Analisis Hukum Terhadap Keterlibatan Notaris Dalam Perkara Pidana

(1)

ANALISIS HUKUM TERHADAP KETERLIBATAN NOTARIS

DALAM PERKARA PIDANA

TESIS

Oleh :

WIMPHY LAKSAMANA

077011074/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ANALISIS HUKUM TERHADAP KETERLIBATAN NOTARIS

DALAM PERKARA PIDANA

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada

Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara

Oleh :

WIMPHY LAKSAMANA

077011074/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

JUDUL : Analisis Hukum Terhadap Keterlibatan Notaris Dalam Perkara Pidana

Nama : Wimphy Laksamana

Nomor Induk : 077011074 Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Runtung, SH, MHum.

Ketua

Syahril Sofyan, SH, Mkn. Anggota

Syafnil Gani, SH, MHum. Anggota

Ketua Program Dekan Fakultas Hukum

Prof.Dr. Muhammad Yamin, SH,MS, CN Prof. Dr. Runtung, SH, MHum


(4)

Telah diuji pada : Tanggal 30 Juli 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Runtung, SH, MHum.

Anggota : 1. Prof.Dr. Muhammad Yamin, SH,MS, CN 2. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, M.Hum 3. Syahril Sofyan, SH, Mkn.


(5)

ABSTRAK

Ketrlibatan Notaris dalam perkara pidana sudah bukan merupakan cerita yang jarang di dengar, khususnya di Indonesia. Dalam melaksanakan tugasnya, tidak jarang Notaris dihadapkan dalam keadaan-keadaan yang berada di luar pemikirannya, seperti keinginan salah satu pihak yang dapat merugikan pihak lain, atau kekhilafan dari Notaris sendiri. Hal inilah yang dapat membuat Notaris dapat langsung berhadapan dengan aparatur penegak hukum. Dengan melihat Undang-undang yang berkaitan dengan Notaris dan Pidana, akan dapat melihat sejauh mana keterlibatan Notaris dalam perkara pidana, dan bagaimana proses dan penyelesaian perkara pidana tersebut.

Meneliti masalah tersebut di atas, maka dilakukan penelitian yang bersifat deskriptif-analitis dengan metode pendekatan yuridis-normatif, yang mengutamakan untuk melihat dan mempelajari aneka bentuk peraturan Perundang-undangan yang memiliki hubungan dengan permasalahan dalam penelitian ini. Hasil penelitian memberikan kesimpulan, bahwa penyebab Notaris terlibat dalam perkara pidana dapat disebabkan karena adanya Faktor Intern dan faktor Ekstern. Bahwa jika ada Notaris yang terlibat dalam perkara pidana, penyidik harus tunduk dalam ketentuan Undang-undang Jabatan Notaris. Dan dalam UUJN tidak tegas mengatur tentang pertanggungjawaban pidana, jika Notaris terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan perbuatan pidana.

Saran-saran yang dapat membantu untuk mengurangi atau meminimalisasi terjadinya keterlibatan Notaris dalam perkara pidana, serta terlaksananya tertib hukum oleh aparat hukum maka, diharapkan kepada Notaris dapat memegang teguh sumpah jabatan Notaris sehingga saat melaksanakan tugas yang dititipkan Negara dapat berjalan baik sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Dan diharapkan kepada aparat penegak hukum khususnya penyidik Polri untuk menyidik Notaris tetap mengikuti prosedur hukum dalam memproses berdasarkan KUHAPidana dan UUJN dan tidak ada intimidasi. Serta kepada Notaris yang telah diputus dan terbukti bersalah, agar dapat memperbaiki diri terhadap kesalahan-kesalahan yang telah diperbuat, juga agar penerimaan mahasiswa sampai pengangkatan seorang Notaris, harus dilaksanakan dengan sangat-sangat selektif dan bijaksana.

Kata Kunci : - Analisa Hukum


(6)

ABSTRACT

The involvement of notary in a criminal matter is not something new to our ears especially in Indonesia. In completing the tasks, it is not uncommon that Notary is confronted with out of control circumstances, such as intention of one party adversial to other, or the fault of Notary him/herself. This is a good reason for Notary to be taken before law enforcers. By considering the Laws related to Notary and Criminal, it will be possible to see the extent to which Notary is involved in a criminal matter, and how process and criminal matter settlement is made.

For the problem above, an analytical-descriptive research of juridical normative approach method has been conducted primarily to see and study a variety of Statutes related to problem of this research. The result of reaserch indicated that the cause of Notary involvement in criminal matter, investigator should comply with Statutes on Notary Position. And UUJN did not regulate definitively the criminal responsibility if Notary has been evidently and convinced to commit the criminal matter.

To minimize or decrease the involvement of Notary in criminal matter, and to promote the law order by law enforcers, it is suggested for Notary to hold on firmly the pledge of Notary Position, thus the settlement of matters entrusted by State for them can appreciate the Pancasila calues. It is also suggested for Investigative Police to always control Notary for good compliance with law procedures according to process of Criminal Law Textbook and UUJN and free of intimidation. And for Notary who has been convinced and evident to be fault should correct themselves upon faults they have committed, and assignment of a college student to be a Notary should be based on selective and wise principle.

Keywords : - LAW ANALYSIS


(7)

KATA PENGANTAR

Allhamdulillaahi rabbil ‘aalamin, karena izinNya penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Dan sudah menjadi kewajiban bagi mahasiswa Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, dalam rangka menyelesaikan studinya membuat Karya Ilmiah di bidang hukum khususnya yang berkaitan dengan Kenotariatan, guna melengkapi syarat-syarat untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan. Untuk memenuhi kewajiban ini penulis telah menyusun tesis yang berjudul :

“ANALISIS HUKUM TERHADAP KETERLIBATAN NOTARIS DALAM PERKARA PIDANA”

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa apa yang penulis sampaikan dalam tesis ini masih sangat sederhana dan banyak kekurangannya serta jauh dari sempurna. Hal ini disebabkan karena keterbatasan atas kemampuan dan pengetahuan yang penulis miliki. Untuk itu sangat mengharapkan saran-saran maupun kritik-kritik yang bersifat membangun untuk kesempurnaan tesis ini.

Dalam penyelesaian tesis ini banyak melibatkan jajaran Akademik dan Praktisi, baik dari dalam universitas juga yang berasal dari luar universitas.


(8)

Kepada Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan dalam menyelesaikan pendidikan di Fakultas Hukum, Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara.

Juga secara khusus, berterima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M. Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang juga Ketua Komisi Pembimbing, Bapak Notrais Syahril Sofyan, SH, M.Kn, dan Bapak Notaris Syafnil Gani, SH, M.Hum, masing masing selaku anggota Komisi Pembimbing, yang telah memberikan pengarahan, nasehat serta bimbingan kepada saya dalam penulisan tesis ini.

Kepada Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN, dan Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, M.Hum, masing-masing selaku dosen tamu dan dosen penguji, saya haturkan terima kasih sedalam-dalamnya atas masukan dan komentar terhadap karya ilmiah ini.

Saya juga ucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada seluruh staff pengajar serta karyawan di Magister Kenotariatan yang telah banyak membantu saya untuk dalam memperoleh gelar Magister Kenotariatan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera ini.

Untuk orang-orang tercinta yang ada dalam hidup saya, Untukmu Bapakku Alm. Ir. Suryadi Suwito Ibuku Anni Rasyid, Abangku Widho Bijaksana, SE, dan


(9)

Adikku Windy Rika Subadra, SP., yang selalu ada mengiringiku, menemaniku, memberiku semangat, selalu mengingatkanku, serta yang memotivasi aku dalam mencapai gelar Magister Kenotariatan.

Kepada Palek Edy Natasari Sembiring, Sodara Bangun Sibarani, Bang Kristof, Sodara Hakim, temanku Surya Adinata, serta rekan-rekan sepejuangan lainnya yang pernah ada di program Magister Kenotariatan yang selalu memberikan semangat, dorongan, bantuan pemikiran serta mengingatkan dalam berbagai hal kepada penulis, sehingga tesis ini dapat terselesaikan.

Akhirnya penulis berharap semoga tesis ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak, terutama kepada penulis dan kalangan yang mengembangkan ilmu hukum, khususnya dalam bidang ilmu Kenotariatan.

Medan, Juli 2010

Penulis


(10)

RIWAYAT HIDUP

I. IDENTITAS PRIBADI

Nama : Wimphy Laksamana

Tempat/Tanggal lahir : Medan, 27 Nopember 1979

Alamat : Jl. Bangau No. 575 Perumnas Mandala

: Kabupaten Deli Serdang.

II. KELUARGA

Bapak : Ir. Suryadi Suwito

Ibu : Anni Rasyid

Kakak : Widho Bijaksana, SE

Adik : Windy Rika Subadra, SP

III. PENDIDIKAN

Sekolah Dasar : Swasta Taman Harapan (Tahun 1986-1992) Sekolah Menengah Pertama : Swasta Taman Harapan (Tahun 1992-1995) Sekolah Menengah Atas : Negeri XI (Tahun 1995-1998)

Strata I : Fakultas Hukum USU (Tahun 1998-2002)

Strata II : Program Studi Magister Kenotariatan FH-USU (Tahun 2007-2010)


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... iv

KATA PENGANTAR ………...v

RIWAYAT HIDUP ………... viii

DAFTAR ISI ………... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ………... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ………...….... 8

E. Keaslian Penelitian ………... 8

F. Kerangka Teori dan Konsepsional 1. Kerangka teori ………... 9

2. Kerangka Konsepsional ………... 22

G. Metode Penelitian 1. Sifat penelitian ………... 24

2. Alat pengumpukan data ………... 25

3. Analisa data ………... 25

BAB II KETERLIBATAN NOTARIS SELAKU PEJABAT UMUM DALAM PERKARA PIDANA A. Terjadinya Perkara Pidana ………... 27

B. Keterlibatan Notaris selaku Pejabat Umum dalam Perkara Pidana………... 28

B.1 Kesengajaan ……….………... 31

B.2 Kelalaian ………...…... 35

BAB III PEMERIKSAAN NOTARIS SELAKU PEJABAT UMUM YANG TERLIBAT DALAM PERKARA PIDANA A. Pemeriksaan Perkara Pidana menurut KUHAP …...…... 60

B. Pemeriksaan Notaris selaku Pejabat Umum yang Terlibat dalam Perkara Pidana ………... 68


(12)

BAB IV PERTANGGUNGJAWABAN NOTARIS SELAKU PEJABAT UMUM YANG TERLIBAT DALAM PERKARA PIDANA

A. Pertanggungjawaban dalam Hukum Pidana …………... 90 B. Pertanggungjawaban Notaris yang Terlibat Perkara Pidana .. 98

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ………... 116 B. Saran ………... 119


(13)

ABSTRAK

Ketrlibatan Notaris dalam perkara pidana sudah bukan merupakan cerita yang jarang di dengar, khususnya di Indonesia. Dalam melaksanakan tugasnya, tidak jarang Notaris dihadapkan dalam keadaan-keadaan yang berada di luar pemikirannya, seperti keinginan salah satu pihak yang dapat merugikan pihak lain, atau kekhilafan dari Notaris sendiri. Hal inilah yang dapat membuat Notaris dapat langsung berhadapan dengan aparatur penegak hukum. Dengan melihat Undang-undang yang berkaitan dengan Notaris dan Pidana, akan dapat melihat sejauh mana keterlibatan Notaris dalam perkara pidana, dan bagaimana proses dan penyelesaian perkara pidana tersebut.

