Bagian 2

(1)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Untuk mencapai pertumbuhan optimal, seorang bayi memerlukan semua zat gizi makro dan zat gizi mikro yang sesuai antara jumlah dengan kebutuhannya. Tak dapat dipungkiri, kebutuhan nutrisi terbaik untuk bayi berusia 0 – 6 bulan adalah ASI.Tapi begitu menginjak usia 6 bulan ke atas, asupan bayi harus ditambah dengan Makanan Pendamping ASI (MPASI). Jangan memberikan MPASI terlalu cepat (sebelum usia 6 bulan). Di samping pencernaannya belum sempurna, tindakan itu hanya akan memperbesar potensi bayi terkena alergi makanan. Juga, pemberian MPASI terlalu cepat akan menyebabkan insting bayi untuk mengisap akan menurun sehingga jumlah ASI yang dikonsumsi juga menurun.

Pemberian ASI ekslusif dan makanan tambahan (MPASI) pada bayi sangat erat kaitannya dengan status gizi bayi, berat badan bayi dan lainnya. Bayi yang mendapatkan ASI ekslusif dan makanan tambahan (MPASI) yang tepat dan benar akan lebih kecil peluangnya mengalami obesitas jika dibandingkan dengan bayi yang tidak mendapat ASI ekslusif atau pun makanan tambahan (MPASI) yang benar.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa Pengertian Makanan Tambahan (MPASI)?

2. Apa Tujuan Pemberian Makanan Tambahan (MPASI)? 3. Bagaimana Standar Kebutuhan Gizi Bayi?

4. Bagaimana Pemberian Makanan Tambahan (MPASI) yang Benar? 5. Apa Saja Jenis Makanan Tambahan (MPASI)?

6. Apa itu Obesitas Pada Bayi?

7. Apa Saja Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Obesitas? 8. Bagaimana Pencegahan Obesitas Pada Bayi?


(2)

1. Mengetahui Pengertian Makanan Tambahan (MPASI)

2. Mengetahui Tujuan Pemberian Makanan Tambahan (MPASI) 3. Mengetahui Standar Kebutuhan Gizi Bayi

4. Mengetahui Cara Pemberian Makanan Tambahan (MPASI) yang Benar 5. Mengetahui Jenis Makanan Tambahan (MPASI)

6. Mengetahui Obesitas Pada Bayi

7. Mengetahui Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Obesitas 8. Mengetahui Pencegahan Obesitas Pada Bayi


(3)

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Makanan Tambahan (MPASI)

Makanan tambahan untuk bayi atau makanan pendamping ASI adalah makanan tambahan yang diberikan kepada bayi setelah bayi berusia 6 bulan sampai bayi berusia 24 bulan. Selain makanan pendamping ASI, ASI-pun harus tetap diberikan kepada bayi, paling tidak sampai usia 24 bulan.

Jika makanan pendamping ASI diberikan terlalu dini (sebelum usia 6 bulan) akan menurunkan konsumsi ASI dan bayi bisa mengalami gangguan pencernaan. Namun sebaliknya jika makanan pendamping ASI diberikan terlambat akan mengakibatkan bayi kurang gizi, bila terjadi dalam waktu panjang (Hendras, 2010). Standar makanan pendamping ASI harus memperhatikan angka kecukupan gizi (AKG) yang dianjurkan kelompok umur dan tekstur makanan sesuai perkembangan usia bayi (Azrul, 2003).

MP-ASI merupakan makanan peralihan dari ASI ke makanan keluarga. Pengenalan dan pemberian MP-ASI harus dilakukan secara bertahap baik bentuk maupun jumlahnya, sesuai dengan kemampuan pencernaan bayi/anak. Pemberian MP-ASI yang cukup dalam hal kualitas dan kuantitas penting untuk pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan anak yang bertambah pesat pada periode ini.

2.2 Tujuan Pemberian Makanan Tambahan (MPASI)

Tujuan pemberian makanan pendamping ASI menurut sholihin (1999): 1. Untuk menambah energi.

2. Membantu dalam proses pertumbuhan pada bayi. 3. Sebagai makanan pelengkap.

4. Mengembangkan kemampuan bayi untuk mengunyah, mencium, dan menelan serta melakukan adaptasi pada makanan yang mengandung energi tinggi.


