Perbandingan Efektivitas Poly Aluminium Chloride (Pac) Dan Tawas Dalam Menurunkan Kadar Ammonia Nitrogen Pada Turbidity 590 Ntu Dengan Metode Spektrofotometri Dr/2400

(1)

PERBANDINGAN EFEKTIVITAS Poly Aluminium Chloride

(PAC) DAN TAWAS DALAM MENURUNKAN KADAR

AMMONIA NITROGEN PADA TURBIDITY 590 NTU DENGAN

METODE SPEKTROFOTOMETRI DR/2400

TUGAS AKHIR

OLEH :

GRACE SANDRA MARGARETHA PAKPAHAN

NIM : 122410053

PROGRAM STUDI DIPLOMA III

ANALIS FARMASI DAN MAKANAN

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat Tuhan yang Maha Esa, atas berkat dan anugerah-Nya yang masih memberikan kesehatan, sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan tugas akhir ini. Penulisan Tugas Akhir (TA) ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Pendidikan Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Tugas Akhir ini disusun berdasarkan data-data yang diperoleh di Laboratorium Instalasi Pengolahan Air PDAM Tirtanadi Hamparan Perak.

Penyusunan dan penyelesaian tugas akhir ini tidaklah semudah yang dibayangkan sebelumnya, namun berkat dorongan, semangat dan dukungan dari berbagai pihak menjadi kekuatan yang sangat besar hingga dapat terselesaikan. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang setulus-tulusnya kepada berbagai pihak atas bimbingannya dan bantuannya terutama kepada:

1.Ibu Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt., selaku wakil dekan 1 Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M. App. Sc.,Apt., Selaku Ketua Program Studi Diploma III Analis Famasi Dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dr. Poppy Anjelisa Z. Hsb., M.Si., Apt., selaku dosen pembimbing yang telah memberikan petunjuk dan saran dalam penyelesaikan Tugas Akhir ini


(4)

4. Bapak Rivai Edward Sebayang, ST selaku dosen pembimbing di laboratorium PDAM Tirtanadi di Hamparan Perak.

5. Seluruh pegawai dan staff di perusahaan daerah air minum PDAM TIRTANADI Hamparan Perak.

6. Teman saya Sartika, Tio, dan Susanti yang bekerja sama sepenuhnya sehingga terselesaikannya Praktek Kerja Lapangan, dan Seluruh teman-teman kuliah angkatan 2012 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terimakasih atas dukungan dan saran yang disampaikan.

Secara khusus kepada kedua orang tua saya, Drs. Allen Pakpahan dan Nurlela Hutabarat, yang memberikan dorongan dan motivasi demi terselesaikan tugas akhir ini

Dalam penyusunan tugas akhir ini, penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan, dikarenakan keterbatasan ilmu pengetahuan dan wawasan serta pengalaman yang penulis miliki. Untuk itu penulis mohon maaf atas segala kekurangan tersebut dan menerima segala saran dan kritik serta masukan yang bersifat kontruktif bagi diri penulis.

Akhir kata penulis berharap semoga tugas akhir ini bisa bermanfaat bagi penulis sendiri, maupun pembaca. Terimakasih.

Medan, 07 April 2015 Penulis,

Grace S M PakpahaN NIM. 122410053


(5)

Abstrak

Air Sungai Belawan digunakan sebagai air baku pada Instalasi Pengolahan Air PDAM Hamparan Perak. Permasalahan yang akan diteliti adalah bagaimana karakteristik air Sungai Belawan disebabkan aktivitas masyarakat disepanjang dan di sekitar alur Sungai Belawan, dan bagaimana status mutu air tersebut. Masalah utama dalam mengolah air sungai berhubungan dengan karakteristik spesifik yang dimilikinya yakni kualitas dari air tersebut belum memenuhi standar kualitas air untuk dikonsumsi.

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan jenis dan dosis koagulan yang tepat dalam proses pengolahan air baku menjadi air minum. Salah satu senyawa yang berakibat dalam pencemaran air sungai adalah kandungan ammonia Nitrogen. Kadar ammonia yang tinggi pada air sungai menunjukkan adanya pencemaran, akibatnya rasa air sungai kurang enak dan berbau. Pada air minum kadar ammonia harus nol dan air sungai di bawah 0,5 mg/L. Kadar Ammonia yang terdapat pada air baku Sungai Belawan adalah 4,11 mg/L. Adanya ammonia tergantung pada beberapa faktor yaitu sumber asalnya ammonia, tanaman air yang menyerap amoniak sebagai nutrient, konsentrasi oksigen dan temperatur. Oleh karena itu, untuk menurunkan atau menghilangkan kada Ammonia Nitrogen dalam air sungai digunakan koagulan yang berfungsi untuk menjernihkan. Koagulan yang digunakan seperti Poly Aluminium Chloride (PAC) dan Tawas (Aluminium Sulfat). PAC mampu menurunkan kadar Ammonia hingga 0,00 pada dosis yang optimum, sedangkan tawas 0,16 mg/L. Dari hasil ini diperoleh bahwa PAC lebih baik digunakan daripada tawas dalam pengolahan air minum.

Kata kunci : Air Sungai, PAC (Poly Aluminium Chloride), Tawas, Ammonia Nitrogen


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

ABSTRAK ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 3

1.3 Manfaat ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Pengertian Air ... 4

2.2 Air Sungai ... 5

2.3 Proses Pengolahan Air Baku ... 6

2.3.1 Proses Koagulasi ... 6

2.3.2 Proses Flokulasi ... 6

2.3.3 Proses Sedimentasi ... 7

2.3.4 Proses Penyaringan (Filtrasi) ... 7


(7)

2.3.6 Reservoir ... 7

2.4 Faktor Mempengaruhi Kualitas Air ... 8

2.4.1 Kekeruhan ... 8

2.4.2 Waktu Pengadukan ... 8

2.4.3 Pengaruh Temperatur ... 8

2.4.4 pH ... 8

2.5 Bahan Koagulan yang digunakan ... 9

2.5.1 Poly Aluminium Chloride (PAC) ... 9

2.5.2 Tawas (Aluminium Sulfat) ... 11

2.6 Metode Jar Test ... 12

2.7 Ammonia Nitrogen ... 13

2.8 Spektrofotometri ... 15

2.9 Analisa Ammonia dengan Spektrofotometri DR 2400 ... 17

BAB III METODE PERCOBAAN ... 18

3.1 Tempat ... 18

3.2 Sampel, Alat, dan Bahan ... 18

3.2.1 Sampel ... 18

3.2.2 Alat ... 18

3.2.3 Bahan ... 19

3.3 Prosedur Pengujian ... 19

3.3.1 Pembuatan Koagulan PAC ... 19

3.3.2 Pembuatan Koagulan Tawas ... 19


(8)

3.3.4 Pengukuran pH ... 20

3.3.5 Prosedur Jar Test ... 21

3.3.6 Analisa Ammonia Nitrogen ... 21

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23

4.1 Hasil Analisis ... 23

4.2 Pembahasan ... 24

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 25

5.1 Kesimpulan ... 25

5.2 Saran ... 25

DAFTAR PUSTAKA ... 26


(9)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Hasil Analisa Kadar Ammonia ... 23 Tabel 2. Syarat Kualitas Air Minum ... 28


(10)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Grafik Perbandingan PAC dan Tawas ... 22


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Alat dan Peraksi ... 30 Lampiran 2. Perhitungan mg/L Larutan Koagulan ... 31 Lampiran 3. Lembar Pengesahan Hasil Analisis ... 32


(12)

Abstrak

Air Sungai Belawan digunakan sebagai air baku pada Instalasi Pengolahan Air PDAM Hamparan Perak. Permasalahan yang akan diteliti adalah bagaimana karakteristik air Sungai Belawan disebabkan aktivitas masyarakat disepanjang dan di sekitar alur Sungai Belawan, dan bagaimana status mutu air tersebut. Masalah utama dalam mengolah air sungai berhubungan dengan karakteristik spesifik yang dimilikinya yakni kualitas dari air tersebut belum memenuhi standar kualitas air untuk dikonsumsi.

