Perbandingan Efektivitas Poly Alumunium Chloride (PAC) dan Tawas dalam Menurunkan Turbidity (Kekeruhan) dan Derajat Keasaman (pH) pada Turbidity 590 NTU

(1)

PERBANDINGAN EFEKTIVITAS POLY ALUMINIUM

CHLORIDE (PAC) DAN TAWAS DALAM MENURUNKAN

TURBIDITY (KEKERUHAN) DAN DERAJAT KEASAMAN

(pH) PADA TURBIDITY 590 NTU

TUGAS AKHIR

OLEH :

SARTIKA PURBA

NIM :122410101

PROGRAM STUDI DIPLOMA III

ANALIS FARMASI DAN MAKANAN

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala

berkat dan karunia-NYA yang memberikan kesehatan dan hikmat kepada penulis

sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan Tugas Akhir ini.

Tugas Akhir yang berjudul “Perbandingan Efektivitas Poly Alumunium

Chloride (PAC) dan Tawas dalam Menurunkan Turbidity (Kekeruhan) dan

Derajat Keasaman (pH) pada Turbidity 590 NTU” disusun sebagai salah satu

syarat untuk menyelesaikan Pendidikan Program Studi Diploma III Analis

Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Tugas Akhir

ini disusun berdasarkan data-data yang diperoleh di Laboratorium Instalasi

Pengolahan Air PDAM Tirtanadi Hamparan Perak.

Selama proses penulisan Tugas Akhir ini, penulis mengalami beberapa

hambatan maupun kesulitan yang terkadang membuat penulis berada di titik

terlemah. Namun adanya doa dan dukungan dari orang tua yang tidak pernah

putus menjadikan penulis bersemangat melanjutkan penulisan Tugas Akhir ini.

Untuk itu, dengan segala bakti penulis mengucapkan terima kasih

sebesar-besarnya kepada Bapak O. Purba dan Ibu R. Panjaitan. Selanjutnya dengan segala

kerendahan hati penulis ucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisaputra, Apt., selaku dekan Fakultas

Farmasi Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt., selaku wakil dekan 1 Fakultas


(4)

3. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App. Sc., Apt., selaku Ketua Program

Studi Diploma III Analis Famasi.

4. Ibu Dr. Poppy Anjelisa Z. Hsb., M.Si., Apt., selaku dosen pembimbing

yang telah memberikan saran dalam penyelesaikan Tugas Akhir ini.

5. Bapak Rivai Edward Sebayang, ST selaku dosen pembimbing di

laboratorium PDAM Tirtanadi Hamparan Perak.

6. Untuk saudara saya Noverina, Paskah, Anggi, Jorka, Oktaviando,

Janferson, Chinty, Fella, Ernala dan seluruh keluarga besar yang selalu

memberikan doa dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan

pendidikannya.

7. Seluruh teman-teman seperjuangan Stambuk ’12 khususnya Grace, Tio,

Susanti, Vera, Risna dan Gabriella yang memberikan senyuman serta

semangat selama di bangku perkuliahan.

Akhirnya, Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak, dengan

harapan semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri

dan umumnya bagi pembaca. Penulis menyadari bahwa tak ada gading yang tak

retak, begitu juga dengan Tugas Akhir ini yang tak luput dari kekurangan.

Sehingga dibutuhkan saran dan kritik yang membangun untuk menciptakan karya

yang lebih baik lagi dimasa yang akan datang.

Medan, 22 Maret 2015

Penulis

Sartika Purba NIM 122410101


(5)

PERBANDINGAN EFEKTIVITAS POLY ALUMINIUM CHLORIDE (PAC) DAN TAWAS DALAM MENURUNKAN TURBIDITY (KEKERUHAN)

DAN DERAJAT KEASAMAN (pH) PADA TURBIDITY 590 NTU Abstrak

Air Sungai Belawan telah mengalami perubahan akibat aktivitas manusia. Air ini digunakan sebagai air baku karena ketersediaannya yang cukup banyak dan dekat dengan Instalasi Pengolahan Air PDAM Hamparan Perak. Masalah utama dalam mengolah air sungai berhubungan dengan karakteristik spesifik yang dimilikinya yakni kualitas dari air tersebut belum memenuhi standar kualitas air untuk dikonsumsi. Peraturan Standart Mutu Instalasi Pengolahan Air PDAM Provinsi Sumatera Utara menyatakan bahwa kekeruhan air minum tidak boleh lebih dari 2 NTU.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan kemampuan penurunan kekeruhan antara tawas dan PAC dan untuk mengetahui perbedaan perubahan pH akibat penambahan tawas dan PAC. Metode yang digunakan dalam proses koagulasi menggunakan Jar Test dengan kecepatan pengadukan 140 RPM selama 5 menit untuk homogenisasi larutan dan pengadukan lambat selama 10 menit. Hasil penelitian menunjukkan, pada air baku dengan turbidity 590 NTU dan pH 6,90 setelah ditambahi tawas dan PAC terdapat perbedaan yang sangat nyata dalam menurunkan kekeruhan air baku antara berbagai dosis koagulan dan antara kedua jenis koagulan tersebut. Ternyata PAC memiliki kemampuan yang lebih bagus dalam menurunkan kekeruhan air dibandingan tawas, dimana pada dosis 29 ppm kekeruhan air yang ditambahkan PAC 0,99 NTU (memenuhi syarat air minum) sedangakan pada air yang ditambahkan tawas 2,35 NTU (tidak memenuhi syarat air minum). Tetapi perubahan pH antara kedua jenis koagulan tersebut, tawas lebih efektif dalam menurunkan pH dibandingkan PAC.


