Tabel 2 Prediktor iklim dan hidrologi yang digunakan untuk analisis tren Jenis Prediktor
Simbol Unit
Keterangan Curah hujan tahunan
wilayah R
annWil
mm Jumlah curah hujan harian dalam suatu wilayah dalam satu tahun
Curah hujan tahunan setiap stasiun curah
hujan R
annSt
mm Jumlah curah hujan harian di suatu stasiun curah hujan dalam satu tahun
Curah hujan maksimum harian wilayah
R
maxWil
mm Curah hujan maksimum harian pada tahun dan wilayah tertentu
Curah hujan maksimum harian stasiun curah
hujan R
maxSt
mm Curah hujan maksimum harian pada tahun dan stasiun curah hujan tertentu
Curah hujan bulanan rata-rata wilayah
R
mWil
mm Rata-rata curah hujan bulanan wilayah selama tahun pengamatan
Curah hujan bulanan rata-rata stasiun curah
hujan R
mSt
mm Rata-rata curah hujan bulanan stasiun curah hujan selama tahun pengamatan
Curah hujan ektrim wilayah
R
Wil50mm
mm Curah hujan harian 50 mm pada suatu wilayah Curah hujan ekstrim
stasiun curah hujan R
St50mm
mm Curah hujan harian 50 mm pada suatu stasiun curah hujan
Frekwensi hari hujan wilayah
HH
Wil
Hari Jumlah hari hujan dalam satu tahun Frekwensi hari hujan
stasiun curah hujan HH
St
Hari Jumlah hari hujan dalam satu tahun pada stasiun curah hujan
Debit maksimum tahunan
Q
max
m
3
s Debit maksimum harian dalam satu tahun Debit tahunan
Q
ann
m
3
s Rata-rata debit harian dalam satu tahun Debit minimum
tahunan Q
min
m
3
s Debit minimum harian dalam satu tahun Rata-rata debit bulanan
Q
av
m
3
s Rata-rata debit harian dalam bulan tertentu
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Tren Curah Hujan di DAS Bengawan Solo
Hasil analisis data selama 27 tahun yaitu periode 1980-2006 curah hujan tahunan di
DAS Bengawan Solo menunjukan bahwa curah hujan tertinggi terjadi pada tahun 1998
sebesar 2686 mm, sedangkan curah hujan ter- rendah terjadi pada tahun 2003 sebesar 1387
mm Lampiran 1. Rata-rata curah hujan bulanan wilayah tertinggi terjadi pada bulan
Januari sebesar 332 mm dan rata-rata curah hujan terendah terjadi pada bulan September
sebesar 15 mm. Debit rata-rata tahunan pada DAS Bengawan Solo berkisar 279,42 m
3
s – 609,80 m
3
s dengan debit tertinggi terjadi pada tahun 2005 dan debit rata-rata tahunan
terkecil terjadi pada tahun 1997. Debit mak- simum terjadi pada tahun 1982 sebesar 2207
m
3
s dan debit minimum sebesar 1202 m
3
s pada tahun 1981 Lampiran 2. Hubungan
curah hujan dan debit DAS Bengawan Solo selama tahun pengamatan tidak selalu men-
unjukkan hubungan yang linear karena curah hujan yang kecil dapat menyebabkan debit
sungai yang tinggi misalnya pada tahun 2000 sampai 2006 Gambar 2. Terdapat jeda
waktu time-lag satu bulan antara curah hu- jan maksimum atau minimum untuk meng-
hasilkan debit maksimum maupun minimum Gambar 3.
Frekwensi hari hujan untuk 12 stasiun curah hujan DAS Bengawan Solo terbanyak
terdapat pada Stasiun Tawangmangu dengan hasil 156 hari dan frekwensi hari hujan
terkecil terjadi pada stasiun Karangnongko dengan rata-rata hari hujan 71 hari. Frek-
wensi hujan ekstrim sering terjadi di Stasiun Gondangwinangun dengan jumlah hari hujan
ekstrim rata-rata 15 hari selama tahun peng- amatan. Meskipun Tawangmangu memiliki
frekwensi hari hujan terbanyak tetapi tidak sering mengalami hujan ekstrim sedangkan
Stasiun Jabung yang memiliki frekwensi hari hujan kecil lebih sering mengalami hujan
ekstrim Tabel 3.
Gambar 2 Curah hujan wilayah ■
dan debit sungai ─
DAS Bengawan Solo periode 1980 - 2006
Gambar 3 Rata-rata curah hujan wilayah ■
dan rata-rata debit ●
bulanan periode 1980-2006 DAS Bengawan Solo
500 1000
1500 2000
2500 3000
3500 150
300 450
600 750
900 1050
1980 1982 1984 1986 1988 1990 1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004 2006 Cur
ah hujan m
m Debit sungai
m
3
s
50 100
150 200
250 300
350 100
200 300
400 500
600 700
800 900
1000
Jan Feb
Mar Apr
Mei Jun
Jul Agu
Sep Okt
Nop Des
Cur ah hujan
m m
Debit m
3
s
Tabel 3 Frekwensi hari hujan dan hujan ekstrim 12 stasiun curah hujan pewakil DAS Bengawan Solo
Stasiun jumlah hari
hujan Hujan
Ekstrim Tretes 101
9 Jabung 77
12 Karangnongko 71 5
Jatiblimbing 101 9
Soko 83 11
Kebonharjo 75 6
Wonogiri 93 10
Mojosragen 110 7
Gondangwinangun 122 15
Tawangmangu 156 5 Purwantoro 109
9 Bluluk 76
7 Tabel 4 Prediktor curah hujan wilayah yang menunjukan tren
α = 5 Prediktor
Semua periode Sebelum era reformasi
Setelah era reformasi N NT T N NT T N NT T
R
annWil
√ √
√ R
maxWil
√ √
√ R
wil50mm
√ √
√ HH
Wil
√ √
√ keterangan : Naik N, Tidak ada tren NT, Turun T
Hasil pengujian tren prediktor curah hujan yang dilakukan menunjukkan sebelum
era reformasi curah hujan tahunan wilayah tidak mengalami tren naik ataupun tren turun
secara signifikan sedangkan setelah era reformasi terjadi tren curah hujan tahunan
wilayah yang positif serta sigifikan dengan nilai
α = 5. Curah hujan maksimum harian wilayah sebelum era reformasi terjadi tren
curah hujan maksimum wilayah yang positif serta signifikan, sedangkan setelah era
reformasi sebaliknya tren curah hujan maksimum wilayah menunjukan tren negatif
dan signifkan. Frekwensi hari hujan wilayah sebelum era reformasi tidak ada tren negatif
atau positif yang signifikan, tetapi setelah era reformasi frekwensi hari hujan wilayah
mengalami tren negatif serta signifikan, sedangkan untuk curah hujan ekstrim tidak
menunjukkan tren yang positif ataupun negatif yang signifikan pada periode
sebelum dan setelah terjadi penurunan luas hutan di DAS Bengawan Solo, sehingga
secara keseluruhan prediktor curah hujan mengalami tren yang turun setelah era
reformasi Tabel 4.
4.2 Tren Debit Daerah Aliran Sungai Bengawan Solo