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan jenis dan dosis koagulan yang tepat dalam proses pengolahan air baku menjadi air minum. Salah satu senyawa yang berakibat dalam pencemaran air sungai adalah kandungan ammonia Nitrogen. Kadar ammonia yang tinggi pada air sungai menunjukkan adanya pencemaran, akibatnya rasa air sungai kurang enak dan berbau. Pada air minum kadar ammonia harus nol dan air sungai di bawah 0,5 mg/L. Kadar Ammonia yang terdapat pada air baku Sungai Belawan adalah 4,11 mg/L. Adanya ammonia tergantung pada beberapa faktor yaitu sumber asalnya ammonia, tanaman air yang menyerap amoniak sebagai nutrient, konsentrasi oksigen dan temperatur. Oleh karena itu, untuk menurunkan atau menghilangkan kada Ammonia Nitrogen dalam air sungai digunakan koagulan yang berfungsi untuk menjernihkan. Koagulan yang digunakan seperti Poly Aluminium Chloride (PAC) dan Tawas (Aluminium Sulfat). PAC mampu menurunkan kadar Ammonia hingga 0,00 pada dosis yang optimum, sedangkan tawas 0,16 mg/L. Dari hasil ini diperoleh bahwa PAC lebih baik digunakan daripada tawas dalam pengolahan air minum.

Kata kunci : Air Sungai, PAC (Poly Aluminium Chloride), Tawas, Ammonia Nitrogen


(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Air adalah substansi yang paling melimpah di permukaan bumi, merupakan komponen utama bagi semua mahluk hidup, dan merupakan kekuatan utama yang secara konstan membentuk permukaan bumi. Air juga merupakan faktor penentu dalam pengaturan iklim di permukaan bumi untuk kebutuhan manusia. Tetapi dengan semakin meningkatnya perkembangan sektor industri dan transportasi, baik industri migas, pertanian, industri kimia, industri logam dasar dan jenis aktivitas manusia lainnya, maka semakin meningkat pula pencemaran (polusi) pada air. Masuknya limbah industri, maupun limbah rumah tangga serta limbah lainnya kedalam suatu perairan dapat menyebabkan menurunnya kualitas perairan tersebut (Nugroho, 2006).

Limbah industri adalah bahan sisa (buangan) yang dihasilkan dari suatu proses produksi industri, limbah ini dapat berupa gas, debu, cairan atau padatan. Limbah ini dikenal dengan limbah B3 (bahan beracun dan berbahaya). Bahan ini mempunyai potensi merusak lingkungan kehidupan dan sumber daya alam. Limbah memiliki dampak yang cukup mengkhawatirkan, terutama yang bersumber dari pabrik industri kimia, dikarenakan bahan yang beracun dan berbahaya banyak digunakan sebagai bahan baku industri (Gintings, 1982).

Sungai Belawan merupakan sumber air baku untuk Instalasi Pengolahan Air PDAM Tirtanadi Hamparan Perak. Permasalahan yang akan diteliti adalah bagaimana karakteristik air Sungai Belawan disebabkan aktivitas masyarakat di


(14)

sepanjang dan di sekitar alur Sungai Belawan, bagaimana status mutu air Sungai Belawan yang dijadikan sebagai bahan baku utama Instalasi Pengolahan Air Hamparan Perak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Status Mutu Air Sungai Belawan, untuk parameter yang mempengaruhi sebelum IPA Hamparan Perak adalah Ammonia bebas (NH3-N) (Effendi, 2003).

Proses pengolahan bertujuan untuk menjernihkan air baku, membebaskan dari bau dan rasa, mengurangi efek korosi pada pipa serta menghilangkan bakteri patogen. Setiap tahapan proses pengolahan terjadi perbaikan atau penghilangan unsur padatan dan kimia yang terkandung dalam air baku dengan menggunakan koagulan PAC dan tawas (Effendi, 2003).

Menurut Peraturan Pemerintahan RI Nomor 82 Tahun 2001 tanggal 14 Desember 2001, syarat maksimal ammonia bebas adalah 0,5 mg/L, dan pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 492/MENKES/PER/ IV/2010 kadar maksimum ammonia yang diperbolehkan adalah 1,5 mg/L. Apabila kadar ammonia yang terkandung di dalam air melebihi persyaratan yang telah ditetapkan, maka akan berdampak buruk bagi mahkluk hidup yang menggunakannya, seperti hewan, tumbuhan, dan manusia (PERMENKES, 2010).

Kandungan Amoniak dalam air sangat berbahaya bagi kehidupan terutama bila amoniak berada dalam wujud amoniak bebas, karena bersifat sebagai toksik (racun). Penggunaan air yang mengandung amoniak dalam waktu lama dapat juga menyebabkan penyakit kanker, karena amoniak bersifat karsinogenik atau bahan yang dapat menimbulkan kanker (Nugroho, 2006).


(15)

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui kadar Amonia Nitrogen sebelum dan sesudah penambahan koagulan Poly Aluminum Chloride (PAC) dan tawas (Aluminium Sulfat)

2. Mengetahui apakah kadar Amonia Nitrogen dalam air bersih hasil pengolahan PDAM Hamparan Perak sudah memenuhi persyaratan PERMENKES No.492/MENKES/PER/IV/2010.

3. Mengetahui perbandingan efektivitas koagulan yang paling baik digunakan dalam menurunkan kadar ammonia di Instalasi Pengolahan Air PDAM Hamparan Perak

1.3 Manfaat Penelitian

Penulis ingin memberikan informasi koagulan mana yang efektifitasnya paling berpengaruh terhadap amoniak pada air baku (air sungai) dan menganalisis kadar amoniak di dalam air baku (air sungai dengan metode Jar Test dan Spektrofotometri) yang bermanfaat untuk menambah wawasan penulis mengenai cara menganalisa amoniak pada air baku dan air reservoir yang terdapat di PDAM Tirtanadi IPA Hamparan Perak serta bermanfaat dalam mengetahui syarat ambang batas amoniak di dalam air bersih.


(16)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Air

Air adalah zat atau unsur penting bagi semua bentuk kehidupan. Manusia dan semua makhluk hidup butuh air. Air merupakan material yang membuat kehidupan terjadi di bumi. Tumbuhan dan binatang juga membutuhkan air sehingga dapat dikatakan air merupakan salah satu sumber kehidupan. Semua organisme hidup terdiri dari sel-sel yang berisi air sedikitnya 60% dan aktivitas metaboliknya mengambil tempat di larutan air (Kodoatie, 2012).

Berdasarkan kegunaannya, air dapat dimanfaatkan untuk irigasi, transportasi, pembangkit tenaga listrik, pariwisata, dan untuk air minum. Menurut dokter dan ahli kesehatan, manusia wajib minum air putih 8 gelas per hari. Tubuh manusia terdiri dari 60-70% air. Transportasi zat-zat makanan dalam tubuh semuanya dalam bentuk larutan dengan pelarut air. Untuk tanaman, kebutuhan air juga mutlak. Pada kondisi tidak ada air terutama pada musim kemarau, tanaman akan segera mati. Sehingga dalam pertanian disebutkan bahwa kekeringan merupakan bencana terparah dibandingkan bencana lainnya. Bila kebanjiran, tanaman masih bisa hidup, kekurangan pupuk masih bisa diupayakan namun tanaman akan mati saat tak ada air pada bencana kekeringan (Kodoatie, 2012).