Meneliti masalah tersebut di atas, maka dilakukan penelitian yang bersifat deskriptif-analitis dengan metode pendekatan yuridis-normatif, yang mengutamakan untuk melihat dan mempelajari aneka bentuk peraturan Perundang-undangan yang memiliki hubungan dengan permasalahan dalam penelitian ini. Hasil penelitian memberikan kesimpulan, bahwa penyebab Notaris terlibat dalam perkara pidana dapat disebabkan karena adanya Faktor Intern dan faktor Ekstern. Bahwa jika ada Notaris yang terlibat dalam perkara pidana, penyidik harus tunduk dalam ketentuan Undang-undang Jabatan Notaris. Dan dalam UUJN tidak tegas mengatur tentang pertanggungjawaban pidana, jika Notaris terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan perbuatan pidana.

Saran-saran yang dapat membantu untuk mengurangi atau meminimalisasi terjadinya keterlibatan Notaris dalam perkara pidana, serta terlaksananya tertib hukum oleh aparat hukum maka, diharapkan kepada Notaris dapat memegang teguh sumpah jabatan Notaris sehingga saat melaksanakan tugas yang dititipkan Negara dapat berjalan baik sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Dan diharapkan kepada aparat penegak hukum khususnya penyidik Polri untuk menyidik Notaris tetap mengikuti prosedur hukum dalam memproses berdasarkan KUHAPidana dan UUJN dan tidak ada intimidasi. Serta kepada Notaris yang telah diputus dan terbukti bersalah, agar dapat memperbaiki diri terhadap kesalahan-kesalahan yang telah diperbuat, juga agar penerimaan mahasiswa sampai pengangkatan seorang Notaris, harus dilaksanakan dengan sangat-sangat selektif dan bijaksana.

Kata Kunci : - Analisa Hukum


(14)

ABSTRACT

The involvement of notary in a criminal matter is not something new to our ears especially in Indonesia. In completing the tasks, it is not uncommon that Notary is confronted with out of control circumstances, such as intention of one party adversial to other, or the fault of Notary him/herself. This is a good reason for Notary to be taken before law enforcers. By considering the Laws related to Notary and Criminal, it will be possible to see the extent to which Notary is involved in a criminal matter, and how process and criminal matter settlement is made.

For the problem above, an analytical-descriptive research of juridical normative approach method has been conducted primarily to see and study a variety of Statutes related to problem of this research. The result of reaserch indicated that the cause of Notary involvement in criminal matter, investigator should comply with Statutes on Notary Position. And UUJN did not regulate definitively the criminal responsibility if Notary has been evidently and convinced to commit the criminal matter.

To minimize or decrease the involvement of Notary in criminal matter, and to promote the law order by law enforcers, it is suggested for Notary to hold on firmly the pledge of Notary Position, thus the settlement of matters entrusted by State for them can appreciate the Pancasila calues. It is also suggested for Investigative Police to always control Notary for good compliance with law procedures according to process of Criminal Law Textbook and UUJN and free of intimidation. And for Notary who has been convinced and evident to be fault should correct themselves upon faults they have committed, and assignment of a college student to be a Notary should be based on selective and wise principle.

Keywords : - LAW ANALYSIS


(15)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Orang pribadi, badan hukum merupakan subjek hukum karena merupakan pendukung hak dan kewajiban. Dalam kehidupan sehari-hari tidak akan pernah lepas dari aktivitas pergerakan subjek hukum dalam kehidupan bermasyarakat untuk memenuhi kebutuhannya masing-masing.

Berawal dari kepentingan subjek hukum akan timbul akibat hukum yang merupakan akibat adanya hubungan hukum diantara subjek hukum itu sendiri. Juga guna untuk memberi rasa aman dan kepastian hukum dalam hidup bermasyarakat, karena sudah pasti tidak akan pernah terlepas dari ketentuan hukum.

Jika mendengar perkataan hukum, maka akan teringat dengan Pengadilan, Hakim, Pengacara, Jaksa, Polisi, dan Notaris. Mengingat hukum seketika akan mengingat sesuatu perkara dalam pengadilan. Hukum sebagai kekuasaan yang hidup, yaitu sebagai kekuasaan yang mengatur dan memaksa, akan tetapi juga sebagai kekuasaan yang senantiasa berkembang, bergerak, karena dalam pengadilan dapat membentuk peraturan-peraturan baru.1

Setiap saat hidup kita dikelilingi oleh hukum. Hukum mencampuri urusan manusia sebelum ia lahir dan masih ada sesudah ia meninggal. Hukum melindungi benih di kandungan ibu dan masih menjaga jenazah orang yang telah mati. Hukum


(16)

memberikan langsung hak-hak terhadap ibu dan bapak dan meletakkan kewajiban atas ibu dan bapak terhadap anak-anaknya, dalam perkataan lain sejak lahir manusia merupakan pendukung hak. Segala benda yang ada disekitar kita merupakan obyek hak.

Dalam masyarakat tumbuh dan berkembang hubungan hukum, dimana dalam lingkup pidana dimotori dan diawasi oleh kepolisian, hukum administrasi ditangani oleh aparatur pemerintahan, dan hukum keperdataan diserahkan kepada masyarakat sendiri sepanjang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, karena dalam keperdataan khususnya perikatan berlaku kepada mereka yang membuatnya. Sebagaimana yang termaktub dalam Pasal 1338 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

Pasal 1338 KUHPerdata

“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya,

Perjanjian-perjanjian itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu,

Perjanjian-perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.”2

Secara formil perjanjian disebut juga kontrak yang dituangkan berdasarkan klausula-klausula yang disepakati bersama dan dibuat dihadapan Notaris yang

2 R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Pradnya


(17)

ditunjuk bersama oleh para pihak guna lebih terciptanya kepastian hukum atas kontrak tersebut.3

Setiap masyarakat membutuhkan seorang yang dapat menjadi penengah dalam peristiwa hukum yang akan atau sedang dihadapi, dapat dipercaya, yang tanda tangannya memberi jaminan dan bukti kuat dalam peristiwa hukum yang terlaksana tesebut.4 Seorang advocat berada dan mendampingi seseorang/klien agar hak-haknya

tidak dilanggar, maka Notaris tidak berada pada posisi satu pihak, melainkan berada diantara para pihak dalam perbuatan hukum yang akan dibuat para penghadap.

Suatu akta otentik ialah suatu akta di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, yang dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu ditempat dimana akta dibuatnya (Pasal 1868 KUHPerdata), berdasarkan bunyi pasal tersebut, akta-akta lain yang tidak dibuat dihadapan pegawai umum yang berkuasa adalah akta di bawah tangan, pegawai umum yang dimaksud adalah Notaris.

Pertimbangan perlunya dituangkan dalam bentuk akta otentik adalah untuk menjamin kepastian hukum guna melindungi pihak-pihak, baik secara langsung yaitu para pihak yang berkepentingan langsung dengan akta itu maupun secara tidak langsung yaitu masyarkat. Suatu akta akan memiliki karekter yang kuat dalam

3 Patrik Purwahid, Kapita Selekta Hukum Perdata, Fakultas Hukum Universitas Diponegoro,

Semarang, 1996, Hal. 39

4 Tan Thong Kie, Buku I Studi Notariat Serba-serbi Praktek Notaris, PT. Ichtiar Baru van


(18)

pembuktian, apabila akta itu mempunyai daya bukti antara para pihak yang datang menghadap dan pihak ketiga, sehingga hal itu merupakan jaminan bagi para pihak bahwa perbuatan-perbuatan atau keterangan-keterangan yang dikemukakan memberikan suatu bukti yang tidak dapat mudah dihilangkan.

Sekarang ini tidak sedikit akta Notaris yang dibuat oleh Notaris menjadi alat bukti dan dipersoalkan di pengadilan, ataupun Notarisnya langsung dipanggil untuk dijadikan saksi, bahkan seorang Notaris karena tugas dan jabatannya digugat/dituntut di muka pengadilan. Hendaknya para Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya selalu berhati-hati dalam melaksanakan jabatannya, Notaris harus dapat memberikan kepastian hukum kepada masyarakat pengguna jasa Notaris.5

Harian Waspada terbit Senin, 28 Oktober 2008 memuat “Kapoldasu Irjen Nurudin Usman mengatakan, kasus tindak pidana yang melibatkan notaris, sejak tahun 2005 sampai 2007 di Direktorat Reskrim dan satuan wilayah di jajaran Poldasu, sebanyak 153 kasus. Dimana 10 orang sebagai tersangka dan sebanyak 143 orang jadi saksi”.6

Harian MedanBisnis terbit Sabtu, 17 Januari 2009 memuat “Kasus dugaan penipuan dan atau penggelapan dana pinjaman (kredit) senilai Rp 11,7 miliar di PT Bank Kesawan Tbk Medan menyeret notaris Andar Situmorang SH sebagai tersangka. Status tersangka tersebut ditetapkan setelah anggota tim penyidik Reskrim Unit Idik 5 Sat Reserse Ekonomi Poltabes MS memeriksanya secara intensif, bersama pimpinan Cabang Pembantu (Capem) Pusat Pasar Bank Kesawan Tbk”.7

5 Abi Jumroh Harahap, Peran Notaris dalam Lalu Lintas Hukum, Harian Analisa, Tanggal 2

Pebruari 2010

6 Harian Waspada, 28 Oktober 2008 7 Harian MedanBisnis, 17 Januari 2009


(19)

Tidak sedikit pemberitaan mengenai Notaris yang terlibat dalam perkara pidana di media massa, namun mengenai kebenaran dalam berita-berita yang disampaikan itu haruslah dibuktikan dalam putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

Notaris bisa saja dihukum pidana, jika terbukti dalam Pengadilan, bahwa secara sengaja atau tidak sengaja Notaris bersama-sama dengan para pihak/penghadap untuk membuat akta dengan maksud dan tujuan untuk menguntungkan salah satu pihak dan merugikan pihak lain. Jika ini dapat dibuktikaan, maka Notaris mempertanggungkan perbuatannya kepada masyarakat.

Pekerjaan Notaris adalah membuat akta otentik mengenai perbuatan dan perjanjian yang dikehendaki oleh orang yang berkepentingan dan melaksanakan apa yang telah ditetapkan dan menjadi kewenangan Notaris menurut UUJN. Akta otentik itu mempunyai kekuatan bukti yang sempurna.