(4)

5. Guna melengkapi zat-zat gizi yang belum di penuhi oleh ASI guna menunjang proses pertumbuhan supaya tetap optimal.

2.3 Standar Kebutuhan Gizi Bayi

ASI merupakan gizi bayi terbaik, sumber makanan utama dan paling sempurna bagi bayi usia 0-6 bulan. ASI eksklusif menurut WHO (World Health Organization) adalah pemberian ASI saja tanpa tambahan cairan lain baik susu formula, air putih, air jeruk, ataupun makanan tambahan lain. Sebelum mencapai usia 6 bulan sistem pencernaan bayi belum mampu berfungsi dengan sempurna, sehingga ia belum mampu mencerna makanan selain ASI. Setelah masa tersebut, bayi harus diperkenalkan dengan makanan pendamping ASI. Contohnya bubur susu, bubur saring, dan nasi tim.

Pada usia 6 – 12 bulan kapasitas pencernaan, enzim pencernaan, dan kemampuan metabolisme bayi sudah siap untuk menerima makanan lain selain ASI. Kebutuhan gizi bayi tidak tercukupi dari ASI saja. Sekitar 70% kebutuhan gizi bayi tercukupi dari ASI dan 30% dari makanan pendamping ASI.

Agar bayi memiliki memori yang memudahkan dia mengonsumsi aneka bahan makanan bergizi, maka perlu dikenalkan tekstur dan rasa sejak dini. Pendisiplinan pemberian makan secara teratur juga membentuk kebiasaan yang baik Disiplin ini penting untuk pertumbuhan fisik dan pembentukan pola hidupnya kelak.

Adapun standar kebutuhan gizi bayi setiap hari adalah sebagai berikut : 1. Kalori: 100-120 per kilogram berat badan

Bila berat badan bayi 8 kilogram maka kebutuhannya: 8 x 100 /120 = 800/960 kkal

2. Protein: 1,5-2 gram per kilogram berat badan

Bila berat badan bayi 8 kilogram maka kebutuhannya 8 x 1,5/2 = 12/16 : 4 = 3/4 gram

3. Karbohidrat: 50-60 persen dari total kebutuhan kalori sehari


(5)

4. Lemak: 20 persen dari total kalori

Bila kebutuhan kalori sehari 800 kkal, maka 20%-nya = 160 : 40 = 40 gram 2.4 Pemberian Makanan Tambahan (MPASI) yang Benar

Makanan tambahan (MPASI) sebaiknya diberikan setelah bayi berusia 6 bulan. Pada usia ini system pencernaan bayi telah siap untuk menerima makanan tambahan. Bayi yang siap menerima makanan tambahan akan memberikan sinyal kepada orangtuanya, secara umum bayi bayi menunjukkan kesiapan menerima makanan tambahan jika menunjukkan tanda-tanda berikut:

1. Bayi mulai memasukkan tangan ke mulut dan mengunyahnya. 2. Berat badan sudah mencapai dua kali berat lahir.

3. Bayi merespon dan membuka mulutnya saat disuapi makanan. 4. Hilangnya reflex menjulurkan lidah.

5. Bayi lebih tertarik pada makanan dibandingkan botol susu atau ketika disodori putting susu.

6. Bayi rewel atau gelisah, padahal sudah diberi ASI atau susu formula sebanyak 4-5 kali sehari.

Beberapa alasan mengapa pemberian makanan tambahan (MPASI) perlu ditunda hingga bayi berusia 6 bulan:

1. ASI adalah satu-satunya makanan yang dibutuhkan bayi hingga usia 6 bulan. ASI adalah makanan bernutrisi dan berenergi tinggi yang mudah dicerna yang telah dirancang untuk system pencernaan bayi yang sensitive. ASI mengandung kurang lebih 100 bahan yang tidak ditemukan dalam susu sapi dan tidak dapat dibuat di laboratorium.

2. Memberikan perlindungan yang lebih baik pada bayi terhadap berbagai penyakit. Bayi mendapatkan imunitas melalui ASI.

3. Memberikan kesempatan pada system pencernaan bayi agar berkembang menjadi lebih matang.

4. Mengurangi resiko alergi makanan.

5. Membantu melindungi bayi dari anemia karena kekurangan zat besi. 6. Membantu ibu menjaga suplai ASI.

7. Pemberian makanan tambahan (MPASI) terlalu dini dapat menyebabkan obesitas dikemudian hari.

8. Bayi belum dapat mengontrol otot-otot lidah dan tenggorokan dengan baik sehingga proses menelan menjadi sulit dan dapat menyebabkan bayi tersedak.