Sebagaimana kita ketahui bahwa sumber daya air diperoleh dengan cara menampung air hujan, mengambil dari mata air, sungai, danau atau berasal dari dalam tanah yang berupa air tanah dangkal maupun air tanah dalam (Noor, 2006).


(17)

2.2 Sungai

Sungai adalah suatu saluran drainase yang terbentuk secara alamiah. Sungai mempunyaai peranan yang sangat besar bagi perkembangan peradaban manusia di seluruh dunia ini, yakni dengan menyediakan daerah-daerah subur yang umumnya terletak di lembah-lembah sungai dan sumber air sebagai sumber kehidupan yang paling utama bagi kemanusiaan. Demikian pula sungai menyediakan dirinya sebagai sarana transportasi guna meningkatkan mobilitas serta komunikasi antar manusia (Sosrodarsono, 1994).

Selain itu sungai berguna pula sebagai tempat yang ideal untuk pariwisata, pengembangan perikanan dan sarana lalu-lintas sungai. Ruas-ruas sungai yang melintasi daerah pemukiman yang padat biasanya dipelihara dengan sebaik-baiknya dan dimanfaatkan oleh penduduk sebagai ruang terbuka yang sangat berharga. Sungai-sungai berfungsi pula sebagi saluran pembuang untuk menampung air selokan kota dan air buangan dari areal-areal pertanian (Sosrodarsono, 1994).

Aliran sungai diklasifikasikan dalam empat tahapan, yaitu stadium lahir, muda, dewasa dan umur tua. Pada stadium lahir sungai air tanah berperan penting pada stadium ini sehingga kalau musim kemarau sungai muda masih didukung oleh aliran air tanah tetapi aliran sungai berjalan secara kontinu. Sungai stadium dewasa, air sungai umumnya bersih dan lebih dalam dibandingkan sungai muda sedangkan sungai tua lebih dalam lagi telah hampir mencapai tingkat dasar geologinya (Achmad, 2004).


(18)

Sebagian besar keperluan air sehari-hari berasal dari sumber air tanah dan sungai, air yang berasal dari PDAM (air ledeng) juga bahan bakunya berasal dari sungai. Oleh karena itu, kuantitas dan kualitas sungai sebagai sumber air bersih harus dipelihara (Achmad, 2004).

Kuantitas dan kualitas air yang sesuai dengan kebutuhan manusia merupakan faktor penting yang menentukan kesehatan hidupnya. Kuantitas air berhubungan dengan adanya bahan-bahan lain terutama senyawa-senyawa kimia baik dalam bentuk senyawa organik maupun anorganik juga adanya mikroorganisme yang memegang peranan penting dalam menentukan komposisi air (Achmad, 2004).

2.3. Proses Pengolahan Air Baku 2.3.1 Proses Koagulasi

Koagulasi adalah proses pencampuran bahan kimia (koagulan) dengan air baku sehingga membentuk campuran yang homogen. Dengan koagulasi, partikel-partikel koloid akan saling menarik dan mengumpal membentuk flok. Partikel-partikel koloid yang terbentuk umumnya terlalu sulit untuk dihilangkan jika hanya dengan pengendapan secara gravitasi. Tetapi apabila koloid-koloid tersebut distabilkan dengan cara agregasi atau koagulasi menjadi partikel yang lebih besar, maka koloid-koloid tersebut dapat dihilangkan (Margareth dkk, 2012).

Dalam proses koagulasi ini, air sungai yang telah tersedot diberi zat koagulasi kimia, misalnya aluminium sulfat, dengan dosis bervariasi antara 5-40 mg/L bergantung pada turbiditas, warna, suhu, dan pHnya (Margareth dkk, 2012).


(19)

2.3.2 Proses Flokulasi

Flokulasi adalah suatu mekanisme dimana flok kecil yang sudah terbentuk dalam proses koagulasi tadi membentuk flok yang lebih besar untuk bisa mengendap. Proses flokulasi dalam pengolahan air bertujuan untuk mempercepat proses penggabungan flok-flok yang telah dibibitkan pada proses koagulasi. Partikel-partikel flok yang telah distabilkan selanjutnya saling bertumbukan serta melakukan proses tarik-menarik dan membentuk flok yang ukurannya makin lama makin besar serta mudah mengendap (Margareth dkk, 2012).

2.3.3 Proses Sedimentasi

Partikel yang mempunyai berat jenis lebih besar daripada berat jenis air akan mengendap ke bawah dan yang lebih kecil akan melayang atau mengapung. Secara lebih terperinci sedimentasi merupakan proses pengendapan flok yang telah terbentuk pada proses flokulasi(Margareth dkk, 2012).

2.3.4 Proses Penyaringan (filtrasi)

Prinsip dasar filtrasi adalah proses penyaringan partikel secara fisik, kimia dan biologi untuk menyaring partikel yang tidak terendapkan dalam proses sedimentasi melalui media berpori.

2.3.5 Proses Desinfeksi

Pembubuhan desinfektan tersebut dilakukan pada air yang sudah mengalami penyaringan sebelum air tersebut ditampung dan disalurkan pada konsumen. Penambahan senyawa klor aktif pada air bersih untuk membunuh organisme bakteriologis khususnya organisme pathogen yang dapat menyebabkan penyakit dan kematian pada manusia (Margareth dkk, 2012).


(20)

2.3.6 Reservoir

Reservoir berfungsi sebagai tempat penampungan air bersih yang telah disaring melalui filter. Air bersih yang mengalir dari saringan pasir cepat (filter) ke reservoir dibubuhi kapur untuk menaikkan pH atau untuk mencapai pH yang sesuai. Air ini sudah menjadi air bersih yang siap digunakan dan harus dimasak terlebih dahulu untuk kemudian dapat dijadikan air minum (Margareth dkk, 2012).

2.4. Faktor Mempengaruhi Kualitas Air

Beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas air diantaranya adalah:

2.4.1 Kekeruhan

Air dengan kekeruhan yang tinggi lebih mudah untuk diolah, namun membutuhkan dosis koagulan yang lebih tinggi dan menghasilkan lumpur yang lebih banyak, sebaliknya air dengan kekeruhan yang rendah akan sulit untuk dikoagulasi karena kesulitan dalam kontak dengan partikel koloid (Gintings, 1992).

2.4.2 Waktu pengadukan

Waktu pengadukan berpengaruh terhadap efektifitas tumbukan yang terjadi antara partikel koloid dan koagulasi. Waktu pengadukan yang terlalu lama akan menyebabkan flok yang terbentuk pada proses flokulasi akan hancur kembali membentuk unit-unit berukuran kecil. Waktu yang terlalu pendek pun akan menimbulkan proses reaksi yang tidak sempurna, karena ketidakhomogenan zat-zat yang digunakan pada pengolahan (American Water Work Association, 1990).


(21)

2.4.3 Pengaruh temperatur

Penurunan temperatur suatu koloid akan menyebabkan kenaikan viskositas, sehingga kecepatan mengendap partikel akan berkurang (Gintings, 1992).

2.4.4 pH

Untuk setiap jenis air, ada suatu daerah pH yang memungkinkan terjadinya proses koagulasi dan flokulasi yang baik dengan waktu yang singkat. Daerah pH tersebut juga dipengaruhi oleh komposisi kimia air, jenis dan konsentrasi koagulasi yang digunakan (Gintings, 1992).

2.5. Bahan Koagulan yang digunakan

Koagulan adalah zat kimia yang digunakan untuk pembentukan flok pada proses pencampuran (koagulasi-flokulasi). Koagulan menyebabkan destabilisasi muatan negatif partikel di dalam suspensi. Secara umum koagulan berfungsi untuk mengurangi kekeruhan akibat adanya partikel koloid anorganik maupun organik, mengurangi warna yang diakibatkan oleh partikel koloid di dalam air, mengurangi rasa dan bau yang diakibatkan oleh partikel koloid di dalam air, menurun atau menaikkan pH (Rifa’i, 2007).

