5.2. Gambaran Wilayah Kecamatan Baso dan Nagari Tabek Panjang
Kecamatan Baso merupakan salah satu dari 16 kecamatan yang berada dalam wilayah paling Timur Kabupaten Agam. Menurut Kecamatan Baso Dalam
Angka 2007, luas wilayah Kec. Baso adalah 70,30 Km2. Berada pada ketinggian 900 M dari permukaan laut, serta bersuhu 19-22 C. Letak Kecamatan Baso
berbatasan dengan dua kecamatan dan dua kabupaten, yakni sebelah Utara berbatasan dengan Kec. Tilatang Kamang, sebelah Selatan berbatasan dengan
Kab. Tanah Datar, sebelah Barat berbatasan dengan Kec. Ampek Angkek, sedangkan sebelah timur berbatasan dengan Kab. 50 Kota.
Kecamatan Baso terdiri dari enam Nagari, 27 Jorong. Jumlah penduduknya mencapai 32.650 jiwa, 6.949 KK seperti terlihat dalam Tabel 5.3,
berikut
Tabel 5.3. Jumlah Nagari, Jorong, Penduduk dan Luas Wilayah Kec. Baso, 2010
No Nagari
Luas Km2
Jumlah Jumlah dan Nama Jorong
Penduduk KK
1
Koto Tinggi
15,60 8.217
1.817
1. Kubang Pipik 2. Koto Gadang
3. Sungai Sariak 4. Ladang hutan
5. Koto Tinggi 6. Batu Taba
2.
Padang Tarok
16,34 6.599
1.650
1. Padang Tarok 2. Tangah
3.Salasa 4.Titih
5. Mancuang 6. Ujuang Guguak
7. Bukit Apit
3.
Simarasok
14,25 6.050
1.493
1. Koto Tuo 2. Sungai Angek
3. Simarasok 4. Kampeh
4.
Tabek Panjang
19,19 9.309
1.213
1. Sungai Janiah 2. Tabek
3. Baso 4. Sungai Cubadak
5.
Koto Baru
2,20 1.202
390
1. Kasiak Jalan Kapakan 2. Kampuang Ampek
3. Tigo Surau
6.
Salo
2,72 1.273
386
1. Tigo Kampuang 2. Solok Baruah
3. Kuruak Kampuang Panjang
Sumber: Diolah dari Kecamatan Baso Dalam Angka 2008 dan Kabupaten Agam Dalam Angka 2010
Sedangkan Nagari Tabek Panjang merupakan salah satu Nagari dari enam Nagari, yang berada dalam wilayah Kecamatan Baso. Luas wilayah Nagari ini,
mencapai 1919 Ha. Terdiri dari 4 jorong yaitu jorong Sei Cubadak, Baso, Tabek Panjang dan jorong Sungai Janiah, dengan masing-masing luas seperti terlihat
dalam Tabel 5.4 berikut,
Tabel 5.4. Nama dan luas wilayah Jorong dalam Nagari Tabek Panjang, 2010
No Nama Jorong
Luas wilayah Ha
Persentase
1 Sei Cubadak
540 28
2 Baso
570 30
3 Tabek Panjang
399 21
4 Sei Janiah
410 21
Jumlah 1919
100
Sumber : Profil Nagari dan Agam Dalam Angka 2007-2010
Nagari Tabek Panjang berbatasan dengan beberapa Nagari, yakni sebelah Utara berbatasan dengan Koto Baru, Salo. Sebelah Selatan berbatasan dengan
Koto Tinggi, sebelah Barat berbatasan dengan Nagari Simarasok, sedangkan sebelah timur berbatasan dengan Kecamacan Ampek Angkek.
