1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Manusia merupakan makhluk sosial yang dalam kehidupannya akan selalu menumbuhkan nilai-nilai bersosialisasi dengan sesama. Sebagai makhluk sosial,
tentu manusia akan melewati sekian banyak interaksi dengan orang lain di sekitarnya. Wujud interaksi itu dapat berupa komunikasi dengan orang lain. Pada
saat manusia berinteraksi satu dengan yang lain lewat komunikasi akan terlihat sejauh mana interaksi tersebut dapat berjalan dengan baik. Ketika seseorang dapat
berkomunikasi dengan baik maka terjadi pula interaksi yang baik antar sesama manusia. Masyarakat, manusia, apa pun bentuknya, selalu memerlukan alat atau
cara untuk berkomunikasi antar sesama warganya Sumarsono, 2004: 53. Bahasa dalam fungsinya bagi manusia adalah sebagai alat komunikasi.
melalui bahasa manusia dapat menyampaikan banyak hal yang mereka ketahui maupun yang belum mereka ketahui. Melalui bahasa manusia dapat juga
mengekspresikan apa saja yang ada di pikiran mereka. Cara mengekspresikan segala sesuatunya pun dapat dilakukan dengan bebagai bentuk yaitu secara lisan
maupun tulisan. Seiring perkembangan tingkat kemampuan manusia itu sendiri, terkadang seseorang mengkomunikasikan sesuatu secara langsung dan tidak
langsung. Ungkapan yang diutarakan secara langsung berarti setiap maksud yang ingin disampaikan kepada mitra tutur juga sudah dipahami oleh mitra tutur.
Sebaliknya ada ujaran yang dikemukakan namun dengan tuturan yang memiliki maksud tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa setiap orang tidak dapat hanya
mengandalkan setiap kosa kata yang menyusun kalimat yang ia ucapkan melainkan harus memperhatikan segala sesutau yang ada di luar bahasa itu
sendiri. Pada kegiatan sehari-hari komunikasi tidak hanya terjadi secara verbal saja
untuk setiap momennya. Akan tetapi aktivitas komunikasi di luar verbal juga dapat terjadi. Komunikasi nonverbal misalnya, peristiwa ini tidak menutup
kemungkinan bisa terjadi. Hal tersebut dikarenakan kebutuhan manusia sendiri sebagai bentuk interaksinya kepada sesama. Komunikasi verbal itu sendiri kita
kenal dengan jenis komunikasi yang secara umum menggunakan rangkaian kata- kata dalam praktiknya, sedangkan komunikasi nonverbal itu dikenal dengan jenis
komunikasi yang memanfaatkan lambang-lambang atau gerak isyarat dari tubuh pengguna komunikasi secara nonverbal.
Dari segi yang sedikit berbeda, komunikasi yang biasa dilakukan oleh manusia dapat pula dilakukan lewat media bahasa dan tulisan-tulisan. Akan tetapi
menurut D.A. Peransi dalam bukunya filmmediaseni, film merupakan suatu medium yang ekspresi dan komunikasi. Film juga merupakan medium yang relatif
baru didalam kebudayaan umat manusia, dibandingkan dengan medium seperti bahasa dan tulisan-tulisan. Seringkali film mampu mambuat penonton terbuai dan
tertawa oleh suasana dan menganggap apa yang disajikan pada layar merupakan suatu kenyataan.
Pengaruh film terhadap perkembangan komunikasi juga sangat pesat mengingat dialog-dialog yang semakin hari semakin terstruktur pula. Akan tetapi
ada beberpa film yang dalam tanda petik masih belum menyadari bahwa daya
bahasa yang efektif serta santun masih sedikit saja tertuang dalam dialog yang dijadikan transkrif si aktor dalam film. Bahasa komunikan yang digunakan masih
kurang memperhatikan tingkat kesantunan yang sewajarnya digunakan dalam prinsip komunikasi.
Pada prinsipnya, setiap berkomunikasi dengan orang lain kita harus memperhatikan hal-hal yang mampu membangun kehormatan diri kita dan mitra
tutur. Setiap orang hendaknya mewujudkan cita-cita bermitra tutur yang baik dan santun sehingga fungsi bahasa dalam penggunaanya dapat terwujud maksimal.
