Proses Transesterifikasi Minyak Kelapa Sawit Menggunakan Novozym® 435 dalam Sistem Pelarut ChCl untuk Menghasilkan Biodiesel

(1)

PROSES TRANSESTERIFIKASI MINYAK KELAPA

SAWIT MENGGUNAKAN NOVOZYM

®

435 DALAM

SISTEM PELARUT ChCl UNTUK MENGHASILKAN

BIODIESEL

SKRIPSI

Oleh

RAHAYU WULANDARI

110405052

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

AGUSTUS 2015


(2)

ii

PROSES TRANSESTERIFIKASI MINYAK KELAPA

SAWIT MENGGUNAKAN NOVOZYM

®

435 DALAM

SISTEM PELARUT ChCl UNTUK MENGHASILKAN

BIODIESEL

SKRIPSI

Oleh

RAHAYU WULANDARI

110405052

SKRIPSI INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIAN

PERSYARATAN MENJADI SARJANA TEKNIK

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

AGUSTUS 2015


(3)

(4)

(5)

iii

PRAKATA

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Tulisan ini merupakan skripsi dengan judul “Proses Transesterifikasi Minyak Kelapa Sawit Menggunakan Novozym® 435 dalam Sistem Pelarut ChCl untuk Menghasilkan Biodiesel” berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan di Departemen Teknik Kimia Universtas Sumatera Utara. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknik.

Melalui penelitian ini diperoleh hasil biodiesel dari Palm Oil dengan reaksi transesterifikasi menggunakan katalis enzim lipase dalam pelarut ionic liquid, sehingga hasil yang diperoleh dapat dimanfaatkan khususnya mengurangi jumlah penggunaan bahan bakar fosil.

Selama melakukan penelitian hingga penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapat pengarahan dan bimbingan dari dosen pembimbing penulis. Untuk itu secara khusus penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada Ibu Ir. Renita Manurung, MT.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan masukan demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Medan, Agustus 2015 Penulis,

Rahayu Wulandari


(6)

iv

DEDIKASI

Penulis mendedikasikan skripsi ini kepada :

1. Kedua orang tua penulis tercinta, Mulyati dan Adri Candra, kakak tercinta, Tiffany Ulfah, serta makdang tercinta, Yusrizal, yang telah banyak mendukung penulis sampai saat ini.

2. Ir. Renita Manurung, MT. selaku dosen pembimbing serta koordinator skripsi yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan dalam menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini.

3. Dr. Eng. Rondang Tambun, ST.,MT. dan Bode Haryanto Tarigan, PhD yang telah memberikan saran dan masukan untuk kesempurnaan skripsi ini.

4. Bapak Dr. Eng. Ir. Irvan, MT, selaku Ketua Jurusan Departemen Teknik Kimia USU.

5. Ibu Dr. Ir. Fatimah, MT, selaku Sekretaris Jurusan Teknik Kimia USU. 6. Prof. Dr. Ir. Setiaty Pandia sebagai Dosen Pembimbing Akademik.

7. Seluruh Dosen/Staf Pengajar dan Pegawai Administrasi Departemen Teknik Kimia yang telah memberikan banyak sekali ilmu yang sangat berharga kepada penulis

8. Bapak Mariadi atas kerjasama dalam membantu penelitian ini.

9. Bunga Indah Sari atas kerjasamanya yang baik hingga akhir selama melakukan penelitian dan penulisan skripsi ini.

10. Asisten laboratorium Proses Industri Kimia, Rio, Nadya, William, Pasca, Nora, Aidil, Kak Ely, Kak Sari, Bang Jekky, Bang Ruben, dan Bang Ridho yang memberikan banyak dukungan dan semangat kepada penulis.

11. Sahabat-sahabat terbaikku di Teknik Kimia, Dania, Atikah, Resi, Gita, Suci, Olyvia, Nurul, Oktris, Fauzy, Dedi, dan semua stambuk 2011 serta senior-senior yang memberikan banyak dukungan dan semangat kepada penulis terutama Kak Ayu, Kak Aira, Kak Melina dan Bang Riki .

12. Teman-teman tercinta Gio, Ipit, Pandi, Toyan, Nadya, dan Tya yang memberikan banyak dukungan dan semangat kepada penulis.


(7)

v

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Nama : Rahayu Wulandari

NIM : 110405052

Tempat/tanggal lahir : Kayutanam, 14 Mei 1994 Nama orang tua : Adri Candra dan Mulyati Alamat orang tua : Pasa Gelombang No. 105,

Kayutanam, Sumatera Barat

Asal Sekolah:

 SD N 15 2 × 11 Kayutanam tahun 1999-2005  SMP N 1 2 × 11 Kayutanam tahun 2005 – 2008  SMA N 2 Padangpanjang tahun 2008 – 2011 Beasiswa yang pernah diperoleh :

1. Beasiswa PPA (Peningkatan Prestasi Akademik) tahun 2012-2013 Pengalaman Kerja dan Organisasi:

1. Covalen Study Group (CSG) periode 2013 – 2014 sebagai Anggota LITBANG.

2. Himpunan Mahasiswa Teknik Kimia (HIMATEK) periode 2014/2015 sebagai Anggota Bidang LITBANG.

3. Asisten Laboratorium Proses Industri Kimia Departemen Teknik Kimia FT USU tahun 2014-2015 modul Esterifikasi, Resin Urea Formaldehid, Biodiesel, dan Reaktor Fasa Cair.

4. English Club periode 2013 – 2015 sebagai anggota. 5. Bike To Campus periode 2012 – 2015 sebagai anggota. Artikel yang akan dipublikasikan dalam seminar internasional :

1. Transesterification of Refined Bleached Deodorized Palm Oil (RBDPO) Using Novozym® 435 to Produce Biodiesel pada seminar 28th Symposium of Malaysian Chemical Engineers (SOMChE 2015) in Conjunction with 22nd Regional Symposium on Chemical Engineering (RSCE 2015) yang akan berlangsung di Selangor, Malaysia pada 20 – 22 Oktober 2015.

2. Transesterification Process of Palm Oil Using Novozym® 435 in Choline Chloride (ChCl) Ionic Liquid System to Produce Biodiesel pada seminar The 2015 International Conference on Chemical Engineering (ICCE 2015) yang akan berlangsung di Yogyakarta, Indonesia pada 27 – 28 Oktober 2015.

Prestasi akademik/non akademik yang pernah dicapai :

1. Juara I Dokter Kecil Tingkat Kabupaten Padang Pariaman tahun 2005, Sumatera Barat.

2. Juara 1 Vocal Group Tingkat Kabupaten Padang Pariaman tahun 2007, Sumatera Barat.

3. Juara III Essay Writing Bertemakan “Indonesia dalam Kritik Sosial” tahun 2014, Jakarta.


(8)

vi

ABSTRAK

Saat ini, produksi biodiesel secara enzimatik telah banyak menarik perhatian. Namun, metode ini belum bisa diaplikasikan secara optimal pada industri besar yang bersifat komersial karena biaya penyediaan enzim yang tinggi karena terdapatnya kemungkinan terjadinya penurunan aktivitas dan stabilitas enzim dalam reaksi sehingga enzim tersebut tidak dapat digunakan kembali. Keuntungan dari proses enzimatik adalah kemurnian produk yang tinggi karena mudahnya proses pemisahan produk samping seperti gliserol. Namun, terdapat kemungkinan terjadinya penurunan aktivitas dan stabilitas enzim karena inaktivasi oleh akseptor asil dan kotoran dalam minyak atau produk sampingnya. Cairan ionik berbasis kolin digunakan sebagai pelarut yang bertujuan untuk menurunkan inaktivasi terhadap enzim karena lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan pelarut organik dan bersifat nonvolatil. Penelitian ini menggunakan bahan baku minyak sawit, etanol digunakan sebagai akseptor asil karena lebih renewable daripada metanol, Novozym®435, dan ChCl sebagai pelarut. Parameter reaksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah suhu reaksi, waktu reaksi, dan konsentrasi ChCl. Studi ini menunjukkan bahwa yield biodiesel dalam sistem ChCl lebih rendah dibandingkan dengan tanpa ChCl untuk sekali pemakaian. Namun, menunjukkan perolehan yield yang tinggi ketika enzim digunakan beberapa kali. Penurunan yield biodiesel terjadi ketika konsentrasi ChCl meningkat. Hasil ini juga menunjukkan bahwa waktu reaksi memberikan pengaruh terhadap hasil etil ester antara dalam sistem ChCl dan tanpa ChCl. Berdasarkan hasil tersebut, ditunjukkan bahwa karakteristik pelarut ionik dapat mempengaruhi aktivitas enzim dalam reaksi. Jadi, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pelarut ionik berbasis kolin untuk meningkatkan aktivitas enzim.

Kata kunci : biodiesel, ChCl, etanol, , minyak sawit, Novozym® 435.


(9)

vii

ABSTRACT

Currently, the enzymatic production of biodiesel has drawn considerable attention. But, it still can not apply to commercial industry because the cost of enzyme providing is high due to the decreasing of enzyme activity and stability in reaction. So, it can not be reused. The advantage of enzymatic process is high-purity products because it is easy in removing by-products such as gliserol. But, there is possibility that enzyme activity and stability decrease because of inactivation by acyl acceptors and impurities in oils or by-products, gliserol. Choline-based ionic liquids used as a solvent that suppose to decrease inactivation because it is greener than organic solvents and non-volatile. This study used palm oil, ethanol used as an acyl acceptor because it is more renewable than methanol, Novozym® 435, and ChCl as a solvent. The reaction parameters that used in this research were the temperature reaction, reaction time, and ChCl dosage. This study showed that yield biodiesel in ChCl system was lower compared to ChCl-free system for a single use. But, it could obtain the highest yield when enzyme was reused for several times. The decreasing of yield biodiesel occurred when ChCl concentration was increased. This result also showed that time reaction gave an effect to ethyl ester yield between in ChCl system and ChCl-free system. Based on the results, it shows that the characteristic of ionic liquids influences enzyme activity in reaction which can decrease or increase it. So, it needs to do further research about choline-based ionic liquids to increase enzyme activity.

Keywords : biodiesel, ChCl, ethanol, Novozym® 435, palm oil.


(10)

viii

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI i

PENGESAHAN UNTUK UJIAN SKRIPSI ii

PRAKATA iii

DEDIKASI iv

RIWAYAT HIDUP PENULIS v ABSTRAK vi

ABSTRACT vii

DAFTAR ISI viii DAFTAR GAMBAR xi DAFTAR TABEL xiii

DAFTAR LAMPIRAN xiv

DAFTAR SINGKATAN xvi

DAFTAR SIMBOL xviii

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 LATAR BELAKANG 1

1.2 PERUMUSAN MASALAH 2

1.3 TUJUAN PENELITIAN 2

1.4 MANFAAT PENELITIAN 3

1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4

2.1BIODIESEL 4

2.2PROSES TRANSESTERIFIKASI ENZIMATIS 6

2.3ENZIM LIPASE 9

2.4NOVOZYM® 435 10

2.5SOLVENT 11

2.6POTENSI EKONOMI BIODIESEL DARI RBDPO 13

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 16

3.1LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 16

3.2BAHAN DAN PERALATAN 16


(11)

ix

3.2.1 Bahan Penelitian 16

3.2.2 Peralatan Penelitian 16

3.3RANCANGAN PERCOBAAN 17

3.4PROSEDUR PENELITIAN 18

3.4.1 Prosedur Utama 18

3.4.2 Sketsa Percobaan 19

3.4.3 Prosedur Analisis 19

3.4.3.1 Analisis Aktivitas Enzim Lipase dengan Metode 19

Hidrolisis

3.4.3.2 Analisis Kadar FFA Bahan Baku RBDPO dengan 20 Metode Tes AOCS Official Method Ca 5a-40

3.4.3.3 Analisis Komponen Asam Lemak dalam 20 Trigliserida Bahan Baku RBDPO dan Biodiesel yang Dihasilkan Menggunakan GCMS 3.4.3.4 Analisis Viskositas Biodiesel yang Dihasilkan 21

dengan Metode Tes ASTM D445 3.4.3.5 Analisis Densitas Biodiesel yang Dihasilkan 21

dengan Metode Tes OECD 109

3.5FLOWCHART PENELITIAN 22

3.5.1 Sintesis Biodiesel dengan Reaksi Transesterifikasi 22 3.5.2 Analisis Aktivitas Enzim Lipase dengan Metode Hidrolisis 24 3.5.3 Analisa Kadar FFA Bahan Baku RBDPO dengan Metode 25 Tes AOCS Official Method Ca 5a-40 3.5.4 Analisa Viskositas Biodiesel yang Dihasilkan dengan 26