Menurut profil Nagari 2008, jumlah penduduk Nagari Tabek Panjang adalah 9.151 jiwa yang terdiri dari 2094 KK. Kepadatan penduduk Nagari
mencapai 477 per KM, dengan jumlah penduduk menurut jenis kelamin 4484 untuk laki-laki dan 4667 untuk perempuan. Lebih lanjut lihat Tabel 5.5 berikut;
Tabel 5.5. Jumlah Penduduk Per Jenis Kelamin dan Kepadatan Penduduk, Tahun 2010
No Keterangan
Jumlah dalam Jiwa
Persentase 1
Laki-laki 4484
49
2
Perempuan 4667
51
3
Jumlah seluruhnya 9151
100
4
Kepadatan Penduduk 477 per KM
Sumber: Diolah dari Profil Nagari 2010
Pusat ibu kota Nagari Tabek Panjang terletak di tepi jalan lintas provinsi yang menghubungkan kota Bukittinggi dengan kota Payakumbuh. Jalan ini juga
merupakan bagian dari jalan lintas Sumatera, yang menghubungkan kota Padang ibukota Provinsi Sumatera Barat dengan Kota Pekanbaru, yang merupakan
ibukota Provinsi Riau. Kantor Wali Nagari Tabek Panjang, letaknya bersebelahan dengan Pasar Baso yang cukup dikenal di Sumatera Barat.
Nagari Tabek Panjang juga menjadi pusat kecamatan Baso. Jarak kantor Wali Nagari dengan Kantor Camat 0,5 Km. Sedangkan jarak Nagari Tabek
Panjang dengan pusat Kabupaten adalah 70 Km.
3
Berjalan dari pusat pemerintah Nagari dan Kecamatan menuju pusat Kabupaten, akan melalui jalan menurun
disela tebing-tebing terjal dengan melampaui dua objek wisata terkenal di Sumatera Barat, yakni Kelok 44 dan Danau Maninjau.
4
Nagari Tabek Panjang terletak pada ketinggian antara 879-909 meter di atas permukaan laut, curah hujan rata-rata 1500-2000 mm pertahun, dan suhu
rata-rata 19-22 C,
5
Nagari ini, berada pada jalur Bukit Barisan serta berdekatan pula letaknya dengan Gunung Merapi dan Singgalang. Meskipun berada didataran
tinggi, berada diantara Bukit Barisan, Gunung Merapi dan Singgalang, Namun, sebahagian besar wilayah Nagari ini terdiri dari tanah dataran yang menjadi lahan
pertanian, seperti terlihat dalam tabel berikut, Tabel 5.6. Bentuk Permukaan Tanah Wilayah Nagari Tabek Panjang
No Bentang Lahan
Luas Ha Persentase
1 Dataran
1452 76
2 PerbukitanPegunungan
200 10
3 Lain-lain
267 14
Julmlah 1919
100 Sumber: Dinas Pertanian, UPT Kecamatan Baso, tahun 2009
3
Penduduk lazim menyebut pusat kabupaten dengan istilah “bawah”, karena letaknya secara topografis di pinggir pantai. Bandingkan letak Nagari Tabek Panjang dan Kec.Baso yang berada
pada ketinggian 879-909 dari permukaan laut.
4
disamping salah satu tujuan Wisata di Sumatera Barat, Danau Maninjau juga merupakan salah satu pusat PLTA untuk Sumatera Barat dan Riau.
5
Kec.Baso dalam Angka 2008 dan Kabupaten Agam Dalam Angka 2007.
