Kesantunan Berbahasa dalam Naskah Drama Umang-Umang Karya Arifin C. Noer dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia

(1)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Syarat Mencapai

Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh Nova Liana NIM. 1111013000108

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2016 M


(2)

IMPLIKASINYA

TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA

DAN SASTRA INDONESIA

Skripsi

Diaj,rkan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi

Persyaratan Memperoleh Gelar S arj ana Pendidikan Oleh

NOVA LIANA NIM: 1111013000108

Mengetahui, Dosen Pembimbing

Dr. Siti Nuri Nurhaidah, M.A.

,/

JI,RUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASt'RA INDONESIA

FAKIILTAS

ILMU

TARBIYAH

DAN

KEGURUAN

UNIYERSITAS

ISLAM

NE

GERI

SYARIF

HIDAYATI]LLAII

.

JAKARTA

2016

M


(3)

dan Keguruan (FITK)

UN

Syarif Hidayatullah Jakarta, dan telah dinyatakan lulus

dalam Ujian Munaqasah pada tanggal 4 April 2016 dihadapan dewan penguji. Oleh karena.itu, penulis berhak memperoleh gelar Sarjana (S. Pd) dalam bidang

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.

Tangerang,4 Aprtl20l6

Panitia Ujian Munaqasah

Ketua Panitia ( Ketua

Jurusan/Prodi)

Tanggal

IVakyun Subuki M.Hum

NIP. 19800305 200901 1 015 Sekretaris (Sekretaris Jurusan/Prodi)

Dona Aji Karunia Putra. M.A

NrP. 19840409 20t101 1 015

Penguji 1

Dr. Nurvani. M.A.

NIP. 1 9820 6282009122 003

Penguji 2

Dr. Darsita Supamo. N{. Hum. NrP. 19610807 199303 2 001

t2/

6:!.otr

v/6-rue

,t/n

lol6

t(,

-

aoti

/u


(4)

SURAT PERN{YATAAN{

KARYA

SEIVDIRI

Saya yang bertanda tangan di bawah ini,

Dosenr Pembi;nbing

: NovaLiana

: Piladang; 07 November 1991 :1111013000108

: Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia / S-l

:

Kesantrman

Berbahasa dalam Naskatra Drama

Umng-Uffiag Karfa

tuifin

C- Noer dan Implikasinya

terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia

: Dr. Siti

Nrri

Nuftaidah, M.A.

DqEs

ini

menyatatan bahnra stripsi lraug saya buat benar-benar t asil karla

sediri

dan saya bertanggung jawab secara akademis atas apa yang saya tulis.

Pemlataan ini dibrat sebagai salah satu syarat nrenernpuh Ujian Munaqasah.

Jakal/r4 10 Februari 2016 Mahasisw Ybs.


(5)

Noer dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia" yang disusun oleh Nova Liana dengan NIM l1l1013000108 Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, telah diuji kebenarannya oleh dosen pembimbing pada tanggal 6 Januari 2016

Jakarta,6 Januari2016 Pembimbing


(6)

Penelitian ini mengkaji kesantunan berbahasa menurut teori Leech, objek yang dianalisis yaitu naskah drama Umang-Umang karya Arifin C. Noer. Kesantunan berbahasa tidak hanya berlaku pada saat komunikasi secara langsung akan tetapi kesantunan berbahasa juga terdapat di dalam karya sastra.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan kesantunan berbahasa pada naskah drama umang-umang karya Arifin C. Noer dan mendeskripsikan implikasi kesantunan berbahasa terhadap pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif yang menghasilkan data deskriptif. Dalam pengumpulan data, penulis menggunakan teknik simak yaitu simak bebas cakap dan di lanjutkan dengan teknik catat. Selanjutnya dijabarkan dengan memberikan analisis kemudian diberi kesimpulan akhir.

Hasil penelitian ini menunjukkan bentuk ujaran yang terjadi pada tokoh dalam naskah drama Umang-Umang karya Arifin C. Noer terdapat pematuhan dan pelanggaran. Dari keseluruhan data pada ujaran diperoleh 27 data yang mematuhi prinsip kesantunan Leech yaitu 7 maksim kebijaksanaan, 3 maksim penerimaan, 9 maksim kemurahan, 2 maksim kerendahan hati, 5 maksim kesetujuan, dan 1 maksim simpati. Sedangkan yang melanggar prinsip kesantunan Leech diperoleh 39 data yaitu, 6 maksim kebijaksanaan, 8 maksim penerimaan, 13 maksim kemurahan, 5 maksim kerendahan hati, 5 maksim kesetujuan, dan 2 maksim simpati. Pada naskah drama Umang-Umang tersebut lebih didominasi oleh pelanggaran maksim kemurahan. Kesantunan berbahasa dapat diimplikasikan pada pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia yaitu pembelajaran diskusi di SMP kelas VIII.

Kata kunci : Kesantunan, Prinsip Kesantunan teori Leech, Naskah Umang-Umang.


(7)

ABSTRACT

Nova Liana. (NIM: 1111013000108). Politeness In manuscript Umang Umang By Arifin C. Noer and Implications Learning Indonesian Language and Literature at the SMP.

This research about the politeness according to Leech's theory, the object being analyzed is a manuscript Umang-Umang by Arifin C. Noer. Politeness is not only valid at the time of direct communication but politeness is also found in the literature.

The purpose of this research is to describe the politeness in the manusript Umang-Umang by Arifin C. Noer and describe the implications of politeness is learning Indonesian language and literature. The method used is qualitative method that produces descriptive data. Collecting the data, the authors used a technique that ―simak bebas cakap ―and technique ―catat”. Then elaborated by providing analysis and then given a final conclusion.

The results of this research indicate the form of speech happens to the characters in the manuscript Umang Umang by Arifin C. Noer there are compliance and violations. Of all the data on the speech obtained 27 data that adheres to the principle that Leech politeness 7 tact maxim, 3 maxim of generosity, 9 approbation maxim, 2 modesty maxim, 5 maxim of agreement, and 1 maxim of sympathy. While that violate Leech politeness principle that the data obtained 39, 6 tact maxim, 8 maxim of generosity, 13 approbation maxim, 5 modesty maxim, 5 maxims of agreement, and 2 maxim of sympathy. Manuscript Umang-Umang are more dominated by the violation of the maxim of approbation. Politeness can be implicated in learning Indonesian language and literature that discussion teaching 8th grade junior higt school.

Keywords: Politeness, Politeness Principle of Leech theory, Manuscript Umang Umang.


(8)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi robbil „alamin segala puji bagi Allah semesta alam yang telah

melimpahkan rahmat dan nimat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Shalawat serta salam senantiasa tercurah untuk nabi besar Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan para umatnya.

Penulis menyusun penelitian ini guna memenuhi salah satu syarat mendapatkan gelar sarjana pendidikan program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Dalam penulisan penelitian ini penulis banyak mendapat masukan, bimbingan, saran, dorongan, dan semangat dari berbagai pihak. Semua itu tak lain untuk menjadikan penulis menjadi pribadi yanglebih baik dan kaya informasi, sehingga pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA., dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Makyun Subuki , M. Hum., selaku ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.

3. Dona Aji Karunia, MA., selaku sekretaris Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.

4. Ibunda dan Ayahanda tercinta dewi Asmita dan Yusrizal yang tak pernah letih merawat, mendukung, mendoakan, dan memberi motivasi serta bantuan moril maupun materil kapda penuli dengan tulus dan ikhlas. 5. Dr. Siti Nuri Nurhaidah, M.A. selaku dosen pembimbing yang telah

bersedia meluangkan waktu dan tenaganya untuk memberikan bimbingan, semangat, motivasi, dan ilmunya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

6. Dosen-dosen Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah membagi ilmunya selama masa perkuliahan.

7. Kakak dan adikku tercinta Yusni Rika dan Popi Septiani yang selalu mendoakan, dan memberikan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini


(9)

8. Sahabat terbaikku Sukaesih, Siti Nurhasanah, dan Syifa Fauziyah Soliha yang selalu ada dalam suka dan duka, teman curhat dan keluh kesah, teman bersama dalam segalanya.

9. Adek-adek kosan Arum, Ajeng, dan Farisha yang selalu bersedia memberi bantuan dan semangat kepada penulis.

10.Teman-teman PBSI sepejuangan angkatan 2011 khususnya PBSI kelas C yang senantiasa memberi kebahagian selama masa-masa kuliah, memberi informasi, dan semangat dalam menyelesaikan penelitian.

Terima kasih pula untuk seluruh pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam proses penyelesaian penelitian ini. Semoga Allah membalas kebaikan kalian semua. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk menjadikan penelitian ini lebih baik lagi. Besar harapan penulis agar penelitian ini dapat bermanfaat, baik untuk penulis pribadi maupun pembaca.

Jakarta, Januari 2016


(10)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR. ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah . ... 4

C. Batasan Masalah . ... 5

D. Rumusan Masalah ... 5

E. Tujuan Penelitian ... 5

F. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II KAJIAN TEORI A. Pragmatik . ... 7

1. Tokoh-Tokoh dan Teori Pragmatik ... 7

2. Teori Kesantunan ... 10

3. Konteks ... 18

B. Drama . ... 20

1. Pengertian Drama ... 20

2. Karakteristik Drama . ... 21

C. Biografi Arifin C. Noer . ... 23

D. Sinopsis Naskah Drama Umang-Umang Karya Arifin C. Noer ... 25


(11)

BAB III METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian ... 30

B. Metode Penelitian ... 30

C. Ruang Lingkup Penelitian ... 31

D. Objek Penelitian ... 31

E. Pengumpulan Data. ... 31

F. Jenis Data . ... 33

G. Analisis Data. ... 33

H. Pelaksanaan Penelitian. ... 34

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. Temuan kesantunan berbahasa menurut Leech dalam naskah drama Umang-Umang karya Arifin C. Noer ... 36

B. Analisis deskripsi kesantunan berbahasa dalam naskah Drama Umang-Umang karya Arifin C. Noer . ... 38

C. Implikasi terhadap pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia ... 80

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 82

B. Saran . ... 83


(12)

A. Latar Belakang Masalah

Manusia merupakan makhluk sosial, yaitu makhluk yang tidak bisa hidup sendiri. Setiap manusia yang ada di dunia ini harus bersosialisasi dengan sesamanya, menjalin komunikasi dan berhubungan dengan orang lain. Supaya komunikasi dan kerjasama dapat terjalin maka perlu alat untuk melakukan komunikasi tersebut. Alat yang digunakan untuk berkomunikasi yaitu bahasa. Bahasa dimaknai oleh beberapa ahli sebagai ―sistem lambang bunyi yang arbirter yang digunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerjasama, berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri.”1 Selanjutnya dapat diketahui bahwa bahasa berfungsi sebagai alat yang digunakan oleh manusia untuk berkomunikasi.

Kehidupan manusia yang cendrung berkelompok menuntut mereka harus berinteraksi dengan orang lain setiap harinya, maka dalam berkomunikasi dengan orang lain ada hal yang perlu diperhatikan yaitu aspek kesantunan. Cara berinteraksi yang baik terhadap sesama dengan saling tolong-menolong, saling menghormati, dan berbagi dapat meningkatkan kualitas dalam hidup bermasyarakat. Untuk meningkatkan kualitas tersebut maka berbicara dengan bahasa yang santun dan benar tentu sangat diperlukan oleh manusia selaku makhluk sosial.