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

ABSTRAK ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 3

1.3 Manfaat ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Air ... 4

2.2 Sumber-Sumber Air ... 6

2.2.1 air laut ... 6

2.2.2 Air Hujan ... 6

2.2.3 Air Permukaan ... 7

2.2.5 Air Tanah ... 8

2.3 Kekeruhan ... 8


(7)

BAB III METODE PERCOBAAN ... 14

3.1 Tempat ... 14

3.2 Sampel, Alat dan Bahan ... 14

3.2.1 Sampel ... 14

3.2.2 Alat ... 14

3.2.3 Bahan ... 15

3.3 Prosedur ... 15

3.3.1 Analisis pH ... 15

3.3.2 Analisis Turbidity (Kekeruhan) ... 16

3.3.3 Penambahan PAC dan Tawas dengan Alat Jar Test .. 16

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 17

4.1 Hasil ... 17

4.2 Pembahasan ... 19

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 20

5.1 Kesimpulan ... 20

5.2 Saran ... 20

DAFTAR PUSTAKA ... x


(8)

DAFTAR TABEL

Halaman


(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Gambar 7.1 Sampel ... 22

Gambar 7.2 Serbuk Tawas ... 22

Gambar 7.3 Serbuk PAC ... 22

Gambar 7.4 Larutan Koagulan ... 22

Gambar 7.3 Turbidimeter ... 22

Gambar 7.3 pH meter ... 22

Gambar 7.3 Sampel di Jar Test ... 23


(10)

PERBANDINGAN EFEKTIVITAS POLY ALUMINIUM CHLORIDE (PAC) DAN TAWAS DALAM MENURUNKAN TURBIDITY (KEKERUHAN)

DAN DERAJAT KEASAMAN (pH) PADA TURBIDITY 590 NTU Abstrak

Air Sungai Belawan telah mengalami perubahan akibat aktivitas manusia. Air ini digunakan sebagai air baku karena ketersediaannya yang cukup banyak dan dekat dengan Instalasi Pengolahan Air PDAM Hamparan Perak. Masalah utama dalam mengolah air sungai berhubungan dengan karakteristik spesifik yang dimilikinya yakni kualitas dari air tersebut belum memenuhi standar kualitas air untuk dikonsumsi. Peraturan Standart Mutu Instalasi Pengolahan Air PDAM Provinsi Sumatera Utara menyatakan bahwa kekeruhan air minum tidak boleh lebih dari 2 NTU.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan kemampuan penurunan kekeruhan antara tawas dan PAC dan untuk mengetahui perbedaan perubahan pH akibat penambahan tawas dan PAC. Metode yang digunakan dalam proses koagulasi menggunakan Jar Test dengan kecepatan pengadukan 140 RPM selama 5 menit untuk homogenisasi larutan dan pengadukan lambat selama 10 menit. Hasil penelitian menunjukkan, pada air baku dengan turbidity 590 NTU dan pH 6,90 setelah ditambahi tawas dan PAC terdapat perbedaan yang sangat nyata dalam menurunkan kekeruhan air baku antara berbagai dosis koagulan dan antara kedua jenis koagulan tersebut. Ternyata PAC memiliki kemampuan yang lebih bagus dalam menurunkan kekeruhan air dibandingan tawas, dimana pada dosis 29 ppm kekeruhan air yang ditambahkan PAC 0,99 NTU (memenuhi syarat air minum) sedangakan pada air yang ditambahkan tawas 2,35 NTU (tidak memenuhi syarat air minum). Tetapi perubahan pH antara kedua jenis koagulan tersebut, tawas lebih efektif dalam menurunkan pH dibandingkan PAC.


(11)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hampir sekitar 1,5 milyar penduduk bumi mengalami kekurangan air

minum, sehigga paling sedikit menyebabkan 5 juta kematian setiap tahun karena

penyakit yang dibawa air. Polusi air dapat berasal dari sumber terpusat yang

membawa pencemar dari lokasi-lokasi khusus seperti pabrik-pabrik, instalasi

pengolahan limbah dan tanker minyak, dan sumber tak terpusat yang ditimbulkan

jika hujan mengalir melewati lahan yang ditimbulkan pencemar-pencemar di atas

permukaanya seperti peptisida, pupuk dan mengendapkannya dalam danau, telaga,

rawa, perairan, pantai dan air bawah tanah (Mulyanto, 2007).

Di Indonesia kebutuhan air tawar untuk kota-kota dan desa-desa masih lebih

banyak dicukupi oleh air bawah tanah. Sumber air bawah tanah dapat terisi ulang,

tetapi prosesnya sangat lambat. Di samping berkurangnya ketersediaan air bawah

tanah, dikhawatirkan juga pencemaran yang terjadi akibat bocoran tangki-tangki

tandon, kolam-kolam limbah industri serta injeksi limbah berbahaya ke dalam

tanah. Oleh karena itu, digunakan air permukaan sebagai air minum, tetapi dengan

beberapa pengolahan terlebih dahulu (Mulyanto, 2007).

Sungai merupakan sumber air permukaan yang memberikan manfaat kepada

kehidupan manusia. Namun, akibat aktivitas dari manusia yang membuang limbah


(12)

bau, air berubah warna dan mengakibatkan penyakibat bagi manusia (Sukadi,

1999).

Air sungai adalah alternatif yang sampai saat ini masih digunakan sebagai

sumber air yang dapat dikelola untuk masuk ke dalam proses pengolahan. Hal ini

disebabkan kondisi morfologis sungai yang memungkinkan untuk membuat

bendungan dan mengarahkan air. Namun dalam penggunaanya sebagai air minum

harus mengalami suatu pengolahan yang sempurna, mengingat bahwa air sungai

pada umumnya mempunyai derajat pengotoran yang tinggi (Sutrisno, 1987).

Pengolahan air sungai dapat dilakukan dengan berbagai tahap. Untuk

menghilangkan kekeruhan pada warna air sungai dapat ditambahkan bahan kimia

yang disebut dengan koagulan. Koagulan adalah bahan kimia yang mempunyai

kemampuan menetralisasi muatan partikel koloid dan mampu untuk mengikat

partikel koloid sampai menjadi butiran halus yang homogen. Pemilihan zat

koagulan harus berdasarkan pertimbangan antara lain jumlah dan kualitas air yang

akan diolah, kekeruhan air baku (Susana, 2010).