Dalam rangka proses penegakan hukum, Notaris terkadang dipanggil oleh aparat penegak hukum. Baik berkedudukan sebagai saksi, tersangka maupun terdakwa. Dalam proses itu, prosedur yang harus dilakukan oleh aparat penegak hukum tunduk kepada ketentuan perundang-undangan tentang Jabatan Notaris.


(20)

Jika terjadi suatu sengketa mengenai apa yang diperjanjikan dalam suatu akta Notaris, Notaris tidak terlibat sama sekali dalam pelaksanaan suatu kewajiban atau dalam hal menuntut suatu hak. Notaris berada di luar perbuatan hukum pihak-pihak.8

Dalam melaksanakan tugasnya para Notaris harus selalu berpegang teguh serta menjunjung tinggi harkat dan martabat profesinya sebagai jabatan kepercayaan dan terhormat, sebagai pejabat umum (Openbaar Ambtenaar) yang terpercaya yang akta-aktanya dapat menjadi alat bukti yang kuat apabila terjadi sengketa hukum di Pengadilan.9 Dalam melaksanakan tugasnya sebagai pejabat umum, Notaris bisa saja

mendapat gugatan dan tuntutan dari para pihak berikut pihak ketiga akibat dari akta yang telah dikeluarkan atau tugas yang menyangkut jabatannya. Kesalahan Notaris dalam melaksanakan jabatannya, disebabkan karena kekurangan terhadap pengetahuan, pengalaman, dan pengertian dalam kode etik Notaris dan Undang-undang Jabatan Notaris itu sendiri. Mengenai peristiwa hukum yang melandasi dalam pembuatan suatu akta, bertindak tidak jujur, kelalaian/ketidak hati-hatian serta memihak salah satu pihak. Untuk menghindari hal-hal tersebut di atas maka setiap perjanjian yang dibuat dihadapan Notaris harus dibuat secara cermat dan teliti, sesuai dengan hukum dan etika yang berlaku. Kebenaran dan keadilan serta berdasarkan

8 Irfan Fachruddin, Kedudukan Notaris dan Akta-aktanya dalam Sengketa Tata Usaha

Negara, Varia Pengadilan No. 111, Jakarta, 1994, Hal. 147

9 Irfan Fachruddin, Kedudukan Notaris dan Akta-aktanya dalam Sengketa Tata Usaha


(21)

itikad baik dan penuh tanggung jawab agar tidak terjadi kesalahan atau cacat hukum yang nantinya akan merugikan pihak-pihak yang menggunakan jasa Notaris tersebut.

Akta yang dibuat Notaris adalah akta otentik dan keotentikannya terus bertahan, bahkan sampai Notaris meninggal dunia. Tanda tangannya pada akta itu tetap mempunyai kekuatan, walaupun ia tidak dapat lagi menyampaikan keterangan mengenai kejadian-kejadian pada saat pembuatan akta itu. Apabila Notaris untuk sementara waktu diberhentikan atau dipecat dari jabatannya, maka akta-akta tersebut tetap memiliki kekuatan sebagai akta otentik, tetapi akta-akta itu harus telah selesai dibuat sebelum pemberhentian atau pemecatan dilakukan.10

Sampai saat ini masih tetap ditemukan keterlibatan Notaris dalam perkara pidana, “ada apa dengan Notaris dan mengapa”. Bagaimana tanggung jawab Notaris kepada masyarakat yang masih meyakini Notaris sebagai pihak yang dapat menyelesaikan persolan hukum mereka. Dengan demikian masa depan Notaris terletak di tangan Notaris itu sendiri, kemana ianya melangkah, apakah untuk kehidupan yang lebih baik atau hanya akan merugikan masyarakat saja.

10 Habib Adjie, Meneropong Khazanah Notaris dan PPAT Indonesia, Citra Aditya Bakti,


(22)

B. Perumusan Masalah

Dari sedikit uraian tersebut di atas, penelitian ini membuat tiga permasalahan yang akan dibahas dalam keterlibatan Notaris dalam perkara pidana, yakni :

1. Apa yang menyebabkan Notaris terlibat dalam perkara pidana.

2. Bagaimana prosedur pemeriksaan Notaris yang diduga terlibat dalam perkara pidana.

3. Bagaimana pertanggungjawaban hukum Notaris yang terbukti secara sah dan meyakinkan terlibat dalam perkara pidana.

C. Tujuan Penelitian

Dari tiga permasalahan yang diuraikan di atas, memiliki tujuan yang hendak disampaikan penelitian ini yakni :

1. Untuk mencari tahu apa, bagaimana, dan mengapa Notaris selaku pejabat umum terlibat dalam perkara pidana, dan

2. Untuk mencari tahu tata cara pemeriksaan Notaris yang terlibat dalam perkara pidana.


(23)

3. Untuk mencari tahu apa dan bagaimana pertanggungjawaban Notaris kepada masyarakat, seandainya ianya menjadi terpidana.

D. Manfaat Penelitian

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada masyarakat pembaca yang bergerak dalam profesi hukum khususnya Notaris selaku pejabat umum, untuk dapat bertindak dan bekerja dalam koridor hukum yang berlaku. Karena apapun profesinya, apapun yang ianya kerjakan tidak dapat lepas dari hukum.

Juga sebagai masukkan kepada organisasi Ikatan Notaris Indonesia, untuk selalu menjunjung tinggi pelaksanaan hukum, dan jika salah seorang anggotanya bersalah harus ditindak tegas.

Dan yang terakhir, semoga penelitian ini bermanfaat bagi tim edukasi Kenotariatan untuk tidak selalu menanamkan kepada calon-calon Notaris agar menjadi Notaris yang bertindak berdasarkan kode etik. Namun, mahasiswa juga membutuhkan mental yang beretika dalam hidup, agar rasa percaya dalam masyarkat pengguna jasa notaris tetap ada.


(24)

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran untuk mencari informasi tentang keaslian penelitian yang akan saya lakukan, khususnya di lingkungan Universitas Sumatera Utara, penelitian berjudul “Analisis Hukum Terhadap keterlibatan Notaris Dalam Perkara Pidana”, belum ditemukan judul dan pokok pembahasan dari penelitian yang sama ataupun menyerupai, yang telah dilakukan oleh peneliti lainnya.

Namun, ada penulis lain yang menyinggung persoalan atau membicarakan menyangkut hukum pidana, seperti :

Tesis yang berjudul “Kewenangan Notaris Dalam Status Tersangka Menjalankan Tugas Sebagai Pejabat Umum”, yang diteliti dan dibuat oleh Edy Natasari Sembiring, dengan Nomor Induk Mahasiswa 077011016; dan tesis yang berjudul “Penggunaan Hak Ingkar Notaris pada Perkara Perdata dan Pidana (Studi penelitian di Kota Medan)”, yang diteliti dan dibuat oleh Hamidah, dengan Nomor Induk Mahasiswa 037011130.


(25)

F. Kerangka Teori dan Konsepsional

1. Kerangka teori

Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan perbandingan atau pegangan teoritis dalam penelitian.11

Burhan Ashshofa mengungkapakan suatu teori merupakan serangkaian asumsi, konsep, defenisi dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena social secara sistematis dengan cara merumuskan antara konsep.12

Teori menurut Snelbecker adalah sebagai perangkat proposisi yang terintegrasi secara sintaksis yaitu yang mengikuti aturan tertentu yang dapat diamati dan fungsi sebagai wahana untuk meramalkan dan menjelaskan fenomena yang diamati.13

Notariat di Indonesia dimulai pada saat masuknya usaha dagang VOC ke Hindia Belanda, awal abad XVI, dimana pemerintah Belanda memberi kekuasaan sangat besar pada usaha dagang ini, dan pada masa itu masih

11 M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994, Hal. 80 12 Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 1996, Hal. 19 13 Lexy J Moleong, Metodologi penelitian kualitatif, Remaja Rosdakarya, 1990, Hal. 195


(26)

kalah bersaing dengan Portugis. VOC diberikan hak monopoli untuk mengumpulkan bahan-bahan dagangan seAsia Tenggara.

Di Indonesia usaha dagang VOC berkedudukan di Batavia (sekarang Jakarta). Banyak pedagang Eropah dan Negara-negara lainya datang ke Batavia untuk membeli rempah-rempah dari VOC, dan untuk transaksi perdagangan dibutuhkan alat bukti tertulis, maka oleh pemerintah Hindia Belanda diangkatlah Melchior Kerchem sebagai Notaris pertama di tanah air Indonesia.

Intruksi pertama untuk Notaris keluar tanggal 16 Juni 1625 yang isinya 10 pasal yang diantaranya ialah : Notaris harus diuji, disumpah, tidak bebas dalam menjalankan jabatannya karena adanya jabatan rangkap dengan jabatan pemerintah yakni sebagai panitera pengadilan. Tahun 1632 keluar instruksi dalam bentuk plakat, bahwa Notaris tidak boleh membuat akta jual beli, wasiat kecuali telah mendapat persetujuan dari Gubernur Jenderal dan Pengadilan.

Pada tahun 1751 di Batavia ada lima orang Notaris dengan ketentuan dua orang tinggal di bagian barat kota, dan dua orang tinggal dibagian timur kota, dan satu orang tinggal di luar kota.


(27)

Pada tahun 1822 semua plakat-plakat yang ada, disatukan dalam sebuah peraturan yang disebut “Instructie voor Notarissen in Nederlandsche Hindie”, dituangkan dalam Staatblad 1822 Nomor 11 yang isinya adalah rangkuman pengumuman yang ada di plakat-plakat tersebut yang dirangkum menjadi 34 pasal. Intruksi ini berlaku sampai dikeluarkannya “Het Reglement op het Notaris Ambt in Nederlansche Hindie” atau lebih dikenal dengan “Notaris Reglement” Staatblad 1860 Nomor 3 yang dikenal sekarang sebagai Peraturan Jabatan Notaris (PJN) sebagai pengganti peraturan lama.

Peraturan Jabatan Notaris Stb 1860 No. 3 telah diubah beberapa kali dan terakhir diubah dengan Lembaran Negara 1945 No. 101, dan setelah 144 tahun, Stb 1860 No. 3 dinyatakan tidak berlaku lagi, digantikan dengan Undang-undang jabatan Notaris nomor 30 Tahun 2004.

Untuk mendapatkan hasil kajian sesuai dengan tujuan yang di harapkan maka sebelum dilaksanakan penelitian di lapangan, perlu dianalisis teori-teori yang berkaitan dengan kajian. Teori tersebut dimaksudkan untuk mendasari segala sesuatu yang berkaitan dengan kegiatan pengkajian yang dilakukan, meliputi : pengertian dan tugas pokok Notaris, serta pengertian perkara pidana yang melibatkan Notaris.


(28)

Kata Notaris sendiri berasal dari kata “nota literaria” yaitu tanda tulisan atau karakter yang dipergunakan untuk menuliskan atau menggambarkan ungkapan kalimat yang disampaikan nara sumber. 14 Kata

Notaris juga pernah dipakai khusus untuk para penulis kerajaan yang menuliskan segala sesuatu yang bicarakan kaisar pada rapat-rapat kenegaraan. Notaris yang menjadi penulis kerajaan ini mempunyai kedudukan sebagai pegawai istana.

Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya serta orang yang menjalankan sebagian fungsi publik dari negara, khususnya di bidang hukum perdata.

Notaris adalah salah satu jabatan profesi hukum yang tugasnya melayani masyarakat diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi pembangunan hukum nasional dituntut untuk memiliki moral dan mental yang handal, sehingga Notaris tidak menyalahgunakan wewenang yang ada padanya. Notaris akan dapat menjaga martabatnya sebagai seorang pejabat umum yang ikut melaksanakan kewibawaan pemerintah.

Perjanjian yang dibuat Notaris adalah akta otentik, karena Notaris merupakan pejabat umum yang diangkat oleh negara untuk itu. Notaris adalah profesi yang jabatannya fungsionaris, ditunjuk dan diangkat oleh negara,


(29)

menjalankan jabatan berdasarkan undang-undang, namun tidak digaji oleh negara.

Jabatan Notaris adalah jabatan umum, karena Notaris diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah, Notaris menjalankan tugas Negara, akta yang dibuat, yaitu minuta adalah merupakan dokumen Negara. Jadi tugas utama Notaris yaitu membuat membuat akta-akta autentik guna melayani masyarakat.

Bidang pekerjaan Notaris selain membuat akta otentik, juga melaksanakan antara lain :

1. Bertindak selaku penasehat hukum, terutama yang menyangkut masalah hukum perdata;

2. Mendaftarkan akta-akta/surat-surat di bawah tangan (waarmerking); 3. Melegalisir tanda tangan;

4. Membuat dan mensahkan (waarmerking) salinan/turunan berbagai dokumen;

5. Mengusahakan disahkannya badan-badan, seperti perseroan terbatas dan perkumpulan, agar memperoleh persetujuan/pengesahan sebagai badan hukum dari Menteri;

6. Membuat keterangan hak waris (di bawah tangan); dan

7. Pekerjaan-pekerjaan lain yang bertalian dengan lapangan yuridis dan perpajakan, seperti urusan bea materai dan sebagainya. 15

Prof. AG. Lubbers mengutarakan tentang lingkup kerja Notaris, yakni :

1. Autentik berarti bahwa keaslian (ketulenan) dan ketepatan tulisan itu adalah pasti;

2. Seorang Notaris tidak hanya menangani ketentuan-ketentuan yang termuat dalam jabatan Notaris (mengenai cara membuat dan membentuk


(30)

suatu akta), ia menangani keseluruhan hukum perdata yaitu hukum yang khas mengatur hubungan antara orang-orang sipil;

3. Seorang Notaris harus mendengar lebih lama dari memberi nasehat sependek dan seringkas mungkin. Sebagaimana telah diketahui, para Notaris diangkat oleh penguasa untuk kepentingan masyarakat. Wewenang dari para Notaris diberikan Undang-undang untuk kepentingan masyarakat umum dan bukan kepentingan diri Notaris itu sendiri. Oleh karena itu kewajiban Notaris adalah kewajiban jabatan.16

Pejabat umum adalah pejabat yang diangkat dan diberhentikan oleh kekuasaan umum (pemerintah) dan diberi wewenang serta kewajiban untuk melayani publik dalam hal-hal tertentu, karena itu ia ikut melaksanakan kewibawaan pemerintah.17

Inilah yang membedakan Notaris dengan jabatan lain yang ada dalam masyarakat, walaupun pejabat selain Notaris juga diangkat oleh pemerintah, ataupun mendapat izin dari pemerintah tapi sifat pengangkatan itu hanya merupakan pemberian izin untuk menjalankan sesuatu jabatan, tidak langsung merupakan pengemban jabatan Negara (Dokter, Advocat, Akuntan, dll). Pejabat selain Notaris itu menjalankan pekerjaan bebas, tidak bersumber kepada kekuasaan pemerintah, hanya terikat kepada peraturan-peraturan mengenai jabatan, dan selanjutnya mereka bebas melakukan profesinya,

16 Tan Thong Kie, Buku I Studi Notariat Serba-serbi Praktek Notaris, Ibid, Hal. 175 17 Sutrisno, Diktat Komentar UU Jabatan Notaris Buku I, kalangan sendiri, 2007, Hal. 119


(31)

boleh memilih dimana tempat bekerja, tidak terikat kepada peraturan cuti dan peraturan administrasi yang erat hubungannya dengan pekerjaannya serta tidak ada pemeriksaan rutin atas segala pekerjaan yang telah dilakukannya.

Notaris bukan pegawai negeri, meskipun Notaris diangkat dan diberhentikan pemerintah. Antara pemerintah dan pegawai negeri terjadi hubungan kerja kedinasan, sebaliknya pemerintah dan Notaris tidak ada hubungan kerja kedinasan. Notaris juga bukan pegawai swasta walaupun tidak digaji pemerintah dan hanya bekerja mandiri, Notaris tunduk kepada pasal-pasal dari Undang-undang Jabatan Notaris. Inilah yang membedakan Notaris dari pegawai swasta biasa.

Jabatan Notaris ini tidak ditempatkan di lembaga yudikatif, eksekutif ataupun yudikatif. Notaris diharapkan memiliki posisi netral, sehingga apabila ditempatkan di salah satu dari ketiga badan negara tersebut maka notaris tidak lagi dapat dianggap netral. Dengan posisi netral tersebut, Notaris diharapkan untuk memberikan penyuluhan hukum untuk dan atas tindakan hukum yang dilakukan Notaris atas permintaan kliennya. Dalan hal melakukan tindakan hukum untuk kliennya, Notaris juga tidak boleh memihak kliennya, karena tugas Notaris ialah untuk mencegah terjadinya masalah (anti trial role).


(32)

Dengan demikian profesi Notaris di Indonesia didasari oleh Pasal 1868 Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang berbunyi: “Suatu akta otentik ialah suatu akta di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, yang dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu ditempat dimana akta dibuatnya”. Diterjemahkan kembali dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 Sebagai pengganti Het Reglement op het Notaris Ambt in Nederlandsche Hindie nomor 3 Tahun 1860.

Pasal 1 ayat 1 UUJN

“Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini.”

Pasal 15 ayat 1 UUJN

“Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketentuan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinn dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.”


(33)

Hamidah dalam tulisannya yang berjudul Penggunaan Hak Ingkar Notaris pada Perkara Perdata dan Pidana (studi penlitian di kota Medan), Kewenangan Notaris meliputi beberapa hal, yakni :

1. Notaris berwenang sepanjang menyangkut akta yang dibuatnya;

2. Notaris berwenang sepanjang mengenai orang untuk kepentingan siapa akta itu dibuat;

3. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai waktu pembuatan akta itu dibuat.18

Notaris sebagai pejabat umum diberikan oleh peraturan perundang-undangan kewenangan, kewajiban, larangan, dan tanggung jawab dalam melaksanakan pekerjaanya.

Kewenangan Notaris menurut UUJN (Pasal 15):

1. Membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundangan dan/atau yang dikhendaki oleh yang berkepentingan, untuk dinyatakan dalam akta otentik, menajmin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya sepanjang pembuatan akta tersebut tidak ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.

18 Hamidah, Penggunaan Hak Ingkar Notaris pada Perkara Perdata dan Pidana (studi


(34)

2. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal pembuatan surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus (legalisasi). Legalisasi adalah tindakan mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan yang dibuat sendiri oleh orang perseorangan atau oleh para pihak diatas kertas yang bermaterai cukup yang di tanda tangani di hadapan notaris dan didaftarkan dalam buku khusus yang disediakan oleh Notaris.

3. Membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus (waarmerking).

4. Membuat kopi dari asli surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan.

5. Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya (legalisir).

6. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta. 7. Membuat akta yang berhubungan dengan pertanahan.

8. Membuat akta risalah lelang.

9. Membetulkan kesalahan tulis dan/atau kesalahan ketik yang terdapat pada minuta akta yang telah di tanda tangan, dengan membuat berita acara (BA) dan memberikan catatan tentang hal tersebut pada minuta


(35)

akta asli yang menyebutkan tanggal dan nomor BA pembetulan, dan salinan tersebut dikirimkan ke para pihak (Pasal 51 UUJN).

Kewajiban Notaris menurut UUJN (Pasal 16):

1. Bertindak jujur, seksama, mandiri, tidak berpihak dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum;

2. Membuat akta dalam bentuk minuta akta dan menyimpannya sebagai bagian dari protokol notaris, dan notaris menjamin kebenarannya; Notaris tidak wajib menyimpan minuta akta apabila akta dibuat dalam bentuk akta originali.

3. Mengeluarkan grosse akta, salinan akta dan kutipan akta berdasarkan minuta akta;

4. Wajib memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam UUJN, kecuali ada alasan untuk menolaknya.

5. Yang dimaksud dengan alasan menolaknya adalah alasan: a. Yang membuat notaris berpihak, b. Yang membuat Notaris mendapat keuntungan dari isi akta; c. Notaris memiliki hubungan darah dengan para pihak; d. Akta yang dimintakan para pihak melanggar asusila atau moral.


(36)

6. Merahasiakan segala suatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta sesuai dengan sumpah \ jabatan.

7. Kewajiban merahasiakan yaitu merahasiakan segala suatu yang berhubungan dengan akta dan surat-surat lainnya adalah untuk melindungi kepentingan semua pihak yang terkait.

8. Menjilid akta yang dibuatnya dalam 1 bulan menjadi 1 buku/bundel yang memuat tidak lebih dari 50 akta, dan jika jumlahnya lebih maka dapat dijilid dalam buku lainnya, mencatat jumlah minuta akta, bulan dan tahun pembuatannya pada sampul setiap buku; Hal ini dimaksudkan bahwa dokumen-dokumen resmi bersifat otentik tersebut memerlukan pengamanan baik terhadap aktanya sendiri maupun terhadap isinya untuk mencegah penyalahgunaan secara tidak bertanggung jawab.

9. Membuat daftar dan akta protes terhadap tidak dibayarnya atau tidak diterimanya surat berharga;

10. Membuat daftar akta yang berkenaan dengan wasiat menurut uraian waktu pembuatan akta setiap bulan dan mengirimkan daftar akta yang dimaksud atau daftar akta nihil ke Daftar Pusat Wasiat Departemen Hukum dan HAM paling lambat tanggal 5 tiap bulannya dan melaporkan


(37)

ke Majelis pengawas daerah selambat-lambatnya tanggal 15 tiap bulannya;

11. Mencatat dalam repotrorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada setiap akhir bulan;

12. Mempunyai cap/stempel yang memuat lambang negara republik indonesia dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama, jabatan, dan tempat kedudukan yang bersangkutan;

13. Membacakan akta di hadapan pengahadap dengan dihadiri minimal 2 orang saksi dan ditanda tangani pada saat itu juga oleh para penghadap, notaris dan para saksi;

14. Menerima magang calon Notaris;

Larangan jabatan Notaris menurut UUJN (Pasal 17): Notaris dilarang: 1. Menjalankan jabatan di luar wilayah jabatannya;

2. Meninggalkan wilayah jabatannya lebih dari 7 hari kerja berturut-turut tanpa alasan yang sah;

3. Merangkap sebagai pegawai negeri; 4. Merangkap sebagai pejabat negara; 5. Merangkap sebagai advokat;


(38)

6. Merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai BUMN, BUMD, atau badan usaha swasta;

7. Merangkap sebagai pejabat pembuat akta tanah di luar wialayah jabatan Notaris;

8. Menjadi Notaris pengganti;

9. Melakukan profesi lain yang bertentangan dengan norma agam, kesusilaan atau kepatutan yang dapat mempengaruhi kehoramatan dan martabat jabatan Notaris.

