8
Pengujian Statistik
Dalam penggunaan model regresi linier dan pengolahan data dengan ordinary least square, perlu dilakukan pengujian terhadap model. Pengujian statistik dilakukan untuk menguji hipotesis dan
menguji asumsi ketepatan model. Pengujian ini berupa koefisien determinasi R
2
; Uji t-statistik; Uji F-statistik.
Uji Asumsi Klasik
1. Uji Heteroskedastis
Uji heteroskedastis Gujarati,2003 adalah salah satu uji penyimpangan asumsi model klasik. Satu dari asumsi penting model regresi linier klasik adalah bahwa varians tiap unsur disturbance u
i
, tergantung pada nilai yang dipilih dari variabel yang menjelaskan.
2. Uji Multikolinearitas
Uji ini menunjukkan gejala adanya hubungan linier atau hubungan yang pasti diantara eksplanatory variabel variabel gejala dalam model regresi. Gejala ditunjukkan oleh beberapa
faktor, namun yang paling mendukung penjelasan adanya multikolinier dalam model yaitu apabila nilai R
2
dari hasil regresi sangat tinggi namun sebagian besar eksplanatori variabel tidak menjelaskan hubungan yang signifikan terhadap variabel yang dijelaskan, melalui perbandingan
antara nilai t-stat dan F-stat dengan t-tabel dan F-tabel. 3.
Uji Autokorelasi Autokorelasi dapat didefinisikan sebagai korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan
menurut waktu, seperti dalam deretan waktu atau ruang seperti dalam data cross sectional. Adanya autokorelasi diuji dengan Durbin Watson test atau menggunakan run test, jika hasil dari uji
sebelumnya memberikan hasil yang tidak jelas.
IV. Hasil dan Pembahasan
Kemauan Membayar
Dalam penelitian ini digunakan empat persamaan yang memiliki variabel independen yang sama untuk masing-masing persamaan, tetapi dengan empat variabel dependen yang berbeda. Variabel
dependennya untuk model pertama sampai ke empat adalah willingness to pay terhadap ruang rawatan kelas VIP, kelas I, kelas II dan kelas III. Berikut ini adalah hasil regresi dengan metode ordinary least
square, sebagaimana tabel berikut:
9
Tabel 1. Hasil Regresi Metode OLS
Keterangan : Angka dalam kurung adalah t-statistik Signifikan pada level 1
Signifikan pada level 5 Signifikan pada level 10
Sumber: Hasil pengolahan data primer
Dari tabel tersebut di atas diketahui bahwa untuk semua persamaan, variabel pendapatan dan lama hari rawatan signifikan pada tingkat kepercayaan 99, variabel mutu pelayanan dokter
signifikan pada tingkat kepercayaan 95 sedangkan variabel pendidikan dan ketersediaan obat bervariasi untuk masing-masing persamaan.
Kemampuan Membayar
Kemampuan membayar pasien dihitung berdasarkan dari total pengeluaran rumah tangga untuk pengeluaran non esensial selama 1 bulan. Kemampuan membayar responden kelas VIP sebesar
Rp. 876.000,-, kelas I sebesar Rp. 352.220,-, di kelas II sebesar Rp. 265.740,- sedangkan di kelas III mempunyai kemampuan membayar sebesar Rp. 209.220,-.
Biaya Tetap
Yang termasuk biaya tetap dalam penelitian ini adalah biaya awal pengadaan sarana gedung, kendaraan, dan peralatan non medis. Biaya tetap terbesar berada pada pusat biaya instalasi farmasi
sebesar Rp. 169.140.872,-, diikuti kantor sebesar Rp. 122.141.524,-, kelas III sebesar Rp. 106.342.732,-, Laundry sebesar Rp. 89.352.014,-, gizi sebesar Rp. 82.733.579,-, kelas II sebesar Rp.
48.620.112,-, kelas I sebesar Rp. 30.435.795 dan kelas VIP sebesar Rp. 7.891.551,-.
Biaya Semi Variabel
Yang termasuk biaya semi variabel dalam penelitian ini adalah biaya pemeliharaan gedung, pemeliharaan kendaraan, pemeliharaan peralatan non medis, biaya tambahan penghasilan medis umum
W TP_VIP W TP_I
W TP_II W TP_III
Konstant a 2.129984
1.874243 1.92612
1.874936 4.349728
3.888603 4.007986
3.712226 Pendidikan
0.228249 0.254292
0.216624 0.175213
2.258438 2.556313
2.184052 1.680840
Pendapat an 0.391255
0.401671 0.434266
0.424685 3.549620
3.702321 4.014528
3.735522 Dokt er
0.23493 0.221282
0.232804 0.275343
2.210991 2.115805
2.232523 2.512373
Ket ersediaan Obat -0.215242
-0.197567 -0.204761
-0.189989 -2.028855
-1.892002 -1.966663
-1.736267 LOS
-0.260998 -0.251251
-0.264501 -0.270364
-2.897200 -2.833542
-2.991750 -2.909718
R-Squared 0.483383
0.503351 0.508306
0.462085
Variabel Independen Variabel Dependen
10
dan biaya pakaian dinas. Biaya semi variabel tertinggi terdapat pada pusat biaya kantor sebesar Rp.181.872.522,-, kelas III sebesar Rp. 76.444.805,-, farmasi sebesar Rp. 36.464.865,-, kelas II
sebesar Rp. 34.093.075,-, gizi sebesar Rp. 30.197.382,-, kelas I sebesar Rp. 25.707.021, laundry sebesar Rp. 11.409.582,- dan kelas VIP sebesar Rp. 7.647.675,-.