Pada kenyataannya saat berkomunikasi seringkali kita mendengar seseorang mengucapkan kata-kata tidak santun, kadang sebagian bahasa yang digunakan tidak sesuai dengan nilai kesantunan. Jika menyaksikan situasi di terminal misalnya, kita sering mendengar kalimat yang tidak santun. Kata-kata seperti: dasar lu, suwe, oke bro, alay lu, cangkemmu, dan masih banyak kata-kata lainnya yang tidak pantas didengar. Tetapi bahasa tersebut dapat dimaklumi dalam

1


(13)

komunitasnya sesuai dengan budaya di terminal yang memang keras. Terkadang seseorang tidak mengindahkan nilai-nilai kesantunan dalam berbahasa dilakukan untuk mendapatkan simpati dan supaya bisa diterima dalam suatu komunitas.

Sekarang ini, banyak anak sekolahan mulai dari SD, SMP sampai SMA atau orang yang berpendidikan juga tak jarang mengucapkan kata-kata yang tidak santun atau kasar, padahal mereka orang-orang yang sudah diajarkan tentang kesantunan. Kejadian pada para pejabat negara seperti anggota dewan MPR dan DPR ketika rapat atau sidang mereka saling menuding dan berdebat mereka menggunakan kata-kata yang tidak santun. Selain itu di sinetron, realityshow, talk show, komedi dan banyak acara lawak lainnya di media massa yang suka menyela dan berbicara tidak santun, yang mereka pikirkan bagaimana penonton dapat terhibur tanpa mengindahkan pengaruhnya bagi penonton.

Jika dilihat dari kenyataan tersebut dan kejadian-kejadian di sekitar kita maka faktor usia, pendidikan, lingkungan, dan pekerjaan sangat mempengaruhi sikap dan bahasa yang digunakan oleh sesesorang. Untuk itu dalam berkomunikasi seseorang juga harus memahami konteks tuturan. Karena, dengan memahami konteks tuturan kita tahu, dengan siapa kita berbicara, di mana tempat ujaran itu dilakukan, dan apa tujuan ujaran tersebut dilakukan sehingga mitra bicara tdak tersinggung dan pesan yang disampaikan dapat diterima dengan baik.

Kajian mengenai kesantunan berbahasa selama ini sudah banyak dilakukan, mulai dari tuturan secara langsung yang menjadi objek kajiannya sampai dengan tulisan di media masa dan hasil karya sastra para sastrawan yang selalu menarik untuk dijadikan objek penelitian. Karya sastra merupakan suatu proses penulis kreatif yang dapat membuat persepsi berbeda dari tiap pembaca. Tata bahasa yang digunakan, pilihan kata, dan kesantunan dalam teks sebuah karya sastra akan menjadi penilaian bagi pembaca.

―Karya sastra adalah salah satu hasil dari bentuk komunikasi manusia yang tertulis. Karya sastra merupakan suatu kegiatan kreatif sebuah karya seni. Selain itu, karya sastra juga merupakan karya imajinatif yang dipandang lebih luas


(14)

pengertiannya dari pada karya fiksi.”2 Melalui karya sastra penulis menyampaikan pesan dan nilai kehidupan. Bagaimanakah cara penyampaian pesan dan penggunaan bahasa yang digunakan oleh seseorang sastrawan dalam menulis, santun ataupun tidak santun hanya pembaca yang dapat menilainya. Karena sebuah karya sastra tidak dituntut untuk menghasilkan karya yang bernilai santun, namun pembacalah yang harus teliti dalam memilih karya sastra yang banyak mengandung pesan dan nilai kehidupan.

Karya Arifin C. Noer banyak diilhami dari kehidupan masyarakat. Drama hasil tulisan Arifin C. Noer biasanya tidak menentu arahnya, bagitu juga karakter tokoh-tokohnya yang diciptakan juga tidak menentu namun jika dibaca dan dipahami secara mendalam karya-karya Arifin C. Noer penuh dengan pesan moral dan nilai-nilai kehidupan. Seperti halnya dalam naskah drama Umang-Umang yang bernuansa sosial yang menceritakan kehidupan masyarakat kelas bawah yang mengalami kesulitan ekonomi sehingga mereka melakukan tindakan kejahatan.

Dalam naskah drama Umang-Umang banyak terdapat dialog-dialog yang bersifat memerintah, menghina dan mencaci yang semuanya banyak melakukan penyimpangan dari aturan-aturan berkomunikasi yang digariskan oleh prinsip-prinsip pragmatik. Naskah drama Umang-Umang ini secara jelas tidak mengindahkah nilai-nilai kesantunan, namun untuk memahami sebuah naskah diperlukan latar belakang atau konteks terjadinya penyimpangan tersebut.

Kebanyakan drama karya Arifin C. Noer menceritakan tokoh-tokohnya memimpikan kehidupan yang bahagia dan penuh hayalan, tetapi selalu terbentur dengan lingkungan, kepribadian dirinya dan keinginan-keinginan tokoh lain. pertimbangan memilih objek penelitian berupa naskah drama Umang-Umang ini karena dalam drama Umang-Umang sering diwarnai penyimpangan prinsip-prinsip kesantunan. Drama Umang-Umang juga memiliki daya tarik tersendiri karena memiliki penokohan yang unik, dimana dalam cerita ada tokoh yang

2


(15)

memiliki peran ganda. Pertama dia berperan sebagai Waska yang merupakan pemimpin penjahat, Waska digambarkan sebagai seorang Nabi bagi pengikutnya, kedua dia berperan sebagai tokoh Semar layaknya sebagai dalang yang menuntun cerita dalam naskah ini.

Sebenarnya banyak media sastra lain yang di dalamnya banyak terdapat pematuhan dan pelanggaran prinsip kesantunan, namun naskah drama Umang-Umang ini dipilih karena di dalam naskah drama Umang Umang ini terdapat ujaran yang memenuhi prinsip kesantunan. Ujaran tersebut menarik untuk diteliti karena dibalik ujaran tersebut ada maksud ujaran dan mengandung prinsip kesantunan.

Membahas kesantunan berbahasa berkaitan dengan pembelajaran bahasa Indonesia di SMP. Penulis mengimplikasikan hasil penelitian pada kegiatan pembelajaran bahasa Indonesia di SMP yaitu materi berdiskusi. Saat pembelajaran diskusi masih banyak siswa yang menggunakan bahasa yang kurang santun dalam penyampaian sanggahan atau pendapat dalam berdiskusi di kelas. Sehingga dalam penelitian mengenai kesantunan berbahasa ini diharapkan nantinya siswa dapat menyampaikan sanggahan ataupun pendapat dalam berdiskusi dengan menggunakan bahasa yang santun sehingga tidak menyinggung perasaan teman-temannya. Maka dari itu, penulis ingin menganalisis kesantunan berbahasa dalam naskah drama Umang-Umang karya Arifin C Noer dan implikasinya terhadap pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMP.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka masalah yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut:

1. Sebagai makhluk sosial manusia menggunakan bahasa sebagai alat untuk berkomunikasi.

2. Kurangnya kesantunan berbahasa manusia sebagai makhluk sosial dalam berkomunikasi.


(16)

3. Pematuhan dan pelanggaran kesantunan berbahasa dalam naskah drama Umang-Umang karya Arifin C Noer dengan kajian pragmatik

4. Impliksi kesantunan berbahasa dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia.

C. Pembatasan Masalah

Banyaknya permasalahan yang diidentifikasi, maka penulis membatasi masalah yang akan diteliti pada kesantunan berbahasa dalam naskah drama Umang-Umang karya Arifin C Noer dan implikasinya dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia. Penelitian ini menggunakan prinsip kesantunan Leech yang merupakan teori yang sesuai dengan kenyataan dan dianggap lengkap.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah mengenai kesantunan berbahasa yang dianalisis, maka penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah pematuhan dan pelanggaran kesantunan berbahasa dalam naskah drama Umang-Umang karya Arifin C Noer?

2. Bagaimanakah implikasi kesantunan berbahasa terhadap pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di SMP?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, maka dapat dijelaskan tujuan dari analisis ini adalah:

1. Untuk mendapatkan data yang bersifat deskriptif tentang kesantunan berbahasa yang mematuhi dan melanggar pada naskah drama Umang-Umang karya Arifin C Noer.

2. Untuk mendeskripsikan implikasi kesantunan berbahasa terhadap pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di SMP.


(17)

F. Manfaat Pelitian

1. Manfaat secara teoretis

Manfaat teoretis yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah memberikan sumbangan untuk perkembangan teori-teori pragmatik dan juga untuk membantu penelitian-penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan kesantunan berbahasa.

2. Manfaat secara praktis

Penelitian ini dapat digunakan untuk melatih dan mengembangkan kesantunan berbahasa pembaca maupun para peserta didik dalam berkomunikasi baik terkait pembelajaran di sekolah atau penerapan dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat. Selain itu penelitian ini dapat membantu menanamkan pendidikan karakter pada peserta didik maupun pembaca.


(18)

A.Pragmatik

1. Tokoh-Tokoh dan Teori Pragmatik

Pragmatik tidak lahir begitu saja. Pragmatik lahir melalui pemikiran kritis para ahli yang merasa tidak puas dengan ilmu linguistik yang hanya membahas tentang bahasa. Maka karena rasa ketidakpuasan tersebut, para ahli bahasa terus mengembangkan ilmu linguistik yang mengkaji tentang makna, sehingga lahirlah semantik dan pragmatik, kedua ilmu tersebut sama-sama mengkaji makna tetapi semantik mengkaji makna sesuai arti harfiahnya sedangkan pragmatik mengkaji makna sesuai konteksnya atau situasi pada saat tuturan itu diucapkan.

Sekarang pragmatik menjadi pembicaraan yang serius. kajian pragmatik begitu luas dan rumit, sehingga banyak para ahli mencoba mengkaji pragmatik dan akhirnya menghasilkan defenisi yang berbeda-beda. Berikut ini adalah tokoh-tokoh yang mencetuskan atau memulai pengkajian tentang pragmatik.

Moris pada tahun 1938, berkontribusi terhadap penamaan pragmatik. Moris mendefenisikan pragmatik sebagai suatu cabang semiotik, ilmu tentang tanda.

―Menurut Moris semiosis adalah sesuatu yang ditandai penanda definite. Mediator

adalah sarana tanda; penerima yang memperhatikan tanda adalah interpretan;

perantara proses adalah interpreter; apa yang diperhatikan adalah designata.”1

Bagaimana bahasa itu berhubungan dengan makna yang ingin disampaikan oleh penutur, dan makna yang terkadung dalam ucapan sipenutur tergantung dari situasi yang terjadi pada saat tuturan tersebut terjadi.

1

Deborah Schiffrin, Ancangan Kajian Wacana, terj. dari Approaches to Discourse, oleh Unang Dkk, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar 2007), h. 269.


(19)

Pragmatik merupakan cabang ilmu bahasa yang semakin dikenal pada masa sekarang ini, walaupun ilmu ini jarang atau tidak pernah disebut oleh para ahli bahasa sebelumnya . Menurut Leech ―Hal ini dilandasi oleh semakin tertariknya para linguis untuk menguak hakikat bahasa dan tidak akan membawa hasil yang diharapkan tanpa didasari pemahaman terhadap pragmatik, yakni bagaimana bahasa itu digunakan dalam komunikasi.”2 Pragmatik mengakibatkan serasi atau tidaknya penggunaan bahasa dalam komunikasi.

