9. Pewarna colour
10. Penyedap rasa dan aroma, penguat rasa flavor, flavor enhancer
11. Sekuestran sequestrant
BTP lain yang biasa digunakan dalam pangan selain BTP yang tercantum dalam peraturan menteri tersebut, misalnya:
1. Enzim, yaitu BTP yang berasal dari hewan, tanaman, atau mikroba, yang
dapat menguraikan zat secara enzimatis, misalnya membuat pangan menjadi lebih empuk, lebih larut, dan lain-lain.
2. Penambah gizi, yaitu bahan tambahan berupa asam amino, mineral, atau
vitamin, baik tunggal maupun campuran, yang dapat meningkatkan nilai gizi pangan.
3. Humektan, yaitu BTP yang dapat menyerap lembab uap air sehingga
mempertahankan kadar air pangan. Cahyadi, 2009
2.2. Bahan Pengawet
Bahan pengawet adalah bahan tambahan pangan yang dapat mencegah atau menghambat proses fermentasi, pengasaman, atau penguraian lain terhadap
makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Biasanya bahan tambahan pangan ini ditambahkan ke dalam makanan yang mudah rusak, atau makanan
yang disukai sebagai media tumbuhnya bakteri atau jamur, misalnya pada produk daging, buah-buahan, dan lain-lain Cahyadi, 2009.
Zat pengawet terdiri dari senyawa anorganik dan organik dalam bentuk asam dan garamnya. Contoh zat pengawet anorganik yang masih sering digunakan
adalah sulfit, hidrogen peroksida, nitrit dan nitrat. Zat pengawet organik yang sering digunakan untuk pengawet adalah asam sorbat, asam propionat, asam
benzoat, asam asetat, dan epoksida. Zat pengawet organik lebih banyak digunakan daripada yang anorganik karena bahan ini lebih mudah dibuat Cahyadi, 2009.
Universitas Sumatera Utara
Ternyata, dalam penggunaannya produsen sering menggunakan pengawet yang sebenarnya bukan Bahan Tambahan Pangan BTP untuk mengawetkan
makanan sehingga penggunaannya sangat membahayakan konsumen. Jenis-jenis bahan pengawet yang dilarang, diantaranya natrium tetraboraks boraks,
formalin, asam salisilat dan garamnya, dietilpilokarbonat, dulsin, kalium klorat, kloramfenikol, minyak nabati yang dibrominasi brominated vegetable oil,
nitrofurazon, dan kalium atau potassium bromat. Di antara bahan-bahan tersebut yang paling sering digunakan di masyarakat adalah formalin dan boraks Yuliarti,
2007.
2.3. Formalin Formaldehida
Larutan formaldehida atau larutan formalin dengan rumus molekul CH
2
O mempunyai nama dagang formalin, formol, atau mikrobisida mengandung kira-
kira 37 gas formaldehida dalam air. Biasanya ditambahkan 10–15 methanol untuk menghindari polimerisasi Windholz et al.,1983 dalam Cahyadi, 2009.
Formalin bisa berbentuk cairan jernih, tidak berwarna, dan berbau menusuk, atau berbentuk tablet dengan berat masing-masing 5 gram Saparinto dan Hidayati,
2006. Struktur kimia dari formaldehida dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut. O
H C H Gambar 2.1. Struktur Kimia Formaldehida
Formaldehida mempunyai sifat antimikroba karena kemampuannya menginaktivasi protein dengan cara mengkondensasi asam amino bebas dalam
protein menjadi campuran lain. Kemampuan dari formaldehida meningkat seiring dengan peningkatan suhu Lund, 1994 dalam Cahyadi, 2009. Karena kemampuan
tersebut, maka formalin digunakan sebagai pengawet.
Universitas Sumatera Utara
Sebenarnya formalin adalah bahan pengawet yang digunakan dalam dunia kedokteran, misalnya sebagai bahan pengawet mayat dan hewan-hewan untuk
keperluan penelitian. Selain sebagai bahan pengawet, formalin juga memiliki fungsi lain sebagai berikut.
a. Zat antiseptik untuk membunuh mikroorganisme.
b. Desinfektan pada kandang ayam dan sebagainya.
c. Antihidrolik penghambat keluarnya keringat sehingga digunakan sebagai
bahan pembuat deodoran.
d. Bahan campuran dalam pembuatan kertas tisu untuk toilet.
e. Bahan baku industri pembuatan lem plywood, resin, maupun tekstil.