2.4.1 Waktu pemberian makanan tambahan (MPASI)Usia 6 bulan


(6)

Tekstur makanan : semi cair.

Dapat dimulai dengan makanan lunak seperti biskuit yang diencerkan pakai air atau susu. Kenalkan pula bubur susu dalam jumlah sedikit demi sedikit. Bubur susu sebaiknya dibuat sendiri dari tepung beras yang dicampur dengan ASI atau susu formula. Untuk pengenalan rasa, selingi dengan tepung beras merah, kacang hijau, atau labu kuning. Kemudian pemberian sayuran yang dijus, kemudian buah yang dhaluskan atau di jus. Sayur dan buah yang disarankan yaitu: zicchini, pisang, pir, alpukat, jeruk.

Usia 7 bulan

Tekstur makanan : lebih kasar (semi padat)

Makanan yang bertekstur lebih kasar seperti bubur tim saring. Seandainya bayi menolak atau muntah coba terus untuk memberinya karena tahapan ini harus dilaluinya. Jika tidak nanti bayi akan malas mengunyah. Perhatikan asupan zat besi seperti hati sapi karena di usia ini cadangan zat besi bayi mulai berkurang. Setelah secara bertahap pemberian tim saring, bayi bisa dikenalkan dengan nasi tim tanpa disaring. Jenis sayur dan buah yang disarankan: asparagus, wortel, bayam, sawi, bit, lobak, kol, mangga, blewah, timun suri, peach. Bisa juga ditambahkan ayam, sapi, hati ayam/sapi, tahu, tempe.

Usia ≤ 9 bulan

Kenalkan bayi dengan bubur beras atau nasi lembek, lauk pauk dengan sayuran seperti sup. Pada usia lebih dari 1 tahun, anak sudah bisa mengkonsumsi makanan keluarga.

2.4.2 Syarat Makanan Tambahan (MPASI)

Makanan tambahan untuk bayi harus mempunyai sifat fisik yang baik yaitu rupa dan aroma yang layak. Selain itu, dilihat dari segi kepraktisan, makanan bayi sebaiknya mudah disiapkan dengan waktu pengelohan yang singkat. Makanan pendamping ASI harus memenuhi persyaratan khusus tentang jumlah zat-zat gizi yang diperlukan bayi seperti protein, energi,


(7)

lemak, vitamin, mineral dan zat-zat tambahan lainnya (Krisnatuti, 2008:18). Dengan kerteria sebagai berikut:

1. Memiliki nilai energi dan kandungan protein yang tinggi.

2. Memiliki nilai suplementasi yang baik serta mengandung vitamin dan mineral yang cocok.

3. Dapat diterima oleh alat pencernaan yang baik. 4. Harga relatif murah.

5. Sebaiknya dapat diproduksi dari bahan-bahan yang tersedia secara lokal. 6. Bersifat pada gizi.

7. Kandungan serat kasar atau bahan lain yang sukar dicerna dalam jumlah yang sedikit kandungan serat kasar yang terlalu banyak justru akan mengganggu pencernaan bayi.

2.5 Jenis Makanan Tambahan (MPASI)

Secara umum ada dua jenis MP-ASI (Aminah, 2010) yaitu :

1) MP ASI pabrik yaitu MP ASI hasil pengolahan pabrik yang biasanya sudah dikemas /instan, sehingga ibu tinggal menyajikan atau mengolah sedikit untuk diberikan kepada bayi.

2) MP ASI lokal yaitu MP ASI buatan rumah tangga atau hasil olahan posyandu, dibuat dari bahan-bahan yang sering ditemukan disekitar rumah sehingga harganya terjangkau. Sering juga disebut MP ASI dapur ibu, karena bahan-bahan yang akan dibuat makanan pendamping ASI di olah sendiri.

Bahan makanan yang dapat diolah untuk makanan tambahan (MPASI)

1. Wortel, mengandung betakaroten dan antioksidan yang tinggi. Didalam tubuh, betakarotin dikonversi mnjadi vitamin A.

2. Ubi Jalar, merupakan salah satu makanan yang bisa mencegah beberapa kanker dan melindungi dari radikal bebas karena mengandung potasium, vitamin C, serat, dan sumber betakaroten yang sangat baik dan antioksidan. 3. Pisang, kaya akan karbohidrat yang menyediakan energi dan mengandung


(8)

4. Alpukat, mengandung lebih banyak nutrisi dibandingkan dengan buah lainnya. Selain itu memiliki kandungan protein tinggi dan kaya akan lemak tak jenuh yang bisa mencegah penyakit jantung.