Koagulan yang sering dipakai di berbagai instalasi adalah tawas karena

harganya relatif murah dan baik dipakai bersama-sama dengan zat koagulan

pembantu. Namun, pemakaian koagulan ini membutuhkan jumlah yang sangat

banyak jika kekeruhan air tinggi, selain itu juga kurang cepat menurunkan

kekeruhan (Susana, 2010).

Jenis koagulan lain yang dapat digunakan untuk menurunkan kekeruhan

adalah Poly Aluminium Chloride (PAC). Poly Aluminium Chloride mempunyai


(13)

stabil walaupun pada suhu yang rendah dan pengerjaannya pun mudah (Susana,

2010).

1.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui Turbidity dan pH pada air baku (air sungai Belawan) pada

tanggal 26 Februari 2015 tepatnya jam 08.30 Wib.

2. Mengetahui perbandingan efektivitas Poly Aluminium Chloride (PAC)

dan Tawas dalam menurunkan Turbidity dan pH pada sampel air sungai

Belawan dengan alat Jar Test.

3. Mengetahui kelayakan air sungai Belawan sebagai air minum, setelah

pemberian PAC dan tawas pada dosis tertinggi dengan melihat data pH

dan kekeruhan.

1.3 Manfaat

Manfaat dari penelitiaan ini adalah dapat mengetahui dan memahami cara

menurunkan kekeruhan dari air baku, dimana dengan penambahan koagulan.

Koagulan yang lebih efektif dapat dilihat dari penelitian yang dilakukan. Penulis

ingin memberikan informasi koagulan mana yang efektivitasnya paling

berpengaruh untuk menurunkan turbidity dan pH kepada masyarakat dengan


(14)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Air

Air adalah substansi yang paling melimpah di permukaan bumi yang

terdistribusi ke berbagai tempat seperti sungai, merupakan komponen utama bagi

semua mahluk hidup, dan merupakan kekuatan utama yang secara konstan

membentuk permukaan bumi. Air juga merupakan faktor penentu dalam

pengaturan iklim di permukaan bumi untuk kebutuhan manusia (Indarto, 2010).

Manusia dan semua makhluk hidup butuh air. Menurut dokter dan ahli

kesehatan manusia wajib minum air putih 8 gelas per hari. Tumbuhan dan

binatang juga membutuhkan air sehingga dapat dikatakan air merupakan salah

satu sumber kehidupan. Untuk tanaman, pada kondisi tidak ada air terutama pada

musim kemarau tanaman akan segera mati. Semua organisme hidup terdiri dari

sel-sel yang berisi air sedikitnya 60% dan aktivitas metaboliknya mengambil

tempat di larutan air (Kodoatie, 2012).

Susunan molekul air sangat sederhana. Secara kimia, air merupakan

perpaduan dua atom H (hidrogen) dan satu atom O (oksigen) dengan formula atau

rumus molekul H2O. Di alam, air ditemukan dalam bentuk padat, cair dan gas.

Pada tekanan atmosfer (75cmHg) dan didinginkan sampai suhu 00C, air berubah

menjadi padat (s). Sebaliknya, air akan berubah menjadi gas (uap), apabila

dipanaskan sampai 1000C. Dalam keadaan normal (murni), air bersifat netral dan


(15)

Air merupakan salah satu sumberdaya geologi yang sangat penting, tidak

saja diperlukan oleh semua mahluk hidup, tetapi juga diperlukan bagi proses

geologi. Air di samping sebagai media yang mempunyai sifat-sifat kimiawi yang

unik, air sangat diperlukan terutama sebagai media dalam proses pelapukan, erosi,

transportasi dan pengendapan material bumi (Noor, 2006).

Berdasarkan kegunaannya, air dapat dimanfaatkan untuk transportasi,

irigasi, pembangkit energi listrik, pariwisata dan untuk air minum. Pemanfaatan

air bagi kebutuhan air minum sudah barang tertentu harus memenuhi standar

kualitas kesehatan. Sumberdaya air dapat dikatakan layak minum jika unsur-unsur

yang dikandungnya sudah memenuhi standar baku mutu air layak minum yang

bebas mineral-mineral yang membahayakan bagi kesehatan manusia. Sumber

daya air, baik yang berasal dari daratan (sungai, mata air dan danau) maupun

bawah tanah tidaklah otomatis dapat diminum langsung tanpa dilakukan analisa

unsur (Noor, 2006).

Air secara alamiah tidak pernah dijumpai dalam keadaan betul-betul murni.

Ketika air mengembun di udara dan jatuh di permukaan bumi, air tersebut telah

menyerap debu atau melarutkan oksigen, karbon dioksida dan berbagai jenis zat

lainnya. Kemudian air tersebut, baik yang di atas maupun di bawah permukaan

tanah waktu mengalir menuju ke berbagai tempat yang lebih rendah letaknya,

melarutkan berbagai jenis batuan yang dilaluinya atau zat-zat anorganik lainnya.

Selain itu, sejumlah kecil hasil uraian zat organik seperti nitrit, nitrat, amoniak dan


(16)

2.2. Sumber-Sumber Air

Kita ketahui bahwa sumber air merupakan komponen penting untuk

penyediaan air bersih, karena tanpa sumber air maka suatu sistem penyediaan air

bersih tidak akan berfungsi. Menurut buku Sutrisno (1987), ada 4 macam sumber

air minum yang dapat digunakan:

2.2.1 Air Laut

Air laut adalah air yang berada di permukaan laut. Air ini tidak dapat

langsung digunakan sebagai air minum karena kandungan garamnya. Air laut

rasanya asin karena mengandung garam NaCl. Kadar garam NaCl dalam air laut

3% dengan keadaan ini maka air laut tidak memenuhi syarat untuk diminum.

Desalinisation plant adalah teknologi untuk mengolah air laut menjadi air minum

(Sutrisno, 1987).

