Terjadinya Perkara Pidana BAB II KETERLIBATAN NOTARIS SELAKU PEJABAT UMUM DALAM PERKARA PIDANA

BAB II KETERLIBATAN NOTARIS SELAKU PEJABAT UMUM DALAM PERKARA PIDANA

A. Terjadinya Perkara Pidana

Perkara pidana atau disebut juga peristiwa pidana adalah sebagai terjemahan dari istilah bahasa Belanda “Strafbaar feit 29 ” atau “delict 30 ”. Menurut KUHPidana yang berlaku di Indonesia, perkara pidana itu termasuk ke dalam “misdrijf’ kejahatan dan “overtreding” pelanggaran. Perbuatan yang bertentangan dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat merupakan kelakuan yang menyimpang abnormal 31 . Tingkah laku yang menyimpang itu sangat erat hubungannya dengan kejiwaan individu, dimana kehidupannya hidup dalam suatu kehidupan kemasyarakatan. 29 Simons sebagaimana dikutip oleh Moeljatno menerangkan bahwa strafbaar feit adalah kelakuan handeling yang diancam dengan pidana, yang bersifat melawan hukum, yang berhubungan dengan kesalahan dan yang dilakukan oleh orang yang mampu bertanggungjawab. sedangkan Van Hamel merumuskan strafbaar feit adalah kelakuan orang menslijke gedraging yang dirumuskan dalam wet, yang bersifat melawan hukum, yang patut dipidana straf waardig dan dilakuklan dengan kesalahan. Moeljatno, 2000, Azas-Azas Hukum Pidana, cetakan ke enam, PT Rineka Cipta, Jakarta, blogmhariyanto.blogspot.com, tanggal 09 Januari 2010 30 Delict dalam hukum Romawi, sebuah kewajiban untuk membayar denda karena kesalahan telah dilakukan. Tidak sampai ke-2 dan ke-3 Masehi adalah kejahatan publik dipisahkan dari kejahatan pribadi dan dipindahkan ke pengadilan pidana; dari waktu itu, tindakan sipil tetap menjadi obat untuk pelanggaran pribadi. Dalam penggunaan modern di negara-negara hukum mereka yang berasal dari Romawi, hal melanggar peraturan berarti yang salah dalam aspek sipil, sesuai dengan gugatan dalam hukum Anglo-Amerika., dictionary.reference.com, tanggal 09 Januari 2010 31 Bambang Nurdiansyah,. Advocat, Wawancara, tanggal 10 Januari 2010 Universitas Sumatera Utara Tidak ada suatu perbuatan yang tidak mempunyai sebab. Dimana ada asap, disitu ada api, tanpa mempelajari sebab terjadinya kejahatan akan terasa sulit untuk mengerti mengapa suatu kejahatan telah terjadi, dan apalagi untuk menentukan tindakan apakah yang tepat dalam menghadapi pelaku kejahatan. W.A. Bonger membagi aliran-aliran tentang sebab-sebab kejahatan, sebagai berikut : 1. Aliran Klasik, beranggapan bahwa tingkah laku manusia ditentukan oleh kebahagiaan dan kesengsaraan atau penderitaan. 2. Aliran Kartografis, beranggapan bahwa struktur kebudayaan manusia adalah unsur yang menentukan tingkah laku manusia. 3. Aliran Sosialis, beranggapan bahwa kondisi ekonomi mempunyai pengaruh terhadap kejahatan. Namun harus diperhatikan ahwa kondisi ekonoi itu hanya merupakan seagian dari sejumlah faktor-faktor lain yang juga memberi perangsang dan dorongan ke arah kriminalitas. 4. Aliran Tipologis, beranggapan bahwa tingkah laku manusia merupakan faktor yang tidak dapat dipisahkan dari kejahatan karena merupakan bakat tertentu yang dibawa sejak lahir. 5. Aliran Sosiologis, beranggapan bahwa kejahatan timbul dari lingkungan sekitar “that criminal behavior results form the same process as other social behavior” 32 Sebagaimana sebab-sebab kejahatan yang dikemukakan oleh sarjana tersebut di atas, maka secara garis besar, pembeda dari sebab terjadinya perkara pidana yakni : 1. Yang menitikberatkan bahwa lingkungan sosial sebagai unsur yang mendorong terwujudnya perkara pidana; 32 Gerson W Bawengan., Pengantar Psikologi Kriminil, Pradnya Paramita, Jakarta, Hal. 34- 42 Universitas Sumatera Utara 2. Yang menitikberatkan bahwa prilaku pribadi seseorang yang dapat menghasilkan perkara pidana.

B. Keterlibatan Notaris selaku Pejabat Umum Dalam Perkara Pidana