4
BAB II
DASAR TEORI
2.1. Landasan Teori
2.1.1 Jenis-jenis Stainless Steel
Stainless Steel adalah baja paduan dengan kandungan kromium Cr
minimal 10. Komposisi ini membentuk lapisan pelindung anti korosi Cr
2
O
3
yang merupakan hasil oksidasi oksigen terhadap krom yang terjadi secara spontan. Dengan proses oksidasi, lapisan ini akan mudah
terbentuk jika tergores ataupun mengalami proses permesinan. Meskipun seluruh kategori Stainless steel didasarkan pada kandungan kromium Cr,
namun unsur paduan lainnya ditambahkan untuk memperbaiki sifat stainless steel sesui dengan aplikasinya. Kategori stainless steel tidak
halnya seperti baja lain yang didasarkan pada besarnya persentase karbon tetapi didasarkan pada struktur metalurginya.
Secara garis besar terdapat tiga golongan utama dari stainless steel adalah sebagai berikut :
1. Tipe Martensitik Baja ini merupakan paduan kromium dan karbon yang memiliki
struktur martensit body-centered cubic BCC. Kandungan kromium umumnya berkisar antara 10,5 – 18, dan karbon melebihi 1,2.
Kandungan kromium dan karbon dijaga agar mendapatkan struktur martensit. Keunggulan dari tipe martensitik, jika dibutuhkan kekuatan
5 yang tinggi maka dapat di keraskan hardening dan bersifat magnetis.
Tipe stainless ini yang umum dipasaran adalah 403, 410, 416, 420, 431. Secara umum aplikasi jenis ini yang sering kita temui adalah pisau,
spring, dan poros. Sifat lain dari tipe ini adalah kemampuan untuk difabrikasi machineability baik.
Gambar 2.1 Struktur atom fasa martensit
2. Tipe Austenitik Baja Stainless austenititik merupakan paduan logam besi-krom-nikel
yang mengandung 16-20 kromium, 7-22 nikel, dan nitrogen. Tipe austenitik mempunyai struktur kubus satuan bidang face centered
cubic dan merupakan baja dengan ketahanan korosi yang tinggi.
Struktur kristal akan tetap berfasa austenit bila unsur nikel dalam paduan diganti mangan Mn, karena kedua unsur merupakan penstabil
fasa austenit. Fasa austenitik tidak akan berubah saat proses anil. Baja stainless
austenitik tidak dapat dikeraskan dengan metode perlakuan
6 panas heat treatment tetapi menggunakan metode pengerjaan dingin.
Umumnya jenis baja ini dapat tetap menjaga sifat asutenitik pada temperature ruang, lebih bersifat ulet dan memiliki ketahanan korosi
yang lebih baik dibandingkan baja stainless feritik dan martensit.
Gambar 2.2 Struktur atom fasa austenitik
3. Tipe Feritik Baja jenis ini mempunyai struktur body centered cubic BCC.
Kandungan kromium umumnya kisaran 10,5 – 30. Unsur sulfur ditambahkan untuk memperbaiki sifat mesin. Paduan ini merupakan
ferromagnetik dan mempunyai sifat ulet, machinability yang baik. Namun kekuatan di lingkungan suhu tinggi lebih rendah dibandingkan
baja stainless austenitik. Kandungan karbon rendah pada baja feritik tidak dapat dikeraskan dengan perlakuan panas. Tipe yang umum di
pasaran adalah 405, 430, 439, dan 446. Penggunaan secara umum adalah lebih pada pemakaian dekoratif arsitektur.
7
Gambar 2.3 Struktur atom fasa ferit
AISI 430 tergolong dalam kategori baja stainless steel feritik yang sangat banyak kita temui. Komposisi unsur-unsur pemadu yang
terkandung dalam AISI 430 akan menentukan sifat mekanik dan ketahanan korosi. AISI 430 merupakan ferromagnetik dan mempunyai
sifat ulet, machinability yang baik serta mempunyai kadar kromium sebagai pembentuk lapisan Cr
2
O
3
yang protektif untuk meningkatkan ketahanan korosi.
Tabel 2.1 Komposisi Kimia Stainless Steel AISI 430.
UNSUR MASSA
C 0,12
Mn 1
P 0,04
S 0,03
Si 1
Cr 16 - 18
Fe 79 - 87
8 Berdasarkan unsur pemadu yang terkandung seperti dalam tabel diatas
akan terbentuk sifat mekanis dari baja stainless steel AISI 430 yaitu sebagai berikut :
Tabel 2.2 Sifat Mekanik Stainless Steel AISI 430.
Rasio Poison 0.27 - 0.30
Kekuatan tarik 480 MPa
Regangan 275
Pertambahan panjang 20
Kekerasan 88 HRB
Modulus Elastisitas 200 GPa
Densitas 7.80 grcm
3
2.1.2 Pengelasan GTAW Gas Tungsten Arc Welding