2.2.2 Air Hujan

Air hujan juga merupakan sumber air baku untuk keperluaan rumah tangga,

pertanian, dan lain-lain. Cara menjadikan air hujan sebagai air minum hendaknya

jangan saat air hujan baru mulai turun, karena masih mengandung banyak partikel

pengganggu seperti logam-logam yang berbahaya jika masuk ke dalam tubuh

manusia. Air hujan juga mempunyai sifat agresif terutama terhadap pipa penyalur

atau bak reservoir sehingga hal ini akan mempercepat terjadinya korosi atau

karatan. Air hujan bersifat agresif karena kandungan CO2 yang berasal dari udara

dan hasil dekomposisi zat organik. Air hujan tidak selalu dapat digunakan secara

langsung diakibatkan kandungan elektrik dari awan serta tidak terjaminnya


(17)

2.2.3 Air Permukaan

Air permukaan adalah air yang mengalir di permukaan bumi. Pada

umumnya air permukaan ini akan mendapat pengotoran selama pengalirannya,

misalnya oleh lumpur, batang kayu, daun, limbah industri dan lainnya. Untuk

meminimalisirnya harus melewati proses pembersihan yang sempurna (Sutrisno,

1987).

Air permukaan ada 2 macam, yaitu :

1. Air Rawa/Danau

Kebanyakan dari air rawa ini berwarna, hal ini disebabkan oleh adanya

zat-zat organik yang telah membusuk, misalnya asam humus dalam air menyebabkan

warna kuning kecokelatan. Dengan adanya pembusukan kadar zat organik tinggi,

maka umumnya kadar Fe dan Mn akan tinggi pula. Dalam keadaan kelarutan

oksigen kurang sekali maka unsur-unsur Fe dan Mn akan larut. Pada permukaan

ini akan tumbuh alga atau lumut karena adanya sinar matahari atau oksigen. Jadi

untuk pengambilan air sebaiknya pada kedalaman tertentu agar endapan-endapan

Fe dan Mn tidak terbawa, demikian juga dengan lumut yang ada pada permukaan

rawa (Sutrisno, 1987).

2. Air Sungai

Air sungai adalah alternatif yang sampai saat ini masih digunakan sebagai

sumber air yang dapat dikelola untuk masuk ke dalam proses pengolahan. Hal ini

disebabkan kondisi morfologis sungai yang memungkinkan untuk membuat

bendung dan mengarahkan air. Namun dalam penggunaanya sebagai air minum


(18)

pada umumnya mempunyai derajat pengotoran yang tinggi. Debit yang tersedia

untuk memenuhi kebutuhan akan air minum pada umumnya dapat mencukupi

(Sutrisno, 1987).

2.2.4 Air Tanah

Air tanah adalah air yang berada di bawah tanah di dalam zona jenuh

dimana tekanan hidrostatiknya sama atau lebih besar dari tekanan atmosfer. Air

tanah terbagi menjadi 2 jenis yaitu air tanah dalam (sumur artesis) dan air tanah

dangkal (Sutrisno, 1987).

2.3 Kekeruhan (Turbidity)

Kekeruhan adalah salah satu parameter fisika dalam pengujian kualitas air

bersih. Kekeruhan menunjukkan sifat optimis air yang menyebabkan pembiasan

cahaya kedalam air. Kekeruhan membatasi pencahayaan kedalam air. Sekalipun

ada pengaruh padatan terlarut atau partikel yang melayang dalam air namun

penyerapan cahaya ini dipengaruhi juga bentuk dan ukurannya. Kekeruhan

disebabkan oleh adanya partikel-partikel kecil dan koloid yang berukuran 10 nm

sampai 10 µm. Partikel-partikel kecil dan koloid tersebut tidak lain adalah tanah

liat, lumpur, zat oranik, sisa tanaman, ganggang dan sebagainya (Gintings, 1992).

Kekeruhan diukur dalam bagian-bagian per sejuta dalam ukuran berat atau

dengan miligram per liter. Semakin keruh air semakin tinggi daya hantar listrik

dan semakin banyak pula padatannya (Gintings, 1992).

Kekeruhan air dapat ditimbulkan oleh adanya bahan-bahan organik dan


(19)

menyebabkan air sungai menjadi keruh. Air yang mengandung kekeruhan tinggi

akan mengalami kesulitan kalau diproses untuk sumber air bersih. Kesulitannya

antara lain dalam proses penyaringan. Kalaupun proses penyaringan dapat

dilakukan akan memerlukan biaya (Patimah, 2009).

Nilai numerik yang menunjukkan kekeruhan didasarkan pada turut

campurnya bahan-bahan tersuspensi pada jalannya sinar melalui sampel. Nilai ini

tidak secara langsung menunjukkan banyaknya bahan tersuspensi, tetapi ia

menunjukkan kemungkinan penerimaan konsumen terhadap air tersebut.

Kekeruhan tidak merupakan sifat dari air yang membahayakan, tetapi ia menjadi

tidak disenangi karena rupanya. Untuk membuat air memuaskan penggunaan

rumah tangga usaha menghilangkan secara hampir sempurna bahan-bahan yang

menyebabkan kekeruhan (Sutrisno, 1987).

Ada 3 metode pengukuran kekeruhan :

a. Metode Nefelometrik (unit kekeruhan nefelometrik FTU atau NTU)

Cara Nephlometer merupakan pengukuran turbidity tidak langsung. Cara ini

membandingkan intensitas penyebaran cahaya yang disebabkan oleh sampel air

dengan intensitas yang disebabkan oleh suspensi standart air pada kondisi yang

sama. Semakin tinggi intensitas penyebaran cahaya, semakin tinggi penyebaran

sinar. Oleh karena itu, baik sekali untuk pengukuran turbidity yang rendah.

b. Metode Hellige Turbidity (Unit kekeruhan silika)


(20)

Kekeruhan air dapat dihilangkan dengan menambahkan suatu bahan kimia

yang disebut koagulan. Koagulan adalah bahan kimia yang dibutuhkan pada air

untuk membantu proses pengendapan partikel-partikel kecil yang tak dapat

mengendap dengan sendirinya (secara gravimetris). Pembubuhkan koagulan

dilakukan secara teratur sesuai dengan kebutuhan (dosis) yang tepat (Sutrisno,

1987).