5. Telur, putih telur kaya akan protein dan kuning telur mengandung zinc, vitamin A, D, E, dan B12. Kuning telurnya juga mengandung kolin yang bermanfaat bagi kesehatan dan perkembangan otak bayi.

6. Yoghurt, mengandung probiotik yaitu bakteri baik untuk kekuatan, kesehatan, tulang, dan gigi.

Hal yang perlu diperhatikan dalam pengenalan MPASI adalah sebagai berikut: 1. MPASI diberikan sedikit demi sedikit, misalnya 2 -3 sendok pada saat

pertama, dan jumlahnya bisa ditambah seiring perkembangan bayi, agar terbiasa dengan teksturnya.

2. Pemberian MPASI dilakukan di sela-sela pemberian ASI dan dilakukan secara bertahap pula. Misalnya untuk pertama 1 kali dalam sehari, kemudian meningkat menjadi 3 kali dalam sehari.

3. Tepung beras sangat baik digunakan sebagai bahan MPASI karena sangat kecil kemungkinannya menyebabkan alergi pada bayi. Tepung beras yang baik adalah yang berasal dari beras pecah kulit yang lebih banyak kandungan gizinya.

4. Pengenalan sayuran sebaiknya didahulukan daripada pengenalan buah, karena rasa buah yang lebih manis lebih disukai bayi, sehingga jika buah dikenalkan terlebih dahulu, dikhawatirkan akan ada kecenderungan bayi untuk menolak sayur yang rasanya lebih hambar. Sayur dan buah yang dikenalkan pun hendaknya dipilih yang mempunyai rasa manis.

5. Hindari penggunaan garam dan gula. Utamakan memberikan MPASI dengan rasa asli makanan, karena bayi usia 6-7 bulan, fungsi ginjalnya belum sempurna. Untuk selanjutnya, gula dan garam bisa ditambahkan tetapi tetap dalam jumlah yang sedikit saja. Sedangkan untuk merica bisa ditambahkan setelah anak berusia 2 tahun.


(9)

6. Untuk menambah cita rasa, MPASI bisa menggunakan kaldu ayam, sapi, atau ikan yang Anda buat sendiri, serta bisa juga disertakan berbagai bumbu seperti daun salam, daun bawang, seledri.

7. Jangan terlalu banyak mencampur banyak jenis makanan pada awal pemberian MPASI, namun cukup satu per satu saja. Berikan dulu dalam 2-4 hari untuk mengetahui reaksi bayi terhadap setiap makanan yang diberikan, untuk mengetahui jika ia memiliki alergi terhadap makanan tertentu.

8. Perhatikan bahan makanan yang sering menjadi pemicu alergi seperti telur, kacang, ikan, susu dan gandum.

9. Telur bisa diberikan kepada bayi sejak umur 6 bulan, tetapi pemberiannya bagian kuning terlebih dahulu, karena bagian putih telur dapat memicu reaksi alergi.

10. Madu sebaiknya diberikan pada bayi usia lebih dari 1 tahun karena madu seringkali mengandung suatu jenis bakteri yang bisa menghasilkan racun pada saluran cerna bayi yang dikenal sebagai toksin botulinnum (infant botulism).

11. Pengolahan MPASI harus higienis dan alat yang digunakan juga diperhatikan kebersihannya.

2.6 Obesitas Pada Bayi

Obesitas adalah kelebihan berat badan sebagai akibat dari penimbunan lemak tubuh yang berlebihan. Obesitas pada bayi merupakan salah satu masalah kesehatan yang serius di masyarakat kita dewasa ini. Masyarakat maupun para orang tua masih belum memahami bahaya dari kondisi ini. Sebagian besar dari mereka tidak atau belum mengerti bahwa Obesitas dapat membawa dampak yang sangat serius bagi si penderitanya.