Menurut data dinas Pertanian Provinsi Sumatera Barat UPT Kecamatan Baso, 2009, 173,53 Ha lahan yang ada di Nagari Tabek Panjang dikategorikan
sangat subur. Sedangkan 403,06 Ha diantaranya, dapat dikategorikan tanah subur. Serta, 864,88 Ha merupakan tanah dalam kondisi atau kategori sedang. Hanya 74
Ha, yang memiliki kategori tanah tidak subur dan kritis. Dengan kondisi tanah seperti itu, maka sebahagian besar pekerjaan utama penduduk adalah bertani, baik
sawah, ladang maupun perkebunan. Lebih lanjut lihat Tabel 5.7 berikut; Tabel 5.7 Struktur Penguasaan Tanah di Nagari Tabek Panjang, Tahun 2010
No Status
Jumlah orang
Persentase 1
Pemilik Tanah Sawah 921
46 2
Pemilih tanah tegalladang 526
26 3
Pemilik Tanah Perkebunan 284
14 4
PenyewaPenggarap 27
1,3 5
Buruh tani 227
11 6
Buruh perkebunan 39
1,7 Jumlah
2018 100
Sumber: Diolah dari Profil Nagari Tabek Panjang 2008-2010
Penduduk Di Kanagarian Tabek Panjang, terdiri dari kesatuan paruik, kaum dan Suku. Terdapat 9 sembilan suku yang berada dalam Nagari, namun,
tidak seluruh suku yang ada dalam Nagari menyebar secara merata dalam wilayah Jorong. Suku yang memiliki sebaran ke seluruh Jorong Suku Besar terdiri dari 5
lima suku yakni, suku Caniago, Koto, Sikumbang, Jambak dan Pisang. Sisanya, yakni suku Tanjung, Guci, Piliang dan Melayu merupakan suku kecil yang
penyebarannya tidak di merata serta memiliki anggota yang lebih sedikit. Lebih lanjut lihat Tabel 5.8 berikut;
Tabel 5.8. Jumlah Suku Berdasarkan Jorong Di Nagari Tabek Patah, Tahun 2010
No Nama-Nama Suku Jorong
Nama jumlah Suku di Nagari
Tabek Panjang Sungai
Cubadak Baso
Tabek Panjang
Sungai Janiah
1 Caniago
Caniago Caniago
Caniago Caniago
2 Koto
Koto Koto
Koto Koto
3 Pisang
Pisang Pisang
Pisang Pisang
4 Jambak
Jambak Jambak
Jambak Jambak
5 Sikumbang
Sikumbang Sikumbang
Sikumbang Sikumbang
6 Piliang
Guci Piliang
Tanjuang Piliang
7 Melayu
- Melayu
Melayu Melayu
8 -
- -
- Guci
9 -
- -
- Tanjuang
7 suku 6 suku
7 suku 7 suku
9 suku Sumber : Diolah dari Data Primer 2010
Tabel di atas menunjukkan bahwa terdapat lima suku besar yang umumnya ada di dalam Tabek Panjang, yakni Caniago, Koto, Pisang, Jambak dan
Sikumbang. Selebihnya adalah suku yang jumlahnya sedikit, yaitu Guci, Melayu dan Tanjuang. Kelompok kekerabatan berdasarkan suku ini, sebagaimana akan di
jelaskan selanjutnya, sudah kurang berfungsi dalam sehari-hari. Namun tetap penting di Nagari Tabek Panjang, diantara untuk menunjukkan kelompok
kekerabatan ranji Nagari, menentukan jodoh dan menjaga dan menegakkan gelar-gelar kebesaran kelompok kekerabatan pada tingkat suku.
5.3. Pola Kepemilikan dan Penguasaan Lahan Pertanian Secara tradisional, sistem pemilikan dan penguasaan lahan pertanian pada
masyarakat Nagari Tabek Panjang khususnya, dan Kecamatan Baso pada umumnya, masih dimiliki secara komunal dan di wariskan menurut garis ibu.
Pada awalnya, tanah-tanah yang dimiliki dan dikuasai oleh anggota keluarga luas pada tingkat kaum sakaum. Tanah milik kaum ini kemudian diberikan kepada
anggota-anggota keluarga sarumah yang merupakan unit keluarga terkecil, dengan aturan adat secara ganggam bauntuak.