Bahan zat kimia yang dipergunakan sebagai koagulan adalah alluminium

sulfat yang biasa disebut sebagai tawas. Tawas adalah sejenis koagulan dengan

rumus kimia Al2SO4. 11 H2Oatau 14 H2O atau 18 H2O, umumnya digunakan

adalah 18 H2O. Tawas merupakan bahan koagulan yang paling banyak

digunakan, karena bahan ini paling ekonomiss, mudah diperoleh di pasaran serta

mudah penyimpanannya. Bahan ini dapat berfungsi efektif pada pH 4-8. Jumlah

pemakaian tawas tergantung pada turbidity (kekeruhan) air baku. Semakin tinggi

turbidity air baku, semkain besar jumlah tawas yang dibutuhkan. Pemakaian tawas

juga tidak terlepas dari sifat-sifat kimia yang dikandung oleh air baku tersebut.

Semakin banyak dosis tawas yang ditambahkan maka pH akan semakin turun,

karena dihasilkan asam sulfat sehingga perlu dicari dosis tawas yang efektif antara

pH 5,8-7,4.

Pemakaian tawas sebagai koagulan dalam pengolahan air, sering

menimbulkan konsentrai aluminium yang lebih tinggi dalam air yang diolah

daripada dalam air mentah itu sendiri (Nainggolan, 2011).

Selain tawas, koagulan yang dapat digunakan untuk menurunkan


(21)

adalah garam yang dibentuk oleh aluminium-aluminium klorida khusus

ditentukan guna memberikan daya koagulasi dan flokulasi yang lebih besar

dibandingkan garam aluminium-aluminium lainnya. Poly aluminium chloride

belum banyak digunakan, karena harganya yang lebih mahal dari koagulan

lainnya (Patimah, 2009).

Beberapa keunggulan yang dimiliki PAC dibanding koagulan lainnya

adalah:

1. Poly Aluminium Chloride lebih cepat membentuk flok daripada koagulan

biasa ini diakibatkan dari gugus aktif aluminat yang bekerja efektif dalam

mengikat koloid yang ikatan ini diperkuat dengan rantai polimer dari gugus

polielektrolit sehingga gumpalan floknya menjadi lebih padat, penambahan

gugus hidroksil ke dalam rantai koloid yang hidrofobik akan menambah

berat molekul, dengan demikian walaupun ukuran kolam pengendapan lebih

kecil atau terjadi over-load bagi instalasi yang ada, kapasitas produksi relatif

tidak terpengaruh (Susana, 2010).

2. Poly Aluminium Chloride dapat bekerja di tingkat pH yang lebih luas,

dengan demikian tidak diperlukan pengoreksian terhadap pH, terkecuali bagi

air tertentu.

3. Kandungan belerang dengan dosis cukup akan mengoksidasi senyawa

karboksilat rantai siklik membentuk alifatik dan gugusan rantai hidrokarbon

yang lebih pendek dan sederhana sehingga mudah untuk membentuk flok.

4. Kadar klorida yang optimal dalam fase cair yang bermuatan negatif akan


(22)

nitrogen yang umumnya dalam struktur ekuatik membentuk suatu

makromolekul terutama gugusan protein, amina, amida dan penyusun

minyak dan lipida.

5. Poly Aluminium Chloride tidak menjadi keruh bila pemakaiannya

berlebihan, sedangkan koagulan yang lain (seperti alumunium sulfat, besi

klorida dan fero sulfat) bila dosis berlebihan bagi air yang mempunyai

kekeruhan yang rendah akan bertambah keruh. Jika digambarkan dengan

suatu grafik untuk PAC adalah membentuk garis linier artinya jika dosis

berlebih maka akan didapatkan hasil kekeruhan yang relatif sama dengan

dosis optimum sehingga penghematan bahan kimia dapat dilakukan.

Standart yang ditetapkan oleh U.S. Public Health Service mengenai

kekeruhan ini adalah batas maksimal 10 ppm dengan skala silikat, tetapi dalam

praktik angka standart ini umumnya tidak memuaskan. Kebanyakan bangunan

pengolahan air yang modern menghasilkan air dengan kekeruhan 1 ppm atau

kurang. Kekeruhan bagi umum, mengingat bahwa kekeruhan tersebut akan

mengurangi segi estetika, menyulitkan akan usaha penyaringan, dan akan

mengurangi efektivitas usaha desinfeksi (Sutrisno, 1987).

Proses yang digunakan untuk menurunkan kekeruhan disebut dengan

koagulasi. Koagulasi adalah proses untuk membuat partikel-partikel kecil (koloid)

dapat bergabung satu dengan yang lainnya sehingga membentuk flok yang lebih

besar. Flokulasi adalah proses kontak diantara partikel-partikel koloid yang telah

homogen sehingga ukuran partikel tersebut tumbuh menjadi


(23)

2.4 Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman merupakan salah satu parameter kimia untuk menentukan

kualitas air. Derajat keasaman merupakan istilah yang digunakan untuk

menyatakan intensitas keadaan asam atau basa suatu larutan. Ia merupakan juga

suatu cara untuk menyatakan konsentrasi ion H+. Dalam penyediaan air, pH

merupakan suatu faktor yang harus dipertimbangkan mengingat bahwa derajat

keasaman dari air akan sangat mempengaruhi aktivitas pengolahan yang akan

dilakukan, misalnya dalam melakukan koagulasi kimiawi, densinfeksi, pelunakan

air dan dalam pencegahan korosi. Yang sangat penting untuk diketahui yakni

bahwa konsentrasi OH- suatu larutan tak akan dapat diturunkan sampai 0,

bagaimanapun asamnya larutan, dan bahwa konsentrasi H+ tak akan dapat

diturunkan sampai 0, bagaimanapun basanya larutan (Sutrisno, 1987).