Pada saat masih bayi, gemuk akan membuatnya tampak lucu. Akan tetapi, apabila menginjak usia prasekolah (4-6 tahun) status gizi anak masih obesitas. Menurut Freedman et al (1999), bukti-bukti saat ini menunjukkan bahwa banyak


(10)

anak-anak overweight memiliki faktor risiko penyakit kardiovaskuler, seperti: hyperlipidemia, hipertensi, atau hyperinsulinemia(kegemukan pada bayi)

Karena terlalu gemuk, proses perkembangan bayi bisa terlambat, misalnya terlambat untuk duduk dan berjalan, dibandingkan dengan bayi yang beratnya normal. Kaki bayi yang kelewat gemuk tidak mampu menahan berat badannya. Selain itu, kegemukan diperkirakan dapat menimbulkan penyakit pernapasan dan umumnya kegemukan ini akan dibawa sampai dewasa jika sejak dini cara pencegahannya tidak diupayakan.

Ada banyak cara untuk mencegah kegemukan berlanjut. Salah satunya, aturlah pola makan yang seimbang sejak dia mengenal aneka ragam makanan. Sebagai contoh, utamakan makanan berbahan segar yang cukup protein, karbohidrat, sayuran dan buah. Pola makan berlebihan yang diterapkan sejak bayi tentunya akan meningkat sesuai bertambahnya usia. Oleh karena itu, sejak dini diterapkan pola makan seimbang. Jika pola ini dilaksanakan, berat badan bayi relatif normal dan sehat. Dengan demikian, anak juga akan terhindar dari berbagai penyakit yang diakibatkan oleh obesitas.

2.7 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Obesitas 1. Faktor genetik.

Obesitas cenderung diturunkan, sehingga diduga memiliki penyebab genetic, namun kebiasaan gaya hidup juga menjadi factor terjadinya obesitas. Seringkali sulit untuk memisahkan faktor gaya hidup dengan faktor genetik. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa rata-rata faktor genetik memberikan pengaruh sebesar 33% terhadap berat badan seseorang.

2. Umur

Obesitas dapat terjadi pada seluruh golongan umur, baik pada anak-anak sampai pada orang dewasa Obesitas dapat terjadi pada balita ketika dalam tubuhnya terjadi ketidakseimbangan antara konsumsi kalori dan kebutuhan energi, dimana konsumsi kalori (energy intake) terlalu banyak dibandingkan dengan kebutuhan atau pemakaian energi (energy expenditure). Dalam hal ini asupan energi yang


(11)

berlebihan tanpa diimbangi aktivitas fisik rata-rata per hari yang seimbang maka akan mempermudah terjadinya kegemukan atau obesitas pada seorang balita.

3. Terlalu cepat memberi makanan padat saat bayi

Jika memberi makanan terlalu banyak kepada anak, baik itu ASI atau susu formula ataupun makanan padat, itu akan mengakibatkan terlalu banyak kalori yang diterima anak, dan mereka akan belajar makan terlalu banyak. Bayi yang minum susu formula, bukan ASI, berisiko mengalami obesitas jika memulai makanan padat terlalu cepat.

4. Kebiasaan Makan yang Buruk

Anak yang tidak atau kurang suka mengkonsumsi buah, sayur dan biji-bijian (grains) dan lebih memilih fast food, minuman manis maupun makanan kemasan, memiliki kecenderungan untuk memiliki berat berlebih karena makanan tersebut merupakan makanan yang tinggi lemak dan kalori tetapi memiliki nilai gizi yang rendah.

5. Tidak Aktif Secara Fisik

Teknologi modern banyak memaksa anak-anak untuk lebih banyak duduk diam menghabiskan waktu mereka di depan layar komputer maupun televisi sehingga mereka tidak banyak bergerak. Jika konsumsi kalori dan lemak mereka berlebih, padahal tubuh tidak membakarnya, maka obesitas pada anak akan terjadi pada mereka.

6. Faktor perkembangan.

Penambahan ukuran atau jumlah sel-sel lemak (atau keduanya) menyebabkan bertambahnya jumlah lemak yang disimpan dalam tubuh. Penderita obesitas, terutama yang menjadi gemuk pada masa kanak-kanak, bisa memiliki sel lemak sampai 5 kali lebih banyak dibandingkan dengan orang yang berat badannya normal. Jumlah sel-sel lemak tidak dapat dikurangi, karena itu penurunan berat badan hanya dapat dilakukan dengan cara mengurangi jumlah lemak di dalam setiap sel.