Tugas dan tanggung jawab Notaris adalah membuat akta autentik, baik yang ditentukan peraturan perundang-undangan maupun oleh keinginan orang tertentu dan badan hukum yang memerlukannya.19

Di dalam menjalankan tugasnya Notaris harus berpegang teguh dan menjunjung tinggi martabat profesinya sebagai jabatan kepercayaan dan terhormat. Sebagai pejabat umum yang terpercaya, akta-aktanya harus menjadi alat bukti yang kuat apabila terjadi sengketa hukum di pengadilan.

Dengan demikian teori yang digunakan dalam penelitian ini, merujuk kepada teori hukum Sosiologis. Menurut Roscoe Pound teori ini merupakan suatu kajian yang berkarakter khas tertib hukum, yaitu merupakan suatu

19 Supriadi, Etika & Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta,


(39)

aspek ilmu hukum yang sebenarnya, memandang hukum sebagai suatu alat pengendalian sosial.20 Keterlibatan Notaris dalam perkara pidana tidak akan

lepas dari seperangkat peraturan perundang-undangan hukum pidana yang berlaku dan Undang-undang Jabatan Notaris, karena Notaris adalah bagian dari masyarakat sosial itu sendiri.

2. Kerangka Konsepsional

Menurut kamus Bahasa Indonesia konsepsi adalah pendapat atau pangkal pendapat, pengertian pendapat; rancangan : cita-cita, dan sebagainya yang telah ada dalam pikiran.

Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Peranan konsepsi dalam penelitian ini untuk menghubungkan teori dan observasi, antar abstrak dan kenyataan. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus dan disebut defenisi operasional.21

Dalam kerangka konsepsional diungkapkan beberapa konsepsi atau pengertian yang akan dipergunakan sebagai dasar penelitian hukum, guna menghidari perbedaan penafsiran dari istilah yang dipakai, selain itu juga dipergunakan sebagai pegangan dalam proses penelitian ini.22

20 Achmad Ali., Menguak Teori Hukum dan Teori Peradilan, Kencana, Jakarta, 2009, Hal.

103

21 Samadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1998, Hal. 3 22 Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum,Op. Cit., Hal. 28


(40)

Oleh karena itu untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini harus didefenisikan beberapa konsep dasar, agar secara operasional diperoleh hasil dalam penelitian ini yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan yaitu :

1. Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini (Pasal 1 butir UUJN).

2. Perkara pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaan (sanksi) berupa pidana tertentu, bagi barangsiapa melanggar larangan tersebut.23

3. Majelis Pengawas adalah suatu badan yang mempunyai kewenangan dan kewajiban untuk melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap Notaris (Pasal 1 butir 6 UUJN).

4. Ikatan Notaris Indonesia disingkat ini adalah perkumpulan / organisasi bagi para Notaris, merupakan satu-satunya wadah pemersatu bagi semua dan setiap orang yang memangku dan menjalankan tugas jabatan sebagai pejabat umum di Indonesia.24

23 Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 2000, Hal. 54

24 Gunardi & Markus Gunawan, Himpunan Peraturan tentang Kenotariatan, Jakarta, 2007,


(41)

5. Kode Etik Notaris adalah seluruh kaidah moral yang ditentukan oleh perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia yang berlaku bagi serta wajib ditaati oleh setiap dan semua anggota, dan semua orang yang menjalankan tugas jabatan sebagai Notaris, termasuk di dalamnya pada Pejabat Sementara Notaris, Notaris Pengganti, dan Notaris Pengganti Khusus.25

6. Akta Notaris adalah akta otentik yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam undang-undang ini (Pasal 1 butir 7 UUJN)

7. Tindak pidana Notaris adalah kejahatan yang dilakukan Notaris secara sengaja maupun tidak sengaja dalam lingkup pekerjaannya.26

Dengan demikian konsepsi dalam penelitian ini yakni : keterlibatan Notaris dalam peristiwa pidana sudah tidak asing lagi terdengar ditelinga kita. Keterlibatan Notaris, baik sebagai saksi, tersangka, terdakwa, dan sebagai tergugat telah mencerminkan kurang hati-hatinya Notaris dalam membuat akta atau menjalankan tugasnya selaku pejabat umum karena adanya kesengajaan dan kelalaian dari Notaris itu sendiri.

25 Gunardi & Markus Gunawan, Himpunan Peraturan tentang Kenotariatan,Ibid. 26 Tjong, Deddy Iskandar, Wawancara, tanggal 04 Januari 2010


(42)

G. Metode Penelitian

1. Sifat penelitian

Sesuai dengan tujuannya, penelitian ini bersifat deskriptif-analitis, yaitu untuk menggambarkan, menganalisa, menelaah, dan menjelaskan secara analisis berkaitan dengan permasalahan yang dikemukakan.27

Penelitian ini mendeskriptifkan, sejauh mana peraturan perundang-undangan mengatur Notaris selaku pejabat umum, berguna sebagai rambu bagi para notaris dalam menjalankan jabatannya.

Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif yang mengutamakan tinjauan dari segi peraturan hukum yang berlaku serta data-data maupun dokumen-dokumen yang mempunyai kaitan dengan permasalahan dalam penelitian ini.

2. Alat pengumpulan data

Alat yang digunakan dalam pengumpulan data penelitian ini hanya melakukan :

27 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1997,


(43)

1. Studi dokumen, yaitu mempelajari dan memahami bahan pustaka yang berkaitan dengan objek penelitian. Studi pustaka ini tersedia, baik si kepustakaan, perkumpulan, organisasi, instansi, dan juga yang ada di masyarakat namun sifatnya tertulis.

2. Pedoman wawancara langsung melalui narasumber yang dapat dipercaya. Wawancara dilakukan dengan para responden yang dianggap tahu dan memahami serta mendukung pokok permasalahan dalam penelitian ini.

3. Analisis data

Penelitian ini dimulai dengan dilakukannya pemeriksaan terhadap data yang terkumpul. Data primer (undang-undang) dan sekunder (buku-buku dan tulisan), juga yang berasal dari narasumber, diperoleh akan dianalisis dengan metode kualitatif sehingga dapat ditarik kesimpulan dengan cara deduktif-induktif dan diharapkan dapat menjawab permasalahan dalam penelitian ini.

Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, setelah dibaca, dipelajari, ditelaah, maka langkah berikutnya adalah mengadakan reduksi data yang dilakukan dengan jalan membuat abstraksi.28 Langkah selanjutnya adalah menyusun rangkuman

dalam abstraksi tersebut dalam satuan-satuan, yang mana satuan-satuan ini

28 Lexy J. Moleong, MA., Metodologi Penelitian Kualitatif, PT. Remaja Rosdakarya,


(44)

kemudian dikategorisasikan. Data yang telah dikategorisasikan, kemudian ditafsirkan dengan cara mengolah hasil sementara menjadi teori, substantif. Tahap terakhir, penarikan kesimpulan dilakukan dengan menggunakan logika berpikir induktif dan deduktif.


(45)

BAB II

KETERLIBATAN NOTARIS SELAKU PEJABAT UMUM DALAM PERKARA PIDANA

A. Terjadinya Perkara Pidana

Perkara pidana atau disebut juga peristiwa pidana adalah sebagai terjemahan dari istilah bahasa Belanda “Strafbaar feit29atau “delict30”. Menurut KUHPidana

yang berlaku di Indonesia, perkara pidana itu termasuk ke dalam “misdrijf’

(kejahatan) dan “overtreding” (pelanggaran).

Perbuatan yang bertentangan dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat merupakan kelakuan yang menyimpang (abnormal)31. Tingkah laku yang

menyimpang itu sangat erat hubungannya dengan kejiwaan individu, dimana kehidupannya hidup dalam suatu kehidupan kemasyarakatan.

29 Simons sebagaimana dikutip oleh Moeljatno menerangkan bahwa strafbaar feit adalah

kelakuan (handeling) yang diancam dengan pidana, yang bersifat melawan hukum, yang berhubungan dengan kesalahan dan yang dilakukan oleh orang yang mampu bertanggungjawab. sedangkan Van Hamel merumuskan strafbaar feit adalah kelakuan orang (menslijke gedraging) yang dirumuskan dalam wet, yang bersifat melawan hukum, yang patut dipidana (straf waardig) dan dilakuklan dengan kesalahan. (Moeljatno, 2000, Azas-Azas Hukum Pidana, cetakan ke enam, PT Rineka Cipta, Jakarta), (blogmhariyanto.blogspot.com), tanggal 09 Januari 2010

30 Delict dalam hukum Romawi, sebuah kewajiban untuk membayar denda karena kesalahan

telah dilakukan. Tidak sampai ke-2 dan ke-3 Masehi adalah kejahatan publik dipisahkan dari kejahatan pribadi dan dipindahkan ke pengadilan pidana; dari waktu itu, tindakan sipil tetap menjadi obat untuk pelanggaran pribadi. Dalam penggunaan modern di negara-negara hukum mereka yang berasal dari Romawi, hal melanggar peraturan berarti yang salah dalam aspek sipil, sesuai dengan gugatan dalam hukum Anglo-Amerika., (dictionary.reference.com), tanggal 09 Januari 2010


(46)

Tidak ada suatu perbuatan yang tidak mempunyai sebab. Dimana ada asap, disitu ada api, tanpa mempelajari sebab terjadinya kejahatan akan terasa sulit untuk mengerti mengapa suatu kejahatan telah terjadi, dan apalagi untuk menentukan tindakan apakah yang tepat dalam menghadapi pelaku kejahatan.

W.A. Bonger membagi aliran-aliran tentang sebab-sebab kejahatan, sebagai berikut :

1. Aliran Klasik, beranggapan bahwa tingkah laku manusia ditentukan oleh kebahagiaan dan kesengsaraan atau penderitaan.

2. Aliran Kartografis, beranggapan bahwa struktur kebudayaan manusia adalah unsur yang menentukan tingkah laku manusia.

3. Aliran Sosialis, beranggapan bahwa kondisi ekonomi mempunyai pengaruh terhadap kejahatan. Namun harus diperhatikan ahwa kondisi ekonoi itu hanya merupakan seagian dari sejumlah faktor-faktor lain yang juga memberi perangsang dan dorongan ke arah kriminalitas.