2.5.1 Poly Aluminium Chloride (PAC)

Poly Aluminium Chloride (PAC) adalah suatu persenyawaan anorganik komplek, mempunyai rumus umum Aln(OH)mCl3n-m. Poly Aluminium Chloride

adalah garam yang dibentuk oleh aluminium-aluminium klorida khususnya digunakan untuk memberi daya koagulasi dan flokulasi yang besar dibandingkan garam-garam aluminium lainnya (Anugrah, 2013).


(22)

Poly Aluminium Chloride mempunyai derajat polimerisasi yang tinggi, suatu bentuk polimer anorganik dengan bobot molekul yang besar. Poly Aluminium Chloride sangat baik digunakan untuk air yang mempunyai alkalinitas rendah yang membutuhkan penghilang warna dan waktu reaksi yang cepat. Bentuk PAC dapat berupa cairan jernih kekuningan atau serbuk berwarna kekuningan. Poly Aluminium Chloride mengandung Al2O3 sebanyak 10-12% dan kandungan basa

minimal 50% (Anugrah, 2013).

Beberapa keunggulan yang dimiliki PAC dibanding koagulan lainnya adalah :

1. Poly Aluminium Chloride dapat bekerja di tingkat pH yang lebih luas, dengan demikian tidak diperlukan pengoreksian terhadap pH, terkecuali bagi air tertentu.

2. Poly Aluminium Chloride tidak menjadi keruh bila pemakaiannya berlebihan, sedangkan koagulan yang lain (seperti aluminium sulfat, besi klorida dan fero sulfat) bila dosis berlebihan bagi air yang mempunyai kekeruhan yang rendah akan bertambah keruh. Jika digambarkan dengan suatu grafikuntuk PAC adalah membentuk garis linear artinya jika dosis berlebih maka akan didapatkan hasil kekeruhan yang relatif sama dengan dosis optimum sehingga penghematan bahan kimia dapat dilakukan.

3. Kandungan belerang dengan dosis cukup akan mengoksidasi senyawa karboksilat rantai siklik membentuk alifatik dan gugusan rantai hidrokarbon yang lebih pendek dan sederhana sehingga mudah untuk membentuk flok.


(23)

3. Kandungan basa yang cukup akan menambah gugus hidroksil dalam air sehingga penurunan pH tidak terlalu ekstrim sehingga penghematan dalam penggunaan bahan untuk netralisasi dapat dilakukan.

4. Poly Aluminium Chloride lebih cepat membentuk flok daripada koagulan biasa ini diakibatkan dari gugus aktif aluminat yang bekerja efektif dalam mengikat koloid yang ikatan ini diperkuat dengan rantai polimer dari gugus polielektrolite sehingga gumpalan floknya menjadi lebih padat, penambahan gugus hidroksil kedalam rantai koloid yang hidrofobik akan menambah berat molekul, dengan demikian walaupun ukuran kolam pengendapan lebih kecil atau terjadi over-load bagi instalasi yang ada, kapasitas produksi relatif tidak terpengaruh (Anugrah, 2013).

2.5.2 Tawas (Aluminium Sulfat)

Tawas atau alum adalah sejenis koagulan dengan rumus kimia Al2SO4. 11

H2O atau 14 H2O. Alum merupakan salah satu senyawa kimia yang dibuat dari

dari molekul air dan dua jenis garam, salah satunya biasanya Al2(SO4)3. Kristal

tawas ini cukup mudah larut dalam air, dan kelarutannya berbeda-beda tergantung pada jenis logam dan suhu. Tawas telah dikenal sebagai flocculator yang berfungsi untuk menggumpalkan kotoran-kotoran pada proses penjernihan air. Sebagai koagulan, tawas sangat efektif untuk mengendapkan partikel yang melayang baik dalam bentuk koloid maupun suspensi (Alearts, 1987).

Gugus utama dalam proses koagulasi adalah senyawa aluminat yang optimum pada pH netral. Apabila pH tinggi atau boleh dikatakan kekurangan dosis maka air akan nampak seperti air baku karena gugus aluminat tidak


(24)

terbentuk secara sempurna. Akan tetapi apabila pH rendah atau boleh dikata kelebihan dosis maka air akan tampak keputih–putihan karena terlalu banyak konsentrasi alum yang cenderung berwarna putih (Alearts, 1987).

Aluminium Sulfat atau alum, diproduksi dalam bentuk padatan atau cairan. Banyak dipakai karena harganya relatif murah dan efektif untuk mengolah air dengan kekeruhan yang tinggi dan baik dipakai bersama-sama dengan zat koagulan pembantu. Dibandingkan dengan garam besi, alum tidak menimbulkan pengotoran yang serius pada dinding bak. Salah satu kekurangannya adalah flok yang terjadi lebih ringan dibanding flok koagulan garam besi dan selang pH lebih sempit yaitu 5,5 – 8,5. Alum padat umumnya dipakai dalam bentuk larutan dengan konsentrasi 5–10 % untuk skala kecil dan untuk skala besar 20 30 % (Susana, 2010).

2.6 Metode Jar Test

Jar test adalah suatu percobaan yang berfungsi untuk menentukan dosis optimal dari koagulan pada proses pengolahan air bersih dan salah satu simulasi dari beberapa metoda yang paling umum dipakai untuk menilai efisiensi suatu proses koagulasi dan flokulasi. Kekeruhan air dapat dihilangkan melalui pembubuhan koagulan. Umumnya koagulan tersebut berupa Al2(SO4)3, namun

dapat pula berupa garam FeCl3 atau sesuatu poli-elektrolit organis (Hanum, 2002)

Jar test mensimulasikan proses koagulasi dan flokulasi dalam proses pengolahan limbah sehingga membantu operator pengolahan limbah untuk menentukan jumlah bahan kimia yang tepat. Data yang didapat dengan


(25)

melakukan jar tes antara lain dosis optimum penambahan koagulan, lama pengendapan serta volume endapan yang terbentuk. Jar Test yang dilakukan adalah untuk membandingkan kinerja kogulan yang digunakan untuk mengendapkan padatan tersuspensi yang terdapat pada air sungai. Koagulan yang digunakan adalah Tawas dan Poly Aluminium Chloride (PAC) (Suryadiputra, 1994).

Jar test berfungsi untuk menentukan dosis optimal dari koagulan (biasanya tawas/alum) yang digunakan pada proses pengolahan air bersih. Kekeruhan air dapat dihilangkan melalui pembubuhan koagulan. Umumnya koagulan tersebut berupa Al2(SO4)3, namun dapat pula berupa garam FeCl3 atau sesuatu

poly-elektrolit organis. Selain pembubuhan koagulan diperlukan pengadukan sampai terbentuk flok. Flok-flok ini mengumpulkan partikel-partikel kecil dan koloid yang tumbuh dan akhirnya bersama-sama mengendap (Suryadiputra, 1994).

Jar test memberikan data mengenai kondisi optimum untuk parameter-parameter proses seperti :

a. Dosis koagulan dan koagulan pembantu b. pH

c. Metode pembubuhan bahan kimia (pada atau dibawah permukaan air, pembubuhan beberapa bahan kimia secara bersamaan atau berurutan)

d. Kecepatan larutan kimia

e. Waktu dan intensitas pengadukan cepat dan pengadukan lambat (flokulasi) f. Waktu penjernihan ( Margareth dkk, 2012).