(12)

7. Faktor Lingkungan

Gen merupakan faktor yang penting dalam berbagai kasus obesitas, tetapi lingkungan seseorang juga memegang peranan yang cukup berarti. Lingkungan ini termasuk perilaku/pola gaya hidup (misalnya apa yang dimakan dan berapa kali seseorang makan serta bagaimana aktivitasnya). Seseorang tentu saja tidak dapat mengubah pola genetiknya, tetapi dia dapat mengubah pola makan dan aktivitasnya.

2.8 Pencegahan Obesitas

1. Pencegahan primer  mencegah terjadinya obesitas.

2. Pencegahan sekunder  mencegah kembalinya kenaikan berat bandan pada penderita obesitas yang telah berhasil menurunkan berat badannya.

3. Pencegahan tertier  mencegah peningkatan berat badan pada penderita obesitas yang telah berhasil menurunkan berat badannya.

Upaya pencegahan obesitas pada bayi

1. Meningkatkan aktivitas fisik anak.

Hal ini akan membantu membakar lemak didalam tubuh agar tidak terjadi penumpukan lemak yang lambat laun akan menyebabkan obesitas.

2. Mengutamakan ASI ekslusif.

Penelitian membuktikan bahwa peluang mengalami obesitas pada anak yang mendapat ASI ekslusif jauh lebih kecil dibandingkan dengan anak yang tidak mendapatkan ASI ekslusif.


(13)

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pemberian makanan tambahan( MP-ASI) yang baik dan benar kepada bayi dan anak usia 6-24 bulan terutama dari keluarga miskin merupakan salah satu upaya memulihkan status gizi bayi dan anak. Pemberian MP-ASI dengan menggunakan bahan makanan lokal diharapkan memiliki dampak positif terhadap pengetahuan dan keterampilan ibu dalam menyediakan MP-ASI secara mandiri yang pada gilirannya akan meningkatkan keadaan gizi sasaran.

Untuk keberhasilan pelaksanaan pemberian MP-ASI diperlukan pemahaman dari seluruh pihak yang terlibat, kerjasama yang erat di antara pelaksana dan pengelola serta kesungguhan masyarakat dan keluarga untuk memberikan MP-ASI lokal kepada anaknya secara baik dan benar. Dengan pemberian ASI dan MPASI yang benar akan mengurangi resiko obesitas yang terjadi pada bayi.


(1)

4. Alpukat, mengandung lebih banyak nutrisi dibandingkan dengan buah lainnya. Selain itu memiliki kandungan protein tinggi dan kaya akan lemak tak jenuh yang bisa mencegah penyakit jantung.

5. Telur, putih telur kaya akan protein dan kuning telur mengandung zinc, vitamin A, D, E, dan B12. Kuning telurnya juga mengandung kolin yang bermanfaat bagi kesehatan dan perkembangan otak bayi.

6. Yoghurt, mengandung probiotik yaitu bakteri baik untuk kekuatan, kesehatan, tulang, dan gigi.

Hal yang perlu diperhatikan dalam pengenalan MPASI adalah sebagai berikut: 1. MPASI diberikan sedikit demi sedikit, misalnya 2 -3 sendok pada saat

pertama, dan jumlahnya bisa ditambah seiring perkembangan bayi, agar terbiasa dengan teksturnya.

2. Pemberian MPASI dilakukan di sela-sela pemberian ASI dan dilakukan secara bertahap pula. Misalnya untuk pertama 1 kali dalam sehari, kemudian meningkat menjadi 3 kali dalam sehari.

3. Tepung beras sangat baik digunakan sebagai bahan MPASI karena sangat kecil kemungkinannya menyebabkan alergi pada bayi. Tepung beras yang baik adalah yang berasal dari beras pecah kulit yang lebih banyak kandungan gizinya.

4. Pengenalan sayuran sebaiknya didahulukan daripada pengenalan buah, karena rasa buah yang lebih manis lebih disukai bayi, sehingga jika buah dikenalkan terlebih dahulu, dikhawatirkan akan ada kecenderungan bayi untuk menolak sayur yang rasanya lebih hambar. Sayur dan buah yang dikenalkan pun hendaknya dipilih yang mempunyai rasa manis.

5. Hindari penggunaan garam dan gula. Utamakan memberikan MPASI dengan rasa asli makanan, karena bayi usia 6-7 bulan, fungsi ginjalnya belum sempurna. Untuk selanjutnya, gula dan garam bisa ditambahkan tetapi tetap dalam jumlah yang sedikit saja. Sedangkan untuk merica bisa ditambahkan setelah anak berusia 2 tahun.


