BAB II KAJIAN TEORITIS DAN KEBIJAKAN STRATEGIS 2.1 Definisi Fasum Fasos / PSU Perumahan

(1)

BAB II

KAJIAN TEORITIS DAN KEBIJAKAN STRATEGIS

2.1 Definisi Fasum Fasos / PSU Perumahan

2.1.a. Definisi Berdasarkan kamus besar bahasa Indonesia.

Definisi Berdasarkan kamus besar bahasa Indonesia, yaitu:

1. Arti definisi/pengertian fasilitas umum adalah fasilitas yang diadakan untuk kepentingan umum. Contoh dari fasilitas umum (fasum) adalah seperti jalan, angkutan umum, saluran air, jembatan, fly over, under pass, halte, alat penerangan umum, jaringan listrik, banjir kanal, trotoar, jalur busway, tempat pembuangan sampah, dan lain sebagainya.

2. Arti definisi/pengertian fasilitas sosial adalah fasilitas yang diadakan oleh pemerintah atau pihak swasta yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat umum dalam lingkungan pemukiman. Contoh dari fasilitas sosial (fasos) adalah seperti puskemas, klinik, sekolah, tempat ibadah, pasar, tempat rekreasi, taman bermain, tempat olahraga, ruang serbaguna, makam, dan lain sebagainya.

2.1.b. Definisi fasum fasos atau PSU berdasarkan Permendagri no 9 tahun 2009:

1. Prasarana adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan yang memungkinkan lingkungan perumahan dan permukiman dapat berfungsi sebagaimana mestinya.

2. Sarana adalah fasilitas penunjang yang berfungsi untuk penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan ekonomi, sosial, dan budaya.

3. Utilitas adalah sarana penunjang untuk pelayanan lingkungan

2.1.c. Definisi Sarana dan Prasarana Lingkungan berdasrkan SNI 03-1733-2004

Adapun Definisi PSU berdasrkan SNI 03-1733-2004 tentang tata cara perencanaan lingkungan adalah sebagai berikut :

1. Prasarana lingkungan adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan yang memungkinkan lingkungan permukiman dapat berfungsi sebagaimana mestinya.

2. Sarana lingkungan adalah fasilitas penunjang, yang berfungsi untuk menyelenggarakan dan mengembangkan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya.

3. Utilitas adalah pelayanan seperti air bersih, air limbah, gas, listrik dan telepon, yang pada umumnya diperlukan untuk beroperasinya suatu bangunan dan lingkungan permukiman.

4. Utilitas umum adalah asilitas umum seperti PUSKESMAS, taman kanak-kanak, tempat bermain, pos polisi, yang umumnya diperlukan sebagai sarana penunjang pelayanan lingkungan.

5. Aksesibilitas adalah kemudahan pencapaian yang disediakan bagi semua orang, termasuk yang memiliki ketidakmampuan fisik atau mental, seperti penyandang cacat, lanjut usia, ibu hamil, penderita penyakit tertentu, dalam mewujudkan kesamaan kesempatan.


(2)

6. Jalan adalah jalur yang direncanakan atau digunakan untuk lalu lintas kendaraan dan orang.

7. Jalan Kolektor jalur selebar ± 7 m yang melayani angkutan pengumpulan/pembagian dengan ciri-ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang dan jumlah jalan masuk dibatasi.

8. Jalan Lokal jalur yang melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri perjalanan dekat, kecepatan rataratarendah, dan jumlah jalan masuk dibatasi.

9. Jalan Lingkungan jalur selebar ± 4 m yang ada dalam satuan permukiman atau lingkungan perumahan.

10.Jalan Lokal Sekunder jalur selebar ± 3,0m - 7,0 m yang merupakan jalan poros perumahan menghubungkan jalan arteri/kolektor/lokal dan pusat lingkungan permukiman.

11.jalan lokal sekunder II dan III jalur selebar ± 3,0 m – 6,0 m penghubung jalan arteri/kolektor/lokal dengan pusat kegiatan lingkungan permukiman, menuju akses yang lebih tinggi hirarkinya.

12.Jalan Lingkungan I jalur selebar ± 1,5 m – 2,0 m penghubung pusat permukiman dengan pusat lingkungan I atau pusat lingkungan I yang lainnya; atau menuju Lokal Sekunder III.