Leech menyatakan ―pada akhir tahun 1950-an Chomsky menemukan titik pusat

sintaksis, namun, sebagai seorang strukturalis ia masih menganggap „makna’ terlalu

rumit untuk dipikirkan secara sungguh-sungguh.”3 ―Pada awal tahun 1960-an Kazt bersama kawan-kawannya mulai, menemukan cara mengintegrasikan makna dalam teori linguistik. Lakoof dan Ross pada tahun 1971 menandaskan bahwa sintaksis

tidak dapat dipisahkan dari kajian pemakaian bahasa.”4

Kehadiran pragmatik sebagai tahap terakhir dari perkembangan linguistik yang sangat luas bersangkutan dengan bentuk, makna, dan konteks. Pragmatik dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bahasa secara eksternal, yang ditentukan oleh konteks dan situasi.

Pakar pragmalinguistik yang mengemukakan pengertian pragmatik yaitu Jacob L. Mey, dikutip oleh Nuri Nurhaidah ―memberikan acuan pragmatik sebagai ilmu bahasa yang mempelajari pemakaian dan penggunaan bahasa, yang ditentukan oleh konteks situasi tutur di dalam masyarakat dan wahana kebudayaan yang mewadahi dan melatar-belakanginya.”5 ―Levinson dikutip Kunjana, mendefenisikan pragmatik sebagai studi bahasa yang mempelajari relasi bahasa dengan konteksnya.”6 Menurut

2

Geoffrey Leech, Prinsip-Prinsip Pragmatik, terj. dari The Principles of Pragmatics, oleh M.D.D Oka (Jakarta:UI Press 1993), h. 1.

3

Leech, op. cit., h. 2. 4Ibid.

5 Nuri Nurhaidah, Wacana Poloitik Pemilihan Presiden di Indonesia, (Yogyakarta: Smart Writing, 2014), h. 21.

6

Kunjana Rahardi, Pragmatik Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia, (Jakarta: Erlangga,2005), h. 48.


(20)

Parker yang dikutip oleh Kunjana bahwa ―pragmatik adalah ilmu bahasa yang mempelajari sturuktur bahasa secara eksternal.”7

George Yule mengemukakan

Pragmatics is concerned with the study of meaning as communicated by a speaker (or writer) and interpreted by a listener(or reader).”8 Pragmatik adalah ilmu yang mempelajari tentang komunikasi antara pembicara dan bagaimana interpretasi oleh pendengar.

Selanjutnya dalam buku Gunarwan juga mengutip beberapa pendapat ahli mengenai pragmatik diantaranya, ―Yule mengatakan pragmatik itu mengkaji makna kontekstual: bagaimana ada lebih banyak yang dikomunikasikan daripada yang (sebenarnya) diucapkan.”9 ―Thomas mendefinisikan pragmatik sebagai kajian makna di dalam interaksi.”10 ―Richards mengatakan pragmatik adalah kajian tentang penggunaan bahasa di dalam komunikasi, terutama hubungan di antara kalimat dan konteks serta situasi penggunaan kalimat itu.”11 Ahli lain mengemukakan batasan pragmatik yakni Tarigan. Menurut Tarigan ―pragmatik menelaah ucapan-ucapan khusus dalam situasi-situasi khusus dan memusatkan perhatian pada aneka ragam

cara yang merupakan wadah aneka konteks sosial.”12

Pendapat para ahli tersebut senada bahwa pragmatik adalah kajian mengenai makna bahasa yang berdasarkan kepada konteks saat interaksi berlangsung.

Misalnya cuaca sedang panas, di dalam kelas sedang berlangsung kegiatan belajar mengajar yang di dalam ruangannya tidak ada pendingin ruangan dan pintunya tertutup. Kemudian guru berkata ―cuacanya panas sekali ya?” sambil kipas -kipas dengan tangannya. Seorang murid kemudian membuka pintu ruangan kelas

7 Ibid.

8

George Yule, Pragmatics,(New York: Oxford University Press 1996), h. 3.

9

Asim Gunarwan, Pragmatik Teori dan Kajian Nusantara, (Jakarta: Universitas Atma Jaya 2007), h. 51.

10

Ibib, h. 51.

11

Ibid, h. 218.

12


(21)

tersebut. Dari peristiwa di atas dapat di simpulkan sebagai peristiwa pragmatik. Ketika guru berkata cuacanya panas sekali, guru tersebut bermaksud menyuruh muridnya untuk membuka pintu, tetapi tidak diungkapkan secara langsung. Murid dapat memahami makna yang terdapat dalam kalimat gurunya tersebut karena konteksnya ruangan terasa panas.

Dari beberapa pendapat ahli sebelumnya dapat disimpulkan bahwa pragmatik adalah bagian dari ilmu bahasa yang terkait dengan aspek pemakaiannya, penentuan maknanya sehubungan dengan maksud pembicaraan sesuai konteks atau keadaan saat ujaran dilakukan. Konteks dalam tuturan yang digunakan oleh pengguna bahasa juga dipengaruhi oleh budaya yang terjadi dalam masyarakat. Jika dalam golongan masyarakat telah sepakat terhadap sesuatu tanda yang menjadi simbol dari sebuah tuturan maka hal tersebut dapat disepakati bersama dan dipakai dalam masyarakat.

2. Teori Kesantunan Berbahasa

Sebagai makhluk sosial manusia perlu melakukan komunikasi. Agar proses komunikasi berjalan lancar setiap penutur dan mitra tutur haruslah dapat saling bekerja sama. Selanjutnya, bekerja sama yang baik dalam berkomunikasi salah satunya dapat dilakukan dengan berlaku santun. Dalam kamus linguistik umum,

―kesantunan adalah hal memperlihatkan kesadaran akan martabat orang lain. Kesantunan tersebut di bagi menjadi dua yaitu, pertama kesantuan positif adalah hal memperlihatkan solidaritas dengan orang lain, kedua kesantunan negatif adalah hal memperlihatkan akan hak orang lain untuk tidak merasa dipaksa bersikap tertentu atau dipaksa melakukan sesuatu.”13 Sehingga kesantunan diartikan sebagai tindakan menghargai atau menghormati orang lain.

Diketahui bahasa adalah alat untuk berkomunikasi. Hakikat kesantunan berbahasa adalah hal yang paling mendasar yang dapat menjadi sebuah prinsip dan

13


(22)

strategi dalam hal kehalusan dalam berbahasa yang baik dan benar. Sopan-santun adalah memberi penghargaan atau menghormati orang yang diajak berbicara, khususnya pendengar atau pembaca. ―Secara umum sopan santun berkenaan dengan hubungan antara dua pemeran serta yang boleh dinamakan dengan diri dan lain.”14 Hal ini bermakna bahwa kesantuan melibatkan penutur dan mitra tutur. Namun tidak menutup kemungkinan, kesantunan juga ditujukan pada pihak ketiga yang ada dalam situasi tutur yang bersangkutan. Suatu tuturan bisa dianggap sopan, namun di tempat yang lain bisa saja menjadi tidak sopan.

Setiap orang harus memiliki tatacara berbahasa sesuai dengan norma-norma budaya, jika tidak maka ia mendapat nilai negatif seperti, disebut sebagai orang yang sombong, egois, angkuh bahkan tidak berbudaya. Menurut Keith Allan dalam

Kunjana menjelaskan, ―dengan demikian dapat ditegaskan bahwa berbicara atau bertutur sapa yang tidak baik memungkinkan setiap orang untuk dapat terlibat dan mengambil peran secara aktif dalam penuturan itu adalah aktivitas yang asosial.”15 Aktivitas yang asosial tersebut merupakan tindakan yang tidak santun. Menghargai orang lain menjadi hal yang sangat penting dalam bersosialisasi, karena tidak seorang pun manusia yang hidup dimuka bumi ini dapat menjalani kehidupannya secara individu tanpa bantuan dari orang lain.

Perkembangan pragmatik, sebagaimana layaknya perkembangan ilmu yang lain, yang pada gilirannya memicu pendapat dari para ahli sehingga menghasilkan teori-teori baru. Awalnya terdapat teori-teori Grice, yang mengembangkan prinsip pragmatik yang disebut Prinsip Kerja Sama (PKS). Namun, terdapat pelanggaran prinsip kerjasama karena, dalam ujaran penutur tidak hanya cukup dengan mematuhi prinsip kerja sama tetapi juga diperlukakn prinsip kesantunan. Akibatnya muncul para ahli yang mengemukakan konsep kesantunan.

14 Leech, op. cit., h. 206.

15


(23)

Diantaranya yaitu pandangan Lakoff dan Leech tentang kosep kesantunan yang dirumuskan dalam prinsip kesantunan. Selanjutnya Brown dan Levinson merumuskan konsep kesantunan dengan teori kesantunan. Muncunya teori dan prinsip kesantunan tersebut karena adanya pelanggaran Prinsip Kerja Sama (PKS) Grice.

Robin Lakoff dalam Chaer menyatakan agar ujaran kita terdengan santun oleh orang lain ada tiga kaidah yang harus dipenuhi. ―Kaidah tersebut adalah kaidah formalitas (formality), kaidah ketidaktegasan (hesitancy) dan skala kesamaan atau kesekawanan (aquality or cameraderie).”16 Skala formalitas memiliki arti bahwa dalam berujaran tidak boleh memaksa dan menunjukkan keangkuhan. Skala ketidaktegasan, orang tidak boleh bersikap terlalu tegang dan terlalu kaku di dalam kegiatan bertutur, dan disarankan penutur hendaknya bertutur sedemikian rupa sehingga mitra tuturnya dapat menentukan pilihan. Skala kesamaan atau kesekawanan berarti penutur menganggap mitra tuturnya sebagai sahabat, mempunyai rasa kesekawanan dan kesejajaran dan buatlah mitra tutur merasa senang. Kesantunan yang dikembangkan oleh Brown dan Levinson dalam Elizabeth, telah mengembangkan sebuah teori kesopanan yang sudah banyak diterima, yang mereka yakini memiliki validitas secara lintas budaya. ―Secara ringkasnya, teori ini menyatakan bahwa orang akan termotivasi oleh kebutuhan mereka untuk

mempertahankan ―harga diri” (face) mereka, yaitu harga diri dalam artian sosiologis, seperti yang dikembangkan Goffman, yaitu kebutuhan untuk mendapatkan persetujuan atau penghargaan dari orang lain dan mempertahankan perasaan bahwa dirinya adalah berarti dihadapan orang lain.”17 Brown dan Levinson membagi dua kebutuhan dalam setiap proses sosial, yaitu kebutuhan untuk diapresiasikan dan kebutuhan untuk bebas (tidak terganggu). Kebutuhan yang pertama disebut muka

16

Abdul Chaer, Kesantunan Berbahasa, (Jakarta:Rineka Cipta, 2010), h. 46.

17

Elizabeth Black, Stilistika Pragmatis, Terj. dari PragmaticStylistic oleh Ardianto dkk, (Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2011), h.153.


(24)

positif dan muka negatif. Muka positif maksudnya mengacu kepada citra diri orang yang berkeinginan agar apa yang dilakukannya atau yang dimilikinya, diakui oleh orang lain sebagai suatu hal yang baik, menyenangkan, dikagumi dan dihargai. Contohnya pada kalimat diberikut ini:

(1) Saya senang kalau anda berkunjung ke rumah saya.

Kalimat di atas merupakan ujaran yang santun karena penutur senang dan menghargai tindakan yang dilakukan oleh orang lain. Sedangkan muka negatif maksudnya mengacu kepada citra diri orang yang berkeinginan agar apapun yag dilakukannya dibiarkan saja oleh penutur dan tidak menyuruh melakukan sesuatu. Seperti contoh kalimat dibawah ini yang dianggap tidak santun karena penutur melarang kebebasan orang lain untuk melakukan sesuatu.

(2) Jangan berteriak dalam ruangan ini!