4. Aliran Tipologis, beranggapan bahwa tingkah laku manusia merupakan faktor yang tidak dapat dipisahkan dari kejahatan karena merupakan bakat tertentu yang dibawa sejak lahir.

5. Aliran Sosiologis, beranggapan bahwa kejahatan timbul dari lingkungan sekitar “that criminal behavior results form the same process as other social behavior”32

Sebagaimana sebab-sebab kejahatan yang dikemukakan oleh sarjana tersebut di atas, maka secara garis besar, pembeda dari sebab terjadinya perkara pidana yakni :

1. Yang menitikberatkan bahwa lingkungan sosial sebagai unsur yang mendorong terwujudnya perkara pidana;

32 Gerson W Bawengan., Pengantar Psikologi Kriminil, Pradnya Paramita, Jakarta, Hal.


(47)

2. Yang menitikberatkan bahwa prilaku pribadi seseorang yang dapat menghasilkan perkara pidana.

B. Keterlibatan Notaris selaku Pejabat Umum Dalam Perkara Pidana

Ruang lingkup pelaksanaan jabatan Notaris yaitu membuat alat bukti yang diinginkan oleh para pihak untuk suatu tindakan hukum tertentu, dan alat bukti tersebut berada dalam tataran hukum perdata, bahwa Notaris membuat akta karena permintaan dari para penghadap, dan tanpa ada permintaan dari penghadap, Notaris tidak akan membuat akta apapun, dan Notaris membuat akta yang dimaksud berdasarkan alat bukti, keterangan dan pernyataan para penghadap.33 Notaris juga

memberikan nasihat hukum kepada penghadap menyangkut persoalan-persoalan yang akan dituangkan dalam akta nantinya.34 Apapun yang akan dituangkan

nantinya merupakan kehendak dari para pihak yang datang menghadap dan bukan berasal dari keinginan dari Notaris secara pribadi yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Hal tersebut di atas juga terdapat dalam Pasal 16 ayat 1 huruf d UUJN yakni : “Memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang ini, kecuali ada alasan untuk menolaknya.”

33 Roosmidar, Notaris, Wawancara, tanggal 06 Januari 2010


(48)

Pasal 16 ayat 1 huruf d UUJN mengandung arti, seorang Notaris tidak boleh menolak untuk memberikan bantuan apabila hal itu diminta kepadanya oleh orang yang membutuhkan jasa Notaris, kecuali dalam hal terdapat alasan yang berdasar untuk itu.35

Notaris dapat menolak memberikan bantuannya yaitu apabila :

1. Notaris sakit atau berhalangan, karena sudah ada janji terlebih dahulu dengan pihak lain;

2. Penghadap tidak dikenal oleh Notaris, identitasnya tidak ada, dan Notaris merasa ragu-ragu terhadap akibat pembuatan akta tersebut;

3. Notaris tidak dapat memahami keterangan penghadap yang akan dituangkan ke dalam akta;

4. Kehendak para pihak bertentangan dengan UU, ketertiban umum dan kesusilaan;

5. Permintaan bantuannya itu ada kaitannya dengan Pasal 52 dan Pasal 53 UUJN, yaitu Notaris ada hubungan keluarga dekat dengan para penghadap, atau akta yang akan dibuat itu ada kaitannya dengan suatu keuntungan kepada Notaris atau saksi atau keluarga mereka.36

Pasal 52 ayat 1 UUJN

“Notaris tidak diperkenankan membuat akta untuk diri sendiri, isteri/suami, atau orang lain yang mempunyai hubungan kekeluargaan dengan Notaris baik karena perkawinan maupun hubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah dan/atau ke atas tanpa pembatasan derajat, serta dalam garis

35 Yanti Sulaiman Sihotang,. Notaris/PPAT, Wawncara, tanggal 05 Januari 2010 36 Sutrisno, Diktat Komentar UU Jabatan Notaris Buku I, Op. Cit, Hal. 452


(49)

kesamping sampai dengan derat ketiga, serta menjadi pihak untuk diri sendiri, maupun dalam suatu kedudukan ataupun dengan perantaraan kuasa.”

Pasal 53 UUJN

“Akta Notaris tidak boleh memuat penetapan atau ketentuan yang memberikan sesuatu hak dan/atau keuntungan bagi :

a. Notaris, isteri atau suami Notaris; b. Saksi, isteri atau suami saksi; atau,

c. Orang yang mempunyai hubungan kekeluargaan dengan Notaris atau saksi, baik hubungan darah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah tanpa pembatasan derajat maupun hubungan perkawinan sampai dengan derajat ketiga.”

Dalam pelaksanaan di lapangan kenyataannya ada diketemukan akta Notaris yang dipersalahkan oleh para pihak penghadap atau pihak-pihak yang merasa dirugikan akibat dikeluarkannya akta Notaris tersebut. Apakah ada unsur kesengajaan (culpa) atau kelalaian (alpa), sehingga Notaris diperiksa oleh penyidik Kepolisian karena telah melakukan turut serta atau membantu melakukan perkara pidana dengan cara membuat keterangan palsu dalam akta yang dibuat atau segala perbuatan yang masih dalam lingkup pekerjaan Notaris.


(50)

B.1. Kesengajaan

Tidak ada keterangan yang jelas mengenai arti kesengajaan dalam KUHPidana di Indonesia. KUHPidana Swiss, dalam Pasal 18 tegas ditentukan “Barang siapa melakukan perbuatan dengan mengetahui dan menghendakinya, maka dia melakukan perbuatan itu dengan sengaja”.37

Kesengajaan dalam M.v.T (Memorie van Toelichting38) “Pidana pada

umumnya hendaknya dijatuhkan hanya pada barangsiapa melakukan perbuatan yang dilarang, dengan dikehendaki dan diketaui”.39

Seseorang yang berbuat dengan sengaja itu, harus dikehendaki apa yang diperbuat dan harus diketahui pula atas apa yang diperbuat. Tidak termasuk perbuatan dengan sengaja adalah suatu gerakan yang ditimbulkan oleh reflek, gerakan tangkisan yang tidak dikendalikan oleh kesadaran.40

Dalam kehidupan sehari-hari memang seseorang yang hendak membunuh orang lain, lalu menembakkan pistol dan pelurunya meletus ke arah sasaran, maka perbuatan menembak itu dikehendaki oleh si pembuat, akan tetapi akibatnya belum

37

Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 2000, Hal. 171

38

Memorie van Toelichting (Memori Penjelasan) ini adalah penjelasan atas rencana Undang-undang pidana, yang diserahkan oleh Menteri Kehakiman (Belanda) bersama dengan Rencana Undang-undang itu kepada Tweede Kamer (Parlemen) Belanda. Nama KUHP ini adalah sebutan lain dari W.v.S untuk Hindia Belanda (lihat pasal VI UU No. 1 Tahun 1946 yo. UU No. 73 Tahun 1958). Hukum Pidana, nennysitohang.wordpress.com/2008/10/13/hukum-pidana, tanggal 09 Januari 2010

39

Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 2000, Hal. 171

40

Yuli Dian Fisnanto, Kesalahan dalam Bentuk Kesengajaan dan Kealpaan, dan Pembagian Bentuk-Bentuk Lainnya, wawasanhukum.blogspot.com/2007/06/kesalahan-dalam-bentuk-kesengajaan-dan.html, tanggal 09 Januari 2010


(51)

tentu timbul karena meleset pelurunya, yang oleh karena itu si pembuat bukannya menghendaki akibatnya melainkan hanya dapat membayangkan/menyangka (voorstellen) bahwa akibat perbuatannya itu akan timbul. Akibat mati seperti itu tidak tergantung pada kehendak manusia, dan oleh Prof. Moeljanto,S.H bahwa kehendak dengan sendirinya diliputi pengetahuan.41 Dimana seseorang untuk

menghendaki sesuatu lebih dahulu sudah harus mempunyai pengetahuan tentang sesuatu itu, lagi pula kehendak merupakan arah, maksud atau tujuan, hal mana berhubungan dengan motif (alasan pendorong untuk berbuat) dan tujuan perbuatannya.

Istilah yang digunakan dalam KUHPidana untuk kesengajaan adalah : 1. Dengan sengaja (Pasal 263 KUHPidana)

2. Mengetahui ada (Pasal 164 KUHPidana)

3. Dengan maksud (Pasal 378 KUHPidana)

4. Yang diketahuinya (Pasal 282 KUHPidana)

5. Dengan jalan menipu (Pasal 397 KUHPidana)42

41 Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 2000, Hal. 173

42 Berlin Nainggolan, Kuliah Hukum Pidana I, Tanggal 04 Nopember Tahun 1999, Fakultas


(52)

Kesengajaan seseorang dapat dibedakan dalam 3 (tiga) bentuk sikap bathin yang menunjukkan tingkatan atau bentuk dari kesengajaan itu, yaitu :

a. Kesengajaan sebagai maksud (Opzet als Oogmerk).

Kesengajaan merupakan kesengajaan yang biasa dan sederhana. Perbuatan pelaku bertujuan untuk menimbulkan suatu akibat yang dilarang, jadi kalau akibat ini tidak ada, maka ia tidak akan berbuat demikian. Jadi ia menghendaki perbuatannya serta akibatnya.43

Contoh : si A menghendaki kematian si C oleh sebab itu ia mengarahkan pistolnya kepada si C, selanjutnya ia menembak mati si C, dan akibat perbuatan itu adalah kematian si C, yang dikehendaki si A.

b. Kesengajaan secara keinsyafan kepastian (Opzet by zakerlijkheid Bewustzijn)

Kemauan untuk melakukan atau tidak melakukan perbuatan yang dilarang dalam hal ini kesengajaan mempunyai 2 (dua) akibat yaitu :

- Akibat yang memang dituju si pelaku dapat merupakan delik tersendiri atau tidak.

- Akibat yang tidak diinginkan tetapi merupakan suatu keharusan untuk


(53)

mencapai tujuan dalam akibat yang memang di tuju si pelaku.44

Contoh : Si A akan meledakkan Kapal Laut miliknya untuk memperoleh ganti rugi dari Asuransi, dengan menempatkan satu peti dinamit yang telah diatur kapan meledaknya (pada saat perjalanan). Pada saat peti yang berisi dinamit akan dimuat ke Kapal Laut, peti terjatuh dan meledak, serta mengakibatkan kematian puluhan orang dan luka-luka. Akibat kematian dan luka-luka awak kapal bukan merupakan tujuan dari si A, tetapi akibat ini pasti terjadi apabila peti itu meledak.

c. Kesengajaan dengan sadar atau keinsyafan kemungkinan (Voorwaardelijk Opzet).