Saparinto Hidayati, 2006
2.3.1. Penyalahgunaan Formalin
Besarnya manfaat formalin di bidang industri tersebut ternyata disalahgunakan oleh produsen di bidang industri makanan. Biasanya hal ini sering
ditemukan dalam industri rumahan karena mereka tidak terdaftar dan tidak terpantau oleh Depkes dan Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan POM
setempat Yuliarti, 2007. Berdasarkan hasil penelitian Zuraidah 2007 tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan penggunaan formalin pada pedagang tahu
di pasar flamboyan kota Pontianak didapatkan bahwa alasan pedagang menambahkan formalin ke dalam makanan adalah karena kepentingan ekonomi.
Alasan ekonomi di sini berarti agar pedagang tidak mengalami kerugian bila barang dagangan mereka tidak habis terjual dalam sehari. Selain itu, kurangnya
informasi tentang formalin dan bahayanya, tingkat kesadaran kesehatan masyarakat yang masih rendah, harga formalin yang sangat murah, dan
kemudahannya didapat merupakan faktor-faktor penyebab penyalahgunaan formalin sebagai pengawet dalam makanan Saparinto Hidayati, 2006.
Formaldehida merupakan bahan tambahan kimia yang efisien, tetapi penggunaannya dilarang dalam bahan pangan makanan. Walaupun demikian,
Universitas Sumatera Utara
ada kemungkinan formaldehida digunakan dalam pengawetan susu, tahu, mie, ikan asin, mi basah, dan produk pangan lainnya Cahyadi, 2009. Berdasarkan
hasil investigasi dan pengujian laboratorium yang dilakukan Balai POM di Jakarta, ditemukan sejumlah produk makanan yang memakai formalin sebagai
pengawet seperti ikan asin, mi basah, dan tahu Yuliarti, 2007.
2.3.2. Ciri-ciri Makanan yang Mengandung Formalin
Untuk mengetahui kandungan formalin dalam bahan makanan secara akurat dapat dilakukan uji laboratorium dengan menggunakan pereaksi kimia.
Akan tetapi kita juga dapat mengetahui ada tidaknya formalin dalam makanan tanpa uji laboratorium. Berikut ciri-ciri beberapa contoh bahan makanan yang
menggunakan formalin sebagai bahan pengawet. a.
Bakmi basah 1.
Tidak rusak sampai 2 hari pada suhu kamar 25° C dan bertahan lebih dari 15 hari dalam lemari es suhu 10° C.
2. Bau formalin agak menyengat.
3. Mi tampak lebih mengilap dibandingkan dengan mi normal dan
tidak lengket. 4.
Tidak dikerubungi lalat. 5.
Tekstur mi lebih kenyal. b.
Ayam potong 1.
Tidak dikerubungi lalat. 2.
Daging sedikit tegang kaku. 3.
Jika dosis formalin yang diberikan tinggi maka akan tercium bau formalin.
Universitas Sumatera Utara
4. Dalam uji klinis, jika daging ayam dimasukkan dalam reagen maka
akan muncul gelembung gas. c.
Tahu, dengan kandungan formalin 0,5–1 ppm 1.
Tidak rusak sampai 3 hari pada suhu kamar 25° C dan bertahan lebih dari 15 hari dalam lemari es suhu 10° C.
2. Tekstur lebih keras tetapi tidak padat.
3. Terasa kenyal jika ditekan, sedangkan tahu tanpa formalin biasanya
mudah hancur. 4.
Bau formalin agak menyengat. 5.
Tidak dikerubungi lalat. d.
Bakso 1.
Tidak rusak sampai 5 hari pada suhu kamar 25° C. 2.
Tekstur sangat kenyal dan tidak dikerubungi lalat. e.
Ikan asin 1.
Tidak rusak sampai lebih dari satu bulan pada suhu kamar 25° C. 2.
Tampak bersih dan cerah. 3.
Tidak berbau khas ikan asin. 4.
Tekstur ikan keras, bagian yang luar kering tetapi bagian dalamnya basah.
5. Tidak dikerubungi lalat dan baunya hampir netral hampir tidak
lagi berbau amis.
Universitas Sumatera Utara
f. Ikan segar
1. Tidak rusak sampai 3 hari pada suhu kamar 25° C.
2. Mata ikan merah, tetapi warna insang merah tua, bukan merah
segar, dan tidak cemerlang. 3.
Warna daging putih bersih, dengan tekstur kaku kenyal. 4.
Bau amis spesifik ikan berkurang, lendir pada kulit ikan hanya sedikit, dan tercium bau seperti bau kaporit.
5. Tidak dikerubungi lalat.
Saparindo dan Hidayati, 2006
2.3.3. Dampak Formalin pada Kesehatan
Karakteristik risiko yang membahayakan bagi kesehatan manusia yang berhubungan dengan formaldehida adalah berdasarkan konsentrasi dari substansi
formaldehida yang terdapat di udara dan juga dalam produk-produk pangan WHO, 2002. Selain itu, gangguan kesehatan yang terjadi akibat kontak dengan
formalin sangat tergantung pada cara masuk zat ini ke dalam tubuh Yuliarti, 2007.