(26)

2.7 Ammonia Nitrogen

Ammonia adalah bahan kimia dengan formula kimia NH3. Molekul

ammonia mempunyai bentuk segi tiga. Ammonia (NH3) dan garam-garamnya

bersifat mudah larut dalam air dengan membentuk larutan yang bersifat basa. Di dalam air, nitrogen ammonia berada dalam 2 bentuk, yaitu ammonia (NH3) dan

ammonium (NH4+), menurut reaksi keseimbangan berikut : NH3 + H2O ⇔ NH4+ + OH− (Riwayati, 2010).

Keseimbangan antara NH3 dan NH4+ dipengaruhi oleh temperatur, akan

tetapi perbandingan antara NH3 dan NH4+ sangat dipengaruhi pH. Larutan

ammonia dengan air mempunyai sedikit amonium hidroksida (NH4OH). Sumber

ammonia di perairan adalah pemecahan nitrogen organik (protein dan urea) dan nitrogen anorganik yang terdapat di dalam tanah dan air yang berasal dari dekomposisi bahan organik oleh mikroba dan jamur (amoniafikasi) (Riwayati, 2010 ).

Selain itu, sumber ammonia adalah reduksi gas nitrogen yang berasal dari proses difusi udara atmosfer, banyak terkandung dalam limbah cair, baik limbah domestik, limbah pertanian, maupun limbah dari pabrik, terutama pabrik pupuk nitrogen. Kadar ammonia yang tinggi pada air sungai menunjukkan adanya pencemaran, akibatnya rasa air sungai kurang enak dan berbau. Pada air minum kadar ammonia harus nol dan air sungai di bawah 0,5 mg/L. Adanya ammonia tergantung pada beberapa faktor yaitu sumber asalnya ammonia, tanaman air yang menyerap amoniak sebagai nutrient, konsentrasi oksigen dan temperatur. Ammonia ini disebut juga nitrogen ammonia, dihasilkan dari pembusukan secara


(27)

bakterial zat-zat organik. Air limbah yang masih baru (segar) secara relatif berkadar ammonia bebas rendah dan berkadar nitrogen organik tinggi. Nitrogen ammonia berkurang kadarnya ketika air limbah dibenahi sedangkan keseimbangan tercapai (Nainggolan, 2011).

Kandungan ammonia dalam air yang terdapat dalam air limbah industri sangat berbahaya bagi kehidupan manusia, bila ammonia berada dalam wujud ammonia bebas karena bersifat sebagai toksik (racun). Sedangkan ammonia dalam bentuk senyawa maupun ion sudah berkurang toksisitasnya. Senyawa amoniak dapat ditemukan dimana-mana, dari kadar beberapa mg/l pada air permukaan dan air tanah hingga mencapai 30 mg/l lebih pada air buangan. Kadar amoniak yang tinggi pada air sungai menunjukkan adanya pencemaran (Nugroho, 2006).

Ammonia cair dapat menyebabkan kulit melepuh seperti luka bakar dan dapat juga mengakibatkan iritasi pada kulit, mata dan saluran pernafasan. Bahkan bisa menyebabkan mual, muntah, dan pingsan. Penggunaan ammonia dalam waktu yang lama dapat menyebabkan penyakit kanker karena ammonia bersifat karsinogenik atau bahan yang dapat menimbulkan kanker (Nugroho, 2006 ).

Konsentrasi amoniak dapat berubah-ubah sepanjang tahun. Pada musim panas konsentrasi senyawa ini dapat sangat rendah, hal ini disebabkan amoniak diserap oleh tumbuhan, selain itu dapat dipengaruhi oleh temperatur air yang tinggi yang dapat mempengaruhi proses nitrifikasi. Sedangkan pada suhu yang rendah yaitu musim dingin sewaktu pertumbuhan bakteri berkurang dan proses nitrifikasi berjalan lambat menyebabkan konsentrasi amoniak pada sungai tinggi. Perubahan derajat keasaman pH dapat berpengaruh terhadap tingkat toksisitas


(28)

ammonia, dengan semakin rendah pH air maka semakin rendah daya racun ammonia dan sebaliknya semakin tinggi pH air, semakin tinggi pula daya racunnya. Batas toleransi ikan terhadap pH berkisar antara 4,0-11,0 (Mulyanto, 2007).

2.8 Spektrofotometri

Analisis dengan sistem ini cara kerjanya berdasarkan atas pengukuran energi cahaya yang diserap oleh larutan dalan suatu suspensi. Dalam sistem kolorimetri ini, sinar alamiah (putih) digunakan sebagai sumber cahaya dan medianya adalah suatu media berwarna. Larutan standar diukur dan dibandingkan dengan larutan blanko, sedangkan larutan sampel diukur berdasarkan larutan standar menurut besarnya absorben (Khopkar, 1990).

Menurut buku panduan Hach Company (2004), Spektrofotometer DR 2400 adalah salah satu metode yang digunakan untuk menganalisis kandungan nutrien di dalam air. Beberapa petunjuk yang mengatakan bahwa dalam penggunaannya jangan menempatkan botol yang lebih panas dari 100 ° C (212 ° F) ke salah satu adapter sel sampel dan jangan dalam kondisi basah harus dalam kondisi kering (Khopkar, 1990).

Beberapa bagian buku panduan berikut berisi informasi dalam bentuk peringatan, dan catatan yang memerlukan perhatian khusus. Hanya teknisi yang memenuhi syarat untuk melakukannya. Untuk memverifikasi kinerja fotometrik dari DR/2400 dengan standar, instrumen nol harus dilakukan pada "seperti" standar untuk memperoleh kemampuan kinerja maksimum dari instrumen. Contoh


(29)

berikut memberikan metode untuk memeriksa akurasi fotometri menggunakan standar kaca dengan DR/2400 yang paling sesuai dengan kinerja yang diperoleh ketika kosong digunakan dalam Hach metode analisis air. Pertama kali instrumen dihidupkan, layar pemilihan bahasa akan muncul. Pilih bahasa, lalu tekan OK. Pada setiap instrumen power-up, kalibrasi panjang gelombang akan dilakukan secara otomatis, dan kemudian Menu Utama akan muncul.

1. Dengan instrumen off, tekan tombol Power dan terus ke bawah sampai layar pemilihan bahasa muncul.

2. Pilih bahasa, lalu tekan OK. Layar menu akan muncul dalam bahasa yang dipilih.

3. Lalu pilih tekan Hach program pilih program yang sesuai dengan zat yang akan di analisis kemudian ikuti aturan selanjutnya (Hach Company, 2004).

2.9 Analisa Kadar Ammonia dengan Spektrofotometer DR 2400

Kadar ammonia dapat dianalisis menggunakan Spektrofotometer dengan penambahan pereaksi Mineral Stabilizer, Polyvinly Alcohol, Dispersing Agent dan Larutan Nessler. Cara yang lebih teliti melibatkan destilasi ammonia dan penggunaan spektrofotometer. Penentuan ammonia dengan pereaksi Nessler. Penentuan ammonia bergantung pada kenyataan bahwa ion ammonia memberikan warna coklat kekuningan dengan pereaksi Nessler, dan bahwa intensitas warna berbanding langsung dengan jumlah ammonia yang ada. Pada Spektrofotometri DR/2400 digunakan program Hach Ammonia Nessler 380.


(30)

BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN 3.1 Tempat

Pengujian Efektivitas PAC (Poly Aluminium Chloride) dan tawas (Aluminium Sulfat) dalam menurunkan kadar Ammonia Nitrogen (NH3-N) dilakukan di laboratorium Pengendalian Mutu, Instalasi Pengolahan Air PDAM TIRTANADI Hamparan Perak, Desa Klambir V Hamparan Perak, Kab. Deli Serdang.

3.2. Sampel, Alat, dan Bahan 3.2.1 Sampel

Air baku yang digunakan PDAM TIRTANADI Hamparan Perak adalah air sungai Belawan Hamparan Perak yang harus melalui proses pengolahan.