13.Jalur Lingkungan II jalur dengan lebar ± 1,2 m penghubung pusat lingkungan I ke II; menuju pusat lingkungan II yang lain dan akses yang lebih tinggi hirarkinya.

14.Jalur Pedestrian jalur dengan lebar ± 1,5 m yang digunakan untuk berjalan kaki atau berkursi roda, secara aman, nyaman dan tak terhalang.

15.Ruang Terbuka wadah yang dapat menampung kegiatan tertentu dari warga lingkungan baik secara individu atau kelompok.

Matrikulasi Perda no. 9 tahun 2011

tentang Penyediaan Prasarana, Sarana Dan Utilitas (P S U)

No

. Uraian Kawasan Perumahandan Permukiman Kawasan Perdagangan Kawasan Industri

1. Prasarana Jaringan jalan beserta bangunan pelengkap lainnya, jaringan saluran pembuangan air limbah, jaringan saluran pembuangan air hujan, tempat pembuangan sampah

Jaringan jalan yang menghubungankan antar blok, jaringan pembuangan air limbah, instalasi pengolahan air limbah, jaringan saluran pembuangan air hujan, tempat pembuangan sampah Jaringan jalan, jaringan saluran pembuangan air limbah, instalasi pengolahan air limbah, jaringan saluran pembuangan air, bozem dan tempat pembuangan sampah

2. Sarana Sarana pendidikan, sarana kesehatan, peribadatan, sarana pemerintahan dan pelayanan umum, sarama rekreasi dan olah raga, sarana pemakaman, sarana pertamanan dan ruang terbuka hijau, sarana perniagaan, dan sarana parkir.

Sarana peribadatan, sarana pertamanan dan ruang terbuka hijau, sarana parkir, sarana kantin, dan lahan untuk pedagang kaki lima.

Sarana peribadatan, sarana pertamanan dan ruang terbuka hijau, sarana parkir, sarana kantin, lahan untuk pedagang kaki lima dan sarana permukiman bagi pekerja / buruh

3. Utilitas Jaringan air bersih, jaringan listrik, jaringan telepon, jaringan gas, sarana pemadam kebakaran, jaringan transportasi dan sarana penerangan jalan umum.

Jaringan air bersih, jaringan listrik, jaringan telepon, jaringan gas, sarana pemadam kebakaran, jaringan transportasi dan sarana penerangan jalan umum.

Jaringan air bersih, jaringan listrik, jaringan telepon, jaringan gas, sarana pemadam kebakaran, jaringan transportasi dan sarana


(3)

umum. 4. Proporsi

PSU - 28% dari luas lahan untuk 0 ha s/d < 25 ha

- 38% dari luas lahan untuk 25 ha s/d 100 ha

- 48% dari luas lahan untuk > 100 ha

Minimal 30% untuk kawasan terpadu > 1 ha

-Minimal 30% untuk kawasan industri dan perdagangan terpadu.

-Minimal 20% untuk kawasan industri.

5. Wajib

diserahkan Prasarana dan Sarana -Prasarana (Jaringan jalan yang menghubungankan antar blok dan instalasi pengolahan air limbah)

-Sarana (sarana pertamanan dan ruang terbuka hijau)

Sarana pertamanan dan ruang terbuka hijau

6. Dapat diserahkan

Utilitas - Sarana (Sarana peribadatan, sarana parkir, sarana kantin, dan lahan untuk pedagang kaki lima) - Utilitas ( jaringan

transportasi dan sarana penerangan jalan umum)

- Prasarana (Jaringan jalan, jaringan saluran

pembuangan air, bozem dan tempat pembuangan sampah

- Sarana (sarana peribadatan, sarana kantin, lahan untuk pedagang kaki lima dan sarana

permukiman bagi pekerja / buruh - Utilitas (Jaringan

transportasi dan sarana penerangan jalan umum) 7. Bentuk Penyeraha n

Tanah dan bangunan Tanah dan bangunan Tanah dan bangunan 8. Ruang

Terbuka Hijau (RTH)

