliki nilai error sebesar 29,6% pada training data dan 30,4% pada test data, nilai percobaan ini merupakan nilai error terbesar dari sepuluh percobaan. Sedangkan percobaan keenam memiliki nilai error sebesar 24% pada training data dan 26,1% pada test data, nilai ini merupakan nilai terkecil pada sepuluh percobaan yang dilakukan.

Hasil dari sepuluh percobaan dengan parameter terdiri dari momentum, jumlah unit dan learning rate yang berbeda menyebabkan nilai error cenderung mengalami fluktuasi, keadaan ini disebabkan karena pada algoritma backpropagation bobot awal dilakukan secara acak dan faktor parameter yang mempengaruhi nilai disetiap iterasinya.


(51)

5.2. Saran

Algoritma backpropagation memiliki proses yang sangat panjang dan aturan-aturannya yang tidak dapat diaplikasikan secara mudah. Oleh karena itu, diharapkan skripsi selanjutnya dapat mengkaji lebih dalam mengenai berbagai macam aplikasi pada jaringan saraf buatan dengan metode yang berbeda sehingga dapat diterapkan kedalam dunia nyata, dalam hal ini pembuatan aplikasi menyeluruh yang secara langsung dapat digunakan oleh pengguna.(user).


(52)

BAB I PENDAHULUAN

Sejak komputer diciptakan pertama kali, komputer memiliki peranan yang besar dalam membantu menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang sulit diselesaikan oleh manusia. Salah satu teknologi komputer yang sedang berkembang yaitu kecerdasan buatan. Jaringan saraf buatan merupakan salah satu ilmu yang mendukung perkembangan kecerdasan buatan. Bermacam-macam aplikasi berbasis jaringan saraf buatan telah dikembangkan di berbagai bidang.

1.1. Latar Belakang

Pesatnya perkembangan teknologi komputer menyebabkan adanya

perluasan lingkup yang membutuhkan kehadiran kecerdasan buatan. Kecerdasan buatan merupakan ilmu komputer yang membuat mesin komputer dapat melakukan pekerjaan sebaik mungkin seperti yang dilakukan oleh otak manusia [9]. Jaringan saraf buatan merupakan salah satu ilmu yang mendukung perkembangan kecerdasan buatan. Bermacam-macam aplikasi berbasis jaringan saraf buatan telah dikembangkan di berbagai bidang.

Jaringan saraf buatan merupakan salah satu metode pembelajaran komputer yang efektif dan memiliki pendekatan berupa algoritma dalam menyelesaikan suatu masalah. Pada jaringan saraf buatan terdapat dua macam algoritma, yaitu algoritma untuk jaringan saraf buatan lapisan tunggal dan algoritma untuk jaringan saraf buatan lapisan banyak. Dalam penulisan skripsi ini akan dibahas mengenai jaringan


(53)

saraf lapisan banyak dengan algoritma backpropagation. Pembahasan jaringan saraf buatan lapisan tunggal dapat ditemukan di [1].

Algoritma backpropagation merupakan metode yang baik dalam menangani masalah pengenalan pola-pola kompleks [4]. Beberapa aplikasi yang menggunakan algoritma ini antara lain pengenalan suara, pengenalan pola, sistem kontrol, dan pengolahan citra. Oleh karena itu skripsi ini mencoba memberikan gambaran mengenai algoritma yang digunakan pada jaringan saraf buatan lapisan banyak dengan judul ”Kajian Teoritis Algoritma Backpropagation pada Jaringan Saraf Buatan Lapisan Banyak”.

1.2. Permasalahan

Masalah yang dapat diidentifikasi penulis adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana cara kerja algoritma backpropagation menentukan bobot awal dan menghasilkan model yang tepat dalam multiklasifikasi ?

2. Bagaimana kecenderungan nilai error yang dihasilkan pada jaringan saraf buatan lapisan banyak dengan data percobaan pengenalan huruf alphabet, jika banyak unit pada dua lapisan tersembunyi yang digunakan tetap, momentum ( α) yang digunkan tetap, dan learning rate (

η

) yang digunakan berbeda-beda?