Air reservoir adalah air yang telah melalui berbagai proses pengolahan, seperti koagulasi, flokulasi, dan desinfeksi. Air tersebut telah bersih dan bebas dari bakteri yang ditampung di bak reservoir untuk diteruskan kepada konsumen.

3.2.2 Alat

− Beaker gelas 1000 ml

− Spektrophotometer DR/ 2400

− Erlenmeyer

− Kuvet 10 ml

− Pipet tetes


(31)

3.2.3 Bahan

− Sampel Air Baku

− Sampel Air Reservoir

Mineral Stabilizer

Polyvinly Alcohol Dispersing Agent

− Larutan Nessler

− Akuades

− Tisue

3.3. Prosedur Pengujian

3.3.1 Prosedur Pembuatan Koagulan PAC

a. Disiapkan bahan dan alat yang digunakan

b. Ditimbang serbuk PAC sebanyak 2,5 g dengan konsentrasi 0,5%

c. Dilarutkan dalam 500 ml akuades, lalu dihomogenkan dengan magnetic stirer selama 5 menit.

3.3.2 Prosedur Pembuatan Koagulan Tawas

a. Disiapkan bahan dan alat yang digunakan

b. Ditimbang serbuk tawas sebanyak 2,5 g dengan konsentrasi 0,5%

c. Dilarutkan dalam 500 ml akuades, lalu dihomogenkan dengan magnetic stirer selama 5 menit.

3.3.3 Penetapan Kekeruhan (Turbidity)

a. Disiapkan peralatan


(32)

c. Tekan tombol “I/O” (power) pada alat turbidimeter di layar akan menunjukkan angka 0,00 NTU

d. Di dalam botol yang telah diisi air, tutup botol dan bersihkan permukaan/ dinding luar botol dari kotoran yang menempel

e. Dimasukkan botol sampel ke dalam alat turbidimeter dan tutup penutup alat tersebut. Tekan tombol READ yang ada di alat, catat hasil pembacaan yang ditunjukan pada alat turbidimeter.

3.3.4 Pengukuran pH

a. Diisi kedua kuvet sampai tanda batas

b. Diteteskan indikator BTB sebanyak 2-3 tetes pada salah satu kuvet dan aduk sampai rata

c. Diletakkan kuvet di sebelah kanan tempat comparator sebagai sampel dan letakkan ke dua sebagai blanko di sebelah kiri comparator

d. Bandingkan warna sampel yang telah diteteskan indikator BTB dengan disc comparator sebagai perbandingan warna

e. Perbandingan warna terhadap sampel dengan cara memutar disc comparator, jika warna tidak sama terhadap sampel atau mendekati maka dilihat nilai yang paling mendekati

f. Dicatat hasil pengukuran ke dalam formulir mutu.

3.3.5 Prosedur Jar Test

a. Disiapkan bahan dan alat yang digunakan

b. Disiapkan 6 beaker gelas 1000 ml, isi dengan dengan air baku sampai garis tanda


(33)

c. Dipipet beberapa ml PAC dan tawas sesuai dengan dosis yang ditetapkan kedalam beaker yang telah berisi sampel

d. Dimasukkan ke dalam alat jar test

e. Dihidupkan alat Jar Test, lalu diturunkan alat pengadukan Jar test di tengah beaker gelas

f. Diatur kecepatan 140 pada alat, dan dilakukan selama 5 menit. Lalu dilanjutkan dengan kecepatan 50, selama 10 menit.

g. Dimatikan alat, dan dibiarkan flok-flok yang telah terbentuk endapan selama 20 menit.

h. Diukur kekeruhan dengan menggunakan alat turbidimeter dan pH dengan potensiometri.

3.3.6 Prosedur Analisa Kadar Amoniak Nitrogen

a. Disiapakan bahan dan alat yang digunakan

b. Tekan power pada alat Spektrofotometer DR/2400, lalu tekan Hach c. Pilih program 380 N Amoniak Nessler

d. Tekan Start, layar akan menunjukkan mg/L NH3-N

e. Isi Cell pertama denagan 25 ml sampel air sebagai sampel f. Isi sel kedua dengan 25 ml aquadest sebagai blanko

g. Tambahkan 3 tetes Mineral Stabilizer kedalam masing-masing Cell, tutup dan aduk beberapa saat hingga larutan homogen

h. Tambahkan 3 tetes Polyvinyl Alcohol Dispersing Agentkedalam masing-masing Cell, tutup dan aduk hingga homogen


(34)

i. Tambahkan 1,0 ml larutan Nessler ke dalam masing-masing Cell, tutup dan aduk hingga homogen

j. Tekan tanda timer, lalu tekan ok 1 menit masa reaksi akan dimulai, setelah waktu tercapai layar akan menampilkan mg/L NH3-N

k. Masukkan botol blanko pada dudukan cell, lalu tutup

l. Tekan zero, maka layar akan menunjukkan 0.00 mg/L NH3-N

m. Kemudian masukkan botol sampel pada dudukan cell, lalu tutup, tekan Read, catat hasil NH3-N yang ditunjuk pada layar.


(35)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil

Data hasil Perbandingan Efektivitas PAC (Poly Aluminium Cloride) dan Tawas (Alumium Sulfat) dalam menurunkan kadar Ammonia pada Turbidity 590 NTU Menggunakan Alat Jar Test, pada sampel air sungai Belawan kadar awal 4,11 mg/L tanggal 26 Februari 2015 yang dilakukan pada jam 10.00 Wib dimana dosis PAC dan tawas 0,5 % adalah:

No Dosis (ppm) Volume Koagulan

(ml)

Kekeruhan (NTU) Kadar Ammonia (mg/L) PAC Tawas PAC Tawas

1 25 5 1,53 47,6 0,1 0,48

2 27 5,4 1,09 23,6 0,05 0,32 3 29 5,8 0,99 2,35 Underrange 0,16

Grafik 1. Perbandingan efektivitas PAC dan Tawas terhadap Ammonia Nitrogen

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5

25 27 29

K ad ar A m on ia Dosis

Efektivitas PAC dan Tawas dalam Menurunkan Kadar

Amonia Nitrogen

PAC Tawas


(36)

4.2 Pembahasan

Berdasarkan PERMENKES Nomor 492/MENKES/PER/IV/2010 tentang kualitas air minum, kadar maksimal ammonia yang diperbolehkan adalah 1,5 mg/L. Dalam hal ini, air hasil olahan PDAM Hamparan Perak sudah memenuhi syarat kualitas air minum. Dilihat dari perbandingan di atas, bahwa PAC lebih banyak menurunkan kadar Ammonia daripada tawas pada dosis tertinggi. Oleh karena itu, koagulan yang paling baik digunakan dalam pengolahan air bersih adalah PAC (Poly Aluminium Chloride).

Poly Aluminium Chloride lebih efektif dalam menurunkan kekeruhan air baku. Poli Aluminium klorida merupakan polimer anorganik dengan bobot molekul tinggi. Poly Aluminium Chloride sangat mudah dihidrolisis, menghasilkan polihidroksida dengan rantai molekul yang panjang dan muatan listrik yang besar dalam larutan sehingga akan semakin banyak mendestabilisasi koloid dibandingkan dengan alum yang merupakan koagulan anorganik nonpolimer. Poly Aluminium Chloride lebih cepat membentuk flok daripada koagulan biasa. Hal ini diakibatkan gugus aktif aluminat bekerja efektif mengikat koloid dan ikatan ini diperkuat oleh rantai polimer dari gugus polielektrolit sehingga gumpalan floknya menjadi lebih padat. Penambahan gugus hidroksil ke dalam rantai koloid yang hidrofobik akan menambah bobot molekul. Kandungan basa yang cukup akan menambah hidroksida dalam air sehingga penurunan pH tidak terlalu ekstrem dan dapat menghemat penggunaan bahan penetral (Effendi 2003).