Biaya Variabel
Yang termasuk biaya variabel dalam penelitian ini adalah biaya barang cetak, biaya alat tulis kantor, biaya makan minum pegawai, biaya makan minum pasien, biaya listrik, biaya air, biaya telepon, biaya
internet, biaya perjalanan dinas, biaya service kebersihan, biaya perlengkapan pasien, biaya bahan pembersih, dan biaya bahan habis pakai medis. Biaya variabel tertinggi terdapat pada pusat biaya
kantor sebesar Rp. 420.643.877,-, kelas III sebesar Rp. 418.447.337,-, kelas II sebesar Rp.104.936.402,-, farmasi sebesar Rp. 94.714.497,-, gizi sebesar Rp. 87.339.039,-, kelas I sebesar
Rp.77.546.442,-, laundry sebesar Rp. 41.580.587,-, dan kelas VIP sebesar Rp. 22.579.908,-.
Biaya Total
Biaya total dalam penelitian ini terdiri dari TC1, TC2 dan TC3 yaitu total biaya yang diperoleh setelah pendistribusian tahap II dengan metode double distribution. Biaya total pada masing-masing
kelas perawatan diuraikan pada tabel 2 berikut.
Tabel 2. Biaya Total RSUD dr. Rasidin Padang Tahun 2011
Sum ber: Hasil Pengolahan Dat a Sekunder
Biaya Satuan
Biaya satuam dalam penelitian ini terdiri dari UC1, UC2 dan UC3 yang diperoleh dengan cara biaya total dibagi output di masing-masing kelas perawatan. Hasil perhitungan biaya satuan masing-
masing kelas perawatan diuraikan pada tabel 3.
Tabel 3. Biaya Satuan RSUD dr. Rasidin Padang Tahun 2011
Sum ber: Hasil Pengolahan Dat a Sekunder
TC1 TC2
TC3 TC = FC + SVC + VC
TC = SVC + VC TC = VC
1 Kel as VIP
63,609,855 49,994,876
36,506,375 2
Kel as I 216,272,483
160,238,485 118,093,694
3 Kel as II
310,892,616 220,129,660
162,838,678 4
Kel as III 957,424,222
718,519,841 578,893,219
Kelas Peraw atan No.
UC1 UC2
UC3 UC = TC Q
UC = TC Q UC = TC Q
1 Kel as VIP
1,200,186 943,300
688,800 2
Kel as I 222,961
165,194 121,746
3 Kel as II
138,482 98,053
72,534 4
Kel as III 84,780
63,625 51,261
No. Kelas Peraw atan
11
Implikasi Kebijakan Penetapan Tarif
Kebijakan penetapan tarif dilakukan berdasarkan informasi biaya satuan dengan mempertimbangkan ATP dan WTP pengguna fasilitas pelayanan rawat inap. Hasil penelitian
menunjukkan sebagai berikut:
Tabel. 4. Perhitungan Kebijakan Tarif RSUD dr. Rasidin Padang Tahun 2011
Sumber: Hasil Pengolahan Data Sekunder
Kemampuan dan kemauan membayar pasien untuk tarif masing-masing kelas perawatan berada di atas tarif yang berlaku, berarti responden memiliki consumer surplus dimana tarif dapat
dinaikkan berdasarkan kemampuan membayarnya. Selisih antara tarif dan kemauan membayar yang paling besar adalah kemauan membayar pada ruang rawat inap kelas I sebesar 15,20 , kelas VIP
sebesar 15,14 , kelas II sebesar 14,93 dan kelas III sebesar 14,74 . Berdasarkan hasil penelitian, pada umumnya responden setuju apabila ada kenaikan tarif karena merasa bahwa tarif kelas perawatan
yang berlaku di RSUD dr. Rasidin Padang masih sangat rendah jika dibandingkan dengan rumah sakit pemerintah lainnya, apalagi jika dibandingkan dengan rumah sakit swasta. Padahal pelayanan yang
diberikan sama dengan visite dokter spesialis untuk masing-masing kelas perawatan. Visite yang dilakukan oleh dokter spesialis ini memberikan asumsi bahwa rumah sakit benar-benar memberikan
tanggapan yang serius dalam memberikan pelayanan kesehatan. Dalam menetapkan tarif, lebih diarahkan pada kemampuan membayar karena kemampuan