Metode Tes ASTM D 445

3.5.5 Analisa Densitas Biodiesel yang Dihasilkan dengan 27

Metode Tes OECD 109

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 28

4.1ANALISIS BAHAN BAKU RBDPO 28

4.2PENGARUH IL (IONIC LIQUIDS) (ChCl) TERHADAP 31 PEROLEHAN YIELD

4.3PENGARUH KONSENTRASI IL (ChCl) TERHADAP 33


(12)

x PEROLEHAN YIELD

4.4PENGARUH IL (ChCl) TERHADAP KINERJA ENZIM 34 4.5PENGARUH WAKTU TERHADAP PEROLEHAN YIELD 36 4.6ANALISIS AKTIVITAS ENZIM NOVOZYM® 435 38

4.7ANALISIS PRODUK BIODIESEL 39

4.7.1 Analisis Kemurnian Etil Ester (%) 39

4.7.2 Analisis Densitas 40

4.7.3 Analisis Viskositas Kinematik 41

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 42

5.1KESIMPULAN 42

5.2SARAN 43

DAFTAR PUSTAKA 44


(13)

xi

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1 Reaksi Transesterifikasi Enzimatis 8

Gambar 2.2 Mekanisme Kerja Enzim 10

Gambar 2.3 Stabilitas Enzim dalam Cairan Ionik 13 Gambar 3.1 Rangkaian Peralatan Proses Transesterifikasi RBDPO 19

Menggunakan Novozym® 435 dalam Sistem Pelarut ChCl untuk Menghasilkan Biodiesel Sawit

Gambar 3.2 Flowchart Sintesis Biodiesel dengan Reaksi Transesterifikasi 22 Gambar 3.3 Flowchart Analisis Aktivitas Enzim Lipase dengan Metode 24

Hidrolisis

Gambar 3.4 Flowchart Analisa Kadar FFA Bahan Baku RBDPO 25 Gambar 3.5 Flowchart Analisa Viskositas Biodiesel yang Dihasilkan 26 Gambar 3.6 Flowchart Analisa Densitas Biodiesel yang Dihasilkan 27 Gambar 4.1 Analisa Kadar FFA dan Kadar Air terhadap CPO dan RBDPO 28 Gambar 4.2 Kromatogram Hasil Analisis GC Komposisi Asam Lemak 27

RBDPO

Gambar 4.3 Pengaruh IL (ChCl) terhadap Perolehan Yield 31 Gambar 4.4 Pengaruh Konsentrasi IL (ChCl) terhadap Perolehan Yield 33 Gambar 4.5 Pengaruh Cairan Ionik terhadap Kinerja Enzim 34 Gambar 4.6 Pengaruh Waktu terhadap Perubahan Perolehan Yield 36

Tanpa dan Dengan ChCl

Gambar 4.7 Aktivitas Enzim Novozym® 435 SebelumPemakaian 38 dan Setelah Pemakaian Ulang

Gambar L4.1 Bahan Baku RBDPO 59

Gambar L4.2 Proses Transesterifikasi 59

Gambar L4.3 Hasil Transesterifikasi 60

Gambar L4.4 Penyaringan Enzim 60

Gambar L4.5 (a) Biodiesel yang Dihasilkan, (b) Penyimpanan 61 Biodiesel dalam Botol

Gambar L4.6 (a) Novozym Sebelum Dipakai, (b) Novozym Setelah 61


(14)

xii

Dipakai, (c) Analisis Aktivitas Enzim, (d) Penyimpanan Novozym dalam Botol

Gambar L4.7 Analisis Densitas 62

Gambar L4.8 Analisis Viskositas 62

Gambar L5.1 Hasil Analisis Kromatogram GC-MS Asam Lemak RBDPO 63 Gambar L5.2 Hasil Analisis Kromatogram GC Biodiesel Run 1 64 Gambar L5.3 Hasil Analisis Kromatogram GC Biodiesel Run 2 65 Gambar L5.4 Hasil Analisis Kromatogram GC Biodiesel Run 3 66 Gambar L5.5 Hasil Analisis Kromatogram GC Biodiesel Run 4 67 Gambar L5.6 Hasil Analisis Kromatogram GC Biodiesel Run 5 68 Gambar L5.7 Hasil Analisis Kromatogram GC Biodiesel Run 6 69 Gambar L5.8 Hasil Analisis Kromatogram GC Biodiesel Run 7 70 Gambar L5.9 Hasil Analisis Kromatogram GC Biodiesel Run 8 71 Gambar L5.10 Hasil Analisis Kromatogram GC Biodiesel Run 9 72 Gambar L5.11 Hasil Analisis Kromatogram GC Biodiesel Run 10 73 Gambar L5.12 Hasil Analisis Kromatogram GC Biodiesel Run 11 74 Gambar L5.13 Hasil Analisis Kromatogram GC Biodiesel Run 12 75


(15)

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Komposisi Utama RBDPO 5

Tabel 2.2 Jumlah Produksi Minyak Kelapa Sawit di Indonesia Tahun 6 2000 – 2011

Tabel 2.3 Sifat Biokatalis Novozym 435 11

Tabel 3.1 Rancangan Percobaan Penelitian Transesterifikasi 17 Tabel 3.2 Rancangan Percobaan Penelitian Pemakaian Ulang Enzim 18 Tabel 4.1 Komposisi Asam Lemak dari RBDPO 30 Tabel 4.2 Komposisi Asam Lemak Jenuh dan Tak Jenuh pada RBDPO 30 Tabel 4.3 Persyaratan Kualitas Biodiesel Menurut SNI 39 Tabel 4.4 Hasil Analisis Densitas Biodiesel 40 Tabel 4.5 Hasil Analisis Viskositas Kinematik Biodiesel 41

Tabel L1.1 Komposisi Asam Lemak RBDPO 51

Tabel L1.2 Komposisi Trigliserida RBDPO 52 Tabel L2.1 Hasil Analisa Densitas Biodiesel 53 Tabel L2.2 Hasil Analisa Viskositas Biodiesel 53 Tabel L2.3 Hasil Yield Biodiesel Pemakaian Pertama 53 Tabel L2.4 Hasil Yield Biodiesel Pemakaian Ulang Enzim 54 Tabel L2.5 Hasil Analisa Aktivitas Enzim Berdasarkan Persen Hidrolisa 54

RBDPO


(16)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU 51

L1.1 KOMPOSISI ASAM LEMAK BAHAN BAKU 51 RBDPO HASIL ANALISIS GCMS

L1.2 KOMPOSISI TRIGLISERIDA BAHAN BAKU 52 RBDPO

L1.3 KADAR FFA RBDPO 52

LAMPIRAN 2 DATA HASIL PENELITIAN 53

L2.1 DATA HASIL ANALISIS DENSITAS BIODIESEL 53 L2.2 DATA HASIL ANALISIS VISKOSITAS KINEMATIK 53

BIODIESEL

L2.3 DATA YIELD BIODIESEL 53

L2.4 DATA HASIL ANALISIS AKTIVITAS ENZIM 54 BERDASARKAN PERSEN HIDROLISA RBDPO

LAMPIRAN 3 CONTOH PERHITUNGAN 55

L3.1 PERHITUNGAN KADAR FFA RBDPO 55 L3.2 PERHITUNGAN KEBUTUHAN ETANOL 55 L3.3 PERHITUNGAN DENSITAS BIODIESEL 56 L3.4 PERHITUNGAN VISKOSITAS BIODIESEL 57 L3.5 PERHITUNGAN YIELD BIODIESEL 58 L3.6 PERHITUNGAN PERSEN HIDROLISA RBDPO 58

LAMPIRAN 4 DOKUMENTASI PENELITIAN 59

L4.1 BAHAN BAKU RBDPO 59

L4.2 PROSES TRANSESTERIFIKASI 59

L4.3 HASIL TRANSESTERIFIKASI 60

L4.4 PENYARINGAN ENZIM 60

L4.5 PRODUK AKHIR BIODIESEL 61

L4.6 ANALISIS AKTIVITAS ENZIM 61

L4.7 ANALISIS DENSITAS 62

L4.8 ANALISIS VISKOSITAS 62

LAMPIRAN 5 HASIL ANALISIS BAHAN BAKU RBDPO DAN 63


(17)

xv BIODIESEL

L5.1 HASIL ANALISIS KOMPOSISI ASAM LEMAK 63 RBDPO

L5.2 HASIL ANALISIS BIODIESEL 64


(18)

xvi

DAFTAR SINGKATAN

PEL Penicillium expansum lipase

BMIM PF6 Butyl Metylimidazolium Hexafluorophosphate BCL Burkholderia cepacia lipase

[OmPy][BF4] 1-Octyl-3-Methylpyridinium-Tetrafluoroborate [OMIM][Tf2N]

1-Octyl-3-Methylimidazolium-Bis(trifluoromethylsulfonyl)-Amide [OMIM][Cl] 1-Methyl-3-Octylimidazolium-Chloride [emim][BF4]

1-Ethyl-3-Methylimidazolium-Tetrafluoroborate

[emim][TF2N] 1-Ethyl-3-Methylimidazolium- Bis(trifluoromethylsulfonyl)-Imide [emim][Cl] 1-Ethyl-3-Methylimidazolium-Chloride [Cnmim]Cl n-Alkyl-3-Methylimidazolium-Chloride

ChCl Choline Chloride

ASTM American Society for Testing and Material (ASTM)

OECD Organization for Economic Co-operation and Development

C Karbon

CALB Candida antartica lipase B

BET Braunanear, Emmelt dan Teller

RILs Room Temperature Ionic Liquids

DES Deep Eutectic Solvents

3D 3 Dimensi

BBM Bahan Bakar Minyak

PLTD Pembangkit Listrik Tenaga Diesel

ESDM Energi dan Sumber Daya Minyak

BBN Bahan Bakar Nabati

EBTKE Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi

BPH Barel Per Hari

APBNP Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara BPDP Badan Pengelola Dana Perkebunan

BLU Badan Layanan Umum

SDM Sumber Daya Manusia

et al et alia

CPO Crude Palm Oil

ALB Asam Lemak Bebas

RBDPO Refined Bleached Deodorized Palm Oil

ILs Ionic Liquids Solvent

IL Ionic Liquid

St Stokes

cSt centistokes

FFA Free Fatty Acid

GC Gas Chromatography

GCMS Gas Chromatography Mass Spechtrophometry


(19)

xvii

PPKS Pusat Penelitian Kelapa Sawit

rpm Rotary per minute

SNI Standar Nasional Indonesia

AOCS American Oil Chemists’ Society

NaOH Natrium Hidroksida

BM Berat Molekul


(20)

xviii

DAFTAR SIMBOL

Simbol Keterangan Dimensi

b/b Persen berat gram

d Distribusi ukuran partikel µm

R Rasio mol mol

T Suhu ºC

t Waktu reaksi jam

V Jumlah pelarut %

T Normalitas larutan NaOH N

V Volume larutan NaOH terpakai ml

M Berat molekul FFA gr/mol

m Berat sampel gram

ρ Massa jenis kg/m3

sg Specific gravity

t Waktu alir s

k Konstanta alir kg/m.s2


(21)

vi

ABSTRAK

Saat ini, produksi biodiesel secara enzimatik telah banyak menarik perhatian. Namun, metode ini belum bisa diaplikasikan secara optimal pada industri besar yang bersifat komersial karena biaya penyediaan enzim yang tinggi karena terdapatnya kemungkinan terjadinya penurunan aktivitas dan stabilitas enzim dalam reaksi sehingga enzim tersebut tidak dapat digunakan kembali. Keuntungan dari proses enzimatik adalah kemurnian produk yang tinggi karena mudahnya proses pemisahan produk samping seperti gliserol. Namun, terdapat kemungkinan terjadinya penurunan aktivitas dan stabilitas enzim karena inaktivasi oleh akseptor asil dan kotoran dalam minyak atau produk sampingnya. Cairan ionik berbasis kolin digunakan sebagai pelarut yang bertujuan untuk menurunkan inaktivasi terhadap enzim karena lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan pelarut organik dan bersifat nonvolatil. Penelitian ini menggunakan bahan baku minyak sawit, etanol digunakan sebagai akseptor asil karena lebih renewable daripada metanol, Novozym®435, dan ChCl sebagai pelarut. Parameter reaksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah suhu reaksi, waktu reaksi, dan konsentrasi ChCl. Studi ini menunjukkan bahwa yield biodiesel dalam sistem ChCl lebih rendah dibandingkan dengan tanpa ChCl untuk sekali pemakaian. Namun, menunjukkan perolehan yield yang tinggi ketika enzim digunakan beberapa kali. Penurunan yield biodiesel terjadi ketika konsentrasi ChCl meningkat. Hasil ini juga menunjukkan bahwa waktu reaksi memberikan pengaruh terhadap hasil etil ester antara dalam sistem ChCl dan tanpa ChCl. Berdasarkan hasil tersebut, ditunjukkan bahwa karakteristik pelarut ionik dapat mempengaruhi aktivitas enzim dalam reaksi. Jadi, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pelarut ionik berbasis kolin untuk meningkatkan aktivitas enzim.

