98 Berdasarkan hasil estimasi model persamaan regresi yang telah dilakukan
diatas diperoleh nilai koefisien determinasi R
2
untuk model ketimpangan pembangunan dengan menggunakan Indeks Williamson sebesar 0.9968.
Nilai ini dapat diinterpretasikan bahwa sebesar 99.68 perubahan tingkat ketimpangan pembangunan di Provinsi Gorontalo yang diukur dengan Indeks
Williamson dapat diterangkan atau disebabkan oleh ketimpangan proporsional pada PDRB perkapita, Indeks Pembangunan Manusia, dan
Rasio Belanja Infrastruktur sedangkan sisanya sebesar 0.32 diterangkan oleh variabel lain diluar model.
Dengan menggunakan Indeks Gini, perubahan tingkat ketimpangan pembangunan ekonomi di Provinsi Gorontalo 99.91 dapat diterangkan oleh
ketimpangan proporsional pada PDRB perkapita, Indeks Pembangunan Manusia, dan Rasio Belanja Infrastruktur, sedangkan sisanya sebesar 0.09
diterangkan oleh variabel lain diluar model.
5.2.4. Pembahasan
Setelah melakukan serangkaian pengujian, baik secara statistik maupun uji asumsi klasik maka dalam bagian ini akan dilakukan pembahasan terhadap hasil
regresi yang didapatkan. Dalam hal ini akan dianalisis tentang pengaruh masing- masing variabel bebas terhadap variabel terikat dalam model regresi.
5.2.4.1. Ketimpangan proporsional pada PDRB Perkapita sebagai
Sumber Ketimpangan Pembangunan Provinsi Gorontalo.
Jumlah absolut PDRB perkapita kabupatenkota di Gorontalo umumnya meningkat selama tahun 2001-2007 dan mengalami penurunan pada tahun 2008,
memiliki laju pertumbuhan yang fluktuatif ternyata signifikan sebagai salah satu sumber utama yang mempengaruhi terjadinya ketimpangan pembangunan yang di
ukur dengan Indeks Williamson di Provinsi Gorontalo. Dengan nilai probabilitas t-statistik sebesar 0.0157 maka pada tingkat signifikansi 5 atau pada tingkat
kepercayaan 95 variabel ketimpangan proporsional pada PDRB perkapita signifikan mempengaruhi atau sebagai sumber ketimpangan pembangunan di
Provinsi Gorontalo. Untuk Indeks Gini, variabel ini tidak signifikan pada semua tingkat kepercayaan.
99 Nilai koefisien regresi sebesar 1.98E-08 dan bernilai negatif, berarti bahwa
kenaikan PDRB perkapita sebesar 1 satuan akan mengakibatkan ketimpangan pembangunan yang diukur dengan Indeks Williamson akan menurun sebesar
1.98E-08 kali ceteris paribus. Demikian pula jika PDRB perkapita turun 1 satuan maka ketimpangan pembangunan akan mengalami peningkatan sebesar 1.98E-08
kali dari semula, ceteris paribus. Hasil analisis dengan menggunakan Indeks Williamson telah sesuai dengan
hipotesis bahwa ketimpangan proporsional pada PDRB perkapita merupakan salah satu sumber utama ketimpangan pembangunan di Provinsi Gorontalo.
Peningkatan jumlah riil PDRB perkapita akan mengurangi ketimpangan pembangunan sehingga untuk dapat mengatasi ketimpangan yang ada dapat
dilakukan dengan meningkatkan PDRB perkapita. Peningkatan PDRB perkapita selain dengan meningkatkan jumlah produktivitas setiap penduduk juga harus
diikuti dengan mengurangi jumlah penduduk atau menekan laju pertumbuhan penduduk di bawah laju pertumbuhan PDRB.
Analisis dengan menggunakan Indeks Gini memberikan hasil yang tidak sesuai dengan hipotesis, atau dengan kata lain PDRB perkapita secara linear tidak
signifikan sebagai salah satu sumber ketimpangan pembangunan di Provinsi Gorontalo. Hal ini dimungkinkan karena PDRB perkapita tidak memiliki
hubungan secara langsung dengan pendapatan masyarakat yang menjadi obyek analisis Indeks Gini. Dengan kata lain bahwa orientasi dalam penggunaan Indeks
Gini adalah untuk menganalisis pendapatan kelompok masyarakat ketimpangan secara vertikal dan Indeks Williamson untuk analisis pendapatan wilayahregion
ketimpangan horizontal. Meskipun demikian disadari bahwa ketimpangan proporsional pada PDRB
perkapita tidak secara langsung menyebabkan ketimpangan pembangunan di Provinsi Gorontalo. Di dalamnya terdapat banyak faktor yang mempengaruhi
ketimpangan diantaranya perbedaan kondisi dan potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia. Setiap wilayah kabupaten kota tentu saja memiliki
karakteristik alam dan manusia yang berbeda-beda. Dalam pengukuran ketimpangan, hal-hal ini tidak bisa diseragamkan oleh suatu pengukuran yang
sederhana seperti yang tergambar pada PDRB.
100 Selain itu, kenyataan menunjukkan bahwa perkembangan yang terjadi tidak
memberikan keterkaitan yang positif antara sektor pertanian, industri dan jasa. Komoditi pertanian unggulan dalam hal ini jagung dan perikanan laut
diperdagangkan masih dalam bentuk bahan mentah dan belum melewati proses pengolahan untuk meningkatkan nilai tambah produk. Akibatnya harga jual yang
diekspor ke pulau dan negara lain masih sangat rendah. Industri yang berbasis komoditi unggulan lokal juga berkembang sangat
lambat bahkan hampir tidak mengalami kemajuan. Padahal perkembangan industri ini akan memiliki dampak keterkaitan ke belakang dan ke depan
backward and foreward linkage serta dampak pengganda multiplier effect yang sangat besar bagi perekonomian daerah. Aktivitas perdagangan lebih didominasi
oleh para pendatang dengan barang-barang yang berasal dari luar daerah seperti tekstil dan bahan kebutuhan pokok. Demikian juga dengan perkembangan sektor
jasa yang cenderung mengabaikan penguatan ekonomi lokal, tidak mengakomodir sektor-sektor usaha mikro, kecil dan menengah di Gorontalo.
Ketimpangan antarsektor juga dipengaruhi oleh dominasi aktivitas sektor keuangan, perusahaan dan jasa perusahaan. Dari hasil SSA terlihat bahwa empat
dari lima wilayah Kabupaten Gorontalo, Boalemo, Pohuwato dan Bone Bolango memiliki keunggulan pada sektor ini. Hal ini dipengaruhi oleh struktur belanja
pemerintah dalam APBD yang berkontribusi besar terhadap pembangunan proyek-proyek infrastruktur. Selain itu belanja aparat pemerintah PNS terutama
pada awal bulan gajian turut mempercepat roda perekonomian.
5.2.4.2. Indeks Pembangunan Manusia sebagai Sumber Ketimpangan