2
1.1 Latar Belakang Penelitian
Masyarakat kelas menengah Indonesia saat ini berkeinginan untuk terpenuhi kebutuhannya dengan cara serba praktis, cepat, menghemat waktu dan nyaman. Maka dari itu,
sesuai dengan prinsip pasar “demand dan supply”, dengan berkembangnya fenomena pertumbuhan masyarakat kelas menengah Indonesia, tidak heran jika para pebisnis ritel
berlomba-lomba untuk memenuhi pangsa pasar “baru” ini. Retail di definisikan sebagai penjualan barang-barang kepada konsumen terakhir, bukan untuk dijual kembali, tetapi untuk
digunakan dan dikonsumsi oleh sang pembeli. Perusahaan-perusahaan menjual kuantitas produk dalam jumlah besar kepada para retailer-retailer, dan para retailer kemudian menjualnya dalam
jumlah yang lebih kecil dengan produk yang sama kepada para konsumennnya. Komunikasi pemasaran merupakan salah satu aspek dari strategi perencanaan pemasaran
yang efektif dan efisien. Salah satu alat promosi yang digunakan dalam komunikasi pemasaran adalah
Visual Merchandising VM. Visual Merchandising VM merupakan suatu seni dalam
mempresentasikan produk di tempat-tempat penjualan dengan strategi, metode, teknik, serta prinsip-prinsipnya yang tepat. Untuk itu, dibutuhkan alat yang dapat menggugah sensor visual
para konsumen. VM berfungsi untuk mendidik pelanggan, meciptakan keinginan membeli dan pada akhirnya menambah nilai penjualan.
Di Indonesia sendiri, perkembangan VM meningkat seiring dengan perkembangan bisnis retail. Persaingan antar toko retail dalam menarik minat konsumen juga semakin membuat VM
dibutuhkan secara professional sebagai bagian dari strategi penjualan tokoSalah satu toko penjualan barang-barang retail, khususnya pakaian jadi, yang menarik minat peneliti adalah toko
retail Factory Outlet. FO merupakan toko retail yang menjual barang-barang jadi seperti pakaian, tas, sepatu dan lainnya yang bermerk ternama dengan harga 25-75 lebih murah dari barang
yang ada di toko aslinya. Retailer FO cenderung untuk menawarkan barang-barang yang memiliki kualitas nomer dua ataupun stok-stok barang di musim yang telah lewat. Dengan
keberadaan konsep toko retail FO, perusahaan pembuat maupun para retailer sama-sama saling diuntungkan karena dapat menjual barang yang tidak diinginkan tanpa membahayakan citra
produk ataupun merk retail pada produk, dan juga memberikan kesempatan kepada konsumen yang tidak mampu membeli produk merk ternama dengan harga sesuai di toko aslinya, ataupun
konsumen yang termotivasi dengan penawaran khusus. Adapun kemampuan konsumen dalam memahami dan mengkategorikan suatu produk sebagai barang yang “bermerek” ataupun “tidak
3
bermerek” sangat bergantung pada kemampuan kognisi konsumen. Kemampuan kognisi para konsumen ini biasnaya didapatkan dari beberapa media promosi lain seperti advertising iklan di
tv, majalah, media sosial dan lain lain. VM sejatinya sangat penting bagi sebuah FO. Seperti yang kita ketahui bahwa produk yang dijual di dalam FO seluruhnya merupakan barang sisa eksport
yang ternama branded, sehingga isi produk dari sebuah FO bisa mencapai ribuan dalam satu toko outlet dari berbagai macam merk. Keberhasilan penjualan produk sangat tergantung pada
penataan letak produk karena produk yang dijual merupakan merek luar negeri yang tidak semua orang mengenalnya, selain itu setiap merek tidak memiliki kekhususan untuk menjadi suatu
merek yang lebih baik dari yang lain karena di dalam FO semua merek adalah merek terbaik dan ternama sehingga sangat berharga untuk dibeli dengan harga murah. Fokus dan tujuan suatu toko
FO lebih kepada bagaimana agar konsumen membeli produk sebanyak-banyaknya agar produk yang ada di dalam toko bisa terus habis terjual.
Dalam membentuk suatu penelitian, tentunya peneliti juga bersumber dari beberapa penelitian terdahulu mengenai visual merchandising dalam bisnis retail. Salah satunya penelitian
Thesis di University of Oregon oleh Sarah E. Fister tahuin 2009 dengan judul Consumers’ Shopping Value and their Responses to Visual Merchandise Displays in an In-store Retail
SettingNilai belanja oleh konsumen dan tanggapan mereka terhadap display visual
merchandising di dalam perencanaan toko retail. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua individu terlepas dari gender mereka atau nilai belanja mereka memiliki respon estetika tinggi
untuk produk pakaian yang ditampilkan dengan menggunakan manekin daripada hanya menggunakan gantungan baju biasa.
Maka dari itu, dari beberapa ulasan mengenai studi terdahulu diatas, penelitian ini kedepannya berencana untuk meneliti tentang hubungan VM terhadap kognitif konsumen pada
minat beli. Dalam penelitian ini akan digunakan metode penelitian kuantitatif. Jenis metode penelitian kuantitatif yang digunakan merupakan metode eksplanatori. Metode eksplanatori
merupakan penelitian penjelasan yang menjelaskan mengapa dan bagaimana suatu fenomena sosial terjadi. Penelitian ini berusaha menentukan sifat dan arah hubungan tiga variabel yang
menjadi fenomena dalam penelitian yaitu visual merchandising sebagai variabel X, minat beli konsumen sebagai variabel Y dan kognitif konsumen sebagai variabel Z variabel interfening.
Hubungan antar tiga variabel yang dimaksud di dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh
4
visual merchandising suatu toko retail FO dengan meningkatnya minat beli konsumen sesuai ruang lingkup kognitif yang dimiliki konsumen tersebut.
1.2Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian dan uraian tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut: “Sejauh mana pengaruh visual merchandising terhadap
sikap konsumen pada minat beli di Nicko Factory Outlet Bandung?” Berdasarkan rumusan masalah tersebut, terdapat beberapa hal menarik yang dapat diteliti
lebih lanjut, yaitu: 1. Bagimana pengaruh intensitas, durasi dan isi pesan terhadap kognitif konsumen?
2. Bagimana pengaruh intensitas, durasi dan isi pesan pada kognitif konsumen terhadap minat beli?
BAB II BAHAN DAN METODE