Kata kunci : biodiesel, ChCl, etanol, , minyak sawit, Novozym® 435.


(22)

vii

ABSTRACT

Currently, the enzymatic production of biodiesel has drawn considerable attention. But, it still can not apply to commercial industry because the cost of enzyme providing is high due to the decreasing of enzyme activity and stability in reaction. So, it can not be reused. The advantage of enzymatic process is high-purity products because it is easy in removing by-products such as gliserol. But, there is possibility that enzyme activity and stability decrease because of inactivation by acyl acceptors and impurities in oils or by-products, gliserol. Choline-based ionic liquids used as a solvent that suppose to decrease inactivation because it is greener than organic solvents and non-volatile. This study used palm oil, ethanol used as an acyl acceptor because it is more renewable than methanol, Novozym® 435, and ChCl as a solvent. The reaction parameters that used in this research were the temperature reaction, reaction time, and ChCl dosage. This study showed that yield biodiesel in ChCl system was lower compared to ChCl-free system for a single use. But, it could obtain the highest yield when enzyme was reused for several times. The decreasing of yield biodiesel occurred when ChCl concentration was increased. This result also showed that time reaction gave an effect to ethyl ester yield between in ChCl system and ChCl-free system. Based on the results, it shows that the characteristic of ionic liquids influences enzyme activity in reaction which can decrease or increase it. So, it needs to do further research about choline-based ionic liquids to increase enzyme activity.

Keywords : biodiesel, ChCl, ethanol, Novozym® 435, palm oil.


(23)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Eksplorasi dan konsumsi bahan bakar fosil yang berlebihan telah menyebabkan penurunan cadangan minyak di seluruh dunia, maka cara yang paling memadai untuk memenuhi kebutuhan energi dunia yang terus meningkat adalah dengan mencari bahan bakar alternatif yang berkesinambungan dan ramah lingkungan [1]. Salah satu bahan bakar alternatif tersebut adalah biodiesel.

Biodiesel dapat diproduksi dari minyak nabati dan lemak hewani atau dari minyak goreng bekas dan dikenal sebagai energi yang terbarukan [2–4]. Biodiesel tidak beracun, biodegradable dan merupakan bahan bakar ramah lingkungan [2]. Bahan baku biodiesel yang berpotensi besar di Indonesia untuk saat ini adalah minyak kelapa sawit (Palm Oil), dimana produksi kelapa sawit sangat tinggi di Indonesia [3]. Hal ini merupakan peluang besar bagi biodiesel berbasis bahan baku Palm Oil sebagai energi alternatif pengganti bahan bakar fosil di Indonesia.

Umumnya produksi biodiesel sawit dilakukan dengan reaksi transesterifikasi secara kimiawi, namun terdapat beberapa kelemahan seperti dalam hal pemulihan gliserol dan penghapusan garam anorganik [5–6]. Untuk itu, dilakukan penelitian mengenai proses transesterifikasi enzimatis dimana proses tersebut memiliki beberapa keunggulan, yaitu memproduksi produk kemurnian yang tinggi dan mudahnya pemisahan dari produk samping berupa gliserol [7]. Namun, proses enzimatis ini juga memiliki kelemahan di antaranya yaitu terjadinya penurunan aktivitas dan stabilitas enzim yang disebabkan oleh adsorpsi gliserol ke dalam pori-pori enzim yang pada akhirnya akan menutupi sisi aktif enzim [8–10]. Oleh karena itu, digunakanlah pelarut untuk meningkatkan stabilitas enzim.

Pelarut organik umumnya bersifat volatil dan berbahaya karena beracun serta dapat menonaktifkan enzim [11–12]. Sedangkan ionic liquid tidak menonaktifkan enzim, lebih ramah lingkungan karena merupakan senyawa non volatil, dapat dibuat dari komponen tidak beracun, harganya lebih murah dan tidak memerlukan pemurnian, sehingga banyak dilakukan penelitian mengenai ionic


(24)

2

liquid untuk menentukan kondisi optimum dalam produksi biodiesel dengan nilai yield tinggi [11].

Zhang, et al., (2011) melakukan penelitian produksi biodiesel dari minyak jagung menggunakan Penicillium expansum lipase (PEL) dengan ionic liquid [BMIm][PF6] menghasilkan yield 86 % [13]. Sedangkan Liu, et al., (2011) meneliti produksi biodiesel dari minyak kedelai menggunakan Burkholderia cepacia lipase (BCL) dengan ionic liquid[OmPy][BF4]menghasilkan yield 82,2 ±

1,2 % [14]. Dibandingkan dengan ionic liquid yang telah dilaporkan tersebut, ChCl memiliki keunggulan yaitu murah dan tidak beracun. Zhao, et al., (2013) telah meneliti mengenai produksi biodiesel dari minyak kedelai menggunakan Novozym®435 dengan ionic liquid choline chloride (ChCl) menghasilkan yield 88 % [8]. Penggunaan ionic liquid yang dilaporkan oleh para peneliti tersebut menggunakan minyak dengan kadar asam lemak bebas < 0,05 % dan kadar air ≤ 1 %, sehingga diperlukan kajian lebih lanjut tentang pembuatan biodiesel berbasis RBDPO dengan kadar asam lemak bebas > 0,05 % dan kadar air > 1 % secara transesterifikasi menggunakan katalis Novozym® 435 dengan sistem pelarut ChCl dan etanol sebagai acyl acceptor.

1.2 PERUMUSAN MASALAH

Ionic liquid digunakan sebagai pengganti pelarut organik yang umum digunakan dalam pembuatan biodiesel dengan katalis enzim karena dapat mereduksi kelemahan pelarut organik tersebut yaitu tidak menonaktifkan enzim, lebih ramah lingkungan karena merupakan senyawa non volatil, dan dapat meningkatkan stabilitas enzim.

Oleh sebab itu perlu diteliti lebih lanjut pengaruh penggunaan ChCl terhadap aktivitas dan stabilitas enzim dalam produksi biodiesel dari RBDPO serta pengaruh jumlah ionic liquid, rasio molar etanol, temperatur, dan waktu reaksi terhadap produksi biodiesel dari RBDPO secara enzimatik.


(25)

3

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengkaji pengaruh penggunaan ChCl terhadap aktivitas dan stabilitas enzim dalam produksi biodiesel dari RBDPO.

2. Mengkaji pengaruh jumlah ionic liquid, rasio molar etanol, temperatur, dan waktu reaksi terhadap produksi biodiesel dari RBDPO secara enzimatik.

1.4 MANFAAT PENELITIAN

Adapun manfaat dari penelitian yang dilakukan adalah :

1. Untuk memperoleh informasi mengenai kemungkinan penggunaan larutan ionic berbasis chloride dalam sintesis biodiesel berbasis RBDPO melalui reaksi transesterifikasi enzimatik.

2. Untuk memberikan informasi dasar kelayakan proses untuk sintesis biodiesel.

1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN

Adapun ruang lingkup dari penelitian ini adalah :

1. Bahan baku untuk sintesis biodiesel adalah Refined Bleached Deodorized Palm Oil (RBDPO) yang diperoleh dari PPKS, etanol, Novozym®435, dan kondisi percobaan transesterifikasi dilakukan pada tiga kondisi (rasio mol substrat, temperatur, dan waktu reaksi) yang menghasilkan yield biodiesel tertinggi dengan kecepatan pengadukan 150 rpm [15] dan konsentrasi biokatalis 30 % (b/b) RBDPO [14] dengan memvariasikan :

- Jumlah pelarut : 0,5 %; 1 %; dan 1,5 % (b/b) [8] Analisa yang dilakukan adalah :

1. Analisa kadar Free Fatty Acid (FFA) bahan baku RBDPO. 2. Analisa aktivitas enzim lipase dengan metode hidrolisis.

3. Analisa komposisi bahan baku RBDPO dan biodiesel yang dihasilkan dengan menggunakan GCMS.

4. Analisa viskositas biodiesel yang dihasilkan dengan metode tes ASTM D 445 [45].

5. Analisa densitas biodiesel yang dihasilkan dengan metode tes OECD 109.


(26)

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 BIODIESEL

Biodiesel merupakan campuran dari metil ester asam lemak rantai panjang seperti laurat, palmitat, stearat, oleat, dan lain-lain. Biodiesel biasanya terdiri dari asam lemak alkil rendah (panjang rantai C14-C22), ester dari alkohol rantai pendek, terutama, metanol atau etanol. Minyak atau lemak bereaksi dengan metanol atau etanol dengan katalis natrium hidroksida atau kalium hidroksida untuk membentuk biodiesel, metil atau etil ester, dan gliserol [1,16].

Biodiesel merupakan bahan bakar pengganti terbarukan untuk minyak solar atau bensin solar yang sebagian besar terbuat dari lemak nabati seperti minyak sawit, sayuran, kacang kedelai, dan bunga matahari, atau lemak hewani seperti gemuk, yang dapat dicampur dengan solar atau digunakan secara langsung dalam mesin diesel karena memiliki karakteristik yang sangat mirip, tetapi memiliki emisi gas buang yang lebih rendah [16–17]. Di antara semua kemungkinan tersebut, minyak sawit dikenal sebagai minyak tanaman unggul sebagai bahan baku untuk biodiesel [3].

Biodiesel memiliki sifat yang lebih baik daripada bahan bakar bensin solar, antara lain merupakan sumber daya terbarukan, biodegradable, tidak beracun, dan pada dasarnya bebas dari senyawa sulfur dan aromatik. Biodiesel merupakan bahan bakar yang realistis untuk masa depan dan telah menarik perhatian dunia akhir-akhir ini karena sifatnya yang ramah lingkungan dan dapat digunakan untuk setiap mesin diesel tanpa modifikasi. Berbagai metode untuk produksi biodiesel dari minyak nabati antara lain seperti penggunaan langsung dan pencampuran, mikroemulsifikasi, pirolisis, dan transesterifikasi. Di antara metode tersebut, transesterifikasi merupakan teknik yang paling baik dan diterima secara luas karena prosesnya yang relatif sederhana. Dua jenis alkohol yang biasa digunakan dalam proses ini adalah metanol ataupun etanol. Metanol biasanya digunakan karena biayanya murah, bersifat polar dan memiliki rantai alkohol terpendek,


(27)

5

sedangkan etanol dapat diperoleh dari sumber yang terbarukan dan bersifat lebih renewable dibandingkan metanol [16,18].