Terdapat suatu keadaan tertentu yang semula mungkin terjadi kemudian ternyata benar-benar terjadi.45

Contoh : si A hendak membalas dendam terhadap si B yang bertempat tinggal di luar kota. Si A mengirimkan kue tart yang beracun dengan maksud membunuh si B, si A tahu bahwa ada kemungkinan isteri, anak si B yang tidak berdosa akan turut

44 Berlin Nainggolan, Ibid 45 Berlin Nainggolan, Ibid


(54)

serta makan kue tart tersebut dan meninggal dunia, meskipun si A tahu akan akibat hal itu namun ia tetap mengirim kue tersebut, oleh karena itu kesengajaan dianggap tertuju pada matinya isteri dan anak si B. dalam bathin si A kematian tersebut tidak menjadi persoalan baginya, jadi dalam hal ini ada kesengajaan sebagai tujuan matinya si B dan kesengajaan dengan sadar kemungkinan terhadap kematian isteri si B.

Kesengajaan (dolus) yang melibatkan Notaris dalam perkara pidana, baik sebagai tersangka, terdakwa dan terpidana adalah bentuk kesengajaan dengan maksud. Dan merupakan perbuatan yang tidak dibenarkan, dan ini juga telah melanggar UUJN dan kode etik Notaris yakni melanggar sumpah jabatan sebagaimana termaktub dalam UUJN Pasal 4 angka 2 dan Kode Etik Notaris Pasal 3 angka 4 yakni : Bertindak jujur, mandiri, tidak berpihak, penuh rasa tanggung jawab, dan bekerja berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

B.2. Kelalaian

Sering juga disebut kurang hati-hati, alpa, tidak sengaja. Di dalam undang-undang tidak ditentukan apa arti kesalahan ini, suatu tindak pidana itu tidak selalu terjadi karena kesengajaan, tetapi dapat pula disebabkan karena kelalaian atau kurang


(55)

hati-hati. Dalam Ilmu Pengetahuan Hukum Pidana, cirri-ciri kealpaan itu adalah : 1. Melakukan suatu tindakan dengan kurang kewaspadaan yang

diperlukan/kurang hati-hati

2. Si pelaku dapat memperkirakan akibat yang terjadi tetapi merasa dapat mencegahnya

Menurut M.v.T (Memorie van Toelichting) kealpaan pada diri si pelaku terdapat : 1. Kekurangan pikiran yang diperlukan atau akal;

2. Kekurangan pengetahuan yang diperlukan atau tidak mempunyai ilmu;

3. Kekurangan kebijaksanaan yang diperlukan.

Istilah-istilah kelalaian dalam KUHPidana untuk kelalaian adalah : 1. Karena salahnya (Pasal 188 KUHPidana)

2. Kealpaan (Pasal 231 KUHPidana)

3. Harus dapat menduga atau dapat menyangka (Pasal 287 KUHPidana)

4. Ada alasan kuat untuk menduga (Pasal 282 KUHPidana) 46

46 Berlin Nainggolan, Kuliah Hukum Pidana I, Tanggal 04 Nopember Tahun 1999, Fakultas


(56)

Dibandingkan dengan kesengajaan, kejahatan ini lebih ringan sifatnya, hal ini dapat kita lihat dari ancaman hukuman untuk delik kelalaian. Kelalaian dipidana penjara maksimal 1 tahun kurungan, dan minimal 1 hari. Hanya dalam delik tertentu saja ancaman hukuman penjara maksimal 5 tahun, misalnya Pasal 359, 360 KUHPidana.

Ada dua faktor Notaris terlibat dalam peristiwa hukum yakni : Faktor Internal yakni yang berasal dari notaris sendiri, baik sadar ataupun tidak sadar, contoh : “Ada notaris yang sedang mengikuti Rapat Umum Pemegang Saham Perseroan Terbatas, rapat belum selesai notaris mendapat panggilan dari orang terdekatnya yang mengabari bahwa anaknya jatuh sakit, mendengar hal itu Notaris meninggalkan rapat tanpa meminta skorsing. Padahal dalam rapat itu masih ada empat agenda yang belum dibicarakan dan notaris harus menyaksikan langsung semua urutan peristiwa RUPS dari awal sampai akhir tanpa meninggalkan tempat kecuali meminta skorsing”. Inilah salah satu kecerobohan notaris. Dan hal ini dapat menimpa siapa saja, tidak peduli notaris senior mapun yang junior, dan notaris rawan terkena jerat hukum karena tidak mematuhi prosedur, tidak menjalankan etika profesi dan sebagainya.

Notaris juga dihadapkan pada masalah beredarnya surat identitas palsu seperti KTP, Surat Keterangan Keluarga, Sertipikat, Perjanjian Jual Beli, dan lain sebagainya. Padahal dokumen tersebut mengandung konsekuensi hukum begi pemiliknya. Notaris mengacu pada dokumen-dokumen ini dalam melakukan pelayanannya sebagai pejabat umum yang ditunjuk mewakili Negara dengan membuat akta otentik. Kalau dokumen palsu berarti akta dan pengikatan yang dibuat juga palsu dan batal demi hukum. Inilah faktor yang datang di luar kemauan notaris sendiri.47

Akibat hukum di atas berasal dari kelalaian Notaris sendiri yang telah meninggalkan RUPS tanpa skorsing akibat anaknya yang sakit, karena tidak mengingat perannya sebagai Notaris yang memiliki aturan-aturan yang mengikuti jabatannya selaku pembuat akta otentik. Pembuatan akta Berita Acara Rapat RUPS,

47 Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia, Jati Diri Notaris Indonesia, Gramedia Pustaka,


(57)

ada memuat waktu mulai rapat dan kapan selesainya rapat, dengan demikian dari awal hingga akhir rapat, Notaris harus tetap hadir.48 Namun terhadap pemalsuan

dokumen yang dibawa penghadap apakah dapat dikategorikan sebagai kelalaian jika Notaris mengetahuinya, maka hal ini dibutuhkan penyelidikan mendalam oleh aparatur kepolisian.

Akta ini dibuat atas kehendak pihak-pihak. Jadi umpamanya yang menghadap itu orang yang masih di bawah umur yakni 15 tahun. Tetapi waktu menghadap kepada notaris mengaku berumur 22 tahun, dan membawa keterangan dari lurah memang umurnya 22 tahun. Anak itu menjual rumahnya, akta dibuat. Baru kemudian diketahui, bahwa anak itu beumur 15 tahun. Akta itu otentik, apa yang dikatakan dalam akta itu benar tetapi yang melakukan perbuatan hukum belum cakap. Dan oleh pengadilan akta ini dapat dibatalkan.49

Jika Notaris dalam persidangan dapat membuktikan bahwa akibat yang telah mengakibatkan kerugian dari salah satu penghadap berasal dari bukan dari Notaris, dan Notaris tidak pernah mengetahui atau menduga niat tidak baik dari para penghadap. Dalam hal ini Notaris tidak memiliki unsur sengaja atau kelalaian.

Kesengajaan dan kealpaan merupakan bentuk kesalahan yang dapat dipidana menurut ketentuan yang berlaku. Kesengajaan dan kealpaan dapat timbul akibat pengaruh yang berasal dari diri sendiri maupun dari lingkungan sekitar pelaku

48 Roosmidar,. Notaris/PPAT, Wawncara, tanggal 22 Maret 2010 49 A. Kohar, Notaris Berkomunikasi, Alumni, Bandung, 1984, Hal.20-21


(58)

(dader)50. Di bawah ini akan diuraikan beberapa faktor penyebab seseorang terlibat

perkara pidana.

1. Kondisi fisik

Kondisi fisik seseorang berhubungan erat dengan perawatan kesehatan yang baik, ditandai kebugaran jasmani yang memuaskan, jauh dari sakit yang berkepanjangan yang mengganggu kehidupan sehari-hari.51 Kondisi

fisik berpengaruh secara timbal balik dengan kondisi psikis, perasaan sakit-sakitan, lemah lemas, tidak ada gairah untuk melakukan atau mengerjakan sesuatu, keluhan yang berpindah-pindah yang seringkali dari segi fisik tidak apa-apa, tetapi terpengaruh oleh kondisi kejiwaan.52

Selain itu pemakaian tenaga berlebihan dan tanpa dibarengi dengan kualitas makan yang baik, istirahat yang cukup, akan berpengaruh besar terhadap kondisi fisik. Lingkungan sekitar, masalah perumahan dapat juga mempengaruhi kondisi fisik seseorang.53

Kondisi fisik seorang Notaris juga tidak lepas dari kehidupan sehari-hari Notaris itu sendiri, dan keadaan fisik Notaris yang tidak sehat

50 Setiawan Siregar,. Dosen Hukum Pidana Universitas Sumatera Utara, Wawancara, tanggal

30 Januari 2010

51 Edi Yunara., Advocat,. Wawncara, tanggal 30 Januari 2010

52

Gerson W Bawengan, Pengantar Psikologi Kriminil, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, 1991, Hal. 41-51

53


(59)

dapat mempengaruhi aktivitas Notaris dalam membuat akta autentik. Apakah para penghadap dapat mengetahui keadaan fisik Notaris dalam keadaan sehat atau tidak, karena dalam perakteknya seorang Notaris tidak pernah menyatakan dirinya dihadapan para penghadap bahwa ia dalam keadaan tidak sehat, tetapi sebaliknya Notaris selalu menanyakan keadaan para penghadap.

Keadaan fisik Notaris, baik sadar atau tidak hanya Notaris sendiri yang tahu. Apakah Notaris yang selama 6 (enam) bulan belum pernah menerima orderan, mau menolak membuat akta autentik dan saat yang bersamaan keadaan Notaris sendiri dalam keadaan tidak sehat. Hal seperti ini dapat menimpa siapa saja, baik Notaris yang baru dilantik, juga Notaris yang telah lama menjalani profesinya.

2. Kondisi Mental/kejiwaan

Alam pikiran, emosi dan kondisi kejiwaan seseorang adalah penggerak atau dasar dalam bertingkah laku, berinteraksi dengan orang lain, berkarya dan berpengaruh terhadap perasaan bahagia atau tidak bahagia. Kondisi mental/psikis ini ditandai oleh rasa puas, bahagia dalam kehidupan sehari-hari.54


(60)

Kepuasan dalam kehidupan pribadi ini berhubungan pula dengan gambaran kepribadian secara umum yang matang dengan segi-segi karakterologis yang cukup berkembang dan terpadu. Kematangan kepribadian menjamin dirinya mampu untuk menghadapi dan mengatasi hambatan-hambatan kepribadian dalam bermasyarakat.55 Kualitas

kepribadian yang baik, dengan pandangan dan tujuan hidup yang matang, akan jauh dari sumber ketegangan, sumber frustasi dan mampu menerima dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

Setiap orang yang datang menghadap kehadapan Notaris, tidaklah pernah tahu mengenai kejiwaan dari Notaris itu, apakah rohaninya dalam keadaan sehat atau tidak, karena pasti setiap orang beranggapan bahwa semua Notaris adalah seorang sarjana yang dapat dipercaya dan mampu dapat mengatasi persoalan hukum yang sedang dihadapinya.