(2)

6. Untuk menambah cita rasa, MPASI bisa menggunakan kaldu ayam, sapi, atau ikan yang Anda buat sendiri, serta bisa juga disertakan berbagai bumbu seperti daun salam, daun bawang, seledri.

7. Jangan terlalu banyak mencampur banyak jenis makanan pada awal pemberian MPASI, namun cukup satu per satu saja. Berikan dulu dalam 2-4 hari untuk mengetahui reaksi bayi terhadap setiap makanan yang diberikan, untuk mengetahui jika ia memiliki alergi terhadap makanan tertentu.

8. Perhatikan bahan makanan yang sering menjadi pemicu alergi seperti telur, kacang, ikan, susu dan gandum.

9. Telur bisa diberikan kepada bayi sejak umur 6 bulan, tetapi pemberiannya bagian kuning terlebih dahulu, karena bagian putih telur dapat memicu reaksi alergi.

10. Madu sebaiknya diberikan pada bayi usia lebih dari 1 tahun karena madu seringkali mengandung suatu jenis bakteri yang bisa menghasilkan racun pada saluran cerna bayi yang dikenal sebagai toksin botulinnum (infant botulism).

11. Pengolahan MPASI harus higienis dan alat yang digunakan juga diperhatikan kebersihannya.

2.6 Obesitas Pada Bayi

Obesitas adalah kelebihan berat badan sebagai akibat dari penimbunan lemak tubuh yang berlebihan. Obesitas pada bayi merupakan salah satu masalah kesehatan yang serius di masyarakat kita dewasa ini. Masyarakat maupun para orang tua masih belum memahami bahaya dari kondisi ini. Sebagian besar dari mereka tidak atau belum mengerti bahwa Obesitas dapat membawa dampak yang sangat serius bagi si penderitanya.

Pada saat masih bayi, gemuk akan membuatnya tampak lucu. Akan tetapi, apabila menginjak usia prasekolah (4-6 tahun) status gizi anak masih obesitas. Menurut Freedman et al (1999), bukti-bukti saat ini menunjukkan bahwa banyak


(3)

anak-anak overweight memiliki faktor risiko penyakit kardiovaskuler, seperti: hyperlipidemia, hipertensi, atau hyperinsulinemia(kegemukan pada bayi)

Karena terlalu gemuk, proses perkembangan bayi bisa terlambat, misalnya terlambat untuk duduk dan berjalan, dibandingkan dengan bayi yang beratnya normal. Kaki bayi yang kelewat gemuk tidak mampu menahan berat badannya. Selain itu, kegemukan diperkirakan dapat menimbulkan penyakit pernapasan dan umumnya kegemukan ini akan dibawa sampai dewasa jika sejak dini cara pencegahannya tidak diupayakan.

Ada banyak cara untuk mencegah kegemukan berlanjut. Salah satunya, aturlah pola makan yang seimbang sejak dia mengenal aneka ragam makanan. Sebagai contoh, utamakan makanan berbahan segar yang cukup protein, karbohidrat, sayuran dan buah. Pola makan berlebihan yang diterapkan sejak bayi tentunya akan meningkat sesuai bertambahnya usia. Oleh karena itu, sejak dini diterapkan pola makan seimbang. Jika pola ini dilaksanakan, berat badan bayi relatif normal dan sehat. Dengan demikian, anak juga akan terhindar dari berbagai penyakit yang diakibatkan oleh obesitas.

2.7 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Obesitas

1. Faktor genetik.

Obesitas cenderung diturunkan, sehingga diduga memiliki penyebab genetic, namun kebiasaan gaya hidup juga menjadi factor terjadinya obesitas. Seringkali sulit untuk memisahkan faktor gaya hidup dengan faktor genetik. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa rata-rata faktor genetik memberikan pengaruh sebesar 33% terhadap berat badan seseorang.