(37)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

a. Kadar Ammonia Nitrogen dalam air sebelum penambahan koagulan PAC (Poly Aluminium Chloride) dan tawas (Aluminium Sulfat) dengan menggunakan Spektrofotometer DR/2400 adalah 4,11 mg/L, setelah penambahan koagulan PAC dengan dosis optimum, kadar Amonia yaitu 0,00 mg/L, sedangkan penambahan koagulan Tawas sebesar 0,16 mg/L. b. Setelah dilakukan uji Ammonia Nitrogen dengan PAC dan tawas pada

dosis yang optimum diperoleh bahwa air reservoir pengolahan PDAM Hamparan Perak sudah memenuhi persyaratan.

c. Efektivitas koagulan yang paling baik digunakan dalam menurunkan kadar Ammonia Nitrogen adalah Poly Aluminium Chloride (PAC), karena dari hasil yang diperoleh, PAC mampu menurunkan ammonia hingga 0.00 mg/L (Underrange), sedangkan Tawas hingga 0,16 mg/L pada dosis optimum 29 ppm.

5.2 Saran

1. Disarankan kepada PDAM Tirtanadai Hamparan Perak agar mengelola permukiman yang berada di sekitar aliran sungai Belawan agar tidak membuang sampah rumah tangga maupun limbah industri rumah tangga ke dalam aliran sungai.

2. Sebaiknya dalam menganalisa kadar Ammonia dilakukan dengan metode spektrofotometri lain, seperti AAS karena lebih akurat.


(38)

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, R. (2004). Kimia Lingkungan. Yogyakarta. Andi Yogyakarta. Halaman 34-35

Anugrah, T. (2013). Efektivitas Campuran Poli (Aluminium Klorida) PAC dan Aluminium Sulfat (Tawas) sebagai Koagulan Dalam Pengolahan Air

Bersih

Effendi H. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengolahan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Yogyakarta: Kanisius.

Hanum, F. 2002. Proses Pengolahan Air Sungai untuk Kepeluan Air Minum.

Fakultas Teknik Program Studi Teknik Kimia. Universitas Sumatera Utara. [diakses dari www. mining.lib.itb.ac.id 5 Desember 2007].

Indarto. (2010). Hidrologi. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara. Halaman 3-4;9 Khopkar, S.M. (1990). Elementary Consept Of Analytic Chemistry.

Diterjemahkan oleh Saptoharjo, A., Konsep Dasar Kimia Analitik. (2007). Jakarta: UI Press. Hal. 215 - 216.

Kodoatie, R.J. (2012). Tata Ruang Air Tanah. Yogyakarta: Penerbit Andi. Halaman 35.

Margaretha, dkk. (2012). Pengaruh Kualitas Air baku Terhadap Dosis dan Biaya Koagulan Aluminium Sulfat dan Poly Aluminium Chloride (PAC).

(Jtk.unsri.ac.id/index.php/jtk/article/download/30/32). Diakses pada 18 Desember 2012. Vol.18

Mulyanto, H.R. (2007). Ilmu Lingkungan. Yogyakarta: Graha Ilmu. Halaman 15-16.

Nainggolan, H. (2011). Pengolahan Limbah Cair Industri Perkebunan dan Air Gambut Menjadi Air Bersih. Medan. USU Press. Halaman 50-57

Noor, D. (2006). Geologi Lingkungan. Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu. Halaman 64;76.

Nugroho, A. (2006). Bioindikator Kualitas Air. Jakarta: Penerbit Universitas Trisakti. Halaman 9-10; 125-127.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (1990). PERMENKES RI NO 492/MENKES/PER/IV/2010. Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air Bersih


(39)

Rifa’i, J. (2007). Pemeriksaan kualitas air bersih dengan koagulan alum dan PAC di IPA Jurug PDAM kota Surakarta. (www.google.com/search?

q=Penggunaan+alum +dan+polyaluminium+chloride+(PAC)&i pdf).

Riwayati. (2010). Penurunan Kandungan Ammonia Dalam Air Dengan Teknik Elektrolisis.

(Eprints.undip.ac.id/36547/1/cover_laporan_tesis_ammonia.pdf).

Sosrodarsono, S. (1994). Perbaikan dan Pengaturan Sungai. Jakarta: Pradnya Paramita. Halaman 6.

Suryadiputra, INN. (1994). Pengolahan Air Limbah dengan Metode Biologi (Strengthening Program : Rancang Bangun IPAL). Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.


(40)

Persyaratan Peraturan Menteri Kesehatan 492/Menkes/Per/IV/2010 tentang Kualitas Air Minum

No Parameter Satuan Kadar

Maks. Untuk Air

Minum

Ket

A. FISIKA

1 Warna Pt-Co 15

2 Daya Hantar Listrik µs/cm - 3 Temperatur 0C Suhu udara

± 30C

4 Kekeruhan NTU 5

5 Bau Tidak

Berbau

6 Rasa Tidak

Berasa

B. KIMIA ANORGANIK

1 Alkalinitas Mg/L - 2 Aluminium (Al) Mg/L 0,2 3 Amonia (NH3-N) Mg/L 1,50

4 Besi (Fe) Mg/L 0,30 5 Flourida (F-) Mg/L 1,5 7 Kesadahan total

(sebagai CaCO3)

Mg/L 500 8 Keasaman (pH) Mg/L 6,5 – 8,5 9 Kromium (Cr3+) Mg/L 0,05 10 Mangan (Mn) Mg/L 0,40 11 Nitrat (NO3-) Mg/L 50


(41)

13 Sulfat (SO42-) Mg/L 250,0

14 Tembaga (Cu2+) Mg/L 1,00

15 Arsen Mg/L 0,01

16 Kadmium Mg/L 0,003 17 Selenium Mg/L 0,01 18 Sianida Mg/L 0,07 19 Air raksa Mg/L 0,001 20 Antimon Mg/L 0,02

21 Barium Mg/L 0,7

22 Sodium Mg/L 200

23 Timbal Mg/L 0,01 24 Uranium Mg/L 0,015

C. KIMIA ORGANIK

1 Zat organik (Sebagai KMnO4)

Mg/L 10 1 Deterjen Mg/L 0,05 2 Carbon tetrachoride Mg/L 0,004 3 Benzene Mg/L 0,01

4 Toluena Mg/L 0,7

5 Xylenes Mg/L 0,5

D. Parameter Mikrobiologi

1 E.Coli Jumlah per 100 ml sampel

0

2 Total bakteri koliform

Jumlah per 100 ml sampel


(42)

Lampiran 1. Alat dan peraksi

Gambar 1. Larutan Pereaksi Gambar 2. Larutan PAC dan Tawas

Gambar 3. Timbangan Analitik Gambar 4. Spektrofotometer DR/2400


(43)

Lampiran 2. Perhitungan Larutan Koagulan yang dipipet (mg/L) untuk melakukan Jar Test

Dosis optimum yang digunakan adalah 25 ppm, 27 ppm, dan 29 ppm Volume Sampel yang digunakan = 1000 ml

Konsentrasi koagulan = 0,5%

Mg/L yang harus dipipet =

1. Dosis 25 ppm

Mg/L yang harus dipipet =

=

=

5

ml

2. Dosis 27 ppm

Mg/L yang harus dipipet =

=

5,4

ml

3. Dosis 29 ppm


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, R. (2004). Kimia Lingkungan. Yogyakarta. Andi Yogyakarta. Halaman 34-35

Anugrah, T. (2013). Efektivitas Campuran Poli (Aluminium Klorida) PAC dan Aluminium Sulfat (Tawas) sebagai Koagulan Dalam Pengolahan Air

Bersih

Effendi H. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengolahan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Yogyakarta: Kanisius.