-Minimal 10% dari luas PSU untuk luasan < 25 ha -Minimal 20% dari

- Minimal 25% dari luas PSU untuk kawasan perdagangan terpadu > 1 ha

- Minimal 20% dari luas PSU

luas PSU untuk >25 ha s/d <100 ha -Minimal 30% dari

luas PSU untuk >100 ha

-Minimal 20% dari PSU untuk rumah susun/apartemen ketinggian 3-5 lantai -Minimal 25% dari

PSU untuk rumah susun/apartemen ketinggian >6 lantai 9. Sarana

Pemakama n

-2% dari luas lahan dan merupakan bagian dari PSU -Dapat diserahkan

dalam bentuk kompensasi berupa uang (2% x luas lahan x NJOP)

2.2 Perundangan Terkait PSU

2.2.1. Permendagri No 9 Tahun 2009 Tentang Pedoman Penyerahan Prasarana, Sarana, Dan Utilitas Perumahan Dan Permukiman Di Daerah

Di dalam Permendagri No 9 Tahun 2009 dijelaskan bahwa Penyerahan prasarana, sarana, dan utilitas adalah penyerahan berupa tanah dengan bangunan dan/atau tanah tanpa bangunan dalam bentuk asset dan tanggung jawab pengelolaan dari pengembang kepada pemerintah daerah. Selanjutnya juga dijabarkan pembentukan perundangan ini memiliki tujuan yaitu memberikan jaminan ketersediaan prasarana, sarana dan utilitas perumahan perlu dilakukan


(4)

pengelolaan prasarana, sarana dan utilitas perumahaan, bahwa dalam rangka keberlanjutan pengelolaan sarana, prasarana dan utilitas perumahan.

Adapun prinsip-prinsip yang diterapkan dalam penyerahan PSU adalah: 1. keterbukaan, yaitu masyarakat mengetahui prasarana, sarana, dan

utilitas yang telah diserahkan dan atau kemudahan bagi masyarakat untuk mengakses informasi terkait dengan penyerahan prasarana, sarana, dan utilitas;

2. akuntabilitas, yaitu proses penyerahan prasarana, sarana, dan utilitas yang dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan;

3. kepastian hukum, yaitu menjamin kepastian ketersediaan prasarana, sarana, dan utilitas di lingkungan perumahan dan permukiman sesuai dengan standar, rencana tapak yang disetujui oleh pemerintah daerah, serta kondisi dan kebutuhan masyarakat;

4. keberpihakan, yaitu pemerintah daerah menjamin ketersediaan prasarana, sarana, dan utilitas bagi kepentingan masyarakat di lingkungan perumahan dan permukiman; dan

5. keberlanjutan, yaitu pemerintah daerah menjamin keberadaan prasarana, sarana, dan utilitas sesuai dengan fungsi dan peruntukannya, Dalam penyerahan PSU terdapat beberapa macam kriteria PSU yang akan diserahkan yaitu; Penyerahan prasarana dan utilitas pada perumahan tidak bersusun, berupa tanah dan bangunan, Penyerahan sarana pada perumahan tidak bersusun, berupa tanah siap bangun, dan khusus untuk penyerahan PSU pada rumah susun, berupa tanah siap bangun yg berada di satu lokasi dan diluar hak milik atas satuan rumah susun.

2.2.2. Peraturan Daerah Kota Makassar No.9 Tahun 2011

Pertumbuhan penduduk di Wilayah Kota Makassar yang begitu cepat disertai dengan pesatnya pembangunan pada kawasan budidaya meliputi perumahan dan kawasan permukiman , kawasan perdagangan dan jasa , perkantoran , pariwisata, serta kawasan industri dan pergudangan , yang memerlukan prasarana sarana dan Utilitas Umum yang memadai sebagai salah satu urusan wajib Pemerintah Kota Makassar dalam menyediakan sarana dan prasarana umum.