Dalam proses ini biasanya digunakan katalis untuk meningkatkan laju reaksi dan hasil yield. Katalis asam dan alkali yang digunakan tergantung pada sifat minyak yang digunakan sebagai bahan baku untuk produksi biodiesel. Katalis lainnya adalah lipase. Lipase memiliki kelebihan dibanding katalis asam dan alkali yaitu lebih sesuai dengan variasi kualitas bahan baku, dapat digunakan kembali, menggunakan lebih sedikit energi dan mengurangi limbah sehingga ramah lingkungan, tetapi memiliki kelemahan seperti biaya yang mahal untuk produksi dalam skala besar dan kinerja enzim terhambat oleh alkohol rantai pendek [12,16].

Salah satu minyak nabati yang potensial untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku biodiesel di Indonesia adalah Refined Bleached Deodorized Palm Oil (RBDPO) dimana RBDPO merupakan fraksi minyak sawit turunan CPO yang sudah dimurnikan dan Indonesia merupakan produsen terbesar bahan baku CPO tertinggi yang dihasilkan untuk produksi biodiesel di dunia [3-4].

Tabel 2.1 Komponen Utama RBDPO [3,19]

Komponen Jumlah

Trigliserida 95 % Free Fatty Acids (FFA) 0,1 % max Moisture dan Impurities 0,1 % max

Pemanfaatan RBDPO ini merupakan salah satu bentuk diversifikasi dan peningkatan nilai ekonomis produk-produk berbasis kelapa sawit dimana produksi kelapa sawit sangat tinggi di Indonesia [3,20]. Luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia semakin bertambah dari tahun 2001-2010, yang diikuti dengan produksi yang cenderung meningkat pula [21].


(28)

6

Produksi minyak kelapa sawit di Indonesia dapat dilihat pada tabel 2.2. Tabel 2.2 Jumlah Produksi Minyak Kelapa Sawit di Indonesia Tahun 2000-2011

[21]

Tahun Jumlah Produksi (dalam ribuan ton)

2000 1.977,8

2001 2.800,7

2002 3.426,7

2003 3.517,3

2004 3.847,2

2005 4.500,8

2006 5.608,2

2007 5.811,0

2008 6.923,0

2009 7.517,7

2010 8.458,7

2011 8.797,9

Produksi kelapa sawit yang sangat tinggi tersebut merupakan peluang besar bagi biodiesel berbasis bahan baku RBDPO sebagai energi alternatif pengganti bahan bakar fosil di Indonesia.

2.2 PROSES TRANSESTERIFIKASI ENZIMATIS

Transesterifikasi merupakan metode yang paling banyak digunakan untuk mengubah minyak menjadi biodiesel. Transesterifikasi merupakan reaksi antara trigliserida yang terkandung dalam minyak dan penerima gugus asil. Penerima gugus asil dapat berupa asam karboksilat (asidolisis), alkohol (alkoholisis) atau ester lain (interesterifikasi) [24]. Metanol merupakan alkohol yang paling sering digunakan dalam proses transesterifikasi karena harganya yang relatif rendah dibandingkan dengan alkohol lainnya. Dalam reaksi metanolisis tertentu, campuran reaksi terdiri dari dua fasa karena metanol memiliki kelarutan yang rendah dalam minyak, menyebabkan terjadinya inaktivasi enzim dan yield metil ester menurun [10]. Proses transesterifikasi dapat dilakukan dengan menggunakan katalis asam, katalis basa, biokatalis, atau dengan menggunakan alkohol superkritis [7].

Metode konvensional untuk memproduksi biodiesel melibatkan katalis asam dan basa untuk membentuk asam lemak alkil ester. Biaya pengolahan dan masalah lingkungan yang terkait dengan produksi biodiesel dan pemulihan produk


(29)

7

samping telah menyebabkan dibutuhkannya metode produksi alternatif. Reaksi enzimatik yang melibatkan lipase dapat menjadi alternatif yang sangat baik untuk menghasilkan biodiesel melalui proses yang biasa disebut alkoholisis, yaitu suatu bentuk reaksi transesterifikasi [25].

Mekanisme reaksi transesterifikasi dengan katalis enzim berlangsung dalam empat tahap [26]:

(a) Kompleks enzim-substrat terbentuk karena penambahan oksigen nukleofilik pada gugus O-H yang terdapat pada enzim.

(b) Asam terkonjugasi dari gugus amina mentransfer proton ke alkil oksigen substrat dan pembentukan gliserol (jika triasilgliserida adalah substrat, diasilglserida akan terbentuk dengan gliserol dan seterusnya).

(c) Atom oksigen dari molekul alkohol ditambahkan ke atom karbon C = O asil enzim intermediet, sehingga kompleks enzim-alkohol terbentuk.

(d) Oksigen dari kompleks enzim dihilangkan dan proton ditransfer dari asam terkonjugasi dari gugus amina, menghasilkan asam lemak metil ester.


(30)

8

Gambar 2.1 Reaksi Transesterifikasi Enzimatis [26]

Keuntungan utama dari kerja lipase sebagai biokatalis adalah kondisi reaksi yang ringan dan mudah memisahkan gliserol tanpa pemurnian sehingga menghemat waktu, menghasilkan sedikit limbah dan kemurnian produk yang sangat tinggi [10, 27–28]. Selain itu, asam lemak bebas dalam minyak dapat benar-benar dikonversi menjadi metil ester tanpa terjadinya pembentukan sabun sehingga meningkatkan yield biodiesel dan mengurangi biaya untuk pemurnian bahan bakar. Karakteristik enzim memungkinkan penggunaan bahan dengan asam tinggi lemak bebas (FFA) atau kadar air yang tinggi seperti minyak non-pangan, minyak goreng dan minyak limbah industri dan berbagai alkohol seperti metanol, etanol, propanol, isopropanol, butanol, dan isobutanol [10].

Yield biodiesel tidak hanya tergantung pada asal usul lipase, tetapi juga pada susunan enzim (diimobilisasi atau tidak), alkohol yang digunakan, rasio molar alkohol terhadap minyak, aktivitas air optimum, suhu reaksi, waktu reaksi,


(31)

9

masa pakai enzim, dan jenis solvent (jika ada) [27–28]. Sintesis biodiesel menggunakan enzim biasanya dilakukan pada suhu antara 20 hingga 60 ºC. Alkohol berlebih dapat memberikan hasil tinggi dalam sintesis biodiesel dan biokatalis dapat digunakan beberapa kali (terutama lipase terimmobilisasi). Lemak yang mengandung trigliserida dan FFA dapat dikonversi secara enzimatik menjadi biodiesel dalam proses satu tahap [27].

2.3 ENZIM LIPASE

Lipase adalah enzim-enzim yang mengkatalisis hidrolisis ester karboksilat dalam molekul triasilgliserol untuk membentuk asam lemak bebas, di- dan monogliserida dan gliserol. Meskipun fungsi alami mereka adalah untuk mengkatalisis hidrolisis ester, mereka juga dapat mengkatalisis esterifikasi. Karena mereka dapat mengkatalisis hidrolisis, alkoholisis, esterifikasi dan transesterifikasi mereka memiliki spektrum yang luas dari aplikasi bioteknologi [10]. Ada dua kategori utama enzim sebagai biokatalis : (1) lipase ekstraseluler (yaitu enzim yang sebelumnya telah dipulihkan dan dimurnikan dari kaldu yang dihasilkan oleh mikroorganisme hidup). Produsen utama yaitu mikroorganisme Mucor miehei, Rhizopus oryzae, Candida antarctica dan Pseudomonas cepacia; (2) lipase intraseluler yang masih tersisa baik di dalam sel ataupun di dinding sel yang memproduksinya; dimana dua kategori enzim tersebut merupakan enzim terimobilisasi [24].

Enzim, termasuk lipase, memiliki struktur tiga dimensi aktif tertentu dalam media encer dengan gugus polar terbuka dan gugus nonpolar tersembunyi. Tidak seperti enzim lainnya, sifat dasar reaksi lipolitik yang dikatalisis oleh lipase sangat kompleks, di mana substrat lipid tidak larut dalam air. Air diperlukan untuk mempertahankan dan mengaktifkan lipase dan lipid yang tidak larut dalam air membuat media reaksi heterogen dengan membentuk antarmuka cair-cair. Antarmuka adalah titik dimana lipase dapat mengakses substrat dan mengkatalis reaksi. Aktivitas lipase mudah dipengaruhi oleh sifat dasar antarmuka, sifat antarmuka, dan luas antarmuka. Antarmuka mengaktifkan enzim melalui adsorpsi, yang membantu terbukanya tutup pada sisi katalitik. Semua jenis antarmuka, seperti padat-cair, cair-cair, atau gas-cair, dapat mempengaruhi aktivitas akibat


(32)

10

adanya hidrofobisitas antarmuka. Peningkatan luas antarmuka akan meningkatkan jumlah enzim yang teradsorbsi, sehingga dapat meningkatkan aktivitas enzim dalam lipid atau sistem air heterogen. Adsorpsi enzim ke antarmuka mengawali serangkaian proses sebelum katalisis lengkap tercapai dan mengarah ke aktivasi dan pengikatan substrat yang diikuti oleh katalisis. Penumpukan produk reaksi pada antarmuka akan mengurangi tegangan permukaan, yang berkaitan dengan energi permukaan yang tinggi. Hal ini tidak dikehendaki karena menyebabkan terjadinya dampak denaturasi pada molekul enzim [29].

Secara sederhana, mekanisme kerja enzim dapat dilihat pada gambar di bawah ini [30].

Gambar 2.2 Mekanisme Kerja Enzim

Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa mekanisme kerja enzim diawali dengan pengontakkan antara substrat dengan sisi aktif enzim yang kemudian akan membentuk sebuah kompleks enzim-substrat dimana substrat akan diubah menjadi produk yang kemudian akan dilepaskan dan enzim diperoleh kembali seperti semula untuk selanjutnya bereaksi kembali dengan substrat [30].

2.4NOVOZYM® 435

Salah satu jenis enzim lipase terimmobilisasi yang telah banyak digunakan dalam produksi biodiesel yaitu Novozym® 435. Novozym® 435 dapat digunakan untuk mengkatalisasi transesterifikasi dan reaksi hidrolisis untuk produksi biodiesel. Novozym® 435 memiliki struktur berpori dan lebih sensitif terhadap perubahan rasio mol serta dapat mencapai konversi yang tinggi dengan rasio mol, temperatur dan jumlah katalis yang lebih rendah [31].


(33)

11

Sifat-sifat dari Novozym® 435 dapat dilihat pada tabel 2.3 berikut. Tabel 2.3 Sifat Biokatalis Novozym® 435 [31]

Sifat katalis Candida antartica lipase B (CALB) bergerak di resin akrilik

Sifat fisik Berbentuk manik-manik bulat berwarna putih

Distribusi ukuran partikel :

d10 (µm) 252

d50 (µm) 472

d90 (µm) 687

Luas permukaan BET (m2/g) 81,6 Volume pori total (cm3/g) 0,45 Diameter pori rata-rata (nm) 17,7

Densitas (g/cm3) 1,19

Porositas 0,349

Kapasitas asam (mmol/g) 0,436

2.5SOLVENT

Transesterifikasi dapat dilakukan baik menggunakan pelarut organik atau dalam media bebas pelarut. Contoh pelarut organik non-polar yang sangat baik untuk minyak yaitu heksana [24]. Tujuan penggunaan pelarut organik untuk transesterifikasi yaitu untuk memastikan campuran reaksi bersifat homogen, mengurangi viskositas campuran reaksi sehingga meningkatkan laju difusi dan dapat mengurangi masalah perpindahan massa di sekitar enzim [12], untuk meningkatkan stabilisasi enzim sehingga memungkinkan untuk digunakan berulang kali [32], dan juga meningkatkan kelarutan alkohol dan sehingga dapat mengurangi efek inaktivasi alkohol dan gliserol pada aktivitas lipase [33]. Namun, pelarut organik bersifat volatil dan menghasilkan limbah beracun sehingga berbahaya bagi kesehatan manusia dan lingkungan [34].