Dalam dunia ilmu kejiwaan ada dikenal dengan Mythomania56

55 Bambang Nurdiansyah,. Advocat, Wawancara, 09 Januari 2010

56 istilah ini pertama kali diperkenalkan pada thn 1905 oleh seorang psikiater bernama

ferdinand dupré. mythomania adalah kecenderungan berbohong yang dimaksudkan bukan untuk menipu/mengelabuhi orang lain, tetapi justru untuk membantu dirinya sendiri mempercayai/meyakini kebohongannya sendiri. berbeda dengan seorang pembohong biasa yang sadar bahwa ia tengah berbohong dan mampu membedakan antara kenyataan dan bukan kenyataan, seorang mythomaniac tdk sepenuhnya menyadari bahwa ia sedang berbohong. ia tidak mampu membedakan antara 'kenyataan' yg berasal dari imaginasinya dan kenyataan yang sebenarnya. kebohongan-kebohongan yang dilakukan olehnya cenderung 'di luar ' kesadaran, yang artinya adalah dia tidak tahu/tidak sadar bhw orang lain akan merasa terganggu dengan kebohongannya, karena yang terpenting baginya adalah dirinya mendapat pengakuan oleh sekelilingnya, pengakuan terhadap 'kenyataan' yang ingin ia wujudkan demi melarikan dirinya dari kenyataan sebenarnya yang tidak mau ia terima, dengan tanpa rasa menderita. (initea.multiply.com), tanggal 09 Januari 2010


(61)

(orang yang suka berkata yang tidak sebenarnya) dan Kleptomania57

(orang yang suka menyembunyikan sesuatu barang). Dalam hidup bermasyarakat, apakah tahu jika seseorang mengalami kelainan seperti

mythomania dan kleptomania tersebut di atas, begitu juga dengan pejabat yang melantik Notaris.

Jikalau dikemudian hari Notaris dapat dibuktikan memiliki kelainan jiwa oleh Ahli Psikolologi yang dapat mengganggu efektifitas dalam menjalankan jabatannya selaku Notaris, Ikatan Notaris Indonesia harus dapat menyarankan kepada Notaris untuk melakukan konseling kepada ahli kejiwaan dan menyarankan untuk mengambil cuti.

3. Kondisi sosio-ekonomi dan budaya

Setiap orang mencapai usia dewasa selayaknya punya status dan biasa memperlihatkan peranannya secara wajar. Ditandai oleh adanya jabatan, pangkat, pekerjaan yang mungkin dapat memenuhi kebutuhan dasar dan minimal sebagai anggota masyarakat atau sebagai kepala keluarga.

57 Kleptomania (bahasa Yunani: κλέπτειν, kleptein, "mencuri", μανία, "mania") adalah

penyakit jiwa yang membuat penderitanya tidak bisa menahan diri untuk mencuri. Benda-benda yang dicuri oleh penderita kleptomania umumnya adalah barang-barang yang tidak berharga, seperti mencuri gula, permen, sisir, atau barang-barang lainnya. Sang penderita biasanya merasakan rasa tegang subjektif sebelum mencuri dan merasakan kelegaan atau kenikmatan setelah mereka melakukan tindakan mencuri tersebut. Tindakan ini harus dibedakan dari tindakan mencuri biasa yang biasanya didorong oleh motivasi keuntungan dan telah direncanakan sebelumnya. (id.wikipedia.org), tanggal 09 Januari 2010


(62)

Lingkungan sosial, lingkungan pergaulan dengan berbagai kewajiban dan tuntutan, seringkali menjadi sumber ketegangan yang menekan.58 Dalam

hal ini bisa terjadi suasana konflik, suasana bimbang untuk menentukan sikap. Mengikuti dalam arti menyesuaikan diri dengan lingkungan tidak mungkin misalnya karena menyangkut materi atau keuangan.59

Sebaliknya kalau tidak mengikuti juga salah, karena bisa menimbulkan perasaan tersisih atau benar-benar disisihkan oleh lingkungannya. Keadaan serba tidak pasti malah menimbulkan ketegangan-ketegangan tersendiri dan menyebabkan sering melakukan kesalahan-kesalahan dan selanjutnya kekecewaan. Kegagalan untuk mengikuti atau mengimbangi lingkungan sosial bisa menimbulkan reaksi-reaksi frustasi pada pribadi yang mengalami selanjutnya berpengaruh terhadap orang-orang yang ada disekitarnya juga terhadap aktivitasnya sehari-hari.60

Kondisi keluarga dan masyarakat dipengaruhi oleh faktor budaya, baik yang bersifat materil maupun non-materil yang seringkali menimbulkan ketidakseimbangan.61 Kemajuan dan modernisasi teknologi

membawa dampak tersendiri dalam kehidupan keluarga dan dengan

58

Chainur Arrasjid, Suatu Pemikiran Tentang Psikologi Kriminil, Kelompok Studi Hukum dan Masyarakat Fakultas Hukum USU, Medan, 1998, Hal. 41-44

59 Chainur Arrasjid, Suatu Pemikiran Tentang Psikologi Kriminil, Ibid.

60 Onny Medeline., Dosen Universitas Panca Budi Medan, Wawancara, tanggal 23 Januari

2010.


(1)

Kepolisian yang memeriksa tersangka SS dari pukul 21.00 sampai dengan 06.00 WIB merupakan tindakan penekanan terhadap kondisi jiwa da jasmani tersangka, dan ini tidak dibenarkan.

III. Diharapkan kepada Notaris yang telah diputus dan terbukti bersalah, agar dapat memperbaiki diri terhadap kesalahan-kesalahan yang telah diperbuat, jangan membuat masyarakat kecewa atas akta yang telah dikeluarkan. Dan kedepannya Notaris agar super hati-hati dalam membuat akta juga menjalankan profesi yang terhormat ini.

IV. Diharapkan agar penerimaan mahasiswa sampai pengangkatan seorang Notaris, harus dilaksanakan dengan sangat-sangat selektif, tidak hanya terbatas ujian formil saja, melainkan juga harus dengan pemeriksaan kesehatan dan latar belakang dari calon Notaris tersebut, serta dilakukannya test psychotest sebelum pengangkatan Notaris.


(2)

DAFTAR PUSTAKA A. Buku

Adam Muhammad, Notaris dan Bantuan Hukum, Sinar Baru, Bandung, 1985 Adam Muhammad, Ilmu Pengetahuan Notariat, Sinar Baru Bandung, Andasasmita, Notaris Selayang Pandang, Alumni, Bandung, 1983

Arrasjid Chainur, Suatu Pemikiran Tentang Psikologi Kriminil, Kelompok Studi Hukum dan Masyarakat Fakultas Hukum USU, Medan, 1998

Adjie Habib, Hukum Notaris Indonesia, Refika Aditama, 2008

Adjie Habib, Meneropong Khazanah Notaris dan PPAT Indonesia, Citra Aditya Bakti, 2009

Ali, Achmad., Menguak Teori Hukum dan Teori Peradilan, Kencana, Jakarta, 2009

Badrulzaman, Mariam Darus, Kompilasi Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001

C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, Pokok-pokok Hukum Pidana, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, 2004

Daliyo JB, Pengantar Ilmu Hukum, Prenhallindo, Jakarta, 2001

Fachruddin Irfan, Kedudukan Notaris dan Akta-aktanya dalam Sengketa Tata Usaha Negara, Varia Pengadilan No. 111, Jakarta, 1994


(3)

Gunardi, SH., MH., & Markus Gunawan, SH., Himpunan Peraturan tentang Kenotariatan, Jakarta, 2007

H. Budi Untung, Visi Global Notaris, Andi yogyakarta, Yogyakarta, 2005

Hamidah, Penggunaan Hak Ingkar Notaris pada Perkara Perdata dan Pidana (studi penlitian di kota Medan), Karya Ilmiah, 2005

Jumroh, Abi Harahap, Peran Notaris dalam Lalu Lintas Hukum ; Perspektif Mengenai Perlindungan Hukum bagi Notaris, www.analisadaily.com/index.php

Kohar A , Notaris Berkomunikasi, Alumni, Bandung, 1984

Kohar A, Notaris dan Persoalan Hukum, Bina Indra Karya, Surabaya, 1985 Kohar A, Notaris dalam Praktek Hukum, Alumni, Bandung, 1983

Kelsen Hans, Pengantar Teori Hukum, Nusa Media, Bandung, 2008

Koesoemawati, Ira, dan Rijan, Yunirman, Ke Notaris, Raih Asa Sukses, Jakarta, 2009

Lubis, M. Solly, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994 Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, Erlangga, Jakarta, 1996

Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, Erlangga, Jakarta, 1999 Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 2000


(4)

Marpaung Leden, Unsur-unsur Perbuatan Yang Dapat dihukum, Sinar Grafika, Jakarta, 1991

Nasution S. & M. Thomas, Buku Penuntun membuat Tesis, Skripsi, Disertsi, dan Makalah, penerbit Bumi Aksara, Jakarta, 2008

Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia, Jati Diri Notaris Indonesia, Gramedia Pustaka, Jakarta, 2008

Ranugandoko IPM., BA., Terminologi Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2008 Syarifin Pipin, Pengantar Ilmu Hukum, Pustaka Setia, Bandung, 1999 Sidharta, Moralitas Profesi Hukum, Refika Aditama, Bandung, 2006

Soejono & H. Abdurrahman, Metode Penelitian suatu pemikiran dan penerapan, Rineka Cipta, Jakarta, 2005

Sutrisno, Diktat Komentar UU Jabatan Notaris Buku I, kalangan sendiri, 2007

Supriadi, Etika & Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2008

Soesanto R, Tugas, Kewajiban dan Hak-Hak Notaris, Wakil Notaris (Sementara), PT Pradnya Paramita, Jakarta, 1982

Sunggono Bambang, Metodologi Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1997


(5)

Kie, Tan Thong, Buku I Studi Notariat Serba-serbi Praktek Notaris, PT. Ichtiar Baru van Hoeve, Jakarta

Van Apeldoorn L.J., Pengantar Imu Hukum, PT Pradnya Paramita, Jakarta, 2005 W. Bawengan Gerson, Pengantar Psikologi Kriminil, PT. Pradnya Paramita,

Jakarta, 1991

Zainal Abidin Andi, Asas-asas Hukum Pidana Bagian Pertama, Alumni, 1987

B. Kamus dan Peraturan Perundang-undangan

Himpunan Etika Profesi memuat berbagai Kode Etik Profesi di Indonesia, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2006

Kamus Standar Bahasa Indonesia, Penabur Ilmu, Bandung, 2001 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Politeia, Bogor, 1994 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, PT Pradnya Paramita, 1992

Undang-undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, Fokusmedia, Bandung, 2004

Undang Undang Dasar Tahun 1945 dan Amandemennya, Fokusmedia, Bandung, 2007

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana


(6)

C. Media Massa

Waspada Online, Notaris Terlibat 153 Kasus Tindak Pidana, http://www.waspada.co.id/Berita/Medan/Notaris-Terlibat-153-Kasus-Tindak-Pidana.html, tanggal akses 26 april 2008,

MedanBisnis Online, Penggelapan Dana Kredit Bank Kesawan MedanTersangka Notaris Jadi Tahanan Luar _ Harian Medan Bisnis Online.htm., http://www.MedanBisnisonline.com tanggal akses 11 Juli 2009,