6
Berbeda yang berlaku di Nagari lain di Kabupaten Agam, sebagaimana studi Erwin 1991, memperlihatkan bahwa di Nagari Sungai Tanang, tanah milik
paruik penguasaannya diberikan kepada keluarga samande
7
dengan dua mekanisme penguasaan tanah, yakni sistem ganggam bauntuak dan cara
bergiliran. Cara ganggam bauntuak berlaku pada paruik yang memiliki tanah luas, namun anggota keluarganya sedikit. Anggota paruik, selanjutnya memperoleh hak
penguasaan terhadap tanah secara terus menerus. Sedangkan cara bergiliran dipakai oleh paruik yang memiliki anggota keluarga yang banyak, namun
memiliki tanah yang sempit. Sehingga, tidak memungkinkan pemberian hak penguasaan tanah secara terus menerus pada anggotanya. Oleh karena itu,
pengelolaan lahan pertanian dilakukan secara bergiliran dari anggota keluarga yang satu dengan yang lain, menurut kekerabatan ibu. Temuan Erwin
memperlihatkan bahwa, pada lahan pertanian yang penguasaan dengan mekanisme ganggam bauntuak ditemukan banyak kasus pelepasan hak
penguasaannya kepada orang lain melalui gadai, jual dan hibah, sehingga banyak tanah paruik kemudian terlepas penguasaannya kepada kelompok kekerabatan
lain. Di Nagari Tabek Panjang, seperti telah dijelaskan di atas, umumnya tanah
diberikan kaum pada anggota keluarga sarumah yang merupakan struktur sosial terendah dalam Nagari dengan cara ganggam bauntuak. Namun, sesuai dengan
temuan Erwin 1991, terdapat kasus dimana lahan pertanian kaum tersebut kemudian penguasaannya beralih pada anggota keluarga lain melalui pagang
gadai
8
dan jual beli. Pengalihan penguasaan lahan pertanian ini, baik melalui mekanisme pagang gadai maupun jual beli, harus sepengetahuan dan disetujui
oleh mamak kaum yang berfungsi sebagai manajer harta pusaka kaum. Mamak Kaum kemudian memusyawarahkannya dengan seluruh anggota keluarga kaum,
terutama mamak-rumah. Jika hasil musyawah memutuskan untuk membolehkan
6
Hak kelola. Dalam pepatah disebutkan, Buahnya boleh di makan. airnya boleh di minum, namun batangnya tetap tinggal, yang selanjutnya akan diperuntukkan pada generasi selanjutnya.
7
satu ibu
8
istilah dalam tradisi masyarakat Minangkabau untuk praktek gadai-menggadai lahan pertanian
pelepasan hak penguasaan lahan pertanian, maka persyaratan lain adalah, pengalihan penguasaan lahan pertanian tersebut, baik melalui gadai, maupun jual
beli, harus terhadap penduduk jorong atau Nagari yang sama, sehingga penguasaan lahan pertania
n tidak beralih pada “orang luar”. Peralihan penguasaan lahan pertanian melalui gadai dan jual beli,
kemudian menyebabkan, lahan pertanian tidak saja diperoleh melalui waris, tetapi juga dari hasil pencarian, yakni melalui memagang gadai dan membeli.
9
Menurut tokoh Adat, pengalihan hak penguasaan lahan pertanian diperbolehkan di Tabek
Panjang, sepanjang mengikuti aturan adat yang berlaku. Seperti harus di setujui kaum dan mamak kaum, dan biasanya hasil gadai atau penjualan lahan pertanian
untuk kepentingan mendesak dan kepentingan bersama, seperti membuat rumah baru, membangun irigasi. Di Nagari Pasie, Nagari tetangga dari Tabek Panjang,
Tanah Kaum telah diperjualbelikan untuk kepentingan bersama, seperti membangun rumah besar yang dipakai untuk menjadi penginapan para perantau
dari anggota kelompok kekerabatan kaum tersebut ketika pulang kampung. Di Tabek Panjang, pengalihan lahan pertanian dipengaruhi oleh jumlah
anggota keluarga dalam satu kaum. Pada kaum yang memiliki jumlah anggota keluarga yang lebih banyak, sangat sulit terjadi pengalihan penguasaan lahan
pertanian kepada pihak lain, hal ini disebabkan karena persetujuan dari semua anggota kaum dan mamak kaum sulit diperoleh.