membayar didasarkan pada pendapatan, dimana jika pendapatan meningkat maka kemampuan membayar tentu juga meningkat. Berdasarkan penelitian, kemampuan membayar dalam satu bulan
untuk kelas VIP sebesar Rp. 876.000,-, kelas I sebesar Rp. 352.000,-, kelas II sebesar Rp. 265.740,- dan kelas III sebesar Rp. 209.220,-. Kemampuan membayar yang diambil berdasarkan pengeluaran
non esensial karena pengeluaran seperti rokok, minuman alkohol, rekreasi, hiburan dan perayaan lebih besar dari pengeluaran kesehatan. Penerimaan RSUD dr. Rasidin Padang pada tahun 2011 untuk
empat kelas perawatan rawat inap yaitu kelas VIP, kelas I, Kelas II dan kelas III, adalah sebagai berikut:
Tabel 5. Selisih Tarif yang berlaku dengan ATP
Sumber: Hasil Pengolahan Data Sekunder
1 Kelas VIP
110,000 688,800
876,000 126,650
148,475 34.98
2 Kelas I
78,000 121,746
352,000 89,856
83,862 7.52
3 Kelas II
58,000 72,534
265,740 66,661
60,395 4.13
4 Kelas III
20,000 51,261
209,220 22,947
36,072 80.36
Tarif berdasarkan ATP
Kelas Perawatan Tarif yang
Berlaku Biaya Satuan
Rp ATP Rp.
W TP Normatif Rp.
No.
1 Kelas VIP
110,000 148,475
53 5,830,000
7,869,175 2,039,175
2 Kelas I
78,000 83,862
970 75,660,000
81,346,140 5,686,140
3 Kelas II
58,000 60,395
2,245 130,210,000
135,586,775 5,376,775
4 Kelas III
20,000 36,072
11,293 225,860,000
407,361,096 181,501,096 437,560,000
632,163,186 194,603,186 Jumlah
No. Kelas Perawatan
Tarif yang Berlaku
ATP Rp. Output
Penerimaan Tahun 2011
Penerimaan Yang Feasible
Selisih
12
Dengan kondisi sebagaimana tersebut di atas, apabila tarif untuk empat jenis pelayanan kelas perawatan ruang rawat inap tersebut dinaikkan maka penerimaan rumah sakit dapat bertambah
menjadi sebesar Rp. 632.163.186,- bahkan lebih besar ditahun berikutnya karena jumlah output di kelas VIP dihitung satu tahun tidak seperti sekarang yang hanya empat bulan. Dengan kata lain
berdasarkan hasil penelitian, apabila tarif disesuaikan dengan kemampuan membayar maka hasil penerimaan rumah sakit yang feasible dapat bertambah sebesar Rp. 194.603.186,-. Meskipun
penambahannya sangat kecil tetapi anggaran ini dapat dialihkan untuk peningkatan sarana prasarana yang bermanfaat untuk meningkatkan kualitas pelayanan rumah sakit.
Berdasarkan hasil regresi terlihat bahwa mutu pelayanan dokter dan ketersediaan obat merupakan dua faktor yang mempengaruhi kemauan membayar pasien untuk semua kelas perawatan
ruang rawat inap. Hal tersebut sedikitnya menunjukkan bahwa kedua faktor tersebut bisa dijadikan skala prioritas dalam peningkatan pelayanan kepada pasien, seperti pemeriksaan pasien di ruang rawat
inap tetap dilakukan oleh dokter spesialis meskipun untuk pasien yang ada di ruang rawat inap kelas III. Hal ini dilakukan sebagai bentuk penghargaan rumah sakit kepada pasien yang dirawat inap bahwa
tidak ada perbedaan pasien mampu dan pasien kurang mampu di setiap kelas perawatan dari segi mutu pelayanan dokter. Sedangkan untuk ketersediaan obat, sebelum melakukan pengadaan obat maka
pihak manajemen rumah sakit perlu mempertimbangkan dan berkoordinasi kepada komite medis rumah sakit tentang obat apa saja yang dibutuhkan oleh para dokter dalam menunjang pelayanan
kesehatan, sehingga tidak terjadi lagi salah persepsi mengenai jenis, ukuran, indikasi yang terkandung dalam obat-obatan dan lain sebagainya. Dengan begitu, obat yang sudah tersedia bisa dipergunakan
sebaik-baiknya tanpa harus menjadi barang persediaan tak terpakai di akhir tahun anggaran.
V. Kesimpulan