Room temperature ionic liquids (RILs) dianggap sebagai alternatif yang ramah lingkungan pengganti pelarut organik yang dianggap berbahaya. ILs merupakan garam yang tidak mudah menguap, tekanan uapnya dapat diabaikan dimana tekanan uapnya bisa sangat kecil (<1 Pa) bahkan pada suhu yang relatif tinggi (200 sampai 300 ºC), mempunyai polaritas tinggi, dapat menghantarkan listrik karena terdiri dari anion dan kation, tidak mudah terbakar serta stabil secara termal dan kimia [35–36]. ILs memiliki sifat hidrofobik, terdiri dari anion kosmotropik dan kation kaotropik yang biasanya dapat meningkatkan aktivitas


(34)

12

dan stabilitas enzim [37]. Selain itu, ILs memiliki potensi untuk didaur ulang dan digunakan kembali serta mampu menyediakan media reaksi yang bersih dengan limbah yang minimum [38].

Secara keseluruhan, metode untuk menstabilkan dan mengaktifkan enzim dalam ILs dibagi menjadi dua kategori umum, yaitu modifikasi enzim, dan modifikasi lingkungan pelarut. Kategori pertama termasuk imobilisasi enzim dan sebagainya dimana bertujuan agar enzim lebih toleran terhadap faktor penyebab denaturasi ILs. Kategori kedua meliputi penggunaan aditif di ILs dan sebagainya dimana bertujuan untuk meminimalkan sifat denaturasi dari beberapa ILs [39].

Pelarut eutektik berbasis kolin dapat digunakan sebagai media persiapan enzimatik biodiesel [8]. Pelarut eutektik berbasis kolin termasuk dalam deep eutectic solvents (DES) yang merupakan ionic liquid tingkat lanjut. DES adalah campuran garam seperti ChCl dan pemberi ikatan hidrogen bermuatan seperti urea, asam oksalat, atau gliserol. Misalnya, campuran ChCl dan urea dalam rasio molar 1 : 2 yang diencerkan untuk membentuk DES. Ionic liquid berbasis ChCl digunakan sebagai pelarut dalam reaksi transesterifikasi enzimatik karena memiliki keunggulan dibandingkan dengan pelarut organik biasa yang larut dalam air dan pelarut polar organik, yaitu tidak menonaktifkan enzim, lebih ramah lingkungan dari pelarut organik karena merupakan senyawa nonvolatil, dan dapat dibuat dari komponen tidak beracun, harganya lebih murah dan biayanya sama dengan pelarut organik karena tidak memerlukan pemurnian [11].

Stabilisasi enzim di dalam ionic liquids solvent (ILs) adalah salah satu kunci untuk pengembangan proses biokatalitik, aplikasi lingkungan, atau biomedis untuk industri yang lebih efisien. Penggunaan enzim dalam ILs menyajikan keuntungan yang berbeda ketika dibandingkan dengan pelarut organik konvensional . Di sisi lain, dalam beberapa kasus aplikasi enzim dapat dibatasi oleh kelarutan yang rendah, kegiatan atau stabilitas di ILs. Peningkatan fungsi enzim sangat penting untuk aplikasi skala besar untuk menguntungkan secara ekonomis. Metode untuk menstabilkan dan mengaktifkan enzim dalam ILs dapat dibagi menjadi dua strategi yang berbeda yaitu dengan cara modifikasi enzim dan modifikasi pelarut. Modifikasi enzim termasuk liofilisasi (untuk mengubah


(35)

13

morfologi enzim padat), modifikasi kimia (untuk penambahan fungsi kimia ke dalam biomolekul enzim) dan immobilisasi dalam media yang cocok. Selain itu, memahami faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim dan stabilitas di media ILs juga sangat penting. Telah dilaporkan bahwa reaksi enzim dalam ILs dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti aktivitas air, pH, bahan pembantu dan kotoran. Beberapa karakteristik ILs juga berkaitan dengan aktivitas dan stabilitas enzim. Yang paling penting yaitu polaritas, kapasitas ikatan hidrogen, viskositas dan hidrofobik dimana jenis dan kekuatan interaksi ILs dengan molekul enzim pasti akan mempengaruhi struktur 3D mereka. Pengaruh tersebut dapat mengakibatkan atau tidak perubahan aktivitas enzim [40].

Gambar 2.3 Stabilitas Enzim dalam Cairan Ionik [41]

2.6 POTENSI EKONOMI BIODIESEL DARI RBDPO

Produksi minyak sawit di Indonesia yang semakin meningkat dari tahun ke tahun menjadikan minyak sawit dan turunannya sebagai minyak yang berpotensi tinggi untuk digunakan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel. RBDPO dapat diolah dari CPO. Sebagai bahan baku yang berpotensi, RBDPO diharapkan dapat menjadi sumber bahan baku utama untuk pembuatan biodiesel guna mencukupi kebutuhan bahan bakar dalam negeri yang semakin tinggi. Adapun peluang untuk mengembangkan potensi biodiesel sendiri di Indonesia cukup besar terutama untuk substitusi minyak solar mengingat saat ini penggunaan minyak solar mencapai sekitar 40 % dari total penggunaan BBM untuk sektor transportasi. Sementara penggunaan solar pada industri dan PLTD adalah sebesar 74 % dari total penggunaan BBM pada kedua sektor tersebut.

Untuk itu, perlu dilakukan kajian potensi ekonomi biodiesel dari RBDPO. Namun, dalam tulisan ini hanya akan dikaji potensi ekonomi secara sederhana. Sebelum melakukan kajian tersebut, perlu diketahui harga bahan baku yang


(36)

14

digunakan dalam produksi dan harga jual biodiesel. Dalam hal ini, harga biodiesel mengacu pada harga komersial RBDPO dan biaya produksi biodiesel.

Harga RBDPO = Rp. 8.700,00/liter [42] Harga Biodiesel = Rp. 10.900,00/liter [43]

Dapat dilihat bahwa harga jual biodiesel sebagai produk menunjukkan bahwa pengolahan biodiesel dari RBDPO akan meningkatkan nilai ekonomis dari biodiesel tersebut.

Harga jual biodiesel cukup mahal jika dibandingkan dengan harga jual bahan bakar solar yang hanya Rp. 8.500,00/liter. Namun, adanya kebijakan dari pemerintah mengenai peningkatan penggunaan biofuel / biodiesel sebagai bahan bakar yaitu pemberlakuan Peraturan Menteri ESDM Nomor 20 Tahun 2014 yang merupakan perubahan dari Peraturan Menteri ESDM Nomor 32 Tahun 2008 tentang Penyediaan, Pemanfaatan, dan Tata Niaga BBN (Bahan Bakar Nabati) sebagai Bahan Bakar Lain memberikan dampak yang signifikan terhadap konsumsi biodiesel dalam negeri. Kementerian Energi dan Sumber Daya Energi (ESDM) berencana meningkatkan porsi penggunaan BBN sebagai campuran bahan bakar minyak (BBM) dari 10 % bertahap menjadi 20 % dan mulai 1 April 2015 pemerintah mewajibkan seluruh badan usaha yang bergerak di bidang bahan bakar untuk mencampurkan 15 % biodiesel untuk BBM jenis solar dan sejenis yang dijualnya. Biodiesel yang digunakan juga diwajibkan merupakan produk lokal, bukan produk impor.

Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM tengah fokus dalam merealisasikan kebijakan mandatori BBN mulai 2016 sebesar 20 % dikarenakan produksi minyak Indonesia sudah tidak dapat lagi mencukupi kebutuhan dalam negeri. Pada 2015, pemerintah menargetkan produksi siap jual (lifting) minyak Indonesia sekitar 825.000 barel/hari (BPH) sedangkan kebutuhannya diprediksi mencapai 1.600.000 BPH sehingga Indonesia harus mengimpor BBM. Salah satu solusi untuk mengurangi impor minyak adalah dengan memanfaatkan BBN seperti biodiesel sebagai pengganti BBM. Oleh karena itu, Kementerian ESDM berusaha meningkatkan subsidi biodiesel menjadi Rp. 4.000,00/liter dalam APBNP 2015 dari sebelumnya hanya sebesar Rp. 3.000,00/liter. Selain itu Badan Pengelola Dana Perkebunan


(37)

15

(BPDP) atau Badan Layanan Umum (BLU) Kelapa Sawit berencana akan memberikan subsidi tambahan sebesar Rp. 600,00 – Rp. 700,00/liter kepada produsen biodiesel yang didukung oleh kebijakan pemerintah terkait pungutan dana perkebunan kelapa sawit yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2015 tentang Penghimpunan Dana Perkebunan dan Peraturan Presiden Nomor 61 tahun 2015 tentang Penghimpunan dan Penggunaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit dimana dana hasil pungutan tersebut harus benar-benar dialokasikan untuk pengembangan biodiesel dan penanaman kembali (replanting) perkebunan rakyat, riset, promosi pasar, hingga pengembangan SDM di industri kelapa sawit. Hal ini tentu saja akan memberi manfaat yang positif bagi perkembangan industri biodiesel di Indonesia.

Dengan adanya kebijakan pemerintah yang ditetapkan oleh peraturan menteri ESDM, penetapan harga jual biodiesel sendiri bisa fleksibel mengikuti harga bahan baku serta biaya produksi saat ini yang ditutupi dengan subsidi, produksi biodiesel menggunakan bahan baku RBDPO dapat tetap menguntungkan dan berpotensi untuk menjadi industri yang berkembang ke depannya sehingga menjadikan Indonesia sebagai penghasil terbesar biodiesel dan pelaku ekspor biodiesel di dunia.


(38)

16

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN

Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Teknik dan Proses Industri Kimia, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dilakukan selama lebih kurang 6 bulan.

3.2 BAHAN DAN PERALATAN 3.2.1 Bahan Penelitian

Pada penelitian ini bahan yang digunakan antara lain: 1. Refined Bleached Deodorized Palm Oil (RBDPO) 2. Etanol (C2H5OH)

3. Novozym® 435 4. Aquadest (H2O)

5. Natrium Hidroksida (NaOH) 6. Phenolftalein (C20H14O4) 7. Poly Vinil Alcohol Teknis 8. ChCl

3.2.2Peralatan Penelitian

Pada penelitian ini peralatan yang digunakan antara lain: 1. Erlenmeyer

2. Shaker 3. Heater

4. Corong Pemisah 5. Beaker Glass 6. Gelas Ukur 7. Neraca Digital 8. Batang Pengaduk 9. Termometer 10.Corong Gelas


(39)

17 11.Pipet Tetes

12.Statif dan Klem 13.Stopwatch 14.Piknometer

15.Viskosimeter Ostwald 16.Karet Penghisap 17.Buret

3.3 RANCANGAN PERCOBAAN

Penelitian ini dilakukan dengan variabel bebas yaitu rasio mol substrat (R1, R2), temperatur reaksi (T1, T2), waktu reaksi (t1, t2). dan jumlah pelarut (V1, V2, V3) pada reaksi transesterifikasi dengan menggunakan rancangan percobaan sebagai berikut.

Tabel 3.1 Rancangan Percobaan Penelitian Transesterifikasi

Run Rasio Mol Substrat

Temperatur Reaksi (ºC)

Waktu Reaksi (jam)

Jumlah Pelarut (%)

1

R1 T1 t1

V1

2 V2

3 V3

4

R2 T2 t2

V1

5 V2

6 V3


(40)

18

Tabel 3.2 Rancangan Percobaan Penelitian Pemakaian Ulang Enzim

Run E R

(mol) T

t (jam)

Jumlah Pelarut

(%)

1 E1 R1 T1 t1 C1

2 E1 R1 T1 t1 C1

3 E2 R2 T2 t2 C2

4 E2 R2 T2 t2 C2

5 E R T t -

6 E R T t -

3.4 PROSEDUR PENELITIAN 3.4.1 Prosedur Utama

1. Refined Bleached Deodorized Palm Oil (RBDPO), etanol dengan rasio mol 1 : 6 terhadap minyak dan jumlah pelarut 0,5 % dari berat total RBDPO dan etanol dimasukkan ke dalam erlenmeyer.

2. Novozym® 435 sebanyak 30 % dari berat total RBDPO dimasukkan ke dalam campuran.

3. Campuran dipanaskan dengan heater hingga mencapai suhu reaksi 40 o

C, kemudian dihomogenkan campuran menggunakan shaker dengan kecepatan 150 rpm selama waktu tertentu.