Pembentukan Peraturan Daerah no 9 tahun 2011 mengenai penyediaan dan penyerahan prasarana, sarana dan utilitas pada kawasan industri, perdagangan, perumahan dan permukiman, menjelaskan beberapa point dasar terbentuknya, antara lain, yaitu;

a. agar memberikan jaminan ketersediaan PSU bagi masyarakat

b. Penyediaan Dan Penyerahan PSU dari Pengembang ke Pemerintah Kota agar keberlanjutan pengelolaan PSU tetap berlangsung

c. Untuk mewujudkan tertib administrasi dalam pengelolaan dan penyerahan prasarana, sarana dan utilitas

Dijelasakan pada bab VII Pasal 17, tentang tata cara penyerahan PSU, dibagi menjadi dua bagian;

a. Pemerintah Daerah Wajib melakukan pemerikasaan administrasi dan fisik terhadap PSU Perumahan yang akan diserahkan melalui mekanisme verifikasi

b. Jenis Prasaran, Sarana dan Utilitas dari luasan lahan yang akan dipergunakan untuk Penyediaan PSU sebagaimana dimaksud pada pasal 1 ditetapkan dalam Surat Keterangan Rencana Kota.


(5)

Gambar. Contoh Alur Penyerahan PSU (Sumber:Kementrian PU)

2.3 Kebijakan strategis Perumahan

2.3.1 Kebijakan Dan Strategi Nasional Perumahan Dan Permukiman (KSNPP)

Kebijakan dan strategi nasional penyelenggaraan perumahan dan permukiman dirumuskan berdasarkan berbagai pertimbangan. Rumusan kebijakan dan strategi tersebut bersifat sangat struktural sehingga secara nasional diharapkan dapat berlaku dalam rentang waktu yang cukup, dapat mengakomodasi berbagai ragam kontekstual

masing-masing daerah, dan dapat memudahkan penjabaran yang sistemik pada tingkat yang lebih operasional oleh para pelaku pembangunan di bidang perumahan dan permukiman, baik dalam bentuk rencana, program, proyek, maupun kegiatan.

Kebijakan nasional yang dirumuskan terdiri atas 3 (tiga) struktur pokok, yaitu berkaitan dengan kelembagaan, pemenuhan kebutuhan perumahan, dan pencapaian kualitas permukiman. Sedangkan strategi untuk melaksanakan kebijakan dirumuskan terutama untuk dapat mencapai secara signifikan substansi strategis dari masing-masing kebijakan.

Adapun turunan program Pengembangan penyediaan prasarana dan sarana dasar permukiman, yang meliputi : Pengembangan kawasan siap bangun (Kasiba) dan lingkungan siap bangun (Lisiba) dan Pengembangan lingkungan siap bangun yang berdiri sendiri. Upaya pengembangan permukiman juga ditujukan secara seimbang bagi permukiman yang telah terbangun, dengan tujuan untuk mencegah terjadinya penurunan kualitas permukimannya, melindungi nilai-nilai spesifik, unik, tradisional, dan bersejarah yang telah tercipta sepanjang umur kawasan, dan untuk meningkatkan kinerja kawasan sehingga dapat melampaui ukuran indeks minimal keberlanjutan kawasan.


(6)

(7)

Gambar. Peta Rencana Kawasan Strategis

2.3.2 Rencana Strategis Dinas Tata Ruang dan Bangunan Kota Makassar terkait pengembangan kawasan Perumahan

a. Pembagian Kawasan Perumahan Berdasarkan Rancangan RTRW 2015 Kota Makassar, yaitu;


(8)

a. kawasan perumahan dengan kepadatan tinggi;

b. kawasan perumahan dengan kepadatan sedang; dan c. kawasan perumahan dengan kepadatan rendah.

(2) Kawasan perumahan dengan kepadatan tinggi ditetapkan di: a. Sebagian Kecamatan Bontoala;

b. Sebagian Kecamatan Makassar; c. Sebagian Kecamatan Mamajang; d. Sebagian Kecamatan Mariso;

e. Sebagian Kecamatan Panakkukang; f. Sebagian Kecamatan Rappocini; g. Sebagian Kecamatan Tallo; h. Sebagian Kecamatan Tamalate;

i. Sebagian Kecamatan Ujung Pandang; j. Sebagian Kecamatan Ujung Tanah; dan k. Sebagian Kecamatan Wajo.