1.3. Pembatasan Masalah

Masalah di dalam skripsi ini terbatas pada ruang lingkup jaringan saraf buatan lapisan banyak dengan beberapa unit menggunakan algoritma backpropagation dan


(54)

hasil prediksi output pada jaringan saraf buatan lapisan banyak ini berupa bilangan

n-arry.

1.4. Tujuan Penulisan

Skripsi ini mempunyai beberapa tujuan, yaitu:

1. Mengetahui cara kerja algoritma backpropagation menentukan bobot awal dan menghasilkan model yang tepat dalam multiklasifikasi.

2. Mengetahui kecenderungan nilai error yang dihasilkan pada percobaan pengenalan huruf alphabet, jika banyak unit pada dua lapisan tersembunyi yang digunakan tetap, momentum ( α) yang digunakan tetap, dan learning rate (

η

) yang digunakan berbeda-beda.

1.5. Manfaat Penulisan

Manfaat penulisan ini antara lain:

1. Memberikan pengetahuan tentang algoritma-algoritma yang digunakan dalam metode pembelajaran jaringan saraf buatan, serta cara kerja dari algoritma tersebut sehingga mendapatkan model yang tepat.

2. Memberikan informasi mengenai jaringan saraf buatan sehingga dapat dijadikan acuan atau referensi.


(55)

BAB II

JARINGAN SARAF BUATAN

Penjelasan mengenai sejarah perkembangan jaringan saraf buatan, serta beberapa teori dasar yang mendukung pembelajaran jaringan saraf buatan akan dibahas dalam bab ini, yaitu Teori-teori dasar yang mendukung pembelajaran jaringan saraf buatan antara lain ide dasar jaringan saraf buatan yang terinspirasi dari sistem jaringan otak manusia, definisi dan arsitektur jaringan saraf buatan, model-model pembelajaran, fungsi transfer,

perceptron rule dan delta rule pada jaringan saraf buatan lapisan tunggal serta gambaran

stokastik gradien descent.

2.1. Jaringan Saraf Manusia

Jaringan saraf buatan merupakan model yang cara kerjanya meniru sistem jaringan biologis. Otak manusia terdiri atas sel-sel saraf yang disebut neuron, yang berjumlah sekitar 1011 sel-sel saraf. Sel-sel saraf ini berhubungan satu dengan yang lain membentuk jaringan yang disebut jaringan saraf [4]. Proses yang terjadi dalam suatu sel saraf merupakan proses elektrokimiawi. Di otak ini terdapat fungsi-fungsi yang sangat banyak dan rumit, diantaranya adalah ingatan, belajar, bahasa, asosiasi, penalaran, kecerdasan, dan inisiatif.

Semua sel saraf alami mempunyai empat komponen dasar yang sama. Keempat komponen dasar ini diketahui berdasarkan nama biologinya yaitu, dendrit,

soma, akson, sinapsis. Dendrit merupakan suatu perluasan dari soma yang

menyerupai rambut dan bertindak sebagai saluran masukan. Saluran input ini


(56)

menerima masukan dari sel saraf lainnya melalui sinapsis. Kemudian soma memproses nilai input menjadi sebuah output yang kemudian dikirim ke sel saraf lainnya melalui akson dan sinapsis. Gambar berikut menunjukkan komponen- komponen dari saraf [7].

Gambar 2.1 Komponen-Komponen Sel Saraf

Suatu jaringan saraf menerima ribuan informasi kecil dari berbagai organ sensoris dan mengintegrasikannya untuk menentukkan reaksi yang harus dilakukan. Kegiatan sistem jaringan saraf didasari oleh pengalaman sensoris dari reseptor sensoris, baik berupa reseptor visual, reseptor auditoris, reseptor raba dipermukaan tubuh, ataupun jenis reseptor lainnya. Pengalaman sensoris ini dapat menyebabkan suatu reaksi segera dan kenangannya dapat disimpan didalam otak [4]. Konsep dasar semacam inilah yang ingin dicoba para ahli dalam menciptakan jaringan buatan.