Skala pH berkisar antara 1-14. Kisaran nilai pH 1-7 termasuk kondisi asam,

pH 7-14 termasuk kondisi basa, dan pH 7 adalah kondisi netral (Patimah, 2009).

Molekul air memiliki kemampuan terurai sangat lambat. Air yang netral

memiliki konsentarsi ion hidrogen dan hidroksil yang sama. Apabila konsentrasi

ion di ukur dalam satuan molekul/liter, maka hasil perkalian kedua konsentrasi ion

selalu tetap, dan disebut produk konstan yang ada di air (Sutrisno, 1987).

Organisme sangat sensitif terhadap ion hidrogen. Pada proses penjernihan

air dan air limbah. pH menjadi indikator untuk meningkatkan efesiensi proses

penjernihan. Air limbah pertambangan atau pertanian akan mengakibatkan

tingginya konsentrasi ion hidrogen sehingga membahayakan kehidupan air


(24)

BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Tempat

Penetapan efektivitas PAC dan tawas dalam menurunkan turbidity dan pH

dilakukan di Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirtanadi Hamparan Perak,

bagian Instalasi Pengolahan Air (IPA) di laboratorium Pengendalian Mutu yang

bertempat di Jln. Klambir V.

3.2. Sampel, Alat, dan Bahan 3.2.1 Sampel

Air baku yang digunakan sebagai sampel uji perbandingan efektivitas Poly

Aluminium Chloride (PAC) dan tawas dalam menurunkan Turbidity (kekeruhan)

dan derajat keasaman (pH) adalah air sungai Belawan, yang diambil pada pukul

08.30 Wib.

3.2.2 Alat

-Alat jar test

-Beaker gelas 1000 ml

-Comparator

-Kuvet 10 ml

-Pipet volum 10 ml

-Turbidimeter


(25)

3.2.3 Bahan

-Sampel air baku

-Indikator BTB (Brom Timol Blue)

-PAC (Poly Aluminium Chloride)

-Tawas (Aluminium Sulfat)

3.3. Prosedur 3.3.1 Analisa pH

a. Diisi kedua kuvet sampai tanda batas

b. Diteteskan indikator BTB sebanyak 2-3 tetes pada salah satu kuvet dan

aduk sampai rata

c. Diletakkan kuvet di sebelah kanan tempat comparator sebagai sampel

dan letakkan ke dua sebagai blanko di sebelah kiri comparator

d. Bandingkan warna sampel yang telah diteteskan indikator BTB dengan

disc comparator sebagai perbandingan warna

e. Perbandingan warna terhadap sampel dengan cara memutar disc

comparator, jika warna tidak sama terhadap sampel atau mendekati maka

dilihat nilai yang paling mendekati

f. Dicatat hasil pengukuran ke dalam formulir mutu.


(26)

3.3.2 Analisa Turbidity (Kekeruhan)

a. Disiapkan peralatan

b. Dimasukkan contoh air ke dalam kuvet (botol) sampel sampai tandai

batas

c. Tekan tombol “I/O” (power) pada alat turbidimeter di layar akan

menunjukkan angka 0,00 NTU

d. Di dalam botol yang telah diisi air, tutup botol dan bersihkan permukaan/

dinding luar botol dari kotoran yang menempel

f. Dimasukkan botol sampel ke dalam alat turbidimeter dan tutup penutup

alat tersebut. Tekan tombol READ yang ada di alat, catat hasil

pembacaan yang ditunjukan pada alat turbidimeter.

3.3.3 Penambahan PAC dan Tawas dengan Metode Jar test

a. Disiapkan peralatan

b. Dimasukkan sampel ke dalam beaker 1000 ml sebanyak 12 beaker

c. Ditambahkan PAC dan tawas pada sampel sebayak beberapa ml, sesuai

dengan dosis yag ditentukan

d. Dihidupkan alat Jar Test

e. Diatur kecetapan 140 pada alat, dan dilakukan selama 5 menit. Lalu

dilanjutkan dengan kecepatan 50, selama 10 menit.

f. Dimatikan alat, dan dibiarkan flok-flok yang telah terbentuk mengendap

selama 20 menit.

g. Diukur kekeruhan dengan menggunakan alat turbidimeter dan pH dengan


(27)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Data hasil Perbandingan Efektivitas PAC (Poly Aluminium Cloride) dan

Tawas (Alumium Sulfat) dalam Menurunkan Kekeruhan (Turbidity) dan pH pada

Turbidity 590 NTU Menggunakan Alat Jar Test, pada sampel air sungai Belawan

dengan pH awal 6,90 tanggal 26 Februari 2015 yang dilakukan pada jam 10.00

Wib dimana dosis PAC dan tawas 0,5 % adalah:

No. Dosis Volume Koagulan

(ml)

Kekeruhan Keasaman (pH)

PAC Tawas PAC Tawas 1 19 3,8 37,4 205,3 6,7 6,4 2 21 4,2 11,53 141,2 6,7 6,4 3 23 4,6 4,25 76,5 6,6 6,3 4 25 5,0 1,53 47,6 6,6 6,3 5 27 5,4 1,09 23,6 6,5 6,2 6 29 5,8 0,99 2,35 6,5 6,2


(28)

Grafik 1. Perbandingan Efektivitas PAC dan Tawas Menurunkan Turbidity

Grafik 2. Perbandingan Efektivitas PAC dan Tawas Menurunkan Derajat Keasaman (pH)


(29)

4.2 Pembahasan

Menurut Sasaran Mutu Air Minum yang digunakan Instalasi Pengolahan

Air PDAM Tirtanadi, pH air minum adalah 6,5-8,5. Sedangkan syarat maksimal

kekeruhan pada air minum adalah 2 NTU.

