Biaya lain-lain 2,18 Rekayasa model sistem deteksi dini perniagaan minyak goreng kelapa sawit

Indonesia yang bersifat kepulauan turut mempengaruhi pula perbedaan harga antara satu wilayah dengan wilayah lain. Besaran harga bisa berbeda di setiap tingkatan jalur distribusi mulai di tingkat grosir wholesaler hingga ke pengecer. Perniagaan minyak goreng sawit di Indonesia tidak terlepas dari posisi bahan baku CPO di pasar. Hal ini karena CPO sebagai salah satu kontributor penting dalam produksi minyak goreng sawit, khususnya untuk memenuhi permintaan pasar lokal. Tabel 8 menunjukkan korelasi yang kuat antara industri CPO dengan industri minyak goreng di Indonesia. Sekitar 71,1 pangsa produk CPO diserap oleh industri minyak goreng. Dengan demikian, bila terjadi ketidakstabilan pasokan pada industri CPO maka akan berdampak langsung pada ketidakstabilan fluktuasi pada industri minyak goreng dalam negeri. Sementara itu, produk CPO juga sangat diperlukan oleh industri hilir lainnya, khususnya sebagai bahan baku bagi produk-produk kebutuhan rumah tangga lainnya seperti margarin, sabun, detergen,dan lain sebagainya. Kebutuhan CPO di dalam negeri diperkirakan akan terus meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah rumah tangga di Indonesia beberapa tahun terakhir ini. Tabel 8 Pangsa Konsumsi CPO di Indonesia, Tahun 1995 - 2005 Volume dalam ton Tahun Minyak Goreng Margarin Sabun Oleokimia Total 1995 2.014.062 93.440 140.686 383.440 2.631.655 1996 2.382.712 102.000 144.549 464.869 3.094.156 1997 2.860.862 109.360 148.327 435.479 3.554.049 1998 3.289.705 115.360 152.859 408.508 3.966.449 1999 3.160.673 144.105 154.258 458.315 3.917.336 2000 3.318.708 118.668 157.174 514.195 4.108.756 2001 3.484.644 124.602 160.146 576.888 4.346.291 2002 3.658.876 130.832 163.176 647.225 4.600.231 2003 3.910.656 324.333 368.578 552.184 5.155.764 2004 4.086.763 342.171 381.479 550.493 5.360.919 2005 4.257.181 360.991 394.830 533.795 5.546.797 Rata-rata 7,02 9,84 7,72 2,70 7,06 Sumber: Komisi Minyak Sawit Indonesia, 2005 Struktur pasar perniagaan minyak goreng di dalam negeri cenderung bersifat oligopoli, dimana konsumen hanya dihadapkan kepada beberapa produsen besar minyak goreng, baik secara sendiri-sendiri maupun bergabung jadi satu group pemasaran bersama danatau dengan cara pendelegasian kepada salah