(57)

Jaringan saraf buatan diperkenalkan pertama kali pada tahun 1943 oleh seorang ahli saraf Warren McCulloch dan seorang ahli logika Walter Pitss [12]. Jaringan saraf buatan merupakan model yang meniru cara kerja jaringan sel-sel saraf biologis. Penelitian yang berlangsung pada tahun 1950-an dan 1960-an mengalami hambatan karena minimnya kemampuan komputer. Kemudian pada pertengahan tahun 1980-an dapat dilanjutkan lagi, karena sarana yang dibutuhkan telah tersedia. Sistem saraf buatan dirancang untuk menirukan karakteristik sel-sel saraf biologis. Beberapa definisi tentang jaringan saraf buatan dikemukakan oleh para ahli.

Menurut [7] jaringan saraf didefinisikan sebagai sebuah prosesor yang terdistribusi paralel dan mempu yai kecenderungan untuk menyimpan pengetahuan yang didapatkannya dari pengalaman dan membuatnya tetap tersedia untuk digunakan.

Sedangkan menurut [3]. Mendefinisikan jaringan saraf buatan sebagai sebuah sistem yang dibentuk dari sejumlah elemen pemroses sederhana yang bekerja secara paralel dan fungsinya ditentukan oleh stuktur jaringan, kekuatan hubungan serta pengolahan dilakukan pada komputasi elemen-elemennya.

2.2.1. Arsitektur Jaringan Saraf Buatan

Pemodelan struktur pemrosesan informasi terdistribusi dilakukan dengan menentukan pola hubungan antar sel-sel saraf buatan. Pola hubungan yang umum adalah hubungan antar lapisanr (lapisan). Setiap lapisan terdiri dari sekumpulan sel saraf buatan (unit) yang memiliki fungsi tertentu, misalnya fungsi masukan (input) atau fungsi keluaran (output).


(1)

4.3. Analisis Numerik

Sebuah contoh percobaan mengenai data pengenalan huruf alphabet menggambarkan perubahan nilai error dari algoritma backpropagation pada jaringan saraf buatan lapisan banyak. Hasil output yang diperoleh dari sepuluh percobaan yang dilakukan dengan parameter yaitu banyaknya unit pada dua lapisan tersembunyi yang digunakan tetap yaitu 40 unit pada lapisan kesatu dan 30 unit pada lapisan kedua, momentum(α ) = 0,9 dan nilai learning rate (

η

) yang digunakan berbeda-beda.

Dalam proses kerjanya, Terdapat 20.000 baris data pengenalan huruf alphabet (Lampiran 2) dipisahkan menjadi dua bagian yaitu training data dan test data. Tabel 4.1 merupakan hasil SPSS 16 case processing summary dari data tersebut menjelaskan pembagian data dilakukan secara random. Pada studi numerik disini penulis mengambil proporsi 70% training data dan 30% test data sebagai berikut dibawah ini.

Tabel 4.1 Hasil SPSS Case Processing Su mmary

Training Data Test Data Percobaan

Persen N Persen N

1 70% 14009 30% 5990

2 70.1% 14012 29.9% 5988

3 69.8% 13964 30.2% 6036

4 70.1% 14015 29.9% 5984

5 69.4% 13874 30.6% 6126

6 70.2% 14043 29.8% 5957

7 70% 14007 30% 5993

8 70.1% 14023 29.9% 5976

9 70% 14008 30% 5992

10 70% 14002 30% 5997

Ket: N = Banyaknya data yang digunakan dalam proses studi numerik


(2)

Percobaan SPSS mengeluarkan hasil berupa nilai relatif error dan sum of squares error dari training data dan test data (Tabel 4.2). Relatif error disebut juga percent incorrect predictions merupakan nilai error yang dihasilkan pada percobaan tersebut (Lampiran 1). Sedangkan sum of squares error merupakan banyaknya data yang mengandung nilai error pada percobaan tersebut. Hasil eksperimen ini digunakan untuk melihat kecenderungan nilai error yang dihasilkan pada percobaan data pengenalan huruf alphabet. Jika banyaknya unit pada dua lapisan tersembunyi yang digunakan tetap yaitu 40 unit pada lapisan kesatu dan 30 unit pada lapisan kedua, momentum(α ) = 0,9 dan nilai learning rate (

η

) yang digunakan berbeda-beda.