2. Umur

Obesitas dapat terjadi pada seluruh golongan umur, baik pada anak-anak sampai pada orang dewasa Obesitas dapat terjadi pada balita ketika dalam tubuhnya terjadi ketidakseimbangan antara konsumsi kalori dan kebutuhan energi, dimana konsumsi kalori (energy intake) terlalu banyak dibandingkan dengan kebutuhan atau pemakaian energi (energy expenditure). Dalam hal ini asupan energi yang


(4)

berlebihan tanpa diimbangi aktivitas fisik rata-rata per hari yang seimbang maka akan mempermudah terjadinya kegemukan atau obesitas pada seorang balita. 3. Terlalu cepat memberi makanan padat saat bayi

Jika memberi makanan terlalu banyak kepada anak, baik itu ASI atau susu formula ataupun makanan padat, itu akan mengakibatkan terlalu banyak kalori yang diterima anak, dan mereka akan belajar makan terlalu banyak. Bayi yang minum susu formula, bukan ASI, berisiko mengalami obesitas jika memulai makanan padat terlalu cepat.

4. Kebiasaan Makan yang Buruk

Anak yang tidak atau kurang suka mengkonsumsi buah, sayur dan biji-bijian (grains) dan lebih memilih fast food, minuman manis maupun makanan kemasan, memiliki kecenderungan untuk memiliki berat berlebih karena makanan tersebut merupakan makanan yang tinggi lemak dan kalori tetapi memiliki nilai gizi yang rendah.

5. Tidak Aktif Secara Fisik

Teknologi modern banyak memaksa anak-anak untuk lebih banyak duduk diam menghabiskan waktu mereka di depan layar komputer maupun televisi sehingga mereka tidak banyak bergerak. Jika konsumsi kalori dan lemak mereka berlebih, padahal tubuh tidak membakarnya, maka obesitas pada anak akan terjadi pada mereka.

6. Faktor perkembangan.

Penambahan ukuran atau jumlah sel-sel lemak (atau keduanya) menyebabkan bertambahnya jumlah lemak yang disimpan dalam tubuh. Penderita obesitas, terutama yang menjadi gemuk pada masa kanak-kanak, bisa memiliki sel lemak sampai 5 kali lebih banyak dibandingkan dengan orang yang berat badannya normal. Jumlah sel-sel lemak tidak dapat dikurangi, karena itu penurunan berat badan hanya dapat dilakukan dengan cara mengurangi jumlah lemak di dalam setiap sel.


(5)

7. Faktor Lingkungan

Gen merupakan faktor yang penting dalam berbagai kasus obesitas, tetapi lingkungan seseorang juga memegang peranan yang cukup berarti. Lingkungan ini termasuk perilaku/pola gaya hidup (misalnya apa yang dimakan dan berapa kali seseorang makan serta bagaimana aktivitasnya). Seseorang tentu saja tidak dapat mengubah pola genetiknya, tetapi dia dapat mengubah pola makan dan aktivitasnya.

2.8 Pencegahan Obesitas

1. Pencegahan primer  mencegah terjadinya obesitas.

2. Pencegahan sekunder  mencegah kembalinya kenaikan berat bandan pada penderita obesitas yang telah berhasil menurunkan berat badannya.

3. Pencegahan tertier  mencegah peningkatan berat badan pada penderita obesitas yang telah berhasil menurunkan berat badannya.

Upaya pencegahan obesitas pada bayi

1. Meningkatkan aktivitas fisik anak.

Hal ini akan membantu membakar lemak didalam tubuh agar tidak terjadi penumpukan lemak yang lambat laun akan menyebabkan obesitas.

2. Mengutamakan ASI ekslusif.

Penelitian membuktikan bahwa peluang mengalami obesitas pada anak yang mendapat ASI ekslusif jauh lebih kecil dibandingkan dengan anak yang tidak mendapatkan ASI ekslusif.


(6)

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pemberian makanan tambahan( MP-ASI) yang baik dan benar kepada bayi dan anak usia 6-24 bulan terutama dari keluarga miskin merupakan salah satu upaya memulihkan status gizi bayi dan anak. Pemberian MP-ASI dengan menggunakan bahan makanan lokal diharapkan memiliki dampak positif terhadap pengetahuan dan keterampilan ibu dalam menyediakan MP-ASI secara mandiri yang pada gilirannya akan meningkatkan keadaan gizi sasaran.

Untuk keberhasilan pelaksanaan pemberian MP-ASI diperlukan pemahaman dari seluruh pihak yang terlibat, kerjasama yang erat di antara pelaksana dan pengelola serta kesungguhan masyarakat dan keluarga untuk memberikan MP-ASI lokal kepada anaknya secara baik dan benar. Dengan pemberian ASI dan MPASI yang benar akan mengurangi resiko obesitas yang terjadi pada bayi.