Pada prinsipnya, mengalihkan penguasaan lahan pertanian, baik melalui gadai, maupun menjual, merupakan hal dihindarkan dan aib bagi kaum. Hal ini
disebabkan karena, lahan pertanian merupakan alat produksi utama untuk mempertahankan hidup. Kedua, menunjukkan menurunnya status sosial keluarga
sarumah dan sakaum, kaum dianggap menjadi „bangsek”
10
. Namun, menurut Dobbins 19832008; 23-24 gejala mutasi lahan pertanian telah teridentifikasi
sejak masa kolonial Belanda. Perlu dicatat di sini, nilai tanah bagi orang Minangkabau, bukan hanya
sekedar alat produksi atau potensi praktis yang terkandung di dalamnya saja, namun, tanah memiliki prestise sosial. Keberadaan tanah menunjukkan eksistensi
9
Menurut responden tanah di Nagari Tabek Panjang sekitar 10 telah diperjual belikan. Namun, mereka para petani tidak dapat menjelaskan bagaimana perhitungan dari jumlah 10 tersebut.
10
Jatuh miskin.
kelompok sosial dan keanggotaan sosial seseorang dalam Nagari Navis, 1984. Di Minangkabau, orang yang tidak punya tanah berarti tidak orang Minangkabau
Pak, 1986 dalam Manan, 1995 atau “urang kurang” Navis, 1984.
11
Sesuai dengan studi Erwin 2001, ketika tanah terlepas penguasaannya pada kelompok
kekerabatan lain, baik melalui gadai maupun jual-beli, maka hubungan kekerabatan pada tingkat “paruik” melemah. Oleh karena itu, dapat ditambahkan
di sini bahwa tanah lahan pertanian juga merupakan alat perekat sosial antar individu, dalam kelompok kekerabatan, sehingga menjadi penopang utama sistem
matrilineal Benda-Beckman, 1979. Itulah sebabnya, tidak mudah melepaskan penguasaan tanah, baik pada antar sesama anggota kaum maupun ke luar kaum.
Jika terjadi pelepasan penguasaan lahan pertanian, maka itu akan terjadi dalam kondisi sangat terdesak, dalam pepatah Minangkabau disebutkan “indak ado kayu,
janjang di kapiang ”.
12
Dahulunya, pada masyarakat Minangkabau yang agraris, tanah sangat memegang peranan penting. Setiap pasangan yang baru menikah akan diberikan
hak penguasaan atas tanah dengan cara gangam bauntuak, berupa tanah untuk areal pertanian serta tanah untuk rumah yang diberikan oleh keluarga luas pada
tingkat paruikkaum. Namun, pada saat penelitian ini dilakukan, di Tabek Panjang,
13
perempuan yang baru berkeluarga sudah tidak lagi memperoleh hak penguasaan terhadap tanah pusaka secara gangam bauntuak, karena tanah
terutama dalam bentuk lahan pertanian telah habis dibagi. Hak atas penguasaan tanah tetap dipegang oleh ibu sampai akhir hayatnya.
Lahan pertanian diupayakan secara bersama diantara laki-laki dan perempuan yang menjadi anggota dalam rumah, baik itu Sumando menantu
lelaki, mamak paman, maupun kemanakan keponakan. Umumnya, lelaki mengerjakan pekerjaan yang membutuhkan tenaga lebih besar seperti membajak,
memupuk serta menyiang sawah. Pekerjaan menanam, dilakukan oleh perempuan dan memanen dilakukan secara bersama oleh perempuan dan lelaki.
11
konotasi kata “urang kurang” ini adalah manusia tidak sempurna. Orang Miskin.
12
tidak ada kayu, tangga di belah-belah. Pemahamannya, dulunya orang Minang masih memasak memakai kayu bakar,ketika kayu bakar habis, sedangkan memasak makanan adalah
suatu kewajiban, maka tangga rumah boleh diambil untuk menjadi kayu bakar.
13
Kecenderungan juga berlaku pada Nagari tetangga Tabek Panjang, Pasie, Panampuang, IV Angkek, CKL.