Hanum, F. 2002. Proses Pengolahan Air Sungai untuk Kepeluan Air Minum. Fakultas Teknik Program Studi Teknik Kimia. Universitas Sumatera Utara. [diakses dari www. mining.lib.itb.ac.id 5 Desember 2007].

Indarto. (2010). Hidrologi. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara. Halaman 3-4;9 Khopkar, S.M. (1990). Elementary Consept Of Analytic Chemistry.

Diterjemahkan oleh Saptoharjo, A., Konsep Dasar Kimia Analitik. (2007). Jakarta: UI Press. Hal. 215 - 216.

Kodoatie, R.J. (2012). Tata Ruang Air Tanah. Yogyakarta: Penerbit Andi. Halaman 35.

Margaretha, dkk. (2012). Pengaruh Kualitas Air baku Terhadap Dosis dan Biaya Koagulan Aluminium Sulfat dan Poly Aluminium Chloride (PAC).

(Jtk.unsri.ac.id/index.php/jtk/article/download/30/32). Diakses pada 18 Desember 2012. Vol.18

Mulyanto, H.R. (2007). Ilmu Lingkungan. Yogyakarta: Graha Ilmu. Halaman 15-16.

Nainggolan, H. (2011). Pengolahan Limbah Cair Industri Perkebunan dan Air Gambut Menjadi Air Bersih. Medan. USU Press. Halaman 50-57

Noor, D. (2006). Geologi Lingkungan. Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu. Halaman 64;76.

Nugroho, A. (2006). Bioindikator Kualitas Air. Jakarta: Penerbit Universitas Trisakti. Halaman 9-10; 125-127.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (1990). PERMENKES RI NO 492/MENKES/PER/IV/2010. Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air Bersih


(2)

Rifa’i, J. (2007). Pemeriksaan kualitas air bersih dengan koagulan alum dan PAC di IPA Jurug PDAM kota Surakarta. (www.google.com/search?

q=Penggunaan+alum +dan+polyaluminium+chloride+(PAC)&i pdf).

Riwayati. (2010). Penurunan Kandungan Ammonia Dalam Air Dengan Teknik Elektrolisis.

(Eprints.undip.ac.id/36547/1/cover_laporan_tesis_ammonia.pdf).

Sosrodarsono, S. (1994). Perbaikan dan Pengaturan Sungai. Jakarta: Pradnya Paramita. Halaman 6.

Suryadiputra, INN. (1994). Pengolahan Air Limbah dengan Metode Biologi (Strengthening Program : Rancang Bangun IPAL). Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.


(3)

Persyaratan Peraturan Menteri Kesehatan 492/Menkes/Per/IV/2010 tentang Kualitas Air Minum

No Parameter Satuan Kadar

Maks. Untuk Air

Minum

Ket

A. FISIKA

1 Warna Pt-Co 15

2 Daya Hantar Listrik µs/cm -

3 Temperatur 0C Suhu udara

± 30C

4 Kekeruhan NTU 5

5 Bau Tidak

Berbau

6 Rasa Tidak

Berasa B. KIMIA ANORGANIK

1 Alkalinitas Mg/L -

2 Aluminium (Al) Mg/L 0,2

3 Amonia (NH3-N) Mg/L 1,50

4 Besi (Fe) Mg/L 0,30

5 Flourida (F-) Mg/L 1,5 7 Kesadahan total

(sebagai CaCO3)

Mg/L 500

8 Keasaman (pH) Mg/L 6,5 – 8,5 9 Kromium (Cr3+) Mg/L 0,05

10 Mangan (Mn) Mg/L 0,40

11 Nitrat (NO3-) Mg/L 50


(4)

13 Sulfat (SO42-) Mg/L 250,0

14 Tembaga (Cu2+) Mg/L 1,00

15 Arsen Mg/L 0,01

16 Kadmium Mg/L 0,003

17 Selenium Mg/L 0,01

18 Sianida Mg/L 0,07

19 Air raksa Mg/L 0,001

20 Antimon Mg/L 0,02

21 Barium Mg/L 0,7

22 Sodium Mg/L 200

23 Timbal Mg/L 0,01

24 Uranium Mg/L 0,015

C. KIMIA ORGANIK 1 Zat organik (Sebagai

KMnO4)

Mg/L 10

1 Deterjen Mg/L 0,05

2 Carbon tetrachoride Mg/L 0,004

3 Benzene Mg/L 0,01

4 Toluena Mg/L 0,7

5 Xylenes Mg/L 0,5

D. Parameter Mikrobiologi

1 E.Coli Jumlah per

100 ml sampel

0

2 Total bakteri koliform

Jumlah per 100 ml sampel


(5)

Lampiran 1. Alat dan peraksi

Gambar 1. Larutan Pereaksi Gambar 2. Larutan PAC dan Tawas

Gambar 3. Timbangan Analitik Gambar 4. Spektrofotometer DR/2400


(6)

Lampiran 2. Perhitungan Larutan Koagulan yang dipipet (mg/L) untuk melakukan Jar Test

Dosis optimum yang digunakan adalah 25 ppm, 27 ppm, dan 29 ppm Volume Sampel yang digunakan = 1000 ml

Konsentrasi koagulan = 0,5%

Mg/L yang harus dipipet =

1. Dosis 25 ppm

Mg/L yang harus dipipet =

=

=

5

ml

2. Dosis 27 ppm

Mg/L yang harus dipipet =

=

5,4

ml

3. Dosis 29 ppm


Dokumen yang terkait

Efektivitas Koagulan Poly Aluminium Chloride (PAC) dan Tawas Terhadap Logam Aluminium Pada Air Baku PDAM Tirtanadi Hamparan Perak

29 409 48

Perbandingan Poly Aluminium Chloride (Pac) Dan Alum (Tawas) Dalam Mempertahankan Ph Pada Air Sungai Belawan Di Pdam Hamparan Perak

13 125 56

Perbandingan Efektivitas Poly Aluminium Chloride (Pac) Dan Tawas Dalam Menurunkan Kadar Ammonia Nitrogen Pada Turbidity 590 Ntu Dengan Metode Spektrofotometri Dr/2400

11 116 43

Perbandingan Efektivitas Poly Alumunium Chloride (PAC) dan Tawas dalam Menurunkan Turbidity (Kekeruhan) dan Derajat Keasaman (pH) pada Turbidity 590 NTU

46 281 33

Perbandingan Efektivitas Poly Aluminium Chloride Pac Dan Tawas Dalam Menurunkan Kadar Tembaga (Cu) Pada Turbidity 590 Ntu Dengan Metode Spektrofotometri Dr/2400

2 125 38

Perbandingan Efektivitas Poly Aluminium Chloride (Pac) Dan Tawas Dalam Menurunkan Kadar Khromium (Cr) Pada Turbidity 590 Ntu Dengan Metode Spektrofotometri Dr/2400

2 84 31

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Air - Perbandingan Poly Aluminium Chloride (Pac) Dan Alum (Tawas) Dalam Mempertahankan Ph Pada Air Sungai Belawan Di Pdam Hamparan Perak

0 0 23

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Air - Perbandingan Efektivitas Poly Aluminium Chloride (Pac) Dan Tawas Dalam Menurunkan Kadar Ammonia Nitrogen Pada Turbidity 590 Ntu Dengan Metode Spektrofotometri Dr/2400

0 0 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Air - Perbandingan Efektivitas Poly Aluminium Chloride (Pac) Dan Tawas Dalam Menurunkan Kadar Khromium (Cr) Pada Turbidity 590 Ntu Dengan Metode Spektrofotometri Dr/2400

0 0 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Air - Perbandingan Efektivitas Poly Alumunium Chloride (PAC) dan Tawas dalam Menurunkan Turbidity (Kekeruhan) dan Derajat Keasaman (pH) pada Turbidity 590 NTU

0 0 10