Tabel 4.2. Hasil SPSS Model Summary.

Training data Test data

Percobaan Banyak unit

tersembunyi

η

α Sum of

squares error

Relatif error

Sum of squares error

Relatif error

1 40 & 30 unit 0.1 0.9 2849 29,6% 1292 30,4%

2 40 & 30 unit 0.2 0.9 2671 27,3% 1270 30,7%

3 40 & 30 unit 0.3 0.9 2486 25,8% 1202 28,4%

4 40 & 30 unit 0.4 0.9 2592 26,1% 1195 27,8%

5 40 & 30 unit 0.5 0.9 2547 25,2% 1227 27,8%

6 40 & 30 unit 0.6 0.9 2325 24% 1106 26,1%

7 40 & 30 unit 0.7 0.9 2558 26,7% 1170 28,1%

8 40 & 30 unit 0.8 0.9 2709 27,3% 1210 28,7%

9 40 & 30 unit 0.9 0.9 2619 26,5% 1195 28,7%

10 40 & 30 unit 1 0.9 1924 26,5% 1184 27,5%


(3)

Hasil Eksperimen pada jaringan saraf buatan lapisan banyak yang dilakukan pada studi numerik data pengenalan huruf menggunakan 20.000 data. Hasil dari sepuluh percobaan eksperimen terdapat satu percobaan yang memiliki nilai error terbesar pada percobaan pertama yaitu pada training data relatif error sebesar 29,6% dan sum of squares error sebesar 2849 data dan pada test data sebesar relatif error sebesar 30,4% dan sum of squares error 1292 data. Sedangkan percobaan keenam memiliki nilai error terkecil yaitu pada training data relatif error sebesar 24% dan sum of squares error 2325 data dan pada test data sebesar relatif error sebesar 26,1% dan sum of squares error 1292 data.

Hasil dari sepuluh percobaan dengan parameter terdiri dari momentum, jumlah unit dan learning rate yang berbeda menyebabkan nilai error cenderung mengalami fluktuasi, keadaan ini disebabkan karena pada algoritma backpropagation bobot awal dilakukan secara acak dan faktor parameter yang mempengaruhi nilai disetiap iterasinya.


(4)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Cara kerja algoritma backpropagation dalam menentukan bobot awal yaitu dimulai dengan memilih bobot secara acak yang bernilai kecil antara -0,05 sampai dengan 0,05. Dalam algoritmanya bobot ini diperbaiki dalam setiap iterasinya hingga didapatkan jaringan saraf buatan yang terbaik dimana nilai output jaringan akan sama atau hampir sama dengan nilai target pada data.

Berdasarkan hasil percobaan, percobaan pertama memiliki nilai error sebesar 29,6% pada training data dan 30,4% pada test data, nilai percobaan ini merupakan nilai error terbesar dari sepuluh percobaan. Sedangkan percobaan keenam memiliki nilai error sebesar 24% pada training data dan 26,1% pada test data, nilai ini merupakan nilai terkecil pada sepuluh percobaan yang dilakukan.

Hasil dari sepuluh percobaan dengan parameter terdiri dari momentum, jumlah unit dan learning rate yang berbeda menyebabkan nilai error cenderung mengalami fluktuasi, keadaan ini disebabkan karena pada algoritma backpropagation bobot awal dilakukan secara acak dan faktor parameter yang mempengaruhi nilai disetiap iterasinya.


(5)

(6)

5.2. Saran

Algoritma backpropagation memiliki proses yang sangat panjang dan aturan-aturannya yang tidak dapat diaplikasikan secara mudah. Oleh karena itu, diharapkan skripsi selanjutnya dapat mengkaji lebih dalam mengenai berbagai macam aplikasi pada jaringan saraf buatan dengan metode yang berbeda sehingga dapat diterapkan kedalam dunia nyata, dalam hal ini pembuatan aplikasi menyeluruh yang secara langsung dapat digunakan oleh pengguna.(user).