Hal tersebut tentunya mendukung para komunikan agar memperhatikan setiap hal yang berhubungan dengan tindak tutur yang selalu terjadi dalam kehidupan
manusia. Prinsip santun dalam setiap melakukan percakapan dengan orang lain haruslah diterapkan agar tercipta sikap yang saling menghargai antara penutur dan
mitra tutur. Sikap ini yang pada masa pekembangan sekarang ini masih menjadi momok yang sulit dikembangkan dalam proses bekomunikasi. Yang terjadi
selama ini bahwa penutur seringkali tidak memperhatikan sikap kerjasama yang santun dalam melakukan proses pecakapan dengan lawan bicaranya.
Menurut Brown dan Livinson 1978, berkisar atas nosi muka face. Semua orang yang raional mempunyai muka tentunya dalam arti kiasan dan
muka itu harus dijaga, dipelihara, dihormati, dan sebagainya Asim Gunarwan, 1992 : 184. Muka didalam pengertian kiasan ini dikatakan terdiri atas dua wujud,
yaitu muka positif dan muka negatif. Muka positif mengacu pada citra diri seseorang bahwa segala yang berkaitan dengan dirinya itu patut dihargai yang
kalau tidak dihargai, orang yang bersangkutan akan dapat kehilangan mukanya.
Muka negatif mengacu pada citra diri seseorang yang berkaitan dengan kebebasan untuk melakukan sesuatu sesuai dengan kemauanya jika dihalangi, orang yang
bersangkutan dapat kehilangan muka. Asim Gunarwan, 2007: 105. Dalam komunikasi yang wajar dapat diasumsikan bahwa seorang penutur
mengartikulasikan ujaran dengan maksud untuk mengkomunikasikan sesuatu kepada lawan bicaranya, dan berharap lawan bicaranya dapat memahami apa yang
hendak dikomunikasikan itu. Untuk itu penutur selalu berusaha agar tuturannya selalu relevan dengan konteks, jelas, dan mudah dipahami, padat dan ringkas
concise, dan selalu pada persoalan Straight forward, sehingga tidak menghabiskan waktu lawan bicaranya. Dalam Dewa Putu Wijana, 1996
mengemukakan bila dalam suatu percakapan terjadi penyimpangan, ada implikasi-implikasi tertentu yang hendak dicapai oleh penuturnya. Bila implikasi
itu tidak ada, maka penutur yang bersangkutan tidak melaksanakan kerjasama atau tidak bersifat kooperatif. Jadi, secara ringkas dapat diasumsikan bahwa ada
semacam prinsip kerja sama yang harus dilakukan pembicara dan lawan bicara agar pproses komunikasi itu berjalan lancar. Dewa Putu Wijana 1996
mengemukakan pendapat Grice dan Austin bahwa di dalam rangka melaksanakan prinsip-prinsip kerja sama itu, setiap penutur harus mematuhi 4 maksim
percakapan conversational maxim, yakni maksim kuantitas maxim of quantity, maksim kualitas maxim of quality, maksim relevansi maxim of relevance, dan
maksim pelaksanaan maxim of manner. Brown dan Yule menyatakan bahwa kegiatan percakapan merupakan salah
satu wujud interaksi dalam Abdul Rani, Bustanul Arifin, Martutik, 2006: 230.