Ekonomi semi subsistensi di Tabek Panjang berlaku untuk pertanian padi sawah. Bagi yang menguasai lahan lebih besar, sisa dari kebutuhan sarumah
untuk satu kali masa tanam, kemudian di jual. Namun, terdapat juga beberapa petani yang memiliki cara lain yakni menjual hasil seluruh panen padinya,
kemudian sebagian hasil penjualan dipakai membeli beras „RASKIN”
14
untuk konsumsi keluarganya. Sedang sisanya, dipakai untuk kebutuhan lain dari
keluarga. Terdapat pula cara lain, yakni menanam beras dengan kualitas terbaik yang memiliki harga jual tinggi, setelah panen kemudian seluruh hasil panennya
dijual, kemudian membeli beras dengan harga yang lebih rendah untuk dikonsumsi oleh kelurga. Sehingga, sisa lebihnya, dapat dipakai untuk memenuhi
kebutuhan lain. Beberapa ragam pola tanam di Tabek Panjang adalah, padi-padi-palawija,
atau padi, palawija-palawija, padi, atau padi palawija, sayur mayor, padi. Semua itu dilakukan untuk mendapat keuntungan dari usaha tani, yang dipakai untuk
membiayai kebutuhan sarumah lainnya. 5.4. Adat Selingkar Jorong
Telah dijelaskan sebelumnya, bahwa Kabupaten Agam merupakan bagian dari Luhak Agam yang merupakan salah satu dari tiga luhak Luhak Agam, luhak
Tanah Datar
15
dan Luhak 50 Kota
16
yang merupakan tempat asal orang Minangkabau. Darek, yang merupakan kata lain dari penamaan tiga Luhak
tersebut, bersama rantau merupakan bagian dari Alam Minangkabau Mansoer 1970; Naim 1978; Benda-Beckman 1979.
Dalam alam Minangkabau masyarakat tinggal dalam Nagari-Nagari dengan sistem matrilineal yang telah berkembang Datuk Sanggoeno 1919; de
Jong 1960; Benda-Beckman 1979; Kato 1983; van Reenen 1999; Biezeveld 2009; Hadler 2010. Nagari-Nagari laksana negara-negara mini, yang bersifat
otonom Abdullah 1972. Oleh karena itu, tidak ada kekuasaan yang terpusat di Minangkabau Manan 1995. Hal yang diungkapkan para ahli tersebut sesuai
dengan yang terjadi Di Nagari Tabek Panjang. Bahkan, perbedaan itu telah
14
Program Pemerintah : Beras bantuan untuk masyarakat Miskin
15
Kini menjadi bagian dari Kabupaten Tanah Datar
16
Kini termasuk wilayah Kota Payakumbuh dan Kabupaten 50 Kota.
terlihat pada tingkat Jorong yang merupakan wilayah dibawah Nagari. Seperti proses musyawarah termasuk musrenbang, misalnya, terdapat perbedaan
mekanisme pelaksanaan seperti nanti dijelaskan dalam bab selanjutnya. Perbedaan lain juga, terlihat dalam suku, walau dalam jorong dan Nagari yang sama, terdapat
perbedaan dalam suku yang sama. Misalnya, suku Tanjung, terdapat tiga macam suku Tanjung yakni, Tanjung di Pakan, Tanjung di Aur dan Tanjung di Gobah.
Dalam penelitian lapangan juga menemukan, perbedaan suku yang sama dalam Nagari Tabek Panjang, dimana salah satu suku dalam salah satu Jorong,
melakukan tradisi mambangkik batang tarandam, managakkan penghulu, yakni mengangkat kepala suku baru dan merayakan dalam rangka memberi tahu pada
khalayak Nagari bahwa telah ada kepala suku baru pada suku tersebut, tetapi suku tersebut tidak mengundang suku yang sama yang berdomisili dalam jorong yang
lain dalam Nagari. Gejala ini cukup unik, mengingat kajian para ahli selama ini menunjukkan bahwa Nagari terdiri dari suku-suku yang berbeda dan setiap suku
berasal dari keturunan yang sama Mansoer 1970, von Benda-Beckman 1979; Kato 1983; Navis 1984. Sehingga, mestinya suku yang sama namun berbeda
jorong tersebut secara bersama malewakan merayakan kepala suku mereka. Gejala ini menunjukkan bahwa masih cukup relevannya pendapat Benda-
Beckman 1979, Afrizal 1996, Erwin 2001 yang menyatakan bahwa kelompok kekerabatan pada tingkat suku sudah tidak bekerja lagi.
5.5. Struktur Sosial Masyarakat Nagari