4. Heater dimatikan kemudian campuran reaksi dikeluarkan dari erlenmeyer setelah tercapai waktu reaksi kemudian campuran disaring dan enzim disimpan pada suhu 20 oC.

5. Campuran reaksi dimasukkan ke dalam corong pemisah dan dibiarkan hingga terbentuk 2 lapisan.

6. Lapisan bawah yang merupakan campuran gliserol, air, biokatalis, ionic liquid dan etanol dipisahkan dari lapisan atas.

7. Air panas kemudian ditambahkan ke dalam corong pemisah yang berisi lapisan atas dan dikocok untuk mengekstrak pengotor yang masih terdapat dalam lapisan ini, sehingga terbentuk kembali 2 lapisan. Lapisan bawah dibuang dan perlakuan ini diulang beberapa kali hingga air cucian berwarna bening.

8. Lapisan atas yang merupakan etil ester dikeringkan.

Keterangan :

E1 = enzim dengan yield terbanyak pada R1, T1, t1 dengan pelarut E2 = enzim dengan yield terbanyak pada R2, T2, t2 dengan pelarut E = enzim dengan yield terbanyak pada R, T, t tanpa pelarut


(41)

19

9. Etil ester yang telah kering kemudian ditimbang dan dianalisis.

10. Percobaan diulangi untuk beberapa variasi rasio mol substrat, jumlah pelarut dan waktu reaksi.

3.4.2 Sketsa Percobaan

Gambar 3.1 Rangkaian Peralatan Proses Transesterifikasi Minyak Sawit Menggunakan Novozym® 435 dalam Sistem Pelarut ChCl untuk Menghasilkan

Biodiesel Keterangan Gambar :

1. Shaker 2. Heater

3.4.3 Prosedur Analisis

3.4.3.1 Analisis Aktivitas Enzim Lipase dengan Metode Hidrolisis

Analisis aktivitas enzim lipase dengan metode hidrolisis dengan prosedur sebagai berikut [44] :

1. 5 ml RBDPO dan 15 ml aquadest ditambahkan ke dalam erlenmeyer.

2. PVA teknis (Poly Vinil Alcohol) sebanyak 0,3 gram dimasukkan ke dalam campuran.

3. Novozym® 435 dimasukkan ke dalam campuran dengan konsentrasi 10 % dari berat total RBDPO dan aquadest.

4. Reaksi hidrolisis ini dilangsungkan selama 1 jam

5. Setelah tercapai waktu reaksi, sampel sebanyak 2 ml diambil untuk dititrasi menggunakan NaOH 0,05 M.

1

2 3

4

3. Erlenmeyer 4. Termometer


(42)

20

6. Kemudian nilai FFA yang terbentuk dari hasil reaksi hidrolisis dihitung untuk menyatakan aktivitas lipase dengan persamaan :

Dimana: T = normalitas larutan NaOH V = volum larutan NaOH terpakai M = berat molekul FFA

3.4.3.2 Analisis Kadar Free Fatty Acid (FFA) Bahan Baku RBDPO dengan Metode Tes AOCS Official Method Ca 5a-40

Untuk analisis kadar FFA bahan baku RBDPO sesuai dengan AOCS Official Method Ca 5a-40 dengan prosedur sebagai berikut.

1. Bahan baku RBDPO sebanyak 7,05 ± 0,05 gram dimasukkan ke dalam erlenmeyer.

2. Ditambahkan etanol 95 % sebanyak 75 ml.

3. Campuran dikocok kuat dan dilakukan titrasi dengan NaOH 0,25 N dengan indikator fenolftalein 3 - 5 tetes. Titik akhir tercapai jika warna larutan berwarna merah rosa dan warna ini bertahan selama 10 detik.

Dimana: T = normalitas larutan NaOH V = volum larutan NaOH terpakai M = berat molekul FFA

3.4.3.3 Analisis Komponen Asam Lemak dalam Trigliserida Bahan Baku RBDPO dan Biodiesel yang Dihasilkan Menggunakan GCMS

Komposisi bahan baku RBDPO serta biodiesel yang dihasilkan akan diAnalisis menggunakan instrumen GCMS pada Laboratorium Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) untuk mengetahui komponen asam lemak dalam trigliserida seperti asam oleat, asam palmitat, dan asam stearat.


(43)

21

3.4.3.4 Analisis Viskositas Biodiesel yang Dihasilkan dengan Metode Tes ASTM D445

Viskositas adalah ukuran hambatan cairan untuk mengalir secara gravitasi, untuk aliran gravitasi dibawah tekanan hidrostatis, tekanan cairan sebanding dengan kerapatan cairan. Satuan viskositas dalam cgs adalah cm2 per detik (Stokes). Satuan SI untuk viskositas m2 per detik (104 St). Lebih sering digunakan centistokes (cSt) (1cSt =10-2 St = 1 mm2/s). Untuk Analisis viskositas menggunakan metode tes ASTM D445 [45]. Untuk pengukuran viskositas ini menggunakan peralatan utama yaitu viskosimeter Ostwald tube tipe kapiler, viscosimeter holder dan bath pemanas pada 37,8 oC. Termometer yang digunakan memiliki ketelitian 0,02 oC dan menggunakan stopwatch dengan ketelitian 0,2 detik.

3.4.3.5 Analisis Densitas Biodiesel yang Dihasilkan dengan Metode Tes OECD 109

Untuk analisis densitas menggunakan metode tes OECD 109. Untuk pengukuran densitas ini menggunakan peralatan utama yaitu piknometer. Perbedaan berat antara piknometer kosong dan penuh dihitung pada suhu 20 oC.


(44)

22

3.5 FLOWCHART PENELITIAN

3.5.1 Sintesis Biodiesel dengan Reaksi Transesterifikasi

Gambar 3.2 Flowchart Sintesis Biodiesel dengan Reaksi Transesterifikasi Mulai

RBDPO, etanol dan ChCl dimasukkan dengan rasio mol tertentu ke dalam erlenmeyer

Campuran dihomogenkan menggunakan shaker dengan kecepatan 150 rpm dengan variasi waktu tertentu

Novozym® 435 dengan jumlah tertentu dari berat total RBDPO dimasukkan ke dalam campuran

Campuran dipanaskan dengan heater hingga mencapai suhu reaksi 40 0C

Heater dimatikan

Campuran dikeluarkan dari erlenmeyer disaring, setelah itu dimasukkan ke dalam corong pemisah sehingga enzim dan

campuran terpisah

Enzim disimpan pada suhu 20 oC

Campuran dibiarkan hingga terbentuk 2 lapisan

Lapisan atas dibiarkan dalam corong pemisah

A Lapisan bawah dikeluarkan

dari corong pemisah


(45)

23

Gambar 3.2 Flowchart Sintesis Biodiesel dengan Reaksi Transesterifikasi Lapisan atas dicuci dengan air panas dan ionic

liquid sehingga terbentuk 3 lapisan A

Apakah lapisan bawah berwarna

bening? Dikocok

Lapisan ketiga dikeluarkan dari corong pemisah

Ya

Tidak

Selesai

Lapisan atas (etil ester) dikeringkan

Etil ester yang telah kering ditimbang

Etil ester dianalisis Lapisan kedua disimpan

pada suhu di bawah 20 oC


(46)

24

3.5.2 Analisis Aktivitas Enzim Lipase dengan Metode Hidrolisis

Gambar 3.3 Flowchart Analisis Aktivitas Enzim Lipase dengan Metode Hidrolisis Mulai

5 ml RBDPO dan 15 ml aquadest ditambahkan ke dalam erlenmeyer.

PVA teknis sebanyak 0,3 gram dimasukkan ke dalam campuran.

Novozym® 435 dimasukkan ke dalam campuran dengan konsentrasi 10% dari berat total RBDPO

dan aquadest

Reaksi hidrolisis ini dilangsungkan selama 1 jam

Sampel sebanyak 2 ml diambil untuk dititrasi menggunakan NaOH 0,05 M

Nilai FFA kemudian dihitung

Selesai


(47)

25

3.5.3 Analisis Kadar FFA Bahan Baku RBDPO dengan Metode Tes AOCS

Official Method Ca 5a-40

Gambar 3.4 Flowchart Analisis Kadar FFA Bahan Baku RBDPO Mulai

Bahan baku RBDPO sebanyak 7,05 ± 0,05 gram dimasukkan ke dalam erlenmeyer.

Ditambahkan etanol 95% sebanyak 75 ml

Campuran dikocok kuat kemudian ditambahkan indikator fenolftalein 3-5 tetes

Campuran dititrasi dengan NaOH 0,25 N

Apakah larutan berwarna merah rosa?

Ya

Tidak

Kadar FFA dihitung

Selesai


(48)

26

3.5.4 Analisis Viskositas Biodiesel yang Dihasilkan dengan Metode Tes ASTM D 445

Gambar 3.6 Flowchart Analisis Viskositas Biodiesel yang Dihasilkan Mulai

Viskosimeter dikalibrasi dengan air untuk menentukan konstanta viskosimeter

Sampel berupa biodiesel dimasukkan sebanyak 5 ml kedalam viskosimeter

Sampel dihisap dengan karet penghisap hingga melewati batas atas viskosimeter

Waktu alir sampel dicatat dari batas atas hingga batas bawah

Selesai

Sampel dibiarkan mengalir ke bawah sampai batas bawah viskosimeter

Pengukuran dilakukan sebanyak 3 kali

Viskositas sampel dihitung


(49)

27

3.5.5 Analisis Densitas Biodiesel yang Dihasilkan dengan Metode Tes OECD 109

Gambar 3.6 Flowchart Analisis Densitas Biodiesel yang Dihasilkan Mulai

Piknometer dikalibrasi dengan air untuk mengetahui volume piknometer

Piknometer diisi dengan hasil sintesis biodiesel

Massanya ditimbang

Densitas sampel percobaan dihitung

Selesai


(50)

28

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 ANALISIS BAHAN BAKU RBDPO

Pada penelitian ini bahan baku yang digunakan yaitu RBDPO yang merupakan minyak sawit turunan CPO (Crude Palm Oil) yang diperoleh dari hasil ekstraksi daging buah kelapa sawit dan kemudian dilakukan proses lebih lanjut yaitu netralisasi, dekolorisasi, dan deodorisasi.

Berikut adalah perbandingan ALB (Asam Lemak Bebas) dan kadar air pada CPO dan RBDPO dengan menganalisa kadar FFA dan kadar air pada masing-masing minyak seperti yang terlihat pada gambar 4.1.

Gambar 4.1 Analisa Kadar FFA dan Kadar Air terhadap CPO dan RBDPO

Gambar 4.1 menunjukkan bahwa RBDPO memiliki kadar FFA yang cukup rendah jika dibandingkan dengan CPO. CPO memiliki kadar FFA sebesar 4,78 % dan RBDPO sebesar 1,138 % sehingga RBDPO tidak memerlukan pretreatment dalam penggunaannya sebagai bahan baku biodiesel secara enzimatis. Kadar FFA yang cukup tinggi (> 0,5 %) tidak menjadi masalah dalam proses produksi biodiesel dengan menggunakan biokatalis enzim karena salah satu keuntungan dari transesterifikasi enzimatik adalah tidak terdapat kemungkinan terbentuknya reaksi saponifikasi. Namun, terdapatnya gum pada CPO menyebabkan biaya produksi bertambah disebabkan karena adanya proses pretreatment untuk


(51)

29

menghilangkan gum yang dapat menurunkan kualitas produk biodiesel sehingga penggunaan RBDPO sebagai bahan baku dapat dipertimbangkan.

Kadar air pada RBDPO lebih rendah jika dibandingkan dengan CPO yaitu 2 % dan CPO 3,78 %. Adanya kadar air pada substrat akan membantu enzim dalam mempertahankan aktivitasnya karena kadar air merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi reaksi transesterifikasi enzimatik dimana kadar air tersebut mempunyai efek yang kuat terhadap keadaan konformasi tiga dimensi sisi aktif lipase. Aktivitas lipase tergantung dari antarmuka minyak-air dimana antarmuka tersebut berguna untuk memberikan lingkungan yang sesuai untuk aktivasi enzim berkaitan dengan pembukaan dan penyusunan ulang sisi aktif melalui perubahan konformasi dari molekul lipase [46]. Namun, kadar air yang berlebihan dapat menjadi penyebab denaturasi enzim sehingga RBDPO yang memiliki kadar air yang lebih rendah dapat dipilih sebagai bahan baku produksi biodiesel.