Dari tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa PAC lebih efektif dalam

menurunkan turbidity (kekeruhan) dibandingkan tawas. Jika dilihat dari tabel,

pada dosis 19 ppm PAC sudah menurunkan turbidity sampai 37,4 NTU sedangkan

pada tawas penurunan turbidity masih 205,3 NTU. Jika diamati lagi, pada dosis 29

ppm, pada PAC air tersebut turbiditynya 0,99 NTU, sedangkan pada tawas

turbiditynya masih 2,35 NTU.

Pada pH, tawas lebih cepat menurunkan pH dibandingkan PAC. Dimana,

jika diamati pada dosis 19 ppm, pH pada PAC masih 6,70 sedangkan pada tawas

sudah 6,40. Dengan penambahan dosis semakin tinggi, penurunan pH juga

semakin tinggi, kita dapat melihat pada dosis 29 ppm, dimana pH semakin kecil

yaitu pada PAC 6,50 sedangkan pada tawas 6,20.

Pengujian pH ini, sesuai dengan teori dimana pada tawas (Aluminium

sulfat) terjadi reaksi yang menyebabkan pembebasan ion H+, sehingga pH larutan

berkurang (Santika, 1987).

Dari percobaan yang dilakukan pada air baku Belawan, air yang

ditambahkan koagulan PAC pada dosis 29 ppm sudah layak digunakan sebagai air

minum, karena berdasarkan kekeruhan dan pH sesuai dengan sasaran mutu IPA

PDAM Tirtanadi. Sedangkan yang ditambahkan tawas dengan dosis 29 ppm


(30)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Pada percobaan yag dilakukan pada tanggal 26 Februari 2015 pada pukul

10.00 Wib, Turbidity pada air baku Belawan adalah 590 NTU, sedangkan

pH air tersebut adalah 6,90.

2. PAC lebih efektif dalam menurunkan turbidity dibandingkan Tawas. Tetapi

untuk menurunkan pH, Tawas lebih cepat menurunkan pH dibandingkan

PAC.

3. Berdasarkan data pH dan kekeruhan, air sungai Belawan yang ditambahkan

PAC dosis 29 ppm layak digunakan sebagai air minum sesuai sasaran mutu

Instalasi Pengolaan Air PDAM Tirtanadi Hamparan Perak, sedangkan yang

diberi tawas belum layak digunakan sebagai air minum.

5.2 Saran

1. Sebaiknya pada pembuatan larutan, baik PAC maupun Tawas dimulai dari

penimbangan sampai penambahan pengencer dilakukan sangat hati-hati

supaya mendapatkan hasil yang lebih akurat.

2. Sebaiknya, penambahan volume koagulan dilakukan benar-benar dimulai

dari menghitung kadar koagulan yang dipakai sampai penambahan koagulan

pada sampel yang diuji.

3. Sebaiknya pada pengukuran pH, diamati warnanya pada pH meter


(31)

DAFTAR PUSTAKA

Gintings, P. (1992). Mencegah dan Mengendalikan Pencemaran Industri. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Halaman 42-48;124-128.

Indarto. (2010). Hidrologi. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara. Halaman 3-4;9.

Kodoatie, R.J. (2012). Tata Ruang Air Tanah. Yogyakarta: Andi. Halaman 35.

Mulyanto, H.R. (2007). Ilmu Lingkungan. Yogyakarta: Graha Ilmu. Hal 15-16.

Nainggolan, H. (2011). Pengolahan Limbah Cair Industri Perkebunan dan Air Gambut Menjadi Air Bersih. Medan. USU Press. Halaman 50-57.

Noor, D. (2006). Geologi Lingkungan. Yogyakarta : Graha Ilmu. Hal 64, 76.

Patimah. (2009). Pengaruh Penambahan PAC Terhadap Nilai Turbiditas Air Sebagai Bahan Baku Produk Minuman di PT.Coca-Cola Indonesia Bottling Medan. Medan: Usu Press.

Sukadi. (1999). Pencemaran Sungai Akibat Buangan Limbah dan Pengaruhnya Terhadap BOD dan COD. Bandung.

Sutrisno, C.T. (1987). Teknologi Penyediaan Air Bersih. Jakarta: PT Bina Aksara. Halaman 9-10;37-38.


(32)

Lampiran

Gambar 7.1. Sampel Gambar 7.2 Serbuk Tawas

Gambar 7.3 Serbuk PAC Gambar 7.4 Larutan Koagulan


(33)

Gambar 7.7 Sampel di Jar Test Gambar 7.8Turbidity PAC pada dosis 29 ppm


(1)

Grafik 1. Perbandingan Efektivitas PAC dan Tawas Menurunkan Turbidity

Grafik 2. Perbandingan Efektivitas PAC dan Tawas Menurunkan Derajat Keasaman (pH)


(2)

4.2 Pembahasan

Menurut Sasaran Mutu Air Minum yang digunakan Instalasi Pengolahan Air PDAM Tirtanadi, pH air minum adalah 6,5-8,5. Sedangkan syarat maksimal kekeruhan pada air minum adalah 2 NTU.

Dari tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa PAC lebih efektif dalam menurunkan turbidity (kekeruhan) dibandingkan tawas. Jika dilihat dari tabel, pada dosis 19 ppm PAC sudah menurunkan turbidity sampai 37,4 NTU sedangkan pada tawas penurunan turbidity masih 205,3 NTU. Jika diamati lagi, pada dosis 29 ppm, pada PAC air tersebut turbiditynya 0,99 NTU, sedangkan pada tawas turbiditynya masih 2,35 NTU.

Pada pH, tawas lebih cepat menurunkan pH dibandingkan PAC. Dimana, jika diamati pada dosis 19 ppm, pH pada PAC masih 6,70 sedangkan pada tawas sudah 6,40. Dengan penambahan dosis semakin tinggi, penurunan pH juga semakin tinggi, kita dapat melihat pada dosis 29 ppm, dimana pH semakin kecil yaitu pada PAC 6,50 sedangkan pada tawas 6,20.