Renkema mengemukakan dalam Jaszczolt ―berdasarkan konsep face yang dikemukakan oleh Goffman ini, Brown dan Levinson membangun teori tentang hubungan intensitas FTA dengan kesantunan yang terealisasi dalam bahasa.”18

―Intensitas FTA diekspresikan dengan bobot atau weight (W) yang mencangkup tiga parameter sosial, yaitu: pertama, tingkat ganguan atau rate of imposition (R), kedua jarak sosial atau social distance (D) dan ketiga, kekuasaan atau power (P) yang dimiliki mitra bicara.”19 Maksud dari bobot misalnya dapat kita contohkan ketika seseorang meminjam sesuatu barang kepada orang lain antara pulpen dan laptop maka ketika meminjam laptop seseorang akan lebih santun dibandingkan ketika meminjam pulpen, Karena bobot barang yang dipinjam berbeda. Jarak sosial dapat dicontohkan dengan ketika meminjam sesuatu kepada orang lain ujaran seseorang akan lebih santun dibandingkan kepada saudara sendiri. Saat berbicara dengan dosen

18

K.M. Jaszczolt, Semantics and Pragmatics: Meaning in Language and Discourse, (London:Longman,2002), h. 181.

19 Ibid.


(25)

akan lebih santun dibandingkan berbicara dengan teman sendiri karena kekuasaannya berbeda.

Selanjutnya Leech mengajukan teori kesantunan berdasarkan prinsip kesantunan yang dijabarkan menjadi maksim-maksim atau bidal-bidal. ―Prinsip-prinsip kesantunan yang dikemukakan Leech ada enam maksim, yaitu maksim kebijaksanaan (tact maxim), maksim penerimaan (maxim of generosity), maksim kemurahan (approbation maxim), maksim kerendahan hati (modesty maxim), maksim kesepakatan (agreement maxim), dan maksim simpati (symphaty maxim).”20 ―Leech menggunakan istilah maksim untuk menekankan yang baik kepada pendengar, mengurangi yang tidak tepat dan membalikkan strategi pembicaraan tentang

seseorang.”21

kesantunan yang ditawar oleh Leech tersebut lebih mementingkan orang lain dan mengurangi kepentingan bagi diri sendiri. Seseorang dikatakan santun apabila ujarannya tidak merugikan orang lain walaupun dirinya sendiri mengalami kerugian. Berikut penjabaran keenam maksim tersebut:

a. Maksim kebijaksanaan (Tact Maxim), maksim ini kadang disebut juga dengan maksim kearifan. Maksim kebijaksanaan seseorang dapat dikatakan santun apabila tuturan itu ―memaksimalkan keuntungan bagi pihak lain dan meminimalkan kerugian pada pihak lain.”22 Berikut contoh tuturan yang penuturnya memaksimalkan keuntungan untuk orang lain dan meminimalkan kerugian pada pihak lain.

(3)A : Mari saya bawakan tas Bapak! B : Jangan, tidak usah!

20

Chaer, cp. cit. h. 56.

21

Jaszczol, op. cit., h. 176. 22 Leech, loccit.


(26)

Pada percakapan no (3) di atas, terlihat penutur A santun dan yang menjadi mitra tuturnya yaitu B juga menjawab dengan santun. Penutur A berusaha memberikan keuntungan bagi mitra tuturnya.

(4)A : Mari saya bawakan tas Bapak! B : Ini, begitu dong jadi mahasiswa!

Percakapan no (4) terlihat mitra tutur tidak santun, karena memaksimalkan keuntungan bagi diri sendiri dan meminimalkan kerugian pada diri sendiri.

b. Maksim penerimaan (Maxim of Generosity), maksim penerimaan juga sering disebut dengan maksim kedermawanan. Tuturan dapat dikatakan santun apabila

―buatlah keuntungan diri sendiri sekecil mungkin dan buatlah kerugian diri sendiri sebesar mungkin.”23 Maksim penerimaan berpusat pada diri, dimana diri sendiri yang memberikan tawaran-tawaran kebaikan kepada orang lain. Berikut contoh tuturan maksim penerimaan.

(5)Belikan saya minuman di warung!

(6)Saya bersedia membelikan minuman untuk Bapak ke warung.

Kalimat (5) merupakan kalimat yang tidak santun, karena memaksimalkan keuntungan bagi diri sendiri. Kalimat tersebut tidak memenuhi maksim penerimaan, berbeda dengan kalimat (6) yang meminimalkan keuntungan pada diri sendiri dan memaksimalkan kerugian pada diri sendiri.

c. Maksim kemurahan (Maxim of Approbation), maksim kemurahan sering diseut juga dengan maksim pujian. Tuturan dapat dikatakan santun apabila penutur berusaha ―mengecam orang lain sesedikit mungkin dan memberikan pujian kepada orang lain sebanyak mungkin.”24 Untuk lebih jelasnya simak tuturan berikut ini:

(7)A : Bajumu bagus sekali.

23 Leech, loc. cit.


(27)

B : Wah biasa aja, bajumu juga bagus. (8)A : Bajumu bagus sekali.

B : Iya dong, baru beli ini.

Tuturan (7) antara penutur dan mitra tuturnya sama santun, karena sama-sama memaksimalkan rasa hormat atau memberi pujian bagi orang lain. Penutur A memaksimalkan keuntungan pada mitra tuturnya B, penutur B meminimalkan penghargaan terhadap dirinya sendiri. Tuturan (8) penutur A memperlihatkan kesantunan. A memaksimalkan pujian pada mitra tuturnya B, tetapi B berlaku tidak santun karena meminimalkan rasa hormat pada mitra tuturnya.

d. Maksim kerendahan hati (Maxim of Modesty), tuturan dapat dikatakan santun apabila ―meminimalkan pujian pada diri sendiri dan memaksimalkan cacian pada orang lain.”25 Berikut contoh yang memenuhi maksim kerendahan hati dan yang tidak memenuhi maksim kerendahan hati.

(9) Maaf, saya ini orang kampung. (10) Saya ini anak kemaren, Pak. (11) Hanya saya yang bisa seperti ini.

(12) Asal kalian tau, saya lebih dulu makan garam dari kalian.

Tuturan (9) dan (10) menunjukkan kesantunan memenuhi maksim kerendahan hati, tuturan tersebut meminimalkan pujian bagi diri sendiri. Berbeda dengan tuturan (11) dan (12) tidak memenuhi maksim kerendahan hati, tuturan tersebut memperlihatkan kesombongan yaitu memaksimalkan pujian bagi diri sendiri.

e. Maksim kesetujuan (Maxim of Agreement) disebut juga maksim kecocokan agar setiap penutur dan mitra tutur ―meminimalkan ketidaksesuaian antara diri sendiri


(28)

dengan orang lain dan maksimalkan persesuaian antara diri sendiri dengan orang lain,”26 maka itu dikatakan dengan santun. Simak petuturan berikut:

(13)A : Menurut saya, kita berangkat besok saja! B : Saya setuju, sepertinya itu lebih baik. (14)A : Menurut saya, kita berangkat besok saja! B : Tidak bisa, kita harus berangkat sekarang!

Tuturan (13) memenuhi maksim kesetujuan, penutur A dan B sama-sama setuju dan sesuai. Sedangkan tuturan (14) tidak memenuhi maksim kesetujuan karena penutur B menentang pendapat penutur A.

f. Maksim simpati (Maxim of Sympathy), dikatakan santun apabila ―meminimalkan antipati antara diri sendiri dengan orang lain dan maksimalkan simpati antara diri sendiri dengan orang lain.”27 Bila mitra tutur memperoleh keberuntungan penutur memberikan ucapan selamat. Jika mitra tutur mendapatkan musibah penutur menyampaikan rasa duka. Contoh tuturan yang menyatakan maksim simpati.

(15) A : Aku berhasil memenangkan lomba cerdas cermat kemarin. B : Selamat ya, kamu memang hebat.

(16) A : Saya telah mengeluarkan banyak uang untuk mendirikan perusahaan ini, tapi sampai sekarang belum juga ada hasilnya.

B : Bersabarlah, tidak ada usaha yang sia-sia, nanti juga pasti ada hasilnya.

(17) A : Ibu saya gagal dioperasi hari ini. B : Ya udahlah, santai aja kali.

Tuturan (15) penutur B memenuhi maksim kesimpatian, karena ketika penutur A menyampaikan keberhasilannya dan mitra tuturnya B memberi selamat kepada A. Tuturan (16) merupakan contoh tuturan yang santun dan memenuhi maksim simpati karena si B menunjukan rasa simpatinya terhadap si A. Ketika A mengeluh B tetap

26Tarigan, op. cit., h. 72. 27Ibid.


(29)

menyemangati A. Sedangkan tuturan (17) tidak memenuhi maksim kesimpatian karena B tidak menunjukkan rasa simpati sedikitpun terhadap apa yang dialami A.

Sebagai kesimpulan untuk teori Leech ini dapat dinyatakan inti maksim kebijaksanaan dan maksim penerimaan yaitu memberikan keuntungan bagi orang lain. Inti maksim kemurahan dan maksim kerendahan hati yaitu memaksimalkan pujian pada orang lain. Sedangkan inti maksim kecocokan atau persetujuan yaitu menyatakan persesuaian dengan orang lain. Inti maksim simpati yaitu meyatakan rasa simpati terhadap orang lain.

3. Konteks

Berbicara pragmatik tidak terlepas dari pembicaraan tentang konteks. ―Telaah

mengenai bagaimana cara kita melakukan sesuatu dengan memanfaatkan kalimat-kalimat adalah telaah mengenai tindak ujar (speech acts), dalam menelaah tindak ujar

kita harus menyadari betapa pentingnya konteks ucapan.”28

Istilah konteks

didefenisikan oleh Mey yang dikutip oleh F.X. Nadar yaitu, ―situasi lingkungan

dalam arti luas yang memungkinkan peserta petuturan untuk dapat berinteraksi, dan

yang membuat ujaran mereka dapat dipahami.”29

Selanjutnya pentingnya konteks juga ditekan oleh Nuri Nurhaidah yang menyebutkan bahwa ―Konteks adalah rangkaian dari asumsi-asumsi untuk menghasilkan efek dari sebuah tuturan.”30 Setiap bertutur dalam komunikasi penutur dan mitra tutur berada dalam konteks tertentu yang sama-sama telah mereka ketahui. Mitra tutur dapat memahami arti dari ujaran penutur berdasarkan konteks dalam tuturan tersebut.

―Hymes membuat akronim SPEAKING dalam permasalahan konteks yaitu, settings, participants, ends, act of sequence, keys, instrumentalis norms dan genres

28Tarigan, loc. cit.

29F.X Nadar, Pragmatik dan Penelitian Pragmatik, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009), h.4. 30 Nurhaidah, op. cit., h. 54.