Selanjutnya, minyak sawit (RBDPO) ini dianalisis dengan menggunakan GC (Gas Chromatography) untuk mengetahui komposisi asam-asam lemak yang terkandung di dalamnya dan untuk menghitung berat molekul RBDPO (dalam bentuk trigliserida). Berikut merupakan komposisi asam lemak hasil analisis GC dari RBDPO yang ditunjukkan pada gambar 4.2.

Gambar 4.2 Kromatogram Hasil Analisis GC Komposisi Asam Lemak RBDPO


(52)

30

Dari hasil analisis pada gambar 4.2, maka diperoleh komposisi asam lemak RBDPO yang dapat dilihat pada tabel 4.1.

Tabel 4.1 Komposisi Asam Lemak dari RBDPO

No. Puncak Retention Time

(menit) Komponen Penyusun

Komposisi % (b/b)

1 13,632 Asam Laurat (C12:0) 0,1781 2 16,648 Asam Miristat (C14:0) 0,9959 3 19,395 Asam Palmitat (C16:0) 44,0761 4 19,677 Asam Palmitoleat (C16:1) 0,1480 5 21,691 Asam Stearat (C18:0) 4,2354 6 22,033 Asam Oleat (C18:1) 42,7710 7 22,556 Asam Linoleat (C18:2) 6,6405 8 23,313 Asam Linolenat (C18:3) 0,0855 9 24,066 Asam Arakidat (C20:0) 0,3465 10 24,051 Asam Eikosenoat (C20:1) 0,5229

Berdasarkan data komposisi asam lemak dari RBDPO maka dapat ditentukan bahwa berat molekul RBDPO (dalam bentuk trigliserida) adalah 848,4640 gr/mol sedangkan berat molekul FFA RBDPO adalah 270,0150 gr/mol. Selanjutnya, berdasarkan hasil analisis GC, komponen asam lemak yang dominan pada sampel RBDPO adalah pada puncak 3 yaitu asam lemak jenuh berupa asam palmitat sebesar 44,0761% (b/b) dan pada puncak 6 yaitu asam lemak tidak jenuh berupa asam oleat sebesar 42,7710% (b/b). Komponen trigliserida dapat dihidrolisis oleh lipase, karena lipase bereaksi dengan ikatan ester asam karboksilat untuk menghidrolisis lemak atau minyak. Minyak sawit kasar mengandung trigliserida sebagai penyusun utama, dan sebagian kecil komponen nontrigliserida.

Komposisi asam lemak jenuh dan tak jenuh pada RBDPO disajikan pada tabel 4.2 berikut.

Tabel 4.2 Komposisi Asam Lemak Jenuh dan Tak Jenuh pada RBDPO

Komposisi Persentasi (%)

Asam Lemak Jenuh 49,8320 Asam Lemak Tak Jenuh 50,1680

Pada penelitian ini katalis menggunakan enzim lipase terimobilisasi yang menggunakan support dari resin akrilik (Novozym® 435) [31]. Enzim lipase merupakan jenis enzim hidrolitik yang dapat digunakan dalam berbagai reaksi


(53)

31

alkoholisis, aminolisis, dan hidrolisis. Transesterifikasi dengan katalis lipase berlangsung dalam dua tahap yang melibatkan hidrolisis ikatan ester dan esterifikasi dengan substrat kedua [46, 47].

Berdasarkan komposisi asam lemak jenuh dan tidak jenuh dalam RBDPO maka dimungkinkan paling sedikit 49,8320 % asam lemak akan terkonversi menjadi ester dengan menggunakan Novozym® 435. Asam lemak pada RBDPO yang lebih dominan adalah asam lemak tak jenuh yaitu sekitar 50,1680 % sehingga penggunaan enzim non-spesifik seperti Novozym® 435 memungkinkan akan memberikan hasil yang baik karena semua golongan gliserida (tri-, di-, dan mono-) dan asam lemak bebas dapat diubah menjadi ester.

4.2 PENGARUH IL (IONIC LIQUDS) (ChCl) TERHADAP PEROLEHAN

YIELD

Adapun pengaruh IL (ChCl) terhadap perubahan yield diperlihatkan pada gambar 4.3.

Gambar 4.3 Pengaruh IL (ChCl) terhadap Perolehan Yield

Gambar 4.3 menunjukkan bahwa IL berpengaruh terhadap persen yield etil ester yang diperoleh. Lee, et al., (2006) melaporkan bahwa aktivitas Novozym® 435 di [OMIM][Tf2N] menurun secara linear dengan adanya kandungan klorida sedangkan aktivitas lipase dari Rhizomer miehei mengalami penurunan yang drastis pada [OMIM][Cl] [48]. Dilaporkan juga oleh Zhao, et al., (2009), aktivitas Novozym® 435 pada reaksi transesterifikasi antara etil butirat dan 1-butanol


(54)

32

sangat rendah karena adanya kandungan halida yang tinggi (Cl- dan Br-) [49], sehingga kemungkinan bahwa penurunan yield disebabkan oleh karakteristik ChCl yang mempengaruhi kinerja katalitik enzim sehingga aktivitas enzim menurun. Berdasarkan grafik hasil penelitian di atas dapat dilihat bahwa total persen perolehan yield tanpa IL sebesar 98,83 % dan terjadi penurunan sebesar 3,58 % pada penggunaan IL dengan kondisi reaksi yang sama, sehingga perolehan persen yield menjadi sebesar 95,25 %.

Kandungan anion pada IL juga berpengaruh terhadap aktivitas transesterifikasi. IL yang mengandung anion dengan kemampuan mengikat hidrogen yang kuat seperti klorida (Cl-) cenderung akan mendenaturasi enzim dan sulit mentransformasikan pelarutan substrat menjadi produk melalui reaksi enzimatik sehingga menghasilkan penurunan yield. IL ChCl mengandung anion Cl- yang merupakan golongan halida dan mudah larut dalam senyawa organik dan anorganik termasuk air sehingga dapat digolongkan ke dalam IL golongan hidrofilik. IL dengan sifat yang mudah larut dalam air menghasilkan perolehan yield biodiesel yang sangat rendah. Untuk itu diperlukan kajian lebih lanjut mengenai karakteristik IL ditinjau dari kation dan anionnya, serta pemahaman yang mendalam tentang interaksi antara IL dengan enzim secara struktural.


(55)

33

4.3 PENGARUH KONSENTRASI IL (ChCl) TERHADAP PEROLEHAN

YIELD

Adapun pengaruh IL (ChCl) terhadap perubahan yield diperlihatkan pada gambar 4.4.

Gambar 4.4 Pengaruh Konsentrasi IL (ChCl) terhadap Perolehan Yield

Pada gambar 4.4 dapat dilihat bahwa jumlah IL berpengaruh terhadap perolehan persen yield etil ester yang diperoleh. IL ChCl termasuk ke dalam golongan garam ammonium kuarterner dengan choline sebagai kation dan chloride sebagai anion. Noritomi, et al. (2011) membandingkan stabilitas termal dan aktivitas lysozyme dalam IL yang memiliki anion yang berbeda yaitu [emim][BF4], [emim][TF2N], dan [emim][Cl], dan diperoleh aktivitas enzim yang sangat rendah pada [emim][Cl] dibandingkan dengan [emim][BF4] [50], sehingga diduga bahwa penurunan yield seiring dengan penambahan konsentrasi ChCl kemungkinan disebabkan oleh karakteristik ChCl yang mempengaruhi kinerja katalitik enzim sehingga menyebabkan aktivitas enzim menurun. Adanya kandungan anion Cl- pada ChCl berdampak pada stabilitas dan aktivitas enzim karena kemampuan membentuk ikatan hidrogen dan sifat nukleofiliknya. Anion inilah yang menyebabkan ChCl memiliki kemampuan tinggi dalam membentuk ikatan hidrogen dan berinteraksi kuat dengan enzim, sehingga dapat menyebabkan hilangnya struktur sekunder protein dan penurunan aktivitas pada enzim. Hasil biodiesel yang sangat rendah pada IL dengan sifat sangat mudah larut dalam air

0


(56)

34

juga dapat disebabkan karena pengaruh sifat solvating pada permukaan mikro lipase.

Berdasarkan grafik hasil penelitian di atas dapat dilihat bahwa total persen perolehan yield dengan kondisi suhu reaksi 40 ºC, waktu reaksi 7 jam dan konsentrasi ChCl 0,5 % dari berat total reaktan adalah sebesar 95,25 % dan terjadi penurunan sebesar 4,47 % dan 3,23 % untuk masing-masing penambahan konsentrasi ChCl sebesar 0,5 %, sehingga perolehan persen yield menjadi sebesar 87,55 %. Hal tersebut juga berlaku untuk kondisi suhu reaksi 45 ºC, waktu reaksi 5 jam dan konsentrasi ChCl 0,5 % adalah sebesar 98,68 % dan terjadi penurunan sebesar 14,17 % dan 17,91 % untuk masing-masing penambahan konsentrasi ChCl sebesar 0,5 %, sehingga perolehan persen yield menjadi sebesar 66,60 %. Ventura, et al., (2012) melaporkan terjadinya penurunan aktivitas enzim CaLB terhadap penambahan konsentrasi IL [Cnmim]Cl [51]. Penurunan yield seiring dengan peningkatan konsentrasi IL ChCl dapat disebabkan oleh terjadinya inaktivasi enzim. Semakin tinggi konsentrasi IL maka semakin tinggi pula viskositas campuran reaksi. Hal ini berpengaruh terhadap transfer massa antara substrat dan produk pada sisi aktif enzim, yang memungkinkan terjadinya penurunan yield.

4.4 PENGARUH IL (ChCl) TERHADAP KINERJA ENZIM

Pada penelitian ini dilakukan pemakaian ulang Novozym® 435 sebanyak 3 kali baik tanpa IL maupun dengan IL. Pengaruh IL terhadap kinerja enzim diperlihatkan pada gambar 4.5.

Gambar 4.5 Pengaruh Cairan Ionik terhadap Kinerja Enzim


(57)

35

Gambar 4.5 memperlihatkan penurunan yield pada pemakaian ulang enzim kedua untuk perlakuan tanpa ChCl. Hal tersebut dapat disebabkan oleh inaktivasi enzim oleh alkohol dan efek negatif yang disebabkan oleh teradsorbsinya produk samping berupa gliserol pada permukaan enzim [52]. Berdasarkan grafik hasil penelitian di atas dapat dilihat bahwa pada reaksi transesterifikasi pengulangan I tanpa IL diperoleh yield sebesar 98,83 %, pengulangan II sebesar 96,22 %, dan pengulangan III sebesar 97,14 %. Gliserol bersifat hidrofilik dan tidak larut dalam minyak sehingga sangat mudah teradsorb ke permukaan enzim yang memberikan efek negatif terhadap stabilitas dan aktivitas enzim. Namun, untuk hasil pemakaian ulang enzim yang selanjutnya menunjukkan peningkatan yield walaupun tidak melebihi nilai yield yang diperoleh untuk pemakaian pertama kali. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh terakumulasinya kandungan air dari etanol pada enzim yang akan meningkatkan aktivitas dan stabilitasnya.