Pengujian pH ini, sesuai dengan teori dimana pada tawas (Aluminium sulfat) terjadi reaksi yang menyebabkan pembebasan ion H+, sehingga pH larutan berkurang (Santika, 1987).

Dari percobaan yang dilakukan pada air baku Belawan, air yang ditambahkan koagulan PAC pada dosis 29 ppm sudah layak digunakan sebagai air minum, karena berdasarkan kekeruhan dan pH sesuai dengan sasaran mutu IPA PDAM Tirtanadi. Sedangkan yang ditambahkan tawas dengan dosis 29 ppm belum layak digunakan sebagai air minum.


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Pada percobaan yag dilakukan pada tanggal 26 Februari 2015 pada pukul 10.00 Wib, Turbidity pada air baku Belawan adalah 590 NTU, sedangkan pH air tersebut adalah 6,90.

2. PAC lebih efektif dalam menurunkan turbidity dibandingkan Tawas. Tetapi untuk menurunkan pH, Tawas lebih cepat menurunkan pH dibandingkan PAC.

3. Berdasarkan data pH dan kekeruhan, air sungai Belawan yang ditambahkan PAC dosis 29 ppm layak digunakan sebagai air minum sesuai sasaran mutu Instalasi Pengolaan Air PDAM Tirtanadi Hamparan Perak, sedangkan yang diberi tawas belum layak digunakan sebagai air minum.

5.2 Saran

1. Sebaiknya pada pembuatan larutan, baik PAC maupun Tawas dimulai dari penimbangan sampai penambahan pengencer dilakukan sangat hati-hati supaya mendapatkan hasil yang lebih akurat.

2. Sebaiknya, penambahan volume koagulan dilakukan benar-benar dimulai dari menghitung kadar koagulan yang dipakai sampai penambahan koagulan pada sampel yang diuji.

3. Sebaiknya pada pengukuran pH, diamati warnanya pada pH meter benar-benar untuk mendapatkan hasil yang akurat.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Gintings, P. (1992). Mencegah dan Mengendalikan Pencemaran Industri. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Halaman 42-48;124-128.

Indarto. (2010). Hidrologi. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara. Halaman 3-4;9. Kodoatie, R.J. (2012). Tata Ruang Air Tanah. Yogyakarta: Andi. Halaman 35. Mulyanto, H.R. (2007). Ilmu Lingkungan. Yogyakarta: Graha Ilmu. Hal 15-16. Nainggolan, H. (2011). Pengolahan Limbah Cair Industri Perkebunan dan Air

Gambut Menjadi Air Bersih. Medan. USU Press. Halaman 50-57. Noor, D. (2006). Geologi Lingkungan. Yogyakarta : Graha Ilmu. Hal 64, 76. Patimah. (2009). Pengaruh Penambahan PAC Terhadap Nilai Turbiditas Air

Sebagai Bahan Baku Produk Minuman di PT.Coca-Cola Indonesia Bottling Medan. Medan: Usu Press.

Sukadi. (1999). Pencemaran Sungai Akibat Buangan Limbah dan Pengaruhnya Terhadap BOD dan COD. Bandung.

Sutrisno, C.T. (1987). Teknologi Penyediaan Air Bersih. Jakarta: PT Bina Aksara. Halaman 9-10;37-38.


(5)

Lampiran

Gambar 7.1. Sampel Gambar 7.2 Serbuk Tawas

Gambar 7.3 Serbuk PAC Gambar 7.4 Larutan Koagulan


(6)

Gambar 7.7 Sampel di Jar Test Gambar 7.8 Turbidity PAC pada dosis 29 ppm


Dokumen yang terkait

Efektivitas Koagulan Poly Aluminium Chloride (PAC) dan Tawas Terhadap Logam Aluminium Pada Air Baku PDAM Tirtanadi Hamparan Perak

29 409 48

Efektivitas Koagulan PAC (Poly Aluminium Chloride) dan Tawas (Alum) Terhadap Logam Nitrit (NO2) Pada Air Baku PDAM Tirtanadi Hamparan Perak

4 61 61

Perbandingan Poly Aluminium Chloride (Pac) Dan Alum (Tawas) Dalam Mempertahankan Ph Pada Air Sungai Belawan Di Pdam Hamparan Perak

13 125 56

Perbandingan Efektivitas Poly Aluminium Chloride (Pac) Dan Tawas Dalam Menurunkan Kadar Ammonia Nitrogen Pada Turbidity 590 Ntu Dengan Metode Spektrofotometri Dr/2400

11 116 43

Perbandingan Efektivitas Poly Aluminium Chloride Pac Dan Tawas Dalam Menurunkan Kadar Tembaga (Cu) Pada Turbidity 590 Ntu Dengan Metode Spektrofotometri Dr/2400

2 125 38

Perbandingan Efektivitas Poly Aluminium Chloride (Pac) Dan Tawas Dalam Menurunkan Kadar Khromium (Cr) Pada Turbidity 590 Ntu Dengan Metode Spektrofotometri Dr/2400

2 84 31

Pengaruh Penambahan H2SO4 Dan PAC (Poly Aluminium Chlorida) Terhadap Pembentukan Flok Dan Turbidity Treated Water Di PT. Coca-Cola Amatil Indonesia Unit Medan

11 72 33

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Air - Perbandingan Efektivitas Poly Aluminium Chloride (Pac) Dan Tawas Dalam Menurunkan Kadar Ammonia Nitrogen Pada Turbidity 590 Ntu Dengan Metode Spektrofotometri Dr/2400

0 0 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Air - Perbandingan Efektivitas Poly Aluminium Chloride (Pac) Dan Tawas Dalam Menurunkan Kadar Khromium (Cr) Pada Turbidity 590 Ntu Dengan Metode Spektrofotometri Dr/2400

0 0 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Air - Perbandingan Efektivitas Poly Alumunium Chloride (PAC) dan Tawas dalam Menurunkan Turbidity (Kekeruhan) dan Derajat Keasaman (pH) pada Turbidity 590 NTU

0 0 10