(30)

untuk mempermudah pola-pola komunikasi,”31 dikutip oleh F.X Nadar. Berikut uraian mengenai SPEAKING.

a. (S) merupakan singkatan dari setting/latar dan scene/suasana. Setting mengacu pada waktu dan tempat saat peristiwa tutur berlangsung. Sedangkan scene mengacu pada adegan yang terjadi saat tuturan berlangsung.

b. (P) merupakan singkatan dari partisipant/peserta. Semua yang terlibat dalam peristiwa tutur, merupakan peserta tuturan.

c. (E) adalah singkatan dari ens/tujuan. Mengacu pada hasil akhir dari respon percakapan, dan tujuan personal yang dicari oleh peserta percakapan.

d. (A) adalah singkatan dari actsequence/urutan tindakan. Mengacu pada bentuk dan isi yang aktual dari kata-kata yang digunakan.

e. (K) adalah singkatan dari key/kunci. Mengacu pada nada dan cara tuturan itu diucapkan, diantaranya serius, mencekam, menakutkan, kegembiraan, kelembutan. Kunci yang dimaksud adalah pada gerak tubuh.

f. (I) adalah singkatan instrumentalities/sarana. Mengacu pada saluran (verbal, nonverbal, fisik) bentuk-bentuk tuturan yang diambil repertoar masyarakat. g. (N) merupakan singkatan dari norms/norma. Merupakan perilaku tertentu

yang berkaitan erat dengan peristiwa tutur baik dari voelume suara, ekspresi dan gerak tubuh.

h. (G) merupakan singkatan dari genre/jenis. Merupakan jenis bahasa ujaran, seperti ungkapan, pantun, pribahasa, motto, nasehat, lelucon, yang semuanya ditandai dengan cara yang tidak biasa. 32

Jadi Konteks situasi yang dimaksud adalah segala keadaan yang melingkupi terjadinya komunikasi. Hal ini dapat berhubungan dengan tempat, waktu, kondisi psikologis penutur, respons lingkungan terhadap tuturan, dan sebagainya.

31 Nadar, op, cit., h. 7.

32


(31)

B.Drama

Sampai sekarang belum ada kesepakatan baku secara universal tentang pengertian sastra karena sifat sastra yang dinamis terus berkembang. Sapardi Djoko Damono memaparkan bahwa sastra adalah lembaga sosial yang menggunakan bahasa sebagai mediumnya: bahasa itu sendiri merupakan ciptaan sosial.33 Medium sastra adalah bahasa, sehingga pembaca sastra harus memahami kaidah-kaidah bahasa yang digunakan dalam teks sastra. ―Horatius adalah seorang pemikir Romawi menyatakan bahwa sastra berfungsi sebagai hiburan dan memberi manfaat bagi pembacanya, yang

disebutnya ―dulce et utile”.”34 Sastra digunakan untuk menyampaikan pesan tentang sesuatu yang baik dan buruk. Biasanya penikmat sastra akan mendapatkan hiburan setelah membaca sebuah karya sastra.

Saat sekarang ini peminat sastra semakin banyak. Jenis karya sastra pun beragam, mulai dari novel, puisi, cerpen, prosa fiksi dan drama. Indonesia mempunyai banyak pengarang dan dan penyair hebat yang telah menghasilkan berbagai jenis karya sastra dan memperoleh banyak penghargaan. Salah satu jenis karya sastra yang menarik adalah drama, karena teks drama mempunyai ciri yaitu ada petunjuk lakunya, sehingga pembaca lebih bisa membayangkan adegan yang terjadi dalam teks drama tersebut. Banyak pengarang Indonesia yang menulis teks drama, salah satunya Arifin C. Noer yang telah banyak memperoleh penghargaan baik dalam negeri maupun luar negeri.

1. Pegertian Drama

Sebagai salah satu genre sastra, drama mempunyai tujuan yang lain dari hasil karya sastra yang berbentuk prosa dan puisi. Drama mempunyai tujuan khusus yaitu untuk dipentaskan atau dipertunjukkan. ―Kata drama berasal dari kata Yunani dramai

33

Endah t. Priyatni, Membaca Sastra dengan Ancangan Literasi Kritis, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2010), h. 12.

34


(32)

yang berarti berbuat, berlaku, bertindak, bereaksi, dan sebagainya., jadi drama berarti perbuatan atau tindakan.” 35 Drama datang dari khazanah kebudayaan Barat. Baik drama maupun teater muncul dari rangkaian upacara keagamaan, secara ritual pemujaan terhadap para dewa. ”Menurut Ferdinan Brunetiere dan Balthazar Vergahen drama adalah kesenian yang melukiskan sifat dan sikap manusia dan harus melahirkan kehendak manusia dengan action dan perilaku.”36 Dalam drama seseorang memainkan peran dan bisa menjadi siapa saja, sesuai keinginan sutradara.

―Sedangkan pengertian drama menurut Moulton adalah hidup yang dilukiskan dengan gerak, drama adalah menyaksikan kehidupan manusia yang diekpresikan secara langsung.”37 Drama adalah perasaan manusia yang beraksi di depan mata kita. Itu berarti bahwa aksi dari suatu perasaan mendasari keseluruhan drama. ―Drama termasuk ragam sastra karena ceritanya (lakon drama) bersifat imajinatif dalam bentuk naskah drama.”38 Apakah sebuah drama itu nantinya dipentaskan atau hanya sekedar dibaca saja, pada intinya yang disebut dengan drama adalah sebuah genre sastra yang penampilan fisiknya memperlihatkan adanya dialogue atau percakapan di antara tokoh-tokoh yang ada dan adanya petunjuk laku.

2. Karakteristik Drama

Sebagai sebuah bentuk karya sastra, penyajian drama berbeda dengan bentuk

karya sastra lainnya. ―Sebuah drama pada umumnya menyangkut dua aspek , yakni aspek cerita bagian dari sastra, yang kedua adalah aspek pementasan yang berhubungan erat dengan seni lakon atau seni teater. Kedua aspek ini walaupun sepintas lalu seperti terpisah, yang satu berupa naskah dan yang lain berupa pementasan, namun pada dasarnya merupakan satu totalitas.”39 Kedua aspek dalam

35

Hasanudin, Drama karya dalam dua dimensi, (Bandung: Angkasa, 1996), h.2

36

ibid, h. 2

37

Ibid, h.2

38

Widjoko&Endang Hidayat, Tori Sejarah dan Sastra Indonesia, (Bandung : UPI PRESS, 2006), h. 66.

39


(33)

drama yaitu aspek cerita dan aspek pementasan saling berkaitan adanya pementasan karena adanya cerita.

Sebagai genre sastra, drama dibentuk oleh unsur-unsur sebagaimana terlihat dalam genre sastra lainnya, terutama fiksi. ―Secara umum terdapat unsur yang yang membentuk dan membangun dari dalam karya itu sendiri yang sering disebut unsur intrinsik dan unsur yang mempengaruhi penciptaan karya yang berasal dari luar dan disebut unsur ekstrinsik.”40 Dari dalam karya itu sendiri cerita dibentuk oleh unsur-unsur penokohan, alur, latar, konflik-konflik, tema dan amanat, serta aspek gaya bahasa. Karya sastra dapat terbentuk juga karena kekreatifan seorang pengarang. Pengalaman hidup dapat saja menjadi pendorong bagi pengarang untuk membuat cerita, dorongan dari luar tersebut merupakan unsur ekstrinsik dari sebuah naskah drama.

Drama dalam kapasitas sebagai seni pertunjukan hanya dibentuk dan dibangun oleh unsur-unsur yang yang menyebabkan suatu pertunjukan dapat terlaksana dan terselenggara. ―Menurut Damono ada tiga unsur yang merupakan satu kesatuan menyebabkan drama dapat dipertunjukkan, yaitu unsur naskah, unsur pementasan, dan unsur penonton. Pada unsur pementasan terurai lagi atas beberapa bagian misalnya komposisi pentas, tata busana, tata rias, pengcahayaan, tata suara.”41 Ketika sebuah teks drama akan dipentaskan, sutradara dan timnya harus memikirkan busana yang akan digunakan oleh pemain, bagaimana tata riasnya, tata panggung, pengcahayaan dan lain sebagainya yang mempengaruhi keberhasilan sebuah pertunjukkan atau pementasan.

Pada intinya karakteristik dalam drama itu ada dua yaitu drama sebagai genre sastra dan drama sebagai pertunjukan atau seni lakon. Dalam hal ini penulis mengkaji salah satu karya Arifin C. Noer, drama yang berjudul Umang-Umang.

40

Hasanudin, op.cit., h. 8

41 Ibid


(34)

C. Biografi Arifin C. Noer

―Arifin Chairin Noer lahir di Cirebon, Jawa Barat, 10 Maret1941.”42Beliau lebih

dikenal sebagai Arifin C. Noer. Beliau adalah sutradara teater, dan film yang beberapa kali memenangkan Piala Citra untuk penghargaan film terbaik dan penulis skenario terbaik. Kepiawaiannya tidak hanya itu saja beliau juga menulis cerita dan skenario. Film-film yang disutradari oleh Arifin adalah film-film bermutu dan laku, tidak heran filmnya mendapatkan dan memenangkan berbagai penghargaan.

Arifin C. Noer adalah anak kedua dari Mohammad Adnan. Menamatkan SD di Taman Siswa, Cirebon, SMP Muhammadiyah, Cirebon, lalu SMA Negeri Cirebon tetapi tidak tamat, kemudian pindah ke SMA Jurnalistik, Solo. Setelah itu ia kuliah di Fakultas Sosial Politik Universitas Cokroaminoto, Yogyakarta. Arifin C. Noer menikmati pendidikan mulai dari SD hingga perguruan tinggi. Ketika masa SMA Arifin bersekolah di dua tempat karena sekolah yang di Cirebon tidak tamat beliau pindah ke SMA Jurnalisitik.

Arifin C. Noer Mulai menulis cerpen dan puisi sejak SMP dan mengirimkannya ke majalah yang terbit di Cirebon dan Bandung. Semasa sekolah ia bergabung dengan Lingkaran Drama Rendra, dan menjadi anggota Himpunan Sastrawan Surakarta. Di sini ia menemukan latar belakang teaternya yang kuat. Dalam kelompok drama bentukan Rendra tersebut ia juga mulai menulis dan menyutradarai lakon-lakonnya sendiri, seperti Kapai Kapai, Tengul, Madekur dan Tarkeni, Umang-Umang dan Sandek Pemuda Pekerja. Tak diragukan lagi kepiawaian Arifin dalam menulis itu semua terbukti dari karya-karyanya yang sudah banyak dan bermutu.

―Kreativitasnya di bidang penulisan puisi dan drama makin berkembang sejak Pindah ke Yogyakarta di tahun 1960. Kemudian saat kuliah di Universitas Cokroaminoto, ia bergabung dengan Teater Muslim yang dipimpin Mohammad

42Hardo S., ―Arifin C. Noer, Sineas Lengkap”,

Suara Karya Minggu, Jakarta, Minggu ke 3 Agustus 1992, h. 3.


(35)

Diponegoro.”43 Ia kemudian hijrah ke Jakarta dan mendirikan Teater Kecil, di tengah minat dan impiannya sebagai seniman, ia sempat meniti karier sebagai manajer personalia Yayasan Dana Bantuan Haji Indonesia dan wartawan Harian Pelopor Baru.

Naskah-naskahnya menarik minat para dramawan dari generasi yang lebih muda, sehingga banyak dipentaskan di mana-mana. Karyanya memberi sumbangan besar bagi perkembangan seni peran di Indonesia. ―Putu Wijaya menyebut Arifin sebagai pelopor teater modern Indonesia. Tak sekadar dramawan dan sutradara, ia juga

seorang pemikir.”44

Teaternya akrab dengan publik. Ia memasukkan unsur-unsur lenong, stanbul, boneka (marionet), wayang kulit, wayang golek, dan melodi pesisir. Menurut penyair Taufiq Ismail, Arifin adalah pembela kaum miskin.

Arifin kemudian berkiprah di dunia layar perak sebagai sutradara. ―Pada film Pemberang ia dinyatakan sebagai penulis skenario terbaik di Festival Film Asia 1972 dan mendapat piala The Golden Harvest. Ia kembali terpilih sebagai penulis skenario terbaik untuk film Rio Anakku dan Melawan Badai pada Festival Film Indonesia 1978. Ia mendapat Piala Citra.”45 Penghargaan yang diperoleh Arifin tak pernah puas iya dapatkan iya terus berkarya.