Berdasarkan penelitan yang telah dilakukan oleh Rodrigues, et al., (2008), yang menunjukkan aktivitas yang berbeda pada Novozym® 435, Lipozyme TLIM, dan Lipozyme RMIM terhadap jenis alkohol berbeda dengan rantai C1 – C4, laju konversi reaksi transesterifikasi pada Novozym® 435 menurun pada alkohol yang memiliki rantai karbon yang semakin panjang [53]. Sedangkan dari grafik hasil penelitian di atas dapat dilihat bahwa pada reaksi transesterifikasi pengulangan I dengan IL diperoleh yield sebesar 95,25 %, pengulangan II sebesar 99,27 %, dan pengulangan III sebesar 99,50 %. Laju konversi yang mengakibatkan pada kenaikan ataupun penurunan yield tergantung pada jenis alkohol yang digunakan. Berdasarkan hasil yang diperoleh, etanol dapat meningkatkan yield pada reaksi enzimatik walaupun memiliki lebih dari satu rantai karbon. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya kandungan air pada etanol dimana kandungan air tersebut dibutuhkan oleh enzim dalam meningkatkan aktivitas dan stabilitasnya dalam reaksi sehingga akan menghasilkan yield yang tinggi. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa rantai karbon alkohol yang panjang mengurangi inaktivasi enzim oleh gliserol yang kemungkinan disebabkan oleh kuatnya ikatan hidrogen yang terbentuk antara gugus alkil pada etanol dengan gliserol.

Zhao, et al., (2011) mereaksikan ChCl dengan gliserol dengan berbagai rasio dimana aktivitas terbaik enzim dicapai saat penggunaan ChCl : gliserol


(58)

36

dengan rasio 1 : 2 [54], sehingga diduga bahwa peningkatan yield untuk pemakaian II dan III kemungkinan disebabkan oleh produksi gliserol yang mencapai jumlah yang sesuai untuk kemudian membentuk ikatan hidrogen dengan ChCl sehingga dapat mengurangi pemblokiran sisi aktif enzim oleh gliserol dan mencegah inaktivasi enzim akibat penyerangan ikatan hidrogen oleh anion Cl-.

4.5 PENGARUH WAKTU TERHADAP PEROLEHAN YIELD

Adapun pengaruh waktu terhadap perubahan perolehan yield tanpa dan dengan IL (ChCl) diperlihatkan pada gambar 4.6.

Gambar 4.6 Pengaruh Waktu terhadap Perubahan Perolehan Yield Tanpa dan Dengan ChCl

Gambar 4.5 menunjukkan bahwa waktu reaksi berpengaruh terhadap perubahan persen yield etil ester yang diperoleh tanpa dan dengan ChCl. Berdasarkan grafik hasil penelitian di atas dapat dilihat bahwa total persen perolehan yield tanpa IL pada waktu reaksi selama 5 jam sebesar 97,28 % dan terjadi kenaikan sebesar 1,40 % pada penggunaan IL dengan kondisi reaksi yang sama, sehingga perolehan persen yield menjadi sebesar 98,68 %. Sedangkan total persen perolehan yield tanpa IL pada waktu reaksi selama 7 jam adalah sebesar 98,83 % dan terjadi penurunan sebesar 3,58 % pada penggunaan IL dengan kondisi reaksi yang sama, sehingga perolehan persen yield menjadi sebesar 95,25 %. Meskipun penambahan ChCl pada waktu reaksi 7 jam tidak menghasilkan yied

Sumber : [55]


(59)

37

yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa ChCl, tetapi berdasarkan hasil dapat dilihat bahwa pada waktu reaksi 5 jam menghasilkan peningkatan yield dengan adanya penambahan ChCl.

Dari grafik dapat disimpulkan bahwa reaksi yang merupakan reaksi setimbang memerlukan waktu yang pendek guna mencapai keadaan setimbang dan menghasilkan yield maksimum. Adanya perubahan selisih perolehan yield antara tanpa dan dengan penambahan ChCl sebagai pelarut dimana pada waktu reaksi 5 jam terjadi peningkatan sedangkan pada waktu 7 jam terjadi penurunan, kemungkinan disebabkan oleh inaktivasi sisi aktif enzim oleh produk samping yang terbentuk yaitu gliserol. Semakin lama waktu reaksi akan meningkatkan konversi reaksi transesterifikasi substrat menjadi produk, termasuk produk sampingnya yakni gliserol. Hal ini akan mempengaruhi kinerja pelarut ionik dalam mempertahankan aktivitas enzim. Jumlah gliserol yang berlebih akan memberikan kemungkinan yang besar terjadinya pemblokiran sisi aktif enzim sehingga mengakibatkan penurunan yield. Selain itu, lamanya waktu reaksi juga memungkinkan terjadinya reaksi balik dimana jika waktu reaksi dilanjutkan melewati waktu optimum reaksi maka produk akan membentuk reaktan kembali sehingga perolehan yield akan menurun.


(60)

38

4.6 ANALISIS AKTIVITAS ENZIM NOVOZYM® 435

Analisis aktivitas enzim lipase dengan metode hidrolisis yang dilakukan oleh Minovska, et al., (2005) [56]. Pada penelitian ini digunakan persen hidrolisa minyak sawit (RBDPO) sebagai parameter untuk mengetahui kinerja aktivitas enzim Novozym® 435 yang diperlihatkan pada gambar 4.7 berikut.

Gambar 4.7 Aktivitas Enzim Novozym® 435 SebelumPemakaian dan Setelah Pemakaian Ulang

Gambar 4.7 menunjukkan terjadinya penurunan tingkat hidrolisis yang dikarenakan jumlah air yang terlalu sedikit akan mengurangi kemungkinan kontak fisik antara enzim dengan air sebagai pereaksi yang berguna untuk mengaktifkan sisi katalitik enzim lipase, sehingga proses hidrolisis tidak berjalan optimal. Selain itu, jumlah air yang terlalu sedikit menyebabkan sisi aktif asil ester sering tidak dapat bereaksi dengan molekul air untuk memotong asil enzim dan membentuk produk.

Berdasarkan grafik hasil penelitian di atas, diagram aktivitas enzim Novozym® 435 dilakukan pada sebelum dan setelah pemakaian ulang. Dapat dilihat bahwa aktivitas enzim setelah pemakaian ulang tanpa cairan ionik jauh menurun sebesar 0,77 % dibandingkan dengan cairan ionik yaitu sebesar 0,63 %.

Penurunan aktivitas enzim yang signifikan dari sebelum pemakaian hingga setelah pemakaian ulang ini disebabkan oleh inhibitor yang menutupi sisi aktif


(61)

39

pada Novozym® 435. Salah satu inhibitor tersebut adalah minyak sawit yang tidak terkonversi yang terakumulasi pada pori-pori Novozym® 435.

4.7 ANALISIS PRODUK BIODIESEL

Adapun persyaratan kualitas biodiesel menurut SNI dapat dilihat pada tabel 4.3.

Tabel 4.3 Persyaratan Kualitas Biodiesel Menurut SNI [57]

No Parameter Standar

1 Densitas pada 40 oC, kg/m3 850 – 890 2 Viskositas kinematik pada 40 oC, cSt 2,3 – 6,0

3 Gliserol bebas, % massa maks 0,02

4 Gliserol total, % massa maks 0,24

5 Kadar ester, % massa min 96,50

4.7.1 Analisis Kemurnian Etil Ester (%)

Hasil dari kemurnian sampel biodiesel yang telah dihasilkan pada penelitian ini dengan kondisi terbaik dikarakterisasi untuk membandingkan komposisi biodiesel dan sifat-sifat biodiesel yang sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) biodiesel untuk melihat apakah biodiesel yang diproduksi telah sesuai dengan syarat SNI. Berdasarkan hasil analisa GC (Gas Chromatography) yang dilakukan di Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Jl. Brigjen Katamso 51, Medan, kemurnian etil ester yang terbaik sebesar 99,50 % pada kondisi suhu reaksi 40 oC, jumlah katalis Novozym® 435 30 %, waktu reaksi 7 jam dan perbandingan rasio mol alkohol dengan minyak 6 : 1. Hasil Analisis GC untuk setiap run ditunjukkan pada Lampiran 5.

Persentase kemurnian etil ester menggambarkan berapa banyak trigliserida yang telah berhasil di ubah menjadi etil ester melalui reaksi transesterifikasi (persen berat etil ester terhadap produk) [58]. Produk dari reaksi transesterifikasi yaitu campuran dari ester asam lemak, gliserol, alkohol, katalis, dan sejumlah tri-, di-, dan monogliserida. Gliserol mempunyai viskositas yang tinggi sehingga harus dipisahkan dari produk [28]. Pada penelitian ini tidak dilakukan purifikasi atau pemisahan terhadap produk, sehingga rendahnya hasil kemurnian kemungkinan dapat dipengaruhi oleh gliserol dan zat pengotor seperti trigliserida (TG), digliserida (DG), monogliserida (MG) dan kehilangan reaktan.


(62)

40

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kemurnian sebesar 99,50 %. Dalam hal ini, kemurnian dapat ditingkatkan lagi dengan cara pemisahan produk seperti menggunakan metode reaktor membran. Reaktor membran merupakan alat yang berfungsi sebagai tempat untuk melakukan reaksi dan sekaligus pemisahan berbasis membran secara bersamaan. Karena minyak dan alkohol tidak melarut, maka minyak akan melewati pori-pori membran dalam bentuk tetesan. Pori anorganik yang berukuran mikro pada membran secara selektif memisahkan Free Fatty Alkyl Ester, alkohol, dan gliserol dengan tetap mempertahankan tetesan emulsi minyak sehingga kesetimbangan reaksi terbatas dapat meningkat [59].

Berdasarkan hasil analisis diatas bahwa proses transesterifikasi ini memiliki potensi sebagai biodiesel. Hanya saja harus dilakukan kembali perlakuan terhadap biodiesel yang dihasilkan seperti proses purifikasi atau pemisahan produk.

4.7.2 Analisis Densitas

Densitas dapat menjadi parameter keberhasilan reaksi transesterifikasi. Densitas merupakan sifat utama dari suatu bahan bakar yang secara langsung mempengaruhi karakteristik kinerja mesin, seperti angka setana dan nilai kalor. Densitas biodiesel seharusnya berkisar 0,850 - 0,900 g/cm3 [57].

Dari hasil percobaan yang telah dilakukan, diperoleh densitas biodiesel seperti yang telah disajikan pada tabel 4.4 berikut.

Tabel 4.4 Hasil Analisis Densitas Biodiesel

Jumlah Biokatalis (b/b) Rasio Molar Reaktan Suhu Percobaan

(oC)

Densitas Biodiesel (gr/ml)

Standar SNI (kg/m3)

Suhu (oC)

30 % 1 : 6 40 854,6099 850-890 40

Densitas yang diperoleh dari penelitian telah sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI). Selanjutnya densitas yang diperoleh digunakan untuk perhitungan viskositas kinematik biodiesel.


(63)

41

4.7.3 Analisis Viskositas Kinematik

Viskositas dapat diklasifikasikan menjadi viskositas dinamik yang memiliki satuan centipoise, dan viskositas kinematik yang berkaitan dengan densitas cairan dan memiliki satuan centistokes. Viskositas biodiesel merupakan faktor penting dalam kinerja sebuah mesin dimana tinggi rendahnya viskositas memiliki efek negatif terhadap kinerja mesin [60].

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, viskositas yang dihasilkan adalah seperti yang telah disajikan pada tabel 4.5 berikut.

Tabel 4.5 Hasil Analisis Viskositas Kinematik Biodiesel

Jumlah Biokatalis

(b/b)

Rasio Molar Reaktan

Suhu Percobaan

(oC)

Viskositas Kinematik

(cSt)

Standar SNI (cSt)

Suhu (oC)

30 % 1 : 6 40 5,663 2,3-6,0 40

Minyak nabati memiliki viskositas jauh di atas viskositas bahan bakar diesel, inilah yang menjadi kendala penggunaan langsung minyak nabati sebagai bahan bakar. Proses transesterifikasi bertujuan untuk menurunkan viskositas minyak, sehingga mendekati nilai viskositas solar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai viskositas kinematik yang dihasilkan telah sesuai dengan teori.


(1)

Gambar L5.8 Hasil Analisis Kromatogram GC Biodiesel Run 7


(2)

(3)

Gambar L5.10 Hasil Analisis Kromatogram GC Biodiesel Run 9


(4)

Gambar L5.11 Hasil Analisis Kromatogram GC Biodiesel Run 10


(5)

Gambar L5.12 Hasil Analisis Kromatogram GC Biodiesel Run 11 (Pengulangan II Tanpa ChCl, RBDPO : Etanol = 1:6 ; T = 40 ºC ; t = 7 jam)


(6)