(3) Kawasan perumahan dengan kepadatan sedang ditetapkan di: a. Sebagian Kecamatan Biringkanaya;

b. Sebagian Kecamatan Manggala; c. Sebagian Kecamatan Mariso;

d. Sebagian Kecamatan Panakkukang; e. Sebagian Kecamatan Rappocini; f. Sebagian Kecamatan Tallo;

g. Sebagian Kecamatan Tamalanrea; h. Sebagian Kecamatan Tamalate;

i. Sebagian Kecamatan Ujung Tanah; dan

j. Sebagian Kecamatan Kepulauan Sangkarrang

(4) Kawasan perumahan dengan kepadatan rendah ditetapkan di: a. Sebagian Kecamatan Biringkanaya;

b. Sebagian Kecamatan Manggala; c. Sebagian Kecamatan Panakkukang; d. Sebagian Kecamatan Tallo;

e. Sebagian Kecamatan Tamalanrea; f. Sebagian Kecamatan Tamalate;

g. Sebagian Kecamatan Ujung Pandang; dan h. Sebagian Kecamatan Ujung Tanah.

(5) Rencana pengembangan kawasan peruntukan perumahan dengan kepadatan tinggi meliputi:

a. peningkatan kualitas prasarana lingkungan perumahan;

b. pengembangan pola perbaikan lingkungan di kawasan kumuh; c. mendorong pembangunan perumahan secara vertikal;

d. menetapkan KDB paling sedikit 70% (tujuh puluh persen) dalam setiap pembangunan kawasan perumahan; dan

e. mendorong pembuatan sumur resapan komunal dan biopori.

(6) Rencana pengembangan kawasan peruntukan perumahan dengan kepadatan sedang dan rendah meliputi:

a. peningkatan kualitas prasarana lingkungan perumahan; b. peningkatan kualitas hunian bagi rumah tangga miskin;

c. menetapkan KDB paling sedikit 60% (enam puluh persen) dalam setiap pembangunan kawasan perumahan; dan

d. mendorong pembuatan sumur resapan dan biopori.

b. Kebijakan pengembangan struktur ruang Berdasarkan Rancangan RTRW 2015 Kota Makassar, yaitu;

1) peningkatan derajat kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana telekomunikasi, sumber daya air, energi, dan infrastruktur perkotaan lainnya secara terpadu dan merata di seluruh wilayah Kota;

2) penyebaran pusat-pusat kegiatan perkotaan yang lebih tematik dan terpadu; 3) pengembangan jaringan prasarana kota standar global meliputi jalan layang, jalan


(9)

4) pengembangan sistem jaringan transportasi air dan sistem jaringan transportasi darat yang terpadu; dan

5) pengembangan sistem intermoda transportasi yang terpadu dan hierarkhis.

6) peningkataan akses pelayanan perkotaan dan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi wilayah darat maupun laut serta pulau-pulau kecil secara merata dan berhirarki;

Gambar. Peta Rencana Pola Ruang Kota Makassar

c. Kebijakan pengembangan kawasan strategis, meliputi:

1) pelestarian dan peningkatan fungsi serta daya dukung lingkungan pesisir melalui kegiatan reklamasi dan revitalisasi kawasan pesisir pantai;

2) pelestarian dan peningkatan fungsi serta daya dukung lingkungan untuk mempertahankan dan meningkatkan keseimbangan ekosistem dan fungsi perlindungan kawasan, melestarikan keanekaragaman hayati, keunikan rona alam, serta warisan ragam budaya lokal;

3) pengembangan dan peningkatan fungsi kawasan dalam pengembangan perekonomian wilayah kota yang produktif, efisien, dan mampu bersaing dalam perekonomian regional, nasional, maupun internasional;

4) pemanfaatan sumber daya alam secara optimal dan berkelanjutan serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat;

5) pelestarian dan peningkatan kualitas sosial dan budaya lokal yang beragam; dan 6) pengembangan kawasan tertinggal untuk mengurangi kesenjangan sosial

ekonomi budaya antar kawasan.

d. Ketentuan umum peraturan zonasi pusat kegiatan perumahan kepadatan tinggi dan sedang dengan skala pelayanan tingkat kota, diarahkan dengan ketentuan sebagai berikut:

1) kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan pembangunan perumahan kepadatan tinggi dan sedang, kegiatan pembangunan prasarana dan sarana lingkungan perumahan, dan penyediaan ruang dan jalur evakuasi bencana;


(10)

2) kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi pemanfaatan ruang secara terbatas untuk mendukung kegiatan perumahan kepadatan tinggi dan sedang beserta prasarana dan sarana lingkungan sesuai dengan penetapan amplop bangunan, penetapan tema arsitektur bangunan, tata bangunan dan lingkungan, serta penetapan jenis dan syarat penggunaan bangunan yang diizinkan, dan kegiatan lain yang tidak mengganggu fungsi sub PPK I; dan

3) kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan selain kegiatan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b yang tidak mengganggu fungsi sub PPK I.