―Film perdananya Suci Sang Primadona, 1977, melahirkan pendatang baru Joice Erna, yang memenangkan Piala Citra sebagai aktris terbaik Festival Film Indonesia 1978.”46 Film perdananya yang sudah menghasilkan pemain berkualitas, memacu Arifin untuk terus berkarya dan terus menerus film-film selanjut Arifin meraih penghargaan.

Menyusul film-film lainnya: Petualangan-Petualangan, Harmonikaku, Yuyun Pasien Rumah Sakit Jiwa, Matahari-Matahari.“Serangan Fajar dinilai sebagai film

43

Hardo. S. Loc. Cit.

44

Heryus Saputro, ―Jejak Langkah Arifin C. Noer”, Femina, jakarta, 18 0ktober 1995, h. 10.

45

Hardo. S., Loc. Cit. 46


(36)

FFI terbaik 1982 dan menyabet 5 piala citra.”47 Salah satu film Arifin yang paling kontroversial adalah Pengkhianatan G 30 S/PKI (1984). Film tersebut adalah filmnya yang terlaris dan dijuluki superinfra box-office. Film ini diwajibkan oleh pemerintah Orde Baru untuk diputar di semua stasiun televisi setiap tahun pada tanggal 30 September untuk memperingati insiden Gerakan 30 September pada tahun 1965. Peraturan ini kemudian dihapus pada tahun 1997. Melalui film itu pula Arifin kembali meraih Piala Citra 1985 sebagai penulis skenario terbaik. ―Pada FFI 1990, filmnya Taksi dinyatakan sebagai film terbaik dan meraih 7 Piala Citra.”48 Berbagai penghargaan dari dalam dan luar negeri diraihnya, Tangan Arifin dingin, beliau dapat memilih mana yang terbaik bagi pemain dan naskah-naskah yang terbaik yang hendak dimainkannya.

Selanjutnya tentang kehidupan rumah tangga Arifin, kesusksessan Arifin juga didukung oleh keluarganya. Beliau menikah dengan Nurul Aini, istrinya yang pertama, dikaruniai dua anak: Vita Ariavita dan Veda Amritha. Pasangan ini bercerai tahun 1979. Arifin kemudian menikah dengan Jajang Pamoentjak, putri tunggal dubes RI pertama di Prancis dan Filipina, yang juga seorang aktris dikenal dengan nama Jajang C. Noer. Darinya, Arifin mendapat dua anak, yaitu: Nitta Nazyra dan Marah Laut. Arifin C. Noer wafat di Jakarta karena sakit kanker hati pada 28 Mei 1995.

D. Sinopsis Naskah drama Umang-Umang

Drama Umang-Umang menceritakan tentang derita masyarakat bawah yang sangat kekurangan dalam kebutuhan ekonomi sehingga memaksa mereka untuk melakukan tindak kejahatan demi memenuhi kebutuhan hidup. Dalam hal ini mereka dipimpin oleh seorang penjahat besar yang bernama Waska serta anak buah yang bernama Ranggong dan Borok. Waska adalah sosok pemimpin yang tegas, kuat dan tidak takut dengan bahaya yang mengancam kehidupannya.

47 Ibid. 48


(37)

Karena kemiskinan mereka berpindah ke kota, tetapi bukannya menjadi kaya mereka tetap saja miskin. Kemiskinan inilah yang memojokan mereka untuk melaukan tindakan kejahatan. Waska memiliki keinginan dalam hidupnya untuk menaklukan dunia. Maka dia merencanakan untuk merampok bank dan perusahaan-perusahaan besar yang ada. Waska meminta bantuan anak buahnya Ranggong untuk melakukan rencana tersebut. Hal tersebut dilakukan karena Waska tidak tega melihat kaumnya menderita.

Namun secara tiba-tiba Waska jatuh sakit, penyakit lamanya kambuh lagi, dia membeku seperti patung. Ketika dalam keadaan sakit Bigayah pacar Waska datang minta dinikahi, tetapi Waska tidak mau menikah karena menikah baginya bukan kejahatan. Bigayah mencintai Waska dengan sepenuh hati. Dalam keaadaan sakit Waska tetap mengomandoi penjarahan itu tanpa bisa dihalangi oleh siapapun, termasuk sahabatnya Jonathan yang merupakan seorang seniman.

Ranggong anak buah Waska takut kalau Waska sampai mati, karena Waska mempunyai rencana besar. Kemudian Ranggong bersama Borok mencari jamu mujarab yang bisa membuat mereka hidup tanpa batas. Akhirnya Ranggong dan Borok mendapatkan jamu mujarab yaitu jamu dadar bayi. Mereka mendapatkan itu dari dukun yang mereka panggil Albert dan Mbah putri

Setelah mereka mendapatkan jamu tersebut dan mereka bisa hidup tanpa batas, tetapi setelah itu mereka bertiga merasa bosan dengan hidupnya. Akhirnya mereka mencari cara untuk bisa mati. Tetapi apapun cara yang mereka lakukan tetap saja mereka hidup.


(38)

E. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan ini dilakukan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan yaitu mencontek hasil penelitian orang lain, maka dari itu penulis akan memaparkan perbedaan di antara masing-masing judul dan masalah yang dibahas.

Skripsi yang berjudul ―Pandangan Hidup Tokoh Waska dalam Naskah Drama Umang-Umang Atawa Orkes Madun II Karya Arifin C. Noer dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Sastra”. Karya Yunita ini adalah skripsi Mahasiswa Universitas Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia pada tahun 2014. Penelitian ini mendeskripsikan tentang pandangan hidup tokoh Waska, Yunita menemukan tiga pandangan hidup tokoh Waska yaitu (1) Waska menganggap bahwa dunia ini tidak lagi diperlukannya cinta kasih. (2) Pandangannya tentang penderitaan berubah. (3) Pandangan Waska tentang tanggung jawab yang baginya itu kekokohan hidup.49 Persamaan dari penelitian ini karya yang diteliti sama yaitu naskah drama Umang-Umang karya Arifin C. noer. Perbedaannya tulisan Yunita mendeskripsikan pandangan hidup tokoh yang terdapat dalam drama, sedangkan penelitian yang penulis teliti lebih kepada bahasa yang digunakan dalam naskah yaitu tentang kesantunan berbahasa dalam naskah drama Umang-Umang.

―Nilai Moral dalam Naskah Drama Umang-Umang Karya Arifin C. noer dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Sastra di SMP”.50 Skripsi karya Ana Aan Setiyono Mahasiswa Universitas Pancasakti Tegal jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia tahun 2013. Penelitian ini membahas nilai moral yang terdapat dalam naskah drama Umang-Umang karya Arifin C. Noer dan implikasinya terhadapa pembelajaran bahasa dan sastra di SMP. Tujuan Penelitian Ini adalah

49Yunita, ―Pandangan Hidup Tokoh Waska dalam Naskah Drama

Umang-Umang Atawa Orkes Madun II Karya Arifin C. Noer dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Sastra”, Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta, 2014, h. I, tidak dipublikasikan.

50 Ana Aan Setiyono, ―Nilai Moral dalam Naskah Drama

Umang-Umang Karya Arifin C. noer

dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Sastra di SMP”,Skripsi, Universitas Pancasakti Tegal, Tegal,


(39)

mengungkapkan watak tokoh utama laki-laki dalam naskah drama Umang-Umang karya Arfin C. Noer serta mendeskripsikan implikasi pembelajaran aspek watak tokoh drama Umang-Umang karya Arifin C. Noer dalam pembelajaran sastra di SMP. Persamaan dalam penelitian yaitu objek yang digunakan sama-sama naskah drama Umang-Umang karya Arifin C. Noer. Perbedaannya Ana hasil penelitiannya bertujuan untuk mencari nilai moral yang terdapat dalam naskah drama Umang-Umang sedangkan penelitian penulis bertujuan untuk mencari kesantunan bahasa dalam naskah drama Umang-Umang.

Skripsi Syafrida Mahasiswa Universitas negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan pada tahun 2015 yang berjudul ― Kesantunan Berbahasa Menurut Teori Leech dalam Novel Perahu Kertas Karya Dewi Lestari dan

Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia”.51 Persamaan penelitian Syafrida dengan penelitian penulis adalah sama-sama meneliti tentang kesantunan berbahasa, dan teori yang digunakan juga sama yaitu teori kesantunan Leech. Sedangkan perbedaan penlitian yang penulis tulis dengan penelitian Syafrida yaitu pada objek yang diteliti. Syafrida yang menjadi objek kajian adalah novel karya Dewi Lestari sedangkan penelitian penulis objeknya adalah naskah drama Umang -Umang karya Arifin C. Noer.

51

Syafrida, Kesantunan Berbahasa Menurut Teori Leech dalam Novel Perahu Kertas Karya Dewi

Lestari dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia”, skripsi, UIN Syarif


(40)

BAB III

METODE PENELITIAN

Peneliti dalam melakukan penelitian membutuhkan sebuah metodelogi, agar penelitian yang dilakukan sistematis dan terorganisir. Muhammad mengatakan metodelogi, yaitu cara memahami suatu fenomena.1 Adapun unsur-unsur metodelogi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

Skema Konseptual 1

Sumber Muhammad (2011) yang sudah dimodifikasi oleh peneliti

1

Muhammad, Metode Penelitian Bahasa, (Jogjakarta : Ar-Ruzz Media, 2011), h. 17.

Metodelogi Penelitian

Ancangan Metode

kualitatif deskriptif

Teknik

Pragmatik

Metode simak

Teknik simak

Teknik Simak Bebas Cakap

Teknik Catat Kesantunan

Berbahasa Teori Geoffrey


(41)

A. Rancangan Penelitian

Metodelogi dalam penelitian ini terdiri dari tiga aspek, yaitu ancangan, metode, dan teknik penelitian. Ancangan yang digunakan adalah teori pragmatik

yaitu pendekatan penelitian yang ―mengkaji makna dan hubungannya dengan situasi ujaran.”2

Pendekatan pragmatik ini digunakan berdasarkan pertimbangan beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam berkomunikasi. Saat berkomunikasi perlu diperhatikan aspek kesantunan, supaya mitra tutur tidak tersinggung. Teori kesantunan yang digunakan adalah teori Geefrey Leech, yang menyatakan enam maksim kesantunan berbahasa yaitu maksim kebijaksanaan, maksim penerimaan, maksim kerendahan hati, maksim kemurahan, maksim kemufakatan, dan maksim simpati

B. Metode Penelitian

Metode sangat diperlukan untuk memecahkan masalah-masalah dalam penelitian. Muhammad menyatakan metode merupakan cara yang harus dilakukan untuk meraih tujuan.3 Maka perlu metode yang tepat untuk mendapat hasil penelitian yang tepat pula. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan kualitatif deskriptif. Menurut Bogdan dan Taylor yang dikutip oleh

Muhammad mendefinisikan ―metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang

atau perilaku yang diamati.”4

Kemudian menurut Berg, ―penelitian kualitatif

ditekankan pada deskripsi objek yang diteliti.”5

Metode penelitian kualitatif ini dipandang sesuai untuk mengkaji dan menganalisis data secara objektif sesuai fakta yang ditemukan di dalam teks.

Penelitian ini berupaya untuk menganalisis kesantunan berbahasa yang terdapat dalam naskah drama. Dalam kegiatan penelitian ini penulis menganalisis

2

Geoffrey Leech, Prinsip-Prinsip Pragmatik, terj. The Principles of Pragmatics, oleh M.D.D Oka (Jakarta:UI Press 1993), h. 19.