Bahasa merupakan media utama yang dipakai dalam percakapan. Bahasa dapat digunakan untuk mengekspresikan emosi, menginformasikan suatu fakta,
mempengaruhi orang lain, mengobrol, bercerita, dan sejenisnya. Fillmore menyatakan bahwa bahasa yang digunakan dalam percakapan termasuk
penggunaan bahasa yang mendasar dan utama, sehingga dapat digunakan untuk mendeskripsikan penyimpangan kaidah penggunaan aturan bahasa dalam Abdul
Rani, Bustanul Arifin, Martutik, 2006:17. Ketika penutur mencoba berusaha membingungkan, mempermainkan, atau
menyesatkan mitra tutur, maka terjadi pelanggaran prinsip kerja sama. Terjadinya pelanggaran prinsip kerja sama akan menimbulkan implikatur percakapan
Rustono, 1991:82. Brown dan Yule menyatakan bahwa, “implikatur dipakai untuk memperhitungkan apa yang disarankan atau apa yang dimaksud oleh
penutur sebagai hal yang berbeda dari apa yan g dinyatakan secara harfiah”dalam
Abdul Rani, Bustanul Arifin, Martutik, 2006:170. Pada dasarnya manusia telah memiliki pemikiran-pemikiran yang sangat
kompleks terhadap apa yang terjadi dalam kehidupannya sehari-hari. Banyak sekali aktivitas yang menuntut setiap individu untuk selalu berinteraksi satu
dengan yang lainya. Interaksi tersebut juga dapat diklasipikasikan misalnya interaksi yang diwujudkan dalam bentuk percakapan yang mengandung unsur
humoris. Ada pula percakapan yang sekedar menyapa, obrolan santai, obrolan serius, dan lain-lain. Dalam sertiap komunikasinya manusia membutuhkan situasi
dan kondisi yang tepat untuk melakukan interaksi dengan yang lainnya. Selain itu
perlu diperhatikan juga dimana keberadaan si pelaku komunikan saat ini dan siapa yang lawan bicaranya.
Berkaitan dengan sikap pada saat berkomunikasi dengan orang lain, setiap individu diharapkan mampu mewujudkan sikap yang pantas pada saat
melangsungkan komunikasi dengan mitra komunikannya. Memang dalam hal ini masih ada beberapa pemasalahan yang secara sengaja maupun tidak disengaja
terjadi kesalahan pada saat seseorang menunjukkan sikap yang pantas dalam kegiatan bermitra tutur. Terkadang seorang penutur juga kurang memperhatikan
hal-hal lain diluar bahasa yang ia gunakan pada saat menyampaikan pesan yang di maksud. Ketika hal tersebut terjadi maka proses bermitra tutur pun menjadi tidak
maksimal karena pesan yang ingin disampaikan oleh penutur kepada mitra tutur tidak dapat ditangkap dengan baik oleh mitra tuturnya. Dari hal tersebut dapat kita
lihat bahwa cara atau sikap pada saat melakukan proses komunkasi dengan orang lain harus mendukung proses komunikasi yang terjadi pada saat itu.
Prinsip kesantunan berbahasa juga seharusnya terjadi dalam setiap tindak komunikasi kita dengan orang lain. Berbahasa secara santun akan membangun
banyak nilai-nilai yang positif dalam bermitra tutur. Pada kenyataannya memang sifat almiah manusia tidak dapat hidup tanpa bersosialisasi dengan orang lain,
oleh karena itu bahasa-lah yang menjalankan setiap proses sosialisasi yang ada pada setiap individu manusia. Ketika kita mampu mewujudkan sikap santun
dalam berkomunikasi dengan orang lain maka situasi yang rumitpun dapat dikendalikan dengan kepala dingin. Keuntungan yang tercipta juga tidak berat
sebelah, artinya bahwa tidak akan ada yang dirugikan pada saat memecahkan
masalah dengan komunikasi yang terbagun oleh sikap santun. Selain itu, setiap pesan yang hendak kita sampaikan kepada mitra tutur juga dapat dipahami dengan
baik. Seiring perkembangan zaman proses komunikasi tidak hanya semata-mata
dapat dilakukan secara langsung dari mulut ke mulut. Proses komunikasi dapat dilakukan juga melalui tulisan-tulisan. Selain itu proses komunikasi juga terwujud
dalam pecakapan yang diskenariokan seperti dalam sebuah film contohnya. Penelitian ini akan menelaah mengenai pelanggaran yang terjadi dalam
percakapan yang ada dalam film “Serigala Terakhir”. Dengan menelaah tuturan-
tuturan yang ada dalam film tersebut diharapkan dapat menemukan titik yang tepat untuk melihat tingkat kesantunan bahasa yang digunakan dalam
percakapannya. Penelitian ini akan membahas mengenai pelanggaran prinsip kesantunan
dalam film “Serigala Terakhir”.
1.2 Rumusan Masalah