(1)

Gambar. Contoh Alur Penyerahan PSU (Sumber:Kementrian PU) 2.3 Kebijakan strategis Perumahan

2.3.1 Kebijakan Dan Strategi Nasional Perumahan Dan Permukiman (KSNPP)

Kebijakan dan strategi nasional penyelenggaraan perumahan dan permukiman dirumuskan berdasarkan berbagai pertimbangan. Rumusan kebijakan dan strategi tersebut bersifat sangat struktural sehingga secara nasional diharapkan dapat berlaku dalam rentang waktu yang cukup, dapat mengakomodasi berbagai ragam kontekstual

masing-masing daerah, dan dapat memudahkan penjabaran yang sistemik pada tingkat yang lebih operasional oleh para pelaku pembangunan di bidang perumahan dan permukiman, baik dalam bentuk rencana, program, proyek, maupun kegiatan.

Kebijakan nasional yang dirumuskan terdiri atas 3 (tiga) struktur pokok, yaitu berkaitan dengan kelembagaan, pemenuhan kebutuhan perumahan, dan pencapaian kualitas permukiman. Sedangkan strategi untuk melaksanakan kebijakan dirumuskan terutama untuk dapat mencapai secara signifikan substansi strategis dari masing-masing kebijakan.

Adapun turunan program Pengembangan penyediaan prasarana dan sarana dasar permukiman, yang meliputi : Pengembangan kawasan siap bangun (Kasiba) dan lingkungan siap bangun (Lisiba) dan Pengembangan lingkungan siap bangun yang berdiri sendiri. Upaya pengembangan permukiman juga ditujukan secara seimbang bagi permukiman yang telah terbangun, dengan tujuan untuk mencegah terjadinya penurunan kualitas permukimannya, melindungi nilai-nilai spesifik, unik, tradisional, dan bersejarah yang telah tercipta sepanjang umur kawasan, dan untuk meningkatkan kinerja kawasan sehingga dapat melampaui ukuran indeks minimal keberlanjutan kawasan.


(2)

(3)

Gambar. Peta Rencana Kawasan Strategis 2.3.2 Rencana Strategis Dinas Tata Ruang dan Bangunan Kota Makassar terkait

pengembangan kawasan Perumahan

a. Pembagian Kawasan Perumahan Berdasarkan Rancangan RTRW 2015 Kota Makassar, yaitu;


(4)

a. kawasan perumahan dengan kepadatan tinggi;

b. kawasan perumahan dengan kepadatan sedang; dan c. kawasan perumahan dengan kepadatan rendah.

(2) Kawasan perumahan dengan kepadatan tinggi ditetapkan di: a. Sebagian Kecamatan Bontoala;

b. Sebagian Kecamatan Makassar; c. Sebagian Kecamatan Mamajang; d. Sebagian Kecamatan Mariso;

e. Sebagian Kecamatan Panakkukang; f. Sebagian Kecamatan Rappocini; g. Sebagian Kecamatan Tallo; h. Sebagian Kecamatan Tamalate;

i. Sebagian Kecamatan Ujung Pandang; j. Sebagian Kecamatan Ujung Tanah; dan k. Sebagian Kecamatan Wajo.

(3) Kawasan perumahan dengan kepadatan sedang ditetapkan di: a. Sebagian Kecamatan Biringkanaya;

b. Sebagian Kecamatan Manggala; c. Sebagian Kecamatan Mariso;

d. Sebagian Kecamatan Panakkukang; e. Sebagian Kecamatan Rappocini; f. Sebagian Kecamatan Tallo;

g. Sebagian Kecamatan Tamalanrea; h. Sebagian Kecamatan Tamalate;

i. Sebagian Kecamatan Ujung Tanah; dan

j. Sebagian Kecamatan Kepulauan Sangkarrang

(4) Kawasan perumahan dengan kepadatan rendah ditetapkan di: a. Sebagian Kecamatan Biringkanaya;

b. Sebagian Kecamatan Manggala; c. Sebagian Kecamatan Panakkukang; d. Sebagian Kecamatan Tallo;

e. Sebagian Kecamatan Tamalanrea; f. Sebagian Kecamatan Tamalate;

g. Sebagian Kecamatan Ujung Pandang; dan h. Sebagian Kecamatan Ujung Tanah.