3

Ibid, h. 203.

4

Ibid, h. 30

5 Ibid


(42)

data deskriptif berupa kata-kata tertulis yang mematuhi dan melanggar maksim kesantunan berbahasa di dalam naskah drama Umang-Umang karya Arifin C. Noer melalui dialog-dialog tokoh dalam drama.

C. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah dilaog-dialog yang dianggap mematuhi dan melanggar maksim kesantunan dalam naskah drama Umang-Umang karya Arifin C. Noer. kesantunan berbahasa terlihat berdasarkan penggunaan bahasa yang digunakan dan konteks yang terjadi saat ujaran berlangsung. Kesantunan berdasarkan maksim kesantunan yang disampaikan oleh Leech yang terdiri dari enam maksim yaitu maksim kebijaksanaan, maksim penerimaan, maksim kerendahan hati, maksim kemurahan, maksim kemufakatan, dan maksim simpati.

D. Objek Penelitian

Objek dalam peneltian ini adalah penggalan ujaran dalam naskah drama Umang-Umang karya Arifin C. Noer yang diduga mematuhi dan melanggar maksim kesantunan. Naskah drama Umang-Umang karya Arifin C. Noer ini terdiri dari tiga babak. Peneliti membaca, mencermati lalu mencatat ujaran dalam naskah tersebut kemudian menentukan maksimnya berdasarkan makna ujaran tersebut.

E. Pengumpulan Data

Sugiyono menyatakan bahwa ―teknik Pengumpulan data merupakan langkah

yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah

mendapatkan data.”6

Dalam penelitian kualitatif ada tiga cara untuk mengumpulkan data, salah satunya yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan mengamati apa-apa yang diteliti atau metode pengamatan.7 Metode yang

6 Sugiyono, Metode PenelitianKuantitatifKualitatifdanR&D, (Bandung: Alfabeta, 2012), h. 224

7


(43)

digunakan dalam penelitian ini adalah metode simak sedangkan teknik yang digunakan yaitu teknik simak bebas cakap dan teknik catat.

Metode Simak

Metode simak adalah metode yang digunakan untuk memperoleh data dengan melakukan penyimakan terhadap penggunaan bahasa.8 Menyimak penggunaan bahasa dalam dialog-dialog tokoh dalam naskah drama. Adapun yang dilakukan peneliti dalam prosesnya adalah sebagai berikut: a. Menyimak; dialog-dialog tokoh dalam naskah drama disimak berdasarkan

maksim kesantunan yaitu maksim kebijaksanaan, maksim penerimaan, maksim kerendahan hati, maksim kemurahan, maksim kemufakatan, dan maksim simpati.

b. Membaca; membaca kembali ujaran dalam naskah drama yang mengandung maksim kesantunan.

c. Memahami; memahami dialog tokoh dalam drama Umang-Umang karya Arifin C. Noer berdasarkan maksim kesantunan.

Metode ini selanjutnya digunakan secara cermat dengan menggunakan teknik simak bebas cakap dan teknik catat.

1. Teknik simak bebas cakap

Pada teknik ini peneliti hanya sebagai pengamat saja. Peneliti menyadap perilaku berbahasa di dalam suatu peristiwa tutur dengan tanpa keterlibatannya dalam peristiwa tutur tersebut.9 Teknik ini cocok dilakukan dalam penelitian ini karena peneliti tidak terlibat dalam peristwa tutur hanya menjadi pengamat pada objek yang diteliti yaitu naskah drama.

Peneliti menyimak dialog-dialog dalam naskah drama Umang-Umang karya Arifin C. Noer, selain itu menyimak mengenai teori kesantunan berbahasa yaitu teori Geofreey Leech dengan cara mempelajari sumber tertulis seperti buku-buku, jurnal dan hasil-hasil penelitian terdahulu.

8

Ibid, h. 194.

9


(44)

Kemudian selanjutnya, peneliti mengkaji hubungan kesantunan berbahasa dengan ujaran dan petunjuk laku dalam naskah drama Umang-Umang tersebut untuk dapat memaknai maksim yang terdapat dalam ujaran tersebut.

2. Teknik Catat

Teknik catat adalah teknik lanjutan yang dilakukan ketika menerapkan metode simak.10 Peneliti mencatat semua data yang diperoleh dari objek yang diteliti yaitu naskah drama Umang-Umang karya Arifin C. Noer.

F. Jenis Data

Sumber data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah naskah drama Umang-Umang karya Arifin C. Noer. Identitas naskah drama tersebut adalah:

Judul buku : Orkes Madun, Atawa, Madekur dan Tarkeni, Umang-Umang, Sandek Pemuda Pekerja, Ozone, Magma

Pengarang : Arifin C. Noer Penerbit : Pustaka Firdaus

Cetakan : pertama tahun 2000 Tebal : 812 halaman ISBN 979-541-119-5

G. Analisis Data

Setelah data terkumpul, data dianalisis dengan menggunakan metode padan. Menurut Sudaryanto dalam Muhammad, metode padan adalah metode analisis data yang alat penentunya berada di luar, terlepas dan tidak menjadi bagian dari bahasa yang bersangkutan atau diteliti.11 Yang dipadankan dalam penelitian ini adalah segala keadaan yang melingkupi terjadinya komunikasi yang sifatnya luar kebahasaan.

Teknik yang digunakan adalah teknik pilah unsur penentu. Menurut Sudaryanto dalam Muhammad teknik pilah unsur penentu merupakan teknik pilah di mana alat yang digunakan adalah daya pilah bersifat mental yang dimiliki oleh peneliti sendiri, mengandalkan intuisi dan menggunakan pengetahuan teoritis.12 Daya pilah dalam teknik ini menggunakan daya pilah pragmatik atau disebut

10

Ibid, h. 93

11

Muhammad, op. cit., h. 234.

12


(45)

metode padan pragmatik, adalah metode padan yang alat penentunya mitra tutur. Metode ini mengidentifikasi satuan bahasa menurut reaksi akibat yang terjadi.

Ketika memilah data yang disediakan berdasarkan alat penentu ada teknik lanjutannya. Teknik lanjutan menggunakan teknik hubung banding menyamakan. Menyamakan diantara satuan-satuan bahasa yang ditentukan identitasnya.

H. Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian adalah langkah-langkah atau urutan-urutan yang harus dilalui atau dikerjakan dalam suatu penelitian. Adapun langkah-langkah pelaksanaan penelitian sebagai berikut:

1. Mengumpulkan teori-teori mengenai pragmatik

2. Membaca dengan cermat naskah drama Umang-Umang karya Arifin C. Noer.

3. Menetapkan naskah drama Umang-Umang sebagai objek penelitian dengan fokus kesantunan berbahasa menggunakan teori Geoffrey Leech. 4. Membaca ulang dengan cermat naskah drama Umang-Umang untuk

menemukan maksim kesantunan yang terdapat di dalam naskah tersebut dan implikasinya terhadap pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di SMP.

5. Mengumpulkan data yang mematuhi dan melanggar maksim kesantunan. 6. Mendeskripsikan dan menganalisis data yang mematuhi dan melanggar

maksim kesantunan berdasarkan maksim kebijaksanaan, maksim penerimaan, maksim kemurahan, maksim kerendahan hati, maksim kecocokan, dan maksim simpati.


(46)

Kegiatan meneliti kesantunan berbahasa dalam naskah drama Umang-Umang karya Arifin C. Noer

ss

Skema konseptualMahsun (2011) dan Rahardi (2009) yang telah dimodifikasi peneliti Data kesantunan berbahasa dalam

naskah drama Umang-Umang karya Arifin C. Noer

Teknik simak bebas cakap,

teknik catat Teknik simak

Klasifikasi data sesuai maksim kesantunan

Analisis data dan pembahasan

Penelitian kualitatif deskriptif Metode dan teknik

analisis data

Metode analisis padan

Teori Rahardi

Teknik Hubung Banding Menyamakan

Teknik Hubung Banding Membedakan

Teknik Hubung Banding Menyamakan Hal

Pokok

Hasil data kesantunan berbahasa dalam naskah

drama umang-Umang karya Arifin C. Noer.


(47)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

Berkomunikasi selalu identik dengan kesantunan, karena kesantunan menunjukan kepribadian penutur. Kajian dalam penelitian ini adalah kesantunan berbahasa dalam naskah drama Umang-Umang karya Arifin C. Noer dan implikasinya terhadap pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia, yang menggunakan prinsip kesantunan Leech. Deskripsi penemuan penelitian ini mencakup pematuhan dan pelanggaran maksim kebijaksanaan (MKb), maksim penerimaan (MP), maksim kemurahan (MKm), maksim kerendahan hati (MKH), maksim kesetujuan (MKs), dan maksim simpati (MS).

A. Temuan kesantunan berbahasa menurut Leech dalam naskah drama

Umang-Umang karya Arifin C. Noer

Berdasarkan hasil penelitian didapat temuan-temuan penelitian. Berikut ini disajikan tabel temuan hasil penelitian pematuhan kesantunan berbahasa dan pelanggaran kesantunan berbahasa.

Tabel 1. Hasil penelitian pematuhan kesantunan berbahasa No Kesantunan menurut Leech Jumlah/data 1 Maksim Kebijaksanaan (KB) 7 2 Maksim Penerimaan (PN) 3 3 Maksim Kemurahan (KM) 9 4 Maksim Kerendahan hati (KH) 2 5 Maksim Kesetujuan (KC) 5 6 Maksim Simpati (KS) 1

Jumlah 27

Pematuhan maksim prinsip kesantunan dalam naskah drama Umang-Umang karya Arifin C. Noer meliputi: (1) maksim kebijaksanaan, (2) maksim


(48)

penerimaan, (3) maksim kemurahan, (4) maksim kerendahan hati, (5) maksim kesetujuan, (6) maksim simpati. Dari keseluruhan data pada ujaran dan petunjuk laku diperoleh 27 data yang mematuhi prinsip kesantunan Leech yaitu 7 maksim kebijaksanaan, 3 maksim penerimaan, 9 maksim kemurahan, 2 maksim kerendahan hati, 5 maksim kesetujuan, dan 1 maksim simpati.

Tabel 2. Hasil penelitian pelanggaran kesantunan berbahasa No Kesantunan menurut Leech Jumlah/data 1 Maksim Kebijaksanaan (KB) 6 2 Maksim Penerimaan (PN) 8 3 Maksim Kemurahan (KM) 13 4 Maksim Kerendahan hati (KH) 5 5 Maksim Kesetujuan (KC) 5 6 Maksim Simpati (KS) 2

Jumlah 39

Pelanggaran maksim prinsip kesantunan dalam naskah drama Umang-Umang karya Arifin C. Noer meliputi: (1) maksim kebijaksanaan, (2) maksim penerimaan, (3) maksim kemurahan, (4) maksim kerendahan hati, (5) maksim kesetujuan, (6) maksim simpati. Dari keseluruhan data pada ujaran dan petunjuk laku diperoleh 39 data yang melanggar prinsip kesantunan Leech yaitu 6 maksim kebijaksanaan, 8 maksim penerimaan, 13 maksim kemurahan, 5 maksim kerendahan hati, 5 maksim kesetujuan, dan 2 maksim simpati.


(49)

B. Analisis Deskripsi Kesantunan Berbahasa dalam Naskah Drama

Umang-Umang Karya Arifin C. Noer

Analisis temuan-temuan penggalan ujaran yang mematuhi maksim kesantunan.

