perilaku agresif diklasifikasikan menjadi beberapa jenis yaitu menonjolkan diri, menuntut sesuatu yang bukan miliknya, mengganggu, mendominasi,
menggertak, permusuhan terbuka, berlaku kejam, merusak, menaruh rasa dendam, bertindak secara brutal, melampiaskan kemarahan secara sadis,
agresi antisosial, agresi prososial, dan agresi yang disetujui. Jenis perilaku agresif yang sering muncul dalam keseharian anak yaitu menonjolkan diri,
menuntut sesuatu yang bukan miliknya, mengganggu, mendominasi, menggertak, permusuhan terbuka, berlaku kejam, merusak, menaruh rasa
dendam, bertindak secara brutal dan melampiaskan kemarahan secara sadis, agresif antisosial, dan agresif yang disetujui. Jenis perilaku agresif
yang tidak nampak pada anak yaitu agresi prososial. Agresi prososial biasanya dilakukan oleh aparat dengan pertimbangan norma sosial.
6. Akibat Perilaku Agresif
Secara umum agresivitas adalah permasalahan perilaku yang bersifat tampak dan memiliki dampak sosial yang luas. Agresivitas
seorang anak dapat berpengaruh terhadap situasi sosial di lingkungannya. Di sisi lain, tanggapan lingkungan atas agresivitas juga bersifat langsung
dan mungkin sangat berpengaruh terhadap diri anak. Jika perilaku agresif ini tidak segera ditangani dan mendapat perhatian dari orangtua maupun
pendidiknya, maka akan berpeluang besar menjadi perilaku yang menetap. Di lingkungan sekolah, anak agresif cenderung ditakuti dan dijauhi teman-
temannya. Hal ini dapat menimbulkan masalah baru karena anak terisolir
dari lingkungan disekelilingnya. Perilaku agresif yang dibiarkan begitu saja, pada saatnya remaja akan menjadi perilaku kenakalan remaja.
Dengan demikian, perilaku agresif dari sejak anak berusia dini amat berpengaruh pada perkembangan-perkembangan anak selanjutnya.
Akbar dan Hawadi 2002: 56 juga menyatakan bahwa anak-anak yang memiliki perilaku agresif atau kurang mampu mengekspresikan
kemarahannya dalam bentuk-bentuk yang dapat diterima oleh lingkungan, dapat berakibat serius dalam jangka panjang. Pada awalnya, anak menjadi
tidak populer di mata teman-temannya. Anak akan dijauhi oleh temannya dan selanjutnya anak juga akan gagal bermain sesuai dengan peraturan
yang ada. Anak gagal mengembangkan sikap sosialnya, dan hal ini akan menyebabkan anak memiliki konsep diri yang buruk. Ia dicap sebagai
anak “nakal”, sehingga ia sendiri merasa tidak aman dan kurang bahagia. Selain itu, Papalia 2008: 401 mengatakan bahwa agresor
cenderung tidak populer dan memiliki masalah sosial dan psikologis. Anak yang sangat agresif juga cenderung mencari teman yang sama dengan diri
mereka dan saling mendorong perilaku anti sosial. Jumlah teman yang dimiliki oleh agresor tidak banyak, anak-anak lain justru takut dan
menjaga jarak agar tidak menjadi korban perilaku agresifnya. Agresor cenderung tidak disukai dan dihindari dalam berteman, anak agresif juga
mempunyai sikap sosial yang kurang baik. Pergaulan agresor terbatas hanya dengan teman yang mempunyai karakter yang sama dengannya.
Anak agresif juga suka menarik diri dari pergaulan dengan lingkungannya.
Perilaku agresif anak akan bertambah parah saat anak mengimitasi perilaku teman sepergaulannya yang juga bersikap agresif. Saat perilaku
agresif itu mendapatkan penguatan, maka anak akan semakin berani menampakkan perilaku agresifnya.
Jadi, dampak utama perilaku agresif ini adalah anak tidak mampu berteman dengan anak lain atau tidak dapat bermain dengan teman-
temannya. Keadaan ini menciptakan lingkaran setan, semakin anak tidak diterima oleh teman-temannya, maka semakin menjadilah perilaku agresif
yang dilakukannya. Perilaku agresif anak yang dibiarkan saja tanpa mendapatkan penanganan dapat mengakibatkan perilaku anti sosial pada
anak dan anak dapat membentuk geng yang mempunyai karakteristik yang sama antar anggotanya. Perilaku agresif dapat bertahan sampai usia
dewasa dan agresor tersebut sering melakukan pelanggaran norma.
B. Pola Asuh Otoriter