Pemaparan formaldehida terhadap kulit menyebabkan kulit mengeras, menimbulkan kontak dermatitis dan reaksi sensitivitas. Formalin bisa menguap di
udara, berupa gas yang tidak berwarna, dengan bau yang tajam menyesakkan sehingga merangsang hidung, tenggorokan, dan mata. Bila uap formalin dengan
konsentrasi 0,03-4 bpj terhirup selama 35 menit, maka akan menyebabkan iritasi membran mukosa hidung, mata, dan tenggorokan. Selain itu, dapat juga terjadi
iritasi pernapasan parah, seperti batuk, disfagia, spasmus laring, bronkhitis, pneumonia, asma, edema pulmonal, dapat pula terjadi tumor hidung pada mencit
Cahyadi, 2009.
Universitas Sumatera Utara
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1168MenkesPerX1999 ditegaskan bahwa formalin dilarang digunakan dalam makanan. Hal itu mengingat
bahaya serius yang akan dihadapi jika formalin masuk ke dalam tubuh manusia. Formalin akan menekan fungsi sel, menyebabkan kematian sel, dan menyebabkan
keracunan Khomsan Anwar, 2008. Setelah menggunakan formalin, efek sampingnya tidak akan secara
langsung terlihat. Efek ini hanya terlihat secara kumulatif, kecuali jika seseorang mengalami keracunan formalin dengan dosis tinggi Saparinto Hidayati, 2006.
Jumlah formaldehida yang masih boleh diterima manusia per hari tanpa akbiat negatif pada kesehatan Acceptable Daily Intake ADI adalah 0,2 mg per
kilogram berat badan Widmer dan Frick, 2007. Formalin dapat menyebabkan kematian pada manusia bila dikonsumsi melebihi dosis 30 ml. Setelah
mengonsumsi formalin dalam dosis fatal, seseorang mungkin hanya mampu bertahan selama 48 jam Khomsan Anwar, 2008.
Dampak akut formalin terhadap kesehatan terjadi akibat paparan formalin dalam jumlah yang banyak dalam waktu yang singkat. Efeknya berupa iritasi,
alergi, kemerahan, mata berair, mual, muntah, rasa terbakar, sakit perut, pusing, bersin, radang tonsil, radang tenggorokan, sakit dada yang berlebihan, lelah,
jantung berdebar, sakit kepala, diare dan pada konsentrasi yang sangat tinggi dapat menyebabkan kematian. Dampak kronik dari formalin terlihat setelah
terkena paparan formalin berulang dalam jangka waktu yang lama dan biasanya formalin dikonsumsi dalam jumlah kecil dan terakumulasi dalam jaringan.
Gejalanya berupa mata berair, gangguan pada: pencernaan, hati, ginjal, pankreas, sistem saraf pusat, menstruasi dan pada hewan percobaan dapat menyebabkan
kanker, sedangkan pada manusia diduga bersifat karsinogen Yuliarti, 2007. Dari hasil analisa penelitian kohort pada pekerja di industri formalin,
didapatkan hubungan antara paparan formalin dengan kejadian kanker nasofaring dan kemungkinan kejadian kanker pada beberapa bagian saluran nafas bagian
atas. Akan tetapi, tidak ditemukan hubungan antara paparan formalin dengan
Universitas Sumatera Utara
kejadian kanker pankreas, otak dan paru-paru Hauptmann, Lubin, Stewart, Hayes and Blair, 2004 Bosetti, McLaughlin, Tarone, Pira, and Vecchia, 2008.
2.4. Tahu
Produk tahu berasal dari sari kedelai yang digumpalkan dengan asam Suprapti, 2005. Bahan dasar pembuatan tahu adalah kacang kedelai. Oleh karena
itu, kandungan protein tahu sangat berkualitas namun jumlah protein dalam tahu hanya 7,8. Protein tahu tidak terlalu tinggi karena kadar air dalam tahu sangat
tinggi, yaitu mencapai 84,8. Umumnya, makanan dengan kadar air tinggi mengandung protein yang agak rendah Khomsan dan Anwar, 2008.
Karena mengandung kadar air yang tinggi, tahu cepat mengalami penyimpangan bau maupun rasa. Selain itu, kualitas kedelai, sumber air
pembuatannya, sanitasi alat-alat pembuatan tahu dan pekerjanya mempengaruhi cita rasa tahu dan kecepatannya dalam mengalami penyimpangan bau Khomsan
dan Anwar, 2008. Jika tidak diawetkan, tahu hanya tahan disimpan selama dua hari bila direndam dalam air sumur atau air keran yang bersih.
2.5. Analisis Kualitatif Formalin dalam Makanan