1. Maksim kebijaksanaan (KB)

Pematuhan maksim kebijaksanaan terjadi apabila penutur berusaha memaksimalkan keuntungan bagi pihak lain dan berusaha meminimalkan kerugian bagi pihak lain. Seseorang yang selalu mematuhi maksim kebijaksanaan adalah orang yang berjiwa besar karena lebih mementingkan keuntungan bagi orang lain. Berikut ujaran yang mematuhi maksim kebijaksanaan.

(1) Konteks : Ujaran ini diucapkan oleh Gustav kepada Nabi. Mengenai

pertanyaan Nabi. Tujuannya untuk menjawab pertanyaan Nabi yang bertanya tentang kenapa mereka menangis. Ujaran ini terjadi di gerbong tua.

Nabi : Ada apa saudara?

Gustav : (Berseru) Hentikan sebentar tangismu, teman-teman, ada yang

mau bicara!

Orang-orangpun berhenti menangis

Gustav : Barangkali ada yang perlu dijelaskan, nabiku?

Nabi : Kenapa kalian menangis dan tangis kalian sedemikian rupa sehingga kedengaran sampai di langit lapisan ke tujuh.1

Ujaran yang diucapkan oleh Gustav di atas dikatakan mematuhi maksim kebijaksanaan, karena Gustav memaksimalkan keuntungan bagi pihak lain. Ketika Nabi bertanya, Gustav menyuruh semua orang berhenti menangis hal tersebut menandakan dia menghormati kedatangan Nabi. Pemaksimalan keuntungan bagi pihak lain terlihat pada Hentikan sebentar tangismu teman-teman, ada yang mau bicara! dan selanjutnya dengan santun dia bertanya kepada nabi Barangkali ada yang perlu dijelaskan, nabiku?. Gustav menawarkan dengan bertanyaan kepada Nabi, hal tersebut memperlihatkan Gustav menambahkan pengorbanan bagi dirinya sendiri.

1


(1)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

K.D.10.1.

Sekolah : SMPN

Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia

Kelas /Semester : VIII/2

Standar Kompetensi 10. Mengemukakan pikiran, perasaan, dan informasi melalui kegiatan diskusi dan protokoler

Kompetensi Dasar 10.1 Menyampaikan persetujuan, sanggahan, dan penolakan pendapat dalam diskusi disertai dengan bukti atau alasan

Indikator  Mampu menyampaikan persetujuan, sanggahan, dan penolakan pendapat dalam diskusi dengan etika yang baik dan argumentatif Alokasi Waktu : 4 X 40 menit ( 2 pertemuan)

I. Tujuan Pembelajaran

 Siswa mampu menyampaikan persetujuan dalam diskusi dengan etika yang baik dan santun.

 Siswa mampu menyampaikan sanggahan dan penolakan pendapat dalam diskusi dengan etika yang baik dan argumentatif dengan santun.

II. Materi Pembelajaran

 Menyampaikan persetujuan, sanggahan, dan penolakan pendapat dalam diskusi dengan etika yang baik dan argumentati.

 Memberikan sanggahan dalam adu pendapat disertai bukti. Untuk membahas suatu masalah , dilakukan berbagai diskusi.

 Dalam kegiatan ini, siswa berlatih mengemukakan pendapat dan menyanggah pendapat/ menolak usul yang ada dalam diskusi.

 Siswa akan memperbincangkan masalah sinema remaja yang ditayangkan televisi dalam suatu diskusi.


(2)

III. Metode Pembelajaran

 Pemodelan

 Tanya jawab

 Inkuiri

 Diskusi

IV. Langkah – Langkah Pembelajaran Pertemuan Pertama

Langkah – langkah Pembelajaran Alokasi

Waktu Metode

A.Kegiatan Awal:

1. Guru membuka pelajaran dengan apersepsi Tanya jawab pengalaman siswa dalam berdiskusi atau melihat. diskusi di Televisi. (ingin tahu)

2. Siswa menyimak rumusan tujuan pembelajaran yang disampaikan guru.

10 menit

Tanya Jawab

B.Kegiatan Inti

1. Siswa menyimak pemutaran rekaman kegiatan diskusi dari salah satu TV dengan sungguh-sungguh. (kerja keras)

2. Siswa mengemukakan tata cara diskusi (menjawab pertanyaan, menyampaikan pendapat, menolak, dll) dari hasil menyimak. 3. Siswa menerima rumusan bahan untuk diskusikan dalam

kelompok.

4. Siswa berdiskusi dalam kelompok masing-masing menjawab permasalahan yang diberikan guru.(kerja sama)

60 ―

Pemodelan Diskusi Inkuiri

C.Kegiatan Penutup

1. Siswa menanyakan kesulitan dalam berdiskusi. 2. Guru memberikan tanggapan dan memberikan nilai.

10 ―

Tanya Jawab


(3)

Langkah – langkah Pembelajaran Alokasi

Waktu Metode

A.Kegiatan Awal:

1. Guru membuka pelajaran dengan mengadakan apersepsi (menanyakan tugas yang diberikan ke siswa pada pelajaran sebelumnya)

2. Siswa mempersiapkan tugas pertemuan yang lalu

10 menit

Tanya Jawab

B.Kegiatan Inti:

1. Siswa memperagakan kegiatan diskusi sesuai dengan rumusan kelompok di depan kelas. (kerja sama)

2. Siswa kelompok lain mengemukakan kalimat persetujuan dengan etika yang baik. (santun)

3. Siswa dalam kelompok lain mengemukakan sanggahan dan penolakan dengan bahasa dan etika yang baik disertai argumentasi yang logis. (berpikir logis)

4. Siswa penilai memberikan komentar terkait persetujuan, sanggahan, dan penolakan yang disampaikan peserta diskusi dengan memperhatikan etika berbicara. (santun)

60 ―

Diskusi

C.Kegiatan Penutup

1. Siswa melakukan refleksi dengan menyampaikan kesulitan dalam berdiskusi.

2. Siswa menyimpulkan pelajaran

10 ―

Tanya jawab

V. SUMBER BELAJAR

Buku Bahasa Indonesia kelas VIII Penerbit Depdiknas Hal.138 LKS Bahasa Indonesia MGMP BIND. Kab. Malang kelas VIII


(4)

VI. PENILAIAN

a. Teknik : Unjuk kerja

b. Bentuk Instrumen : Uji kerja dan produk c Kisi – Kisi soal penilaian

Standart Kompetensi

Kompetensi

Dasar Indikator Instrumen

10. Mengemu -kakan pikiran, perasaan, dan informasi mela -lui kegiatan diskusi dan protokoler

10.1 Menyam-paikan perse-tujuan, sang-gahan, dan penolakan

pendapat dalam diskusi disertai dengan bukti atau alasan

1. Disajikan teks bacaan, siswa menemukan sanggahan.

2. Disajikan teks bacaan, siswa menemukan pendapat yang sesuai dan tidak sesuai.

3. Disajikan teks bacaan, siswa menemukan sanggahan dan penolakan yang muncul dalam diskusi.

d. Soal Penilaian

1. Bagaimana pendapat kelompokmu terhadap pendapat yang terdapat dalam teks?

2. Tulislah pendapat yang sesuai dan pendapat yang tidak sesuai!

3. Tulislah sanggahan yang muncul dan penolakan usul yang muncul dalam diskusi !

e. Pedoman Penskoran kegiatan diskusi.

No Nama Siswa

Kegiatan diskusi

Jumlah skor Keaktifan Kerjasama Kesungguhan


(5)

Skor : A = 9—10 C = 6—7

B = 7.5 – 8.5 D = kurang dari 6 Kriteria penilaian skor = skor didapat siswa X 100 Skor maksimal (30)

Mengetahui, Tangerang, ...2016

Kepala Sekolah Guru mata pelajaran

(Rohman, M. Pd) (Nova Liana, S. Pd)


(6)

BIOGRAFI PENULIS

Nova Liana, lahir di Piladang 07 November 1991. Penulis memulai pendidikan formal di sebuah TK Tunas Harapan Piladang, kemudian melanjutkan pendidikan dasar di SD N 08 Piladang, lalu melanjutkan pendidikan menengahnya di SMP N 04 Payakumbuh. Setelah lulus ia kembali menempuh pendidikan di SMA N 01 Kec. Akabiluru lulus tahun 2009. Pada tahun 2011 akhirnya melanjutkan kembali studinya keperguruan tinggi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta mengambil jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Anak kedua dari tiga bersaudara ini adalah anak dari Yusrizal dan Dewi Asmita, selama masa kuliah tinggal dirumah sewa di Jl. H. Nipan No. 74 RT : 01 RW : 8 Kel. Pisangan Kec. Ciptat Timur, Tangerang, Banten. Sebelum sempat melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, ia bekerja selama satu setengah tahun di sebuah pusat perbelanjaan di daerah Jakarta Timur. Ia pernah bekerja di BPJS ketenagakerjaan dan Oktober 2015 bekerja di KEMDIKBUD sebagai tenaga kerja magang. Ia pernah menjadi fasillitator bidang kesekretariat di acara Kawah Kepemimpinan Pelajar (KKP) P SMP yang diadakan kemdikbud di sawangan Depok.


Dokumen yang terkait

Perilaku Mayarakat Urban dalam Drama Mega,Mega Karya Arifin C. Noer dan Implikasinya pada Pembelajaran Sastra di SMA

14 70 139

Pandangan Hidup Tokoh Waska dalam Naskah Drama Umang-umang atawa Orkes Madun II dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Sastra

11 138 109

KESANTUNAN BERBAHASA DALAM NASKAH DRAMA BILA MALAM BERTAMBAH MALAM KARYA PUTU WIJAYA DAN IMPLIKASINYA PADA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMA

12 109 94

Orientasi Masa Depan Tokoh Remaja dalam Naskah Lakon AAIIUU Karya Arifin C. Noer dan Implikasinya pada Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di Sekolah Menengah Atas (SMA) Kelas XII

0 20 163

ANALISIS PERCAKAPAN TERHADAP DRAMA KAPAI-KAPAI KARYA ARIFIN C. NOER

1 8 16

CITRAAN DALAM NASKAH DRAMA MATAHARI DI SEBUAH JALAN Citraan Dalam Naskah Drama Matahari Di Sebuah Jalan Kecil Karya Arifin C Noer : Kajian Stilistika Dan Makna Yang Terkandung Di Dalamnya Serta Implementasinya Dalam Pembelajaran Bahasa Dan Sastra Di SMA.

0 3 13

CITRAAN DALAM NASKAH DRAMA MATAHARI DI SEBUAH JALAN Citraan Dalam Naskah Drama Matahari Di Sebuah Jalan Kecil Karya Arifin C Noer : Kajian Stilistika Dan Makna Yang Terkandung Di Dalamnya Serta Implementasinya Dalam Pembelajaran Bahasa Dan Sastra Di SMA.

1 9 20

RESISTDALAM Resistensi Arifin C. Noer Terhadap Kondisi Sosial Dalam Naskah Drama Aa-Ii-Uu: Analisis Sosiologi Sastra.

0 2 11

PENDAHULUAN Resistensi Arifin C. Noer Terhadap Kondisi Sosial Dalam Naskah Drama Aa-Ii-Uu: Analisis Sosiologi Sastra.

2 14 13

RESISTENSI ARIFIN C. NOER TERHADAP KONDISI SOSIAL DALAM NASKAH DRAMA Aa – Ii – Uu: ANALISIS SOSIOLOGI SASTRA Resistensi Arifin C. Noer Terhadap Kondisi Sosial Dalam Naskah Drama Aa-Ii-Uu: Analisis Sosiologi Sastra.

0 4 18