Dewasa ini bangsa kita yang sudah carut marut ini diperparah dengan adanya konflik-konflik yang terus muncul dalam kehidupan masyarakat. Kemajemukan
masyarakat Indonesia baik dari segi etnis maupun agama menuntut perhatian lebih dari pemerintah untuk bersikap adil dan bijaksana dalam membuat kebijakan agar tak
ada kecemburuan sosial yang dapat menimbulkan konflik di masyarakat. Di Indonesia, dalam satu wilayah bisa saja terdiri dari lebih dari satu suku, yaitu suku
asli daerah tersebut san suku pendatang. Sering terjadi konflik-konflik antar suku yang cukup panas dalam satu wilayah. Dimulai dari perselisihan kecil yang
melibatkan satu-dua orang yang kemudian menyebar dan menjadi konflik antar suku ataupun antar agama. Konflik-konflik yang tak kunjung reda melahirkan kerusuhan-
kerusuhan di beberapa wilayah di Indonesia yang melibatkan suku-suku yang berbeda di wilayah tersebut dan mengganggu stabilitas negara.
B. Rumusan Masalah
Perselisihan-perselisihan kecil yang terjadi di masyarakat bukan tidak mungkin dapat menimbulkan konflik-konflik besar yang berkepanjangan. Hal ini
tentu saja tidak hanya merugikan kedua belah pihak yang terlibat konflik saja, pihak- pihak lain yang tak ada sangkut pautnya pun bisa saja terkena imbasnya, termasuk
pemerintah pusat.Tak ada asap jika tak ada api. Mungkin peribahasa tersebut yang pas menggambarkan konflik-konflik SARA yang terjadi di Indonesia saat ini. Tak ada
konflik jika tak ada faktor-faktor pemicu konflik itu sendiri. Solidaritas etnis dan kedaerahan mungkin tumbuh subur di dada sebagian masyarakat Indonesia, namun
sepertinya meraka lupa, bahwa masih ada solidaritas nasional yang tentu saja harus tetap dipertahankan kekokohannya demi eksistensi bangsa ini. Permasalahan
mendasar saat ini adalah : “Masih saktikah semboyan Bhineka Tunggal Ika di mata rakyat Indonesia?”. Sebuah pertanyaan yang penting untuk dijawab, melihat saay ini
sentimen kedaerahan mulai marak kembali dan berkeliaran dikehidupan sosial
masyarakat Indonesia yang menimbulkan jurang pemisah antara masyarakat yang berbeda suku di bumi pertiwi tercinta.
BAB II ISI
A. Pendekatan-pendekatan
1. Pendekatan Historis Indonesia yang kita kenal saat ini pada mulanya adalah sekumpulan wilayah
dari kerajaan-kerajaan yang berbasis pada kekuatan etnik dan otoritas kedaerahan. Sebut ada Kesultanan Aceh, Malaka, Riau dan Jambi di Sumatera, Kesultanan
Banten, Cirebon, Demak dan Mataram di Jawa, Kesultanan Banjar di Kalimantan,
Kerajaan Bali di Sunda kecil hingga kesultanan Ternate dan Tidore di Indonesia Timur, semua itu merupakan fakta historis atas legitimasi etnis di masa lampau.
Suku-suku yang ada di Indonesia hidup berdampingan sejak zaman nenek moyang dahulu. Perbedaan fisik dan budaya tidak begitu saja membuat mereka
terpecah belah. Semboyan ”Bhineka Tunggal Ika” yang telah lama terpatri menjadi senjata pemungkas dalam menjembatani perbedaan-perbedaan yang ada. Lebih
dari dalam pengertian harfiah Bhineka Tunggal Ika berarti berbeda tetapi tetap satu. Artinya, walaupun bangsa Indonesia mempunyai latar belakang yang berbeda
baik dari suku, agama dan bahasa tetapi adalah bangsa Insonesia. Pengukuhan ini telah dideklarasikan semenjak tahun 1928 yang terkenal dengan nama “Sumpah
Pemuda”. 2. Pendekatan Sosiologi
Kehidupan sosial masyarakat Indonesia yang multi kultural sebenarnya menjadi salah satu nilai plus bagi bangsa ini. Di Indonesia, dalam satu pulau bukan
hanya ada satu macam suku saja, banyak suku-suku pendatang yang berbaur dengan suku asli dan membangun kehidupan bersama. Di Pulau Kalimantan
misalnya, suku aslinya adalah suku dayak, namun tak sedikit pula suku-suku lain yang menetap dan bermatapencaharian seperti penduduk suku asli. Begitu juga di
pulau-pulau yang lain, masyarakat yang berbeda suku, ras, agama dan adat istiadat berbaur untuk membangun peradaban tinggi bagi bangsa Indonesia. Perbedaan
budaya dan adat istiadat tentu saja ada, namun jika toleransi dan sikap saling menghargai dijunjung tinggi oleh tiap-tiap suku, baik suku asli maupun pendatang,
tentu saja kehidupan bermasyarakat disana akan tetap damai dan kondusif.
3. Pendekatan Yuridis Pancasila telah mencantumkan secara jelas dalam sila ketiga yaitu
“PERSATUAN INDONESIA” dan menjadi landasan hukum dalam masalah integrasi bangsa. Perbedaan secara fisik dan budaya antar etnis bukanlah suatu alasan tepat
bagi suku-suku untuk saling membenci dan memusuhi. Hak hidup telah dijamin
dalam Undang-Undang No. 391999 tentang Hak Asasi Manusia. Dengan demikian setiap suku bangsa di Indonesia mempunyai hak untuk hidup merdeka di setiap
wilayah tempat tinggalnya. Untuk itu diperlukan suatu kesadaran dari tiap suku bangsa untuk menjunjung tinggi keberadaan hukum dan pemahaman terhadap norma
yang ada pada masyarakat setempat.
B. Pembahasan