maupun diatas titik origin angka 0 pada sumbu Y dan tidak mempunyai pola yang teratur. Heteroskedastisitas terjadi jika pada scatterplot titik-titiknya mempunyai
pola yang teratur baik menyempit, melebar, maupun bergelombang-gelombang.
3. Uji Multikolinearitas
Uji asumsi klasik jenis ini diterapkan untuk analisis regresi linear berganda yang terdiri atas dua atau lebih variabel bebas atau independent variabel dimana
akan diukur keeratan hubungan antarvariabel bebas tersebut melalui besaran koefisien korelasi r. Dikatakan terjadi multikolinearitas, jika koefisien korelasi
antarvariabel bebas lebih besar dari 0,60. Dikatakan tidak terjadi multikolinearitas jika koefisien korelasi antarvariabel bebas lebih kecil atau sama dengan 0,60. Atau
dalam menetukan ada tidaknya multikolinearitas dapat digunakan cara lain yaitu: Nilai tolerance
α dan variance inflation factor VIF dapat dicari dengan
menggabungkan kedua nilai tersebut sebagai berikut: Besar nilai tolerance α : α = 1 VIF
Besar nilai variance inflation factor VIF : VIF = 1 α
Variabel bebas mengalami multikolinearitas jika α hitung α dan VIF hitung VIF sedangkan jika Variabel bebas tidak mengalami
multikolinearitas jika α hitung α dan VIF hitung VIF
Nilai tolerance adalah besarnya tingkat kesalahan yang dibenarkan secara
statistik α.
Nilai variance inflation factor VIF adalah faktor inflasi penyimpangan
baku kuadrat.
4. Uji Autokorelasi
Persamaan regresi yang baik adalah yang tidak memiliki masalah autokorelasi, jika terjadi autokorelasi maka persamaan tersebut menjadi tidak baik
atau tidak layak dipakai prediksi. Masalah autokorelasi baru timbul jika ada korelasi secara linear antar kesalahan pengganggu periode t berada dengan kesalahan
pengganggu periode t-1 sebelumnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa uji asumsi klasik autokorelasi dilakukan untuk data time series atau data yang
mempunyai seri waktu, misalnya data dari tahun 2000 sampai dengan 2012. Salah satu ukuran dalam menentukan ada tidaknya masalah autokorelasi
dengan uji Durbin-Watson DW dengan ketentuan sebagai berikut:
Terjadi autokorelasi positif, jika nilai DW dibawah -2 DW -2 Tidak terjadi autokorelasi, jika nilai DW berada diantara -2 dan +2 atau -2
DW +2
Terjadi autokorelasi negatif, jika nilai DW di atas +2 atau DW +2
3.6 Metode Analisis Data
3.6.1 Rancangan Analisis
Menurut Umi Narimawati 2010:41 mendefinisikan rancangan analisis adalah sebagai berikut:
“Rancangan analisis adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang telah diperoleh dari hasil observasi lapangan, dan dokumentasi
dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih
mana yang lebih penting dan yang akan dipelajari dan membuat kesimpulan
sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain”.