(5) Rencana pengembangan kawasan peruntukan perumahan dengan kepadatan tinggi meliputi:

a. peningkatan kualitas prasarana lingkungan perumahan;

b. pengembangan pola perbaikan lingkungan di kawasan kumuh; c. mendorong pembangunan perumahan secara vertikal;

d. menetapkan KDB paling sedikit 70% (tujuh puluh persen) dalam setiap pembangunan kawasan perumahan; dan

e. mendorong pembuatan sumur resapan komunal dan biopori.

(6) Rencana pengembangan kawasan peruntukan perumahan dengan kepadatan sedang dan rendah meliputi:

a. peningkatan kualitas prasarana lingkungan perumahan; b. peningkatan kualitas hunian bagi rumah tangga miskin;

c. menetapkan KDB paling sedikit 60% (enam puluh persen) dalam setiap pembangunan kawasan perumahan; dan

d. mendorong pembuatan sumur resapan dan biopori.

b. Kebijakan pengembangan struktur ruang Berdasarkan Rancangan RTRW 2015 Kota Makassar, yaitu;

1) peningkatan derajat kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana telekomunikasi, sumber daya air, energi, dan infrastruktur perkotaan lainnya secara terpadu dan merata di seluruh wilayah Kota;

2) penyebaran pusat-pusat kegiatan perkotaan yang lebih tematik dan terpadu; 3) pengembangan jaringan prasarana kota standar global meliputi jalan layang, jalan


(5)

4) pengembangan sistem jaringan transportasi air dan sistem jaringan transportasi darat yang terpadu; dan

5) pengembangan sistem intermoda transportasi yang terpadu dan hierarkhis.

6) peningkataan akses pelayanan perkotaan dan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi wilayah darat maupun laut serta pulau-pulau kecil secara merata dan berhirarki;

Gambar. Peta Rencana Pola Ruang Kota Makassar c. Kebijakan pengembangan kawasan strategis, meliputi:

1) pelestarian dan peningkatan fungsi serta daya dukung lingkungan pesisir melalui kegiatan reklamasi dan revitalisasi kawasan pesisir pantai;

2) pelestarian dan peningkatan fungsi serta daya dukung lingkungan untuk mempertahankan dan meningkatkan keseimbangan ekosistem dan fungsi perlindungan kawasan, melestarikan keanekaragaman hayati, keunikan rona alam, serta warisan ragam budaya lokal;

3) pengembangan dan peningkatan fungsi kawasan dalam pengembangan perekonomian wilayah kota yang produktif, efisien, dan mampu bersaing dalam perekonomian regional, nasional, maupun internasional;

4) pemanfaatan sumber daya alam secara optimal dan berkelanjutan serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat;

5) pelestarian dan peningkatan kualitas sosial dan budaya lokal yang beragam; dan 6) pengembangan kawasan tertinggal untuk mengurangi kesenjangan sosial

ekonomi budaya antar kawasan.

d. Ketentuan umum peraturan zonasi pusat kegiatan perumahan kepadatan tinggi dan sedang dengan skala pelayanan tingkat kota, diarahkan dengan ketentuan sebagai berikut:

1) kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan pembangunan perumahan kepadatan tinggi dan sedang, kegiatan pembangunan prasarana dan sarana lingkungan perumahan, dan penyediaan ruang dan jalur evakuasi bencana;


(6)

2) kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi pemanfaatan ruang secara terbatas untuk mendukung kegiatan perumahan kepadatan tinggi dan sedang beserta prasarana dan sarana lingkungan sesuai dengan penetapan amplop bangunan, penetapan tema arsitektur bangunan, tata bangunan dan lingkungan, serta penetapan jenis dan syarat penggunaan bangunan yang diizinkan, dan kegiatan lain yang tidak mengganggu fungsi sub PPK I; dan

3) kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan selain kegiatan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b yang tidak mengganggu fungsi sub PPK I.